FALSAFAH INFAK DALAM PERSPEKTIF ALQURAN

FALSAFAH INFAK DALAM PERSPEKTIF ALQURAN

Rosmini

Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar Jl. Sultan Alauddin No.63 Makassar E-mail: mini_din@yahoo.com

Abstract: Philosophy of Infaq in the Perspective of the Qur’an. Polytheism and economic injustice are two important aspects which were highlighted at the beginning of the Qur’an revelation. At the beginning of the Mecca period, the Qur’an strongly criticized the accumulation and concentration of wealth, while in the Medina period, zakah as one of the mechanisms of wealth distribution is set as a religious obligation. Besides, the Qur’an also recommended to give the alms, gave something without interest loans, ethically treated against the debtor, relieved the debt burden on those in trouble, and helped them to pay the debt. Seeing this context, giving charity with all assistance to alleviate the economic burden for all is generally categorized as an infâq. As an economic activity, infâq can not be separated from ethical principles because the economic aspect is one of the essential foundations of the sustainability life of the Islamic community. Therefore, the Qur’an gives instructions in the form of warning in implementation of infâq in accordance with the terms of its implementation, somethings given as infâq, infâq -oriented benefits, and the purpose of infâq implementation it’s self.

Keywords : infâq; zakah; economic injustice.

Abstrak : Falsafah Infaq dalam Perspektif Alquran. Politeisme dan ketidakadilan ekonomi merupakan dua aspek penting yang menjadi sorotan ketika Alquran pertama kali diturunkan. Dalam periode Makkah, Alquran mengecam keras penumpukan dan pemusatan harta kekayaan, sedangkan pada periode Madinah dibicarakan masalah zakat sebagai salah satu mekanisme distribusi kekayaan yang ditetapkan sebagai kewajiban agama. Selain kewajiban zakat, Alquran juga menganjurkan untuk bersedekah, memberikan pinjaman tanpa bunga, berlaku lunak terhadap yang berutang, merelakan untuk membebaskan beban utang pada mereka yang dalam kesulitan, dan membantu mereka untuk membayarkan utang. Dalam konteks ini, menunaikan zakat dengan segala bantuan yang dapat meringankan beban ekonomi orang lain secara umum dikategorikan sebagai infak. Sebagai aktivitas ekonomi, infak tidak dapat dipisahkan dari prinsip-prinsip etika karena aspek ekonomi merupakan salah satu pondasi penting keberlangsungan kehidupan masyarakat Islam. Oleh karena itu, Alquran memberi petunjuk berupa rambu-rambu dalam menunaikan infak baik terkait dengan syarat-syarat pelaksanaannya, hal-hal yang dapat diinfakkan, manfaat infak maupun terkait dengan tujuan ditunaikannya infak itu sendiri.

Kata kunci: infak; zakat; ketidakadilan ekonomi.

Pendahuluan

menjadi tanggung jawab mufasir untuk dianalisis Sebagai pedoman dan petunjuk bagi umat

lebih mendalam adalah yang berkaitan dengan manusia, baik dalam hal aktivitas ibadah maupun

pemilik harta kekayaan yang merupakan amanah dalam hubungan kemasyarakatan (muamalah),

Allah Swt, baik sebagai tanggung jawab individu Alquran senantiasa menjadi objek kajian yang

maupun sebagai wujud solidaritas sosial. Allah semakin intens sejak awal abad XV. Hal ini

Swt menganugerahkan harta benda sebagai ditandai dengan munculnya berbagai gagasan

sarana kehidupan untuk umat manusia seluruhnya para pakar (mufasir) untuk mengkaji Alquran

sehingga harus diarahkan dengan baik demi yang berimplikasi kepada munculnya beberapa

terselenggaranya kepentingan bersama. kitab tafsir dengan warna dan pendekatan yang

Mengingat sentralnya eksistensi harta dalam beragam. Salah satu bidang kajian Alquran yang

kehidupan manusia, maka Alquran menamakannya

MADANIA Vol. 20, No. 1, Juni 2016

dengan mata` yaitu sumber kesenangan dan membagi hartanya secara semena-mena atau

pembagian yang didasarkan kepada pertimbang- ayat juga ditemukan sebutan kekayaan dengan

kenikmatan dalam kehidupan duniawi. 1 Di berbagai

an subjektif. Ia hanya diberi hak memberikan

sepertiga dari harta yang dimilikinya kepada orang (kebaikan) 3 . Alquran bahkan menyebut bahwa di

fadhlullah (kelimpahan dari Allah) 2 dan khair

pilihannya. Hal ini menunjukkan bahwa memiliki antara rahmat Allah yang paling berharga adalah

kekayaan tidak saja merupakan sesuatu kebajikan, kedamaian dan kekayaan (Q.S. al-Quraisy [106]:

tapi ia juga merupakan hal yang penting lagi 1-4). Dalam hadis Rasulullah saw dikatakan “Dua

utama untuk melaksanakan tugas sosial yang kategori manusia yang layak menimbulkan rasa

terangkum dalam ajaran infak. Oleh karena itu, iri yang mendalam pihak lain adalah seseorang

harta merupakan sesuatu yang baik sepanjang yang diberi kekayaan oleh Allah berikut komitmen

diperoleh melalui saluran dan cara yang sah. 5 untuk membelanjakannya di jalan kebenaran, dan

Yang dikecam adalah keserakahan yang membawa seseorang yang dianugerahi ilmu pengetahuan

kepada penyembahan harta itu sendiri. dan mengajarkannya pada orang lain.”

Kewajiban atas mereka yang mampu untuk Berbeda dengan sistem ekonomi modern

menanggulangi kesulitan kehidupan para fakir yang hanya menitikberatkan kepada pertumbuhan

miskin, yatim piatu, janda, dan lain sebagainya dari ekonomi dan mengabaikan aspek pemerataan atau

golongan lemah dengan diberlakukannya zakat distribusi ekonomi yang kemudian mengakibatkan

bertujuan untuk sedapat mungkin mengentaskan ketimpangan antara yang mampu dengan yang

kemiskinan. Di lain sisi, praktik riba yang bersifat tak beruntung, sistem ekonomi Islam menuntut

eksploitatif terhadap kaum lemah tidak saja adanya al-tawâzun (keseimbangan), yakni keadilan

dilarang dan dikecam bahkan diproklamirkan dalam distribusi kekayaan harus dapat menjamin

perang terhadapnya. Dalam Islam, kemiskinan standar kehidupan yang layak bagi segenap lapisan

itu sendiri tidak dinyatakan sebagai suatu hal yang masyarakat di satu sisi, dan pada saat yang sama

baik. Karena itu, umat Islam harus memperoleh diberikan kebebasan bagi tiap individu untuk

harta tersebut melalui jalan yang sah karena mencapai keunggulan ekonomi seoptimal mungkin

kemalasan yang mengantar kepada ketergantungan di sisi lain.

pihak lain, baik dengan jalan meminta-minta atau Masih dalam konteks kepemilikan harta,

menunggu belas kasihan dipandang rendah oleh Islam memandang bahwa harta yang diperoleh

Islam. Maka sangat keliru anggapan kelompok secara baik merupakan salah satu syarat kehalalan

tertentu bahwa Islam lebih memuliakan mereka kepemilikan harta itu. Oleh karena itu, yang

yang miskin daripada yang kaya dengan alasan merampas atau yang mencuri harta orang lain

bahwa yang miskin akan mendapat tempat yang harus dikenakan sanksi hukum. Sedang pemilik

lebih layak di akhirat ketimbang si kaya. Mereka harta yang terbunuh karena mempertahankan

yang mengaktualisasikan syukur dengan memenuhi hartanya dinilai syahid. Selanjutnya, Alquran

kewajiban zakat, infak, sedekah dan aneka betuk menetapkan bahwa kepemilikan harta secara

kemurahan hati kepada yang lemah lebih mulia dari absolut hanya di tangan Allah, sedangkan manusia

mereka yang bersabar atas cobaan kemiskinan. hanya diberi kepercayaan untuk mengelola dan

Hal ini karena sebaik-baik hamba Allah adalah mengembangkannya sesuai dengan tuntunan-

Nya. Sebagai pengelola, manusia bertanggung 5 Perlu digarisbawahi di sini bahwa Islam membedakan jawab atas tindakannya. 4 Karena itu, seseorang antara perolehan kekayaan secara sah yang disebut (halal/ thayyib) dan yang tidak sah (haram/al-khabits). Kecenderungan

yang akan meninggal tidak diperkenankan untuk

manusia untuk menggunakan posisinya baik di masyarakat atau di pemerintahan untuk memperoleh kekayaan telah disinyalir Nabi sejak beliau mendirikan pemerintahan Islam di

1 Lihat di antaranya Q.S. Âli `Imrân [3]: 14. Madinah. Konsep dan semangat “min aina laka hâdzâ” (dari 2 Di antaranya Q.S. al-Jumu `ah [62]:10, Q.S. al-Muzzammil

mana kekayaan yang engkau peroleh) telah diberlakukan oleh [73]: 20, Q.S. al-Mâ’idah [5]:54.

para Nabi dan para khalifah penerusnya. Sejarah gemilang 3 Di antaranya Q.S. al-Baqarah [2]: 184, 215, 272, 273, Q.S.

Khalifah Umar bin Abd al-Aziz menunjukkan bahwa konsep Hûd [11]: 84, Q.S. al-Hajj [22]:11.

ini berhasil diterapkan secara cermat pada dirinya sekalipun. 4 Lihat Q.S. al-An´âm [6]:165; Q.S. Thâ Hâ [20]:124-126, Q.S.

Lihat Alwi Shihab, Islam Inklusif : Menuju Sikap Terbuka dalam Âli-`Imran [3]:186.

Beragama, (Bandung: Mizan, 1997), Cet.ke-1, h. 265.

Rosmini: Falsafah Infak Dalam Perspektif Alquran

mereka yang memberi manfaat kepada sesamanya, dengan infak itu sendiri tidak banyak mendapat demikian sabda Nabi. Mereka yang bersabar tidak

perhatian. Misalnya bagaimana syarat-syarat lebih banyak memberi manfaat dibanding mereka

berinfak baik tujuan munfiq (niat pemberi infak), yang bersyukur dengan aksi santunan konkret;

kondisi obyek (barang dan jasa) yang diinfakkan, jelas membawa manfaat bagi banyak orang.

maupun tata cara pemberiannya. Sehingga dalam Fokus tulisan ini adalah mengelaborasi istilah

pandangan Alquran, tidak semua orang yang infak dari sisi kebahasaan baik menyangkut

suka dan sering memberi infak layak mendapat etimologi kata maupun susunan gramatikalnya.

pujian dan balasan Allah sebagaimana yang telah Dengan analisis kebahasaan ini, konsep infak

dijanjikan dalam Alquran.

dapat dipahami sebagai istilah Alquran yang Dengan demikian, pembahasan ini bertujuan merepresentasikan urgensi harta benda sebagai

mengelaborasi falsafah infak perspektif Alquran, baik media penyambung antar sesama manusia

itu terkait ontologi, epistemologi, maupun aksiologi yang harus dimanfaatkan secara proporsional

infak sebagaimana yang dikehendaki Alquran. Hal karena kepemilikan harta tidak hanya berpotensi

ini dilakukan untuk menghindari persepsi yang membawa seseorang kepada kebahagiaan, tapi

keliru tentang perintah infak dalam Islam baik pada juga dapat berakibat kesengsaraan dunia akhirat.

tataran konsep maupun pada tataran praktiknya. Begitu pentingnya institusi infak dalam

Sebagai sebuah kajian akademik, penelitian masyarakat, sehingga anjuran untuk mengorbankan

ini diharapkan akan memberi kontribusi bagi harta dan jiwa disebut sekitar 10 kali dalam Alquran,

pengembangan wacana sosial Islam dengan dan hanya sekali yang mengutamakan pengorbanan

pendekatan ilmu tafsir. Karena dengan metode jiwa atas harta. 6 10 kali Alquran mendahulukan

tematik (maudhu`i) yang dikembangkan dalam ilmu pergorbanan harta untuk jalan Allah ketimbang

tafsir, umat Islam diharapkaan mampu menghadapi

tantangan-tantangan modernitas dewasa ini. sangat mencolok akan keutamaan infak atas segala bentuk pengorbanan lainnya. Penjelasan

mengorbankan nyawa 7 , suatu penekanan yang

Kerangka Teori

ini memberikan dorongan untuk mengurai lebih Dari petunjuk Alquran dan hadis, diperoleh dalam falsafah infak dalam Alquran yang akan

ketegasan syariat yang menekankan fungsi sosial mengungkap esensi infak dalam Alquran (kajian

harta benda. Di antaranya adalah dalam surat al- ontologis terminologis), syarat-syarat diterimanya

Ma`ârij [70]: 23-24. Sebagian ulama menilai bahwa infak di sisi Allah (kajian epistemologis) dan tujuan

surah al-Mâ`ûn [107]: 1-7, merupakan petunjuk tegas disyariatkannya ajaran infak (kajian aksiologis).

tentang adanya kewajiban selain zakat, dalam hal Berangkat dari deskripsi di atas, maka ada beberapa

ini infak dan sedekah atas harta yang dimiliki. hal yang perlu dikaji lebih mendalam mengenai

Boisard mengemukakan bahwa zakat me- infak, di antaranya adalah bagaimana pengungkapan nyucikan manusia yang memberikannya karena terminologi infak dalam Alquran?,bagaimana syarat- telah mengalahkan egoismenya di satu sisi dan syarat berinfak dalam Alquran?, dan apa tujuan telah ikut berpartisipasi menciptakan masyarakat infak dalam Alquran? Islam yang lebih adil. Zakat bukan belas kasihan

Dalam pelaksanaan infak, biasanya seseorang akan tetapi merupakan kewajiban orang kaya hanya memperhatikan aspek materilnya saja,

dan hak orang miskin. 8 Berbeda dengan zakat, tanpa memperhatikan sisi lain misalnya sisi etika.

infak dalam arti luas merupakan pembelanjaan Seorang yang berinfak menganggap perintah

yang bersifat sukarela untuk memenuhi anjuran berinfak terhadap sesama telah tertunai setelah

Allah agar memperoleh keridaan-Nya. Infak juga memberi materi yang dibutuhkan. Persoalan-

tergolong al-birr yakni (kebajikan yang luhur) persoalan yang layak dikemukakan sekaitan

sebagaimana dalam surat al-Baqarah [2]:177.

6 Lihat Q.S. al-Taubah [9]: 111. 7 Lihat Q.S. al-Taubah [9]: 20, 41, 44, 81, 88; Q.S. al-Shaff

8 Marcel A. Boisard, L’ Humanisme De Islam, terj. M. [61] :11; Q.S. al-Nisâ´: 95 (2x); Q.S. al-Anfâl [8]: 72; Q.S. al-Hujurât

Rasyidi, Humanisme Dalam Islam, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, [49]: 15.

1980), Cet. ke-1, h. 64-65.

MADANIA Vol. 20, No. 1, Juni 2016

Sebagai pembelanjaan sukarela, infak sangat bermasyarakat yang saling berhadap-hadapan, yakni dekat dengan konsep al-Barâkah yang berarti nilai

perangkat nilai positif dan perangkat nilai negatif. tambah, sebagaimana dalam surat al-A`râf [7]: 96

Anjuran infak dengan segala variannya diyakini dan Hûd [11]: 73. Konsep ini menjanjikan kesuksesan

dapat meminimalisir dominasi kekuatan perangkat dan keberuntungan di masa mendatang, baik di

nilai negatif dalam tata kehidupan bermasyarakat. dunia apalagi di akhirat sebagai imbalan atas

Untuk mencapai tujuan ini, pelaksanaan infak tidak suatu aktivitas yang dianjurkan agama, kendati

dapat dipisahkan dari prinsip-prinsip etika bahkan menurut perhintungan kuantitatif dan jangka

Alquran menetapkan sentralitas atau kedudukan pendek tampak merugi. Contoh konkret yang

penting etika dalam kehidupan ekonomi. 11 Seorang diilustrasikan Alquran adalah perbedaan antara

munfiq (pemberi infak) harus memperhatikan aspek riba (membawa keuntungan seketika) dan infak

etika agar supaya infak yang ditunaikan terhitung (mengakibatkan berkurangnya kadar harta) dalam

sebagai bentuk pengabdian kepada Allah Swt. yang surat al-Baqarah [2]: 276. Selain infak, Islam juga

terimplementasi dalam aktivitas infak sebagai bagian menganjurkan pemilik harta untuk memberikan

dari misi kemanusiaan.

pinjaman kepada mereka yang membutuhkan, yang diberi nama qard al-hasan (pinjaman yang baik)

Metodologi

karena ia tidak mengandung unsur pembebanan Penelitian ini adalah penelitian kepustaka an dalam bentuk apapun (baca:bunga atau imbalan).

(library research), yakni penelitian yang dilaksanakan Fazlur Rahman menegaskan bahwa tujuan

dengan menggunakan literatur baik berupa buku, Alquran adalah menegakkan sebuah tata masyarakat

catatan maupun laporan penelitian ilmiah yang yang etis dan egaliter. Hal ini terlihat dalam celaan

dilakukan sebelumnya. Data-data tertulis ini Alquran terhadap disekuilibrium ekonomi dan

kemudian dianalisis secara kualitatif. Hal ini dilakukan ketidakadilan sosial di dalam masyarakat Mekah

karena penelitian ini bertolak dari pemaparan data- ketika itu. Kecaman Alquran terhadap ketimpangan

data penelitian yang berupa ayat-ayat Alquran, 12 ekonomi masyarakat Arab Jahiliah disebabkan

kemudian dikemukakan berbagai penafsiran terkait karena hal itu dapat memunculkan dan menimbulkan

ayat yang dimaksud dengan menggunakan beberapa perpecahan antara sesama manusia sekaligus

pendekatan. Secara metodologis, penelitian ini akan merupakan inti dari ketimpangan sosial. Sikap tidak

menggunakan prosedur ilmu tafsir. Bahasa yang memperdulikan orang-orang yang memerlukan

digunakan Alquran keseluruhannya adalah bahasa bantuan ekonomi mencerminkan puncak kepicikan

Arab, karenanya pendekatan yang digunakan dalam dan kesempitan akal yang merupakan kelemahan

analisis ayat-ayat adalah pendekatan kebahasaan, yang bersemayam dalam diri manusia. 9 baik dari aspek morfologis (perubahan kata) maupun

Menurut Murtadha Muthahari, meskipun di dari aspek gramatikal. Oleh karena itu, teknik analisis dalam Alquran terdapat istilah-istilah kelompok

yang digunakan adalah teknis analisis wacana atau masyarakat tertentu, misalnya ghâni (orang kaya),

analitik bahasa yang meliputi struktur dan makna fâqir (orang miskin), malik (pemilik dan penguasa),

bahasa. Struktur berkaitan dengan bentuk kata, mamlâk (yang diperintah, dikuasai), dan lain-lain,

kaidah kata, susunan frasa, struktur dan makna namun kata-kata itu digunakan hanya untuk

kalimat. Unsur semantik atau makna bahasa meliputi meng gambarkan jenis-jenis perilaku, bukan untuk

makna linguistik atau makna gramatikal dan makna informasi. melegalkan pembagian dan pengkutuban masyarakat 13

dalam kelas-kelas tertentu. 10 Pengkutuban istilah-

istilah itu menggambarkan ada nya dua perangkat 11 Seyyed Hossein Nasr, The Heart of Islam : Enduring nilai dan kekuatan perilaku manusia dalam hidup Values for Humanity, terj. Nurasiah Fakih Sutan Harahap, The

Heart of Islam : Pesan-Pesan Universal Islam untuk Kemanusiaan, (Bandung: Mizan, 2003), Cet. ke-1, h. 173-174.

9 Fazlur Rahman, The Mayor Themes of The Qur’an, 12 Menurut Lofland sebagaimana dikutip Moleong, terj. Anas Mahyuddin, Tema-Tema Pokok Alquran (Bandung:

sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata Pustaka, 1996), Cet. ke-2, h. 55-56.

dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan. Selanjutnya 10 Murtadha Muthahari, Society and History, terj. M.

lihat Lexy. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Hashem, Masyarakat dan Sejarah:Kritik Islam atas Marxisme dan

Rosdakarya, 2001), h. 112.

Teori Lainnya, (Bandung: Mizan, 1998), Cet. ke-6, h. 41. 13 Kaelan, “Kajian Makna Alquran : Suatu Pendekatan

Rosmini: Falsafah Infak Dalam Perspektif Alquran

Selain itu, pendekatan munasabah Alquran secara wajib atau sunah. 18 Jadi, infak mengandung (korelasi ayat-ayat terkait) dalam metode tafsir

makna habisnya atau berkurangnya sesuatu maudhu`i (tematik) dan pendekatan lainnnya juga

(harta) karena disisihkan sebahagiannya. diterapkan dalam penelitian ini dalam rangka me-

Alquran memuat pesan infak (yang lahirkan hasil penelitan yang komprehensif. Dengan

berakar kata anfaqa-yunfiqu-nafâqatan) dengan demikian, data yang diolah berupa data-data

menyebutnya sekitar 53 kali yang mengindikasikan verbal yakni kata dan kalimat Alquran kemudian

bahwa perintah untuk berinfak merupakan hal diungkapkan makna-makna yang dikandungnya baik

yang urgen bagi mereka yang memiliki harta itu makna tekstual maupun makna kontekstualnya.

benda. Kata infak sendiri dalam bentuk masdar Kontekstualisasi makna Alquran dalam hal ini lebih

hanya disebut satu kali dalam Alquran, yakni nampak dalam analisis sosiologis kultural yang

dalam surah al-Isrâ’ [17]:100. Satu kali kata dikembangkan dari paradigma religius tentang infak.

nafaqan, yang berasal dari nafaqa, bukan anfaqa yang berarti “lobang” (Q.S. Al-an`âm [6]: 35).

Term Infak dalam Alquran

Dalam pemahaman umum di masyarakat, Infak berasal dari kata bahasa Arab yaitu

istilah infak, zakat, sedekah kelihatannya saling nafaqa yang berakar dari huruf nun, fa, qaf yang

berkaitan antara satu dengan yang lainnya. artinya (1) terputusnya dan hilangnya sesuatu; (2)

Bahkan kata-kata tersebut dipergunakan secara

bergantian. Kata infak itu sendiri kadang-kadang dalam Mu’jam al-Washîth berarti nafida (habis).

menyembunyikan dan menutup sesuatu. 14 Nafaqa

dikategorikan wajib atau sunah, tergantung Anfaqa fûlan berarti menjadi fakir dan hilang

pada status dan kondisi penerima infak. Kalau hartanya. Anfaqa al-Tâjir berarti (rajat tijâratuhu),

suatu komunitas selaku penerima infak sangat dagangannya beruntung; Anfaqa al-mâl berarti

membutuhkan pembangunan mesjid misalnya,

maka dapat dipastikan bahwa berinfak pada kamus Munjid fi al-Lughah wa al-‘A`lâm, nafaqa-

menghilangkan dan menghabiskan harta. 15 Dalam

kondisi semacam ini dianggap wajib. 19 Contoh nafaqan artinya hilang hancur dan menjadi sedikit.

lain yang dapat dikemukakan mengenai wajibnya Anfaqa artinya menjadi fakir dan hilang apa yang

infak, yaitu memberikan nafkah atau berinfak pada ada di sisinya. Nafaqa (munâfatan-nifâqan) fî dînihi

mantan istri seorang suami yang telah bercerai artinya menyembunyikan kekafiran dalam hatinya

dengannya, jika istrinya dalam keadaan hamil. 20

Nampaknya kata infak lebih umum daripada Ensiklopedi Hukum Islam, dirumuskan bahwa kata

dan menampakkan keimanan di lidahnya. 16 Dalam

kata zakat dan sedekah. Kadang-kadang pula infak adalah sesuatu yang bisa habis baik karena

term-term tersebut dipakai secara bergantian, dijual, dirusak atau meninggal. 17 misalnya Q.S. al-Taubah [9]: 34.

Menurut al-Raghib al-Ishfahâny (w.502 H/1108 M), kata infak berarti sesuatu yang telah berlalu atau habis baik karena dijual, dirusak atau meninggal. Selain itu, kata infak terkadang berkaitan dengan harta atau lainnya

“…Dan orang-orang yang menyimpan emas dan dan terkadang dengan sesuatu yang dilakukan

perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa

Analitika Bahasa”dalam Sahiron Syamsuddin, dkk (ed), Hermeneutika Alquran Mazhab Yogya (Yogyakarta: ISLAMIKA,

18 al-Raghib al-Ishfahany, Mu’jam Mufradat Alfaz Alquran, 2003), Cet. ke-1, h. 69-70.

(Beirut: Dar al-Fikr, t. th), h. 523.

14 Abu al-Husain Ahmad Ibn Faris Zakariya, Selanjutnya 19 Departemen Agama, Ensiklopedi Islam di Indonesia, disebut Ibn Faris, Mu’jam al-Maqayis fi al-Lughah, (Beirut-

(Jakarta: Anda Utama, 1992-1993), Jilid II, h. 461. Libanon: Dâr al-Fikr, 1998), Cet. ke-2, h. 1038.

20 Lihat Q.S.al-Thalaq (6): 65. Infak dalam ayat ini berkonotasi 15 Ibrahim Mushtafa dkk, Mu’jam al-Wasith, (Istambul-

wajib karena secara eksplisit ayat tersebut menggunakan kata Turki; al-Maktabah al-Islamiyah, 1972), Cet.ke-1, Juz I, h. 942.

faanfiqû dengan shighat perintah yang berkenaan dengan 16 Munjid fi al-Lughah wa al-‘A’lam (Beirut: Dar al-Masyriq, kewajiban memenuhi kebutuhan mantan istri yang hamil, bahkan

1986), Cet. ke-28, h. 828. setelah melahirkan anaknya dan menyusuinya sendiri, maka wajib 17 Abd. Aziz Dahlan (ed), Ensiklopedi Hukum Islam,(

juga memberikan gaji atau upah kepadanya. Hal ini terungkap Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997), Cet.ke-1, Juz III, h. 717.

dalam potongan ayat “fa’tûhunna ujûrâhunna”.

MADANIA Vol. 20, No. 1, Juni 2016

mereka akan mendapat) siksa yang pedih” (Q.S. Syafi`î nampaknya memiliki nilai filosofis yang al-Taubah [9]: 34).

sangat mendalam dalam rangka menjinakkan Kata yunfiqûnaha dalam ayat tersebut ber-

hati orang-orang non-muslim agar tertarik pada makna zakat karena berhubungan dengan emas

ajaran Islam yang universal. dan perak. Ayat tersebut mengencam keras mereka

yang menimbun emas dan perak dan enggan

Perbedaan Zakat, Infak dan Sedekah

mengeluarkan zakat. Dalam Tafsir al-Kasyyâf, al- Zakat menurut bahasa artinya “berkembang” Zamakhsyarî menafsirkan kata yunfiqûna ( نوُقِفْنُـي )

(an- namâ`) atau “pensucian” (al-tath-hîr). sebagai lawan dari kata yaknizûna ( َنوُزِنْكَي ) sehingga

Adapun menurut syara’, zakat adalah hak term infak dimaknai dengan zakat. Tafsiran al-

yang telah ditentukan besarnya yang wajib di- Zamakhsyarî ini didasarkan pada hadis Rasulullah

keluar kan pada harta-harta tertentu (haqqun Saw “Barangsiapa yang telah menunaikan atau

muqaddarun yajibu fi amwâlin mu’ayyanah) 24 . membayarkan zakatnya, maka ia tidak termasuk

Dengan perkataan “hak yang telah ditentukan menimbun harta meskipun hartanya banyak dan

besarnya” (haqqun muqaddarun), berarti zakat tersembunyi. Sebaliknya barangsiapa yang telah

tidak mencakup hak-hak –berupa pemberian harta– “wajib zakat”, tetapi tidak membayarkan zakatnya,

yang besarnya tidak ditentukan, misalnya hibah, maka hal itu termasuk menimbun, meskipun

hadiah, wasiat, dan wakaf. Dengan perkataan hartanya tidak tersembunyi”. 21 “yang wajib (dikeluarkan)” (yajibu), berarti zakat

Para pakar fikih cenderung membedakan antara tidak mencakup hak yang sifatnya sunnah atau infak dengan zakat. Zakat adalah derma yang telah

tathawwu’, seperti sedekah tathawwu’ (sedekah ditentukan jenis, jumlah dan waktu pelaksanaanya,

sunah). Sedangkan ungkapan “pada harta-harta sedangkan infak tidak demikian halnya. Sedangkan

tertentu” (fî amwâlin mu’ayyanah) berarti zakat infak dan sedekah menurut mereka, perbedaannya

tidak mencakup segala macam harta secara umum, hanya dari segi waktu menunaikannya, yakni infak

melainkan hanya harta-harta tertentu yang telah langsung dikeluarkan bila mendapat rezeki. 22 ditetapkan berdasarkan nas-nas syara’ yang khusus,

Berdasarkan petunjuk Alquran baik secara seperti emas, perak, onta, domba, dan sebagainya. eksplisit maupun implisit dijelaskan tentang

Zakat dimaksudkan untuk membersihkan harta kelompok atau orang yang diprioritaskan menerima

benda orang lain yang dengan sengaja atau tak infak, yakni keluarga yang terdekat yang disebabkan

sengaja telah termasuk ke dalam harta benda kita. adanya hubungan darah ataupun karena ikatan

Dalam mengumpulkan harta benda, seringkali hak pernikahan. Dalam Q.S. al-Baqarah [2]: 215,

orang lain termasuk ke dalam harta benda yang dinyatakan bahwa orangtua adalah yang paling

kita peroleh karena persaingan yang tak pantas, utama dalam menerima infak, setelah itu disebut

karena kelicikan dan lain-lain sebagainya. Akibatnya keluarga yang dekat, anak yatim, orang miskin

banyak orang lain yang merasa sakit hati dengan dan ibn sabil.

perolehan kita. Mereka tak dapat menuntut, karena tak cukup bukti, atau karena tak memiliki keahlian

Pada dasarnya, imam mazhab yang empat mengakui adanya orang-orang yang diprioritaskan

untuk itu. Mereka hanya diam dalam penderitaan dalam menerima infak dalam ayat tersebut, tetapi

mereka. Untuk membersihkan harta benda dari kemungkinan-kemungkinan seperti itu, maka zakat

mereka (kecuali imam Malik) lebih menekankan kepada mereka yang menderita kesulitan

dibayarkan. Zakat juga berarti pertumbuhan, karena ekonomi. Bahkan Imam Syafi`î membolehkan dengan memberikan hak fakir miskin dan lain-

non-muslim menerima infak. 23 Pandangan Imam

lain yang terdapat dalam harta benda kita, maka terjadilah suatu sirkulasi uang dalam masyarakat

yang mengakibatkan bertambah berkembangnya

fungsi uang itu dalam masyarakat. Ibn Muhammad al-Zamakhsyary, selanjutnya disebut al- 25

Imam Abi al-Qasim Jarullah Muhammad Ibn “Umar

Zamakhsyary, Tafsir al-Kassyaf , (Beirut-Libanon: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1995), Cet.ke-1, Jilid II, h. 257-258.

24 Abdul Qadim Zallum, al-Amwâl fî al-Daulat al-Khilâfah, 22 Abd. Aziz Dahlan (ed.), Ensiklopedi..., h. 718.

(Beirut: Dârul `Ilmi lil Malayin, 1983), Cet. ke-1, h. 147. 23 Abd. Aziz Dahlan (ed.), Ensiklopedi...,.

25 A. Rahman Zainuddin, “Zakat dan Implikasinya

Rosmini: Falsafah Infak Dalam Perspektif Alquran

Terkait dengan hal diatas, Ibnu Khaldun 26 mencakup kereta api, mobil, bus, kapal, dan lain- mengomentari bahwa harta benda itu selalu beredar

lain, sedangkan zakat dapat diumpamakan dengan di antara penguasa dan rakyat. Ia menganggap

“mobil”, sebagai salah satu alat transportasi. negara dan pemerintahan itu sebagai suatu pasar

Maka hibah, hadiah, wasiat, wakaf, nazar (untuk yang besar, malah yang terbesar di dunia, dan

membelanjakan harta), nafkah kepada keluarga, itulah inti budaya manusia. Jadi apabila negara atau

kaffârah (berupa harta) karena melanggar sumpah, pemerintah, atau penguasa menahan harta benda

melakukan dzihâr, membunuh dengan sengaja, dan dalam bentuk pajak yang telah dikumpulkannya

jima` di siang hari bulan Ramadan, adalah termasuk dalam kalangannnya saja, maka jumlah uang yang

infak. Bahkan zakat itu sendiri juga termasuk salah beredar dalam masyarakat sudah pasti berkurang,

satu kegiatan infak. Sebab semua itu merupakan dan pendapatan rakyat akan menjadi berkurang

upaya untuk memenuhi kebutuhan, baik kebutuhan pula, padahal rakyat itu merupakan kalangan

pihak pemberi maupun pihak penerima. terbanyak umat manusia ini. Gejala ini menimbulkan

Dengan kata lain, infak cenderung merupakan kemacetan ekonomi di kalangan masyarakat.

kegiatan penggunaan harta secara konsumtif secara Keuntungan yang di peroleh para padagang juga

langsung, yakni pembelanjaan atau pengeluaran akan menjadi lebih sedikit pula. Pada akhirnya

harta untuk memenuhi kebutuhan. Kalaupun ada yang akan menderita kerugian adalah negara itu

aspek produktivitas dari infak, maka itu bukan sendiri. Sebagai suatu pasar yang terbesar maka

tujuan langsung melainkan hanya sebagai efek kemakmuran negara itu adalah dengan melihat

yang menyertainya. Berbeda dengan infak, zakat banyaknya harta benda yang masuk dan keluar.

lebih bertujuan ke dimensi produktivitas yaitu Apabila terjadi kemandekan dalam sirkulasi ini,

penggunaan harta untuk dikembangkan dan diputar maka semua pihak, termasuk pemerintah sendiri

lebih lanjut secara ekonomis (tanmiyatul mâl). dirugikan. Jadi harta benda itu selalu bolak-balik

Adapun istilah sedekah, maknanya berkisar antara rakyat dan penguasa. Apabila penguasa

pada 3 (tiga) pengertian berikut ini: menimbunnya, maka rakyat tak akan memilikinya. Samarkandi menjadikan pertumbuhan ini satu- Pertama, sedekah adalah pemberian harta

kepada orang-orang fakir, orang yang mem- satunya sebab disyariatkannya zakat. Karena itu

butuhkan, ataupun pihak-pihak lain yang berhak harta yang wajib dizakatkan hanya dua macam,

menerima sedekah, tanpa disertai imbalan. 29 Sedekah yaitu yang bertumbuh seperti binatang ternak dan

ini hukumnya adalah sunah, bukan wajib. Karena itu, untuk membedakannya dengan zakat yang

tanam-tanaman, serta harta perdagangan. 27

Bagaimana kaitan atau perbedaan definisi hukumnya wajib, para fuqaha menggunakan istilah

zakat ini dengan pengertian infak dan sedekah? sedekah tathawwu` atau al-shadaqah an-nâfilah 30 . al-Jurjani dalam kitabnya al-Ta`rifât menjelaskan

Sedang untuk zakat, dipakai istilah al-shadaqah al bahwa infak adalah penggunaan harta untuk

28 mafrûdhah 31 memenuhi kebutuhan (syarful mâl ilâ al-hâjah) . Namun seperti uraian al-Zuhaili hukum . sunnah ini bisa menjadi haram, bila diketahui bahwa

Dengan demikian, infak mempunyai cakupan penerima sedekah akan memanfaatkannya pada yang lebih luas dibanding zakat. Infak dapat

yang haram, sesuai kaidah syara’ :“al washîlatu ilâ diumpamakan dengan “alat transportasi”yang

al-harâm” (Segala perantaraan kepada yang haram, hukumnya haram pula).

pada Pemerataan” dalam Budhy Munawar Rahman (ed.), Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah (Jakarta:

Bisa pula hukumnya menjadi wajib, misal-

PARAMADINA, 1994), Cet.ke-1, h. 434.

nya untuk menolong orang yang berada dalam

Ibnu Khaldun, The Muqaddimah : An Introduction to History diterjemahkan Franz Risenthal ke dalam Bahasa Inggris

keadaan terpaksa (mudhthar) yang amat mem-

dalam tiga jilid (New York: Bollingen Foundation, 1958), h. 102-103.

butuhkan pertolongan, misalnya berupa makanan

‘Alau al-Din al-Samarqandi, Tuhfat al-Fuqaha, (Damascus: Universitas Damaskus, 1958), Jilid III, h. 412.

atau pakaian. Menolong mereka adalah untuk

27 al-Jurjani, Al-Ta’rifat (td), h. 39 28 Mahmud Yunus, al-Fiqh al-Wâdhih, (Padang : Maktabah

As Sa’diyah Putra, 1936), Juz II, h. 33. Lihat juga Wahbah al- 29 Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islâmi..., h. 916 Zuhaili, Al-Fiqh al-Islâmî wa `Adillatuhu, (Damaskus: Darul Fikr,

30 Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al- Islâmi..., h. 751. 1996 ), Juz II, h. 919.

31 Abdul Qadim Zallum, al-Amwâl fi al-Daulatil..., h. 148

MADANIA Vol. 20, No. 1, Juni 2016

menghilangkan dharâr yang wajib hukumnya. Jika qarînah yang menunjukkan bahwa yang dimaksud kewajiban ini tak dapat terlaksana kecuali dengan

dengan lafaz “al-shadaqât” dalam ayat tadi, adalah sedekah, maka sedekah menjadi wajib hukumnya,

zakat yang wajib, bukan sedekah yang lain-lain. sesuai kaidah syara’: “Mâ lâ yatimmul wâjib illa

Begitu pula pada hadits Mu`adz, kata sedekah bihî fahuwa wâjib” (Segala sesuatu yang tanpanya

diartikan sebagai zakat, karena pada awal hadits suatu kewajiban tak terlaksana sempurna, maka

terdapat lafazh “iftaradha” (mewajibkan/mem- sesuatu itu menjadi wajib pula hukumnya).

fardukan). Ini merupakan qarinah bahwa yang Dalam ‘urf (kebiasaan) para fuqaha,

dimaksud dengan sedekah pada hadits itu adalah sebagaimana dapat dikaji dalam kitab-kitab fiqh

zakat, bukan yang lain. Dengan demikian, kata berbagai madzhab, jika disebut istilah sedekah

sedekah tidak dapat diartikan sebagai “zakat”, secara mutlak, maka yang dimaksudkan adalah

kecuali bila terdapat qarinah yang menunjukkannya. sedekah dalam arti yang pertama ini yang

Ketiga, sedekah adalah sesuatu yang makruf hukumnya sunah, bukan zakat.

(benar dalam pandangan sarak). Pengertian ini Kedua, sedekah adalah identik dengan zakat. 32 didasarkan pada hadis sahih riwayat Imam Muslim

Ini merupakan makna kedua dari sedekah, sebab bahwa Nabi saw. bersabda :“ Kullu ma’rûfin shadaqah” dalam nash-nash syara` terdapat lafaz “sedekah”

(Setiap kebajikan adalah sedekah). Berdasarkan hal yang berarti zakat. Misalnya firman Allah

ini, maka mencegah diri dari perbuatan maksiat Swt.: “Sesungguhnya zakat-zakat itu adalah bagi

adalah sedekah, memberi nafkah kepada keluarga orang-orang fakir, orang-orang miskin, amil-amil

adalah sedekah, beramar makruf nahi munkar zakat …” (Q.S. al- Taubah [9]: 60). Dalam ayat

adalah sedekah, menumpahkan syahwat kepada tersebut, “zakat-zakat” diungkapkan dengan lafazh

isteri adalah sedekah, dan tersenyum kepada sesama “al-shadaqât”. Begitu pula sabda Nabi saw. kepada

muslim pun adalah juga sedekah. Mu`adz bin Jabal RA ketika dia diutus Nabi ke

Agaknya arti sedekah yang sangat luas inilah Yaman:

yang dimaksudkan oleh al-Jurjani ketika beliau “…beritahukanlah kepada mereka (Ahli

mendefiniskan sedekah dalam kitabnya al-Ta`rifât. Kitab yang telah masuk Islam), bahwa Allah

Menurut beliau, sedekah adalah segala pemberian telah mewajibkan zakat atas mereka, yang

yang dengannya kita mengharap pahala dari Allah diambil dari orang kaya di antara mereka,

Swt. 33 Pemberian (al `atha`iyah) di sini dapat dan diberikan kepada orang fakir di antara

diartikan secara luas, baik pemberian yang berupa mereka…” (HR. Bukhari dan Muslim). harta maupun pemberian yang berupa suatu sikap

Pada hadis di atas, kata zakat diungkapkan atau perbuatan baik. Jika demikian halnya, berarti dengan kata sedekah. Berdasarkan nas-nas ini

membayar zakat dan bersedekah (harta) pun dan yang semisalnya, sedekah merupakan kata

bisa dimasukkan dalam pengertian di atas. Tentu lain dari zakat. Namun demikian, penggunaan

saja, makna yang demikian ini bisa menimbulkan kata sedekah dalam arti zakat ini tidaklah bersifat

kerancuan dengan arti sedekah yang pertama atau mutlak. Artinya, untuk mengartikan sedekah

kedua, dikarenakan maknanya yang amat luas. sebagai zakat, dibutuhkan qarînah (indikasi)

Karena itu, ketika Imam al-Nawawi 34 mensyarah yang menunjukkan bahwa kata sedekah –dalam

hadis di atas (“ Kullu ma’rûfin shadaqah”) beliau konteks ayat atau hadits tertentu– artinya adalah

mengisyaratkan bahwa sedekah di sini memiliki zakat yang berhukum wajib, bukan sedekah

arti majazî (kiasan/metaforis), bukan arti yang tathawwu` yang berhukum sunah. Pada ayat ke-

hakiki (arti asal/sebenarnya). Menurut beliau,

60 surat al-Taubah di atas, lafaz “al-shadaqât” segala perbuatan baik dihitung sebagai sedekah, diartikan sebagai zakat (yang hukumnya wajib),

karena pada ujung ayat terdapat ungkapan

33 al-Nawawi, Shahih Muslim bi Syarhi al-Nawawi, (Beirut:

“farîdhatan minallah” (sebagai suatu ketetapan

Darul Fikr, 1981), Juz VII, h. 81.

34 yang diwajibkan Allah). Ungkapan ini merupakan Muhlish Usman, Kaidah-Kaidah Ushuliyah dan Fiqhiyah,

(Raja Grafindo Perkasa, 1996), Cet. ke-1, h. 181. Lihat juga Taqiyyudin al-Nabhani, al-Syakhshiyah al-Islamiyyah, (t.tp: Al Quds, 1953 ), Cet.ke-2, Juz III, h. 135. Lihat juga Amir Sa’id al-Zaibari, Kiat

32 al-Jurjani, al-Ta’rifat, h. 132. Menjadi Pakar Fiqih, (Bandung: Gema Risalah Press, 1998), h. 151.

Rosmini: Falsafah Infak Dalam Perspektif Alquran

karena disamakan dengan sedekah (berupa harta) sedekah dalam ayat di atas bermakna umum, bisa dari segi pahalanya. Misalnya, mencegah diri

sedekah wajib (zakat) atau sedekah sunah. dari perbuatan dosa disebut sedekah, karena perbuatan ini berpahala sebagaimana halnya

Syarat-Syarat Berinfak dalam Alquran

sedekah. Amar makruf nahi munkar disebut

1. Berinfak dengan Tujuan Mencari Ridha Allah Swt.

sedekah, karena aktivitas ini berpahala seperti halnya sedekah. Demikian seterusnya.

Sebagaimana halnya makna sedekah yang kedua, makna sedekah yang ketiga ini pun bersifat tidak mutlak. Maksudnya, jika dalam sebuah ayat atau hadits terdapat kata sedekah, tidak otomatis bermakna segala sesuatu yang ma’ruf, kecuali jika terdapat qarinah yang menunjukkannya. Sebab

“Dan (juga) orang-orang yang menafkahkan harta- sudah menjadi hal yang lazim dan masyhur dalam

ilmu ushul fiqih, bahwa suatu lafazh pada awalnya harta mereka karena riya kepada manusia, dan orang-orang yang tidak beriman kepada Allah

harus diartikan sesuai makna hakikinya. Tidaklah dan kepada hari kemudian. Barangsiapa yang

dialihkan maknanya menjadi makna majazi, kecuali mengambil syaitan itu menjadi temannya, maka jika terdapat qarinah. Sebagaimana diungkapkan

syaitan itu adalah teman yang seburuk-buruknya oleh al-Nabhani dan para ulama lain, terdapat

(Q.S. al-Nisa [4]: 38)”.

sebuah kaidah ushul menyebutkan : “al-Ashlu fi al- kalâm al-haqîqah (Pada asalnya suatu kata Surah al-Nisa (4): 38, mengingatkan orang

yang menginfakkan hartanya agar tidak riya. Tidak

harus dirtikan secara hakiki (makna aslinya)” 35

sedikit ayat-ayat Alquran yang menggambarkan Namun demikian, lafal sedekah dalam satu nas orang-orang berinfak karena mengejar popularitas dapat memiliki lebih dari satu makna, tergantung sosial. Surah al-Baqarah [2]: 262 dan 264 misalnya dari qarinah yang menunjukkannya. Maka sedekah menginsyaratkan orang yang berinfak karena riya itu dalam satu nas dapat diartikan zakat sekaligus senantiasa menyebut-nyebut pemberiannya kepada berarti sedekah sunah. Misalnya firman Allah: orang lain. Hal ini dilakukan agar orang tersebut “Ambillah sedekah dari sebagian harta mereka, mengetahui dan mungkin mengklaim bahwa dengan sedekah itu kamu membersihkan dan pemberi nafkah dapat dianggap dermawan. Selain mensucikan mereka…” (al-Taubah [9]: 103). itu, orang yang manafkahkan hartanya karena ingin

Kata sedekah pada ayat di atas dapat diarti- mendapat pujian cenderung pada dua kemungkinan kan zakat, karena kalimat sesudahnya “kamu

yakni melebihi-lebihkan (karena dapat mempertinggi mem bersihkan dan mensucikan mereka” me-

popularitasnya) dan menyedikitkan pemberiannya nunjukkan makna bahasa dari zakat yaitu “tathîr”

(karena tidak mempengaruhi popularitasnya). Hal ini (mensucikan). Dapat pula diartikan sebagai shadaqah

dinyatakan dalam Alquran surah al-Furqân [25]: 67. tathawwu’ (yang sunah), karena sebab turunnya Senada dengan itu, Muhammad Abduh

berkaitan dengan harta sedekah, bukan zakat. mengklasifikasikan orang yang memiliki karakteristik

Menurut Ibnu Katsir 36 ayat ini turun sehubungan

seperti di atas dalam golongan orang-orang yang dengan beberapa orang yang tertinggal dari Perang

sombong, karena mereka cenderung sangat pelit Tabuk, lalu bertobat seraya berusaha menginfakkan untuk berbuat kebajikan dan cenderung mubazir. hartanya. Jadi penginfakan harta mereka, lebih Oleh karena itu, Alquran meluruskan niat mereka bermakna sebagai “penebus” dosa daripada zakat. dalam menginfakkan hartanya dengan semata- Karena itu, Ibnu Katsir berpendapat bahwa kata mata mengharapkan keridaan Allah Swt. (Q.S. al-

Baqarah [2]: 272) dan dalam rangka mendekatkan

35 Ibnu Katsir. Tafsir al- Qur`ân al-`Azdhim, (Beirut: Dârul

diri kepada-Nya (al-Taubah [9]: 99). Ketika manusia

Ma’rifah. 1989), juz II, cet. III, h. 400. Lihat juga al-Sayyid Sabiq , Fiqhus Sunnah, (Beirut: Darul Fikr, 1992), juz I, h. 277.

eggan mendekatkan diri kepada Allah Swt. dan

36 Muhammad Abduh, Tafsir al-Manar, (Beirut: Dâr al-

tidak mengharapkan imbalan-Nya, maka setan

Ma’rifah, 1973), Cet.ke-2, Juz V, h. 100.

mem bisikkan mereka untuk tetap membangkang.

MADANIA Vol. 20, No. 1, Juni 2016

2. Berinfak tanpa Disertai Celaan dan Umpatan

bersedekah tidak bertujuan mencari keridaan Allah. 37 Berbeda dengan al-Qurtubi, sementara mufassir membedakan antara manni, adzâ dan riya’. Pemberian yang diniatkan untuk riya’, sudah pasti tidak mendapatkan imbalan dari Allah, tapi pemberian yang disertai dengan manni, dan adzâ yang tetap diniatkan karena Allah, tetap akan

“Orang-orang yang menafkahkan hartanya di mendapatkan imbalan dari Allah, namun tidak jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi

mendapatkan “pelipatgandaan” ( ةفعاضلما-فيعضتلا) apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-

pahala. Dengan kata lain, yang hilang hanya nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti

keutamaan sedekahnya, bukan pahala sedekahnya. 38 (perasaan sipenerima), mereka memperoleh pahala Menurut penulis, pembedaan antara manni,

di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih

adzâ, dan riya’ dalam membatalkan pahala maupun hati (Q.S. al-Baqarah [2]: 262).”

keutamaan pemberian seseorang kurang tepat karena ketiga hal tersebut pada hakekatnya mengingkari posisi Allah sebagai sentralitas aktivitas manusia, yakni sebagai titik tolak dan titik tujuan perbuatan manusia. Hal ini berarti bahwa walaupun pada awalnya seseorang dalam memberi bertujuan mencari rida Allah, namun di kemudian hari dia menyebut-nyebut pemberiannya karena mengharap sesuatu dari yang diberi baik berupa materi maupun berupa pujian dan semacamnya, maka sikap seperti ini dianggap

“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu meng- sebagai mengingkari Allah dan hari akhirat hilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-

sebagaimana yang disebutkan dalam ayat di atas. nyebutnya dan menyakiti (perasaan sipenerima),

Senada dengan hal ini, Quraish Shihab 39 dalam seperti orang yang menafkahkan hartanya karena

menafsirkan Q.S. al-Baqarah [2]:262 di atas, riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada

menjelaskan bahwa manni dan adzâ merupakan Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan faktor yang menyebabkan seorang yang memberi orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada

tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu gagal dalam memperoleh pelipatgandaan pahala

menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka dari Allah. Kata اًّنَم yang diterjemahkan dengan

tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka menyebut-nyebut pemberian terambil dari usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada

kata minnah ( ةنم) yakni nikmat. Manni adalah orang-orang yang kafir (Q.S. al-Baqarah [2]: 264)”.

menyebut-nyebut nikmat kepada yang diberi serta membanggakannya. Kata ini pada mulanya

Menurut al-Qurtuby, ْمُكِتاَقَدَص ditafsirkan dengan berarti “memotong” atau “mengurangi”. Dalam

infak yang meliputi wajib dan infak sunnah. Jika ىَذَْلاَو ِّنَم terjadi pada infak wajib maka, selain si konteks ayat ini, menyebut-nyebut pemberian akan

memotong atau mengurangi ganjaran pemberian pemberi tidak mendapat pahala sedekahnya, juga itu. Begitupun juga, hubungan baik yang terjadi mendapat ancaman berupa siksaan Allah. Tapi jika ىَذَْلاَو ِّنَم terjadi pada infak sunah, maka si pemberi sebelumnya antara si pemberi dengan yang

diberi akan terpotong dan tidak bersambung lagi. tidak mendapat ancaman siksaan Allah, melainkan

tidak mendapatkan pahala pemberiaannya ىًذَأ) bermakna “gangguan”.

Adapun kata azdâ (

atau pemberiannya dianggap sia-sia di sisi

37 al-Qurthuby, al-Jâmi’ Li Ahkâm al-Qur’ân, (al-Qâhirah:

Allah Swt. Lebih lanjut al-Qurtuby menjelaskan

Dar al-Sya’b, t.th), Jilid III, h. 312.

bahwa manni, adzâ, dan riya’, ketiganya akan 38 al-Qurthuby, al-Jâmi’ Li Ahkâm al-Qur’ân, (al-Qâhirah: mengungkap niat di akhirat nanti sehingga tidak Dar al-Sya’b, t.th), Jilid. III, h. 312.

39 Lihat juga di antaranya Q.S. al-Nisa [4]: 94; Q.S.al-

layak mendapatkan balasan Allah Swt, karena

Shaffat [37]: 114; Q.S. Ibrahim [14]:11; al-Qashash [28]: 5.

Rosmini: Falsafah Infak Dalam Perspektif Alquran

Menyebut-nyebut nikmat juga termasuk menunjukkan kedua keburukan itu, bukan hanya gangguan. Perbedaannya, kalau manni berarti

untuk menunjukkan perbedaan yang sangat jauh menyebut-nyebut pemberian di depan orang

antara nafkah yang direstui Allah dengan nafkah yang diberi, sedangkan adzâ berarti menyebut-

yang dibarengi dengan manni dan adza, tetapi nyebut pemberian di depan orang lain, sehingga

yang lebih penting lagi bahwa kata “kemudian” menyebabkan orang yang diberi merasa malu. 40 mengisyaratkan yang dituntut adalah tidak

Dalam Mu’jam Mufradat al-Fâz Al-qurân, melakukan kedua keburukan itu, bukan hanya dijelaskan bahwa kata man berarti al-Minnah,

pada saat pemberian, tetapi juga di kemudian hari yakni nikmat yang besar. Nikmat yang dimaksud

setelah masa yang berkepanjangan berlalu dari bisa saja berupa perbuatan, bisa juga berupa

masa pemberian. Dalam kehidupan sehari-hari, perkataan. Kata man atau minnah tidak selamanya

dijumpai banyak orang pada saat memberikan, berkonotasi negatif, tetapi sering juga berkonotasi

memberikan secara tulus, bahkan mungkin positif. Yang berkonotasi positif hampir semuanya

rahasia, tetapi beberapa lama kemudian dia mengarah kepada perbuatan, misalnya ُهَّللا َّنَم ْدَقَل menceritakan pemberiaannya kepada orang lain ينِنِمْؤُمْلا ىَلَع (Sungguh Allah telah memberi karunia yang mengakibatkan yang diberi merasa malu

kepada orang-orang yang beriman), dalam Q.S. Âli- atau tersinggung perasaannya. Nampaknya orang ´Imran [3]: 164. 41 Sedang yang berkonotasi negatif

seperti inilah yang disinggung oleh Allah dalam mengarah kepada perbuatan dan perkataan.

ayat ini.

Misalnya Q.S. al-Hujurat [49]:17, Selanjutnya, ayat ini (al-Baqarah: [2]: 262) ditutup dengan ْمُه َلاَو ْمِهْيَلَع ٌفْوَخ َلاَو ْمِِّبَر َدْنِع ْمُهُرْجَأ ْمَُل َنوُنَزَْي (bagi mereka pahala mereka di sisi Tuhan mereka), yakni pahala yang mereka peroleh adalah pelipatgandaan yang disebut pada ayat yang lalu. Dengan demikian pelipatgandaan pahala

“Mereka merasa telah memberi ni`mat kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah: “Janganlah

tidak dapat diperoleh kecuali dengan menghindari kamu merasa telah memberi ni`mat kepadaku

dua keburukan tersebut (manna dan adzâ), dan dengan keislamanmu, sebenarnya Allah Dialah yang

tentu saja sebelum itu adalah ketulusan dan melimpahkan ni`mat kepadamu dengan menunjuki

penggunaannya di jalan Allah. Bukan hanya itu kamu kepada keimanan jika kamu adalah orang-

yang akan mereka peroleh, melainkan mereka orang yang benar” (Q.S. al-Hujurat [49]:17).

juga tidak akan disentuh oleh rasa takut, yakni Demikian juga dalam Q.S. al-Muddatsir:

keresahan hati menyangkut masa depan, tidak [6], رِثْكَتْسَت ْنُنَْت َلاَو (dan janganlah kamu memberi

pula akan bersedih, yakni keresahan hati akibat (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang

apa yang terjadi di masa lalu. lebih banyak). 42

3. Berinfak dengan harta sendiri, harta yang

Penggunaan frasa ىًذَأ َلاَو اًّنَم, dan bukan اًّنَم

halal dan baik, dengan harta yang disukai.

ىًذَأَو (hilang لا–nya), yang berarti tidak menyebut- nyebut pemberiannya dan tidak pula mengganggu.

Penggunaan kata لا atau tidak pula, menunjukkan bahwa kedua keburukan itu berdiri sendiri, bukan gabungan. Sehingga kecaman tidak hanya tertuju jika salah satunya saja yang dikerjakan. Di sisi lain, penggunaan kata kemudian ( ثم) sebelum

40 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan

“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di

Keserasian Alquran, (Jakarta: Lentera Hati, 2000), volume I, cet.

jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-

I, h. 531-532.

baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan

al-Raghib al-Ishfahany, Mu’jam Mufradat al-Fâz al- Qur’ân, h. 494.

dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih

42 Q.S. al-Taubah [9]: 34.

yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya,

MADANIA Vol. 20, No. 1, Juni 2016

padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya

ماوـقلا. 43 Sebagian mufassir melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya.

ketaatan kepada Allah itulah

mendefinisikan فارسلاا dengan menafkahkan sesuatu Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha

yang bukan haknya, dan راتقلاا dengan menahan Terpuji.” (al-Baqarah [2]: 267)”.

atau tidak mengeluarkan harta yang bukan haknya. Kalau dalam beberapa ayat sebelumnya,

Menurut penulis, bagaimanapun definisi فارسلاا dan diungkapkan tentang niat atau motivasi orang

راتقلاا, yang pasti keduanya merupakan dua titik berinfak, maka dalam ayat ini diungkapkan

ekstrem yang harus dihindari dalam mengeluarkan tentang materi infak dan sifatnya. Materi infak

nafkah. Di antara keduanya terdapat ماوـقلا yakni yang dianjurkan dalam ayat ini diinsyaratkan

keadilan. Dalam konteks ini, mengeluarkan nafkah dalam potongan ayat ْمُكَل اَنْجَرْخَأ اَِّمَو ْمُتْبَسَك اَم ِتاَبِّيَط ْنِم

hendaknya disesuaikan dengan kemampuan, tidak ِضْرَْلا َنِم . Berdasarkan frase ْمُتْبَسَك اَم dalam ayat

merasa terbebani sedikitpun, baik itu beban moril ini, dapat dipahami bahwa semua hasil usaha

maupun beban materil.

manusia yang halal perlu dinafkahkan sebagian Ayat tersebut juga mengisyaratkan bahwa darinya, bukan keseluruhannya, baik yang berupa

kebijakan pemilik al-mâl harus jauh dari barang maupun jasa. ضْرَْلا َنِم ْمُكَل اَنْجَرْخَأ اَِّمَو menunjuk

penimbunan atau kekikiran dan pemborosan. kepada hasil pertanian dengan berbagai macam

Karena kedua cara ini menimbulkan dampak ragamnya. Kalau anjuran berinfak dalam ayat ini

negatif terhadap roda ekonomi. Penimbunan harta dipahami sebagai perintah wajib, maka semua

mengantar kepada stagnasi yang menghambat bentuk profesi, wajib dizakati.

lajunya perkembangan ekonomi, 44 selanjutnya Adapun sifat materi yang dianjurkan untuk

pembelanjaanya secara semena-mena berarti dinafkahkan adalah ِتاَبِّيَط ْنِم yakni pilihlah yang baik-

Dokumen yang terkait

METODE SOSIODRAMA UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR SISWA DALAM MATA PELAJARAN TARIKH

0 1 12

EFEKTIVITAS METODE ASOSIASI (METAS-Q) DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGENAL HURUF HIJAIYAH PADA ANAK USIA DINI

0 3 14

MANFAAT BAGI INDONESIA SEBAGAI PIHAK PADA CONVENTION ON BIOLOGICAL DIVERSITY DAN NAGOYA PROTOCOL DALAM MELINDUNGI SUMBER DAYA GENETIK DAN PENGETAHUAN TRADISIONAL THE BENEFITS OF THE BIOLOGICAL DIVERSITY CONVENTION AND NAGOYA PROTOCOL FOR INDONESIA AS STAT

0 0 15

KEARIFAN LOKAL MENJAGA LINGKUNGAN HIDUP DALAM PERSPEKTIF EKOREGION DI PALEMBANG LOCAL WISDOM FOR ENVIRONMENT PROTECTION FROM ECOREGION PERSPECTIVE AT PALEMBANG

0 1 13

GERAKAN SOSIAL PEMBERDAYAAN HUKUM DALAM PELESTARIAN FUNGSI LINGKUNGAN HIDUP MELALUI METODE PATANJALA SOCIAL MOVEMENT OF LAW EMPOWERMENT IN PRESERVATION OF ENVIRONMENT FUNCTION WITH PATANJALA METHOD

0 0 10

FUNGSI PERIZINAN DALAM PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN BANDUNG UTARA DALAM KERANGKA PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN PERMIT FUNCTION IN SPATIAL USE CONTROL IN NORTH BANDUNG AREA IN THE FRAMEWORK OF SUSTAINABLE DEVELOPMENT

0 1 13

NILAI-NILAI MASLAHAH DALAM HUKUM POTONG TANGAN: ANALISIS KRITIS PERSPEKTIF HADIS AHKAM

0 0 15

EFEKTIVITAS PERAN MEDIASI DALAM MENANGGULANGI PERCERAIAN DI LINGKUNGAN PERADILAN AGAMA

0 0 15

IMPLEMENTASI PSIKO­SPIRITUAL DALAM PENDIDIKAN ISLAM

0 0 11

INTERNALISASI NILAI­NILAI ISLAM DALAM MEMINIMALKAN INFEKSI SOIL TRANSMITTED HELMINTH PADA PETANI KUBIS MELALUI PENDIDIKAN BERBASIS MASYARAKAT

0 0 13