BAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Masalah - Bisnis dan Politik (Suatu Studi terhadap Politik Pergulaan Masa Pemerintahan Megawati 2001 – 2004)

BAB I PENDAHULUAN

1 Latar Belakang Masalah

  Sudah menjadi kodrat manusia sebagai makhluk hidup untuk menginginkan sesuatu yang lebih baik. Hal ini sudah merupakan dimensi biologis dan psikologis manusia untuk memenuhi kebutuhan–kebutuhan hidupnya di dunia ini. Kebutuhan–kebutuhan hidup itu tentu saja harus di usahakan oleh manusia itu sendiri, dengan menggunakan cara–cara dan upaya–upaya tertentu. Semakin lama manusia hidup di dunia, semakin banyak pula tuntutan–tuntutan akan pemenuhan kebutuhan tersebut, baik yang bersifat fisik maupun batiniah. Tuntutan–tuntutan akan pemenuhan ini tidak selamanya dapat diperoleh dengan mudah dari alam semesta ini.

  Semakin banyak manusia yang membutuhkannya semakin terbatas pula sumber–sumber pemenuhan kebutuhan tersebut. Keterbatasan sumber–sumber inilah yang menyebabkan manusia mulai berpikir, bagaimana cara untuk mendapatkan kebutuhan–kebutuhan itu. Proses berpikir dan cara untuk memenuhi kebutuhan inilah yang akan menjadi bagian dari suatu proses sosial dalam masyarakat, yang terinteraksi, baik melalui aspek politik, ekonomi, dan budaya.

  Negara kita Indonesia adala yang memiliki 17.504 pulau besar dan kecil, sekitar 6.000 di antaranya tidak berpenghuni, yang menyebar disekitar serta terletak di antara duailayah Indonesia terbentang sepanjang 3.977 mil di antara uas daratan Indonesia adalah 1.922.570 km² dan luas perairannya 3.257.483 km².

  Indonesia merupakan negara agraris karena kegiatan ekonomi dalam masyarakat kita sampai sekarang berdasar atas produksi primer. Sektor–sektor kegiatan yang tergolong dalam pengertian produksi primer adalah pertanian dan

  

  perikanan serta kekayaan alam ( kehutanan dan pertambangan ). Kegiatan di bidang produksi primer di Indonesia terletak pada produksi pertanian. Di samping itu, Indonesia juga dikenal dengan hasil perkebunannya, antara lain karet (bahan baku ban), kelapa sawit(bahan baku minyak goreng), tembakau (bahan baku obat dan rokok), kapas (bahan baku tekstil), kopi (bahan minuman), dan tebu (bahan

   baku gula pasir).

  Kebutuhan pokok merupakan kebutuhan yang harus di penuhi oleh semua kalangan masyarakat. Yang tercakup dalam kebutuhan pokok adalah sandang, pangan, dan papan. Pangan merupakan kebutuhan yang paling pokok di antara kebutuhan pokok tersebut karena orang mungkin bisa bertahan hidup bila tidak mempunyai rumah( papan) tetapi, bila manusia tidak makan maka dia tidak bisa bertahan hidup. Pangan bukanlah hanya beras saja tapi masih banyak komoditas pangan lainnya, misalnya gula.

  Gula pasir merupakan salah satu dari sembilan bahan makanan pokok yang berfungsi sebagai sumber energi atau kalori bagi yang mengkonsumsinya, dan merupakan komoditi yang pemakaiannya menyangkut segenap rumah tangga dalam masyarakat. Di dalam komposisi bahan–bahan pokok kebutuhan masyarakat, gula pasir menduduki tempat yang kedua sesudah beras. Jika beras dapat di ganti dengan komoditas pangan yang lain seperti ubi, sagu, dan banyak lagi bahan pangan lainnya, gula tidak dapat diganti dengan komoditas lainnya. Masyarakat mengkonsumsi gula pasir sebagai sumber kalori atau lebih utamanya sebagai pemanis maupun pengawet. Upaya untuk menjaga ketersedian gula dalam 1 negeri diwujudkan dalam salah satu program ketahanan pangan. Itulah sebabnya 2 Sumitro Djojohadikusumo. Kebijakan di Bidang Ekonomi Perdagangan, Jakarta: PT Indira,1972, hlm. 6 www.bps.go.id, diakses 10 april 2012 pukul 19.00 wib.

  gula sangat dibutuhkan dalam ukuran atau jumlah yang sangat besar. Untuk mendapatkan hal tersebut butuh pengawasan serta perhatian dari pemerintah.

  Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, maka permintaan akan gula ini juga mengalami peningkatan. Konsumsi yang semakin bertambah ini harus segera direspon pemerintah tentang bagaimana penyediannya baik produksi dalam negeri, impor atau bahkan keduanya. Untuk memenuhi kebutuhan gula pasir yang terus meningkat, pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mendorong peningkatan produksi dalam negeri.

  Indonesia pernah mengalami masa gemilang sebagai negara utama penghasil gula pasir yaitu sekitar tahun 1930-1932 ketika mampu memproduksi gula pasir hampir 3 juta ton. Setelah menjadi salah satu negara eksporter gula terbesar di dunia tahun 1930-an, Indonesia kini menjadi salah satu negara pengimpor gula terbesar di dunia. Jika kecendrungan ini tidak dapat dicegah, keberadaan industri gula sebagai salah satuindustri strategis di Indonesia, akan dalam tekanan. Banyak hal yang menyebabkan hal tersebut antara lain: Banyaknya pabrik gula pasir telah hancur atau rusak sebagai akibat revolusi fisik, sedangkan pabrik–pabrik yang masih memproduksi gula kini harus bekerja dengan mesin–mesin yang sudah tua, sehingga pabrik–pabrik tidak bekerja dengan efisien. Dan juga karena kesulitan untuk mendapatkan tanah untuk memperluas areal tanaman tebu dan makin mahalnya sewa tanah.

  Pada dekade terakhir, khususnya periode 1994-2004, industri gula Indonesia menghadapi berbagai masalah yang signifikan. Salah satu indikator masalah industri gula Indonesia adalah kecenderungan volume impor yang terus meningkat, dari 194,700 ton pada tahun 1986 menjadi 1.348 juta ton pada tahun 2004, atau meningkat dengan laju 11.4 % per tahun. Pada periode 1994-2004, impor gula meningkat dengan laju 7.8 % per tahun. Hal ini terjadi karena ketika konsumsi terus meningkat dengan 1.2 % per tahun produksi gula dalam negeri

  

  menurun dengan laju –1.8 per tahun. Penurunan produksi bersumber dari penurunan areal dan penurunan produktivitas. Harga gula di pasar internasional yang terus menurun dan mencapai titik terendah pada tahun 1999 juga menjadi penyebab kemunduran industri gula Indonesia. Penurunan harga gula ini terutama disebabkan oleh kebijakan hampir semua negara produsen utama dan konsumen utama melakukan intervensi yang kuat terhadap industri dan perdagangan gula. Sebagai contoh, hampir semua negara menerapkan tarif impor lebih dari 50%. Di samping itu, kebijakan dukungan harga (price support) dan subsidi ekspor masih dilakukan oleh negara besar seperti Eropa Barat dan Amerika. Hal ini menempatkan pasar gula merupakan pasar dengan tingkat distorsi tertinggi kedua

   setelah beras.

  Membiarkan impor terus meningkat berarti membiarkan industri gula terus mengalami kemunduran yang akan menimbulkan masalah bagi Indonesia. Pertama, industri gula melibatkan sekitar 1.4 juta petani dan tenaga kerja. Kedua, kebangkrutan industri gula juga berkaitan dengan aset yang sangat besar dengan nilai sekitar Rp 50 triliun. Ketiga, gula merupakan kebutuhan pokok yang mempunyai pengaruh langsung terhadap inflasi, sesuatu yang mengkhawatirkan pelaku bisnis, masyarakat umum, dan pemerintah. Lebih jauh, membiarkan ketergantungan kebutuhan pokok yang harganya sangat fluktuatif dengan koefisien keragaman harga tahunan sekitar 48% akan berpengaruh negatif terhadap upaya pencapaian ketahanan pangan. Selanjutnya, beban devisa untuk mengimpor akan terus meningkat yang pada lima tahun terakhir rata-rata devisa

   yang dikeluarkan sudah mencapai US$ 200 juta.

   4 diakses tgl 12 april 2012 pukul 10.00 wib.

  

Susila, W.R, Pengengembangan Industri Gula Indonesia: Analisis Kebijakan dan Keterpaduan sistem

Produksi

  . Desertasi S3. Institut Pertanian Bogor, 2005.hlm. 8

5 Dewan Gula Indonesia, Restrukturisasi Gula Indonesia April 1999. BahanDiskusi Reformasi Gula

  Indonesia, Jakarta: Dewan Gula Indonesia,1999

  2 Perumusan Masalah Bisnis dan politik adalah merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan.

  Bisnis sangat tergantung pada politik dan politik akan sangat mempengaruhi bisnis. Suatu bisnis yang dijalankan akan berjalan dengan baik apabila politik di negara tersebut berjalan dengan baik. Politik dari segi kebijakannya akan sangat berpengaruh terhadap iklim suatu bisnis. Misalnya, industri gula di Indonesia, pada tahun – tahun yang lalu pernah menjadi eksporter terbesar di dunia. Namun, sekarang berbalik Indonesia malah berubah menjadi negara pengimpor gula terbesar di dunia. Kondisi dan permasalahan gula merupakan hal yang kompleks dari sisi produksi, konsumsi, impor maupun perdagannya. Keseluruhan sisi tersebut tidak terlepas dari kebijakan yang ditetapkan pemerintah. Mengingat gula merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok yang dibutuhkan oleh semua kalangan masyarakat. Dari latar belakang di atas serta pemaparan di atas maka penulis membuat beberapa pertanyaan yang akan dibahas serta dijawab dalam bab berikutnya , yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

  “Apakah bisnis yang mempengaruhi politik atau politik yang mempengaruhi bisnis pada kebijakan pergulaan masa pemerintahan Megawati?” dan

  “Bagaimana pengaruh Kepmenperindag No.643/MPP/Kep/9/2002 tentang kebijakan tataniaga impor pada masa pemerintahan Megawati terhadap pertumbuhan industri gula di Indonesia?”

  3 Tujuan Penelitian

  Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui manakah yang mempengaruhi kebijakan pergulaan yang di keluarkan pada masa pemerintahan Megawati apakah bisnis yang mempengaruhi politik atau politik yang mempengaruhi bisnis.

  4 Manfaat Penelitian

  Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

  • Bagi Penulis, penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan berfikir serta kemampuan menulis karya ilmiah yang sesuai dengan kaedah yang berlaku.
  • Bagi Akademis, untuk memperkaya perbendaharaan pengetahuan dan referensi data – data yang dapat digunakan untuk membantu mengetahui bagaimana sebenarnya hubungan antara bisnis dan politik.

  5 Kerangka Teori

  Sebelum melakukan analisis, seorang penulis perlu menyusun suatu landasan teori sebagai landasan berpikir untuk menggambarkan dari segi mana penulis menyoroti masalah yang telah dipilih. Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berpikir dalam memecahkan atau menyoroti masalah yang dibahasnya. Untuk itu diperlukan teori yang memuat pokok–pokok atas penelitian yang dilakukan.

  Teori adalah serangkaian pernyataan yang saling berhubungan yang menjelaskan mengenai sekelompok kejadian. Dalam ilmu sosial, teori memiliki dua fungsi. Pertama, teori berfungsi sebagai cara mudah bagi ilmuwan untuk mengorganisasikan data. Teori dapat dimanfaatkan sebagai semacam sistem penyimpanan yang membantu para peneliti untuk mengorganisasikan hasil–hasil penelitian yang relevan. Kedua, teori memungkinkan ilmuwan mengembangkan prediksi bagi situasi–situasi yang belum ada datanya. Prediksi membawa kepada

  

  hipotesis yang menjadikan tindakan lebih terarah, efisien, dan sistematik. Selain itu teori dapat juga diartikan sebagai berikut. Teori adalah serangkaian asumsi,

  6 Saifudin Azwar, Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010, hlm. 39 konsep, konstruksi, defenisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara

   sistematis dengan cara merumuskan hubungan antara konsep.

5.1 Bisnis dan Politik

5.1.1 Bisnis

  5.1.1.1 Pengertian Bisnis

  Kita sering mendengar kata bisnis dalam kehidupan kita sehari- hari. Kata bisnis berasal dari kata dalam bahasa Inggris business. Bisnis dapat dipandang sebagai sebuah sistem yang menyeluruh yang menggabungkan sub-sistem yang lebih kecil yang disebut industri. Selain itu, bisnis diartikan sebagai perusahaan atau sesuatu yang bernilai komersial baik dalam sektor swasta maupun publik yang berhubungan dengan penciptaan barang dan jasa untuk memuaskan kebutuhan konsumen. Secara singkat, bisnis adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk menciptakan nilai suatu barang atau jasa yang dilakukan oleh individu ataupun kelompok dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dan mendapatkan keuntungan bagi dirinya atau organisasinya, melalui proses transaksi.

  5.1.1.2 Fungsi Bisnis

  Bisnis memiliki fungsi–fungsi tertentu dalam kedudukannya di masyarakat. Sebuah organisasi bisnis tidak mungkin berdiri sendiri tanpa mempedulikan fungsinya bagi lingkungan tempat bisnis itu berdiri. Fungsi bisnis dipandang sebagai kontribusi yang diberikan oleh organisasi pada pihak–pihak yang secara langsung maupun tidak langsung berperan pada pembentukan bisnis, proses penciptaan nilai, dan pengendalian bisnis. Fungsi bisnis dipisahkan menjadi dua bagian, yaitu fungsi mikro dan fungsi

   7 makro, yaitu: 8 Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi, Metode Penelitian Survei, Jakarta: LP3ES, 1995, hlm. 37.

  Paulus Sukardi dan Evi Thelia Sari, Bisnis Internasional, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007, hlm 3 a) Fungsi Mikro

  Fungsi mikro sebuah bisnis merupakan kemampuan aktivitas bisnis dalam memberikan kontribusi pada pihak–pihak yang berkepentingan secara langsung terhadap proses penciptaan nilai perusahaan, yaitu:

  • Pekerja / Karyawan • Dewan Komisaris • Pemegang Saham.

  b) Fungsi Makro

  Fungsi makro sebuah bisnis adalah harus dapat memberikan kontribusinya pada pihak–pihak yang terlibat secara tidak langsung dalam pembentukan dan pengendalian bisnis, yaitu:

  • Masyarakat Sekitar Perusahaan • Bangsa Dan Negara.

5.1.1.3 Lingkungan Bisnis

  Sebuah perusahaan umumnya sangat tergantung dengan lingkungannya. Bahkan setelah sebuah perusahaan didirikan, maka pemilik dan pengelola harus tetap memantau lingkungannya supaya dapat mengantisipasi bagaimana permintaan dan kemungkinan perubahan biaya produksi. Lingkungan bisnis terdiri dari:

  

  • Lingkungan Sosial Lingkungan sosial termasuk demografi, dan preferensi konsumen untuk menunjukkan kecenderungan sosial yang ditampilkan oleh sebuah bisnis. Demografi sendiri berarti karakteristik populasi manusia yang spesifik.
  • Lingkungan Industri Lingkungan industri menyatakan suatu kondisi di dalam perusahaan. Kondisi masing–masing perusahaan akan bervariasi sesuai dengan permintaan dan persaingan. Keuntungan akan diperoleh oleh
  • 9 Ibid, hlm 7 – 8.
industri yang memiliki tingkat permintaan yang tinggi untuk produk yang dihasilkan. Persaingan yang ketat menguntungkan konsumen karena mereka akan mendapatkan harga yang relatif rendah dari perusahaan yang bersaing.

  • Lingkungan Ekonomi Lingkungan ekonomi mempunyai pengaruh yang kuat terhadap kinerja bisnis. Ketika ekonomi kuat, lapangan kerja tinggi, dan tingkat kompensasi pada karyawan juga meningkat. Sementara, daya beli masyarakat yang tinggi membuat mereka mampu membeli produk yang ditawarkan perusahaan. Pada akhirnya, perusahaan akan mendapatkan untung yang tinggi dan mampu mengembangkan usahanya, melakukan rekrutmen tenaga kerja.
  • Lingkungan global Lingkungan global akan mempengaruhi kinerja perusahaan baik secara langsung maupun tidak. Pada perusahaan yang memiliki hubungan dagang, baik pembelian ataupun penjualan akan sangat tergantung pada situasi global. Sedangkan bagi perusahaan yang tidak memiliki hubungan dagang dengan negara lain tetap harus mampu menilai kondisi lingkungan global untuk mewaspadai adanya pesaing yang datang dari luar negeri. Selain mempengaruhi kondisi dalam perusahaan, lingkungan global juga dapat mempengaruhi kondisi ekonomi lokal.

5.1.1.4 Etika Bisnis

5.1.1.4.1 Defenisi Etika Bisnis

  Sebuah bisnis yang baik harus memiliki etika. Kata etika berasal dari bahasa Yunani yaitu kata ethos. Kata ethos dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti: tempat tinggal yang biasa; padang rumput, kandang; kebiasaan, adat; akhlak, watak; perasaan, sikap, cara

  

  berpikir. Dari asal katanya bisa dikatakan etika sebagai ilmu yang mempelajari tentang apa yang biasa dilakukan.

  Secara logika arti dari etika bisnis adalah penerapan etika dalam

  

  menjalankan kegiatan suatu bisnis. Dari segi defenisi kita lihat etika bisnis sendiri sangat beraneka ragam tetapi memiliki satu pengertian yang sama, yaitu pengetahuan tentang tata cara ideal pengaturan dan pengelolaan bisnis yang memperhatikan norma dan moralitas yang berlaku secara universal. Ada juga yang mendefenisikan etika bisnis sebagai batasan–batasan sosial, ekonomi, dan hukum yang bersumber dari nilai–nilai moral masyarakat yang harus dipertanggungjawabkan oleh perusahaan dalam setiap

   aktivitasnya.

5.1.1.4.2 Prinsip – Prinsip Etika Bisnis

  Etika bisnis memiliki prinsip–prinsip yang harus dijalankan oleh perusahaan untuk mencapai tujuannya dan harus dijadikan pedoman agar memiliki standar baku untuk mencegah timbulnya ketimpangan dalam memandang etika moral sebagai standar kerja atau operasi perusahaan.

   Berikut ini merupakan prinsip–prinsip etika bisnis antara lain: o

  Prinsip Otonomi Prinsip otonomi memandang bahwa perusahaan secara bebas memiliki wewenang sesuai dengan bidang yang dilakukan dan pelaksanaannya dengan visi dan misi yang dimilikinya. Kebijakan yang diambil perusahaan harus diarahkan untuk pengembangan visi dan misi perusahaan yang berorientasi pada kemakmuran dan o kesejahteraan karyawan dan komunitasnya.

  Prinsip Kejujuran Kejujuran merupakan nilai yang paling mendasar dalam 10 mendukung keberhasilan perusahaan. Kejujuran harus diarahkan 11 K. Bertens, Etika, Jakarta: PT Gramedia, 2005, hlm. 4 12 Suyadi Prawirosentono, Pengantar Bisnis Modern, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2002, hlm. 3 13 Amirullah dan Imam Hardjanto, Pengantar Bisnis, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005, hlm.18 Paulus Sukardi dan Evi Thelia Sari, opcit, hlm. 18 - 19 pada semua pihak, baik internal maupun eksternal perusahaan. Jika prinsip kejujuran ini dapat dipegang teguh oleh perusahaan, maka akan dapat meningkatkan kepercayaan dari lingkungan perusahaan tersebut. o

  Prinsip Keadilan Perusahaan harus bersikap adil kepada pihak–pihak yang terkait dengan sistem bisnis. Misalnya, upah yang adil kepada karyawan sesuai dengan kontribusinya, pelayanan yang sama kepada konsumen,dan lain–lain. o

  Prinsip Hormat Pada Diri Sendiri Perusahaan harus menjaga nama baik atau citra baiknya agar perusahaan dapat berjalan dengan baik dan memperoleh keuntungan yang maksimal.

5.1.1.5 Pendekatan yang Berpusat pada Pasar

  Menurut pendekatan ini mekanisme pasar sebaiknya dibiarkan berjalan sendiri karena peran negara yang terlalu besar di bidang ekonomi menjadi penghalang bergeraknya kegiatan ekonomi. Intervensi negara, dalam pandangan pendekatan ini, hanya akan melahirkan praktik korupsi. Menurut Mc Vey, argumentasi penting dari pendekatan ini terletak pada kapitalisme itu sendiri yang memiliki asumsi bahwa kompetisi itu pada akhirnya bisa melahirkan efisiensi dan inovasi, sekaligus menghasilkan adanya distribusi kekayaan yang rasional.

  

  Namun, dalam pendekatan ini negara bukan tidak memiliki peran sama sekali di dalam kegiatan ekonomi. Peran negara menurut pengaut pendekatan ini adalah dalam hal menyediakan barang-barang publik, hukum dan melindungi yang miskin.

14 Kacung Marijan, Sistem Politik Indonesia,Jakarta: Kencana, 2011, hal.270

5.1.2 Politik

  5.1.2.1 Pengertian Politik

  Istilah politik merupakan kata yang sangat sering kita dengar dalam kehidupan sehari–hari, bukan hanya di lingkungan pemerintahan tapi di lingkungan masyarakat awam juga. Sekalipun istilah yang di dengar sama yaitu politik, tapi pengertiannya berbeda-beda tergantung siapa yang mengartikan. Ada yang mengartikan politik secara baik adapula yang mengertikan secara negatif.

  Hal tersebut lumrah saja karena tidak dapat disangkal dalam pelaksanaan kegiataan politik, di samping segi-segi yang baik, juga mencakup segi-segi yang negatif. Hal ini disebabkan karena politik mencerminkan tabiat manusia, baik nalurinya yang baik maupun nalurinya yang buruk. Perasaan manusia yang beraneka ragam sifatnya, sangat mendalam dan sering saling bertentangan, mencakup rasa cinta, benci, setia,

   bangga, malu, dan marah.

  Rod Hague et al mengatakan bahwa politik adalah kegiatan yang menyangkut cara bagaimana kelompok–kelompok mencapai keputusan- keputusan yang bersifat kolektif dan mengikat melalui usaha untuk

   mendamaikan perbedaan-perbedaan di antara anggota-anggotanya.

  Sebenarnya masih banyak lagi pengertian politik yang defenisinya berbeda-beda. Perbedaan defenisi tersebut disebabkan karena setiap ahli hanya melihat satu aspek atau satu unsur politik saja.

  5.1.2.2 Unsur - Unsur Politik

  Di atas sudah saya jelaskan bahwa beragamnya pengertian politik karena hanya satu unsur saja yang digunakan oleh para ahli untuk

  

  menjelaskan politik itu apa. Adapun unsur – unsur politik ersebut adalah:

  15 16 David E. Apter, Pengantar Analisa Politik, Jakarta: LP3ES, 1985, hlm.5 17 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008, hlm. 16 Ibid, hlm. 17

  • Negara Menurut Robert M. Maclver negara adalah asosiasi yang menyelenggarakan penertiban di dalam suatu masyarakat dalam suatu wilayah dengan berdasarkan sistem hukum yang dise- lenggarakan oleh suatu pemerintah yang untuk maksud tersebut

  

  diberi kekuasaan memaksa. Dapat disimpulkan bahwa negara adalah suatu wilayah yang dihuni oleh penduduk, yang dipimpin oleh pemerintah melalui peraturan dan perundang-undangan yang ditetapkan, yang telah diakui kedaulatannya oleh negara lain. Ahli yang berpendapat inti dari politik adalah negara, melihat dari lembaga-lembaga kenegaraan. Sehingga sering dinamakan pen- dekatan institusional.

  • Kekuasaan Bierstedt mengatakan bahwa kekuasaan adalah kemampuan

  

  untuk mempergunakan kekuatan. Dengan kata lain kekuasaan adalah kemampuan satu orang atau satu kelompok untuk mempengaruhi perilaku orang lain atau kelompok lain, sesuai dengan keinginannya melalui kekuatan yang dimilikinya. Ahli yang melihat kekuasaan inti dari politik beranggapan bahwa politik adalah semua kegiatan yang menyangkut masalah memperebutkan dan mempertahankan kekuasaan.

  • Pengambilan keputusan

  Pengambilan keputusan sebagai unsur politik menyangkut keputusan-keputusan yang diambil secara bersama mengikat seluruh masyarakat untuk tujuan masyarakat.

  18 19 Ibid, hlm. 49 Miftah Thoha, Perilaku Organisasi; Konsep Dasar dan Aplikasinya, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007, hlm. 330

  • Kebijakan Kebijakan adalah kumpulan keputusan yang diambil oleh pelaku politik sebagai suatu tindakan dalam mencapai tujuan yang ditetapkan, diusahakan untuk dicapai dengan menggunakan sumber daya dan instrumen yang tepat. Dalam melaksanakan kebijakan harus dilakukan perencanaan yang baik, program atau rencana pelaksanaan yang baik, serta pengendalian dan pengawasan yang baik pula.

   • Pembagian dan Alokasi.

  Politik merupakan sarana untuk membagikan dan mengalokasikan nilai–nilai yang mengikat.

5.1.3 Hubungan Bisnis dan Politik

5.1.3.1 Kebijakan Ekspor dan Impor

  Kebijakan ekspor dan impor merupakan implementasi dari fungsi pemerintah di sektor perdagangan luar negeri. Kebijakan perdagangan internasional di bidang ekspor diartikan sebagai berbagai tindakan dan peraturan yang dikeluarkan pemerintah, baik secara langsung maupun tidak langsung yang mempengaruhi struktur, komposisi, dan arah transaksi serta kelancaran usaha peningkatan devisa ekspor suatu negara. Tujuan utama dari kebijakan ekspor adalah

21 Kebijakan perdagangan internasional di bidang impor diartikan

  sebagai berbagai tindakan dan peraturan yang dikeluarkan pemerintah, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang akan mempengaruhi struktur, komposisi, dan kelancaran usaha untuk melindungi/mendorong pertumbuhan industri dalam negeri dan penghemat devisa. Tujuan utama meningkatkan ekspor dengan prasyarat bahwa kebutuhan pasar domestik telah terpenuhi.

20 Soetrisno, Dasar-Dasar Kebijaksanaan Ekonomi dan Kebijaksanaan Fiskal, Yogyakarta:BPFE,1983,

  hlm.4 21 Hamdy Hady, Ekonomi Internasional,Teori dan Kebijakan Perdagangan Internasional, Revisi, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1991, hlm. 62 dari kebijakan impor adalah dua, yakni pertama, mengurangi impor dengan prasyarat bahwa produksi dalam negeri bisa memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri dengan tingkat efisiensi yang paling tidak sama dengan produk impor. Kedua, menambah impor jika produksi dalam negeri tidak bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri.

5.2 Teori Kebijakan

5.2.1 Pengertian Kebijakan

  Istilah kebijakan (policy) biasanya dikaitkan dengan keputusan pemerintah, karena pemerintahlah yang mempunyai wewenang atau kekuasaan untuk mengarahkan masyarakat, dan bertanggung jawab melayani kepentingan umum. Kebijakan dapat diartikan sebagai suatu tindakan yang dalam mencapai tujuan yang ditetapkan diusahakan untuk dicapai dengan menggunakan sumber daya atau masukan yang efisien serta instrumen yang tepat.

  H. Hugh Heglo menyebutkan kebijakan sebagai “a course of

  action intended to accomplish some end,” atau sebagai tindakan

  yang bermaksud untuk mencapai tujuan tertentu. Defenisi Heglo ini selanjutnya diuraikan oleh Jones dalam kaitan dengan beberapa isi dari kebijakan. Pertama, tujuan. Di sini yang dimaksudkan adalah tujuan tertentu yang dikehendaki untuk di capai (the desired

  . Bukan suatu tujuan yang sekedar diinginkan

  ends to be achieved)

  saja. Dalam kehidupan sehari – hari tujuan yang hanya diinginkan saja bukan tujuan, tetapi sekedar keinginan. Kedua, rencana atau proposals yang merupakan alat atau cara tertentu untuk mencapainya. Ketiga, program atau cara tertentu yang telah mendapat persetujuan dan pengesahan untuk mencapai tujuan dimaksud. Keempat, keputusan, yakni tindakan tertentu yang diambil untuk menentukan tujuan, membuat dan menyesuaikan rencana, melaksanakan, dan mengevaluasi program. Kelima, dampak (efek), yakni dampak yang timbul dari suatu program

   dalam masyarakat.

  Kebijakan publik adalah keputusan–keputusan yang dibuat pemerintah untuk memecahkan masalah–masalah yang terjadi di tengah– tengah masyarakat, baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Thomas R. Dye mengatakan bahwa kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk

  

  dilakukan dan tidak dilakukan. Dalam pelaksanaan kebijakan publik

  

  terdapat tiga tingkat pengaruh yaitu: 1.

  Adanya pilihan kebijakan atau keputusan yang dibuat oleh politisi, pegawai pemerintah atau yang lainnya yang bertujuan menggunakan kekuatan publik untuk mempengaruhi kehidupan masyarakat; 2. Adanya output kebijakan, dimana kebijakan yang diterapkan pada level ini menuntut pemerintah untuk melakukan pengaturan, penganggaran, pembentukan personil dan membuat regulasi dalam bentuk program yang akan mempengaruhi kehidupan masyarakat;

3. Adanya dampak kebijakan yang merupakan efek pilihan kebijakan yang mempengaruhi kehidupan masyarakat.

5.2.2 Proses Pembuatan Kebijakan

  Proses pembuatan kebijakan publik pada umumnya bersifat kompleks. Hal ini berkaitan dengan banyak aspek yang terkait, luas wawasan yang terpaut, dan banyak pihak yang terlibat. Bila dilihat dari pengertiannya, kebijakan publik adalah keputusan yang dibuat oleh pemerintah untuk kepentingan masyarakat luas. Dari pengertian tersebut, dapat dilihat bahwa pembuatan kebijakan publik melibatkan aktor–aktor yang berperan dalam proses pembuatan kebijakan. Untuk memahami siapa 22 sebenarnya merumuskan kebijakan, terlebih dahulu harus dipahami sifat– 23 Said Zainal Abidin, Kebijakan Publik, Jakarta: Yayasan Pancur Siwah, 2002, hlm. 21. 24 Budi Winarno, Kebijakan Publik; Teori, Proses, dan Studi Kasus,Yogyakarta: CAPS, 2012, hlm 20 Hessel Nogi S Tangkilisan, Kebijakan Publik Yang Membumi, Yogyakarta: Lukman Offset, 2003, hlm. 2. sifat semua pemeran serta bagian atau peran apa yang mereka lakukan, wewenang atau bentuk kekuasaan yang mereka miliki dan bagaimana mereka saling berhubungan dan saling mengawasi.

  Karena seperti yang di ungkapkan oleh Rushefky, “mengetahui siapa yang mendefenisikan masalah dan bagaimana mereka

  

  mendefenisikan masalah merupakan hal yang penting.” Proses perumusan kebijakan merupakan inti dari kebijakan publik,

   karena dari sinilah akan dirumuskan batas–batas kebijakan itu sendiri.

  Tidak semua kejadian yang terjadi di tengah-tengah masyarakat harus dipecahkan oleh pemerintah sebagai pembuat kebijakan. Suatu kejadian bisa dibuat menjadi suatu kebijakan apabila telah melalui berbagai tahapan.

  Proses kebijakan publik meliputi lima tahapan yang harus

  

  dilaksanakan secara sistematis, yaitu: 1. Formulasi masalah: pada tahap ini menyangkut beberapa pertanyaan yang harus dijawab yakni; Apa masalahnya? Apa yang membuat hal tersebut menjadi masalah kebijakan? Bagaimana masalah tersebut dapat masuk dalam agenda pemerintah?

  2. Formulasi kebijakan: pada tahap ini harus diketahui bagaimana mengembangkan pilihan – pilihan atau alternatif – alternatif untuk memecahkan masalah tersebut, serta siapa saja yang berpartisipasi dalam formulasi kebijakan.

  3. Penentuan kebijakan: dalam tahap ini kita harus mengetahui bagaimana alternatif ditetapkan? Persyaratan atau kriteria seperti apa yang harus dipenuhi? Siapa yang akan melaksanakan kebijakan? Bagaimana proses atau strategi untuk melaksanakan kebijakan? Apa isi dari kebijakan yang telah ditetapkan?

  25 26 Budi Winarno, op. Cit hlm 94 27 Riant Nugroho, Public Policy, Jakarta: Elex Media Komputindo, 2008, hlm. 355 AG Subarsono, Analisis Kebijakan Publik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005, hlm.13

  4. Implementasi: tahap ini membahas siapa yang terlibat dalam implementasi kebijakan? Apa yang mereka kerjakan? Apa dampak dari isi kebijakan?

  5. Evaluasi: tahap ini merupakan tahap akhir dalam proses pembuatan kebijakan. Tahap ini membahas, bagaimana tingkat keberhasilan atau dampak kebijakan di ukur? Siapa yang mengevaluasi kebijakan? Apa konsekuensi dari adanya evaluasi kebijakan? Adakah tuntutan untuk melakukan perubahan atau pembatalan?

  5.2.3 Implementasi Kebijakan

  Implementasi kebijakan merupakan langkah yang sangat penting dalam proses kebijakan. Tanpa implementasi, sustu kebijakan hanyalah sekedar sebuah dokumuen yang tidak bermakna dalam kehidupan bermasyarakat. Implementasi kebijakan merupakan rangkaian kegiatan setelah suatu kebijakan dirumuskan. Tanpa suatu implementasi maka suatu kebijakan yang telah dirumuskan akan sia–sia belaka. Oleh karena itulah implementasi kebijakan mempunyai kedudukan yang penting di dalam kebijakan publik. Implementasi kebijakan adalah keberhasilan dalam mengevaluasi masalah dan kemudian menerjemahkan ke dalam keputusan–

   keputusan yang bersifat khusus.

  5.2.4 Analisis Kebijakan

  William Dunn mengatakan proses analisis kebijakan publik adalah serangkaian aktivitas intelektual yang dilakukan dalam proses kegiatan yang bersifat politis. Aktivitas politis tersebut nampak dalam serangkaian kegiatan yang mencakup penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi

  

  kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian kebijakan. Tahapan

  

  tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

  28 29 Hessel Nogi S Tangkilisan, Op.Cit, hlm. 17 30 AG Subarsono, Op. Cit, hlm. 8 Hessel Nogi S Tangkilisan, Op.Cit, hlm. 8 - 10

  a) Penyusunan agenda

  Tahap penyusunan agenda kebijakan ini, yang harus dilakukan pertama kali adalah menentukan masalah publik yang akan dipecahkan.

  b) Formulasi kebijakan

  Pada tahap formulasi kebijakan ini, yang harus dilakukan adalah mengindentifikasikan kemungkinan kebijakan yang dapat digunakan melalui prosedur forecasting untuk memecaahkan masalah yang di dalamnya terkandung konsekuensi dari setiap pilihan kebijakan yang akan dipilih.

  c) Adopsi kebijakan

  Tahap adopsi kebijakan merupakan tahap untuk menentukan pilihan kebijakan melalui dukungan para pelaku yang terlibat.

  d) Implementasi kebijakan

  Tahap implementasi merupakan peristiwa yang berhubungan dengan apa yang terjadi setelah suatu perundang–undangan ditetapkan dengan memberikan otoritas pada suatu kebijakan dengan membentuk output yang jelas dan dapat diukur.

  e) Penilaian kebijakan

  Tahap akhir dari proses pembuatan kebijakan adalah penilaian terhadap kebijakan yang telah diambil dan dilakukan. Dalam penilaian ini semua proses implementasi dinilai apakah telah sesuai dengan yang telah ditentukan sesuai dengan ukuran–ukuran yang telah ditentukan.

5.2.4.1 Pendekatan Dalam Analisis Kebijakan

  Dalam mengkaji kebijakan para ahli banyak menggunakan

  

  pendekatan-pendekatan teoritik, adapun pendekatan-pendekatan tersebut adalah:

31 Budi Winarno, Op. Cit, hlm. 51

   Pendekatan kelompok

  Pendekatan kelompok menyatakan bahwa pembentukan kebijakan pada dasarnya merupakan hasil dari perjuangan antara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Suatu kelompok merupakan kumpulan individu-individu yang diikat oleh tingkah laku atau kepentingan yang sama. Pendekatan kelompok mempunyai anggapan dasar bahwa interaksi dan perjuangan antara kelompok-kelompok merupakan kenyataan dari kehidupan politik. Kelompok- kelompok ini mempunyai sumber-sumber kekuatan untuk mempengaruhi kebijakan publik. 

  Pendekatan proses fungsional Pembentukan kebijakan dapat dilakukan dengan jalan memusatkan perhatian kepada berbagai kegiatan fungsional yang terjadi dalam proses kebijakan. Harold Lasswell mengemukakan tujuh kategori analisis fungsional yang dapat

  

  digunakan sebagai dasar bagi pembahasan teori fungsional: 1.

  Inteligensi: bagaimana informasi tentang masalah- masalah kebijakan mendapat perhatian para pembuat keputusan-keputusan kebijakan dikumpulkan dan diproses.

  2. Rekomendasi: bagaimana rekomendasi-rekomendasi atau alternatif-alternatif untuk mengatasi suatu masalah tertentu dibuat dan dikembangkan.

  3. Preskripsi: bagaimana peraturan-peraturan umum dipergunakan dan diterapkan dan oleh siapa.

  4. Permohonan: siapa yang menentukan apakah 32 perilaku tertentu bertentangan dengan peraturan-

  Budi Winarno, Op. Cit, hlm.54 peraturan atau undang-undang dan menuntut penggunaan peraturan-peraturan atau undang-undang.

  5. Aplikasi: bagaimana undang-undang atau peraturan- peraturan sebenarnya diterapkan atau diberlakukan.

  6. Penilaian: bagaimana pelaksanaan kebijakan, keberhasilan atau kegagalan itu dinilai.

  7. Terminasi: bagaimana peraturan-peraturan atau undang-undang semula dihentikan atau dilanjutkan dalam bentuk yang berubah atau di modifikasi. 

  Pendekatan kelembagaan Hubungan antara kebijakan publik dan lembaga-lembaga pemerintah dapat dilihat sebagai hubungan yang sangat erat.

  Suatu kebijakan tidak menjadi kebijakan publik sebelum kebijakan itu ditetapkan dan dilaksanakan oleh suatu lembaga pemerintah. Hal tersebut diakibatkan karena, pemerintah yang melegitimasi kebijakan-kebijakan, hanya kebijakan- kebijakan pemerintah yang bersifat universalitas artinya hanya pemerintah yang dapat menghukum secara sah orang yang melanggar kebijakan tersebut. 

  Pendekatan peran serta warga negara Pendekatan peran serta warga negara didasarkan pada pemikiran demokrasi klasik dari Jhon Locke dan pemikiran Jhon Stuart Mill, yang menekankan pengaruh yang baik dari

   peran warga negara dalam perkembangan kebijakan publik.

  Dengan keikutsertaan warga negara dalam masalah-masalah masyarakat, maka para warga negara akan memperoleh pengetahuan dan pemahaman. Para pembuat kebijakan lebih

33 Budi Winarno, Op. Cit, hlm. 58

  tanggap terhadap warga negara yang mempunyai peran serta daripada warga negara yang tidak mempunyai peran serta. 

  Pendekatan psikologis Pokok perhatian pendekatan ini diberikan pada hubungan antarpribadi dan faktor-faktor kejiwaan yang mempengaruhi tingkah laku orang-orang yang terlibat dalam proses pelaksanaan kebijakan. Menurut Amir Santoso, pendekatan psikologis menjelaskan hubungan antar pribadi antara

   perumus dan pelaksana kebijakan.

   Pendekatan Permainan

  Ide mengenal “permainan” berpusat pada strategi dan taktik yang digunakan oleh para “pemain” baik dalam arena perumusan maupun arena implementasi kebijakan. Di dalam arena perumusan kebijakan pendekatan ini berguna jika di situ tidak ada satu pilihan yang terbaik, dan dimana hasil

   yang terbaik bergantung pada tindakan yang lain.

   Pendekatan proses

  Pendekatan proses merupakan pendekatan yang paling umum dipakai untuk mengindentifikasi tahap-tahap dalam proses kebijakan publik. Dalam pendekatan ini, masalah-masalah masyarakat pertama-tama dijadikan isu untuk dilakukan tindakan, dan kemudian kebijakan ditetapkan, diimplemen- tasikan oleh para pejabat , dievaluasi, dan akhirnya ditetap- kan. Hal ini sesuai dengan pendapat John Kingdom tentang agenda setting.

34 Amir Santoso,Analisis Kebijakan Publik: Suatu Pengantar. Jurnal Ilmu Politik 3, Jakarta: Gramedia,1993,

  35 hlm. 69 Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI), Jurnal Ilmu Politik 3, Jakarta: PT. Gramedia 1988, hlm 9-11

5.2.4.2 Model – Model Kebijakan Dalam Analisis Kebijakan

  • Teori elite mengatakan bahwa semua lembaga politik dan lembaga-lembaga masyarakat lainnya tidak bisa dielakkan didominasi oleh sekelompok individu yang sangat kuat. Dye dan Zeigler berpendapat bahwa kebijakan publik merupakan preferensi nilai-nilai dari para elit yang berkuasa

  Model elite

   atau kebijakan publik tersebut adalah produk para elit.

  Lebih luas mereka memaparkannya, sebagai berikut: a.

  Masyarakat terbagi dalam suatu kelompok kecil yang mempunyai kekuasaan yang mampu memutuskan kebijakan dan massa yang tidak mempunyai kekuasaan.

  b.

  Para elit biasanya berasal dari lapisan masyarakat yang ekonominya tinggi.

  c.

  Hanya kalangan non-elite yang telah menerima konsensus elite yang mendasar yang dapat diterima dalam lingkaran yang memerintah.

  d.

  Elite memberikan konsensus pada nilai-nilaidasar sistem sosial dan pemeliharaan sistem.

  e.

  Kebijakan publik tidak merefleksikan tuntutan- tuntutan massa, tetapi nilai-nilai elit yang berlaku.

  f.

  Para elite mempengaruhi massa yang lebih besar. Model pluralis

  • Kebalikan dari model elit, model pluralis lebih percaya pada subsistem-subsistem yang berada dalam sistem demokrasi. Robert Dahl dan David Truman merangkum

36 Budi Winarno, Op. Cit, hlm. 45

  

  model pluralis sebagai berikut, terdapat banyak pusat kekuasaan di antara komunitas tetapi tidak ada kelompok tunggal yang mendominasi pembuatan keputusan untuk semua masalah kebijakan.

6 Metodologi Penelitian

  6.1 Jenis penelitian

  Metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif dilakukan dengan menganalisa data dan fakta yang disajikan secara sistematik sehingga lebih mempermudah penarikan kesimpulan serta dapat menjawab masalah–masalah yang ada secara tepat dan teruji keabsahannya. Metode penelitian deskriptif juga dapat diartikan sebagai sebuah proses pemecahan suatu permasalahan yang diselidiki dengan menggambarkan maupun menerangkan keadaan sebuah objek ataupun subjek penelitian seseorang, lembaga, maupun masyarakat pada saat sekarang dengan berdasarkan fakta–fakta yang tampak sebagaimana

  

  adanya. Pendekatan kualitatif memberikan kesempatan ekspresi dan

  

  penjelasan lebih besar dari orang yang melakukan penelitian. Pendekatan ini juga lebih menekankan analisisnya pada proses pengambilan keputusan secara induktif dan juga deduktif serta analisis pada fenomena yang sedang diamati

   dengan menggunakan metode ilmiah.

  6.2 Teknik Pengumpulan Data

  Pada umumnya, metode–metode pengumpulan fakta dalam ilmu pengetahuan dapat digolongkan ke dalam tiga golongan, yaitu: 1. Penelitian di 37 lapangan, 2. Penelitian di laboratorium, 3. Penelitian dalam 38 Budi Winarno, Op. Cit, hlm. 50 Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1987, hlm 39

  63 40 Lisa Horison, Metodologi Penelitian Politik, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009, hlm 86 Burhan Bungin, Metode Penelitian Sosial, Surabaya: Airlangga University Press, 2001, hlm 4

  

  perpustakaan. Adapun teknik pengumpulan data dan informasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan Studi kepustakaan. Studi kepustakaan merupakan suatu kegiatan penelahan dan penelusuran literatur. Kegiataan ini sangat diperlukan dalam melakukan penelitian, dan dianggap sebagai suatu bentuk survei terhadap data yang telah ada, tanpa memandang

  

  jenis metode penelitian yang telah dipilih. Data–data dalam penelitian ini merupakan data sekunder yaitu data–data yang berasal dari buku–buku, dokumen–dokumen, undang–undang, dan media internet. Data–data pustaka tersebut berguna khususnya sebagai referensi yang melengkapi latar belakang masalah dan kerangka teori dalam penelitian ini.

6.3 Teknik Analisa Data

  Adapun teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data deskriptif kualitatif, dimana teknik ini melakukan analisa atas masalah yang ada sehingga diperoleh gambaran yang jelas tentang objek yang akan diteliti dan kemudian dilakukan penarikan kesimpulan.

  Dalam penelitian kualitatif, analisis data dilakukan secara terus menerus semenjak data awal dikumpulkan sampai penelitian berakhir. Penafsiran data dan menarik kesimpulan dilakukan dengan mengacu kepada rujukan konsep dan teoritis kepustakaan sesuai dengan permasalahan penelitian yang telah

   dirumuskan sebelumnya.

  7 Sistematika Penulisan

  BAB I : Pendahuluan Dalam bab ini terdapat latar belakang penulis yang dijelasksan mengapa peneliti memilih judul tersebut sebagai bahan yang diteliti, dan ada rumusan masalah serta di BAB I ini juga terdapat tujuan si peneliti serta manfaat yang 41 dihasilkan dari penelitian yang dilakukan. Terdapat juga kerangka teori sebagai 42 Koenjraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi,Jakarta: PT Rineka Cipta, 1990, hlm 42 43 Zuhro dan Ngadiati, Sosiologi, Suatu Kajian Kehidupan Masyarakat, Jakarta: Yudhistira, 2004, hlm. 74 Hadari Nawawi, Op.Cit, hlm 30 dasar dan landasan untuk mengemukakan berbagai pemikiran dari para ahli, ada juga metode penelitian serta sistematika penulisan.

  BAB II :Konfigurasi Politik Megawati Dalam bab ini akan di jelaskan tentang konfigurasi sistem politik megawati yaitu tentang bagaimana posisi presiden, DPR, dan parpol dalam menentukan suatu kebijakan. selain itu dalam bab ini akan dijelaskan kebijakan mengenai gula yaitu SK MPP NO. 643 tentang Tata Niaga Impor Gula.

  BAB III : Analisis. Dalam bab ini dijelaskan tentang analisis yang akan dikemukakan si penulis dengan berbagai teori dan data, dalam bab ini juga akan dijelaskan oleh penulis pandangannya tentang hubungan antara bisnis dan politik.

  BAB IV : Penutup Dalam bab ini ialah bab terakhir dalam penulisan skripsi yang berisikan kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan serta temuan-temuan dalam penyusunan penelitian ini dan implikasi dari kebijakan yang ada.