GEOGRAFI DIALEK BAHASA SUNDA DI KECAMATAN PARUNGPANJANG KABUPATEN BOGOR.
GEOGRAFI DIALEK BAHASA SUNDA
DI KECAMATAN PARUNGPANJANG KABUPATEN BOGOR
(Kajian Dialektologi Sinkronis)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sastra
oleh Siti Rahmawati
0906380
PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
(2)
(3)
Halaman Hak Cipta
Geografi Dialek Bahasa Sunda di Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor (Kajian Dialektologi Sinkronis)
Oleh Siti Rahmawati
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra pada Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni
© Siti Rahmawati 2013 Universitas Pendidikan Indonesia Desember 2013
Hak cipta dilindungi undang-undang. Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difotokopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.
(4)
ABSTRACT
GEOGRAFI DIALEK BAHASA SUNDA DI KECAMATAN PARUNGPANJANG KABUPATEN BOGOR
(Kajian Dialektologi Sinkronis) Siti Rahmawati
0906380
This study, entitled "Geografi Dialek Bahasa Sunda di Kecamatan
Parungpanjang Kabupaten Bogor (Kajian Dialektologi Sinkronis)". The background of this research there were errors in inter-village community in understanding the language used so that the other villagers often confusion and misinterpretation of the meaning of the vocabulary used, the study of the language in this region has not been done, so the absence of a mapping language that describes in Sundanese dialect geography thorough in Parungpanjang, Bogor. Based on the background, the problems are (1) How does the description language differences that occurred in Parungpanjang, Bogor based sound correspondence? (2) How does the mapping dialect in Parungpanjang, Bogor? (3) How is the relations level language in Parungpanjang, Bogor calculations based dialektometri?
The study was conducted in 5 villages in Parungpanjang. The method used is descriptive qualitative method. In the data collection method to determine the pitch 200 vocabulary that researchers modification of Swadesh vocabulary list
that is subsequently filled by 15 informants. The 200’s vocabulary, performed
data analysis that includes four stages: data collection, data processing which includes transcription and description of aspects of phonological, morphological and lexical, mapping and counting dialektometri to determine the relations level. The study found differences in phonological, morphological and lexical inter- village crossed.
Based on the final results of the calculation of the percentage of vocabulary, it can be concluded that the degree of the relations language based on the lexicon and morphology calculation is based on the calculation of phonology occurs sub-dialect differences and differences in dialect.
(5)
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR...
UCAPAN TERIMA KASIH... ABSTRAK... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR BAGAN... DAFTAR ISTILAH... BAB I PENDAHULUAN... 1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1.2 Masalah Penelitian... 1.2.1 Identifikasi Masalah... 1.2.2 Batasan Masalah... 1.2.3 Rumusan Maslah... 1.3 Tujuan Penelitian... 1.3.1 Tujuan Umum... 1.3.2 Tujuan Khusus... 1.4 Manfaat Penelitian... 1.4.1 Manfaat Secara Teoretis... 1.4.2 Manfaat Secara Praktis... 1.5 Struktur Organisasi Skripsi... BAB II DIALEKTOLOGI, GEJALA BAHASA DAN TINJAUAN
PUSTAKA... 2.1 Dialektologi... 2.1.1 Pengertian Dialektologi... 2.1.2 Dialek... 2.1.3 Geografi Dialek...
i ii v vi xi xii xiii xiv 1 1 4 5 5 6 6 6 7 7 7 7 8 9 9 9 10 11
(6)
vii
2.1.4 Ragam Dialek... 2.1.5 Isoglos, Heteroglos atau Watas Kata... 2.1.6 Peta Bahasa... 2.1.7 Dialektometri... 2.2 Gejala Bahasa... 2.2.1 Perbedaan Unsur-Unsur Kebahasaan... 2.2.1.1 Perbedaan Fonologi... 2.2.1.1.1 Korespondensi Bunyi... 2.2.1.1.2 Variasi Bunyi... 2.2.1.2 Perbedaan Morfologi... 2.2.1.3 Perbedaan Leksikal... 2.3 Tinjauan Pustaka... BAB III METODE PENELITIAN...
3.1 Lokasi Penelitian... 3.1.1 Letak Geografis Kecamatan Parungpanjang... 3.1.2 Demografis Kecamatan Parungpanjang... 3.2 Metode Penelitian... 3.3 Definisi Operasional... 3.4 Instrumen Penelitian... 3.5 Teknik Pengumpulan... 3.5.1 Teknik Pengumpulan Data... 3.5.2 Metode Pengumpulan Data... 3.5.3 Metode Analisis Data... 3.6 Sumber Data... BAB IV HASIL PENELITIAN...
4.1 Deskripsi Perbedaan Bahasa yang Terjadi di Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor Berdasarkan Korespondensi Bunyi... 4.2 Pemetaan Dialek di Kecamatan Parungpanjang Kabupaten
Bogor... 4.3 Tingkat Kekerabatan Bahasa yang Ada di Kecamatan
12 13 13 17 18 18 18 21 21 24 26 26 29 29 30 30 31 31 32 34 34 34 35 35 37 38 117
(7)
viii
Parungpanjang Kabupaten Bogor Berdasarkan Penghitungan Dialektometri... 4.3.1 Permutasi Desa Cibunar dengan Desa Parungpanjang... 4.3.1.1 Tingkat Kekerabatan Bahasa Desa Cibunar dengan Desa
Parungpanjang Berdasarkan Penghitungan Morfologi pada Leksikon... 4.3.1.2 Tingkat Kekerabatan Bahasa Desa Cibunar dengan Desa
Parungpanjang Berdasarkan Penghitungan Fonologi... 4.3.2 Permutasi Desa Cibunar dengan Desa Pingku...
4.3.2.1 Tingkat Kekerabatan Bahasa Desa Cibunar dengan Desa Pingku Berdasarkan Penghitungan Morfologi pada Leksikon... 4.3.2.2 Tingkat Kekerabatan Bahasa Desa Cibunar dengan Desa
Pingku Berdasarkan Penghitungan Fonologi... 4.3.3 Permutasi Desa Cibunar dengan Desa Gintungcilejet...
4.3.3.1 Tingkat Kekerabatan Bahasa Desa Cibunar dengan Desa Gintungcilejet Berdasarkan Penghitungan Morfologi pada Leksikon... 4.3.3.2 Tingkat Kekerabatan Bahasa Desa Cibunar dengan Desa
Gintungcilejet berdasarkan penghitungan fonologi... 4.3.4 Permutasi Desa Cibunar dengan Desa Dago... 4.3.4.1 Tingkat Kekerabatan Bahasa Desa Cibunar dengan Desa
Dago Berdasarkan Penghitungan Morfologi pada
Leksikon... 4.3.4.2 Tingkat Kekerabatan Bahasa Desa Cibunar dengan Desa
Dago Berdasarkan Penghitungan Fonologi... 4.3.5 Permutasi Desa Parungpanjang dengan Desa Pingku...
4.3.5.1 Tingkat Kekerabatan Bahasa Desa Parungpanjang dengan Desa Pingku Berdasarkan Penghitungan
Morfologi pada Leksikon... 4.3.5.2 Tingkat Kekerabatan Bahasa Desa Parungpanjang
317 317 318 318 318 319 319 319 320 320 320 321 321 321 322
(8)
ix
dengan Desa Pingku Berdasarkan Penghitungan Fonologi 4.3.6 Permutasi Desa Parungpanjang dengan Desa
Gintungcilejet... 4.3.6.1 Tingkat Kekerabatan Bahasa Desa Parungpanjang
dengan Desa Gintungcilejet Berdasarkan Penghitungan Morfologi pada Leksikon... 4.3.6.2 Tingkat Kekerabatan Bahasa Desa Parungpanjang
dengan Desa Gintungcilejet Berdasarkan Penghitungan Fonologi... 4.3.7 Permutasi Desa Parungpanjang dengan Desa Dago...
4.3.7.1 Tingkat Kekerabatan Bahasa Desa Parungpanjang
dengan Desa Dago Berdasarkan Penghitungan Morfologi pada Leksikon... 4.3.7.2 Tingkat Kekerabatan Bahasa Desa Parungpanjang
dengan Desa Dago Berdasarkan Penghitungan Fonologi... 4.3.8 Permutasi Desa Pingku dengan Desa Gintungcilejet...
4.3.8.1 Tingkat Kekerabatan Bahasa Desa Pingku dengan Desa Gintungcilejet Berdasarkan Penghitungan Morfologi pada Leksikon... 4.3.8.2 Tingkat Kekerabatan Bahasa Desa Pingku dengan Desa
Gintungcilejet Berdasarkan Penghitungan Fonologi... 4.3.9 Permutasi Desa Pingku dengan Desa Dago...
4.3.9.1 Tingkat Kekerabatan Bahasa Desa Pingku dengan Desa Dago Berdasarkan Penghitungan Morfologi pada
Leksikon... 4.3.9.2 Tingkat Kekerabatan Bahasa Desa Pingku dengan Desa
Dago Berdasarkan Penghitungan Fonologi... 4.3.10 Permutasi Desa Gintungcilejet dengan Desa Dago... 4.3.10.1Tingkat Kekerabatan Bahasa Desa Gintungcilejet dengan
Desa Dago Berdasarkan Penghitungan Morfologi pada Leksikon... 322 322 323 323 323 324 324 324 325 325 325 326 326 326 327
(9)
x
4.3.10.2Tingkat Kekerabatan Bahasa Desa Gintungcilejet dengan Desa Dago Berdasarkan Penghitungan Fonologi... 4.4 Pembahasan... BAB V SIMPULAN DAN SARAN... 5.1 Simpulan... 5.2 Saran... DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN... RIWAYAT HIDUP...
327 327 334 334 336 337 339 354
(10)
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam bab I diuraikan pembahasan mengenai (1) latar belakang penelitian, (2) masalah penelitian, (3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, dan (5) stuktur organisasi skripsi. Adapun penjabarannya sebagai berikut.
1.1 Latar Belakang Penelitian
Bahasa adalah salah satu bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia, bahasa berkembang seiring dengan perkembangan manusia karena salah satu sifat bahasa adalah dinamis (Chaer, 2007). Berkembangnya suatu bahasa tidak terlepas dari penutur yang menggunakan bahasa itu sendiri, penutur bahasa di suatu daerah memiliki latar belakang budaya dan status sosial yang berbeda. Perbedaan tersebut berkaitan dengan penggunaan dialek oleh masyarakat.
Weijnen (Sastromiharjo, 2010 : 6) menyatakan bahwa dialek adalah sistem kebahasaan yang dipergunakan dalam satu masyarakat untuk membedakannya dari masyarakat lain yang bertetangga yang mempergunakan sistem yang berlainan walaupun erat hubungannya. Ada beberapa ragam dialek yaitu, idiolek merupakan variasi bahasa yang bersifat perorangan, dialek merupakan variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok masyarakat pada suatu tempat atau suatu waktu, regiolek merupakan bahasa yang dipakai di luar daerah pakainya dan sosiolek merupakan ragam bahasa yang dipakai oleh kelompok tertentu.
Satjadibrata (Sutawijaya, 1985 : 20) memaparkan bahwa secara geografis, dialek bahasa Sunda terbagi menjadi sembilan yaitu: dialek Bandung, dialek Banten, dialek Cianjur, dialek Purwakarta, dialek Cirebon, dialek Kuningan, dialek Sumedang, dialek Garut dan dialek Ciamis. Geografi dialek merupakan cabang dialektologi yang mempelajari hubungan yang terdapat di dalam ragam-ragam bahasa dengan bertumpu kepada satuan ruang atau tempat terwujudnya ragam-ragam tersebut (Ayatrohaedi, 1983 : 27). Geografi dialek ini bertujuan
(11)
2
untuk mencari hubungan yang ada antara batas-batas dialek atau bahasa dengan batas-batas alam dan sejarah.
Penelitian yang mengkaji geografi dialek bahasa Sunda maupun penelitian geografi dialek bahasa daerah pernah dilakukan sebelumnya, diantaranya penelitian mengenai “Geografi Dialek SundaKabupaten Bogor” yang ditulis oleh Suriamiharja (1984). Lokasi penelitiannya terbagi menjadi tiga bagian yaitu daerah pemakaian bahasa Melayu dialek Jakarta dan Karawang, daerah pemakaian dialek Sunda Lebak Banten, pemakaian dialek Sunda Cianjur dan Sukabumi. Dalam penelitiannya Suriamiharja hanya menganalisis leksikalnya saja tanpa melakukan analisis berdasarkan perbedaan fonologi dan morfologi.
Penelitian lain mengenai dialektologi adalah “Bahasa Sunda Di Kabupaten
Brebes” yang ditulis oleh Satriya (1997). Dalam penelitiannya, Satriya hanya
menganalisis dari perbedaan fonologinya saja dan tidak memberikan kekorespondensiannya. Selain itu, tidak dilakukan penghitungan dialektometri sehingga tidak diketahui jarak persamaan dan perbedaan bahasa atau dialek dari daerah yang diteliti. Selanjutnya penelitian yang berjudul “Geografi Dialek
Bahasa Sunda di Kabupaten Subang (Sebuah Kajian Sinkronis)” yang ditulis oleh
Nurhasanah (2007). Dalam penelitiannya, Nurhasanah menganalisis berdasarkan perbedaan fonologi, morfologi, dan leksikal. Akan tetapi, dalam analisis fonologi hanya menganalisis korespondensi bunyi saja tanpa deskripsi tipe-tipe perubahan bunyi, serta tidak dilakukan penghitungan dialektometri.
Mulyawati (2007) juga melakukan penelitian mengenai dialektologi yaitu
“Geografi Dialek Bahasa Sunda Kota Banjar”. Dalam penelitiannya, Mulyawati
menganalisis berdasarkan perbedaan fonologi, morfologi dan leksikal. Kemudian dilakukan penghitungan dialektometri untuk mengetahui jumlah perbedaannya. Penelitian lain mengenai geografi dialek juga dilakukan oleh Abdulgani pada
tahun 2008 yang berjudul “Geografi Dialek Bahasa Daerah di Kecamatan
Padarincang Kabupaten Serang Provinsi Banten”. Dalam penelitiannya, Abdulgani hanya menganalisis berdasarkan perbedaan fonologi, morfologi dan leksikal saja.
(12)
3
Selanjutnya penelitian mengenai “Pemetaan Perbedaan Isolek di Kabupaten Indramayu” yang dilakukan oleh Sastromiharjo dkk. Pada tahun 2010. Dalam penelitiannya, hanya mendeskripsikan perbedaan bahasa berdasarkan perbedaan fonologinya saja serta dilakukan penghitungan dialektometri untuk menentukan status isoleknya. Kemudian penelitian berjudul Geografi Dialek Bahasa Sunda Kecamatan Jampang Kulon Kabupaten Sukabumi yang diteliti oleh Rizal (2012). Dalam penelitiannya, Rizal hanya mendeskripsikan perbedaan dialek bahasa Sunda berdasarkan perbedaan fonologi saja kemudian melakukan penghitungan dialektometri.
Berkaitan dengan geografi dialek yang membahas mengenai ragam-ragam bahasa terkait dengan batas-batas dialek atau bahasa, batas-batas alam dan sejarah, peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian sejenis. Fenomena tersebut ditemukan di Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor. Adapun contoh lingual yang digunakan adalah gloss plastik, di Desa Cibunar digunakan berian /palastik/ [palastik], di Desa Parungpanjang digunakan berian /plastik/ [plastik] dan /palastik/ [palastik], di Desa Pingku digunakan berian /plastik/ [plastik] dan /asoy/ [asoy], di Desa Gintungcilejet digunakan berian /palastik/ [palastik] dan /kantong/ [kantoŋ], di Desa Dago digunakan berian /krésék/ [krεsεk]. Kemudian gloss kotor, di Desa Cibunar digunakan berian /belok/ [bәlok], di Desa Parungpanjang digunakan berian /kumel/ [kumәl], /kotor/[kotor] dan /balokot/ [balokot], di Desa Pingku digunakan berian /kotor/ [kotor] dan /barucak/ [barucak], di Desa Gintungcilejet digunakan berian /kotor/ [kotor] dan /balokot/ [balokot], di Desa Dago digunakan berian /belok/[bәlok], /kotor/ [kotor] dan /bucak/ [bucak]. Contoh lingual lainnya yaitu gloss anting, di Desa Cibunar digunakan berian /anting/ [antiŋ], di Desa Parungpanjang digunakan berian
/anting/ [antiŋ] dan giwang [giwaŋ], di Desa Pingku digunakan berian /kurabu/ [kurabu], di Desa Gintungcilejet digunakan berian /anting/ [antiŋ], di Desa Dago digunakan berian /anting/ [antiŋ].
Melihat permasalahan di atas, peneliti merasa tertarik untuk mengembangkan permasalahan tersebut kedalam sebuah penelitian geografi
(13)
4
dialek dengan judul “Geografi Dialek Bahasa Sunda di Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor (Kajian Dialektologi Sinkronis)”. Dari penelitian ini akan didapat gambaran mengenai penggunaan dialek bahasa yang di gunakan dalam kehidupan sehari-hari di Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor, kemudian dianalisis berdasarkan perbedaan fonologi, morfologi, dan leksikal. Sehingga hasil akhir dari bahasa yang digunakan dapat dipetakan dan diketahui perbedaannya dengan menggunakan penghitungan dialektometri.
Alasan peneliti memilih menganalisis geografi dialek bahasa Sunda di Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor dibandingkan dengan daerah lain karena adanya kekeliruan masyarakat antardesa dalam memahami bahasa yang digunakan masyarakat desa lain walaupun mereka berada di kecamatan yang sama, sehingga sering terjadi kebingungan dan salah tafsir akan makna dari kata yang digunakan tersebut. Berikut merupakan contoh lingual yang menyebabkan kekeliruan, diantaranya berian /tési/ [tεsi] yang digunakan untuk gloss sendok,
berian /kékéncéng/ [kεkεncεŋ] yang digunakan untuk gloss penggorengan, dan berian /kurabu/ [kurabu] yang digunakan untuk gloss anting. Alasan lain yang paling mendasar yaitu penelitian mengenai bahasa Sunda di wilayah ini belum pernah dilakukan, sehingga belum adanya peta bahasa yang mendeskripsikan secara menyeluruh geografi dialek bahasa Sunda di Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor serta adanya perbedaan dialek yang digunakan masyarakat masing-masing perbatasan desa walaupun jaraknya tidak terlalu jauh.
1.2 Masalah Penelitian
Dalam bagian ini akan dijelaskan mengenai masalah yang menjadi fokus penelitian, adapun penjelasannya meliputi (1) identifikasi masalah, (2) batasan masalah, dan (3) rumusan masalah yang dijabarkan sebagai berikut.
(14)
5
1.2.1 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, berikut ini merupakan uraian dari identifikasi masalah.
1) Penelitian mengenai dialektologi terutama yang berkaitan dengan penggunaan dialek bahasa Sunda masih sangat minim.
2) Pendokumentasian mengenai dialek bahasa Sunda yang masih sedikit dikhawatirkan akan berimbas pada generasi penerus yang tidak lagi memahami bahasa Sunda.
3) Terjadi perbedaan fonologi dalam bahasa Sunda yang digunakan di Kecamatan Parungpanjang.
4) Terjadi perbedaan morfologi dalam bahasa Sunda yang digunakan di Kecamatan Parungpanjang.
5) Terjadi perbedaan leksikal dalam bahasa Sunda yang digunakan di Kecamatan Parungpanjang.
1.2.2 Batasan Masalah
Agar penelitian lebih fokus dan terarah, diperlukan suatu batasan masalah yang jelas. Berikut merupakan batasan masalahnya.
1) Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor dengan penentuan titik pengamatan yaitu di Desa Cibunar, Desa Parungpanjang, Desa Pingku, Desa Gintungcilejet dan Desa Dago dengan masing-masing tiga responden di setiap titik pengamatan. Adapun alasan memilih desa-desa tersebut sebagai titik pengamatan, karena kelima desa di atas merupakan batas wilayah di Kecamatan Parungpanjang (batas-batas desa pasti berbatasan dengan desa lain dalam lingkup kecamatan yang berbeda) sehingga diharapkan akan muncul berian-berian baru.
2) Penelitian mengenai geografi dialek bahasa Sunda di Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor, ini merupakan payung kajian dialektologi sinkronis, yaitu kajian geografi dialek yang dilakukan dengan cara membandingkan variasi bahasa antara satu titik pengamatan dengan titik
(15)
6
pengamatan lain dalam masa yang sama dan ditinjau dari unsur pembeda fonologi, morfologi, dan leksikal.
1.2.3 Rumusan Masalah
Penelitian dialektologi diperlukan untuk melihat gambaran umum kondisi kebahasaan yang terjadi di daerah titik pengamatan, yaitu di Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor. Adapun masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Bagaimana deskripsi perbedaan bahasa yang terjadi di Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor berdasarkan korespondensi bunyi?
2) Bagaimana pemetaan dialek di Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor? 3) Bagaimanakah tingkat kekerabatan bahasa yang ada di Kecamatan
Parungpanjang Kabupaten Bogor berdasarkan perhitungan dialektometri?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.3.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan umum yang ingin dicapai di antaranya bagi:
1) peneliti, memperoleh gambaran umum kondisi kebahasaan yang terjadi di Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor melalui proses pendeskripsian dan pemetaan;
2) pemerintah, menambah perbendaharaan serta usaha pemertahanan bahasa Sunda dialek Bogor;
3) pengajar dan Linguis, menambah khazanah kebahasaan yang berkaitan dengan linguistik khususnya mengenai dialektologi.
(16)
7
1.3.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan hal-hal berikut.
1) Perbedaan bahasa yang terjadi di Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor berdasarkan korespondensi bunyi.
2) Pemetaan dialek di Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor.
3) Tingkat kekerabatan bahasa yang ada di Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor berdasarkan perhitungan dialektometri.
1.4 Manfaat Penelitian
Ada beberapa manfaat yang diharapkan dapat tercapai dalam penelitian ini diantaranya.
1.4.1 Manfaat Secara Teoretis
Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat:
1) memberi gambaran kebahasaan terutama di Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor melalui peta bahasa;
2) menjadi bahan referensi dan perbendaharaan mengenai penelitian dialektologi;
3) menjadi upaya pelestarian dan pemertahanan bahasa daerah yang ada di Indonesia khususnya bahasa Sunda.
1.4.2 Manfaat Secara Praktis
Secara praktis manfaat yang diharapkan dapat dijabarkan sebagai berikut: 1) menambah pengetahuan peneliti mengenai dialek bahasa Sunda yang ada di
Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor.
2) sebagai bahan informasi masyarakat mengenai keanekaragaman dialek bahasa Sunda.
(17)
8
1.5 Sruktur Organisasi Skripsi
Struktur organisasi berisi rincian keseluruhan isi skripsi, berikut merupakan penjabarannya.
Bab I Pendahuluan berisi latar belakang penelitian, masalah penelitian yang mencakup identifikasi dan rumusan masalah, tujuan penelitian yang terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus, manfaat penelitian yang terdiri dari manfaat secara teoretis dan manfaat secara praktis serta struktur organisasi.
Bab II, Dialektologi, gejala bahasa dan tinjauan pustaka berisi penjelasan teori-teori yang melandasi penelitian yaitu penjabaran mengenai dialektologi, dialek, ragam dialek, geografi dialek, isoglos, heteroglos atau watas kata, peta bahasa, dialektometri dan gejala bahasa yang mencakup perbedaan unsur-unsur kebahasaan fonologi, morfologi, dan leksikal, serta penjabaran mengenai penelitian-penelitian sejenis yang menjadi acuan.
Bab III Metode penelitian mencakup lokasi penelitian, metode penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data yang terdiri dari teknik pengumpulan data, metode pengumpulan data, metode analisis data dan sumber data.
Bab IV Hasil penelitian berisi pemaparan dan pembahasan mengenai hasil dari penelitian.
(18)
BAB III
METODE PENELITIAN
Dalam bab III diuraikan pembahasan mengenai (1) lokasi penelitian, (2) metode penelitian, (3) definisi operasional, (4) instrumen penelitian, (5) teknik pengumpulan, dan (6) sumber data. Adapun penjabarannya sebagai berikut.
3.1 Lokasi Penelitian
Penentuan lokasi penelitian berdasarkan pada desa yang berada di batas-batas kecamatan yaitu di sebelah utara Desa Cibunar, di sebelah pusat Desa Parungpanjang, di sebelah timur Desa Pingku, di sebelah barat Desa Gintungcilejet, dan di sebelah selatan Desa Dago dengan masing-masing tiga responden tiap titik pengamatan. Berikut merupakan peta buta lokasi penelitian yaitu Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor.
Gambar 3.1
Berikut merupakan penjelasan yang lebih terperinci mengenai letak geografis dan demografis lokasi penelitian.
(19)
30
3.1.1 Letak Geografis Kecamatan Parungpanjang
Kecamatan Parungpanjang terdiri dari sebelas Desa yang meliputi Desa Parungpanjang, Desa Kabasiran, Desa Cikuda, Desa Dago, Desa Pingku, Desa Gorowong, Desa Jagabaya, Desa Lumpang, Desa Gintung Cilejet, Desa Jagabita, Desa Cibunar. Luas wilayah Kecamatan Parungpanjang adalah 6.289.433 Ha dengan rincian sebagai berikut.
1) Luas wilayah kehutanan 1.456, 347 Ha. 2) Luas wilayah pertanian 1.894,232 Ha. 3) Luas wilayah industri 520.800 Ha. 4) Luas wilayah perumahan 1.057.054 Ha. 5) Luas wilayah untuk lain-lain 1. 057.054 Ha.
Adapun di sebelah utara Kecamatan Parungpanjang berbatasan dengan Kabupaten Tangerang, di sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Rumpin, di sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Cigudeg, dan di sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Tenjo.
3.1.2Demografis Kecamatan Parungpanjang
Kondisi demografis Kecamatan Parungpanjang akan dipaparkan berdasarkan berdasarkan jumlah penduduk dan mata pencaharian. Adapun penjabarannya sebagai berikut.
1) Berdasarkan jumlah penduduk
Jumlah penduduk Kecamatan Parungpanjang yaitu sebanyak 105.550 orang (oktober 2012) berikut merupakan penjelasannya.
a) Laki-laki : 54.213 orang. b) Perempuan : 51.337 orang. 2) Berdasarkan mata pencaharian
Mata pencaharian masyarakat Kecamatan Parungpanjang adalah Petani, Pengusaha, Pengrajin/UKM, Buruh, PNS, Pedagang, Tni/Polri dan lain-lain. Berikut merupakan presentase masing-masing pekerjaan.
a) Petani: 4,7 % b) Pengusaha: 0 %
(20)
31
c) Pengrajin/ UKM: 3,60 % d) Buruh: 4,87 %
e) PNS: 1,46 % f) Pedagang: 3,80 % g) TNI/Polri: 5,23 % h) Lain-lain: 20,4 %
3.2 Metode Penelitian
Metode penelitian adalah mencakup bahan atau materi penelitian, alat, jalan penelitian, variabel dan data yang hendak disediakan dan analisis data (Mahsun, 2005 : 70). Dalam penelitian bahasa, metode penelitian berhubungan erat dengan tujuan penelitian bahasa. Tujuan dari penelitian bahasa adalah mengumpulkan dan mengkaji data, serta mempelajari fenomena-fenomena kebahasaan yang muncul. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dekriptif kualitatif
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian deskriptif kualitatif. Pendekatan kualitatif melibatkan data lisan yang didalamnya melibatkan informan (penutur asli bahasa yang diteliti). Penelitian kualitatif dalam linguistik selalu ditunjang dengan kuantitatif dari segi penghitungan data. Metode kualitatif merupakan prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa data tertulis atau lisan didalam masyarakat bahasa (Fatimah, 2006 : 14).
3.3 Definisi Operasional
Adapun definisi operasional dalam penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut.
1) Geografi dialek bahasa Sunda adalah gambaran visualisasi penelitian mengenai bahasa Sunda yang berusaha menggambarkan dan memetakan dialek yang dipakai di Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor.
(21)
32
2) Perbedaan fonologi adalah perbedaan kebahasaan yang berkaitan dengan bidang fonologi (bunyi) dalam bahasa Sunda di Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor.
3) Perbedaan morfologi adalah perbedaan kebahasaan yang berkaitan dengan bentukan kata yang meliputi pembubuhan afiks (afiksasi), pemajemukan dan pengulangan (reduplikasi) dalam bahasa Sunda di Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor.
4) Perbedaan leksikal adalah perbedaan kebahasaan yang berkaitan dengan leksikon yang digunakan dalam bahasa Sunda di Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor.
5) Pemetaan adalah gambaran visualisasi penggunaan bahasa yang digunakan dalam bahasa Sunda di Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor.
6) Tingkat kekerabatan adalah bagaimana persamaan dan perbedaan bahasa Sunda yang digunakan di Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor. 7) Dialektometri adalah penghitungan perbedaan bahasa Sunda yang digunakan
di Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor, sehingga nantinya dapat diketahui apakah bahasa yang digunakan itu termasuk ke dalam perbedaan bahasa, dialek, subdialek, wicara atau dianggap tidak ada perbedaan.
3.4 Instrumen Penelitian
Instrumen yang dipakai untuk menjaring data kebahasaan daerah yang diteliti adalah berupa daftar tanyaan. Daftar ini sebagai pedoman wawancara di lapangan yang diadaptasi dari daftar kata Swadesh yaitu 200 daftar tanya. Dalam daftar tanyaan dibuat beberapa kriteria diantaranya: memberikan kemungkinan dapat menampilkan ciri-ciri khas dari bahasa atau dialek yang diteliti, mengandung hal-hal yang berkenaan dengan sifat dan keadaan budaya daerah penelitian, kemungkinan untuk dijawab dengan langsung dan spontan. Untuk mempermudah dalam penelitian, peneliti menyusun daftar tanya berdasarkan berdasarkan medan makna (bagian tubuh manusia, kata ganti, sistem kekerabatan, waktu, benda, bagian tumbuhan, sifat, ukuran, penyakit, aktivitas, petunjuk, dan jenis buah).
(22)
33
Tabel 3.1 Daftar Kosakata Dasar
No. Gloss
Bahasa Sunda kasar yang digunakan di Desa Pingku
Informan 1 Informan 2 1
Dia (Laki-laki) Nyana Enyana 2 Dia (Perempuan) Nyana Enyana
3 Paman Mamang Bapa gede
4 Melihat Nempo Nyeuleu
5 Melempar Baledog Alungkeun
6 Kotor Burucak Kotor
7 Kiri Kenca Kenca
8 Kanan Katuhu Katuhu
9 Penggorengan Kekenceng Katel
10 Sodet Sosodok Samsih
11 Setrika Gosokan Satrikaan
12 Lemari Lamari Lemari
13 Plastik Asoy Palastik
14 Debu Kekebul Kokotor
15 Kolangkaling Caruluk Caruluk
Tabel 3.2 Kartu Data Informan
Desa Nama
Jenis kelamin
Tempat tanggal lahir Pendidikan
Pekerjaan
Bahasa yang digunakan sehari-hari Bahasa lain yang dikuasai
(23)
34
Tabel 3.3 Daftar Rekapitulasi Kosakata Dasar Berdasarkan Permutasi
N o
G lo ss
Bahasa Sunda kasar yang digunakan di Kecamatan Parungpanjang
Kabupaten Bogor
Keterangan
1 2 3 4 5
1 & 2 1 & 3 1 & 4 1 & 5 2 & 3 2 & 4 2 & 5 3 & 4 3 & 5 4 & 5 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0
3.5 Teknik Pengumpulan
Teknik pengumpulan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut.
3.5.1 Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara terstruktur. Teknik ini disebut juga dengan teknik pencatatan langsung (Ayatrohaedi, 2002 : 24). Pemilihan teknik ini dengan alasan karena sebelum melakukan wawancara, peneliti telah menyiapkan daftar tanyaan yang akan ditanyakan kepada informan di lapangan. Namun, jawaban dari pertanyaan tersebut tidak dirumuskan oleh peneliti, tetapi murni diambil dari berian informan pada saat wawancara dilakukan.
(24)
35
3.5.2 Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pupuan lapangan meliputi pencatatan langsung dan perekaman (pencatatan tidak langsung). Metode ini dirasa lebih cocok karena data yang didapat lebih akurat dibandingkan dengan metode pupuan sinurat. Dengan demikian, gambaran pola sosial dan budaya di titik pengamatan dapat secara langsung dilihat dalam penelitian ini. Dengan metode ini, data penelitian yang didapatkan adalah murni data dari lapangan. Sehingga, peneliti hanya menafsirkan data yang berkenaan dengan fakta dan keadaan yang terjadi saat penelitian berlangsung dan menyajikan dengan apa adanya.
3.5.3 Metode Analisis Data
Penganalisisan data dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga tahapan setelah adanya 200 daftar tanya tersebut, adapun langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penganalisisan adalah sebagai berikut.
1) Pengumpulan data yang mencakup pencatatan langsung daftar tanyaan oleh responden dan perekaman data.
2) Pengolahan data yang mencakup transkripsi fonetis, pengklasifikasian serta pendeskripsian aspek fonologi, morfologi dan leksikal, pemetaan dan penghitungan dialektometri.
3) Penyimpulan data. 4) Deskripsi gambaran.
(25)
36
Bagan 3.1 Langkah-Langkah Analisis Data
3.6 Sumber Data
Adapun yang menjadi sumber data yaitu para penutur bahasa Sunda di Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor yang berjumlah 15 informan dengan masing-masing 3 informan di setiap desa. Alasan memilih 3 informan karena apabila ditentukan kurang dari 3 maka perbedaan kebahasaan dikhawatirkan tidak akan nampak. Untuk pemilihan informan dalam penelitian harus memenuhi syarat-syarat yang sudah ditentukan yaitu:
1) Penduduk asli masing-masing Desa yang ada di Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor;
2) Berjenis kelamin pria atau wanita; 3) Berusia antara 30-70 (tidak pikun); 4) Pendidikan maksimal SMP;
(26)
37
6) Dapat berbahasa atau mengerti bahasa Indonesia; 7) Bahasa yang digunakan adalah bahasa Sunda kasar; 8) Mobilitas ke kota masih jarang;
9) Alat artikulasi masih lengkap (tidak ompong) serta tidak cacat bahasa dan 10) Memiliki pendengaran yang tajam untuk menangkap pertanyaan dengan
(27)
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
Dalam bab V diuraikan mengenai simpulan dan saran dari hasil penelitian. Berikut merupakan penjabarannya.
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil pembahasan pada bab IV yang mencakup korespondensi bunyi, pemetaan dialek, dan tingkat kekerabatan bahasa berdasarkan perhitungan dialektometri, maka dapat diambil simpulan sebagai berikut.
1) Berdasarkan deskripsi perbedaan bahasa yang terjadi di Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor, ditemukan kosakata yang tergolong perbedaan fonologi, morfologi, dan leksikal. Dari perbedaan fonologi diperoleh kosakata yang menunjukan adanya perbedaan yang meliputi pergeseran pada daerah artikulasi contohnya pada berian cingcin ~ cincin, cara artikulasi contohnya pada berian ngedul ~ sebul, pergeseran pada posisi vokal contohnya pada berian kongkorong ~ kangkorong dan guludug ~ galedug, korespondensi bunyi contohnya pada berian gado ~ gadu, adanya perbedaan variasi bunyi yang meliputi pelepasan bunyi yaitu aferesis contohnya pada berian halis ~ alis
dan hate ~ ati, sinkope contohnya pada berian tonggong ~ tongong dan
makolot ~ maolot, apokope contohnya pada berian garpuh ~ garpu. Serta penambahan bunyi yaitu protesis contohnya pada berian nyana ~ enyana,
epentesis contohnya pada berian jalma ~ jalema dan nyana ~ nyiana, paragog contohnya pada berian samsi ~ samsih. Berdasarkan perbedaan morfologi diperoleh kosakata yang menunjukan adanya perbedaan, yang meliputi perubahan afiksasi contohnya pada berian tampah ~ nampah, sararia dan
kabehan, reduplikasi (pengulangan) contohnya pada berian isuk-isuk, beurang-beurang, sosorean, kokotor dan kekebul, abreviasi contohnya pada berian ema ~ ma dan umi ~ mi serta morfofonemik contohnya pada berian sia ~ iringan sia
(28)
335
2) Berdasarkan hasil pemetaan dialek di Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor, daerah yang dijadikan titik pengamatan menggunakan kosakata bahasa Sunda. Selain kosakata bahasa Sunda, ditemukan pula penggunaan kosakata bahasa Indonesia yaitu pada berian alis, tahun, debu, awan, petir, tas, karpet, ikat pinggang, garpu, cincin, busuk, terlalu dan betul di sebagian titik pengamatan dan bahasa yang menjadi ciri khas Kecamatan Parungpanjang yang tidak ada dalam kamus basa yaitu pada berian jejewir gadu, tongong,
tongkong, pimping, dengkul, si eta, kumaneh, kabehan, sararia, nyiana, iringan sia, jalema, ma olot, ma gede, abah olot, amah, umi, amang, abu, debu, keramik, manceuri, cimatuk, raek, aun-aun, geledeg, beledeg, galedug, gumaledug, gumarelap, kekenceng, samsih, samsi, sodet, nampah, tampah, gosokan, elusan, tesi, emer, tas, palastik, keresek, asoy, karpet, sabuk, lumbang, leper, ulekan, jendela, citel, gidir, dopang, tatangkal, tetangkalan, melak, melakeun, ragag, ragek, ragak, mabet, tariris, haredang, mentereng, cebrik, kumel, balokot, bucak, barucak, boloon, badung, kontet, pondok, ngabadeg, tijalike, tijalikeh, pijalikeh, najong, kadiklek, salah urat, nu hade, ngahade, hade-hade, sing hade,mang hade, geraan,gegeraan, ngumbah suku, ngaberesihan suku, sibanyeu, ngapung, mengkol, nikung, jeblog, ngojay, ngacepruk, hambekan, nenjo, hameuay, hamuay, ngaheuay, ngalonjor,
ngerebes, berbaring, nembak, ngahajar, ngagebuk, maling, madog, gagaru, ngagawe, ngaguling, meret, memeret, ngabekeum, daang, dihem-hem, ngisep, ngisap,ngambu, oteh, ocon,bajulat, di ten dan buah atep.
3) Tingkat kekerabatan bahasa yang ada di Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor berdasarkan perhitungan dialektometri yang mengacu pada proses permutasi untuk tingkat kekerabatan bahasa berdasarkan penghitungan morfologi pada leksikon ditemukan dua perbedaan yaitu diperoleh perbedaan subdialek di Desa Cibunar dengan Desa Parungpanjang, Desa Cibunar dengan Desa Gintungcilejet, Desa Parungpanjang dengan Desa Pingku dan Desa Gintungcilejet dengan Desa Dago. Sementara itu, perbedaan dialek yaitu di Desa Cibunar dengan Desa Pingku, Desa Cibunar dengan Desa Dago, Desa
(29)
336
Parungpanjang dengan Desa Gintungcilejet, Desa Parungpanjang dengan Desa Dago, Desa Pingku dengan Desa Gintungcilejet dan Desa Pingku dengan Desa Dago. Untuk tingkat kekerabatan bahasa berdasarkan penghitungan fonologi ditemukan dua perbedaan yaitu diperoleh perbedaan subdialek yaitu di Desa Parungpanjang dengan Desa Pingku. Sementara itu, perbedaan dialek yaitu di Desa Cibunar dengan Desa Parungpanjang, Desa Cibunar dengan Desa Pingku, Desa Cibunar dengan Desa Gintungcilejet, Desa Cibunar dengan Desa Dago, Desa Parungpanjang dengan Desa Gintungcilejet, Desa Parungpanjang dengan Desa Dago, Desa Pingku dengan Desa Gintungcilejet, Desa Pingku dengan Desa Dago dan Desa Gintungcilejet dengan Desa Dago
5.2 Saran
1) Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor khususnya di lima titik pengamatan, yaitu Desa Cibunar, Desa Parungpanjang, Desa Pingku, Desa Gintungcilejet dan Desa Dago sehingga data yang diperoleh hanya mencakup deskripsi perbedaan dan korespondensi bunyi yang dipetakan di lima titik pengamatan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukan adanya penggunaan bahasa Indonesia dan bahasa-bahasa yang menjadi ciri khas Kecamatan Parungpanjang, kemungkinan besar ditemukan juga di Kecamatan lain yang belum diteliti. Maka dari itu, disarankan untuk melakukan penelitian lanjutan, baik secara sinkronis maupun diakronis.
2) Berdasarkan adanya perbedaan bahasa dan ciri khas bahasa dari daerah yang diteliti, kemungkinan ditemukan pula di penelitian lain di tempat yang berbeda. Disarankan untuk membandingkan perbedaan tersebut sehingga nantinya dapat dilihat bahwa bahasa yang menjadi ciri khas ditempat yang diteliti ternyata khas juga di tempat lain.
(30)
DAFTAR PUSTAKA
Abdulgani, Boi. 2008. “Geografi Dialek Bahasa Daerah di Kecamatan
Padarincang Kabupaten Serang Provinsi Banten”. Skripsi Universitas
Pendidikan IndonesiaBandung: Tidak diterbitkan.
Ayatrohaedi. 1983. Dialektologi Sebuah Pengantar. Jakarta: Pusat Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
Ayatrohaedi. 2002. Pedoman Praktis Penelitian Dialektologi. Jakarta: Pusat Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta. Coolsman, S. 1985. Tata Bahasa Sunda. Jakarta: Djambatan.
Danadibrata, R. A. 2009. Kamus Basa Sunda. Bandung: Kiblat dan Unpad.
Djajasudarma, Fatimah. 2006. Metode Linguistik; Ancangan Metode Penelitian dan Kajian. Bandung: PT Refika Aditama
Fernandez, Inyo Yos. 1994. Dialektologi Sinkronis dan Diakronis. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Keraf, Gorys. 1996. Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka.
Kridalaksana, Harimurti. 1984. Kamus Linguistik Edisi Kedua. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik Edisi Ketiga. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kridalaksana, Harimurti. 2005. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Lauder, Multamia RMT. 2002. “Revaluasi Konsep Pemilihan Bahasa dan Dialek
untuk Bahasa Nusantara”. Dalam jurnal makara, sosial humaniora, volume
6, juni, nomor 1:37-44.
Mahsun. 1995. Dialektologi Diakronis; Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
(31)
338
Mulyawati, Hesty. 2007. “Geografi Dialek Bahasa Sunda Kota Banjar”. Skripsi
Universitas Pendidikan Indonesia Bandung: Tidak diterbitkan.
Muslich, Masnur. 2008. Fonologi Bahasa Indonesia: Tinjauan Deskriptif Sistem Bunyi Bahasa Indonesia. Jakarta: Bumi Aksar.
Nadra. 2009. Dialektologi: Teori dan Metode. Yogyakarta: CV Elmatera.
Nurhasanah, 2007. “Geografi Dialek Bahasa Sunda di Kabupaten Subang”.
Skripsi Universitas Pendidikan Indonesia Bandung: Tidak diterbitkan.
Rizal, Adam. 2012. “Geografi Dialek Bahasa Sunda Kecamatan Jampang Kulon
Kabupaten Sukabumi”. Skripsi Universitas Pendidikan Indonesia
Bandung: Tidak diterbitkan.
Sastromiharjo, Andoyo. dkk. 2010. “Pemetaan Perbedaan Isolek Di Kabupaten
Indramayu”. Laporan Penelitian Hibah Kompetitif Universitas Pendidikan
Indonesia Bandung: Tidak diterbitkan.
Satriya, Sri. 1997. “Bahasa Sunda Di Kabupaten Brebes”. Makalah Surabaya:
Tidak diterbitkan.
Sudaryat, Yayat. dkk. 2007. Tata Basa Sunda Kiwari. Bandung: Yrama Widya. Suriamiharja, Agus. dkk.1984. Geografi Dialek Sunda Kabupaten Bogor. Jakarta:
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Sutawijaya, Alam. dkk. 1985. Struktur Bahasa Sunda Dialek Bogor. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
(1)
37
Siti Rahmawati, 2013
6) Dapat berbahasa atau mengerti bahasa Indonesia; 7) Bahasa yang digunakan adalah bahasa Sunda kasar; 8) Mobilitas ke kota masih jarang;
9) Alat artikulasi masih lengkap (tidak ompong) serta tidak cacat bahasa dan 10) Memiliki pendengaran yang tajam untuk menangkap pertanyaan dengan
(2)
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
Dalam bab V diuraikan mengenai simpulan dan saran dari hasil penelitian. Berikut merupakan penjabarannya.
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil pembahasan pada bab IV yang mencakup korespondensi bunyi, pemetaan dialek, dan tingkat kekerabatan bahasa berdasarkan perhitungan dialektometri, maka dapat diambil simpulan sebagai berikut.
1) Berdasarkan deskripsi perbedaan bahasa yang terjadi di Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor, ditemukan kosakata yang tergolong perbedaan fonologi, morfologi, dan leksikal. Dari perbedaan fonologi diperoleh kosakata yang menunjukan adanya perbedaan yang meliputi pergeseran pada daerah artikulasi contohnya pada berian cingcin ~ cincin, cara artikulasi contohnya pada berian ngedul ~ sebul, pergeseran pada posisi vokal contohnya pada berian kongkorong ~ kangkorong dan guludug ~ galedug, korespondensi bunyi contohnya pada berian gado ~ gadu, adanya perbedaan variasi bunyi yang meliputi pelepasan bunyi yaitu aferesis contohnya pada berian halis ~ alis
dan hate ~ ati, sinkope contohnya pada berian tonggong ~ tongong dan
makolot ~ maolot, apokope contohnya pada berian garpuh ~ garpu. Serta penambahan bunyi yaitu protesis contohnya pada berian nyana ~ enyana,
epentesis contohnya pada berian jalma ~ jalema dan nyana ~ nyiana, paragog contohnya pada berian samsi ~ samsih. Berdasarkan perbedaan morfologi diperoleh kosakata yang menunjukan adanya perbedaan, yang meliputi perubahan afiksasi contohnya pada berian tampah ~ nampah, sararia dan
kabehan, reduplikasi (pengulangan) contohnya pada berian isuk-isuk, beurang-beurang, sosorean, kokotor dan kekebul, abreviasi contohnya pada berian ema ~ ma dan umi ~ mi serta morfofonemik contohnya pada berian sia ~ iringan sia
(3)
335
Siti Rahmawati, 2013
2) Berdasarkan hasil pemetaan dialek di Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor, daerah yang dijadikan titik pengamatan menggunakan kosakata bahasa Sunda. Selain kosakata bahasa Sunda, ditemukan pula penggunaan kosakata bahasa Indonesia yaitu pada berian alis, tahun, debu, awan, petir, tas, karpet, ikat pinggang, garpu, cincin, busuk, terlalu dan betul di sebagian titik pengamatan dan bahasa yang menjadi ciri khas Kecamatan Parungpanjang yang tidak ada dalam kamus basa yaitu pada berian jejewir gadu, tongong,
tongkong, pimping, dengkul, si eta, kumaneh, kabehan, sararia, nyiana, iringan sia, jalema, ma olot, ma gede, abah olot, amah, umi, amang, abu, debu, keramik, manceuri, cimatuk, raek, aun-aun, geledeg, beledeg, galedug, gumaledug, gumarelap, kekenceng, samsih, samsi, sodet, nampah, tampah, gosokan, elusan, tesi, emer, tas, palastik, keresek, asoy, karpet, sabuk, lumbang, leper, ulekan, jendela, citel, gidir, dopang, tatangkal, tetangkalan, melak, melakeun, ragag, ragek, ragak, mabet, tariris, haredang, mentereng, cebrik, kumel, balokot, bucak, barucak, boloon, badung, kontet, pondok, ngabadeg, tijalike, tijalikeh, pijalikeh, najong, kadiklek, salah urat, nu hade, ngahade, hade-hade, sing hade,mang hade, geraan,gegeraan, ngumbah suku, ngaberesihan suku, sibanyeu, ngapung, mengkol, nikung, jeblog, ngojay, ngacepruk, hambekan, nenjo, hameuay, hamuay, ngaheuay, ngalonjor,
ngerebes, berbaring, nembak, ngahajar, ngagebuk, maling, madog, gagaru, ngagawe, ngaguling, meret, memeret, ngabekeum, daang, dihem-hem, ngisep, ngisap,ngambu, oteh, ocon,bajulat, di ten dan buah atep.
3) Tingkat kekerabatan bahasa yang ada di Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor berdasarkan perhitungan dialektometri yang mengacu pada proses permutasi untuk tingkat kekerabatan bahasa berdasarkan penghitungan morfologi pada leksikon ditemukan dua perbedaan yaitu diperoleh perbedaan subdialek di Desa Cibunar dengan Desa Parungpanjang, Desa Cibunar dengan Desa Gintungcilejet, Desa Parungpanjang dengan Desa Pingku dan Desa Gintungcilejet dengan Desa Dago. Sementara itu, perbedaan dialek yaitu di Desa Cibunar dengan Desa Pingku, Desa Cibunar dengan Desa Dago, Desa
(4)
336
Parungpanjang dengan Desa Gintungcilejet, Desa Parungpanjang dengan Desa Dago, Desa Pingku dengan Desa Gintungcilejet dan Desa Pingku dengan Desa Dago. Untuk tingkat kekerabatan bahasa berdasarkan penghitungan fonologi ditemukan dua perbedaan yaitu diperoleh perbedaan subdialek yaitu di Desa Parungpanjang dengan Desa Pingku. Sementara itu, perbedaan dialek yaitu di Desa Cibunar dengan Desa Parungpanjang, Desa Cibunar dengan Desa Pingku, Desa Cibunar dengan Desa Gintungcilejet, Desa Cibunar dengan Desa Dago, Desa Parungpanjang dengan Desa Gintungcilejet, Desa Parungpanjang dengan Desa Dago, Desa Pingku dengan Desa Gintungcilejet, Desa Pingku dengan Desa Dago dan Desa Gintungcilejet dengan Desa Dago
5.2 Saran
1) Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor khususnya di lima titik pengamatan, yaitu Desa Cibunar, Desa Parungpanjang, Desa Pingku, Desa Gintungcilejet dan Desa Dago sehingga data yang diperoleh hanya mencakup deskripsi perbedaan dan korespondensi bunyi yang dipetakan di lima titik pengamatan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukan adanya penggunaan bahasa Indonesia dan bahasa-bahasa yang menjadi ciri khas Kecamatan Parungpanjang, kemungkinan besar ditemukan juga di Kecamatan lain yang belum diteliti. Maka dari itu, disarankan untuk melakukan penelitian lanjutan, baik secara sinkronis maupun diakronis.
2) Berdasarkan adanya perbedaan bahasa dan ciri khas bahasa dari daerah yang diteliti, kemungkinan ditemukan pula di penelitian lain di tempat yang berbeda. Disarankan untuk membandingkan perbedaan tersebut sehingga nantinya dapat dilihat bahwa bahasa yang menjadi ciri khas ditempat yang diteliti ternyata khas juga di tempat lain.
(5)
Siti Rahmawati, 2013
DAFTAR PUSTAKA
Abdulgani, Boi. 2008. “Geografi Dialek Bahasa Daerah di Kecamatan
Padarincang Kabupaten Serang Provinsi Banten”. Skripsi Universitas Pendidikan IndonesiaBandung: Tidak diterbitkan.
Ayatrohaedi. 1983. Dialektologi Sebuah Pengantar. Jakarta: Pusat Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
Ayatrohaedi. 2002. Pedoman Praktis Penelitian Dialektologi. Jakarta: Pusat Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta. Coolsman, S. 1985. Tata Bahasa Sunda. Jakarta: Djambatan.
Danadibrata, R. A. 2009. Kamus Basa Sunda. Bandung: Kiblat dan Unpad.
Djajasudarma, Fatimah. 2006. Metode Linguistik; Ancangan Metode Penelitian dan Kajian. Bandung: PT Refika Aditama
Fernandez, Inyo Yos. 1994. Dialektologi Sinkronis dan Diakronis. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Keraf, Gorys. 1996. Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka.
Kridalaksana, Harimurti. 1984. Kamus Linguistik Edisi Kedua. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik Edisi Ketiga. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kridalaksana, Harimurti. 2005. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Lauder, Multamia RMT. 2002. “Revaluasi Konsep Pemilihan Bahasa dan Dialek
untuk Bahasa Nusantara”. Dalam jurnal makara, sosial humaniora, volume
6, juni, nomor 1:37-44.
Mahsun. 1995. Dialektologi Diakronis; Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
(6)
338
Mulyawati, Hesty. 2007. “Geografi Dialek Bahasa Sunda Kota Banjar”. Skripsi
Universitas Pendidikan Indonesia Bandung: Tidak diterbitkan.
Muslich, Masnur. 2008. Fonologi Bahasa Indonesia: Tinjauan Deskriptif Sistem Bunyi Bahasa Indonesia. Jakarta: Bumi Aksar.
Nadra. 2009. Dialektologi: Teori dan Metode. Yogyakarta: CV Elmatera.
Nurhasanah, 2007. “Geografi Dialek Bahasa Sunda di Kabupaten Subang”.
Skripsi Universitas Pendidikan Indonesia Bandung: Tidak diterbitkan.
Rizal, Adam. 2012. “Geografi Dialek Bahasa Sunda Kecamatan Jampang Kulon
Kabupaten Sukabumi”. Skripsi Universitas Pendidikan Indonesia Bandung: Tidak diterbitkan.
Sastromiharjo, Andoyo. dkk. 2010. “Pemetaan Perbedaan Isolek Di Kabupaten Indramayu”. Laporan Penelitian Hibah Kompetitif Universitas Pendidikan Indonesia Bandung: Tidak diterbitkan.
Satriya, Sri. 1997. “Bahasa Sunda Di Kabupaten Brebes”. Makalah Surabaya:
Tidak diterbitkan.
Sudaryat, Yayat. dkk. 2007. Tata Basa Sunda Kiwari. Bandung: Yrama Widya. Suriamiharja, Agus. dkk.1984. Geografi Dialek Sunda Kabupaten Bogor. Jakarta:
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Sutawijaya, Alam. dkk. 1985. Struktur Bahasa Sunda Dialek Bogor. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.