BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kualitas - Strategi Peningkatan Layanan Kesehatan Menggunakan Integrasi Metode Fuzzy Servqual (Studi Kasus: RSU Vina Estetica Medan)

BAB 2 LANDASAN TEORI

2.1 Kualitas

  Produk dan jasa yang berkualitas adalah produk dan jasa yang sesuai dengan apa yang diinginkan pelanggannya. Oleh karena itu, suatu perusahaan perlu mengenal pelanggannya dan mengetahui apa yang menjadi kebutuhan atau keinginannya. Menurut Al Ries (1996) dalam Majalah Manajemen (2003) suatu survey yang telah dilakukan terhadap manajer di Amerika, hasilnya sebanyak 80% manajer di Amerika berpendapat kualitas akan menjadi sumber fundamental keunggulan bersaing abad 21.

2.1.1 Definisi Kualitas

  Ada banyak definisi ataupun pengertian kualitas, yang sebenarnya definisi yang satu hampir sama dengan definisi yang lain. Pengertian kualitas menurut beberapa ahli yang banyak dikenal, antara lain: 1.

  Filsafat Jepang, kualitas adalah “zero defect” yang artinya mengerjakan pertama kali dengan benar.

  2. Juran (1962) “kualitas adalah kesesuaian dengan tujuan atau manfaatnya”.

  3. Crosby (1979) “kualitas adalah kesesuian dengan kebutuhan yang meliputi

  availability , delivery, reliability, maintainability, dan cost effectiveness ”.

  4. Deming (1982) “kualitas harus bertujuan memenuhi kebutuhan pelanggan sekarang dan di masa datang”.

  5. Scherkenbach (1991) “kualitas ditentukan oleh pelanggan; pelanggan menginginkan produk dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan dan harapannya pada suatu tingkat harga tertentu yang menunjukkan nilai produk tersebut”.

  6. Elliot (1993) “kualitas adalah sesuatu yang berbeda untuk orang yang berbeda dan tergantung pada waktu dan tempat, atau dikatakan sesuai dengan tujuan”.

  7. Perbendaharaan istilah ISO 8402 dan dari Standar Nasional Indonesia (SNI 19-8402-1991), kualitas adalah keseluruhan ciri dan karakteristik produk atau jasa yang kemampuannya dapat memuaskan kebutuhan, baik yang dinyatakan secara tegas maupun tersamar.

  Istilah kualitas itu sangat penting bagi suatu perusahaan dan Russel (1996) mengidentifikasi enam peran pentingnya kualitas, yakni:

  1. Meningkatkan reputasi perusahaan

  2. Menurunkan biaya

  3. Meningkatkan pangsa pasar

  4. Dampak Internasional

  5. Adanya pertanggungjawaban produk untuk penampilan produk

  6. Mewujudkan kualitas yang dirasakan penting Adapun tujuan untuk peningkatan kualitas adalah untuk memenuhi kepuasan pelanggan, sehingga pelanggan akan tetap percaya dan tetap menggunakan jasa atau produk yang disediakan.

2.1.2 Kepuasan Pelanggan

  Rangkuti (2006) mengungkapkan bahwa kepuasan pelanggan merupakan respon pelanggan terhadap kesesuaian antara tingkat kepentingan sebelumnya dan kinerja aktual yang dirasakan setelah pemakaian. Kepuasan pelanggan ditentukan oleh berbagai jenis pelayanan yang didapatkan oleh pelanggan selama menggunakan beberapa tahapan pelayanan tersebut. Ketidakpuasan yang diperoleh pada tahap awal pelayanan menimbulkan persepsi berupa kualitas pelayanan yang buruk untuk tahap selanjutnya, sehingga pelanggan merasa tidak puas dengan pelayanan secara keseluruhan.

  Menurut Kotler (2005), kepuasan pelanggan adalah perasaan senang atau kecewa pelanggan berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja atau hasil suatu produk atau jasa dan harapan-harapannya. Jika kinerja tersebut berada di bawah harapan pelanggan, maka pelanggan tersebut merasa dikecewakan, jika memenuhi harapan, pelanggan akan merasa sangat puas. Menurut Irawan (2007), terdapat lima komponen yang dapat mendorong kepuasan pelanggan, yaitu:

  1. Kualitas produk Kualitas produk mencakup enam elemen, yaitu: performance, durability, feature,

  reliability, consistency, dan design. Setelah membeli dan menggunakan suatu

  produk, pembeli akan merasa puas bila ternyata kualitas produknya baik atau berkualitas.

  2. Kualitas pelayanan Salah satu konsep service quality adalah sangat tergantung dari tiga faktor, yaitu: sistem, teknologi, dan manusia. Berdasarkan konsep servqual, komponen ini mempunyai banyak dimensi, yaitu: reliability, responsiveness, assurance, empathy, dan tangible.

  3. Faktor emosional Kepuasan konsumen yang diperoleh pada saat menggunakan suatu produk yang berhubungan dengan gaya hidup. Kepuasan pelanggan didasari atas rasa bangga, rasa percaya diri, simbol sukses, dan sebagainya.

  4. Harga Komponen harga sangat penting karena dinilai mampu memberikan kepuasan yang relatif besar dalam industri ritel. Harga yang murah akan memberikan kepuasan bagi pelanggan yang sensitif terhadap harga karena pelanggan akan mendapatkan value for money yang tinggi.

  5. Kemudahan Komponen ini berhubungan dengan biaya untuk memperoleh produk atau jasa. Pelanggan akan semakin puas apabila relatif mudah, nyaman, dan efisien dalam mendapatkan produk atau pelayanan.

  Selain hal-hal yang mendorong kepuasan pelanggan tersebut, yang perlu diperhatikan sebagai pemasok produk atau jasa adalah persepsi dan harapan pelanggan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi presepsi dan harapan pelanggan adalah:

  1.

  “Kebutuhan dan keinginan yang berkaitan dengan hal-hal yang dirasakan pelanggan ketika ia sedang mencoba melakukan transaksi dengan produsen/pemasok produk. Jika pada saat itu kebutuhan dan keinginannya besar, harapan pelanggan akan tinggi, demikian pula sebaliknya.

  2. Pengalaman masa lalu (terdahulu) ketika mengkonsumsi produk dari perusahaan maupun pesaing-pesaingnya.

  3. Pengalaman dari teman-teman, di mana pelanggan akan menceriterakan kualitas produk yang akan dibeli oleh pelanggan itu. Hal ini jelas mempengaruhi persepsi pelanggan terutama pada produk-produk yang dirasakan berisiko tinggi.

  4. Komunikasi melalui iklan dan pemasaran juga mempengaruhi persepsi pelanggan.

  Persepsi dan harapan pelanggan suatu produk atau jasa dapat diukur, sehingga pihak penyedia produk atau jasa dapat mengetahui apa yang dirasakan oleh pelanggan. Metode penelitian yang akan dilakukan adalah dengan menggunakan metode survei. Pengukurannya dilakukan dengan cara berikut:

  1. Pengukuran dilakukan secara langsung melalui interview dengan menggunakan kuesioner kepada pasien.

  2. Kuesioner berisikan pertanyaan-pertanyaan dengan menggunakan skala ordinal mengenai harapan dan kinerja yang terkait dengan atribut yang ada.

  3. Responden diminta menilai seberapa besar harapan mereka terhadap suatu atribut tertentu dan seberapa besar yang dirasakan terhadap atribut tersebut.

  4. Responden diminta merangking elemen atau atribut penawaran dari pertanyaan-pertanyan yang ada berdasarkan derajat kepentingan setiap elemen dan seberapa baik kinerja perusahaan pada masing-masing elemen.

2.2 Metode Service Quality

  Metode pengukuran kualitas layanan yang banyak digunakan secara luas adalah SERVQUAL. SERVQUAL berasal dari kata Service Quality yang artinya kualitas layanan.

2.2.1 Dimensi Kualitas Pelayanan

  Wyckof dalam Lovelock (1988) memberikan pengertian kualitas layanan sebagai tingkat kesempurnaan yang diharapkan dan pengendalian atas kesempurnaan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan, sedangkan menurut Parasuraman, et al. (1988) kualitas layanan merupakan perbandingan antara layanan yang dirasakan (persepsi) pelanggan dengan kualitas layanan yang diharapkan pelanggan. Jika kualitas layanan yang dirasakan sama atau melebihi kualitas layanan yang diharapkan, maka layanan dikatakan berkualitas dan memuaskan. Gronroos (1990) menyatakan bahwa kualitas layanan meliputi:

  1. Kualitas fungsi, yang menekankan bagaimana layanan dilaksanakan, terdiri dari: dimensi kontak dengan konsumen, sikap dan perilaku, hubungan internal, penampilan, kemudahan akses, dan service mindedness.

  2. Kualitas teknis dengan kualitas output yang dirasakan pelanggan, meliputi harga, ketepatan waktu, kecepatan layanan, dan estetika output.

  3. Reputasi perusahaan, yang dicerminkan oleh citra perusahaan dan reputasi di mata pelanggan.

  Menurut Zeithaml, Berry dan Parasuraman (1985) kualitas layanan dapat dilihat dari 10 dimensi, yaitu:

  1. Communication , penggunaan bahasa komunikasi yang bisa dipahami konsumen.

  2. Credibility , kepercayaan konsumen terhadap penyedia layanan.

  3. Security , keamanan konsumen, bebas resiko, bahaya, dan keragu-raguan.

  4. Knowing the customer , pemahaman penyedia layanan terhadap kebutuhan dan harapan konsumen.

  5. Tangibles , dalam memberi layanan harus ada standar pengukurannya.

  6. Reliability , konsisten penyedia layanan dan kemampuan penyedia layanan dalam memenuhi janji.

  7. Responsiveness , kemauan dan kesediaan penyedia layanan dalam memberi layanan.

  8. Competence , kemampuan atau keahlian penyedia layanan dalam memberikan layanan.

  9. Access , kemampuan pendekatan dan kemudahan penyedia layanan untuk bisa dihubungi oleh konsumen.

10. Courtesy, kesopanan, rasa hormat, perhatian, dan keadilan penyedia layanan ketika berhubungan dengan konsumen.

  Di antara sepuluh dimensi kualitas layanan di atas, menurut Parasuraman, et al. (1988) ada yang saling tumpang tindih, sehingga disodorkan lima dimensi yang lebih sederhana, yaitu:

  1. Tangibles (berwujud), yaitu bukti fisik dan menjadi bukti awal yang bisa ditunjukkan oleh organisasi penyedia layanan yang ditunjukkan oleh tampilan gedung, fasilitas fisik, pendukung, perlengkapan, dan penampilan pekerja. 2. (keandalan), yaitu kemampuan penyedia layanan memberikan

  Reliability layanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan.

  3. Responsiveness (daya tanggap), yaitu para pekerja yang memberikan jaminan bahwa mereka bisa memberikan layanan dengan baik.

  4. Assurance (jaminan), yaitu pengetahuan dan kecakapan para pekerja yang memberikan jaminan bahwa pelanggan bisa memberikan layanan dengan baik.

  5. Emphaty (empati), yaitu para pekerja mampu menjalin komunikasi interpersonal dan memahami kebutuhan pelanggan.

  Metode servqual merupakan metode yang digunakan untuk mengetahui kriteria- kriteria kualitas yang harus ditingkatkan kualitas pelayanannya berdasarkan gap yang terjadi antara persepsi dan harapan pelanggan. Metode servqual terdiri dari dua bagian yaitu, penilaian dan pembobotan. Penilaian dilakukan dengan penyebaran kuesioner di mana seorang partisipan memberikan bobot (constant sum rating scale ) untuk kelima dimensi jasa.

  Service Quality Gap

2.2.2 Harapan seorang pelanggan terhadap kualitas layanan sangat dipengaruhi oleh

  informasi yang diperoleh. Sumber informasi tersebut dapat berasal dari internal maupun eksternal. Sumber informasi internal misalnya pengalaman masa lalu. Sumber informasi eksternal merupakan informasi dari luar, misalnya pelanggan lain melalui mulut ke mulut atau pemasar melalui promosi/iklan. Harapan pelanggan terhadap layanan yang dijabarkan ke dalam lima dimensi kualitas layanan harus bisa dipahami dan diupayakan untuk diwujudkan. Layanan yang diterima tapi tidak sesuai dengan layanan yang diharapkan itulah yang menimbulkan kekecewaan. Selisih antara persepsi dengan harapan disebut dengan “gap” atau kesenjangan kualitas layanan, yang dirumuskan sebagai berikut (Purnama, 2006):

  Persepsi – Harapan = Gap

  1. Jika gap positif (Persepsi > Harap an) maka layanan dikatakan “surprise” dan memuaskan

  2. Jika gap nol (Persepsi = Harapan) maka layanan dikatakan berkualitas dan memuaskan

  3. Jika gap negatif (Persepsi < Harapan) maka layanan dikatakan tidak berkualitas dan tidak memuaskan. Instrumen yang digunakan untuk mengukur kualitas layanan adalah kuesioner yang disebarkan dengan menggunakan skala Likert (Purnama, 2006).

2.3 Logika Fuzzy

  Pada tahun 1965, Lotfi Asker Zadeh di University of California, Berkeley, Amerika Serikat mempublikasikan karangan ilmiahnya berjudul “Fuzzy set”. Memodifikasi teori himpunan di mana setiap anggotanya memiliki derajat keanggotaan yang bernilai kontinu antara 0 sampai 1. Pada prinsipnya fuzzy adalah perluasan crisp, yaitu himpunan yang membagi sekelompok individu ke dalam dua kategori, yaitu anggota dan bukan anggota.

  Sebelum munculnya teori logika fuzzy (fuzzy logic), dikenal sebuah logika tegas

  (crisp logic) yang memiliki dasar benar atau salah secara tegas. Sebaliknya logika fuzzy merupakan sebuah logika yang memiliki nilai kekaburan atau kesamaran (fuzzyness) antara benar dan salah secara bersamaan namun berapa besar

  kebenaran dan kesalahan suatu nilai tergantung kepada bobot keanggotaan yang dimilikinya.

  Fuzzy memiliki 2 atribut, yaitu:

  a. Linguistik, yaitu penamaan suatu grup yang mewakili suatu keadaan atau kondisi tertentu dengan menggunakan bahasa alami, seperti: MUDA, SETENGAH BAYA, TUA.

  b. Numeris, yaitu suatu nilai (angka) yang menunjukkan ukuran suatu variabel seperti : 35, 55, 50, dsb. Misalkan diketahui klasifikasi sebagai berikut:

  MUDA umur tahun SETENGAH BAYA umur tahun TUA umur tahun

  Dengan menggunakan pendekatan crisp, sangat tidak adil untuk menetapkan nilai SETENGAH BAYA. Misalkan klasifikasi untuk umur 55 dan 56 sangat jauh berbeda, umur 55 tahun termasuk SETENGAH BAYA, sedangkan umur 56 tahun sudah termasuk tua. Orang yang berumur 34 tahun dikatakan MUDA, sedangkan orang yang berumur 35 tahun sudah tidak muda lagi. Dengan demikian pendekatan crisp ini sangat tidak cocok untuk diterapkan pada hal-hal yang bersifat kontinu, seperti umur.

  Alasan informasi linguistik sering direpresentasikan dalam istilah fuzzy adalah komunikasi yang dilakukan lebih cocok dan efisien jika dilakukan dalam istilah

  fuzzy , umumnya pengetahuan tentang suatu hal pada dasarnya adalah fuzzy, dan banyak sistem nyata yang terlalu kompleks jika digambarkan dalam istilah crisp.

2.3.1 Teori Fuzzy

  Fuzzy merupakan pengelompokan sesuatu berdasarkan variabel bahasa (linguistic variable ), yang dinyatakan dalam fungsi keanggotaan. Di dalam semesta

  pembicaraan (universe of discourse) U. Fungsi keanggotaan dari suatu fuzzy tersebut bernilai antara 0 sampai dengan 1.

  Teori fuzzy telah dikembangkan untuk menyelesaikan permasalahan di mana deskripsi aktivitas, observasi dan penilaian adalah subyektif, tidak pasti dan tidak presisi. Kata

  “fuzzy” umumnya mengarah pada kondisi yang tidak ada batas dari

  aktivitas dan penilaian yang dapat diartikan secara tepat. Sebagai contoh, himpunan orang yang tinggi, misalnya tidak dapat kita tentukan secara tegas apakah seseorang adalah tinggi atau tidak. Misalkan didefinisikan orang tinggi adalah orang yang tingginya lebih besar atau sama dengan 1,75 meter, maka orang yang tingginya 1,74 meter menurut definisi tersebut orang tersebut tidak tinggi. Sesuatu yang bersifat

  “fuzzy” seperti ini sangat sering dijumpai dalam kehidupan sehari- hari, seperti kelas “penting” pada tingkat kepentingan, kelas “cantik” untuk wanita, dan sebagainya. Hal ini dapat dipresentasikan dengan baik dengan menggunakan teori fuzzy.

  Teori fuzzy memberikan sarana untuk mempresentasikan ketidakpastian dan dapat digunakan untuk memodelkan ketidakpastian yang berhubungan dengan kesamaran, ketidakpresisian, dan kekurangan informasi mengenai elemen tertentu dari masalah yang dihadapi. Kekuatan yang mendasari teori fuzzy adalah menggunakan variabel linguistik dari pada variabel kuantitatif untuk merepresentasikan konsep yang tidak presisi. Fuzzy merupakan suatu himpunan yang mengandung elemen-elemen yang mempunyai derajat keanggotaan yang berbeda-beda dan sangat kontras dengan crisp, karena anggota crisp tidak akan menjadi anggota kecuali apabila keanggotaannya penuh dalam himpunan tersebut, sedangkan dalam fuzzy untuk dapat menjadi anggota tidak perlu lengkap.

  Teori tentang fuzzy dinyatakan dengan sebuah subset dari semesta , di mana transisi antara keanggotaan penuh dan bukan anggota lebih bersifat berderajat. Sebuah nilai dalam interval

  , - mempunyai derajat keanggotaan ( ) dari salah satu anggota fuzzy ( ) dikatakan bahwa fuzzy dipetakan ke nilai-nilai dalam interval

  , - oleh fungsi. Misalkan

  • merupakan tradisional himpunan objek, misalnya bilangan riil, yang disebut semesta. Suatu fuzzy pada dinyatakan dengan fungsi keanggotaan

  ( ) yang menghubungkan setiap elemen dengan suatu nilai dalam interval , - dan dinotasikan dengan pasangan himpunan {( ( )) }. Untuk

  ( ) pasti tidak berada di , jika ( ) berarti pasti berada pada . Nilai yang diberikan tersebut menyatakan derajat keanggotaan dalam .

2.3.2 Triangular Fuzzy Number

  Fuzzy number adalah spesial fuzzy

  • ( ) +. Di mana membawa nilainya ke dalam garis riil dan ( ) merupakan penggambaran kontinu dari R pada interval terdekat dari

  , - (Dubois and Prade 1978, 1980, dalam (L. K. Chan, et al 1999)).

  1 (x)

  0,8 0,6 0,4 0,2 a b c

Gambar 2.1 Fungsi keanggotaan dari TFN

  Fungsi Keanggotaan (Kusumadewi, 2010): ( )

  {

  Fuzzy number digunakan untuk menyatakan konsep bilangan yang tidak presisi,

  seperti “mendekati 7”, “antara 8 sampai 9”, “hampir 6” dan sebagainya. Suatu

  triangular fuzzy number , dinotasikan dengan

  ( ) di mana adalah bilangan fuzzy spesial, yang menyatakan konsep fuzzy = “mendekati b”.

  Kurva segitiga pada dasarnya merupakan gabungan antara dua garis (linier) seperti terlihat pada gambar 2.2: ( ) {

  1 0,8 0,6 0,4 0,2

  2

  4

  

6

  8

  10

  12 Gambar 2.2 Triangular Fuzzy Number

  ( )

  Fuzzy number sering dinyatakan sebagai triple (a,b,c) di mana

  adalah batas bawah, batas tengah, dan batas atas (Tsvetinov, Mikhailov). Nilai TFN dihitung dengan metode centroid untuk menghasilkan nilai crisp yang diperoleh dengan cara mengambil titik pusat

  ) daerah fuzzy. (

  Secara umum dirumuskan (Kusumadewi, 2010): ∫ ( )

  ∫ ( ) ∑ ( )

  ∑ ( )

2.3.3 Fuzzifikasi dan Defuzzifikasi

  Fuzzifikasi adalah proses yang dilakukan untuk mengubah variabel nyata menjadi variabel fuzzy, ini ditujukan agar masukan kontroler fuzzy bisa dipetakan menuju jenis yang sesuai dengan fuzzy. Pemetaan dilakukan dengan bantuan model dari fungsi keanggotaan agar dapat diketahui besar masukkan tersebut (derajat keanggotaan). Setelah variabel tersebut ditentukan fuzzy-nya kemudian menentukan domain batas dari masing-masing fuzzy tersebut. Domain batas ditentukan berdasarkan data-data yang telah ada. Data-data tersebut dianalisa sehingga dihasilkan nilai batas dari setiap fuzzy pada setiap variabel tersebut. Adapun estimasi domain batas tersebut yaitu dengan menentukan batas bawah, rata-rata, dan batas atas. Dari batas-batas tersebut maka tiap-tiap himpunan memiliki nilai, misal pada Luas Lahan memiliki fuzzy bernama sempit, sedang, dan luas.

  1. Sempit, yang direpresentasikan dengan kurva bentuk bahu meliputi: a. Nilai Bawah c = Batas Bawah.

  b. Nilai Bawah a = Rata-rata.

  2. Sedang, yang direpresentasikan dengan kurva segitiga meliputi: a. Nilai Tengah c = 0,05 * Rata-rata.

  b. Nilai Tengah a = Rata-rata.

  c. Nilai Tengah b = 0,05 * Rata-rata.

  3. Luas, yang direpresentasikan dengan kurva bentuk bahu meliputi: a. Nilai Atas c = Rata-rata.

b. Nilai Atas b = Batas Atas.

  Adapun estimasi nilai tengah c dan nilai tengah b pada c fuzzy sedang ditentukan sendiri faktor pengalinya. Untuk sistem ini digunakan faktor pengali sebesar 0,05 atau 5% agar mempunyai jangkauan yang tidak begitu terlalu besar. Defuzzikasi ( ) adalah proses pemetaan fuzzy ke crisp. Proses ini merupakan kebalikan dari proses fuzzifikasi. Input proses defuzzifikasi adalah suatu fuzzy yang dihasilkan merupakan suatu bilangan pada domain fuzzy tersebut. Jika diberikan suatu fuzzy dalam range tertentu, maka harus diambil suatu nilai crisp tertentu. Perhitungan fuzzifikasi data persepsi responden dilakukan dengan menggunakan langkah awalnya adalah mencari nilai untuk tiap kriteria dengan cara sebagai berikut: Nilai batas bawah ( ):

  ( ) Nilai tengah ( ): Nilai batas atas ( ): ( )

  Keterangan : = atribut ( ) = lingustik variabel ( ) Nilai batas tengah (

  ) diperoleh dari jumlah data dibagi dengan banyaknya data pada setiap pilihan jawaban (tidak penting, kurang penting, cukup penting, penting, sangat penting). Untuk nilai batas bawah ( ) merupakan nilai minimal dari data jawaban responden, sedangkan nilai batas atas ( ) merupakan nilai maksimal dari data jawaban responden. Rata-rata nilai , , dan tersebut merupakan nilai defuzzifikasi yang diformulasikan sebagai berikut:

2.4 Skala Likert

  Skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Likert agar data kualitatif dapat dikuantitatifkan sehingga nilai variabel yang diukur dengan instrumen tertentu dapat dinyatakan dalam bentuk angka. Skala Likert merupakan skala yang dapat memperlihatkan tanggapan konsumen terhadap karakteristik suatu produk (Durianto dkk., 2004). Informasi yang diperoleh dengan skala Likert berupa skala pengukuran ordinal, oleh karenanya terhadap hasilnya hanya dapat dibuat ranking tanpa dapat diketahui berapa besarnya selisih antara satu tanggapan ke tanggapan lainnya. Responden diminta untuk menjawab tingkat kepentingan pada tiap atribut kualitas pelayanan dengan memberi bobot sebagai berikut:

  a) 5 untuk jawaban sangat penting b) 4 untuk jawaban penting

  c) 3 untuk jawaban cukup penting

  d) 2 untuk jawaban kurang penting

  e) 1 untuk jawaban tidak penting Responden ditanyakan tingkat kepuasaan pada atribut-atribut kualitas pelayanan yang sama dengan memberikan bobot sebagai berikut: a) 5 untuk jawaban sangat puas

  b) 4 untuk jawaban puas

  c) 3 untuk jawaban cukup puas

  d) 2 untuk jawaban kurang puas

  e) 1 untuk jawaban tidak puas

2.5 Importance Perfomance Analysis

  Importance Perfomance Analysis (IPA) pertama kali diperkenalkan oleh Martila

  dan James (1997). IPA sebagai rangkaian kerja yang sederhana untuk menganalisis atribut-atribut produk. Suatu rangkaian atribut layanan yang berkaitan dengan layanan khusus dievaluasi berdasar tingkat kepentingan masing- masing atribut menurut konsumen dan bagaimana layanan dipresepsikan kinerjanya relatif tehadap masing-masing atribut. Rata-rata hasil penilaian keseluruhan pelanggan kemudian digambarkan ke dalam atau sering disebut Diagram Cartesius, dengan

  Importance Perfomance Matrix

  sumber absis ( ) adalah tingkat kinerja dan sumbu ordinat ( ) adalah tingkat kepentingan. Rata-rata tingkat kinerja dipakai sebagai cut-off atau pembatas kinerja tinggi dengan kinerja rendah, sedangkan rata-rata tingkat kepentingan dipakai sebagai cut-off tingkat kepentingan tinggi dengan tingkat kepentingan rendah. Matriks Importance Perfomance disajikan pada gambar 2.3:

  High

  I m p

  Kuadran B Kuadran C

  Concentrate Here Keep up the Good Work

  Kuadran A Kuadran D

  Low Priority Possible Overkill Low Performance High

Gambar 2.3 Matriks Importance-Performance

  Sumber: Martilla dan James (1977)

  Matriks ini digunakan untuk menggambarkan prioritas atribut yang harus diperbaiki dan bisa menjadi petunjuk untuk formulasi strategi. Peta posisi kuadran masing-masing atribut atau dimensi layanan mengindikasikan derajat urgensi relatif untuk perbaikan.

  1. Posisi Low Priority (Kuadran A) Jika atribut atau dimensi layanan berada pada kuadran ini menunjukkan bahwa tingkat kepentingan pelanggan terhadap atribut atau dimensi layanan rendah, tingkat kinerja yang ditunjukkan juga rendah, sehingga atribut atau dimensi layanan yang berada pada kuadran ini mendapat prioritas rendah.

  2. Posisi Concentrate Here (Kuadran B) Jika atribut atau dimensi layanan berada pada kuadran ini menunjukkan bahwa tingkat kepentingan pelanggan terhadap atribut atau dimensi layanan tinggi, namun tingkat kinerja yang ditunjukkan rendah. Kondisi ini dinilai berbahaya karena antara tingkat kepentingan dengan tingkat kinerja berlawanan arah, sehingga perbaikan harus diprioritaskan pada kuadran ini.

  3. Posisi Keep up the Good Work (Kuadran C) Jika atribut atau dimensi layanan berada pada kuadran ini menujukkan bahwa tingkat kepentingan pelanggan terhadap atribut atau dimensi layanan tinggi, tingkat kinerja yang ditunjukkan oleh atribut atau dimensi layanan pada kuadran ini harus dipertahankan.

  4. Posisi Possible Overkill (Kuadran D) Jika atribut atau dimensi layanan pada kuadran ini menunjukkan bahwa tingkat kepentingan pelanggan terhadap atribut atau dimensi layanan rendah, namun tingkat kinerja yang ditunjukkan oleh atribut atau dimensi tinggi dikarenakan pelayanan yang diberikan berlebihan (overkill), sehingga aktivitas harus dikurangi pada kuadran ini.

Gambar 2.4 Flow Chart Penelitian

  tidak Pembuatan Kuisioner Servqual

  Integrasi Fuzzy Servqual Penyebaran Kuisioner Pendahuluan

  Penyebaran Kuisioner Formal Penentuan Prioritas dengan IPA

  Analisa Usulan Perbaikan

  ℎ ℎ

  valid tidak Penarikan Kesimpulan dan Saran

  Identifikasi Elemen Penelitian Servqual melalui observasi dan wawancara valid

  Mulai Selesai

  Uji Validitas dan Reliabilitas Uji Validitas dan Reliabilitas

  Atribut yang tidak valid dihilangkan

Dokumen yang terkait

Aplikasi Integrasi Metode Fuzzy Servqual dan Quality Function Deployment (QFD) Dalam Upaya Peningkatan Kualitas Layanan Pendidikan (Studi Kasus: SMP Swasta Cinta Rakyat 3 Pematangsiantar)

10 125 85

Strategi Peningkatan Layanan Kesehatan Menggunakan Integrasi Metode Fuzzy Servqual (Studi Kasus: RSU Vina Estetica Medan)

4 80 81

Peningkatan Kualitas Pelayanan Kesehatan Dengan Menggunakan Integrasi Metode Servqual Dan Model Kano Di Rumah Sakit Bunda Thamrin

17 138 52

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Program Linier - Pembulatan Hasil Program Linier Fuzzy Menggunakan Metode Branch and Bound

0 0 16

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Aplikasi Integrasi Metode Fuzzy Servqual dan Quality Function Deployment (QFD) Dalam Upaya Peningkatan Kualitas Layanan Pendidikan (Studi Kasus: SMP Swasta Cinta Rakyat 3 Pematangsiantar)

0 0 28

BAB 2 LANDASAN TEORI - Peningkatan Kualitas Layanan Perpustakaan dengan Menggunakan Metode Servqual dan QFD (Studi Kasus pada Badan Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Propinsi Sumatera Utara)

0 0 17

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Jaringan Komputer - Aplikasi Layanan Informasi Akademik Sekolah Berbasis SMS (Studi Kasus : SMK Swasta Teladan Medan)

0 0 15

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Perancangan - Sistem Informasi Kesehatan Gigi

0 1 18

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Keputusan - Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Mobil Bekas Menggunakan Metoe Fuzzy Tahani

0 1 23

Lampiran 1. Rekapitulasi Data Hasil Kuesioner Pendahuluan - Strategi Peningkatan Layanan Kesehatan Menggunakan Integrasi Metode Fuzzy Servqual (Studi Kasus: RSU Vina Estetica Medan)

0 0 21