Verba Gerakan Agentif dalam Bahasa Batak Toba Kajian Semantik

BAB II
KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep
Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu verba,
verba gerakan agentif, komponen semantis, kategorisasi semantis, dan makna.
Konsep verba pada penelitian ini mengacu kepada pendapat Frawley
(1992: 140-144) yang menyatakan bahwa verba mengacu pada peristiwa yang
mengimplikasikan perubahan waktu. Dengan demikian, ada keterkaitan peristiwa
dengan perubahan dan temporalitas.
Verba gerakan mewujudkan elemen bergerak, perpindahan dan melakukan
(Mulyadi 1998: 121). Verba gerakan agentif

adalah suatu peristiwa yang

mempunyai keinginan untuk menghubungkan gerak translasi dari satu tempat ke
tempat yang lain (Goddard 1998: 203). Sebagai verba gerakan agentif ‘pergi’
laho atau ‘datang’ ro terbatas pada gerakan translasi.
Verba gerakan mempunyai ciri semantis dinamis, pungtual dan perfertif
(Mulyadi 1998: 60-62). Ciri


dinamis mengukapkan bahwa temporal verba

gerakan dapat diperluas. Ciri pungtual bermakna bahwa peristiwa berlangsung
dengan waktu yang sangat singkat, seperti berlari, memukul, melewati dan
menampar. Ciri perfektif menjelaskan bahwa PELAKU sudah selasai dan
PENDERITA dipengaruhi sepenuhnya,

seperti merobek, membunuh dan

memanjat.

6

Universitas Sumatera Utara

Komponen semantis adalah perangkat makna yang dimiliki oleh sebuah
butir leksikon. (Mulyadi, 2000: 40) lebih lanjut dikatakan bahwa komponen
semantis mencakup kombinasi dari perangkat makna ‛seseorang’,
seperti
‛sesuatu’, ‛mengatakan’, ‛melakukan’, ‛terjadi’, ‛ini’, dan ‛baik’.

Kategorisasi adalah pengelompokan butir leksikal berdasarkan kesamaan
komponen semantisnya (Mulyadi, 2010: 169). Misalnya,‛kom ponen pada waktu
itu, X bergerak’ memuat anggota verba mardalan ‛berjalan’, marlojong ‛berlari’,
dan mangalangka ‛melangkah’ yang terdapat dalam satu ranah semantis yang
sama.
Selanjutnya, makna sebuah kata adalah konfigurasi dari makna
asali untuk setiap kata (Wierzbicka, 1996: 170 ). Konfigurasi yang dimaksud
adalah kombinasi antara satu makna asali dengan makna asali yang lain yang
membentuk sintaksis makna universal. Makna verba gerakan agentif yang dikaji
dalam penelitian ini adalah makna denotasi.

2.2 Landasan Teori
Penelitian ini menggunakan teori Metabahasa Semantik Alami (MSA).
Ada dua alasan penelitian teori Metabahasa Semantik Alami (MSA). Pertama,
teori MSA dapat menetapkan kategorisasi verba dan mengeksplikasi semua
makna leksikal, gramatikal, ilokusi, dan pragmatik, termasuk aspek tata bahasa
dan tipologi universal melalui seperangkat elemen sederhana. Sebagai bagian dari
kategori leksikal, verba gerakan agentif dapat dieksplikasi dengan teori MSA.
Kedua, parafrase makna yang dihasilkan mudah dipahami oleh banyak orang,


7

Universitas Sumatera Utara

khususnya penuturjati bahasa yang dibicarakan sebab parafrasenya dibingkai
dalam sebuah metabahasa yang bersumber dari bahasa alamiah (Mulyadi, 2012:
34).
Asumsi dasar teori MSA berhubungan dengan Prinsip Semiotik. Prinsip
tersebut menyatakan bahwa makna tidak dapat dideskripsikan tanpa perangkat
makna asali. Artinya, makna sebuah kata adalah konfigurasi dari makna asali.
Dengan pernyataan ini, analisis makna sekompleks apa pun dapat dijelaskan tanpa
harus berputar-putar (Wierzbicka, 1996: 10). Terkait dengan hal itu, MSA tidak
terlepas dari sejumlah konsep teoretis penting seperti makna asali (semantic
primitive/semantic prime), polisemi takkomposisi (non-compositional polysemy),
dan sintaksis makna universal (universal syntax).
Untuk itu, digunakan perangkat makna asali sebagai elemen akhir dalam
analisis makna. Makan asali adalah sebuah perangkat makna tetap (Goddard,
1998: 2) yang diwarisi manusia sejak lahir. Dalam perspektif ini, makna sebuah
kata merupakan konfigurasi dari makna asali, tidak ditentukan oleh makna yang
lain dalam leksikon.

Berdasarkan hasil penelitian Wierzbicka (1996) ditemukan makna asali
dari sejumlah bahasa di dunia, seperti bahasa Cina, Jepang, Aceh, Inggris, dan
bahasa Aborigin di Australia. Pada tahun 1972, dia baru menemukan 14 makna
asali, kemudian pada tahun 1980 menjadi 15 makna asali. Terakhir, Wierzbicka
(1996) dan Goddard (2006) mengusulkan 63 makna asali seperti tertera pada
tabel 2.2 :

8

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.2 Perangkat Makna Asali Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia
KOMPONEN
ELEMEN MAKNA ASALI
Substantif
I AKU, YOU KAMU, SOME ONE
SESEORANG
PEOPLE/PERSON,
ORANG
,

SOMETHING/THING
SESUATU/HAL,BODY TUBUH
Substantif Relasional
KIND JENIS, PART BAGIAN
Pewatas
THIS
INI,
THE
SAME
SAMA,
OTHER/ELSE LAIN
Penjumlah
ONE SATU, TWO DUA, MUCH/MANY
BANYAK, SOME BEBERAPA, ALL
SEMUA
Evaluator
GOOD BAIK, BAD BURUK
Deskriptor
BIG BESAR, SMALL KECIL
Predikat Mental

THINK PIKIR, KNOW TAHU, WANT
INGIN, FEEL RASA, SEE LIHAT,HEAR
DENGAR
Ujaran
SAY UJAR, WORDS KATA, TRUE
BENAR
Tindakan,peristiwa, gerakan, perkenaan
DO LAKU, HAPPEN TERJADI, MOVE
GERAK, TOUCH SENTUH
Tempat, keberadaan, milik, dan
BE (SOME WHERE), THERE IS/EXIST
Spesifikasi
ADA,
HAVE
PUNYA,
BE
(SOMEONE/SOMETHING)
ADALAH
(SESEORANG/SESUATU)
Hidup dan Mati

Waktu

LIVE HIDUP, DEAD MATI
WHEN/TIME
BILA/WAKTU,
NOW
SEKARANG,
BEFORE
SEBELUM,
AFTER SETELAH, A LONG TIME
LAMA, A SHORT TIME SINGKAT, FOR
SOME TIME SEBENTAR, MOMENT
SAAT

Ruang

WHERE/PLACE (DI) MANA/TEMPAT,
HERE (DI) SINI, ABOVE (DI) ATAS,
BELOW (DI) BAWAH, FAR JAUH,
NEAR DEKAT, SIDE SISI, INSIDE (DI)

DALAM
NOT TIDAK, MAYBE MUNGKIN, CAN
DAPAT, BECAUSE KARENA, IF JIKA
VERY SANGAT, MORE LEBIH
LIKE/AS SEPERTI

Konsep logis
Augmentor intensifier
Kesamaan
Sumber : Mulyadi (2012: 38)

9

Universitas Sumatera Utara

Selain makna asali, konsep dasar lain dalam teori MSA adalah polisemi
nonkomposisi, yaitu bentuk leksikon tunggal untuk mengekspresikan dua makna
asali yang berbeda. Di antara dua makna asali yang berbeda itu tidak terdapat
hubungan komposisi (nonkomposisi) sebab masing-masing mempunyai kerangka
gramatikal yang berbeda. Dalam bahasa Indonesia, misalnya, verba menonton

merupakan ekspresi dari makna asali MELIHAT dan MEMIKIRKAN (Mulyadi,
2000: 81).
Konsep dasar selanjutnya ialah sintaksis makna universal,

sebagai

perluasan dari sistem makna asali (Goddard, 1998: 24). Dalam teori MSA, makna
memiliki struktur yang sangat kompleks, terdiri atas komponen yang berstruktur
seperti ‛aku menginginkan sesuatu’, ‛ini baik’, atau ‛kau melakukan sesuatu yang
buruk’. Kalimat seperti ini disebut sintaksis makna universal. Jadi, sintaksis
makna universal adalah kombinasi dari butir-butir leksikon makna asali yang
membentuk proposisi sederhana sesuai dengan perangkat morfosintaksisnya
(Mulyadi dan Rumnasari, 2006: 71).
Lebih jauh dasar sintaksis universal dapat disamakan dengan
‛klausa’,
yang dibentuk oleh substantif dan predikat serta beberapa elemen tambahan sesuai
dengan ciri predikatnya (Mulyadi dan Rumnasari, 2006: 71). Contoh pola
sintaksis makna universal dapat ditunjukkan seperti di bawah ini:

(2) Aku memikirkan sesuatu yang baik.

(3) Sesuatu yang buruk terjadi padamu.
(4) Jika aku melakukan ini, orang akan mengatakan sesuatu yang baik

10

Universitas Sumatera Utara

tentang aku.
(5) Aku tahu bahwa kamu orang baik.
(6) Aku melihat sesuatu terjadi di sana.
(7) Aku mendengar sesuatu yang baik.

Pola kombinasi yang berbeda dalam sintaksis makna universal
mengimplikasikan gagasan valensi. Contohnya, elemen MELAKUKAN, selain
memerlukan ‛‛ subjek” dan ‛‛komplemen” wajib (seperti‛ seseorang melakukan
sesuatu’), juga memerlukan ‛‛ pasien” (seperti ‛seseorang melakukan sesuatu
kepada seseorang’). Begitu pula, MENGATAKAN, di samping memerlukan
‛‛subjek” dan ‛‛komplemen” wajib (seperti ‛seseorang mengatakan sesuatu’), juga
memerlukan ‛‛pesapa” (seperti ‛seseorang men gatakan sesuatu pada seseorang
tentang sesuatu’) (Mulyadi dan Rumnasari, 2006: 71). Hubungan ketiga konsep

dasar tersebut dapat diringkas dalam gambar di bawah ini:
Hubungan ketiga konsep dasar tersebut dapat diringkas dalam gambar di
bawah ini:
Makna asali
Polisemi

Sintaksis Makna
Universal

Makna asali
Makna
Gambar 2.2
Hubungan Makna Asali, Polisemi, Sintaksis Makna Universal, dan Makna

11

Universitas Sumatera Utara

(Sumber: Mulyadi dan Rumnasari, 2006: 71)
Gambar 2.2 menunjukkan bahwa gabungan dari dua makna asali
dapat berkombinasi untuk membentuk polisemi. Polisemi merupakan kunci untuk
mengetahui makna dan dasar pembentukan sintaksis makna universal. Melalui
skenario pada sintaksis makna universal, persamaan dan perbedaan makna dapat
diungkapkan dengan tuntas dan tidak berputar-putar, seperti pada contoh (8).
(8) Pindah
(a) X bergerak dari A ke B
(b) X bergerak selama beberapa waktu
(c) sebelum ini, X di tempat A
(d) setelah ini, X di tempat B (Goddard 1998: 202)

2.3 Tinjauan Pustaka
Pada bagian ini dijelaskan tentang tinjauan pustaka yang digunakan dalam
penelitian. Tinjauan pustaka dalam penelitian ini disusun berdasarkan kedekatan
topik dari penelitian sebelumnya dengan penelitian yang dilakukan. Berikut akan
dijelaskan hasil-hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini.
Subiyanto (2008) mengkaji verba gerakan bukan agentif dalam bahasa
Jawa. Ia membahas komponen semantis dan struktur semantis verba gerakan
bukan agentif dalam bahasa Jawa. Dalam hal ini, teori MSA digunakan untuk
menjelaskan komponen semantis dan struktur semantis. Data yang terkumpul
dianalisis dengan menggunakan metode padan dan metode agih.
Berdasarkan hasil penelitiannya, komponen semantis verba gerakan bukan
agentif bahasa Jawa memiliki ciri [+dinamis], [-kesengajaan], [+/- kepungtualan],
[+/- telik], dan [- kinesis]. Di samping itu, verba gerakan bukan agentif dalam
bahasa Jawa memiliki komponen semantis [kesengajaan], artinya tindakan yang

12

Universitas Sumatera Utara

tidak dikontrol oleh agen seperti ambruk ‛roboh’,

kepleset ‛terpeleset’, dan

keblowok ‛terperosok’. Selanjutnya, struktur semantis verba gerakan bukan
agentif bahasa Jawa ada dua, yaitu (1) berdasarkan arah gerakan, struktur
semantisnya ialah BERGERAK dan MELAKUKAN dan (2) berdasarkan kualitas
gerakan struktur semantisnya MELAKUKAN dan TERJADI.
Penelitian Subiyanto memberikan kontribusi pada komponen semantis,
model parafrase dan ciri-ciri semantis verba gerakan agentif dalam bahasa Batak
Toba. Komponen semantis arah gerakan (mis.‛X bergerak horizontal’ dan ‛X
melakukan beberapa kali’). Komponen semantis yang diusulkannya diterapkan
dan dikembangkan dalam penelitian ini untuk menganalisis komponen makna
verba gerakan agentif dalam bahasa Batak Toba.
Selanjutnya, Mulyadi (2000) dalam artikelnya yang berjudul
‛‛Struktur
Semantis Verba dalam bahasa Indonesia”, membahas masalah klasifikasi verba
bahasa Indonesia, formulasi

struktur semantis verba bahasa Indonesia, dan

persamaan dan perbedaan struktur semantis verba bahasa Indonesia. Data
dianalisis dengan menggunakan metode padan dan metode agih. Teori yang
digunakan adalah MSA (Metabahasa Semantik Alami).
Hasil penelitiannya menyatakan bahwa verba bahasa Indonesia dibagi
menjadi tiga, yaitu verba keadaan, proses, dan tindakan. Verba keadaan
mempunyai kelas kognisi, pengetahuan, emosi, dan persepsi. Verba proses
mempunyai kelas kejadian, proses badaniah, dan gerakan bukan agentif. Verba
tindakan mempunyai kelas gerakan agentif, ujaran, dan perpindahan. Kemudian,
struktur semantis verba bahasa Indonesia diformulasikan dari sejumlah polisemi

13

Universitas Sumatera Utara

dan dari kombinasi makna asali ini terlihat persamaan dan perbedaan struktur
semantisnya.
Cara kerja teori MSA dalam penelitian Mulyadi menjadi acuan untuk
menerapkan teori MSA pada verba gerakan agentif bahasa Batak Toba.
Pembagian verba berdasarkan property temporal memberi inspirasi dalam
mengategorisasikan verba gerakan agentif dalam bahasa Batak Toba.
Selanjutnya, Mulyadi (2014) dalam artikelnya yang berjudul
‛‛

Verba

‛‛Mirip Takut’’ dalam Bahasa Melayu Asahan” membahas masalah kategorisasi
dan makna verba mirip takut. Data penelitian dijaring melalui penyimakan dan
percakapan. Analisis data menggunakan metode padan dan metode agih dan hasil
analisisnya disajikan secara formal dan informal. Penelitian ini menerapkan teori
Metabahasa Semantik Alami.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa verba ”mirip takut” dalam bahasa
Melayu Asahan dibentuk oleh komponen evaluatif ‘sesuatu yang buruk
dapat/akan terjadi’ untuk mendeskripsikan peristiwa buruk hipotetis. Dari
komponen utama ini dipetakan tiga komponen lain sebagai representasi dari subsubkategorinya, yaitu (1) ‘aku tidak menginginkan ini’ (mis. cuak ‘takut’), (2)
‘aku tidak dapat melakukan apa pun’ (mis. galisah ‘gelisah’), dan (3) ‘aku tidak
dapat berpikir sekarang’ (mis. tagomap ‘panik’). Makna verba “mirip takut”
dikemas dalam skenario prototipe yang dicirikan oleh elemen peristiwa,
pengetahuan, tindakan, dan temporal. Isi skenarionya bergantung pada butir-butir
leksikal yang dibatasi.

14

Universitas Sumatera Utara

Cara kerja teori MSA dalam penelitian Mulyadi menjadi acuan untuk
menerapkan teori MSA pada verba gerakan agentif bahasa Batak Toba dan
komponen sematis. Dari komponen utama ini dipetakan tiga komponen lain
sebagai representasi dari sub-subkategorinya yang dikemas dalam skenario
prototipe yang dicirikan oleh elemen peristiwa, pengetahuan, tindakan, dan
temporal. Isi skenarionya bergantung pada butir-butir leksikal yang dibatasi.
Beratha (2000) dalam artikelnya yang berjudul “Struktur dan Peran
Semantis Verba Ujaran dalam Bahasa Bali ” menguraikan semantik verba ujaran
dengan menggunakan teori Metabahasa Semantik Alami (MSA). Metode yang
digunakan dalam analisis datanya adalah metode padan dan metode agih,
sedangkan penyajian hasil analisis data menggunakan metode informal dan
formal.
Hasil kajian Beratha menunjukkan bahwa ada sejumlah verba tindakan yang
bertipe ujaran dalam bahasa Bali seperti ngidih, nunas ‘meminta’, nunden, nikain
‘memerintah’, nombang ‘melarang’, majanji ‘berjanji’, ngajum ‘menyanjung’,
nyadad ‘mengkritik’, nesek dan matakon ‘bertanya’. Struktur semantis verba
tindakan tipe ujaran ini diformulasikan dalam komponen ‘X mengatakan sesuatu
kepada Y’.
Penelitian Beratha memberi banyak masukan dari segi teori yang
digunakan dan juga cara menganalisis verba ujaran. Dari segi teori dapat diketahui
pola sintaksis yang digunakan dalam penelitian tersebut dan dari segi cara
menganalisis verba ujaran tampak pada penggunaan parafrase yang bersumber

15

Universitas Sumatera Utara

dari perangkat makna asali. Penelitian Beratha memberi kontribusi dalam
penelitian verba gerakan agentif dalam Batak Toba.
Giovani (2014) dalam skripsinya yang berjudul “Verba Potong
dalam bahasa Batak Toba” membahas kategorisasi verba POTONG dan makna
verba POTONG. Data dianalisis dengan menggunakan metode agih yang
didukung dengan metode padan terutama dalam menentukan makna verba.
Peneliti menerapkan teori Metabahasa Semantik Alami (MSA).
Hasil kajian ini

menunjukkan bahwa verba POTONG dalam

bahasa Batak terdiri atas satu kategori, yaitu memotong dengan alat‛X (
melakukan sesuatu dengan sesuatu’ ) dan satu subkategori ‛( sesuatu terjadi pada
Y pada waktu yang sama’). Selanjutnya verba bahasa Batak Toba dibentuk oleh
makna asali yaitu MELAKUKAN dan TERJADI yang berpolisemi membentuk
sintaksis makna universal ‛X melakukan sesuatu pada Y karena ini sesuatu terjadi
pada Y’.
Cara kerja teori MSA dalam penelitian Giovani menjadi acuan untuk
menerapkan teori MSA pada verba gerakan agentif bahasa Batak Toba. Pola
sintaksis yang digunakan dalam penelitian tersebut dan dari segi cara
menganalisis verba POTONG tampak pada penggunaan parafrase yang bersumber
dari perangkat makna asali.

16

Universitas Sumatera Utara