TERAPI REALITAS UNTUK MEMBANTU PENYESUAIAN DIRI SANTRI MADRASAH DINIYAH : STUDI KASUS SEORANG SANTRI MADRASAH DINIYAH MIFTAHUL ULUM 1 SUMBERDAWESARI GRATI PASURUAN.
TERAPI REALITAS UNTUK MEMBANTU PENYESUAIAN DIRI SANTRI MADRASAH DINIYAH
(Studi kasus: seorang santri Madrasah Diniyah Miftahul Ulum 1 Sumberdawesari Grati Pasuruan)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh Gelar
Sarjana Sosial (S. Sos)
Oleh :
NIKMATUL KHABIBAH B53213062
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
JURUSAN DAKWAH
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM 2017
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
ABSTRAK
Nikmatul Khabibah (B53213062), Terapi Realitas Untuk Membantu Penyesuaian Diri Santri Madrasah Diniyah (studi kasus: seorang santri Madrasah Diniyah Miftahul Ulum 1 Sumberdawesari Grati Pasuruan) Fokus penelitian ini adalah (1) Bagaimana Proses Terapi Realitas Untuk Membantu Penyesuaian Diri Santri Madrasah Diniyah (studi kasus: seorang santri Madrasah Diniyah Miftahul Ulum 1 Sumberdawesari Grati Pasuruan)? (2) Bagaimana Hasil Terapi Realitas Untuk Membantu Penyesuaian Diri Santri Madrasah Diniyah (studi kasus: seorang santri Madrasah Diniyah Miftahul Ulum 1 Sumberdawesari Grati Pasuruan)?
Untuk menjawab permasalahan tersebut, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Adapun pengumpulan data melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. Penelitian ini menggunakan analisis deskripstif komparatif, yakni membandingkan data teori dan data di lapangan serta perilaku konseli sebelum dan sesudah menerima terapi realitas.
Proses terapi realitas untuk membantu penyesuaian diri santri madrasah diniyah di Kabupaten Pasuruan, tepatnya di Madrasah Diniyah Miftahul Ulum 1 Sumberdawesari dilaksanakan melalui tahapan identifikasi masalah, diagnosis, prognosis, teratment dan evaluasi/follow up. Adapun pada proses treatment
konselor menggunakan teknik WDEP (Want, Doing, Evaluation dan Plans)
kemudian memberikan motivasi sebagai penguatan untuk berkomitmen dan merealisasikan rencana tindakan bertanggungjawab yang sudah dibuat oleh konseli. Hasil terapi realitas untuk membantu penyesuaian diri seorang santri madrasah diniyah di Kabupaten Pasuruan, tepatnya di Madrasah Diniyah Miftahul Ulum 1 Sumberdawesari dapat ditunjukkan dengan hasil prosesntase 90.9%. Hasil tersebut dilihat dari kesediaan konseli untuk melakukan rencana-rencana yang telah dibuatnya untuk bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan madrasah diniyah serta adanya perubahan dari sikap/perilaku konseli seperti tidak merasa malu lagi dengan situasi yang dihadapi, mampu membuat jadwal belajar khusus madrasah diniyah, berusaha untuk menjadi contoh yang baik bagi teman-temannya dan lebih semangat untuk mengikuti pembelajaran madrasah diniyah.
(7)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii
MOTTO ... iv
PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN PERTANGGUNGJAWABAN ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR BAGAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 9
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Manfaat Penelitian ... 10
E. Definisi Konsep ... 10
F. Metode Penelitian ... 14
1. Pendekatan dan Jenis pnelitian ... 14
2. Subjek Penelitian ... 15
3. Tahap-tahap Penelitian ... 16
4. Jenis dan Sumber Data ... 20
5. Teknik Pengumpulan Data ... 21
6. Teknik Analisis Data ... 23
7. Teknik Keabsahan Data ... 25
G. Sistematika Pembahasan ... 25
BAB II TERAPI REALITAS, PENYESUAIAN DIRI, SANTRI, DAN MADRASAH DINIYAH A. Terapi Realitas ... 28
1. Sejarah Terapi Realitas ... 28
2. Pandangan Tentang Manusia ... 29
3. Konsep Dasar Terapi Realitas ... 33
4. Teknik Terapi Realitas ... 38
B. Penyesuaian Diri ... 45
1. Pengertian Penyesuaian Diri ... 47
2. Proses Penyesuaian Diri ... 46
3. Bentuk –bentuk Penyesuaian Diri ... 49
4. Reaksi-reaksi Penyesuaian Diri ... 50
C. Santri ... 51
1. Pengertian Santri ... 51
2. Fase Remaja ... 52
(8)
4. Penyesuaian Diri Pada Remaja ... 55
D. Madrasah Diniyah ... 62
1. Pengertian Madrasah Diniyah ... 62
2. Peraturan madrasah Diniyah ... 63
E. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 65
BAB III PELAKSANAAN TERAPI REALITAS UNTUK MEMBANTU PENYESUAIAN DIRI SANTRI MADRASAH DINIYAH DI KABUPATEN PASURUAN A. Penyesuaian Diri Santri Madrasah Diniyah Miftahul Ulum 1 Sumberdawesari Grati Pasuruan 1. Madrasah Diniyah Miftahul Ulum Sumberdawesari .... 68
2. Deskripsi Konseli ... 72
3. Latar Belakang Konseli ... 73
4. Aktifitas Konseli di Madrasah Diniyah ... 75
5. Masalah Penyesuaian Diri Konseli ... 76
6. Deskripsi Konselor ... 78
B. DeskripsiHasil Penelitian 1. Proses Terapi Realitas untuk Membantu Penyesuaian Diri Santri Madrasah Diniyah (studi kasus: seorang santri di Madrasah Diniyah Miftahul Ulum 1 Sumberdawesari Grati Pasuruan) ... 79
2. Deskripsi Hasil Akhir Terapi Realitas untuk Membantu Penyesuaian Diri Santri Madrasah Diniyah (studi kasus: seorang santri di Madrasah Diniyah Miftahul Ulum 1 Sumberdawesari Grati Pasuruan) ... 94
BAB IV ANALISIS TERAPI REALITAS UNTUK MEMBANTU PENYESUAIAN DIRI SANTRI MADRASAH DINIYAH A. Analisis Proses Terapi Realitas untuk Membantu Penyesuaian Diri Santri Madrasah Diniyah (studi kasus: Seorang Santri Di Madrasah Diniyah Miftahul Ulum 1 Sumberdawesari Grati Pasuruan) ... 97
B. Analisis Hasil Akhir Terapi Realitas untuk Membantu Penyesuaian Diri Santri Madrasah Diniyah (studi kasus: seorang santri di Madrasah Diniyah Miftahul Ulum 1 Sumberdawesari Grati Pasuruan) ... 104
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 107
B. Saran ... 108
DAFTAR PUSTAKA ... 110 LAMPIRAN
(9)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Setiap individu yang hidup akan mengalami proses pertumbuhan dan
perkembangan secara dinamis atau berubah-ubah dengan tujuan
menyesuaikan dirinya dengan lingkungan tempat ia hidup. Manusia sebagai
individu yang diciptakan lebih sempurna dari makhluk hidup lainnya dan
memiliki struktur kompleks cenderung mengalami banyak perubahan dalam
proses pertumbuhan dan perkembangannya baik dari segi fisik maupun
psikisnya.2 Perubahan yang terjadi dalam diri memerlukan proses
penyesuaian baik dengan dirinya atau dirinya dengan lingkungannya agar bisa
menjalankan kehidupan secara seimbang, normal dan ideal.
Sejak manusia dilahirkan ke dunia, sejak itu pula dia akan bertemu
dengan beragam bentuk situasi yang memungkinkan untuk bisa serasi dan
sesuai agar penerimaan dan kepuasan hidup bisa didapatkan. Namun sejalan
dengan pertumbuhan dan perkembangannya tidak semua manusia bisa
melakukan proses penyesuaian yang baik sesuai dengan potensi dirinya
maupun kebutuhan lingkungannya. Disebutkan dalam sebuah ungkapan yang berbunyi “Hidup manusia sejak lahir sampai mati tidak lain adalah penyesuaian diri” hal ini mengandung makna bahwa setiap fase kehidupan proses penyesuaian diri sangat penting, untuk itu perlu sikap dinamis dan
terbuka dalam kondisi dan situasi yang dijumpai oleh individu.
2
(10)
2
Manusia akan terus berusaha dalam beragam cara untuk bisa
menyesuaikan diri dengan tujuan yang bisa diterima oleh umum, jika dalam
prosesnya manusia mengalami hambatan, maka dia akan mencari dan
berusaha mencapai kepuasan dengan cara yang tidak diinginkan namun bisa
diterima oleh umum. Manusia diharapkan memiliki jenis aktifitas atau sikap
sesuai dengan perkembangan yang dialami.3 Oleh sebab itu dalam proses
pertumbuhan dan perkembangan manusia sebagai individu dituntut untuk
mengerti dan memahami tugas-tugas perkembangan disetiap tahapnya agar
bisa memenuhi kebutuhan diri sesuai dengan tugas perkembangan yang
dihadapi dan bisa terhindar dari keadaan emosi negatif dan ketidakpuasan
terhadap hidup yang dijalani.
Pertumbuhan dan perkembangan manusia dimulai sejak bayi hingga
lansia dan pada setiap masa yang dilalui memiliki proses penyesuaian diri
yang berbeda dan kadang perlu bantuan beberapa pihak lain untuk memahami
kondisi dan situasi yang dialami. Manusia akan selalu dihadapkan dengan
keadaan baru yang belum pernah dialami pada setiap perkembangan dan
pertumbuhannya. Tidak menutup kemungkinan usia dewasa dan lansia yang
dinilai cukup matang dalam segi kognisi dan afektifnya juga memerlukan
bantuan pihak lain dalam proses penyesuaian diri. Namun masa remaja yang
berada pada masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa dengan
banyaknya perubahan baru yang akan dialami baik fisik, emosi, minat dan
sikap ambivalen lebih memerlukan perhatian khusus dari pihak yang ada
3
(11)
3
disekitarnya agar bisa membentuk pribadi remaja berakhlak mulia dan sesuai
dengan budaya dan norma yang ada.4
Perkembangan emosi pada masa remaja yang masih dalam keadaan
tidak stabil disebabkan adanya tekanan sosial dan harus menghadapi kondisi
baru yang belum pernah ditemui sebelumnya, namun seiring berjalannya
waktu perilaku emosinya akan mengalami perbaikan. Remaja juga cenderung
memiliki beberapa minat dalam kehidupannya, salah satu minat yang ada
adalah minat terhadap pendidikan dengan cara menyukai pelajaran-pelajaran
yang sesuai dengan apa yang dianggap bermanfaat dalam kehidupannya
kelak. Adapun remaja yang tidak berminat dalam pendidikan adalah mereka
yang mengalami kondisi keluarga yang mengaharapkan cita-cita yang tidak
realistis, teman sekolah yang kurang menyukai dan kondisi fisik yang matang
terlebih dahulu daripada teman sebayanya.5
Kondisi remaja yang tidak berminat terhadap pendidikan akan
mengakibatkan hal-hal yang tidak diharapkan, untuk itu perlu bimbingan
orang-orang disekitarnya untuk lebih menyadari kebutuhan remaja dalam
menyesuaikan dirinya dengan potensi yang dimiliki maupun dengan kondisi
lingkungan yang belum pernah dialami remaja. Orang tua memiliki peran
penting dalam proses tumbuh kembang remaja, karena kedekatan dengan
orang tua sudah mulai terkikis dengan kedekatannya bersama teman
sebayanya. Remaja akan mengalami banyak perubahan dalam perilakunya
sebagai bentuk proses penyesuaian diri untuk itu remaja dituntut untuk
4
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan (Jakarta: Erlangga, 1980), hal. 207.
5
(12)
4
memiliki kemampuan penyesuaian diri yang baik demi terjalinnya interaksi
yang baik pula terutama dengan lingkungan yang baru dan beragam
lingkungan yang akan ditemui dan dihadapi.
Salah satu problem pada masa remaja adalah penyesuaian diri, dimana
tidak semua remaja memiliki potensi menyesuaikan diri yang baik dengan
lingkungannya. Kegagalan dalam proses penyesuaian diri bisa disebabkan
oleh frustasi, kecewa, rintangan hidup dan kegagalan di masa kanak-kanak.
Kegagalan dalam penyesuaian diri oleh remaja akan menimbulkan perilaku
yang bisa merugikan diri sendiri dan lingkungan sekitarnya.
Pada tahun ajaran baru 2016/2017 Kabupaten Pasuruan menetapkan
kebijakan baru dalam dunia pendidikan yakni Peraturan Daerah Kabupaten
Pasuruan No. 4 tahun 2014 tentang wajib madrasah diniyah bagi warga
Pasuruan yang berusia 5-17 tahun. Hal ini merupakan bentuk upaya yang
dilakukan pemerintah Pasuruan untuk membekali anak-anak dan remaja
tentang ilmu agama secara mendalam yang tidak didapatkan di sekolah
formal dengan harapan ajaran agama bisa menjadi pedoman utama dalam
menjalani kehidupan sehari-hari.
Bupati Pasuruan menuturkan sebuah harapan bahwa madrasah diniyah
bukan hanya sebagai penyeimbang pendidikan formal saja namun sebagai
wadah khusus untuk mencetak generasi yang memiliki pribadi berakhlakul
(13)
5
peraturan baru ini ini tidak menjadi beban bagi anak-anak ataupun remaja
yang baru saja memasuki lingkungan madrasah diniyah.6
Penetapan peraturan daerah ini dalam beberapa sisi lain menimbulkan
berbagai respon di kalangan masyarakat Pasuruan yang belum mengerti dan
mengenal madrasah diniyah sebelumnya. Mayoritas proses pembelajaran
madrasah diniyah yang dimulai pada waktu siang hari membuat anak-anak
atau remaja sebagai objek pelaksanaan perda harus siap dengan kegiatan di
lingkungan baru dan pandai membagi waktu, tenaga dan pikiran. Madrasah
diniyah ini diharapkan bisa menjadi wadah untuk membekali remaja dengan
ilmu agama yang kokoh sebagai pegangan hidupnya kelak.
Pada hakikatnya pendidikan agama adalah salah satu pendidikan yang
wajib diberikan sejak dini oleh orang tua kepada anaknya, karena lingkungan
keluarga adalah sekolah pertama bagi anak-anak. Ajaran agama yang telah
anak lihat dan lakukan sejak dini akan berkembang baik jika apa yang
dilakukan tidak mendapat kritik malah akan menjadi pedoman yang kuat
dalam menjalankan kehidupannya. Namun jika pendidikan agama yang
diterima oleh anak tidak memberikan kesempatan untuk berpikir logis dan
lingkungan keluarga yang kurang taat maka akan muncul kebimbangan pada
diri anak dan remaja.7
Masa remaja yang sering ada dalam kondisi bimbang dalam
memecahkan masalah atau menghindari masalah memerlukan proses
penyesuaian diri yang baik terutama terhadap peraturan baru yang harus
6
Wartabromo, 24 Mei 2016 (diakses pada www.wartabromo.com).
7
(14)
6
dikerjakannya. Peran orang tua demokratis dalam membimbing kehidupan
remaja sangat perlu untuk membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi
terutama masalah penyesuaian dirinya dengan lingkungan baru dimana
remaja melakukan proses belajar.
Pendidikan agama dalam lembaga madrasah diniyah yang wajib
dilaksanakan oleh remaja dengan latar belakang keluarga bukan santri
memerlukan proses penyesuaian diri, baik dalam waktu, pelajaran, guru dan
lingkungannya agar remaja bisa menerima apapun yang diperoleh dari
madrasah diniyah secara baik sebagai kebutuhan bagi mereka dan akan
menjadi manfaat bagi diri mereka sendiri bukan hanya untuk mendapatkan
formalitas belajar hanya untuk mendapatkan ijazah dan menggugurkan
keawajiban melaksanakan peraturan pemerintah saja. Menghadapi realita
yang harus diterima dan dilaksanakan, remaja yang belum terbiasa dengan
keadaan baru, perlu proses penyesuaian yang tidak mudah.
Remaja juga memiliki keinginan-keinginan yang berbeda satu sama
lain begitu juga dengan cara remaja untuk memenuhi keinginannya, untuk itu
tidak semua remaja mampu menerima kondisi baru yang dihadapi dalam
proses memenuhi keinginannya. Kondisi seperti ini dialami remaja daerah
Pasuruan yang baru masuk dunia madrasah diniyah setelah adanya peraturan
daerah wajib madrasah diniyah yang mengakibatkan banyak remaja tidak bisa
(15)
7
menarik diri dari lingkungan sekitar, dan cepat merasa bosan dengan kondisi
yang ada . 8
Perilaku diatas ini membuat para pendidik juga harus memiliki cara
khusus untuk menciptakan situasi agar santri baru yang mayoritas adalah
remaja mampu menerima pelajaran dengan baik, bertindak sesuai dengan
norma madrasah diniyah dan menyadari akan pentingnya pendidikan agama
sebagai pedoman hidup. Jika santri baru mampu menyesuaikan diri dengan
baik maka akan tercipta sikap remaja yang sadar akan pentingnya pendidikan
agama di madrasah diniyah dan mampu menggunakan waktu luangnya
dengan aktifitas yang bermanfaat baik untuk dirinya sekarang dan sepanjang
hidupnya kelak.
Manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi baik
kebutuhan fisik maupun kebutuhan psikologis. Kebutuhan psikologis manusia
merupakan keharusan untuk dipenuhi untuk mencapai suatu identitas yang
akan menimbulkan dinamika-dinamika tingkah laku. Manusia yang memilih
perilakunya sendiri mengarah pada suatu tanggung jawab atas hal yang
berkaitan dengan perilakunya dan pikirannya.9
Tingkah laku remaja yang tidak bisa menyesuaikan dirinya dalam
proses memenuhi kebutuhan lingkungannya, perlu suatu bimbingan dari
orang-orang sekitarnya, terutama dari orang tua dan guru. Remaja perlu
bimbingan untuk memilih hal yang akan diubah dalam perilaku dan
8 Hasil wawancara dengan Lailatus Sa’diyah (Guru Madrasah Diniyah Miftahul Ulum
Sumberdawesari) pada tanggal 22 Oktober 2016.
9
Singgih D. Gunarsa, Konseling dan Psikoterapi (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), hal. 242.
(16)
8
pikirannya dimana emosi dan respon fisiologis ada di dalamnya. Jika remaja
mampu memilih perilaku dan pikiran yang akan diubah sesuai dengan potensi
dan kebutuhan lingkungan maka akan mencapai identitas sukses. Pencapaian
identitas sukses terikat pada konsep 3R yakni Responbility, Reality dan Right
dengan menunjukkan total behavior yang terdiri dari tindakan, pikiran,
perasaan dan kefaalan.10
Adapun salah satu remaja madrasah diniyah yang baru masuk setelah
adanya peraturan wajib madrasah diniyah adalah Nur (Nama Samaran). Dia
merupakan santri Madrasah Diniyah Miftahul Ulum 1 Sumberdawesari yang
duduk di bangku kelas 1B dengan teman-teman kelas yang masih SD
sedangkan Nur sudah duduk di bangku SMP.
Awalnya ada rasa terpakasa dan malu untuk menjalani madrasah
diniyah yang terpaut dengan aturan baru baik mengenai waktu dan pelajaran
yang akan dipelajari serta kondisi yang tidak diharapkan. Nur juga memiliki
sikap/perilaku yang kurang bisa menyesuaikan diri, hal ini terlihat dari
beberapa sikapnya seperti menarik diri dari lingkungan barunya, sering tidak
mengikuti pelajaran/absen, bergantung pada pekerjaan teman ketika ulangan
atau ujian dan cenderung pasrah dengan keadaan.
Untuk itu Nur perlu bimbingan agar bisa berperilaku yang
membantunya untuk menerima dan menghadapi lingkungan madrasah
diniyah serta berperilaku yang bisa menyesuaikan diri sesuai dengan potensi
dan kebutuhan lingkungannya sehingga konseli semangat madrasah diniyah.
10
(17)
9
Konsep bimbingan di atas dapat dijumpai pada terapi Realitas yang
berorientasi kepada pengembangan kekuatan-kekuatan psikis yang
dimilikinya dalam menilai perilakunya sekarang dan kesiapan terhadap
kondisi yang akan atau sedang dihadapi. Melihat fenomena yang terjadi diatas, akhirnya peneliti memilih judul “Terapi Realitas untuk membantu penyesuaian diri Santri Madrasah Diniyah (studi kasus: seorang santri di
Madrasah Diniyah Miftahul Ulum 1 Sumberdawesari Grati Pasuruan)”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses Terapi Realitas untuk Membantu Penyesuaian Diri
Santri Madrasah Diniyah (studi kasus: seorang santri di Madrasah
Diniyah Miftahul Ulum 1 Sumberdawesari Grati Pasuruan)?
2. Bagaimana hasil Terapi Realitas untuk Membantu Penyesuaian Diri
Santri Madrasah Diniyah (studi kasus: seorang santri di Madrasah
Diniyah Miftahul Ulum 1 Sumberdawesari Grati Pasuruan)?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui proses Terapi Realitas untuk membantu penyesuaian diri
Santri Madrasah Diniyah (studi kasus: seorang santri di Madrasah
Diniyah Miftahul Ulum 1 Sumberdawesari Grati Pasuruan)
2. Mengetahui hasil Terapi Realitas untuk membantu penyesuaian diri
Santri Madrasah Diniyah (studi kasus: seorang santri di Madrasah
(18)
10
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan wawasan baru dalam
pengembangan teori dan kontribusi dalam ilmu Bimbingan dan
Konseling Islam.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapakan :
a. Mampu membantu remaja dalam proses penyesuaian diri di
lingkungan baru dan mencegah timbulnya stres dan sebagai metode
khusus bagi pendidik untuk meningkatkan kualitas peserta didik.
b. Mampu menambah wawasan masyarakat khususnya para orang tua
dan guru di Kabupaten Pasuruan untuk lebih memperhatikan remaja
atau santrinya yang baru mengenal dunia madrasah diniyah.
c. Mampu menjadi rujukan bagi peneliti selanjutnya terkait dengan
terapi yang sama.
E. Definisi Konsep
1. Terapi Realitas
Terapi realitas adalah bentuk terapi yang bertitik tolak pada
paham dasar bahwa manusia memilih perilakunya sendiri dan
mengharuskan untuk bersikap tanggung jawab dengan apa yang
dilakukan dan apa yang dipikirkan agar individu mampu
(19)
11
menilai perilakunya sekarang dan jika tidak mampu memenuhi
kebutuhan maka perlu memperoleh perilaku baru yang efektif.
Fokus terapi realitas dalam penelitian ini adalah pendekatan
dengan konseli melalui suatu teknik yang sesuai dengan konsep 3R
(Responbility, Reality, Right) dengan tujuan mampu memahami dan menghadapi realitas. Ada teknik khusus yang akan diaplikasikan dalam
proses terapi realitas untuk konseli dalam penelitian ini yakni sistem
WDEP yakni want (menanyakan pada konseli apa yang diinginkannya),
doing (menanyakan pada konseli apa yang sedang dilakukan dan arah
globalnya) evaluation (meminta klien untuk menilai diri dengan cermat)
plans (membantu klien untuk membuat rencana dalam memenuhi
kebutuhan-kebutuhan secara efektif).11
Teknik WDEP yang akan digunakan untuk membantu santri agar
bisa lebih bersikap/berperilaku efektif dari sebelumnya sehingga mampu
menyesuaikan dirinya dengan baik adalah sebagai berikut :
a. Tahap pertama setelah mengetahui permasalahan yang dihadapi
konseli konselor memulai dengan memberikan pentanyaan tentang
apa yang diinginkan konseli pada situasidan kondisi yang dihadapi
sekarang (Want)
b. Selanjutnya konselor meminta konseli untuk menjelaskan tindakan
apa yang dilakukan selama menjadi santri baru dan tindakan yang
dilakukan untuk mencapai keinginannya (Doing)
11
Richard Nelson-Jones, Teori dan Praktik Konseling dan Terapi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hal. 299.
(20)
12
c. Kemudian konselor menjelaskan kembali kesesuaian anatara
keinginan dan sikap/perilaku sekarang yang dilakukan dan meminta
konseli untuk menilai keefektifannya dengan beberapa pertanyaan
evaluasi (Evaluation)
d. Setelah itu konselor membimbingnya untuk membuat rencana secara
rinci tentang sikap/perilakunya yang kurang bisa menyesuaikan diri
ke arah perilaku yang lebih efektif dan bisa dipertanggung jawabkan
(Plans)
e. Konselor akan memberikan penguatan berupa motivasi agar bisa
merealisasikan rencananya dengang optimal
f. Pada tahap akhir konselor akan membuat lembaran form rencana
untuk diisi konseli mengenai hal yang belum, sedang dan sudah
dilakukannya untuk meningkatkan proses penyesuaian dirinya
2. Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri dalam bahasa inggris adalah adjust atau personal
adjustment. Sebagian individu tidak mampu mencapai kebahagiaan karena tidak mampu menyesuaikan diri dengan kehidupan keluarga,
sekolah, pekerjaan maupun masyarakat pada umumnya, hal ini
menyebabkan individu mengalami stress dan depresi. Selain itu
penyesuaian diri bisa bermakna suatu proses untuk yang berkaitan
dengan kondisi psikologis dan tingkah laku untuk mengatasi berbagai
(21)
13
anatara kebutuhan pribadi dengan tuntutan yang datang dari lingkungan
tempat individu tumbuh dan berkembang.12
Pada penelitian ini tujuan yang akan dicapai adalah terbentuknya
sikap/perilaku konseli yang mampu menyesuaikan diri dengan
lingkungannya sehingga mampu menerima realita kondisi yang dihadapi.
Adapun sikap/perilaku konseli yang dikatakan kurang bisa menyesuaikan
diri adalah merasa malu karena masuk di kelas yang masih rendah dan
mayoritas adalah mereka yang duduk di bangku SD sedangkan konseli
sudah SMP.
Konseli yang memang memiliki sikap pendiam kurang suka untuk
membicarakan kesulitan yang dialaminya kepada orang-orang
disekitarnya dan lebih memilih untuk menyelesaikan sendiri tapi hal itu
tidak membuat ia cepat keluar dari kesulitannya. Konseli juga sering
tidak masuk madrasah diniyah dikarenakan malas dan kadang untuk
menghindari pelajaran yang sulit.
Ada juga beberapa pelajaran yang belum dia kuasai dengan benar
karena konseli kurang bisa membagi waktu belajar untuk pelajaran
formal dan informal. Konseli juga cenderung pasrah dengan keadaan dan
kurang berperilaku tanggung jawab sesuai dengan kondisi yang dihadapi.
3. Santri
Salah satu dari unsur pesantren/madrasah adalah adanya murid
yang belajar atau disebut dengan santri. Menurut Kamus Besar Bahasa
12
Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, Psikologi Remaja (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hal. 175.
(22)
14
Indonesia Santri berarti: 1) orang yang mendalami agama Islam; 2) orang
yang beribadah dengansungguh-sungguh (orang yang saleh); 3) orang
yang mendalami pengajiannya dalam agama Islam dengan berguru
ketempat yang jauh seperti pesantren dan lainnya.13
Kata santri yang umumnya disematkan pada murid yang belajar
di pesantren juga digunakan pada murid yang belajar di madrasah
diniyah karena memiliki kesamaan yakni mendalami ilmu agama.
Penelitian ini maksud santri adalah salah satu murid remaja
Madrasah Miftahul Ulum 1 Sumberdawesari Grati kabupaten Pasuruan
yang baru masuk di madrasah diniyah pasca penetapan perda wajib
madrasah diniyah dan sedang mengalami beberapa kesulitan dalam
penyesuaian diri di lingkungan barunya yakni madrasah diniyah.
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Moleong
mengatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang ilmiah
yang bertujuan untuk memahami suatu fenomena dalam konteks sosial
dengan mengutamakan interaksi komunikasi mendalam antara peneliti
dan objek yang diteliti.
Memilih pendekatan kualitatif pada penelitian ini karena data
yang diperoleh berupa tulisan bukan berupa angka dengan tujuan untuk
mengetahui dan memahami fenomena secara mendalam dan menyeluruh.
13
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia ed. 3 (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hal. 997.
(23)
15
Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus, dimana penelitian ini
berangkat dari sebuah fenomena atau kasus yang telah terjadi. Data yang
diperoleh dari sebuah kasus yang mendalam dan komprehensif dengan
wilayah seluas kasus yang terjadi akan menjadi data utama dalam
penelitian.14
Adanya kebijakan baru dari pemerintah tentang wajib madrasah
diniyah juga mengharuskan para remaja khususnya untuk bisa
menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya, oleh karena itu banyak
dari santri baru mengalami permasalahan penyesuaian diri.
2. Subjek Penelitian
a. Konseli
Konseli dalam penelitian ini adalah santri Madrasah Diniyah
Miftahul Ulum Sumberdawesari Grati Pasuruan yang berusia 13
tahun. Konseli adalah remaja yang baru masuk dan mengenal
lingkungan baru, yakni madrasah diniyah dan sedang dalam proses
memahami ilmu agama secara mendalam dan karakteristik teman
serta gurunya.
b. Konselor
Konselor adalah mahasiswa yang sedang menempuh
pendidikan di program studi Bimbingan dan Konseling Islam
Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan
Ampel Surabaya. Adapun konselor telah berpengalaman dalam
14
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial (Surabaya: Airlangga University Press, 2001) hal. 124.
(24)
16
perkuliahan dan PPL (Praktek Pengalaman lapangan) di Lembaga
Konseling. Pengetahuan, praktek, dan wawasan yang sudah diterima
cukup menjadi bekal konselor dalam memberikan konseling.
c. Informan
Penelitian ini juga melibatkan beberapa informan yakni orang
tua konseli dalam hal ini ibu konseli, guru madrasah diniyah dan
teman konseli di madrasah diniyah tempat konseli belajar. Adapun
lokasi penelitian akan dilaksanakan di Madrasah Diniyah Miftahul
Ulum 1 Sumberdawesari kecamatan Grati Kabupaten Pasuruan.
3. Tahap-Tahap Penelitian
Ada tiga tahapan dalam penelitian kualitatif yakni:
a. Tahap Pra Lapangan
1) Menyusun Rancangan Penelitian
Sebelum memasuki lapangan perlu membuat rancangan
penelitian yang berisi tentang fenomena yang berkembang pada
santri remaja baru madrasah diniyah kemudian membuat latar
belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta
rencana-rencana yang dibutuhkan selama proses penelitian
seperti instrumen-instrumen penelitan dan pedoman wawancara
kepada subjek yang akan diteliti yang meliputi pertanyaan
kepada konseli, orang tua konseli, guru madrasah diniyah dan
(25)
17
2) Memilih Lapangan Penelitian
Langkah selanjutnya yakni menentukan lokasi atau
tempat yang akan berlangsung proses penelitian. Penelitian ini
akan dilakukan di daerah yang menetapkan kebijakan wajib
Madrasah Diniyah yaitu di Desa Sumberdawesari Kecamatan
Grati Kabupaten Pasuruan.
3) Mengurus Perizinan Penelitian
Perizinan kepada pemilik wewenang objek penelitian
adalah hal yang harus dilakukan sebagai syarat untuk
melaksanakan penelitian. Pengurusan perizinan dalam penelitian
ini akan dilakukan pada konseli, orang tua konseli dan lembaga
madrasah diniyah tempat konseli belajar.
4) Menjajaki dan Menilai Keadaan Lapangan
Keadaan lapangan baik dari segi geografi, demografi,
sosial, pendidikan, kebudayaan, kebiasaan-kebiasaan dan
sebagainya perlu diketahui dan dikenal lebih dalam untuk
menghasilkan data yang kongruen dengan fenomena yang
terjadi.
Peneliti akan menggali data tentang pendidikan,
kebudayaan, kebiasaan-kebiasaan yang ada di sekitar
lingkungan tempat tinggal konseli melalui wawancara dan
observasi dari pihak madrasah diniyah Miftahul Ulum 1
(26)
18
5) Memilih dan Memanfaatkan Informan
Informan adalah orang yang memberikan informasi
tentang latar penelitian dengan tujuan untuk membantu
mengumpulkan data dengan waktu yang relatif singkat namun
banyak memperoleh informasi yang dibutuhkan.
Informan dalam penelitian ini meliputi konseli, orang tua
klien dan guru madrasah diniyah konseli, dan pihak-pihak yang
terkait dengan konseli seperti teman kelas atau teman bermain.
6) Menyiapkan Perlengkapan
Perlengkapan dalam penelitian ini menggunakan
pedoman wawancara, alat tulis, kamera, recorder, buku
catatan,dll.
7) Persoalan Etika Penelitian
Peneliti akan mempelajari kondisi lapangan penelitian
yang pasti memiliki kebudayaan dan norma-norma yang perlu
ditaati dan dihargai maka peneliti perlu adanya persiapan fisik,
Psikologis, dan mental.15
b. Tahap Pekerjaan Lapangan
1) Memahami Latar penelitian
Peneliti harus memahami latar penelitian secara
mendalam dan mempersiapkan fisik, psikologis dan mental
dengan baik. Proses penelitian yang akan melewati beberapa
15
Lexy, J Moloeng, Metode penelitian Kualitatif ( Bandung: Roesda Karya, 2007), hal. 85.
(27)
19
proses yang panjang mengharuskan peneliti lebih teliti, cermat
dan berusaha untuk memahami keadaan, kondisi dan situasi
konseli, keluarga dan lingkungan sekitar tempat tinggal konseli
yang berkaitan dengan keadaan sosial budaya dan norma-norma
yang berlaku dengan melakukan observasi pra lapangan terlebih
dahulu.
2) Memasuki Lapangan
Langkah pertama yang dilakukan saat memasuki
lapangan adalah menjalin keakraban dengan subjek penelitian
agar terjadi hubungan yang kondusif dan baik. Peneliti akan
menghubungi orang terdekat konseli untuk melaksanakan
wawancara singkat, kemudian menghubungi konseli,
mengunjungi tempat tinggal konseli, wawancara dengan konseli
dan keluarga, membuat kontrak kegiatan konseling baik dengan
konseli maupun keluarga, melakukan observasi di madrasah
diniyah tempat konseli belajar, melakukan wawancara dengan
guru dan teman-temannya serta merekam kegiatan yang
dilakukan konseli baik secara tertulis maupun recording.
3) Berperan Mengumpulkan Data
Proses penelitian ketika di lapangan perlu melakukan
batas studi seperti waktu, tenaga, dan biaya agar sesuai dengan
data yang dicari dan dibutuhkan, selain itu mengumpulkan data
(28)
20
kemudian melakukan tahap analisis dari data-data yang telah
terkumpul.
c. Tahap Analisis Data
Data yang diperoleh dari lapangan kemudian dikumpulkan
dan dikategorikan sesuai dengan pola dan satuan uraian dasar. Data
yang diperoleh dari penelitian akan diregulasikan dengan
mengelompokkan sesuai dengan kategori penelitian, melakukan
tahap-tahap konseling dari attending hingga evaluasi, kemudian
mencatatnya sebagai bahan laporan penelitian.
4. Jenis Dan Sumber Data
Sumber data utama dalam kualitatif adalah kata-kata dan tindakan
selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.
a. Jenis data dalam penelitian ada dua :
1) Data primer berupa proses konseling dengan terapi realitas dan
hasil terapi realitas yang berupa sikap dan perilaku remaja yang
bisa menyesuaikan diri di lingkungan madrasah diniyah
2) Data Sekunder berupa proses bantuan dari orang tua, guru
maupun pihak lain dari konseli selama proses belajar dan
menyesuaikan dirinya di lingkungan madrasah diniyah.
b. Sumber data dalam penelitian ada dua :
1) Sumber Data Primer adalah seorang santri remaja madrasah
(29)
21
mengalami masalah penyesuaian diri di lingkungan madrasah
diniyah.
2) Sumber data sekunder adalah data-data hasil wawancara dengan
orang tua, guru yang mengajar dan teman konseli mengenai
sikap/perilakunya yang kurang bisa menyesuaikan diri di
lingkungan madrasah diniyah. Selain itu pada akhir konseling
ada lembaran rencana sebagai data dari hasil proses terapi yang
diberikan oleh konselor kepada konseli.
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan untuk mendapatkan data
yang akurat dan memenuhi standar.16 Adapun penelitian ini
menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :
a. Observasi
Observasi merupakan proses kegiatan melihat, mengamati,
mencermati dan merekam perilaku dengan sistematis sebagai data
untuk mendapatkan kesimpulan atau diagnosis.17 Data yang akan
menjadi objek observasi adalah informasi mengenai keadaan konseli
di rumah dan di madrasah, komunikasi dengan orang tua, guru dan
teman di madrasah diniyah tempat konseli belajar.
Adapun kegiatan observasi yang dlakukan adalah konselor
mengunjungi rumah konseli untuk mengetahui aktifitas konseli
16
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kulaitatif dan RnD (Bandung : Alfabeta, 2010), hal. 224.
17
Haris Herdiansayah, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta : Salemba Humanika, 2011), hal.131.
(30)
22
ketika ada di lingkungan keluarga. Konselor juga mengunjungi
madrasah diniyah tempat konseli belajar untuk mendapatkan data
tentang konseli.
b. Wawancara
Wawancara adalah proses tanya jawab yang dilakukan oleh
dua orang atau lebih dengan tatap muka untuk memeperoleh
informasi baik dengan pedoman wawancara atau tidak.18 Penelitian
ini akan menggunakan wawancara semi terstrukutur yakni bisa
memberikan pertanyaan terbuka dan masih menggunakan pedoman
dalam menentukan alur, urutan dan penggunaan kata serta bisa
mendapatkan pemahaman mngenai permasalahan tertentu dari
informan yang diwawancarai.
Subjek yang akan diwawancarai adalah santri remaja yang
baru masuk madrasah diniyah, orang tua dan guru serta teman
konseli di madrasah diniyah. Daftar pertanyaan sudah ada
berdasarkan pedoman wawancara yang dibuat dengan
pertanyaan-pertanyaan seputar keseharian konseli dalam melakukan aktivitas
baik di rumah maupun sekolah. Selain itu pandangan tentang perda
wajib madrsah diniyah dan sikap yang dilakukan dalam menghadapi
kondisi dan situasi kegiatan yang berbeda dengan sebelumnya
karena menyangkut dengan melaksanakan peraturan baru.
18
Burhan Bungin, Penelitian Kulaitatif (Surabaya: Airlangga University Press, 2001), hal. 108.
(31)
23
c. Dokumentasi
Teknik lain yang ada pada penlitian kualitatif adalah dengan
melihat atau menganalisis dokumen-dokumen yang dibuat oleh
subjek sendiri atau orang lain tentang subjek yang biasa dikenal
dengan teknik dokumentasi.19 Perolehan data dokumentasi juga bisa
diperoleh dari arsip, buku tentang teori dan hal-hal bisa terkait
dengan masalah penelitian seperti letak geografis, foto kegiatan dan
hal lain yang mampu mendukung kejelasan objek penelitian.
Pengumpulan data dengan dokumentasi pada penelitian ini
digunakan untuk memperoleh data mengenai identitas konseli, orang
tua dan guru madrasah diniyah konseli dan pihak yang terkait
dengan konseli, proses konseling yang dilakukan, dan hasil dari
proses konseling dengan memeriksa dokumen pribadi dan resmi
subjek penelitian.
6. Teknik Analisis Data
Proses pengumpulan data baik dengan wawancara, observasi
maupun dokumentasi akan menghasilkan data yang kemudian diproses
dan disusun secara sistematis yang dilakukan sebelum memasuki
lapangan, selama di lapangan dan setelah selesai di lapangan, kegiatan ini
disebut analisis data.
19
Haris Herdiansayah, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta : Salemba Humanika, 2011), hal.143.
(32)
24
Data yang sudah terkumpul akan dianalisis dengan data
non-statistik. Penerapan terapi Realitas oleh konselor untuk membantu
penyesuaian diri santri madrasah diniyah dengan usia remaja yang baru
masuk di madrasah diniyah ini disajikan dalam bentuk “deskriptif
komparatif” yakni membandingkan teori yang sudah ada dengan terapi yang sudah dilakukan pada konseli serta perilaku konseli sebelum dan
sesudah menerima terapi realitas.
Hasil dari pelaksanaan terapi realitas untuk membantu
penyesuaian diri santri madrasah diniyah akan diketahui dengan
terlaksana atau tidaknya rencana yang dibuat oleh konseli dan perubahan
perilaku yang bertanggung jawab serta sikap menerima realitas serta
perubahan pemikiran tentang kesadaraan pendidikan agama yanag bisa
bermanfaat untuk dirinya selanjutnya peneliti membandingkan usaha
yang telah dilakukan konseli dengan usaha yang akan dilakukan untuk
bisa menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan sekitarnya.
Untuk melihat tingkat keberhasilan dan kegagalan konseling
tersbut, penenliti berpedoman pada prosentase perubahan perilaku
dengan standar uji coba sebagai berikut :
a. >75% atau 75% sampai dengan 100% dikategorikan berhasil
b. 50% sampai dengan 75% dikategorikan cukup berhasil
c. <50% dikategorikan kurang berhasil20
20
Ismail Nawawi Uha, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Aplikasi untuk Ilmu Sosial, Ekonomi/Ekonomi Islam, Agama Manajemen Dan Ilmu Sosial Lainnya (Jakarta: Dwi Putra Pustaka Jaya, 2012), hal. 284.
(33)
25
7. Teknik Keabsahan Data
Data yang terkumpul akan menjadi akurat, valid, reliabel dan
objektif apabila dilakukan pengujian kebasahan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain diluar data dengan menggunakan teknik triangulasi.
Triangulasi yakni pengecekan data dari berbagai sumber dengan
berbagai cara dan berbagai waktu.21
Triangulasi yang dilakukan dalam penelitian ini yakni dengan
membandingkan data hasil wawancara antara satu informan dengan
informan lainnya, membandingkan hasil data yang diperoleh dengan
landasan teori penyesuaian diri ataupun teori realitas.
G. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan dalam penelitian ini terdiri lari lima bab
pokok pemabahasan yang meliputi :
BAB I. Pendahuluan yang meliputi : Latar Belakang Masalah; Rumusan Masalah; Tujuan Penelitian; Manfaat Peneltian; Definisi
Konsep; Metode Penelitian yang meliputi Pendekatan dan Jenis penlitian;
Sasaran dan Lokasi Penelitian; Jenis dan Sumber Data; Tahap-tahap
Penelitian; Teknik Pengumpulan Data; Teknik Analisis Data; Teknik
Pemeriksaan Keabsahan Data, pada bab ini juga berisi tentang
Sistematika Pembahasan.
BAB II. Kerangka Teoritik yang meliputi: Terapi Realitas,
Penyesuaian Diri, Santri dan Madrasah Diniyah, yang meliputi Sejarah
21
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan RnD (Bandung : Alfabeta, 2010), hal. 273.
(34)
26
Terapi Realitas; Dasar dan Teknik terapi Realitas; Pengertian
Penyesuaian Diri; Proses Penyesuaian Diri dan Reaksi-reaksi
penyesuaian diri.
Dalam bab ini juga membahas tentang Santri dan yang berkaitan
dengan Perkembangan masa Remaja. Selain itu juga membahas tentang
Madrasah diniyah yang meliputi Pengertian Madrasah Diniyah; Fungsi
Madrasah Diniyah; Perda Kabupaten No.4 tahun 2014 tentang wajib
Madrasah diniyah.
BAB III. Pelaksanaan Terapi Realitas untuk Membantu penyesuaian Diri Santri Madrasah Diniyah yang terdiri dari Penyesuaian
Diri Santri Madrasah Diniyah di Kabupaten Pasuruan; Deskripsi Hasil
Penelitian yang meliputi: Deskripsi Proses Terapi Realitas untuk
membantu penyesuaian diri Santri Madrasah Diniyah (studi kasus:
seorang santri di Madrasah Diniyah Miftahul Ulum 1 Sumberdawesari
Grati Pasuruan) dan Deskripsi Hasil Akhir Terapi Realitas untuk
membantu penyesuaian diri Santri Madrasah Diniyah (studi kasus:
seorang santri di Madrasah Diniyah Miftahul Ulum 1 Sumberdawesari
Grati Pasuruan).
BAB IV. Analisis Terapi Realitas untuk membantu penyesuaian diri Santri Madrasah Diniyah (studi kasus: seorang santri di Madrasah
Diniyah Miftahul Ulum 1 Sumberdawesari Grati Pasuruan) yang terdiri
dari Analisis Proses Terapi Realitas untuk membantu penyesuaian diri
(35)
27
Diniyah Miftahul Ulum 1 Sumberdawesari Grati Pasuruan) dan Analisis
hasil Terapi Realitas untuk membantu penyesuaian diri Santri Madrasah
Diniyah (studi kasus: seorang santri di Madrasah Diniyah Miftahul Ulum
1 Sumberdawesari Grati Pasuruan)
BAB V. Penutup yang di dalamnya terdapat dua poin, yaitu: Kesimpulan dan Saran.
(36)
BAB II
TERAPI REALITAS, PENYESUAIAN DIRI, SANTRI DAN MADRASAH DINIYAH
A. Terapi Realitas
Terapi realitas merupakan terapi yang berfokus pada perilaku-kognitif
sekarang dan bersifat interaktif, dengan konselor sebagai guru dan model
serta mengonfrontasikan konseli agar mampu menghadapi realita dan
memenuhi kebutuhan dengan tanggung jawab dan tidak merugikan bagi
dirinya maupun orang lain.22
1. Sejarah Terapi Realitas
Pendekatan terapi realitas dikembangkan oleh William Glasser.
Dia dilahirkan pada 11 Mei 1925 di Cleveland, Ohio Amerika Serikat.23
Glasser menjadi insinyur kimia muda pada usia 19 tahun yakni pada
tahun 1944 dari Case Institute of Technology. Selanjutnya Glasser
melanjutkan belajar tentang Psikologi klinis di Case Western Reserve
University dan pada usia 23 tahun ia menjadi master psikologi klinis.
Dan pada usia 28 tahun, ia menjadi dokter di universitas yang sama.
Glasser pernah magang medis dan residensi psikiatri di University
of California Los Angeles dan Veteran Administration Hospital, dan
ketika menjalani praktik Glasser menyadari bahwa psikoanalisis tidak
22
Stephen Palmer, Konseling dan Psikoterapi (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2011), hal. 525.
23
(37)
29
memuaskan baginya karena landasan teori tentang dorongan dianggapnya
tidak efisien.
Pada tahun 1956 Glasser bertindak sebagai konsultan psikiatri
pada ventura School for Girls suatu lembaga yang dikelola oleh State of
California sebagai tenpat perawatan bagi remaja wanita yang mengalami
gangguan kenakalan serius dan kemudian dia bertemu dengan mentornya
G.L. Harrington yang kemudian banyak mempengaruhi pemikirannya.
Pada tahun 1961 buku pertamanya Mental Health or Mental
Illness? Menjadi landasan berpikir dari teknik dan konsep dasar terapi realitas. Istilah terapi realitas digunakan Glasser pertama kali pada
pengajuan makalahnya yakni Reality Therapy, A Realistic Approach to
the Young Offender di acara pertemuan mengenai kriminologi pada bulan April 1964. Setahun berikutnya terbitlah buku dasar terapi realitas
dengan judul Reality Therapy: A New Approach to Psychiatry. Pada
tahun 1968 Glasser mendirikan Institute for Reality Therapy di Los
Angeles, kemudian berdiri pula William Glasser LaVerne College Center
di University of LaVerne, Southern California sebagai tempat pendidikan
dan pelatihan tambahan bagi para guru.24
2. Pandangan Tentang Manusia
Manusia adalah salah satu makhluk hidup yang diciptakan
memiliki kesempurnaan bentuk dibandingkan dengan makhluk lain
yakni adanya tambahan unsur pembentuk diri yang berupa akal dan
24
Singgih D. Gunarsa, Konseling dan Psikoterapi (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), hal. 240.
(38)
30
nafsu. Manusia dengan sifat yang dinamis yakni tumbuh dan
berkembang mengakibatkan adanya beberapa kebutuhan yang harus
dipenuhi. 25
Manusia sebagai individu yang memiliki aneka kebutuhan yang
harus dipenuhi baik dari segi fisik, psikis, sosial dan spiritualnya karena
kebutuhan ini terus ada di rentang kehidupan manusia. Kebutuhan akan
identitas menyebabkan munculnya perubahan dalam tingkah laku
manusia, identitas yang dimaksud adalah “identitas keberhasilan”.
Memperoleh identitas mendorong individu untuk terlibat dalam
interaksi dengan orang lain agar dari mereka individu bisa mendapatkan
penjelasan dan pemahaman tentang identitasnya. Cinta, penerimaan, dan
merasakan bahwa diri kita berguna erat kaitannya dengan pembentukan
identitas karena itu merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi
individu.
Pada dasarnya manusia memiliki keinginan untuk merasa puas,
menikmati identitas keberhasilan dan mampu bertanggung jawab dengan
perilaku yang dilakukan serta memiliki hubungan interpersonal yang
bermakna. Terapi realitas memandang bahwa manusia adalah individu
yang mampu merubah cara hidup, perasaan dan tingkah laku, oleh karena
itu manusia juga mampu merubah identitasnya. pernyataan tersebut dapat
disimpulkan bahwa manusia mampu menentukan pilihan perilakunya
25
(39)
31
sendiri dan terdorong untuk bertanggung jawab atas
konsekuensi-konsekuensi yang diterima.26
Rasa puas dalam pemenuhan kebutuhan individu merupakan
faktor penentu individu menentukan cara pandang individu terhadap diri
sendiri. Jika kebutuhan-kebutuhannya bisa terpenuhi dengan tepat maka
akan terkembang citra diri yang baik dan begitu sebaliknya dan akan
menimbulkan citra diri negatif.27
Allah berfirman dalam surat Al Imran ayat 14
ِةضِفْلاَو ِبَذلا َنِم ِةَرَطَْقُمْلا ِرِطاََقْلاَو َنَِبْلاَو ِءاَسّلا َنِم ِتاَوَهشلا بُح ِسا لِل َنّيُز
ِماَعْ نأاَو ِةَموَسُمْلا ِلْيَْْاَو
ُ ِبآَمْلا ُنْسُح َُدِْع ُللاَو اَيْ ندلا ِةاَيَْْا ُعاَتَم َكِلَذ ِثْرَْْاَو
٤١
َ
Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik. 28
Berdasarkan ayat di atas Allah sudah menetapkan kodrat manusia
adalah menyukai kepada hal yang membuatnya merasa senang dan
cenderung untuk memenuhi keinginannya yakni kebutuhan dunia.
Namun pada ayat lain Allah menjelaskan bahwa semua yang ada di dunia
ini adalah ujian keimanan untuk hambaNya. Oleh karena manusia
memiliki tabiat kurang puas dengan yang dimiliki dan akan berusaha
26
Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi (Bandung: Refika Aditama. 2013), hal. 264
27
Andi Mappiare AT, Pengantar Konseling dan Psikoterapi (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 81.
28
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid.1 (Jakarta: Widya Cahaya, 2011), hal. 457.
(40)
32
untuk memenuhinya dengan usaha yang kadang tidak sesuai dengan
norma publik.
Pada proses pemenuhan kebutuhan, manusia akan mengalami
hambatan-hambatan kondisi atau situasi yang tidak diharapkan.
Adakalanya manusia akan bertemu dengan situasi yang berlainan dengan
keinginannya dan menghambat proses pemenuhan kebutuhan
psikologisnya hal ini disebabkan oleh penolakan diri dengan menghindari
realita kehidupan yang dihadapi.
Seperti yang telah dibahas sebelumnya kebutuhan dasar yang
seharusnya didapatkan individu untuk mendapatkan identitas
keberhasilan adalah hal penting yang menentukan kepribadian sehat
individu karena individu mampu memfungsikan dirinya sesuai
perkembangannya dengan tepat. Kebutuhan dasar yang harus dipenuhi
yakni kebutuhan akan cinta, kekuasaan, kesenanagan, dan kebebasan.
Menurut Glasser manusia adalah :
a. Setiap individu bertanggung jawab terhadap kehidupannya
b. Tingkah laku seseorang merupakan upaya mengontrol lingkungan
untuk memenuhi kebutuhannya
c. Individu dituntut untuk menghadapi realita kehidupan
d. Setiap manusia memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu pada
masa sekarang.29
29
Gantina Komalasari, dkk, Teori dan Teknik Konseling (Jakarta: Indeks, 2011), hal. 236-239.
(41)
33
Sikap tanggung jawab atau sikap sedia menanggung segala
sesuatu yang menjadi tuntutan dalam menjalankan kehidupan di dunia
merupakan sikap yang harus dimiliki individu dalam menjalankan
kehidupan di dunia, karena sikap ini berkaitan erat dengan perbuatan
inidividu sehari-hari.
Sebagaimana firman Allah SWT :
ٌةَرِزاَو ُرِزَت اَو اَهْ يَلَع اِإ ٍسْفَ ن لُك ُبِسْكَت اَو ٍءْيَش ّلُك بَر َوَُو ابَر يِغْبَأ ِللا َرْ يَغَأ ْلُق
ُ َنوُفِلَتََْ ِيِف ْمُتُْك اَِِ ْمُكُئّبَُ يَ ف ْمُكُع ِجْرَم ْمُكّبَر ََِإ ُُ ىَرْخُأ َرْزِو
٤٦١
َ
Katakanlah (Muhammad), “Apakah (patut) aku mencari Tuhan selain Allah, padahal Dialah Tuhan bagi segala sesuatu. Setiap perbuatan dosa seseorang, dirinya sendiri yang bertanggung jawab. Dan seseorang tidak akan memikul beban dosa orang lain. kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembal, dan akan diberitahukanNya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan”(QS. Al An’am: 164).30
3. Konsep Dasar Terapi Realitas
Konsep kerja konseling rasional seperti terapi realitas yakni
penggunaan terapi yang bersifat eklektif, aktif dan menekankan pada
diagnosis oleh konselor yang bertindak sebagai guru kepada konseli.31
Terapi realitas bertitik tolak pada paham dasar bahwa manusia
memiliki kemampuan untuk menentukan dan memilih perilakunya
sendiri yang berarti dituntut untuk memiliki sikap bertanggung jawab
dengan perilaku yang dilakukan dan menerima konsekuensinya serta
bertanggung jawab terhadap apa yang individu pikirkan.
30
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid. 3 (Jakarta: Widya Cahaya, 2011) hal. 286.
31
(42)
34
Tujuan terapi realitas adalah mengembangkan tingkah laku
normal yakni bertanggung jawab, berorientasi pada realita dan
mengidentifikasi diri sebagai individu yang berhasil dan sukses,
memberikan kesadaran tentang kenyataan hidup yang harus dilalui
sehingga individu mampu memahami dan menerima realitas.32 Selain itu
juga memberikan kesempatan kepada individu untuk mengembangkan
kekuatan psikis yang dimiliki dan menilainya sendiri, apabila perilakunya
tidak bisa menjadikannya memperoleh kebutuhan yang diperlukan maka
individu perlu mendapatkan perilaku baru yang lebih efektif. 33
Individu harus bertanggung jawab dan menjalin hubungan baik
dengan sesama juga lingkungannya agar mencapai identitas keberhasilan.
Namun tidak semua individu mampu melakukannya oleh sebab itu
individu ada dalam kondisi tidak nyaman yakni muncul gangguan
emosional atau penyakit mental karena penolakannya terhadap realita
yang dihadapi. Rosulullah pernah bersabda :
لوسر لاق : لاف امه ع ها يضر ساّبع نبإ نع
ها
ظعي و و لجرل
:
ِإ ْغ
َت ِ
ْم
َْخ
ًس
ا
َ ف ْب
َل
َْخ
ٍس
:
"
َش َب
َبا
َك
َ ق ْب
َل
َ َر ِم
َك
َو
ِص
ح
ِت
َك
َ ق ْب
َل
َس َق
ِم
َك
َو
ِغ َ
َكا
َ ق ْب
َل
َ ف ْق
ِر َك
َو َ ف
َر ِغا
َك
َ ق ْب
َل
ُش ُغ
ِل
َك
َو
َح َي
ِتا
َك
َ ق ْب
َل
َم ْو ِت
َك
"
Dari Ibn Abbas r.a Rasulullah bersabda: “Raihlah lima hal sebelum datang lima hal yaitu masa mudamu sebelum datang masa tuamu, kondisi sehatmu sebelum datang masa sakitmu, masa kayamu sebelum masa faqirmu, masa lapangmu sebelum masa sibukmu dan masa
32
Elis Sulistiya, dkk, Jurnal Pengaruh Konseling Realita Terhadap Pembentukan Kemandirian pada Siswa SMPN 2 Kuripan Tahun Pelajaran 2013/2014, Jurnal Paedagogy, vol. 1 no. 2, 2014.
33
Singgih D. Gunarsa, Konseling dan Psikoterapi (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), hal. 241.
(43)
35
hidupmu sebelum masa kematianmu” (Hadis Sahih dengan sanad Bukhari Muslim)34
Sebagai manusia yang pasti akan menemui kondisi yang telah
diterangkan oleh hadis di atas, manusia dituntut untuk memiliki bekal
pemahaman dan persiapan baik dari segi fisik maupun psikologis dalam
menghadapi berbagai realitas kehidupan dengan bantuan dari lingkungan
keluarga, masyarakat dan sosialnya. Individu yang sering menghindari
bahkan menolak dengan kenyataan kondisi yang dihadapi akan
mengalami gejala-gejala seperti keterasingan, penolakan diri, perilaku
yang kaku, tidak objektif, lemah, tidak bertanggung jawab, kurang
percaya diri dan menolak kenyataan.35
Terapi realitas bekerja sesuai dengan teori pilihan yang ditetapkan
oleh Glasser yakni individu tidak hanya berfungsi secara psikologis dan
fisiologis namun juga harus berfungsi sebagai kelompok dan masyarakat.
Teori pilihan memandang bahwa manusia digerakkkan oleh
kebutuhan-kebutuhan dasar yang asalnya bersifat genetik.
Ada lima prinsip teori pilihan sebagai berikut :
a. Kebutuhan-Kebutuhan Dasar Individu
Kebutuhan akan cinta, kekuasaan, kesenangan, dan
kebebasan adalah kebutuhan dasar yang seharusnya dicapai namun
menurut Glasser kebutuhan akan kepemilikan, kepedulian, relasi dan
menjalin hubungan dengan lainnya merupakan kebutuhan yang lebih
34
Imam Hafidz Al Hakim, Al Mustadrok Jilid 4 (Libanon: Dar Al-Kotab Al-Ilmiyah, 2002), hal. 341.
35
Namora Lumogga Lubis, Memahami Dasar-Dasar Konseling Dalam Teori Dan Praktik (Jakarta: Kencana, 2013), hal. 185.
(44)
36
unggul, untuk itu konselor membantu konseli untuk menggali
relasi-relasi yang diperlukan dalam jangka panjang. Namun menurut
George J. Mouly bahwa kebutuhan secara umum dibagi menjadi
kebutuhan fisiologis dan kebutuhan psikologis.
b. Dunia Berkualitas
Individu mengembangkan suatu gambar keinginan-keinginan
yang unik dan spesifik tentang orang, tempat, benda, keyakinan, nilai
dan ide penting atau spesial dan memiliki kualitas bagi individu
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
c. Frustasi
Individu akan mengalami perbedaan dalam pemenuhan
kebutuhan dan keinginannya yang akan menimbulkan perilaku
spesifik yang terkadang tidak selalu berhasil. Hal ini tercermin dari
kondisi fisik, pikiran dan tindakan yang tak terpisahkan. Keadaan ini
bisa diatasi dengan toleransi frustasi yakni jumlah hambatan yang
mampu ditanggung individu agar tidak memikul beban terlalu lama
dan menyelamatkan aspek psikologis dalam diri.
d. Perilaku total
Konsep perilaku sebagai keseluruahn yang terdiri dari empat
komponen yakni; tindakan (doing), pikiran (thinking), perasaan
(feeling), kefaalan (physiological). Identitas keberhasilan individu tercermin dari perilaku total yang mampu menerima realitas yang
(45)
37
1) Responbility (tanggung jawab)
Individu mampu memilih perilaku yang akan dilakukan dan
mampu bertanggung jawab serta menerima konsekuensi dari
perilaku yang pilih dengan tidak merugikan orang lain.
2) Reality (kenyataan)
Sesuatu yang tersusun dari kenyataan yang ada dan apa adanya
adalah realita. Individu dihadapkan pada kondisi dan situasi
yang nyata dan akan dihadapinya untuk mempersiapkan
kebutuhan-kebutuhan yang akan dipenuhi.
3) Right (kebenaran)
Kebenaran yang dimaksud adalah ukuran atau norma-norma
yang diterima secara umum sehingga tingkah laku dapat
diperbandingkan hal ini bertujuan agar individu mampu menilai
perilakunya dan merasakan kenyamanan sesuai dengan norma
yang berlaku.36
e. Persepsi dan realitas terkini
Sikap individu dalam memandang dirinya sendiri dan dunia
sekitarnya akan membentuk situasi yang dihadapi saat ini.
Membantu konseli mengidentifikasi dan memiliki perilaku yang
lebih membangunn kekuatan dan memuaskan kebutuhan sekarang
dan masa depan. 37
36
Gantina Komalasari, Teori dan Teknik Konseling (Jakarta: Indeks, 2011), hal. 241.
37
Stephen Palmer, Konseling dan Psikoterapi (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2011), hal. 528.
(46)
38
4. Teknik Terapi Realitas
Pada dasarnya teknik terapi bertujuan untuk pengoptimalan
perkembangan konseli dan pemahaman terhadap diri dan lingkungan.
Proses terapi realitas berfokus pada kondisi sekarang yang kurang
memuaskan dan membantu konseli memiliki sikap sadar untuk bertindak
tanggung jawab dengan perilaku yang dipikirkan dan dipilihnya. Glasser
dan Wubbolding juga memiliki metode khusus dalam proses terapi
realitas yang dikenal dengan sistem WDEP. Setiap huruf memiliki makna
kata yang mewakili metode terapi :
a. W(what they WANT)
Konselor akan memberikan pertanyaan untuk memperjelas
keinginan yang dicapai konseli dan mendapatkan objek yang akan
menjadi fokus terapi. Pertanyaan mengenai keinginan dirinya,
lingkungannya dan orang-orang sekitarnya akan membantu konseli
mendeskripsikan apa yang didapatkannya dan tidak didapatkannya.
Pertanyaan selanjutnya tentang intensitas usaha yang dilakukan
untuk menghadapi realitas yang dianggap kurang nyaman. Konselor
juga boleh memberikan pemahaman tentang kebutuhan dasar yang
harus dipenuhi seorang individu. Selanjutnya mendiskusikan
bersama konseli tentang fokus perubahan dirinya untuk masa
sekarang dan persiapan untuk masa yang akan datang serta
(47)
39
b. D(what they are DOING and their overall direction)
Konselor akan menanyakan tentang usaha-usaha yang telah
dipilih dan dilakukan untuk mengatasi ketidaknyamanan yang
dirasakan terhadap realitas. Konselor lebih memfokuskan pada
perilaku total karena kemungkinan besar untuk bisa dirubah.
Beberapa pertanyaan yang bisa memberikan konseli kesadaran akan
pilihannya sekarang yang membantu atau merugikannya sehingga
konseli siap untuk melakukan penilaian terhadap diri dan siap untuk
melakukan perubahan, pertanyaannya sebagai berikut :
1) Kemana pilihan-pilihan akan membawa konseli
2) Apakah konseli menuju ke arah yang diinginkan dalam jangka
waktu tertentu
3) Maukah konseli mendeskripsikan arah yang dituju tanpa
membuat judgment
c. E (conduct searching self-Evaluation)
Tahap ini dilaksanakan dengan memerintahkan konseli untuk
melaksanakan evaluasi diri dengan cermat. Tindakan evaluasi adalah
tindakan inti pada terapi realitas yang meminta konseli untuk menilai
beberapa hal dari dirinya. Sesuatu yang menjadi objek penilaian oleh
konseli antara lain ketetapan dan kemampuan menacapai
keinginannya, persepsinya, tingkat komitmen, arah perilaku dan
(48)
40
Evaluasi diri oleh konseli bertujuan agar mempercepat proses
perubahan yang diinginkan dengan mengingatkan keinginan dan
kebutuhannya. Pertanyaan evaluasi akan mendorong konseli untuk
mengakui bahwa pilihannya tidak memberikan kontrol yang efektif
terhadap kehidupannya, dengan pertanyaan-peranyaan yang akan
diadaptasikan sesuai dengan situasi, umur dan tingkat pemahaman
konseli.
Beberapa pertanyaan ilustratif yang membantu konseli dalam
mengevaluasi dirinya sebagai berikut :
1) Apakah arah global hidup anda adalah sebuah plus minus?
2) Apakah tindakan anda itu efektif untuk mendapatkan apa yang
diinginkan
3) Apakah perilaku semacam itu melanggar aturan
4) Apakah yang anda lakukan sejalan tau berlawanan dengan
aturan tidak tertulis?
5) Apakah yang anda inginkan dari orang lain, diri nada, sekolah,
masyarakat, dapat dicapai secara realistis?
6) Apakah yang anda inginkan benar-benar baik bagi anda?
7) Apakah cara yang anda telah pilih membantu anda untuk
melihat dunia (orang tua, teman, guru dan sebagainya)?
8) Apakah rencana-rencana perubahan yang telah anda buat
benar-benar memuaskan dan apakah rencana-rencana itu juga
(49)
41
d. P(Plans)
Perintahkan konseli untuk membuat rencana guna memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya secara lebih efektif. Konselor membantu
konseli untuk membuat rencana dalam mengubah perilaku total yang
melibatkan komponen-komponen berikut: mencari perilaku
alternatif, negosiasi rencana, berkomitmen dengan rencana yang
dibuat, mengembangkan perilaku yang relevan, dan mengevaluasi
kemajuan dan melaksanakan rencana yang disepakati. 38
Adapun langkah-langkah dalam proses terapi realitas
dilakukan untuk menciptakan kondisi kondusif dan perubahan pada
diri konseli, ada delapan langkah sebagi berikut :
a. Keterlibatan
Konselor menunjukkan keterlibatan dengan konseli
dengan sikap yang hangat, ramah, antusias, genuine dan
attending yang baik dengan tujuan menciptakan kondisi konseling yang efektif. Konselor juga harus berupaya untuk
memahami dan menerima apapun sikap yang diperlihatkan
konseli.
Konselor juga harus menunjukkan tekad dan rasa optimis
untuk membantu konseli sehingga dia akan merasa benar-benar
dibantu dalam penyelesaian masalahnya. Pada tahap ini juga
38
Richard Nelson-Jones, Teori dan Praktik Konseling dan Terapi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hal. 299.
(50)
42
konselor bersama konseli akan mendiskusikan keberhasilan, dan
harapan konseli serta kebutuhan yang ingin dipenuhi.
b. Fokus pada Perilaku Sekarang
Keterlibatan konselor terhadap konseli akan memberikan
dorongan untuk menyadari perilaku sekarang sebagai tahap
eksplorasi diri dan meminta konseli untuk mendeskripsikan
hal-hal yang telah dilakukan dalam kondisi yang dihadapinya.
Konselor meminta konseli untuk mengungkapkan rasa
ketidaknyamanan dalam menghadapi masalahnya dan
mendeskripsikan hal-hal yang sudah dilakukan dalam kondisi
tersebut. Tahapan yang perlu dilakukan adalah :
1) Eksplorasi keinginan, kebutuhan dan persepsi
2) Menanyakan keinginan-keinginan konseli
3) Menanyakan apa yang benar-benar diinginkan konseli
4) Menanyakan apa yang dipikir konseli tentang yang
diinginkan orang lain dari dirinya dan menanyakan sikap
konseli melihat hal tersebut
5) Meminta konseli tentang apa yang bisa dilakukan konselor
6) Membuat kesepakatan untuk melakukan konseling setelah
mengetahui harapan yang ingin dilakukan.
c. Eksplorasi Total Behavior Konseli
Konselor menjelaskan terhadap konseli tentang cara
(51)
43
pada keadaan sekarang serta menjelaskan bahwa sumber
masalah adalah dari perilakunya bukan perasaanya.
Mengidentifikasi perilaku total konseli yakni apa yang
dilakukan, apa yang dipikirkan, apa yang dirasakan dan
bagaimana respon fisik terhadap kondisi yang dihadapi konseli
dengan tujuan mampu mengetahui arah hidup konseli karena
keempat komponen itu saling berkaitan satu sama lain.
d. Menilai Diri Sendiri
Konselor menanyakan pada konseli akan efektifitas
perilaku konseli, apakah hal itu baik baginya dan meminta
konseli untuk menilai perilakunya, apakah baik untuk dirinya
dan orang lain atau sebaliknya. Konselor memberikan
kesempatan kepada konseli untuk menilai perilakunya sendiri. pentingnya juga bagi konseli untuk menyatakan kalimat “aku harus berubah”, kemudian menanyakan komitemen untuk mengikuti proses komseling.
e. Merencanakan Tindakan yang Bertanggung Jawab
Konselor membantu konseli untuk menyususn rencana
tindakan bertanggung jawab secara lebih rinci dan jelas.
Rencana tindakan sebaiknya dipilih yang realistis, dan mudah
untuk dilakukan dan tidak kaku sehingga konseli bisa
(52)
44
f. Perjanjian (commitment)
Konselor sebagai pembimbing memberikan dorongan
untuk merealisasikan rencana tindakan yang akan dilakukan
dengan membuat perjanjian bersama konselor sesuai dengan
waktu yang disepakati dan bersedia untuk melakukannya.
Konseling bisa berakhir dengan kesediaan konseli melakukan
hal-hal yang telah disepakati bersama konselor sebagai tugas
rumah dan sepakat untuk kembali sebagai tahap evaluasi.
g. Tidak Menerima Alasan
Pada pertemuan selanjutnya adalah agenda menanyakan
perkembangan perubahan perilaku konseli. Apakah sudah sesuai
dengan rencana yang telah disepakati atau belum. Apabila
belum terlaksana dengan baik maka konselor membantu konseli
untuk merencanakan kembali hal-hal yang belum berhasil
dilakukan.
h. Tidak Ada Hukuman
Konselor tidak dianjurkan memberikan hukuman atau
kritik namun konseli lebih diarahkan kepada konsekuensi yang
akan diterima dan terus memberikan motivasi. Hukuman akan
mengurangi keterlibatan seseorang dan konseli merasa lebih
gagal.39
39
Singgih D. Gunarsa, Konseling dan Psikoterapi (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), hal. 245.
(53)
45
B. Penyesuaian Diri
1. Pengertian Penyesuaian Diri
Kehidupan manusia yang berada di tengah lingkungannya
memerlukan faktor penting agar tercipta kepuasan dalam menjalani
kehidupan sehari-hari. Faktor itu adalah proses penyesuaian diri sebagai
cara dalam melakukan interaksi untuk terus tumbuh dan berkembang.
Penyesuaian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
proses, cara, perbuatan menyesuaikan. 40 Penyesuaian diri dalam bahasa
aslinya dikenal dengan istilah adjustment atau personal adjustment.
Menurut Schneiders penyesuaian diri dapat ditinjau dari tiga sudut
pandang yaitu: penyesuaian diri sebagai adaptasi, penyesuaian diri
sebagai bentuk konformitas dan penyesuaian diri sebagai usaha
penguasaan.41
Beberapa ahli mendefinisikan penyesuaian diri sebagai berikut :
a. W. A Gerungan: penyesuaian diri merupakan proses mengubah diri
sesuai dengan keadaan lingkungan (autoplastis) dan mengubah
lingkungan sesuai dengan keinginan diri (aloplastis).42
b. James F. Calhoun dan Joan Ross Acocella; penyesuaian diri
merupakan interaksi oleh individu dengan dirinya sendiri, orang lain
40
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia ed. 3 (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hal. 1093.
41
Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, Psikologi Remaja (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hal. 173.
42
(54)
46
dan dunianya yang bisa otomatis saling mempengaruhi diantara
ketiga faktor tersebut.43
Kesimpulan dari beberapa definisi diatas bahwa makna
penyesuaian diri adalah proses yang dilakukan dalam menemukan rasa
nyaman dan puas untuk melakukan interaksi dengan lingkungannya baik
secara fisik maupun psikis. Individu yang mampu menyesuaikan diri
dengan baik adalah individu yang telah belajar bereaksi terhadap dirinya
dan lingkungannya dengan cara yang matang, efisien, memuaskan dan
sehat serta dapat mengatasi masalah yang timbul dari konflik mental dan
mampu menciptakan serta mengisi jalinan interaksi dengan orang lain
dan mampu mengembangkan kepribadian secara dinamis dan konsisten.
Pentingnya penyesuaian diri juga diterangkan dalam Al Quran Surat Al Isra’ ayat 15
ىَرْخُأ َرْزِو ٌةَرِزاَو ُرِزَت اَو اَهْ يَلَع لِضَي اََِإَف لَض ْنَمَو ِ ِسْفَ ِل يِدَتْهَ ي اََِإَف ىَدَتْا ِنَم
اَمَو
ُ اوُسَر َثَعْ بَ ن ََح َنِبّذَعُم ا ُك
٤١
َ
Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan petunjuk (Allah), maka sesungguhnya itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan barangsiapa tersesat maka sesungguhnya (kerugian)itu bagi dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, tetapi kami tidak akan menyiksa sebelum Kami mengutus seorang rasul. 44
Dari ayat dapat disimpulkan bahwa manusia yang berbuat sesuai
dengan hidayah Allah dan Rosulnya, itu berarti dia telah berbuat untuk
menyelamatkan dirinya sendiri. Manusia tersebut akan mendapatkan rasa
bahagia pada dirinya karena mampu memenuhi beberapa keinginan dan
43
Alex Sobur, Psikologi Umum (Bandung :Pustaka Setia, 2003), hal. 526.
44
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Tafsirnya jilid. 5 (Jakarta: Widya Cahaya, 2011), hal. 450.
(55)
47
kebutuhan serta mampu menjalankan kehidupannya dengan puas dan
bisa bertanggung jawab dengan melaksanakan norma-norma agama dan
masyarakat secara baik sehingga bisa diterima oleh publik.
2. Proses Penyesuaian Diri
Kepribadian merupakan organisasi dinamis dari sistem psikofisik
individu yang turut menentukan cara-cara dalam menyesuaikan dirinya
dengan lingkungannya. Keterlibatan individu dalam lingkungan adalah
keharusan, karena lingkungan merupakan tempat bagi invidu bisa
melangsungkan kehidupan dan berinteraksi dengan yang lainnya.
Lingkungan yang bersifat dinamis juga menuntut individu untuk
menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungannya sehingga akan tercipta
kepuasan, kenyamanan, kebahagiaan dan rasa aman dari hubungan yang
terjalin.45
Proses penyesuaian diri melibatkan tiga unsur :
a. Motivasi
Motivasi merupakan potensi yang ada dalam diri manusia
untuk melakukan sesuatu yang mendatangkan kesenangan kepada
dirinya atau memuaskan kebutuhan primernya atau menghindari
suatu yang menibulkan rasa sedih dan tidak aman yang berfungsi
menjaga kelangsungan fungsi-fungsi fisiologis secara signifikan bagi
kelangsungan hidup.46
45
W. A Gerungan, Psikologi Sosial (Bandung: Refika Aditama, 2010), hal. 61.
46M. Sayyid Muhammad Az Za’balawi,
Pendidikan Remaja Antara Islam dan Ilmu Jiwa
(1)
106
Dari tabel diatas bisa diketahui jika rencana yang dibuat oleh konseli mampu dilaksanakan dengan baik meskipun ada satu rencana yang belum di laksanakan, dia menyatakan bahwa akan segera melaksanakan rencana tersebut. Berikut merupakan prosentase keberhasilan dimana penenliti berpedoman pada prosentase perubahan perilaku dengan standar uji coba sebagai:
1. >75% atau 75% sampai dengan 100% dikategorikan berhasil 2. 50% sampai dengan 75% dikategorikan cukup berhasil 3. <50% dikategorikan kurang berhasil78
Ada 11 tindakan atau perilaku yang dilakukan konseli untuk bisa lebih menyesuaikan diri dengan lingkungan madrasah diniyah, hal ini dapat diketahui bahwa :
1. Rencana yang belum dilakukan = 1 point
x 100% = 9.09 % 2. Rencana yang sudah dan sedang dilakukan = 10 point
x 100% = 90.9 %
Adapun rencana yang sedang dan sudah dilakukan merupakan indikator bahwa konseli sudah mengalami beberapa perubahan pada sikap/perilakunya untuk bisa memnyesuaikan diri di madrasah diniyah. Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam pemberian bantuan melalui terapi realitas untuk membantu penyesuaian diri santri madrasah diniyah di Kabupaten Pasuruan adalah berhasil yakni dapat dilihat dari prosentase nya yaitu 90.9 %.
78
Ismail Nawawi Uha, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Aplikasi untuk Ilmu Sosial, Ekonomi/Ekonomi Islam, Agama Manajemen Dan Ilmu Sosial Lainnya (Jakarta: Dwi Putra
(2)
BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari hasil penelitian konseling dengan Terapi Realitas untuk membantu penyesuaian diri santri madrasah diniyah di Kabupaten Pasuruan adalah sebagai berikut :
1. Proses penelitian dengan menggunakan terapi realitas untuk membantu penyesuaian diri santri madrasah diniyah di Kabupaten Pasuruan tepatnya di Madrasah Diniyah Miftahul Ulum 1 Sumberdawesari telah dilakukan dengan lima tahapan terapi yakni identifikasi masalah, diagnosis, prognosis, treatment dan evaluasi/follow up. Diantara teknik yang dilakukan pada teratment adalah teknik WDEP (Want, Doing, Evaluation dan Plans) yang dilakukan adalah pertama Want (Apa yang
diinginkan) yakni Konselor meminta konseli mengungkapkan
keinginannya terhadap diri sendiri, orang tua maupun gurunya; kedua
Doing (apa yang dilakukan) yakni konselor meminta konseli menjelaskan beberapa sikap dan perilaku yang dilakukan saat ini dan untuk mencapai keinginan yang diharapkan; Evaluation (menilai diri secara cermat) yakni konselor mendorong konseli untuk menyadari perilaku-perilaku yang dilakukan selama menjadi santri baru dan membandingkan antara perilaku yang tidak menguntungkan dan yang baik untuk konseli; Plans
(merencanakan tindakan yang bertanggung jawab) yakni membimbing konseli ke arah perubahan untuk dirinya dengan merencanakan tindakan
(3)
108
yang bertanggung jawab sesuai dengan keinginannya agar mencapai identitas keberhasilan sesuai harapan dan realitas yang ada dan bisa meyesuaikan diri dengan baik.
2. Hasil proses terapi realitas yang dilakukan untuk membantu penyesuaian diri santri madrasah diniyah di Kabupaten Pasuruan tepatnya pada seorang santri Madrasah Diniyah Miftahul Ulum 1 Sumberdawesari adalah konseli mampu melaksanakan rencana-rencana yang disusun sesuai komitmennya, konseli juga berkomitmen untuk terus belajar dan meminta teman atau kakaknya membantu kesulitan pelajaran yang dialami dan sudah ada kemauan untuk meluangkan waktu belajar khusus madrasah diniyah dan konseli terlihat lebih rajin dan semangat untuk berangkat ke madrasah diniyah. Perubahan menjadi santri yang diharapkan sesuai dengan keinginannya memang bertahap namun sudah terlihat bahwa dia melaksanakan rencana yang dibuat dengan baik, oleh karena itu proses terapi realitas kepada konseli dikatakan berhasil.
B. SARAN
1. Bagi peneliti selanjutnya agar lebih memperdalam teknik terapi realitas dan benar-benar mengaplikasikan setiap langkah-langkahnya khususnya pada teknik WDEP.
2. Bagi konselor harus tetap memantau perkembangan dan menjalin silaturrahmi dengan konseli untuk membantu mencapai keinginannya meskipun pelaksanaan konseling telah selesai, dan konselor harus terus belajar memperdalam keilmuan konseling dan melatih diri untuk
(4)
109
membantu orang-orang disekitanrnya dalam menemukan solusi atas masalah yang dihadapi.
3. Bagi konseli harus semangat dan rajin madrasah diniyah , bisa istiqomah dengan rencana yang dibuatnya, bisa lebih terbuka dengan orang tuanya dan giat belajar menuntut ilmu dan menjadi teladan yang baik bagi lingkungannya.
4. Bagi keluarga harus senantiasa terbuka dan memberikan perhatian yang lebih kepada konseli khususnya yang berkaitan dengan madrasah diniyah dan senantiasa memberikan semangat belajar menuntut ilmu untuk anaknya.
(5)
110
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu, Psikologi Umum, Jakarta: Rineka Cipta, 2009
Al Mighwar, Muhammad, Psikologi Remaja, Bandung: Pustaka Setia, 2006 Ali, Mohammad dan Asrori, Mohammad, Psikologi Remaja, Jakarta: Bumi
Aksara, 2006
Az Za’balawi, M. Sayyid Muhammad, Pendidikan Remaja Antara Islam dan Ilmu Jiwa, Depok: Gema Insani, 2007
Bungin, Burhan, Metodologi Penelitian Sosial, Surabaya: Airlangga University Press, 2001
Corey, Gerald, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, Bandung: Refika Aditama. 2013
Daradjat, Zakiah, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 2005
Dawam, Ainur Rafiq dan Ta’rifin, Ahmad, Manajemen Madrasah berbasis Pesantren, Jakarta: Listafariska Putra, 2005
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid.1, Jakarta: Widya Cahaya, 2011
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Tafsirnya jilid. 5, Jakarta: Widya Cahaya, 2011
Departemen Agama RI, Pedoman Penyelenggaraan dan Pembinaan Madrasah Diniyah Jakarta: Depag, 2000
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Bandung: PT Sygma Examedia Arkanleema, 2009
Geldard, Kathryn dan David, Konseling Remaja, Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2011
Gerungan,W.A, Psikologi Sosial, Bandung: Refika Aditama, 2004 Gunarsa, Singgih, Konseling dan Psikoterapi, Jakarta: Libri, 2012
Herdiansayah, Haris, Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta: Salemba Humanika, 2011
(6)
111
Hoenan, M. Psikologi Perkembangan Peserta Didik, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2016
Hurlock, Elizabeth B. Psikologi Perkembangan, Jakarta: Erlangga, 1980 Khairani, Makmun Psikologi Konseling, Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2014 Komalasari,Gantina, dkk, Teori dan Teknik Konseling, Jakarta: Indeks, 2011 Mappiare AT, Andi, Pengantar Konseling dan Psikoterapi, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2004
Moloeng, Lexy. J, Metode penelitian Kualitatif , Bandung: Roesda Karya, 2007 Nelson, Richard - Jones, Teori dan Praktik Konseling dan Terapi, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2006
Palmer, Stephen, Konseling dan Psikoterapi, Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2011 Panuju,Panut, Psikologi Remaja, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999
Peraturan Daerah Kabupaten Pasuruan Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan di Kabupaten Pasuruan
Sobur, Alex, Psikologi Umum, Bandung : Pustaka Setia, 2003
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kulaitatif dan RnD, Bandung : Alfabeta, 2010
Sulistiya, Elis, dkk, Jurnal Pengaruh Konseling Realita Terhadap Pembentukan Kemandirian pada Siswa SMPN 2 Kuripan Tahun Pelajaran 2013/2014,
Jurnal Paedagogy, vol. 1 no. 2, 2014
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia ed. 3, Jakarta: Balai Pustaka, 2005
Uha, Ismail Nawawi, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Aplikasi untuk Ilmu Sosial, Ekonomi/Ekonomi Islam, Agama Manajemen Dan Ilmu Sosial Lainnya, Jakarta: Dwi Putra Pustaka Jaya, 2012
Wartabromo, 24 Mei 2016 (diakses pada www.wartabromo.com)
Wikipedia-William Glasser, https://en.wikipedia.org (diakses pada 16 November 2016)