BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Politik Pembangunan Indonesia-Cina (Studi Kasus : Terhadap Perbandingan Masa Pemerintahan Soeharto dan Deng Xiaoping)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

  Negara merupakan integrasi dari kekuasaan politik, dan organisasi pokok dari kekuasaan politik. Negara merupakan alat (agency) dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan-hubungan manusia dalam masyarakat dan menertibkan gejala-gejaka kekuasaan dalam masyarakat. Manusia hidup dalam suasana kerjasama, sekaligus suasana antagonis dan penuh pertentangan. Negara adalah organisasi yang dalam suatu wilayah dapat memaksakan kekuasaanya secara sah terhadap semua golongan kekuasaan lainnya dan yang dapat menetapkan tujuan-tujuan dari kehidupan bersama itu, serta menetapkan cara-cara dan batas-batas sampai dimana kekuasaan dapat dipergunakan dalam kehidupan bersama, baik oleh individu, golongan atau

  1 asosiasi, maupun oleh negara sendiri.

  Namun dalam hal ini negara tidak terlepas dari sebuah politik yang berorientasi kepada masyarakat, kekuasaan yang di dapatkan berawal dari kedaulatan rakyat yang mempunyai hak untuk pengambilan atau keputusan yang berdampak kepada kesejahteraan. politik adalah sistem konsep resmi yg menjadi landasan atau pedoman perilaku (dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak) dalam perpolitikan negara.

  Demokrasi yang dianut indonesia, yaitu demokrasi berdasarkan pancasila, masih dalam perkembangan dan mengenai sifat-sifat dan ciri-cirinya terdapat pelbagai tafsiran serta pandangan. Tetapi yang tidak dapat disangkal ialah bahwa beberapa nilai pokok dari demokrasi konstitusional cukup jelas tersirat di dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang belum diamandemen. Selain itu Undang- Undang Dasar kita menyebut secara eksplisit dua prinsip yang menjiwai naskah 1                                                             

  Miriam Budiardjo. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik, Edisi Revisi, Jakarta: Gramedia, Hal. 47-48 itu, dan di catumkan dalam Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 mengenai Sistem Pemerintahan Negara yaitu: 1.

  Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (Rechtsstaat). Negara indonesia berdasarkan atas Hukum (Rechtsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machtsstaat).

2. Sistem Konstitusional. Pemerintahan berdasarkan atas Sistem Konstitusi

  (Hukum Dasar), tidak bersifat Absolutisme (Kekuasaan yang tidak terbatas). Berdasarkan dua istilah Rechtsstaat dan sistem konstitusi, maka jelaslah bahwa demokrasi yang menjadi dasar dari Undang-Undang Dasar 1945 yang belum diamandemen ialah demokrasi kontitusional. Disamping itu corak khas demokrasi indonesia, yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dimuat dalam pembukaan Undang-Undang Dasar. Demokrasi konstitusional mencita-citakan pemerintah yang terbatas kekuasaanya, suatu Negara Hukum (Rechtsstaat) yang tunduk kepada rule of law. Sebaliknya, demokrasi yang mendasarkan dirinya atas komunisme mencita-citakan pemerintah

  2 yang tidak boleh dibatasi kekuasaanya (machsstaat), dan yang bersifat totaliter.

  Republik Rakyat Cina (RRC) adalah sebuah negara komunis yang terdiri dari hampir seluruh wilayah kebudayaan, sejarah, dan geografis. Sejak didirikan pada tanggal 1 Oktober 1949 Cina telah dipimpin oleh Partai Komunis Cina (PKC), Hal ini yang menjadi kekuatan penuh dalam menjalankan sistem politik bahwa Partai Komunis Cina akan mengambil langkah-langkah lebih terbuka dan menjalankan sistem yang lebih demokratis atau pluralistis. Namun, pada kenyataannya PKC dewasa ini adalah satu-satunya kekuatan politik di Cina yang terorganisir dengan baik. Pada masa Revolusi Kebudayaan, politik menjadi komando dalam segala segi kehidupan. Keputusan-keputusan yang berkaitan 2                                                             

  Ibid, Hal. 106-107 dengan politik dan ekonomi harus disesuaikan dengan perangkat-perangkat ideologis.

  Deng Xiaoping muncul dan mengganti tujuan nasional menjadi pembangunan ekonomi dan ideologi baru yang disebut “melihat kebenaran dari kenyataan-

  3 kenyataan”.

  Akan tetapi setiap negara, terlepas dari ideologinya, menyelenggarakan beberapa minimun fungsi yang mutlak perlu, yaitu:

  1. Melaksanakan penertiban (law and order). Untuk mencapai tujuan bersama dan mencegah bentrokan-bentrokan dalam masyarakat, negara harus melaksanakan penertiban. Dapat dikatakan bahwa negara dapat bertindak sebagai stabilisator.

  2. Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Dewasa ini fungsi ini sangat penting, terutama bagi negara-negara baru.

  3. Pertahanan. Hal ini diperlukan untuk menjaga kemungkinan serangan dari luar. Untuk ini negara dilengkapi dengan alat-alat pertahanan.

  4. Menegakkan keadilan. Hal ini dilaksanakan melalui badan-badan

  4 peradilan.

  Negara strukturalis klasik yang sering diklaim sebagai basis teoritis- konseptual negara modern dengan bapak pembangunannya Max Weber, selalu menganggap bahwa negara merupakan agen yang berhak melakukan monopoli penggunaan kekerasan fisik dan mampuh memaksakan kehendaknya atas masyarakat, karena negara memiliki kekuasaan otoritatif yang sah. Tugas utama negara adalah menjamin ketertiban masyarakat melalui agen-agennya yaitu, polisi, tentara, dan birokrasi dengan usaha sungguh-sungguh untuk menciptakan lahirnya kepatuhan masyarakat terhadap negara. Konsep-konsep negara yang lahir dari kajian terhadap negara ini yang kurang mendukung demokrasi adalah negara 3                                                              4 Umar Suryadi Bakri. 1996. Pasca Deng Xiaoping, Cina Quo Vadis. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Hal. 5 Miriam Budiardjo. Hal. 55-56 birokratis (bureaucratic state) yang dikembangkan oleh Riggs, negara organik (organic state) yang dicetuskan oleh stepan dan negara korporatis (corporatise

  

state ). Tipe negara korporatis, melihat negara dalam posisi yang sangat otonom

  karena masyarakat dianggap sebagian dari negara, sedangkan negara organik dan negara korporatis melihat negara sebagai representasi kepentingan publik. Baik negara birokratis, negara organik, maupun negara korporatis merupakan kategori negara otoritarian yang bercorak masif dan represif. Tipe negara ini paling rentan menghadapi gempuran krisis, walaupun dipermukaan tampaknya negara ini sangat otonom dan mampuh mengambil keputusan yang tepat dalam mengatasi setiap persoalan.

  Negara Orde Baru dalam banyak hal bersinggungan langsung dengan ketiga corak dan bentuk negara tersebut dengan kemenonjolannya yang unik terhadap peran besar Soeharto sebagai pelaku utama yang beridiri diatas

  

instrumentarium kekuasaan. Dalam negara birokratik Orde Baru, peran birokrasi

  sebagai aparatur negara cenderung diterjemahkan sebagai alat Soeharto yang melakukan regulasi dan pengaturan yang ketat terhadap kehidupan publik. Disini Soeharto bertindak sebagai sang administrator yang memainkan peran sentral dengan menyelipkan kepentingan terselubung dalam pemanfaatan tugas-tugas birokrasi, tetapi juga Soeharto sangat tergantung kepada struktur birokratik yang mampuh memberikan lisensi jaminan kepada Soeharto untuk menanggulangi akibat-akibat yang ditimbulkan oleh proses difererensiasi sebagai salah satu hasil modernisasi yang dapat membawa malapetaka bagi kekuasaan Soeharto sendiri. Golkar sebagai kekuatan legitimatif untuk memperbaharui kekuasaan Soeharto, justru mendapatkan kesemuan legitimasi itu dalam setiap Pemilu Orde Baru, walaupun secara eksplisit diatas kertas tertulis kemenangan besar Golkar dalam

  5 pemilihan. 5                                                              Gregorius Sahdan. 2004. Jalan Transisi Demokrasi Pasca Soeharto. Bantul: Pustaka Jogja Mandiri. Hal.

  107-111

  Tentara sendiri (ABRI) yang seharusnya merupakan alat negara yang bertugas menjaga pertahanan dan keamanan, memberikan perlindungan kepada masyarakat, dan menjamin hak-hak- politik masyarakat, justru terjebak dalam permainan politik Orde Baru dengan tidak malu-malu menghalau para perwira potensialnya untuk menduduki jabatan politis seperti menjadi Gubernur, Bupati atau menjadi Kepala Desa dengan tujuan untuk menegakkan Pancasila dan UUD 1945, menjaga stabilitas politik dan mengawasi jalannya pembangunan sesuai dengan instruksi Soeharto sebagai komandernya.

  Dalam kenyataanya, tentara, birokrasi, dan Golkar justru menjadi mesin yang tangguh bagi kekuasaan Soeharto. Melalui mesin-mesin ini, Soeharto memekarkan struktur kekuasaanya memperluas patron bisnisnya dan menghalau para penentangnya dengan jaminan konsensi, lisensi dan kontrak politik berupa pangkat, jabatan, dan kedudukan yang seimbang dengan pola kerja dan mesin-

  6 mesin ini.

  Sejak awal sudah disadari oleh militer bahwa keikutsertaan partai-partai politik pada masa demokrasi parlementer dan demokrasi terpimpin pada masa Soekarno, hanya sebagai mesin pelindung bagi kepentingan sebagian kelompok masyarakat saja, bahkan tak jarang menimbulkan instabilitas politik. Oleh karena itu, militer pada dasarnya adalah sangat antipartai. Pihak militer berpendapat bahwa kesadaran militer untuk memberikan kekuasaan pada partai-partai politik justru akan membuat instabilitas politik. Namun demikian, Harold Crouch dalam buku “Militer dan Politik di Indonesia” menyebutkan bahwa pandangan pihak militer terpecah menjadi dua kelompok meskipun mereka sama-sama anti partai.

  Kelompok pertama adalah kelompok militan atau berhaluan keras yang ingin mengubah struktur politik dengan sistem dwigrup (dwi partai). Kelompok ini terdiri dari sekelompok perwira senior yang terpengaruh oleh anggota Partai Sosialis Indonesia (PSI) serta erat hubungannya dengan para mahasiswa dan para 6                                                             

  Ibid. Hal. 111-112 cendekiawan yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) dan Kesatuan Sarjana Indonesia (KASI). Mereka berpendapat bahwa harus diambil tindakan tegas untuk mencgah timbulnya kembali partai-partai sebagai kekuatan lokal dan nasional, serta militer harus bersandar pada kesatuan aksi untuk mendapat dukungan.

  Sedangkan kelompok kedua adalah kelompok moderat. Meskipun mereka juga anti partai, mereka tetap ingin mempertahankan sistem politik yang ada tanpa perubahan yang radikal, tetapi secara bertahap dan alami. Kelompok moderat sangat menyadari pengaruh besar partai di kalangan masyarakat. Mereka menyadari bahwa partai-partai yang telah mapan itu mempunyai dukungan massa yang kuat dan mengakar dimasyarakat. Jika mereka ditindak mereka bisa menghimpun oposisi rakyat untuk melawan pemerintah sehinggah sulit bagi militer untuk menyingkirkannya.

  Pertarungan dua kelompok tersebut akhirnya dimenangkan oleh kelompok moderat pro-stabilitas keamanan yang menginginkan perubahan secara bertahap. Presiden Soeharto tetap memilih jalan demokratis, tidak akan mengubah struktur politik dengan paksaan, lebih-lebih dengan membubarkan partai-partai politik. Tindakan demikian, apapun alasannya, bukanlah langkah yang baik dan bijaksana karena dapat menimbulkan kesan bahwa pemerintah Orde Baru mengarah pada diktatorisme. Soeharto berpendapat bahwa penguatan sistem dan kehidupan

  7 politik harus dijalankan dengan jalan demokratis, yaitu lewat pemilihan umum.

  Orde Baru telah berhasil dalam mengentaskan rakyat Indonesia dari kemiskinan. Banyak program modenisasi yang ditempuh, berbagai bentuk pembangunan sarana-sarana umum, berikut pesatnya penanaman modal asing di Indonesia, merupakan tanda akan betapa suksesnya Orde Baru dalam membangun bangsa. Ditengah “sukses” itu pemerintah Orde Baru merasa perlu dan wajib 7                                                             

Arif Yulianto. 2002. Hubungan Sipil Militer di Indonesia Pasca ORBA di Tengah Pusaran Demokrasi.

  Jakarta. PT Raja Gravindo Persada. Hal. 248-252 untuk mengangkat Presiden Soeharto sebagai “Bapak Pembangunan”.

8 Pembangunan dipandang sebagai kata kunci yang membawa kemakmuran

  masyarakat. Lahirnya berbagai simbol modernitas dan terciptanya segala bentuk kemudahan yang terjadi selama Orde Baru dirasakan sebagai bukti keberhasilan rezim tersebut. Angka pertumbuhan ekonomi yang dikatakan mencapai tujuh persen per tahun menjadi tolak ukur yang populer mengenai kejayaan Orde Baru.

  Demikianlah, Soeharto memulai Orde Baru dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis mengubah luar negeri dari jalan yang di tempuh oleh Soekarno pada masa akhir jabatannya. Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh nya melalui struktur administratif yang didominasi militer namun dengan nasehat dari ahli

  9 ekonomi didikan barat.

  Untuk membangun bangsa indonesia dari keterpurukan, Soeharto tentu memiliki konsep dasar sebagai landasan ia bekerja. Untuk itu, Soeharto memperkenalkan konsep Trilogi Pembangunan pada awal pelita I.

  Soeharto membangun fondasi pembangunan Indonesia yang dikenal dengan “Akselarasi Pembangunan 25 tahun dengan 8 jalur pemerataan” dengan konsep dasar Trilogi Pembangunan, yaitu Stabilitas Nasional, Pertumbuhan

  

Ekonomi dan Pemerataan. Ini artinya, stabilitas nasional mutlak diperlukan bila

  pertumbuhan ekonomi akan digalakkan atau dilaksanakan. Bila pertumbuhan ekonomi berjalan, maka pemerataan pembangunan menjadi tujuan dan dapat dilaksanakan. Karena itu bagi Soeharto, rehabilitasi politik dalam rangka stabilitas nasional menjadi perlu. Berikutnya, mengacu kepada pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di segala bidang, hinggah bermuara pada pemerataan hasil-hasil pembangunan bagi seluruh bangsa Indonesia. 8                                                              9 Asvi Warman Adam. 2006. Soeharto Sehat. Yogyakarta: Galang Press. Hal. 22 Ibid. Hal. 74

  Ini karena Soeharto menetapkan Trilogi pembangunan, yaitu (1) Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya akan menuju tercapainya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. (2) Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, dan (3) Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis pada gilirannya berbuah pada kemajuan bangsa dan rakyat Indonesia secara keseluruhan.

  Soeharto meletakkan dasar-dasar pembangunan berkelanjutan melalui Pelita, dan menetapkan Trilogi Pembangunan sebagai starategi untuk tinggal landas menuju masyarakat Indonesia yang adil dan sejahtera. Stabilitas nasional dibutuhkan agar bisa dilakukan pembangunan (pertumbuhan ekonomi) dan setelah adanya pertumbuhan ekonomi maka dapat dilakukan pemerataaan. Maka menurut Soeharto, stabilitas nasional diperlukan untuk kelancaran pembangunan, juga untuk menarik minat para investor asing guna ikut menggerakkan roda ekonomi dan membuka lapangan kerja. Sebab, tanpa pertumbuhan ekonomi tidak akan ada pemerataan hasil-hasil pembangunan.

  Stabilitas Pembangunan ─Stabilitas Nasional, Pertumbuhan Ekonomi dan

  Pemerataan ─ adalah memang strategi kunci pembangunan yang dilaksanakan dalam pemerintahan Soeharto. Hal ini juga ditiru oleh negara-negara tetangga kita seperti Singapura dan Malaysia yang sangat efektif dalam melaksanakan demokrasi. Karena itu kedua negara tersebut hinggah kini terus mengalami

  10 kemajuan.

  Sekarang kita melihat Republik Rakyat Cina (RRC) yang disanjung sebagai sebuah negara penerap eksperimen pembangunan sosialis yang berhasil. Negara tersebut menerapkan sistem dengan pengerahan tenaga kerja yang besar atau sistem padat karya dalam praktik pembangunannya, sehinggah diidentifikasikan sebagai model pembangunan yang mendukung partisipasi 10                                                             

  Dewi Ambar Sari. 2006. Beribu Alasan Rakyat Mencintai Soeharto. Jakarta Citra. Hal. 147-148 rakyat. Strategi pembangunan berdikari RRC yang bersumber dari prinsip swadayanya Mao Zedong, dikenal secara umum oleh masyarakat dunia. Pembangunan RRC yang bertujuan dasar memberantas kemiskinan absolut, dengan memusatkan perhatian terhadap upaya pemenuhan kebutuhan pokok rakyat dan penciptaan kesempatan kerja penuh dalam ekonominya. Ternyata mencapai tingkat pemerataan yang lebih baik dari negara sedang berkembang pada umumnya.

  Pada tahun 1949 kaum komunis mulai berkuasa, segala bentuk kegiatan ekonomi diluar jalur resmi dalam skala kecil apapun, dianggap sebagai kegiatan diluar hukum dan mendapat cap sebagai “ekor kapitalis”. Dalam hal penguasaan pemerintah atas segala kegiatan ekonomi masyarakat ini pemerintah Republik Rakyat Cina (RRC) terutama pada masa Mao Zedong (1949-1976) bertindak lebih ekstrim. Bukan hanya kegiatan ekonomi saja yang diatur pemerintah, tetapi segala macam kehidupan masyarakat di Cina. Sistem ini lebih diperketat lagi pelaksanaanya dengan berlakunya hukum besi “politik sebagai panglima” yang ditekan oleh Mao Zedong sebagai pendiri RRC dan seorang yang revolusioner. Dalam hal ini ia berpendapat bahwa yang paling terpenting dalam kehidupan Rakyat Cina adalah “kesadaran politik yang benar” hanya dengan kesadaran politik yang benar itulah tugas bisa dijalankan dengan benar. Tetapi terlepas dari hal itu bahwa masa kepemimpinannya tidak berjalan dengan benar, terlalu

  11 mementingkan politik dan menelantarkan pembangunan ekonomi.

  Reformasi ekonomi Cina dimulai era Deng Xiaoping pada tahun 1976 dimana memiliki pemikiran yang berbeda dengan Mao Zedong mengenai strategi pembangunan yang selayaknya dijalankan RRC. Deng Xiaoping memandang prioritas pemerataan ekonomi seperti yang digariskan Mao, memperlambat RRC dalam mencapai kemajuan yang diharapkan. Strategi pembangunan Mao yang radikal telah mengakibatkan biaya sosial yang besar dan membawa pengaruh 11                                                             

  

Poltak Partogi Nainggolan. 1995. Reformasi Ekonomi RRC Era Deng Xiaoping, Pasar Bebas dan Kapitalisme di Hidupkan lagi . Jakarta: Pustaka Sinar Harpan. Hal. 17-19 buruk pada terhambatnya gerak laju pembangunan RRC. Deng Xiaoping seorang komunis tulen tetapi berbeda dengan Mao Zedong. Deng tidak menganggap politik sebagai panglima. Bagi Deng, pandangan politik haruslah komunis, tetapi ekonomi tidak harus. Sebab tujuan pembangunan ekonomi China adalah kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Tidak peduli apakah jalan yang ditempuh untuk itu ditempuh jalan kapitalis. Berkat pandangan-pandangan Deng yang kapitalis itulah reformasi ekonomi China Daratan begemuruh.

  Sesuatu hal yang baru dalam pemikiran Deng Xiaoping untuk membawa Cina lebih maju dan bebas dari keterpurukan, dengan menerapkan emansipasi pikiran rakyat yang hanya dipahami oleh konteks waktu. Hampir 1 milliar manusia terbelah dalam pertarungan kelas harus disatukan dalam satu tujuan bersama untuk mentransformasi bangsa. Kekuatan destruktif revolusi kebudayaan harus diubah menjadi energi konstruktif untuk membangun China baru. China pada bulan Mei 1978, dimana Deng Xiaoping mengambil langkah pertama dan penting bagi perjalanan China menuju modernitas serta ekonomi pasar saat dia berseru kepada rakyatnya “Kita perlu menjalankan emansipasi besar dalam pola pikir kita.”

  Perkembangan dinamika arahan top-down dan pemerintah China dan inisiatif bottom-up, itulah sistem yang diterapkan oleh Deng Xiaoping untuk membentuk rakyatnya dengan model yang baru yang disebut “demokrasi vertikal.” Orang China percaya bahwa kita semua dilahirkan saling berhubungan, dan setiap individu adalah bagian dari keseluruhan. Harmoni dengan orang lain adalah kunci hidup ditengah masyarakat tradisional China. Akuntabilitas personal tidak sepenting kualitas hubungan anda dengan orang disekitar anda. Dalam gambaran ini, politik tidak dijalankan oleh partai atau politisi yang saling bersaingan, tetapi mulai musyawarah dengan proses top-down dan botton-up. Proses ini dimulai setelah reformasi dimulai pada tahun 1978 status politik rakyat mengalami perubahan mendasar. Dengan dimulainya emansipasi pikiran, opini

  12 perlahan mulai beragam, dan suara dari bawah mulai didengar.

  Deng Xiaoping sangat kreatif dikembangkan dan diperkaya prinsip hidup berdampingan secara damai dan mengembangkan hubungan persahabatan dan kerjasama dengan semua negara-negara lain dengan meningkatkan perbedaan antara sistem sosial dan ideologi. Deng Xiaoping diusulkan untuk membangun tatanan internasional yang baru untuk membangun, tidak hanya tatanan ekonomi baru internasional, tetapi orde baru politik internasional yang membangkitkan dampak yang luar biasa dalam komunitas internasional . Ini akan menjadi tatanan internasional yang baru yang secara diametral bertentangan dengan hegemonisme dan politik kekuasaan dan yang bertujuan untuk mereformasi tatanan lama saat tidak adil dan tidak masuk akal. Disini menujukkan hegemonisme dalam bentuk apapun sekarang harus berakhir , dan harus dilakukan upaya untuk membangun tipe baru negara -negara ke hubungan. Urusan berbagai negara harus ditangani oleh orang-orang mereka sendiri, dan berbagai negara di dunia harus berpartisipasi dalam urusan internasional pada pijakan yang sama. Dia menganjurkan menggunakan ide-ide baru dan metode untuk menyelesaikan perbedaan dan perselisihan antara negara-negara dan menentang beralih ke

  13 penggunaan atau ancaman kekerasan.

  Reformasi ekonomi RRC pasca 1978 dibawah pemerintahan Deng Xiaoping telah memberikan dampak kepada masyarakat untuk untuk terjun kedalam kenyataan agar dapat menemukan cara untuk memodernisasikan negerinya. Maka langkah yang yang dikemukakannya tersebut, sudah mantap dan tidak akan tergoyahkan, sekalipun ia menyadari akan menghadapi berbagai tantangan. Tetapi bagi Deng, apa yang dijalankan sekarang memang 12                                                             

  

Jhon & Doris Naisbitt. 2010. China’s Megatrends: 8 Pilar yang Membuat Dahsyat China. Jakarta: PT 13 Gramedia Pustaka Utama. Hal. 34-35 Chinese Party Journal Stresses Role of Deng Xiaoping Theory in Development dalam http://search.proquest.com/docview/461074845/24A7F94F8EC94282PQ/3?accountid=50257 diakses pada 31 Mei 2014. membutuhkan ketabahan, dan bila tidak dilaksanakan masa depan RRC akan lebih sulit lagi. Jadi, pembaharuan ekonomi RRC yang diterapkan oleh Deng Xiaoping adalah: 1.

  Penghapusan Komune Rakyat 2. Penghapusan Monopoli Negara 3. Liberalisasi Usaha dan Manajemen 4. Pembukaan Diri Terhadap Modal Asing

  14 5.

  Integrasi dalam Perekonomian Internasional. Inilah konsep Deng Xiaoping mengenai sosialisme yang dijalankan dengan karakteristik China. Prioritas diletakkan pada pembangunan ekonomi, dengan menggeser tekanan pada terminologi sosialisme China dengan pertumbuhan ekonomi dan tujuan akhir kemakmuran bersama. Dalam hal ini, prinsip ekonomi pasar adalah netral secara ideologis dan reformasi ekonomi merupakan sebuah orientasi. Karenanya, Deng dalam pemikirannya mempromosikan peran sektor non negara dan perdangangan, dan menjalankan secara gencar pintu terbuka untuk menarik modal asing dan teknologi.

  Unsur penting lain di luar kata kunci pembangunan dan ekonomi pasar, adalah rasionalisasi politik dan bukan demokratisasi. Deng mendesak perbaikan efesiensi sistem politik tanpa perubahan secara mendasar. Deng berpikir, demokrasi yang didasarkan atas perbedaan politik akan memecah-belah RRC dan mempersulit transisi menuju ekonomi pasar. Tetapi, otoritasme dibutuhkan. Dalam hal ini, Deng menginginkan bentuk otoriterisme yang probisnis, sebagai bentuk kombinasi negara yang kuat dan soft economy, dengan keberadaan partai yang elitis untuk mendorong reformasi dan menangkal tekanan-tekanan dari

  15 kelompok-kelompok sosial tertentu dan kepentingan-kepentingan partisipan. 14                                                              15 Poltak Partogi Nainggolan, Ibid. Hal. 142 Ibid. Hal. 164 Deng Xiaoping berhasil dengan berbagai yang dibuat saat melakukan reformasi ekonomi yang mencakup ruang lingkup aspek ekonomi makro, perubahan pertanian, kinerja industri, energi, investasi asing, perdangangan luar negeri dan konsumsi serta standar hidup di Cina. Hal ini yang menjadi faktor-fator penting dalam pertumbuhan ekonomi Cina untuk meningkatkan pembangunan dalam semua dimensi kehidupan dan menjadikan masyarakat Cina lebih merasakan kesejahtraan dan kemakmuran. ini tidak terlepas dari badan pemerintahan di Cina terutama dalam masa kepemimpinan Deng Xiaoping yang

  16 menjadikan tolak ukur demi kemajuan dan perkembangan Cina jauh kedepan.

  Selain itu, adanya kekuatan penuh didalam Partai Komunis Cina (PKC) yang dianggap sebagai partai tunggal yang memberikan pengaruh besar dalam pemerintahan, dimana partai ini mempunyai fungsi dan peran yang sangat besar terhadap jalannya politik di China sebagai kekuatan penuh. Partai ini selalu mengambil langkah-langkah yang terbuka dalam menjalankan sistem yang lebih demokratis atau pluralistis. Dimana PKC itu sendiri merupakan kekuatan penuh yang berada dalam tubuh pemerintahan RRC yang selalau terorganisir dengan baik. Militer juga merupakan sebagai pertahanan nasional, dimana militer China mempunyai dua kekuatan militer yaitu militer yang dimiliki oleh kaum komunis bernama Tentara Pembebasan Rakyata (TPR) dan militer dibawah aliran nasionalis dengan nama Tentara Revolusioner Nasioalis. Tetapi yang menjadi kekuatan dalam pertahanan China adalah Tentara Revolusioner Nasionalis sebagai kekuatan utama. Hubungan Sipil-militer tidak jauh berbeda karena pemimpin militer mempunyai jabatan di partai, begitu pula pemimpin partai mempuyai pengalaman militer. Jadi tidak membedakan posisi militer dan sipil, bahkan militer ikut dalam pembuatan nasional. Keterlibatan militer dalam arena politik akan mengakibatkan terjadinya perpecahan yang berdampak pada instabilitas 16                                                             

  China Stays on Path of Reform, Opening up in post Deng Xiaoping dalam http://search.proquest.com/docview/460928356/24A7F94F8EC94282PQ/18?accountid=50257, Pada 28 Mei 2014   politik. Ketika masa Deng Xiaoping tahun 1977, militer malakukan penarikan diri dari dunia politik dan kembali kepada tugas militer yang berpolitik pasif. Hal ini yang diterapakan oleh Deng, supaya tidak terlalu ikut dalam masalah-masalah politik-ekonomi dan lebih memperkuat kekuatan nasional atau fungsi militer

  17 daripada fungsi politik.

  Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan diatas, Peneliti memiliki ketertarikan untuk membahas perbandingan dan analisis untuk mengenal bagaimana politik pembangunan yang dibuat oleh Indonesia dan China, terutama di masa Soeharto dan Deng Xiaoping. Dimana kedua-duanya memiliki kekuatan dalam menjalankan roda pemerintahan. Dimana Soeharto yang lebih menekankan kepada pertumbuhan ekonomi dengan mempunyai beberapa elemen sebagai kekuatan sehinggah lahirnya Orde Baru, dan dimasa Deng Xiaoping sebagai reformasi ekonomi China. Maka dalam hal ini peneliti mengangkat judul penelitian ini dengan “ Politik Pembangunan Indonesia-China (Studi kasus: Terhadap Perbandingan Masa Pemerintahan Soeharto-Deng Xiaoping)”.

1.2 Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “ Bagaimana Perbandingan

  

Politik Pembangunan Indonesia-China di Masa pemerintahan Soeharto dan

Deng Xiaoping?” 17                                                              Arif Yulianto. Hal. 202-204

1.3 Pembatasan Masalah

  Pembatasan masalah berfungsi untuk membatasi pembahasan yang diangkat dalam sebuah karya ilmiah/penelitian agar tidak melebar dan tetap pada jalur permasalahan yang akan diteliti. Yang menjadi batasan masalah dalam penelitian ini adalah objek penelitian yang dilakukan fokus pada:

  1. Menggambarkan Politik Pembangunan yang telah dibuat dimasa pemerintahan serta bidang politik, dan ekonomi oleh Soeharto dan Deng Xiaoping.

2. Analisis pengguna dan pembedah masa pemerintahan Soeharto dan Deng Xiaoping.

1.4 Tujuan Penelitian

  Adapun tujuan yang ingin dicapai atau didapatkan dari penelitian ini adalah:

  1. Untuk mengetahui politik Pembangunan yang dibuat oleh pemerintah Indonesia khususnya di masa pemerintahan Soeharto, dan politik Republik Rakyat Cina dimasa pemerintahan Deng Xiaoping.

  2. Untuk mengetahui perbandingan diantara keduanya, baik dimasa pemerintahan Soeharto maupun masa pemerintahan Deng Xiaoping.

1.5 Manfaat Penelitian

  Penelitian ini diharapkan mampuh memberikan masukan bermanfaat, baik bagi peneliti maupun kepada semua pihak yang secara umum, yaitu:

  1. Secara akademis penelitian ini bermanfaat sebagai penambah referensi dan menambah wawasan berpikir dikalangan mahasiswa, khususnya Departemen Ilmu Politik – FISIP USU.

  2. Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat untuk mengasah kemampuan berpikir dalam membuat karya tulis ilmiah dibidang politik dengan melihat fenomena yang terjadi, terutama dalam melihat politik pembangunan serta perbandingannya.

  3. Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan pengetahuan tentang politik pembangunan yang dilakukan oleh Indonesia terutama dimasa pemerintahan Soeharto dan Deng Xiaoping, serta menjadi sumbangan pemikiran bagi semua kalangan dalam membuat penelitian mengenai politik pembangunan dan perbandingan.

1.6 Kerangka Teori

  Landasan teori merupakan suatu yang sangat penting dalam penulisan karya ilmiah. Fungsi dari teori itu sendiri digunakan sebagai suatu landasan berpikir dalam menganalisis sebuah fenomena yang sedang diteliti. Teori merupakan serangkaian asumsi, konsep dan kontruksi defensi dan proposis untuk menerangkan sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antara konsep. Dengan kata lain, teori adalah hubungan suatu konsep dengan konsep

  18

  lainnya untuk menjelaskan fenomena tertentu. Dalam penelitian ini, teori yang digunakan adalah:

1.6.1 Teori Politik Pembangunan

  Teori-teori pembangunan pada umumnya berhubungan dengan pengalaman negara-negara maju dengan menitikberatkan pada kemajuan dan perubahan masyarakat yang dianggap mampuh menyelesaikan berbagai persoalan, khususnya kemiskinan. Proyek-proyek pembangunan yang dilakukan oleh negara- negara maju atau donor, biasanya ditransformasikan ke negara-negara berkembang. Karena itulah perspektif-perspektif pembangunan tradisional dinegara-negara yang kurang berkembang biasanya mengasumsikan kemungkinan 18                                                             

  Masri Singarimbun & Sofian Ependi. 1989. Metode penelitian Survey. Jakarta: LP3S. Hal. 37 pembangunan di setiap tempat, modal dan teknologi mungkin dapat disaring dari pengalaman negara maju untuk negara kurang berkembang. Penyebaran kapitalisme dipercayai, akan memecahkan masalah kemiskinan, kelaparan, kesehatan, dan sebagainya. Dimana inti dari teori pembangunan adalah persoalan

  19 perubahan sosial.

  Disamping persoalan perubahan sosial, pembangunan juga dimaknai sebagai sebuah proses dalam demokrasi yang menekankan peran institusi dan partai politik. Dalam kaitan ini, Burnell & Randal menegaskan bahwa proses- proses politik yang terjadi khususnya di negara-negara berkembang sangat berpengaruh terhadap apa dan bagaimana pembangunan direncanakan ataupun dihasilkan. Kelompok-kelompok kepentingan, termasuk partai politik dan gerakan civil society, para elit, pemerintahan berperanan dalam menentukan arah tujuan pembangunan yang ingin dicapai. Dimana proses demokrasi ataupun tidak demokrasi yang dijalankan di negara berkembang mempengaruhi bagaimana keberhasilan dalam pembangunan.

  Pandangan yang demikian, menegaskan bahwa konsep pembangunan banyak difahami sebagai proses tahap demi tahap menuju “modernitas”. Modernitas itu tercermin dalam bentuk kemajuan teknologi dan ekonomi seperti yang dilakukan oleh negara-negara industri maju. Mansour Faqih menjelaskan konsep pembangunan sebagai bentuk modernitas dan adopsi dari pengalaman barat karena menurutnya hal ini berakar pada sejarah barat melalui apa yang disebut Revolusi Industri. Sedangkan konsep pembangunan di Dunia ketiga, difahami sebagai perbaikan umum dalam standar hidup. Pembangunan juga di fahami sebagai sarana memperkuat negara, terutama melalui proses industrialisasi yang mengikuti pola yang beragam satu negara kenegara lainnya. 19                                                              Warjio. Dilema Politik Pembangunan PKS, Islam dan Konvesional. Medan: Perdana Publishing.

  Hal. 10

  Menurut Warjio (2013), peran pemerintah menjadi subjek utama pembangunan yakni memperlakukan rakyat sebagai objek, resipient atau penerima. Pemahaman yang demikian tentang pembangunan memberikan satu kesimpulan bahwa pembangunan sangat terkait erat dengan proses dan kepentingan politik lembaga-lembaga internasional ataupun kepentingan negara. Pembangunan juga merupakan hasil dari proses ataupun kepentingan elit politik

  20 pemerintah ataupun kelompok kepentingan dalam satu negara.

  Menurut Todaro, pembangunan adalah sebuah proses multi dimensional yang mencakup berbagai perubahan atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi, pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengetasan kemiskinan. Pembangunan juga diartikan sebagai suatu proses perubahan sosial dengan partisipasi yang luas dalam suatu masyarakat yang dimaksudkan untuk mencapai kemajuan sosial dan material (termasuk bertambah besarnya keadilan, kebebasan dan kualitas yang dihargai) untuk mayoritas rakyat melalui kontrol yang lebih besar yang mereka peroleh terhadap lingkungan mereka.

  Menurut Warjio (2013), Strategi pembangunan pada dasarnya adalah cara atau jalan yang terbaik untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan semula berdasarkan platform yang di buat. Karena itu strategi pembangunan yang baik akan dapat menghasilkan pencapaian tujuan yang diinginkan secara efesien dan efektif. Strategi pembangunan mestilah disesuaikan dengan kondisi, potensi yang dimiliki dan permasalahan pokok yang dihadapi serta sumber daya yang tersedia

  21 yang dapat dimanfaatkan untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan.

  Pada hakikatnya pembangunan harus mencerminkan perubahan sosial total suatu masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan, tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dan keinginan individu atau kelompok- 20                                                              21 Warjio. Ibid. Hal. 12 Ibid. Hal. 112 kelompok sosial yang ada didalamnya untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang serba lebih baik secara material maupun spritual.

  Politik pembangunan sebagai satu konsep diperlukan untuk menjelaskan bagaimana cara-cara (politik) atau strategi-strategi/aliran tertentu yang digunakan dalam konteks pembangunan mencapai sasarannya. Cara atau strategi tertentu ini dapat dilakukan oleh negara, institusi/organisasi ataupun partai politik. Oleh demikian, sesungguhnya pembangunan pada nya adalah hasil dari proses politik baik yang dilakukan oleh pemerintah dengan perang-perangkat lain seperti lembaga, partai politik atau bahkan kelompok masyarakat. Politik pembangunan juga diartikan sebagai cara, arah, untuk mencapai tujuan pembangunan, yang dipilih oleh pemerintah dalam melakukan perubahan sosial ke arah yang lebih baik berasaskan nilai-nilai yang dianut suatu negara tertentu dan pada waktu

  22 tertentu (time specifik).

  Politik pembangunan adalah satu terminologi yang merupakan gabungan antara konsep politik dan pembangunan. Konsep politik selama ini banyak diartikan sebagai perebutan kekuasaan. Menurut para pakar, inti pati politik adalah distribusi kekuasaan. Morgenthau mengistilahkan asas politik dengan the

  

struggle for power , perjuangan untuk mendapatkan kekuasaan. Namun demikian,

  dari pengertian diatas, politik sesungguhnya merupakan cara atau strategi untuk meraih kekuasaan dan dengan itu ia dapat menginplementasikan ide, gagasan atau ideologi perjuangan baik secara secara individu, kelompok atau negara.

  Sama dengan konsep politik, pembangunan juga merupakan satu konsep yang masih diperdebatkan dan menuai banyak kritik. Misalnya, sekelompok pemikir yang tergabung Dag Hammarsjkjold Foundation (Swedia) mengajukan apa yang disebut “Pembangunan yang lain” (Another Delopment). 22                                                             

  Ibid. Hal. 13

  Mereka percaya pembagunan harus berorientasi kebutuhan, sanggup mempertemukan keperluan materi dan non materi manusia, berasal dari hati masyarakat, percaya kepada diri sendiri, yang secara tidak langsung menyatakan bahwa setiap masyarakat intinya mengandalkan kekuatan dan sumberdayanya sendiri, mempunyai pertimbangan ekologis, pemanfaatan secara rasional sumberdaya biophere, dan didasarkan pada transformasi struktural serta keseluruhan yang terpadu. Dalam satu hal, kelompok ini menolak gagasan jalan pembangunan yang universal dan menganjurkan bahwa setiap masyarakat

  23 memiliki strateginya sendiri.

  Tidak dapat dipungkiri, peran pemerintah, sangat besar dalam proses pembangunan. Merujuk pada kenyataan seperti ini, pembangunan seringkali dihubungkan dengan nasionalisme, dan akhir-akhir ini dihubungkan dengan merujuk pada negara-negara yang sedang bangkit seperti Afrika, Asia dan Amerika Latin. Di negara-negara ini, dapat disaksikan satu “nasionalisme baru”, ia menjadi satu loyalitas politik umum dari satu kelompok yang berjuang untuk memperoleh kemandirian dan lingkungan kebangsaan. Disamping pembangunan dihubungkan dengan proses politik dan nasionalisme, pembangunan juga dihubungkan dengan modernisasi. pembangunan yang dihubungkan dengan modernisasi diasaskan pada asumsi pertumbuhan.

  Modernisasi sebagai gerakan sosial sesungguhnya bersifat revolusioner (perubahan cepat dari tradisi ke modern), berwatak kompleks, menjadi gerakan global dan bertahap menjadi satu homogenisasi dan bersifat progresif. Ada kepercayaan melalui modernisasi, pertumbuhan dapat dicapai dengan penerapan ilmu-ilmu dan teknologi Barat kepada problem produksi. Disisi lain, ia juga memberikan kesempatan yang luas atas bangkitnya institusi atau lembaga modern

  24 seperti partai politik, yang menggantikan institusi nasional. 23                                                             

Warjio. Politik Pembangunan Islam Pemikiran dan Implementasi. Medan: Perdana Publishing. Hal. 70-71

24  

     Warjio. Op.cit. Hal. 82

     

  Visi pembagunan adalah kondisi objektif pembagunan yang dicita-citakan dimasa depan dapat diwujudkan oleh seluruh lapisan masyarakat dalam periode tertentu. Bryson (1955) menjelaskan bahwa visi pembangunan didefinisikan sebagai kondisi yang ingin dicapai dimasa depan setelah menyampaikan strategi dan kegiatan pembangunan. Visi pembangunan yang baik adalah mengakomodasi masalah pokok yang sangat mendasar bagi masyarakat yang dirumuskan secara konkrit dan jelas serta dapat diwujudkan dalam kenyataan (operasinalnya) dan bukan hal yang muluk-muluk atau sulit untuk mewujudkannya.

  Dari pemahaman seperti itu dapat disimpulkan bahwa visi pembangunan memberikan paduan mengenai apa yang hendak dicapai pada masa depan. Masa depan yang ingin dicapai serta yang dicita-citakan. Namun demikian visi pembangunan adalah sebuah gambaran awal yang harus berpijak pada kenyataan yang diformulasikan dalam satu perancangan yang jelas akan menyebabkan

  25 ketidak tercapaian tujuan pembangunan.

  Politik pembangunan sebagai pedoman dalam pembangunan nasional memerlukan keterpaduan tata nilai, struktur, dan proses. Keterpaduan tersebut merupakan himpunan usaha untuk mencapai efisiensi, daya guna, dan hasil guna sebesar mungkin dalam penggunaan sumber dana dan daya nasional guna mewujudkan tujuan nasional. Karena itu, kita memerlukan sistem manajemen nasional. Sistem manajemen nasional berfungsi memadukan penyelenggaraan siklus kegiatan perumusan, pelaksanaan, dan pengendalian pelaksanaan kebijaksanaan. Sistem manajemen nasional memadukan seluruh upaya manajerial yang melibatkan pengambilan keputusan berkewenangan dalam rangka penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara untuk mewujudkan

  

26

ketertiban sosial, politik, dan administrasi. 25                                                              Ibid. Hal. 90 26    

http://blogspot.com/2012/03/politik-pembangunan-nasional-dan.html Diakses 07 Agustus 2014 Pukul

   

16.00 Wib

   

1.7 Metodologi Penelitian

1.7.1 Metode Penelitian

  Metode penelitian yang digunakan untuk menjawab penelitian ini adalah metode penelitian perbandingan (comparative). Metode perbandingan dapat didasarkan atas keempat metode dalam ilmu politik seperti metode deskripsi, analisa, teori, dan penilaian dimana objek yang ingin diperbandingkan sudah diketahui sebelumnya. Perbandingan tersebut diadakan antara dua objek atau lebih untuk menambah atau memperdalam pengetahuan tentang objek yang diselidiki. Salah satu syarat utama dalam metode perbandingan adalah harus memiliki kedua objek atau lebih yang ingin diperbandingkan dan memiliki persamaan-persamaan

  27 tertentu disamping perbedaan yang ada .