Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: PAPALELE Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon D 902007002 BAB V

Bab Lima

Ekonomi Rumah Tangga
Papalele

Pengantar
Bab ini menggambarkan situasi ekonomi rumah tangga
keluarga para papalele sehari-hari. Untuk memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari, mereka mengandalkan hasil berjualan, meskipun kadang-kadang keuntungan tidak sesuai atau bahkan
tidak diperoleh sama sekali. Jika barang dagangan tidak habis
terjual, mereka berusaha agar paling tidak uang yang digunakan
sebagai modal bisa kembali. Modal ini kemudian diputar pada
hari berikutnya, tetapi kadangkala uang modal pun tidak
diperoleh. Meskipun demikian, para papalele telah mengantisipasi keadaan dengan menyiapkan dana cadangan. Dana
cadangan ini dihimpun dari sebagian hasil keuntungan pada
penjualan hari-hari sebelumnya.
Keuntungan berjualan dipergunakan untuk menambah
modal, dan antisipasi jika dagangan sepi pembeli, serta untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga. Sifat antisipatif ini
dilakukan secara turun temurun para papalele dalam menggeluti dunia usaha, sehingga usaha tetap bertahan. Pemanfaatan
dana cadangan tersebut utamanya untuk kelangsungan usaha.

111

Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon

Jika kondisi terdesak maka kebutuhan konsumsi keluarga diambil dari hasil kebun seadanya. Sikap antisipatif yang dilakukan para papalele ini memungkinkan mereka dan keluarganya
tidak begitu merasakan kesulitan konsumsi.
Dari delapan belas informan, ada empat orang informan
yang suami mereka bekerja sebagai pegawai golongan kecil dan
pensiunan. Sudah bisa diduga dengan pekerjaan seperti ini tentu
memiliki penghasilan yang relatif kecil untuk membiayai
berbagai kebutuhan hidup keluarga. Keterbatasan penghasilan
dalam memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangga menjadi
tantangan tersendiri, sehingga menjadi papalele adalah pilihan
menopang ekonomi ke-luarga.
Sementara enam dari sebelas informan harus berjuang
mencari nafkah sebagai orang tua tunggal tanpa suami. Tiga
informan suami meninggal dunia dan tiga lainnya mengakhiri
ikatan perkawinan (cerai). Mereka tidak putus asa untuk berusaha karena keluarga harus tetap dinafkahi. Tanggung jawab
ini memang terasa berat bagi mereka, tetapi tidak membuat
mereka berpasrah diri mengatasi tuntutan dan kesulitan hidup.

Aktivitas papalele secara umum didominasi perempuan
yang umumnya adalah ibu rumah tangga. Walaupun demikian
pekerjaan rumah tangga tetap menjadi kewajiban yang harus
diselesaikan, meskipun sebagian waktu dihabiskan di luar
rumah berjualan. Agar pekerjaan rumah tangga tidak terbengkalai, pembagian kerja antar anggota keluarga merupakan hal
penting yang dilakukan. Dengan membagi tugas antar anggota
rumah tangga dapat menghemat pengeluaran rumah tangga.
Pada sisi lain anak-anak turut dibekali dengan pengalaman dan
pengetahuan tentang hidup berkeluarga.

112

Ekonomi Rumah Tangga Papalele

Tidak berlebihan jika kemudian penulis dalam bab ini
fokus pada situasi ekonomi rumah tangga keluarga papalele.
Kesulitan ekonomi keluarga merupakan gambaran dan
eksistensi mereka untuk menjadi dan mempertahankan usaha
agar tetap berlangsung.


Situasi Ekonomi Keluarga
Pendapatan alternatif keluarga hanya bisa diperoleh dari
hasil kebun keluarga. Karena itu, papalele merupakan sumber
pendapatan tambahan. Untuk mendukung ekonomi keluarga,
kepemilikan kebun ditanami dengan tanaman produktif sehingga menjadi sumber penghasilan keluarga. Umumnya masyarakat
pedesaan di Maluku setiap keluarga memiliki pekarangan yang
dimanfaatkan menanam tanaman yang berupa kebun (dusun) di
hutan, yang letak dan jarak dari rumah antara dua sampai tiga
kilometer bahkan kadang lebih. Luas kebun yang dimiliki
hanya sebesar satu sampai dua hektar. Demikian halnya dengan
para informan dalam penelitian ini, lima belas keluarga informan memiliki kebun. Tidak berarti bahwa hanya mereka yang
bertani saja yang mengusahakan kebun, tetapi juga mereka yang
pegawai selepas tugas pokok di kantor turut mengelola kebun.
Karena umumnya setiap keluarga itu sudah sejak lama memiliki
tanah dan kebun sebagai peninggalan orang tua atau marga
(keluarga besar) secara turun-temurun.
Hasil pendapatan dari kebun untuk membiayai kebutuhan
sekolah dan kehidupan hari-hari. Kebutuhan konsumsi rumah
tangga dan biaya sekolah anak-anak merupakan bagian yang
diperoleh dari hasil kebun dan hasil papalele. Simak saja latar

belakang kehidupan keluarga salah satu informan: mama Tine’
dan suaminya George Salamena (69 tahun). Mereka telah
dikaruniai tujuh orang anak. Lima di antaranya telah bekerja
113

Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon

dan berkeluarga. Kelima anak ini telah menetap dengan
keluarga masing-masing. Hanya satu anak yang telah
berkeluarga dan masih menetap bersama mereka. Anak mereka
yang bungsu masih menempuh pendidikan di perguruan tinggi
negeri di kota Ambon. Untuk menambah dan memenuhi
kebutuhan ekonomi keluarga mereka mengandalkan hasil
kebun (dusun) warisan orang tua. Tentu sebagai aset keluarga
pengelolaan dan pemanfaatannya harus tetap terjaga dan
terpelihara bukan saja untuk mereka tetapi juga dapat diteruskan kepada generasi berikutnya.
Pendapatan suami terbatas yang menyebabkan mereka
menjadi papalele. Keterbatasan penghasilan dari pekerjaan
suami menjadi faktor pendorong untuk menjadi papalele.
Jaminan penghasilan sebagai pegawai negeri sipil atau

pensiunan pada dasarnya sangat terbatas dan tidak cukup
diandalkan untuk membiayai keperluan hidup dan berbagai
kebutuhan keluarga lainnya. Keadaan itu diungkapkan oleh
salah seorang informan “mama Le” di satu waktu ketika situasi
keluarga sangat membutuhkan biaya. “ose bisa papalele ka seng?
tau to, abis beta pung dasar gaji kacil ni” (kamu bisa berjualan
atau tidak? karena gaji pokok yang diterima ini sangat kecil).
Kalimat ini terucap dari sang suami. Ajakan sang suami ketika
itu masih terekam kuat dalam benaknya, sehingga ia pun turut
merasakan keprihatinan sang suami. Apa yang dilihat dan
dirasakan kemudian menjadi daya dorong untuk menjadi
papalele. Apalagi dengan berjalannya waktu, keadaan pun
berubah semenjak keluarga mulai merasa-kan bahwa
penghasilan yang ada tidak lagi bisa mencukupi kebutuhan
hidup keluarga. Sehingga menjadi papalele adalah pilihan
pekerjaan yang sangat mungkin dilakukan untuk menambah
penghasilan keluarga.

114


Ekonomi Rumah Tangga Papalele

Ketika papalele berjualan, ada resiko mereka tidak
mendapat untung. Para informan sangat menyadari bahwa
keadaan keuangan keluarga sangat terbatas. Hasil berjualan
tidak selalu mendapat untung, kadang-kadang harus menerima
kerugian akibat tidak laku/ tidak terjual. Jika saja modal awal
dapat kembali sudah sangat menyenangkan. Rata-rata
keuntungan papalele per hari antara Rp 50.000 sampai Rp
150.000. keuntungan ini yang kemudian harus dialokasikan
untuk berbagai keperluan. Salah dalam mengalokasikan
keuntungan tersebut, kemungkinan besar kebutuhan lain tidak
dapat dipenuhi, bahkan terkadang modal yang sudah disisipkan
pun akan dipakai untuk keperluan sehari-hari.
Menjadi papalele membutuhkan keberanian mengambil
resiko. Kesulitan keuangan tidak hanya terjadi untuk memenuhi kebutuhan makan minum keluarga, tetapi juga terjadi pada
usahanya. Pergulatan keras mencari penghasilan kadang-kadang
membutuhkan keberanian dan resiko. Apapun bentuk usaha,
untung atau rugi selalu menjadi bagian dalam perjalanan kegiatan itu. Demikian halnya dengan ‘mama Yoke’, tidak selamanya papalele yang dilakukan mendapatkan keuntungan, kadang
juga mengalami kerugian, kalaupun modal bisa kembali itu

sudah merupakan kebahagian. Setidaknya dengan kembalinya
modal, maka di hari berikutnya ia masih tetap dapat berjualan.
Keadaan tersebut disampaikan:
“…ada yang kadang-kadang katong rugi, ia kadangkadang seng dapa modal bale… ia, seng laku, beso baru
katong jual…. katong punya te, resiko katong tanggung
sandiri.. dapat yo paling kacil 10 ribu, paling basar 50, 60
kadang-kadang bisa 100… ia, lah seng tiap hari tu
sama… mo bali makang kadang-kadang bali makan for
di rumah… voor dapur… bagi te, kadang-kadang beta
untung barang 30 ribu beta musti angka ana ampat

115

Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon

punya harga uang oto skola”. – (terkadang kami rugi
bahkan modal tidak kembali karena tidak laku terjual.
Keesokan harinya dijual lagi. Itu kami punya resiko dan
harus ditanggung sendiri. Kalaupun keuntungan didapat
paling kecil Rp. 10.000, paling besar Rp 50.000 – Rp

60.000 bahkan bisa mencapai Rp. 100.000. tetapi tidak
tiap hari seperti itu. Kemudian sebagian keuntungan
dibagi untuk membeli kebutuhan untuk makan. Kalau
misalnya ada keuntungan Rp 30.000, saya harus menyisihkan sebagian biaya transport mobil angkutan umum
untuk anak-anak ke sekolah).

Para papalele memanfaatkan hasil kebun untuk
kebutuhan konsumsi sehari-hari, jika hasil usaha mengalami
kerugian. Memanfaatkan sumber-sumber lokal untuk keperluan
keluarga selalu diutamakan jika kondisi keuangan keluarga
sangat darurat. Terlebih ketika hasil berjualan tidak mendapat
untung. Karena itu, bagi sebagian masyarakat Hatalai hutan dan
kebun di sekitar mereka sangat memberikan faedah dan
manfaat, karena hasil kebun/dusun dapat dipakai tatkala terjadi
kekurangan kebutuhan konsumsi. Karena itu para informan
mampu mendayagunakan lingkungan alam sekitarnya (hutan
dan kebun), diolah dan dijadikan sebagai barang yang mudah
diuangkan (likuid).
Para papalele, pada umumnya menghindari belas kasihan
dan bergantung pada orang lain. Mandiri atau tidak bergantung

pada belas kasihan pihak lain adalah ciri keluarga-keluarga
informan. Mereka memang tidak pernah mau menggantungkan kehidupan mereka pada pihak atau keluarga lain.
Walaupun dalam kondisi kekurangan, mereka selalu berusaha
agar tidak menjadi beban pihak lain. Bagi mereka dengan
berusaha mandiri tidak memerlukan dukungan, perhatian dan
apalagi bantuan. Lebih dari itu, bagi mereka dengan mandiri,
116

Ekonomi Rumah Tangga Papalele

maka ketergantungan pada pihak lain tidak akan terjadi.
Mengingat ketergantungan pada pihak lain akan dengan mudah
mempengaruhi keberadaan keluarga. Sebagaimana penuturan
salah satu informan:
…katong bajual tuh.. artinya katong pung dalang rumah
tuh seng rasa kata ada kekurangan yang katong musti
loko lalu pikir isa eee.. sang beso baru beta pi ambong
..sang lusa baru beta pi ambong....kah.. katong titip kah...
cukup sulit jua atau katong pi minta di orang katong
malu pa...jadi kalo setiap hari pa...tadi nih katong bali

gula sadiki..deng ikang eso katong bali baras sadiki jadi
seng ada kekurangan yang katong temui dalam katong
pung dapor pa... dia pung kesenangan yang katong
tarima kalo macang... ada untuk mencukupi katong pung
keluarga.. jadi ya.. mau bilang akang mangkali su biasa
par katong pung keluarga 1 . – (Kita berjualan, artinya
dalam rumah kita tidak merasa terdapat kekurangan
yang harus dipikir, apakah besok harus ke Ambon (baca;
papalele) atau lusa baru akan pergi? ataukah bahan
jualan harus dititip bagi teman? Cukup sulit lakukan itu,
apalagi harus meminta sesuatu ke orang lain, kita akan
malu. Jadi kalau bisa setiap hari papalele; hari ini bisa
membeli sedikit gula, beras atau ikan sedikit besoknya,
pasti tidak ditemui dapur kita ada berkekurangan.
Papalele ada kesenangannya ketika kita menerima
bahwa ada saja yang mencukupi kebutuhan bagi
keluarga. Jadi papalele telah terbiasa bagi keluarga kita).

Merasakan betapa berat pekerjaan. ‘Mama Le’ menuturkan bahwa, memang pekerjaan itu sangat membebani dan terasa
berat, tetapi karena tanggung jawab kepada keluarga tidak

mungkin bisa dihindari dan harus tetap bertahan. Setiap hari
sejak subuh sudah meninggalkan rumah dan pulang baru
1

Wawancara dengan Elisabeth Alfons (52 tahun), tanggal 08 November 2008.

117

Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon

menjelang malam. Itupun tidak cukup, setelah tiba di rumah
pekerjaan rumah tangga pun harus diselesaikan. Karena itu, bagi
‘mama Le’ keluarganya akan tetap merasa nyaman dan tidak
merasa khawatir berkekurangan dalam memenuhi kebutuhan,
kalau ia papalele. Lebih lanjut menurut ‘mama Le’, semua yang
diperlukan walaupun sedikit tetap tersedia dan tercukupi.
Kekurangan kebutuhan sedapat mungkin selalu dihindari.
Dengan begitu mereka tidak sampai harus bergantung pada
pihak lain, atau hanya bisa mengharapkan bantuan. Jika sampai
harus bergantung dan mengharapkan bantuan orang lain, maka
kondisi demikian sangat memalukan, akunya. Baginya kalau
sehari saja papalele tidak dilakukan maka Ia akan lebih merasa
malu, oleh karena untuk membeli kebutuhan makan, dan
barang yang akan dijual harus dititip ke teman lain. Baginya
dengan papalele, paling tidak setiap hari bisa membeli beberapa
kebutuhan dapur keluarga seperti beras, gula, atau ikan,
walaupun memang terbatas, tetapi tetap tersedia. Walaupun
sedikit, kalau semua kebutuhan itu bisa dipenuhi setiap hari
maka ada kepuasan tersendiri.
Mereka bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup
keluarga. Ketekunan, setia, pantang menyerah, jujur dan tetap
berdoa kepada Sang Pencipta untuk meminta kekuatan dan
berkat adalah prinsip hidup. Itulah makna hidup yang selalu
dilakoni ‘mama Yoke’ dalam kesehariannya. Bukan saja
sepeninggal sang suami, tetapi sudah menjadi filosofi kehidupan
pribadinya sejak lama. Lahir di tahun 1954 dari empat
bersaudara, ‘mama Yoke’ mulai bertumbuh menjadi anak-anak
desa yang merindukan masa depan lebih baik. Namun dalam
kenyataannya, cita-citanya itu tidak bisa terwujud karena keterbatasan penghasilan orang tua. Ayahnya hanya bekerja sebagai
pegawai gereja di desanya dan terkadang serabutan sebagai

118

Ekonomi Rumah Tangga Papalele

buruh bangunan (tukang), sementara sang ibu hanya papalele
seadanya. Kondisi keterbatasan penghasilan kedua orang tua
dengan pekerjaan seperti itu membuat ‘mama Yoke’ tidak ingin
lagi melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Jalan pintas pun
diambilnya; berhenti sekolah. Menurutnya terkadang apa yang
menjadi kebutuhan sekolah tidak bisa terpenuhi sehingga ia
hanya bisa menerima kenyataan tersebut, dan memutuskan
menghentikan pendidikan di kelas dua Sekolah Menengah
Pertama (SMP) 2 .
Mengelola uang hasil jualan guna mengantisipasi agar
keluarga tidak mengalami kekurangan uang pada waktu-waktu
tertentu, sehingga sebagian hasil penjualan disisihkan. Cara
seperti ini bagi para papalele, umumnya tidak berbeda. Semua
informan dalam penelitian ini selalu menggunakan cara demikian untuk mengantisipasi dan berjaga-jaga jika satu waktu
tertentu mereka membutuhkan uang dadakan. Bahwa mereka
dalam keseharian tergolong terbatas, tetapi selalu ada sifat antisipatif terhadap kondisi. Sikap dan strategi antisipatif ini tidak
hanya dilakukan dalam bentuk penyediaan cadangan uang
tunai, tetapi juga dalam bentuk penyediaan barang natura
seperti beras, gula, sabun, daun teh, dan beberapa kebutuhan
dapur lainnya. Mereka melakukannya, karena sadar bahwa pada
saat tertentu pasti terjadi kelangkaan uang maupun barang
konsumsi. Pada saatnya jika kondisi demikian itu terjadi, tidak
membuat mereka mengalami kesulitan yang bukan tidak
mungkin akan jauh lebih berat.
Belajar pengelolaan uang dari pengalaman sebelumnya
yang tidak teratur. Proses antisipasi kekurangan uang dan
barang konsumsi rumah tangga diperhitungkan dari hasil
2

Wawacara dengan Yoke Yohanna de Fretes (54 thn), tanggal 21 April 2009.

119

Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon

penjualan. Sikap dan tindakan itu adalah bagian dari proses
rasionalitas yang dibentuk oleh pengalaman sebelumnya.
Bahwa tindakan yang dilakukan, berawal dari satu situasi yang
sebelumnya telah terjadi, membuat munculnya pemikiran itu.
‘Mama Le’ 3 adalah salah satu informan yang menceritakan
bagaimana tindakan antisipatif itu dilakukan:
beta pake uang 192 ribu paleng kacil voor bali, deng
bagitu paling tinggi tadi beta su hitung kalo lemon pung
uang bale bisa dapat 45 ribu, lalu mangga tu balong laku,
kalo jual 10 ribu beta masih dapat 30 ribu dari dalam
sedangkan talor tu kembali semua, mo jual 50 ribu dap
alai 50 ribu, mo jual eceran juga pa.. (ditawar ke anak
sekolah - ade nyong salak yang dimuka tu 5 ribu ade sementara wawancara berhenti… kasiang ade, oma
bukang pung salak nih, kalo oma pung salak oma kasih)..
satu hari akang dapa 150 kan kalo beta dapat 150 beta
cuma angka 50 simpang sa, mo uang balanja beso seng
kore lai to. Jadi yang 100 tuh mangkali kasih par ana
pung harga oto. Marlen pung harga oto itu, jadi Marlen
pung uang oto pa.... itu tuh.... rely pung uang par bali
bensin par motor toh.. par dia turun nae, itu dari 100
ribu itu jadi marlen jata 20 ribu... lalu Rely tuh 15 ribu
pa... voor beli bensin to. dua hari satu kali, sa minggu dia
tiga kali minta uang par bali bensin... ada kadang-kadang
seng dapa pa, la ada labe bali dapor pung isi te. – (saya
menggunakan uang paling kecil Rp 192.000 untuk
membeli bahan untuk dijual. Dengan uang itu saya sudah
memperhitungkan kalau buah jeruk akan kembali Rp
45.000, buah Mangga berlum terjual – dijual Rp 10.000
per buah, akan kembali Rp. 30.000, sementara telur ayam
negeri dengan menjual Rp 50.000 akan mendapat Rp
50.000 juga. Semua dijual secara eceran. Satu hari saya
bisa mendapat keuntungan Rp. 150.000. kemudian dari
hasil itu, saya menyisihkan Rp. 50.000. uang ini disimpan
saja, karena modal belanja untuk besok hari tidak di3

Wawancara dengan Elisabeth Alfons (52 tahun), tanggal 08 November 2008.

120

Ekonomi Rumah Tangga Papalele

pakai, kemudian selebihnya yang Rp 100.000 dibagi
untuk biaya transportasi sekolah anak Rp 20.000, uang
bensin motor anak yang lain Rp 15.000 setiap dua hari
sekali, atau seminggu dia mendapat jatah tiga kali,
bahkan terkadang tidak mendapat sama sekali.
Selebihnya untuk membeli kebutuhan dapur atau untuk
makan).

Membagi dan mengalokasikan uang hasil berjualan sesuai
pemanfaatannya merupakan cara mengelola uang hasil jualan.
Situasi di atas terjadi saat saya sementara mendampingi ‘mama
Le’ berjualan. Sambil berjualan, sesekali wawancara dilakukan
untuk mendalami kegiatannya tanpa diketahuinya secara
langsung. Dari pernyataan yang ia sampaikan membuktikan
bahwa apa yang telah dilakukan berkenaan dengan hasil usaha
setiap hari merupakan bagian untuk menyikapi jika sewaktuwaktu uang tidak lagi tersedia. Cadangan uang yang telah
dipersiapkan kemudian dipakai dan dimanfaatkan untuk menutup kebutuhan biaya hidup.
Situasi ekonomi yang terbatas mendorong suami turut
serta dalam pekerjaan rumah tangga. Suami dan anggota
keluarga yang menyadari pentingnya menyelesaikan pekerjaan
di rumah sesungguhnya tidak terpisahkan dari situasi yang
membentuknya. Mereka sangat menyadari bahwa pekerjaan
seperti itu harus ditinggalkan untuk beberapa saat karena istri
harus berjualan mencari tambahan penghasilan. Tetapi tugas
yang diterima tidak semata-mata hanya karena alasan ekonomis, tetapi juga kesadaran yang sungguh bahwa anak-anak
harus tetap mendapat perhatian orang tua. Dengan demikian
ketika saling mengerti dan menerima pekerjaan itu adalah satu
bentuk saling mendukung satu sama lain.

121

Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon

Rumah para papalele sederhana menunjukkan bahwa
surplus usaha tidak berlebihan. Hidup sederhana dan apa
adanya menjadi ciri keluarga. Tidak dapat dihindari bahwa
kesederhanaan keluarga-keluarga ini sangat nampak terlihat
dari bentuk dan keberadaan rumah tempat tinggal. Kondisi
rumah yang sederhana dan tidak berbeda sebagaimana bentuk
rumah-rumah lain yang ada di sekitarnya. Seperti rumah
keluarga Elias tidak terlalu besar, bentuk rumah terbagi atas dua
bagian; bagian depan untuk ruang tamu dan dua kamar tidur,
dan bagian belakang untuk ruang makan sekaligus dapur keluarga. Di ruang tamu lantai tidak menggunakan porselin
(tegel), tetapi hanya dilapisi dengan semen. Ada dua set kursi
tamu dari bahan plastik warna merah muda dan biru.
Sementara di pojok ruang tamu bagian belakang ada meja kayu
kecil yang di atasnya televisi ukuran 21 inci merek Digitec.
Pada dinding bagian atas televisi, terpampang satu lukisan foto
salah satu cucu mereka yang diperkirakan dilukis saat usianya
berumur dua atau tiga tahun. Setelah saya menelusuri lukisan
itu, ternyata ia adalah salah satu mahasiswa yang pernah studi
di Fakultas Ekonomi Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi
Pembangunan Universitas Kristen Indonesia Maluku-Ambon.
Sejak kecil dia menetap dan diasuh keluarga Parera. Menurut
beliau kini anak (cucu) tersebut telah bekerja sebagai pegawai
negeri sipil di kota Dobo Kabupaten Kepulauan Aru Maluku.

Penghasilan Suami yang Terbatas
Suami para informan memiliki pekerjaan yang berbeda
satu dengan yang lain. Pekerjaan sebagai petani ada enam
orang. Konsentrasi pekerjaan ini hanya merawat dan mengelola
berbagai tanaman yang diusahakan di dusun atau kebun milik
sendiri. Tidak ada di antara mereka yang menjadi buruh tani
122

Ekonomi Rumah Tangga Papalele

karena setiap keluarga memiliki lahan dusun sendiri. Tanaman
yang diusahakan adalah jenis tanaman umur panjang dan di
antara setiap tanaman itu diselingi dengan jenis tanaman umur
pendek. Bagi mereka, pemanfaatan tanah kosong di antara
tanaman umur panjang merupakan langkah efisien sehingga
tanah yang kosong juga terpakai dan tidak terbuang sia-sia.
Selain mereka yang bertani, ada empat orang suami yang
tidak bertani, dua adalah pegawai negeri yang pada dasarnya
memiliki pangkat dan golongan rendah, sementara dua orang
yang lain hanya pensiunan. Walaupun memiliki pekerjaan,
namun penghasilan yang diperoleh tidak selalu dapat diandalkan untuk memenuhi berbagai keperluan rumah tangga. Sehingga, baik yang bekerja sebagai pegawai maupun pensiunan,
kadang-kadang sebagian waktu mereka digunakan untuk ke
dusun dan kebun mengolah dan mengerjakan tanaman.
Tambahan pekerjaan ini merupakan bagian dari upaya mereka
untuk menambah penghasilan keluarga. Upaya yang dilakukan
merupakan tanggung jawab untuk pemenuhan kebutuhan
konsumsi keluarga dan membiayai berbagai keperluan sekolah
anak-anak.
Menjadi pegawai sambil bertani secara sambilan. Mereka
yang tidak secara spesifik bertani, kadang-kadang menggunakan
waktu selepas jam kantor atau hari libur untuk ke hutan dan
dusunnya. Perhatian keluarga ke hutan dan dusun bukan tanpa
alasan, mereka memang juga memilikinya. Apalagi jika musim
buah-buahan telah tiba, hasil kebun itu menjadi sumber
penghasilan. Laki-laki menjadi papalele karena tidak ada pekerjaan lain yang tersedia sehingga papalele terpaksa dilakukan.
Dalam penelitian ini sebetulnya ada dua informan lakilaki yang terlibat sebagai papalele. Satu di antaranya sudah
meninggal dunia ketika situasi kota Ambon sedang dilanda
123

Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon

konflik, dia adalah Simon Wattimena 50 tahun 4 . Karena satu
papalele telah meninggal, maka saat ini di Hatalai hanya ada
satu laki-laki yang masih aktif menjadi papalele. Tata (61 tahun)
demikian panggilannya, nama lengkapnya adalah Christian
Tatipikalawan. Sebelum menjadi papalele, pekerjaan yang
ditekuni adalah sebagai tukang besi, tukang parkir, kemudian
bekerja sebagai Anak Buah Kapal (ABK) di kapal motor
penangkap ikan Perusahaan Umum (Perum) Perikani Maluku,
dan akhirnya papalele menjadi pekerjaan terakhir.
Umumnya kondisi tanah di setiap kebun milik keluarga
para informan terbilang subur. Kesuburan tanah sangat terkait
dengan lingkungan alam Hatalai yang berada di daerah
pegunungan dengan kondisi tanah yang agak miring. Penduduk
yang akan membangun rumah harus meratakan tebing tanah
bercampur batu karang di dalamnya. Sementara di sekitar
pemukiman penduduk dikelilingi oleh hutan lebat, baik yang

4 Menurut istrinya ‘mama Anci’ 58 tahun (wawancara tanggal 21 April 2009)
yang bersangkutan mendapat musibah, tewas tertembak bersama empat
korban lainnya pada 15 Mei 1999 saat kota Ambon sedang dilanda konflik.
Kejadian itu berawal saat aksi demonstrasi dari salah satu kelompok komunitas menuju Markas Komando Militer Kodam XV Pattimura untuk menuntut
pengusutan dan penuntasan adanya satu korban akibat pertikaian/kerusuhan.
Demontrasi dengan jumlah massa yang cukup besar telah mengarah anarkis
dan brutal sehingga terjadi kericuhan dan benturan fisik antara massa
pendemo dengan aparat keamanan. Karena situasi yang tidak terkendali
sehingga untuk menghalau massa aparat keamanan melepaskan tembakan.
Saat kejadian itu Simon bersama sang istri sementara berjualan di salah satu
pasar alternatif di kota Ambon yang kebetulan saja berdekatan dengan tempat
tujuan para demonstran. Tiba-tiba terdengar bunyi tembakan, tanpa disadari
Simon terkena peluru dan ia jatuh terkapar. Simon sempat ditolong dan
dilarikan ke rumah sakit, namun sayang jiwanya tidak dapat diselamatkan.
Lihat juga Koran Kompas Minggu, 16 Mei 1999 (hal; 1&11); Koran Suara
Maluku, Senin 17 Mei 1999 (hal 1&8); Koran Suara Maluku, Selasa 18 Mei
1999 (hal; 1), Majalah Tempo 24 Mei 1999.

124

Ekonomi Rumah Tangga Papalele

sudah dikelola maupun yang belum dikelola untuk kebun.
Karena itu bagi sebagian masyarakat setempat, hutan-hutan
yang berada di sekitarnya kemudian dijadikan sarana aktivitas
dan sumber pekerjaan.
Memanfaatkan hutan untuk memperoleh pendapatan dari
hasil hutan. Hampir dapat dipastikan sebagian orang di Hatalai
ikut terlibat mencari hasil hutan dari dusun yang berada di
sekitarnya. Hutan dan dusun yang dimiliki dan dikelola tidak
hanya untuk mereka yang bermata pencaharian pokok sebagai
petani. Tetapi juga mereka yang telah memiliki pekerjaan
formal di kantor-kantor pemerintahan dan swasta, sebagai
pekerjaan sampingan. Pada saat kondisi kebutuhan yang mendesak, dan tidak ada lagi barang lain yang bernilai, maka hasil
hutan menjadi alternatif untuk dapat dijadikan uang. ‘Mama
Yoke’ salah satu informan telah menunjukkan tanggung jawabnya sebagai orang tua dengan memberikan uang yang seharusnya dipakai untuk modal usaha. Modal hari berikutnya tidak
lagi diperhitungkan, yang penting kebutuhan anak untuk biaya
praktik di sekolah harus dicukupi. Dia tetap meyakini bahwa
uang masih bisa didapatkan untuk hari berikutnya. Baginya
biaya keperluan sekolah anak adalah yang utama.
Tanah yang dimiliki berasal orang tua sebagai warisan
keluarga. Menurut George 5 , salah satu suami papalele, dusun
milik orang tuanya telah dimiliki sejak zaman kolonial Belanda
dijadikan sebagai sumber penghasilan keluarga. Hasil panen
dusun biasanya dijual sendiri atau dijual kepada papalele lain
yang membutuhkan. Sebagai dusun warisan, pengaturan dan
pembagian tanah dilakukan oleh pemerintahan saat itu yang
diberikan hak kepada setiap keluarga untuk mengelola sebidang
5

Wawancara tanggal 13 November 2008.

125

Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon

tanah. Pengaturan itu yang memberikan kesempatan pada
keluarga mereka mendapatkan hak tiga dusun yang masingmasing bernama; dusun Dati Usimoang, Wasemoni dan
Wehuri. Besaran luas setiap dusun ini antara satu sampai dua
hektar. Hasil kebun-dusun inilah yang diakui oleh George
sangat membantu mencukupi kehidupan keseharian keluarga
dan membiayai sekolah anak.
Membangun industri rumah tangga dari hasil kebun.
Penghasilan dari mengolah buah pohon mayang (enau) cukup
menjanjikan. Buah pohon ini oleh keluarga George diolah
dalam bentuk penyulingan untuk menghasilkan produk turunan yang dapat dijadikan bahan minuman tradisional lokal.
Minuman yang dimaksudkan dikenal dengan nama ‘Sopi’ 6 . Bagi
masyarakat Hatalai (dan Maluku umumnya) minuman ini
dikenal sebagai minuman yang mengandung alkohol. Dalam
satu tahun, George dapat mengolah dua kali, karena setiap
pohon membutuhkan waktu antara tiga sampai empat bulan
untuk mengambil hasilnya. Satu sampai dua pohon mayang
(enau), jika dikelola dapat menghasilkan empat sampai lima
liter ‘sopi’ selama satu minggu. George menuturkan lagi bahwa
setiap penyulingan hanya bisa menghasilkan sepuluh liter;
biasanya dengan ukuran jerigen – satu jerigen berisi lima liter.
Setelah mendapatkan hasil, Ia menjual dengan harga antara Rp
100.000 sampai dengan Rp 125.000 per lima liter. Lebih lanjut
menurut George, minuman tersebut tidak dibawa ke pasar

“Sopi” (tuak) adalah minuman tradisional khas Maluku. Untuk menghasilkan
“Sopi”, biasanya dilakukan proses penyulingan dari buah pohon mayang
(enau) yang sudah matang. “Sopi” bagi sebagian masyarakat sering dijadikan
untuk konsumsi yang berkaitan pula sebagai media untuk mempererat
hubungan kekerabatan dan persaudaraan antar keluarga atau desa dalam
acara-acara adat. Sering juga “sopi” dijadikan sebagai minuman pengganti
minuman beralkohol lainnya dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.

6

126

Ekonomi Rumah Tangga Papalele

untuk dijual, tetapi biasanya ada orang atau pelanggan yang
pada waktu tertentu akan datang untuk membeli.

Gambar 2.
Pohon Mayang (enau): buahnya dijadikan minuman Sopi

(Piso.doc.2008)

Bagi informan, lahan kebun atau dusun adalah aset
keluarga. Setiap keluarga informan memiliki aset dalam bentuk
lahan kebun yang sering disebut dengan istilah dusun
sebagaimana terlihat pada Tabel V. Dusun dati 7 , merupakan
dusun yang diberikan kepada anggota masyarakat tertentu dari
pejabat pemerintah di zaman kolonial Belanda. Karena itu
Menurut F. Valenteinj dan Holleman F.D (Ziwar, 1987:1157 Dalam konteks masyarakat Maluku khusus di Maluku Tengah, tanah yang
berada pada satu teritori/wilayah negeri (desa) tertentu harus dipahami dalam
dua bentuk. Pertama, Ewang adalah tanah yang belum diusahakan dan digarap
oleh tangan manusia, dan kedua Dusun; adalah tanah-tanah yang telah diusahakan dan digarap oleh manusia. Sementara Dusun dati adalah dusun yang
diberikan oleh negeri (desa) kepada satu persekutuan dati sebagai kompensasi
atas pelaksanaan tugas-tugas dati tanpa upah (Ziwar, 1987:97-98).

127

Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon

117), dati adalah adalah kerabat-kerabat (families) yang
menjalankan tugas untuk hongi. Lebih lanjut dikatakan bahwa
“dati adalah kesatuan wajib kerja (eenheid van dienstplicht)
yang berkekuatan atau yang jumlah anggotanya rata-rata
sebanyak 20 orang dan di antara mereka salah satu orang
diangkat menjadi kepala dati”. Terkait dengan dusun dati ini,
ada pengertian yang hidup di kalangan rakyat bahwa kebun
atau dusun dati bukan hanya terbatas pada tanahnya atau
tanamannya saja, tetapi tanah dengan semua tanaman yang ada
di atas tanah itu bersama-sama (Ziwar, 1978:141-142). Pada
dusun dati terdapat dua pihak sebagai pemilik, yaitu petuanan
atau negeri sebagai pemilik atas tanahnya yang diatur
berdasarkan hak petuanan negeri itu, dan persekutuan dati yang
memiliki tanaman-tanaman yang tumbuh di atasnya. Lebih
lanjut dikatakan bahwa persekutuan dati dengan anak-anak
tulung-tulung datinya hanyalah pemilik dari tanamantanamannya, tetapi terhadap tanahnya sendiri mereka hanya
memperoleh hak pakai.

Gambar 3.
Kebun atau dusun milik keluarga (Piso.doc.2008)

128

Ekonomi Rumah Tangga Papalele

Tanah-tanah dusun yang dimiliki dan dijadikan kebun
terdapat berbagai jenis tanaman di atas tanah dusun. Kebun
yang diusahakan memiliki beraneka tanaman, baik jenis tanaman umur panjang maupun jenis tanaman umur pendek dengan
berbagai jenis buah-buahan. Tanaman di setiap kebun selalu
didominasi jenis tanaman umur panjang seperti cengkih
(syzygium aromaticum/eugenia aromaticum), pala (myristica
fragrans), duren (durio zibethinus), kelapa (jenis; arecaceae),
langsat (lansium domesticum) dan enau (arengan pinnata).
Namun tidak berarti hanya ada tanaman-tanaman umur
panjang, mereka juga menanam, memelihara dan merawat
tanaman umur pendek seperti nenas (ananas comosus/ananassa
sativa), salak (salacaa edulis), rambutan (jenis-sapindaceae),
manggis (garcinia mangostana) dan pepaya (carica papaya) 8 .
Tanaman-tanaman tersebut merupakan sumber penghasilan
keuangan keluarga. Lima belas dari delapan belas informan
memiliki lahan kebun yang hasilnya dimanfaatkan bagi kehidupan keluarga. Dalam pengelolaannya, biasanya tanamantanaman ini diselingkan di antara tanaman-tanaman umur
panjang. Tidak ada kebun yang khusus dipersiapkan untuk satu
jenis tanaman tertentu.
Perawatan tanaman tidak saja diutamakan bagi tanaman
umur pendek, tetapi perawatan juga bagi tanaman umur
panjang. Tanaman kebun umumnya jenis tanaman umur
panjang, yang harus tetap dirawat. Tanaman umur panjang
biasanya tumbuh secara alami, walaupun demikian tanaman
tersebut tetap dilindungi dan dirawat. Secara rutin kebun
dikunjungi untuk dilihat apakah ada gangguan hama atau
binatang liar yang menyerang tanaman. Perawatan khusus
Buah-buah dengan istilah latin dirujuk dari www.wikipedia.org. Dikunjungi
tanggal 12 Mei 2010.

8

129

Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon

hanya akan dilakukan menjelang musim panen. Sebelum masa
panen, dusun dibersihkan dari rumput dan ilalang yang mengganggu di sekitar pohon. Kemudian di dekat atau sekitar dusun
dibuat paparisa (rumah kecil). Paparisa biasanya dibangun di
sekitar kebun yang digunakan sebagai tempat berisirahat dan
berteduh dan melepas lelah, sambil mengawasi binatangbinatang liar atau orang lain yang mungkin saja akan mencuri.
Di samping itu paparisa juga bisa dijadikan tempat sementara
untuk menampung hasil panen buah atau sayuran sebelum
dibawa ke rumah.
Karena itu, petani ladang atau petani sawah berbeda
dalam mengelola lahan. Termasuk bertani buah-buahan yang
dimiliki para informan. Petani sawah atau peladang, membutuhkan waktu yang relatif banyak dan secara terus menerus
dirawat, dan dipelihara. Selain itu juga diperlukan penyaluran
air (irigasi) untuk tanaman agar tanaman tidak mengalami
kekeringan dan kendala pertumbuhan. Biaya yang dikeluarkan
juga berbeda, petani ladang lebih mahal daripada petani buahbuahan. Dalam pengelolaan seperti itu pasti membutuhkan
biaya yang relatif besar untuk membeli alat-alat bertani, bibit
dan pupuk untuk pertumbuhan tanaman dan hasilnya. Sementara bertani buah-buahan praktis tidak memerlukan perhatian
khusus dan biaya besar, karena tanaman tersebut berada di
hutan tidak seperti petani sawah atau ladang. Tanaman dusun
hanya memerlukan waktu yang relatif sedikit untuk merawat
karena sangat tergantung dari proses alami dan musim buah
yang berlaku, biasanya musim panen satu atau dua tahun sekali.
Perawatan mungkin diperlukan saat akan panen sehingga
rumput atau ilalang yang mengganggu dan berada dekat atau di
sekitar tanaman harus dibersihkan. Selain itu, tanaman perlu

130

Ekonomi Rumah Tangga Papalele

sesekali dikunjungi untuk memastikan bahwa hasil yang akan
dipanen pada waktunya tidak dirusak atau dicuri orang.
Hasil kebun tidak optimal karena cuaca tidak mendukung.
Namun demikian tidak menyebabkan kerugian yang berbeda
dengan usaha petani sawah. Ketidakstabilan perubahan cuaca
dan curah hujan sangat berpengaruh bagi tanaman kebun
sehingga hasil panen yang diharapkan tidak optimal. Dusun
yang merupakan warisan orang tua, oleh George dikelola
hingga kini bagi keperluan keluarga. Tidak banyak yang diharapkan dari dusun yang dimiliki, karena umumnya tanamantanaman produktif di dalamnya merupakan tanaman-tanaman
umur panjang. Karena sifatnya tersebut, George dan keluarga
hanya dapat mengambil hasil panen dari setiap tanaman ini
rata-rata sekali dalam setahun. Kecuali buah pohon kelapa. Di
antara tanaman umur panjang ada beberapa pohon buahbuahan yang menjadi andalan untuk menambah penghasilan
antara lain nenas, manggis, duku, langsat, duren dan pohon
mayang (enau). Buah-buah dari pohon ini memberikan hasil
dua kali dalam setahun, biasanya antara bulan Maret-April dan
Oktober-Desember.
Curah hujan banyak berpengaruh terhadap hasil kebun.
Curah hujan mengalami perubahan. George mengatakan bahwa
buah-buah tersebut tidak selamanya memberikan hasil maksimal, hal ini dipengaruhi oleh kondisi dan cuaca alam yang tidak
menentu. Seiring dengan perubahan kondisi alam, biasanya
pada dua bulan terakhir (Oktober-Desember) curah hujan
semakin tinggi. Bahkan yang terjadi dalam dua tahun terakhir
2007-2008 di kota Ambon curah hujan turun hampir sepanjang
tahun. Dengan semakin tingginya curah hujan, mengakibatkan
hasil panen mengalami kegagalan karena hujan merusak dan
menggugurkan bunga-bunga buah.
131

Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon

Hujan berkepanjangan membuat gagal panen. Iklim dan
cuaca yang tidak menentu, bukan hanya menjadi masalah pada
jenis tanaman umur panjang, tetapi juga untuk jenis tanaman
umur pendek. Umbi-umbian; singkong, tela, dan ubi jalar yang
diusahakan George mengalami gangguan dan bahkan gagal
panen karena musim hujan yang berkepanjangan. Walaupun
tanaman tidak memberikan hasil yang diharapkan namun
masih ada tanaman kasbi (singkong) yang bisa dimanfaatkan
dan daunnya dapat disajikan sebagai sayuran untuk makanan
keluarga.
Punya tanah banyak tidak ada jaminan hasil tanaman
mencukupi. Sumber penghasilan utama keluarga berasal dari
kebun yang dimiliki. Lain George, lain pula suami ‘mama Lae’
yakni Elias Parera 9 (82 tahun), kesehariannya biasa dipanggil
‘tete ocong’. Di kalangan keluarga papalele ia memiliki dusun
yang jumlahnya cukup banyak. Ada 12 lahan kebun (dusun)
yang menjadi milik keluarga. Kepemilikan kebun-kebun
tersebut menurut Elias kurang lebih pada tahun 1814 pada saat
negeri diperintah oleh Raja Yohannis Loppies, surat keputusan
(register) 10 penetapan sebagai kepala dati ditandatangani dan
Wawancara dengan Elias Pieter Parera (82 tahun), 8 November 2008.
Maksud dan tujuan register dati dapat dikemukakan dan dijelaskan bahwa;
terhadap dusun-dusun dati ini kemudian oleh pemerintah diadakan pendaftaran atau registerasi di daerah Ambon Lease, tetapi pendaftarannya tidak
serempak. Di Pulau Ambon di negeri-negeri Kristen dan negeri-negeri Islam
Batumerah pada tahun 1814 dan di pulau-pulau Lease mulai dari pulau
Saparua pada tahun 1823. Melihat tahun pendaftaran tersebut, maka Pemerintah Peralihan Inggris yang memulainya. Pemerintah Inggris yang pertamatama menganggap perlu adanya penertiban dan kepastian mengenai dusundusun dati serta segala yang bersangkutan dengan dati ini. Sesudah daerah
Indonesia diserahkan kembali oleh Pemerintah Inggris kepada Pemerintah
Belanda, rupanya pemerintah Belanda berpendapat bahwa pendaftaran yang
telah dirintis oleg pemerintah Inggris itu perlu diteruskan. Proses ini sebetulnya ingin dimanfaatkan oleh pemerintah Belanda untuk mengetahui secara
tegas dan pasti terhadap setiap aset ini antara lain; berapa jumlahnya, berapa
banyaknya dusun-dusun datinya, berapa luasnya serta berapa jumlah anak9

10

132

Ekonomi Rumah Tangga Papalele

diberikan kepada Andarias Parera; bapak dari ayahnya – Ishak
Parera. Dengan pengesahan itu menurut beliau ada 12 dusun
dati 11 yang menjadi haknya. Mengingat begitu banyaknya
dusun yang harus dikelola maka atas kesepakatan keluarga
besar, mereka memberikan dua dusun Riang dan Auspouw
kepada sanak keluarga terdekat keluarga Parera lainnya untuk
dikelola dan dimanfaatkan 12 . Walaupun dusun yang mereka
miliki ter-golong banyak, namun kebutuhan hidup belum
terpenuhi secara layak. Hal ini lebih disebabkan oleh dusun
yang dimiliki pada umumnya memiliki tanaman sejenis merata
tersebar di setiap dusun. Pada saat panen tiba, yang
menghasilkan hanya tanaman sejenis.
Pengakuan kepemilikan dusun, sejarah jaman Belanda.
Pengakuan, pembagian dan pengaturan atas hal dusun dati sejak
masa kolonial tetap dipatuhi dan dihormati oleh masyarakat.
Pengakuan terhadap kepemilikan dusun-dusun dati ini kemudian dalam perkembangannya pasca kolonal Belanda dengan
sistem hongi pada masa penjajahan, tetap menjadi milik pemegang hak dan diwariskan secara turun temurun. Sementara
dusun-dusun dati milik sah negeri, oleh pemerintah negeri
diterapkan sistem lelang. Dengan cara, setiap tiga tahun, warga
yang akan memanfaatkan dusun-dusun akan disertakan dalam
anak dan tulung-tulung datinya dapat dikerahkan untuk tugas-tugas dati.
Dengan diketahuinya jumlah dan luas serta areal dusun-dusun cengkih dapatlah diketahui jumlah seluruhnya pohon-pohon cengkih seluruh Ambon Lease
dan volume produksi cengkihnya. Berdasarkan data itu penguasa dapat
mengatur produksi cengkeh supaya tetap berada pada volume yang paling
menguntungkan sesuai dengan permintaan pasaran dunia Eropa ketika itu
(Ziwar, 1978: 156-164).
11 Setiap dusun dati memiliki luas antara satu sampai dua hektar, dengan nama
masing-masing; dusun Paireu, dusun Kintal, dusun Peiilisa, dusun Hauhahan,
dusun Wajerit, dusun Awija, dusun Auspouw, dusun Hahurenan, dusun
Waisamar, dusun Riang, dusun Afsila dan dusun Amusluan.
12 Short Massage Service (SMS) dari Dominggus Parera – anak Elias.

133

Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon

lelang, dan wajib membayar pajak kepada negeri 13 . Pembayaran
pajak disesuaikan dengan besar kecilnya lahan dusun dan hasil
kebun yang diperoleh. Sementara dusun-dusun dati dari keturunan, pemukiman penduduk dan kepemilikan tanah lainnya,
pembayaran kewajiban kepada pemerintah melalui pembayaran
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Merawat tanaman buah membantu ekonomi rumah
tangga. Kebun sebagai sumber penghasilan keluarga. Merawat
dan melindungi tanaman kebun dari penyakit dan hama adalah
bentuk pengetahuan dan kearifan lokal. Elias saat ini sudah
memasuki usia 84 tahun. Saat saya menemui beliau dan istrinya,
mereka sementara asyik melihat-lihat beberapa tanaman buah
nenas di kebun dekat halaman rumah. Saat itu bulan November,
dimana buah nenas mulai matang menjelang di panen pada
bulan berikutnya Desember. Perhatian mereka kepada tanaman
itu, bukan tanpa sebab karena ternyata buah nenas yang mulai
matang selalu diserang hama tikus. Karenanya, pengawasan
selalu harus dilakukan pada waktu-waktu tersebut. Jika lalai,
maka buah nenas sulit di panen dalam keadaan utuh. Sempat
saya bertanya kepada mereka bagaimana cara mengatasi hama
tikus ini. Menurut ‘mama Lae’ sang istri, untuk menjaga agar
hama tikus tidak memakan buah nenas, maka dipakai daun gatal
(jelatang) 14 untuk menutupi seluruh buah. Daun gatal (jelatang)
ini sejenis tanaman bunga yang jika terkena atau disentuh

Wawancara dengan Sekretaris negeri Hans Dominggus Alfons (50 tahun),
tanggal 6 November 2008.
14 Daun Gatal atau Jelatang adalah tumbuhan yang daunnya berbulu (miang)
yang dapat menyebabkan gatal pada kulit jika bersentuhan. Tumbuhan ini
memiliki beberapa jenis. Ada yang berbatang, dan ada juga yang merambat.
Jelatang memiliki daun berukuran kecil, tapi ada juga jelatang dengan daun
lebar. Tumbuhan ini memiliki tinggi sekitar 10 cm sampai 1 meter
(http://id.wikipedia.org/wiki/Jelatang; dikunjungi tanggal 12 November 2009).
13

134

Ekonomi Rumah Tangga Papalele

bagian bawah daunnya akan mengakibatkan benjolan dan gatalgatal selama beberapa saat.
Selain bertani, mereka bekerja sebagai pegawai negeri.
Selain bertani, ada juga di antaranya yang pekerjaan suami
sebagai pegawai negeri dan pensiunan. Baik yang bekerja
sebagai pegawai negeri sipil dan pensiunan tidak menjamin
bahwa segala kebutuhan ekonomis keluarga dapat terpenuhi.
Ada dua informan yang suami mereka bekerja sebagai pegawai
negeri sipil dan dua lagi sebagai pensiunan. Suami dari “mama
Bae” dan “mama Emi’ bekerja sebagai pegawai negeri sipil di
Pemerintah Kota Ambon. Demikian halnya dengan “mama Le”
dan “mama Ting”, yang suami mereka telah purna tugas. Suami
“mama Le” sebelumnya adalah pegawai negeri sipil yang bertugas di kantor Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta Wilayah
XII Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat. Sementara
suami “mama Ting” adalah pegawai negeri sipil di Kodam XVI
Pattimura Maluku.

Tanggungan Keluarga
Beban ekonomi meningkat karena jumlah anggota keluarga meningkat. Dapat dimaklumi bahwa beban ekonomi semakin
meningkat manakala jumlah anggota keluarga inti juga bertambah. Idealnya, ayah, ibu dan dua atau tiga orang anak untuk
satu keluarga. Kalaupun keluarga inti melebihi jumlah tersebut,
mungkin saja ada pertimbangan-pertimbangan tertentu bagi
setiap keluarga, misalnya: jumlah marga (klan) yang terbatas
sehingga perlu menjaga dan melanjutkan marga keturunannya,
anak yang telah dilahirkan masih belum memenuhi unsur
gender, serta terbatasnya pengetahuan dan perencanaan tentang
jumlah anak. Bahkan banyak anak banyak rejeki masih mendominasi pemahaman dan pengetahuan mereka tentang hakikat
135

Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon

sebuah keluarga. Walaupun kondisi ekonomi keluarga tergolong pas-pasan namun keluarga memiliki rata-rata jumlah anak
yang tergolong besar. Dari delapan belas informan hanya dua
keluarga yang memiliki dua orang anak, selebihnya antara tiga
sampai empat orang anak. Dua keluarga lain memiliki anak
tujuh dan sembilan orang. Akibat banyaknya anak dalam
keluarga mempengaruhi dan menambah beban tanggungan
ekonomi keluarga.
Jumlah anak dalam keluarga merupakan bagian dari
beban ekonomi. Tambahan jumlah anak membawa tambahan
beban, khususnya yang berkaitan dengan kebutuhan ekonomis.
Pada dasarnya memang beban keluarga akan semakin meningkat saat lahirnya anak-anak dengan segala kebutuhan yang
harus dipenuhi. Setiap keluarga memiliki anak paling sedikit
dua orang dan paling banyak sembilan orang. Kalau kemudian
dirata-ratakan maka setiap keluarga akan mempunyai anak
paling banyak tiga orang. Dengan jumlah anak yang dimiliki
berdampak pada bertambahnya kebutuhan keuangan keluarga.
Nampaknya rata-rata jumlah anak bukan merupakan ciri
khusus dari keluarga papalele. Tetapi dapat dimengerti bahwa
jumlah anak terutama di daerah perdesaan merupakan upaya
menjaga kelangsungan klen keluarga.
Beban semakin meningkat jika pola tinggal bersama atau
menyatu dengan orang tua, semakin memberatkan ekonomi
orang tua. Anak yang telah berkeluarga sebagian masih menetap bersama orang tua, hal ini sering dijumpai pada keluarga di
desa-desa. Seperti halnya para informan, beberapa di antara
mereka, sebagian anak-anaknya yang telah bekerja dan berkeluarga, namun masih menetap bersama. Anak-anak yang telah
bekerja dan berkeluarga yang masih tinggal dan menetap bersama orang tua, tentu membawa dampak terhadap tanggungan
136

Ekonomi Rumah Tangga Papalele

orang tua. Pada posisi ini orang tua masih tetap memainkan
peran untuk menafkahi keluarga mereka. Dengan demikian
ketergantungan ekonomi mereka akan menambah beban keuangan keluarga.
Orang tua berupaya keras untuk memenuhi kebutuhan
anak-anaknya, karenanya pemenuhan kebutuhan anak adalah
tanggung jawab orang tua. Sudah dapat dibayangkan apa yang
akan terjadi dengan kehidupan setiap keluarga andai saja
kebutuhan itu tidak dapat dipenuhi. Pengalaman hidup setiap
keluarga tentu akan berbeda sebagaimana pengalaman salah
satu informan ‘mama Lae’ (79 tahun) 15 salah satu informan
berikut:
Kasus:
Mama Lae menceritakan apa yang dilakukan selama ini
untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga dan anakanaknya. Ia merasakan bagaimana sakitnya bekerja
untuk anak-anaknya dengan cara harus berjualan setiap
hari. Baginya apa yang dilakukan hanya untuk anakanak agar bisa mendapatkan pendidikan yang layak
hingga sedapat mungkin memperoleh gelar kesarjanaan.
Pendapatan keluarga tidak cukup kalau hanya mengandalkan penghasilan suami. Pengalaman itu yang dirasakan sangat sakit dan masih terekam kuat dalam ingatannya ketika Ia harus bersusah payah berusaha mendapatkan uang bagi biaya pendidikan salah satu anaknya.
Walaupun, masih ada juga empat saudaranya yang lain
yang membutuhkan biaya, tetapi keempat saudaranya
hanya ber-sekolah di Ambon.
Kejadian itu terjadi sekitar tahun 1970 an. Di satu pagi
sekitar pukul 05.30 pagi dia, berjalan bersama beberapa
papalele lain dari negeri Hatalai pergi menuju ke kota
(Ambon). Pada sekitar tahun-tahun tersebut, memang
15

Wawancara tanggal 8 November 2009

137

Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon

jalan umum bagi kendaraan angkutan belum tersedia.
Masyarakat sekitar harus menempuh perjalanan kaki
sekitar enam kilometer menuju kota Ambon, melintasi
jalan setapak di dalam hutan di mana harus melalui
lembah curam dan menyeberangi sungai. Jalan tersebut
merupakan jalan yang tergolong singkat untuk mencapai pusat kota.
‘Mama Lae’ berjalan dalam kekalutan dan kebingungan
sambil menangis karena sudah tidak lagi mempunyai
uang untuk papalele. Walaupun tidak lagi mempunyai
uang untuk berjualan, Ia tetap harus ke kota. Dengan
harapan ada saja kemungkinan mendapatkan sedikit
uang untuk melanjutkan berjualan. Uang yang Ia
punyai beberapa hari lalu telah habis dipakai untuk
dikirim kepada anaknya yang sementara melanjutkan
sekolah pelayaran di Surabaya. Setiap bulan sekitar Rp
80.000 sampai dengan Rp. 100.000 ribu harus dikirim
kepada anaknya. Uang dalam jumlah itu, pada tahuntahun tersebut sangat besar nilainya. Dalam kebingungan dan terus menangis, dia berjumpa di pasar dengan
kakaknya yang sulung. Kebetulan juga, kakak perempuan yang sulung itu adalah juga seorang papalele.
Tetapi kakaknya tidak tinggal satu negeri dengannya.
Karena telah menikah Ia telah menetap bersama keluarganya di negeri Seri dusun Siwang, salah satu kecamatan lainnya di kota Ambon.
Saat keduanya berjumpa, sang kakak melihat sang adik
dalam keadaan sedih, sementara bahan yang akan dijual
juga tidak ada. Memang seperti biasanya ketika mereka
berjumpa di pasar, keduanya selalu mempunyai bahan
yang akan dijual. Tetapi hari itu, ketika, tidak terlihat
bahan jualannya, sang kakak pun bertanya mengapa
tidak mempunyai bahan jualan?. ‘Mama Lae’ semakin
menangis manakala kakaknya bertanya. ‘Mama Lae’
kemudian menceritakan bahwa uang yang akan dipakai
untuk berjualan sudah harus dikirim ke anaknya yang
sangat membutuhkan.

138

Ekonomi Rumah Tangga Papalele

Keprihatinan kakak terhadap sang adik tidak hanya
dirasakan, tetapi diwujudkan melalui bantuan uang
seadanya guna membeli bahan jualan sesuai dengan
uang yang diberikan. Sang kakak memberikan bantuan
uang Rp 5.000 dan beberapa buah-buahan untuk
dijualnya. Dengan berbekal bantuan seadanya, Ia pun
bisa melanjutkan berjualan.

Gambar. 4
Proses wawancara dengan informan, 79 tahun

(Piso.doc.2008)

Jerih payah da