PENGEMBANGAN LKS BERBASIS MASALAH YANG BERORIENTASIKAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP KELAS VII PADA MATERI HIMPUNAN.

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat seiring dengan berjalannya waktu. Setiap negara di dunia berlomba-lomba untuk meningkatkan mutu pendidikan agar semakin maju dan mampu menjawab tantangan zaman. Survei internasional menjadi diperlukan untuk mengevaluasi mutu pendidikan di setiap negara. Salah satu survei internasional yang diikuti Indonesia adalah Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS). TIMSS merupakan survei berkelanjutan yang dilakukan 4 tahun sekali untuk mengevaluasi hasil belajar siswa di berbagai negara pada jenjang SD dan SMP.

Survei TIMSS yang dilakukan pada tahun 2011 mengukur dimensi kognitif siswa, yaitu pengetahuan, penerapan, dan penalaran. Hasil laporan TIMSS 2011 (Mullis dkk: 2012, 462) menunjukkan bahwa jawaban benar siswa SMP Indonesia pada soal matematika di level pengetahuan adalah 31%, penerapan 23%, sedangkan penalaran 17%. Kemampuan penalaran matematika siswa yang rendah perlu mendapat perhatian. Terlebih lagi, persentase kemampuan penalaran siswa di Indonesia masih jauh di bawah rata-rata internasional yaitu sebesar 30%. Fadjar Shadiq (Sri Wardhani, 2008: 11) menjelaskan bahwa: “penalaran adalah suatu proses atau suatu aktivitas berpikir untuk menarik suatu kesimpulan atau proses berpikir dalam rangka membuat suatu pernyataan baru yang benar berdasar pada beberapa pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya”. Penalaran matematika merupakan


(2)

kemampuan yang penting untuk dimiliki siswa SMP. Siswa diharapkan mampu memecahkan permasalahan matematika yang kompleks dalam kehidupan sehari-hari melalui penalaran matematika yang dimiliki.

Fungsi pendidikan nasional menurut UU No. 20 tahun 2003 ialah: “mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”. Salah satu usaha untuk menjalankan fungsi pendidikan nasional sekaligus mengembangkan potensi generasi muda ialah melalui perbaikan kurikulum pendidikan. Hal ini diwujudkan pemerintah melalui pencanangan kurikulum baru yaitu kurikulum 2013 sebagai pengganti kurikulum KTSP 2006. Implementasi kurikulum 2013 diharapkan mampu memajukan dunia pendidikan di Indonesia.

Pendekatan pembelajaran yang sering digunakan dalam kurikulum 2013 ialah pendekatan saintifik. Pendekatan saintifik dilakukan melalui kegiatan mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan membentuk jejaring. Penerapan pendekatan saintifik diyakini dapat mengembangkan ketrampilan berpikir tingkat tinggi siswa. Hal ini dikarenakan siswa diajak untuk berproses aktif menemukan sendiri pengetahuannya dari pengalaman belajar yang dilakukan, sedangkan guru hanya sebagai fasilitator. Dari hasil observasi dan wawancara dengan beberapa guru matematika SMP di Kota Yogyakarta, ditemukan bahwa guru masih mengalami kesulitan dalam menyelenggarakan pembelajaran dengan pendekatan saintifik. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan baru sebatas penjelasan materi oleh guru atau siswa dengan tayangan powerpoint, kemudian dilanjutkan pengerjaan soal-soal matematika.

Salah satu metode pembelajaran yang dapat diterapkan untuk mendukung pembelajaran dengan pendekatan saintifik ialah melalui Pembelajaran Berbasis


(3)

Masalah (PBM). Savery (Alias Masek & Sulaiman Yamin, 2011: 217) menyatakan bahwa PBM sering diteorikan dapat mendorong ketrampilan berpikir tingkat tinggi siswa, khususnya kemampuan penalaran. Beberapa karakteristik PBM menurut Rusman ( 2011: 232) antara lain: masalah dijadikan starting point dalam belajar, menggunakan masalah dalam dunia nyata, keterampilan inquiry dan pemecahan masalah dikembangkan untuk mencari solusi. Panen (Rusmono, 2012: 74) mengatakan bahwa pada pembelajaran berbasis masalah, siswa diharapkan terlibat dalam proses penelitian yang mengharuskannya untuk mengidentifikasi masalah, mengumpulkan data, dan memecahkan masalah.

Permendikbud No. 68 tahun 2013 mengatur bahwa pada kurikulum 2013 salah satu kompetensi dasar matematika yang harus dikuasai siswa SMP kelas VII adalah materi himpunan (Mendikbud, 2013: 42). Materi himpunan tergolong materi yang cukup sulit untuk dipahami siswa SMP kelas VII. Hal ini dapat ditunjukkan melalui tabel 1 berikut mengenai serapan hasil Ujian Nasional 2012 pada materi himpunan di DIY yang masih rendah:

Tabel 1. Serapan Hasil Ujian Nasional 2012

Kemampuan yang Diuji Provinsi DIY Nasional Menyelesaikan masalah yang

berkaitan dengan himpunan.

54, 81 % 75, 50 %

(sumber: http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/bsnp)

Rendahnya keterserapan materi himpunan pada hasil Ujian Nasional 2012 perlu mendapat perhatian. Pengembangan metode pembelajaran ataupun bahan ajar pada materi himpunan perlu dilakukan agar siswa lebih mudah dalam memahami atau menguasai kompetensi tersebut.


(4)

Pada kurikulum 2013, pemerintah memfasilitasi kegiatan belajar mengajar melalui pengadaan buku teks pelajaran untuk siswa dan buku panduan untuk guru. Permendikbud No. 71 tahun 2013 hanya menetapkan sebuah judul buku untuk dipergunakan pada mata pelajaran matematika. Oleh karena itu, pendidik diharapkan dapat mengembangkan bahan ajar lain untuk memperkaya sumber belajar siswa. Salah satu bahan ajar yang dapat dikembangkan pendidik untuk memberikan panduan aktivitas bagi siswa adalah Lembar Kegiatan Siswa (LKS). “Lembar kegiatan siswa (student worksheet) adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik” (Depdiknas, 2008: 23). Menurut hasil wawancara dengan beberapa guru matematika SMP di Kota Yogyakarta, ditemukan pula bahwa ketersediaan bahan ajar berupa LKS untuk kurikulum 2013 khususnya yang berorientasikan kemampuan penalaran matematis siswa masih rendah. LKS yang banyak beredar hanya berupa rangkuman materi dan kumpulan soal-soal, sehingga LKS berbasis masalah menjadi penting untuk dikembangkan dalam pembelajaran. Selain dapat menjadi panduan aktivitas yang menarik dan bermakna bagi siswa, LKS berbasis masalah sejalan dengan pendekatan saintifik pada kurikulum 2013 yang mengajak siswa untuk memecahkan masalah secara ilmiah melalui kegiatan mengamati, menanya, menalar, mencoba, ataupun membentuk jejaring. Penggunaan metode PBM pada LKS diharapkan dapat mengembangkan potensi siswa secara optimal.

Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ Pengembangan LKS Berbasis Masalah yang Berorientasikan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa SMP Kelas VII pada Materi Himpunan”. Diharapkan LKS berbasis masalah yang dihasilkan dari penelitian ini mampu memberikan panduan aktivitas yang menarik dan bermakna


(5)

bagi siswa serta membantu mengembangkan kemampuan penalaran matematis siswa SMP kelas VII khususnya pada materi himpunan.

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Kemampuan penalaran matematis siswa SMP di Indonesia masih tergolong rendah.

2. Guru mengalami kesulitan dalam menyelenggarakan pembelajaran dengan pendekatan saintifik.

3. Hasil belajar siswa SMP pada materi himpunan masih rendah. 4. Kurang tersedianya LKS berbasis masalah untuk kurikulum 2013.

C. Pembatasan Masalah

Karena melihat masih luasnya masalah yang teridentifikasi, maka permasalahan dalam penelitian ini dibatasi agar lebih terfokus. Masalah penelitian dibatasi pada pengembangan LKS berbasis masalah yang berorientasikan kemampuan penalaran matematis siswa SMP kelas VII pada materi himpunan ditinjau dari aspek kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan. Pengembangan LKS dalam penelitian ini menggunakan model pengembangan 4-D (Define, Design, Develop, Disseminate).


(6)

D. Perumusan Masalah

1. Bagaimana mengembangkan LKS berbasis masalah yang berorientasi pada kemampuan penalaran matematis siswa SMP kelas VII pada materi himpunan?

2. Bagaimana kualitas LKS berbasis masalah yang berorientasi pada kemampuan penalaran matematis siswa SMP kelas VII pada materi himpunan yang ditinjau dari aspek kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Mengembangkan LKS berbasis masalah yang berorientasikan kemampuan penalaran matematis siswa SMP kelas VII pada materi himpunan.

2. Mendeskripsikan kualitas LKS berbasis masalah yang berorientasikan kemampuan penalaran matematis siswa SMP kelas VII pada materi himpunan yang ditinjau dari aspek kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan.

F. Manfaat Penelitian

Pengembangan LKS berbasis masalah yang berorientasikan kemampuan penalaran matematis siswa SMP kelas VII pada materi himpunan mempunyai manfaat sebagai berikut:

1. Bagi Dunia Pendidikan

Menghasilkan LKS berbasis masalah pada materi himpunan SMP kelas VII. 2. Bagi Siswa


(7)

3. Bagi Guru

Memotivasi guru untuk mengembangkan LKS berbasis masalah. 4. Bagi Peneliti

a. Memberikan pengalaman dan wawasan kepada peneliti tentang pengembangan LKS berbasis masalah pada materi himpunan SMP kelas VII.

b. Memotivasi peneliti untuk mengembangkan sumber belajar lain pada materi dan jenjang yang lain.


(8)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

Penelitian ini dilaksanakan dan dikembangkan berdasarkan beberapa deskripsi teori mengenai pembelajaran matematika SMP, kemampuan penalaran matematis, lembar kegiatan siswa, pembelajaran berbasis masalah, LKS berbasis masalah, materi himpunan, dan model pengembangan 4-D yang diuraikan sebagai berikut:

1. Pembelajaran Matematika SMP

Herman Hudojo (2003: 40) mengatakan bahwa belum ada definisi tunggal dari matematika yang disepakati di antara para matematikawan. Sujono (1988: 5) memaparkan pengertian matematika sebagai “cabang ilmu pengetahuan yang eksak dan terorganisasi secara sistemik serta merupakan ilmu pengetahuan tentang penalaran yang logik dan masalah yang berhubungan dengan bilangan”. Rey dkk (Erman Suherman dkk, 2003: 17) mengatakan bahwa: “matematika adalah telaah tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat”. Kamus Besar Bahasa Indonesia (http://pusatbahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/) mendefinisikan matematika sebagai “ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan”. Dari beberapa uraian tersebut dapat diketahui bahwa matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan yang menelaah pola, hubungan, serta prosedur operasional


(9)

secara terorganisasi terutama dalam masalah yang berhubungan dengan bilangan.

Pembelajaran matematika erat kaitannya dengan istilah belajar dan matematika. Belajar didefinisikan Ling dan Catling (2012: 197) sebagai “perubahan perilaku yang relatif permanen sebagai hasil dari pengalaman”. Witherington (Rusman dkk, 2013: 7) menyatakan bahwa: “belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan”. Rusman dkk (2013: 7) mengatakan bahwa belajar merupakan aktivitas yang dapat dilakukan secara psikologis dan fisiologis. Aktivitas psikologis meliputi aktivitas yang merupakan proses mental, misalnya berpikir, memahami, menyimpulkan, dan sebagainya. Aktivitas fisiologis meliputi aktivitas yang merupakan proses penerapan atau praktek, misalnya melakukan eksperimen, latihan, membuat karya (produk), dan sebagainya. Berdasarkan beberapa uraian tersebut dapat dipahami bahwa belajar merupakan proses perubahan tingkah laku atau kepribadian individu yang relatif tetap yang termanifestasi dalam pola respons yang baru, sebagai hasil dari pengalaman aktivitas mental dan praktek yang dilakukan.

Siswa pada jenjang SMP merupakan remaja yang berusia 12-15 tahun. Menurut Piaget (Erman Suherman dkk, 2003: 37), perkembangan kognitif individu yang berusia dari sekitar umur 11 tahun dan seterusnya berada pada tahap operasi formal. Piaget (Syamsu Yusuf L.N. & Nani M. Sugandhi, 2011: 81) membagi tahap berfikir formal ini terdiri menjadi dua periode, yaitu:


(10)

a. Early formal operational thought, yaitu kemampuan remaja untuk berpikir dengan cara-cara hipotetik yang menghasilkan pikiran-pikiran sukarela tentang berbagai kemungkinan yang tidak terbatas.

b. Late formal operational thought, yaitu remaja mulai menguji pikirannya yang berlawanan dengan pengalamannya.

Erman Suherman dkk (2003: 67) berpendapat bahwa meskipun menurut teori Piaget siswa usia SMP berada pada tahap operasi formal, namun jika masih diperlukan guru dapat menggunakan alat peraga untuk memperjelas konsep yang diajarkannya. Hal ini dikarenakan sebaran umur untuk setiap tahap perkembangan mental dari Piaget hanya perkiraan saja, selain itu penelitian yang dilakukan Piaget berada di Swiss yang memungkinkan adanya perbedaan pencapaian setiap tahap bagi masyarakat non-Swiss seperti di Indonesia. Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa perkembangan kognitif siswa SMP berada pada tahap transisi operasi kongkret ke operasi formal, sehingga jika masih diperlukan tidak ada salahnya guru menggunakan alat bantu atau peraga dalam pembelajaran matematika untuk memperjelas konsep matematika yang bersifat abstrak yang diajarkan.

Pembelajaran menurut Oemar Hamalik (2003: 54) merupakan “suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur manusia, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling memengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran”. Fontana (Erman Suherman dkk, 2003: 7) mengatakan bahwa: “pembelajaran merupakan upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal”. Erman


(11)

Suherman dkk (2003: 68) menyebutkan beberapa karakteristik pembelajaran matematika di sekolah yang perlu diperhatikan, antara lain:

a. Pembelajaran matematika adalah berjenjang (bertahap)

Bahan kajian matematika diajarkan secara berjenjang atau bertahap, yaitu dari hal yang kongkret dilanjutkan ke hal yang abstrak, dari hal yang sederhana ke hal yang kompleks.

b. Pembelajaran matematika mengikuti metoda spiral

Dalam setiap memperkenalkan konsep atau bahan yang baru perlu memperhatikan konsep atau bahan yang telah dipelajari siswa sebelumnya.

c. Pembelajaran matematika menekankan pola pikir deduktif

Pola pikir deduktif perlu disesuaikan dengan perkembangan intelektual siswa. Misalnya di SMP, pembelajaran matematika belum sepenuhnya menggunakan pendekatan deduktif tapi masih campur dengan induktif melalui contoh-contoh.

d. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi

Tidak ada pertentangan antara kebenaran suatu konsep dengan yang lainnya. Suatu pernyataan dianggap benar bila didasarkan atas pernyataan-pernyataan terdahulu yang telah diterima kebenarannya.

NCTM (2000: 11) menjelaskan 6 prinsip matematika sekolah yang dapat digunakan sebagai panduan penyelenggaraan pembelajaran matematika, yaitu:

a. Ekuitas

Keunggulan dalam pendidikan matematika memerlukan harapan yang tinggi dan dukungan yang kuat bagi semua siswa.


(12)

b. Kurikulum

Sebuah kurikulum lebih dari kumpulan kegiatan. Kurikulum harus koheren, terfokus pada matematika yang penting, dan bisa diartikulasikan dengan baik di setiap tingkatan kelas.

c. Pengajaran

Mengajar matematika yang efektif memerlukan pemahaman mengenai apa yang siswa ketahui dan butuhkan untuk belajar dan kemudian menantang dan mendukung mereka untuk belajar dengan baik. d. Pembelajaran

Siswa harus belajar matematika dengan pemahaman, secara aktif membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan sebelumnya.

e. Penilaian

Penilaian harus mendukung pembelajaran matematika yang penting dan memberikan informasi yang berguna bagi guru dan siswa.

f. Teknologi

Teknologi sangat penting dalam pengajaran dan pembelajaran matematika, ini mempengaruhi matematika yang diajarkan serta meningkatkan pembelajaran siswa.

Berdasarkan uraian di atas, maka yang dimaksud dengan pembelajaran matematika SMP ialah kegiatan penelusuran pola dan hubungan, penemuan, serta komunikasi yang berada pada tahap formal yang berhubungan dengan bilangan. Kegiatan tersebut diupayakan dengan penataan lingkungan meliputi ekuitas, kurikulum, pengajaran, pembelajaran, penilaian, dan teknologi dengan


(13)

memperhatikan karakteristik pembelajaran matematika di sekolah untuk mencapai tujuan pembelajaran.

2. Kemampuan Penalaran Matematis

Penalaran merupakan salah satu proses pemikiran untuk mendapat kesimpulan sebagai pernyataan baru dari beberapa pernyataan lain yang telah diketahui (Surajiyo, 2007: 25). Fajar Shadiq (2004: 2) menjelaskan bahwa: “penalaran adalah suatu proses atau suatu aktivitas berpikir untuk menarik suatu kesimpulan atau proses berpikir dalam rangka membuat suatu pernyataan baru yang benar berdasar pada beberapa pernyataan yang

kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya”. Menurut Soekadijo R.G. (1985: 6), “penalaran adalah penyimpulan sebuah proposisi baru berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar”. Penalaran erat kaitannya dengan penyimpulan, argumen, dan bukti. Proses penalaran meliputi aktivitas mencari proposisi-proposisi untuk disusun menjadi premis, menilai hubungan proposisi-proposisi di dalam premis tersebut dan menentukan konklusinya. Ling dan Catling (2012: 185) membagi penalaran menjadi dua kategori:

a. Penalaran Deduktif

Penalaran deduktif adalah penalaran dari umum ke khusus. Contoh penalaran ini ialah memulai dengan suatu teori dan mencari contoh-contoh yang membenarkan kesimpulan yang diambil.

b. Penalaran Induktif

Penalaran induktif adalah penalaran dari khusus ke umum. Penalaran ini mencakup perpindahan dari fakta-fakta spesifik ke suatu kesimpulan.


(14)

Herman Hudojo (2003: 44) mengatakan bahwa: “penalaran dalam matematika adalah deduktif”. Meskipun pembelajaran matematika menekankan pola pikir deduktif, namun Erman Suherman dkk (2003: 68) mengatakan bahwa pendekatan yang digunakan perlu disesuaikan dengan perkembangan intelektual siswa. Misalnya di SMP, pembelajaran matematika belum seluruhnya menggunakan pendekatan deduktif tapi masih campur dengan induktif.

Brodie (2010: 11) mengungkapkan bahwa penalaran matematika merupakan elemen kunci dari matematika sehingga merupakan bagian penting dalam pembelajaran matematika di sekolah. Menurut NCTM (NCTM, 2000: 262), penalaran matematis siswa SMP dapat berkembang jika siswa memiliki banyak pengalaman yang beragam berkenaan dengan matematika, seperti:

a. memeriksa pola dan struktur untuk mendeteksi keteraturan;

b. merumuskan generalisasi dan dugaan mengenai keteraturan yang diamati;

c. mengevaluasi dugaan;

d. menyusun serta mengevaluasi argumen matematika.

Peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas Nomor 506/C/Kep/PP/2004 menguraikan bahwa indikator siswa memiliki kemampuan dalam penalaran adalah mampu:

1. mengajukan dugaan,

2. melakukan manipulasi matematika,

3. menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran solusi,

4. menarik kesimpulan dari pernyataan, 5. memeriksa kesahihan suatu argumen,


(15)

6. menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi.

Berdasarkan uraian di atas, maka yang dimaksud dengan kemampuan penalaran matematis dalam penelitian ini ialah kemampuan siswa dalam membuat suatu kesimpulan atau pernyataan baru yang benar berdasar pada beberapa pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya. Kemampuan penalaran matematis siswa ditunjukkan melalui indikator: mengajukan dugaan, melakukan manipulasi matematika, memberi alasan atau menyusun bukti terhadap kebenaran solusi, menarik kesimpulan dari pernyataan, memeriksa kesahihan suatu argumen, dan menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi.

3. Lembar Kegiatan Siswa

“Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru/instruktor dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar” (Depdiknas, 2008: 6). Bahan ajar dapat berupa bahan tertulis maupun tak tertulis. Andi Prastowo (2011: 17) mengatakan bahwa:

“Bahan ajar merupakan segala bahan (baik informasi, alat, maupun teks) yang disusun secara sistematis, yang menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai peserta didik dan digunakan dalam proses pembelajaran dengan tujuan perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran. Misalnya, buku pelajaran, modul, handout, LKS, model atau maket, bahan ajar audio, bahan ajar interaktif, dan sebagainya”.

Salah satu bahan ajar tertulis yang dapat dikembangkan pendidik ialah Lembar Kegiatan Siswa (LKS). “Lembar Kegiatan Siswa (student worksheet) adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik” (Depdiknas, 2008: 13). Menurut Suhardi (2012: 47), Lembar Kegiatan Siswa merupakan salah satu media pembelajaran yang berfungsi untuk meningkatkan


(16)

keterlibatan dan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran melalui pencarian informasi dari berbagai sumber belajar. Belawati (Andi Prastowo, 2011: 204) berpendapat bahwa: “ LKS merupakan suatu bahan ajar cetak berupa lembar -lembar kertas yang berisi materi, ringkasan, dan petunjuk-petunjuk pelaksanaan tugas pembelajaran yang harus dikerjakan oleh peserta didik, yang mengacu pada kompetensi dasar yang harus dicapai”.

Menurut Depdiknas (2008), untuk membuat LKS dapat dilakukan melalui langkah-langkah penyusunan sebagai berikut:

1. Analisis kurikulum

Analisis kurikulum dimaksudkan untuk menentukan materi-materi mana yang memerlukan bahan ajar LKS. Biasanya dalam menentukan materi dianalisis dengan cara melihat materi pokok dan pengalaman belajar dari materi yang akan diajarkan, kemudian kompetesi yang harus dimiliki oleh siswa.

2. Menyusun peta kebutuhan LKS

Peta kebutuhan LKS sangat diperlukan guna mengetahui jumlah LKS yang harus ditulis serta melihat sekuensi atau urutan LKS-nya. Sekuensi LKS sangat diperlukan dalam menentukan prioritas penulisan. Langkah ini biasanya diawali dengan analisis kurikulum dan analisis sumber belajar. 3. Menentukan judul-judul LKS

Judul LKS ditentukan berdasarkan kompetensi-kompetensi dasar, materi-materi pokok atau pengalaman belajar yang terdapat dalam kurikulum. Satu kompetensi dasar (KD) dapat dijadikan sebagai judul LKS apabila kompetensi itu tidak terlalu besar, yaitu apabila diuraikan ke


(17)

dalam materi pokok (MP) mendapatkan maksimal 4 MP. Apabila bisa diuraikan menjadi lebih dari 4 MP, maka perlu dipikirkan kembali apakah KD perlu dipecah misalnya menjadi 2 judul LKS.

4. Penulisan LKS

Penulisan LKS dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Merumuskan KD yang harus dikuasai

Rumusan KD pada suatu LKS dapat langsung diturunkan dari kurikulum yang berlaku.

b. Menentukan alat penilaian

Penilaian dilakukan terhadap proses kerja dan hasil kerja peserta didik. Karena pendekatan pembelajaran yang digunakan adalah kompetensi yang penilaiannya didasarkan pada penguasaan kompetensi, maka alat penilaian yang cocok adalah menggunakan pendekatan Penilaian Acuan Patokan (PAP) atau Criterion Referenced Assesment. Dengan demikian guru dapat menilainya melalui proses dan hasil kerjanya.

c. Menyusun materi

Materi LKS sangat tergantung pada KD yang akan dicapai. Materi LKS dapat berupa informasi pendukung, yaitu gambaran umum atau ruang lingkup substansi yang akan dipelajari. Materi dapat diambil dari berbagai sumber. Agar pemahaman siswa terhadap materi lebih kuat, maka dalam LKS dapat ditunjukkan referensi yang digunakan agar siswa


(18)

bisa membaca lebih jauh tentang materi itu. Tugas-tugas harus ditulis secara jelas guna mengurangi pertanyaan dari siswa tentang hal-hal yang seharusnya dapat dilakukan siswa.

d. Memerhatikan struktur LKS

Unsur-unsur yang ada dalam struktur LKS secara umum: 1) judul, 2) petunjuk belajar, 3) kompetensi yang akan dicapai, 4) informasi pendukung, 5) tugas-tugas dan langkah-langkah kerja, 6) penilaian.

Kualitas LKS dapat diuji melalui kriteria-kriteria yang sudah ditentukan sebelumnya. Nieveen (1999: 127) mengatakan bahwa kualitas produk atau bahan ajar dapat ditinjau dari tiga aspek antara lain kevalidan (validity), kepraktisan (practicality), dan keefektifan (effectiveness).

a. Kevalidan

LKS dikatakan valid jika dikembangkan berdasarkan kurikulum (validitas isi), serta komponen-komponen dari setiap materi dapat saling berhubungan secara konsisten (validitas konstruk). Berdasarkan definisi kevalidan tersebut, maka kriteria kevalidan LKS yang dikembangkan pada penelitian ini meliputi: validitas isi yaitu kesesuaian materi dengan indikator yang telah ditentukan berdasarkan kurikulum dan validitas konstruk yaitu konsistensi sistematika penulisan LKS, kegrafikan, dan penggunaan bahasa yang sesuai ejaan yang disempurnakan (EYD) dalam penulisan LKS.

b. Kepraktisan

LKS dikatakan praktis jika mudah untuk digunakan oleh siswa selama proses belajar mengajar. Berdasarkan definisi kepraktisan


(19)

tersebut, maka LKS yang dikembangkan peneliti dikatakan praktis jika para validator menyatakan bahwa LKS yang dikembangkan dapat digunakan di lapangan dengan sedikit revisi atau tanpa revisi yang telah diisi pada lembar validasi LKS serta mendapatkan respons baik dari siswa mengenai kemudahan dalam penggunaan LKS melalui angket kepraktisan.

c. Keefektifan

LKS dikatakan efektif jika siswa dapat memahami program pembelajaran dan pengetahuan yang diinginkan guru untuk diketahui oleh siswa. Berdasarkan definisi keefektifan tersebut, maka LKS yang dikembangkan peneliti dikatakan efektif dilihat dari hasil tes siswa setelah melakukan pembelajaran dengan LKS.

Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa LKS adalah bahan ajar cetak berupa lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan siswa yang mengacu pada kompetensi capaian tertentu, yang kualitasnya dapat ditinjau dari aspek kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan.

4. Pembelajaran Berbasis Masalah

Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan masalah sebagai “sesuatu yang harus diselesaikan atau dipecahkan” (http://pusatbahasa.kemdiknas.go.id/ kbbi/). Pengertian masalah dalam metode Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) menurut Rusmono (2012: 78) ialah kesenjangan antara kenyataan dan kondisi yang diharapkan. Rusman (2011: 230) mengatakan bahwa “masalah dapat mendorong keseriusan, inquiry, dan berpikir dengan cara bermakna dan sangat kuat (powerful). Simon & Vanessa (2010: 4) menjelaskan bahwa PBM


(20)

adalah cara aktif untuk siswa dalam memelajari dasar kemampuan pemecahan masalah dan memperoleh pengetahuan melalui interaksi dengan orang lain. Siswa belajar dengan kelompok kecil yang terarah untuk mendefiniskan dan menyelesaikan tugas-tugas spesifik, baik dari dunia nyata maupun studi kasus.

PBM adalah pendekatan pembelajaran yang diinisiasi dengan memasukkan masalah atau pertanyaan yang diekspektasikan akan diselesaikan oleh siswa. PBM menggunakan konteks masalah dunia nyata untuk mengajak siswa mengidentifikasi, menyelidiki konsep-konsep dan bertanggungjawab menyelesaikan persoalan dengan baik (Duch, Groch, & Allen, 2001: 6). Barrows & Tamblyn (1980: 18) mendefinisikan PBM sebagai pembelajaran yang dihasilkan dari proses menyelesaikan, memahami, atau memecahkan masalah. Mereka merangkum proses PBM sebagai berikut:

1. Masalah diorientasikan pertama dalam urutan pembelajaran, sebelum ada persiapan atau terjadi penyelidikan.

2. Situasi masalah yang disampaikan kepada siswa berkaitan dengan kehidupan nyata.

3. Siswa menyelesaikan masalah dengan cara masing-masing yang memungkinkan kemampuannya untuk bernalar dan mengaplikasikan pengetahuan dalam tantangan dan evaluasi.

4. Kebutuhan belajar diidentifikasi dalam proses pemecahan masalah dan digunakan sebagai panduan siswa untuk menyelidiki secara mandiri. 5. Kemampuan dan pengetahuan yang didapat dari penyelidikan

diaplikasikan kembali pada masalah, untuk mengevaluasi keefektifan pembelajaran dan untuk lebih meningkatkan pembelajaran.


(21)

6. Pembelajaran yang telah dilakukan dengan penyelesaian masalah dan penyelidikan individu disimpulkan dan diintegrasikan dengan kemampuan dan pengetahuan siswa yang sudah ada sebelumnya.

Beberapa karakteristik pembelajaran berbasis masalah (M. Taufiq Amir, 2009: 12) :

a. pembelajaran dimulai dengan pemberian masalah,

b. menggunakan masalah yang memiliki konteks dalam dunia nyata,

c. siswa aktif merumuskan masalah dan mengidentifikasi kesenjangan pengetahuan mereka,

d. siswa mempelajari dan mencari sendiri materi yang terkait dengan masalah,

e. siswa melaporkan solusi dari masalah.

Panen (Rusmono, 2012: 74) mengatakan bahwa pada pembelajaran berbasis masalah, siswa diharapkan terlibat dalam proses penelitian yang mengharuskannya untuk mengidentifikasi masalah, mengumpulkan data, dan memecahkan masalah. Tahapan pembelajaran berbasis masalah menurut Mohamad Nur (Rusmono, 2012: 81) dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Tahapan Pembelajaran Berbasis Masalah

Tahap Pembelajaran Perilaku Guru

1 Mengorientasikan siswa kepada masalah.

Guru menginformasikan tujuan-tujuan pembelajaran, mendeskripsikan kebutuhan-kebutuhan logistik penting, dan memotivasi


(22)

siswa agar terlibat dalam kegiatan pemecahan masalah yang mereka pilih sendiri.

2 Mengorganisasikan siswa untuk belajar.

Guru membantu siswa menentukan dan mengatur tugas-tugas belajar yang berhubungan dengan masalah itu.

3 Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok.

Guru mendorong siswa mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, mencari penyelesaian, dan solusi.

4 Mengembangkan dan mempresentasikan hasil karya serta pameran.

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan hasil karya yang sesuai seperti laporan, rekaman, video, dan model, serta membantu mereka berbagi karya mereka.

5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

Guru membantu siswa melakukan refleksi atas penyelidikan dan proses-proses yang mereka gunakan.

Dari uraian tersebut maka dapat diketahui bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan metode pembelajaran yang memberdayakan siswa untuk melakukan kegiatan penelitian melalui identifikasi masalah, pengumpulan data, dan penggunaan data yang terkumpul untuk memecahkan permasalahan dunia nyata.


(23)

Berdasarkan beberapa uraian teori sebelumnya, maka peneliti merencanakan pengembangan bahan ajar berupa LKS berbasis masalah. LKS yang dikembangkan mencakup karakteristik pembelajaran berbasis masalah. Tahapan-tahapan pembelajaran dalam LKS berbasis masalah pada penelitian ini merujuk pada pendapat Mohamad Nur (Rusmono, 2012: 81), namun tahapan untuk mengorganisasikan siswa belajar akan dilakukan terlebih dahulu. Hal ini dikarenakan petunjuk untuk mengorganisasikan siswa belajar akan berada di awal kegiatan belajar LKS, sebelum siswa dihadapkan pada masalah. Dengan demikian siswa dapat menggunakan LKS dengan lebih mandiri. Urutan tahapan-tahapan pembelajaran dalam LKS berbasis masalah pada penelitian ini menjadi sebagai berikut:

1. Mengorganisasikan siswa untuk belajar. 2. Mengorientasikan siswa kepada masalah. 3. Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok. 4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya.

5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

Kualitas LKS berbasis masalah dalam penelitian dinilai mengikuti pendapat Nieveen (1999: 127) yang terdiri dari tiga aspek yaitu kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan.

a. Kevalidan

LKS dikatakan valid jika hasil penilaian validator menyatakan bahwa LKS berbasis masalah layak digunakan dengan atau tanpa revisi. Kevalidan LKS mengacu pada standar penilaian bahan ajar oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (Depdiknas, 2008: 28) yang mencakup


(24)

kelayakan isi, kebahasaan, sajian, dan kegrafikan. Selain memenuhi kriteria tersebut, LKS juga harus memenuhi aspek kesesuaian alur pembelajaran dengan metode pembelajaran berbasis masalah.

b. Kepraktisan

LKS dikatakan praktis jika mudah digunakan selama proses belajar mengajar. Berdasarkan pengertian tersebut, maka LKS yang dikembangkan dikatakan praktis jika siswa menyatakan bahwa LKS berbasis masalah mudah untuk dipahami, digunakan, serta menarik. Hal ini dapat ditunjukkan melalui angket kepraktisan yang diisi siswa setelah melakukan pembelajaran dengan LKS berbasis masalah.

c. Keefektifan

LKS dikatakan efektif jika siswa dapat memahami program pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dari hasil tes kemampuan penalaran matematis siswa setelah melakukan pembelajaran dengan LKS. Kemampuan penalaran matematis siswa ditunjukkan melalui indikator sebagai berikut:

1. siswa mampu mengajukan dugaan,

2. siswa mampu melakukan manipulasi matematika,

3. siswa mampu memberi alasan atau menyusun bukti terhadap kebenaran solusi,

4. siswa mampu menarik kesimpulan dari pernyataan, 5. siswa mampu memeriksa kesahihan suatu argumen,

6. siswa mampu menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi.


(25)

6. Materi Himpunan

Permendikbud No. 68 tahun 2013 mengatur bahwa pada kurikulum 2013 salah satu kompetensi dasar matematika yang harus dikuasai siswa SMP kelas VII adalah materi himpunan (Mendikbud, 2013: 42). Kompetensi inti & kompetensi dasar pada materi himpunan disajikan dalam tabel 3.

Tabel 3. Kompetensi Inti & Kompetensi Dasar Materi Himpunan

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya.

Menunjukkan sikap logis, kritis, analitik,konsisten dan teliti, bertanggung jawab, responsif dan tidak mudah menyerah dalam memecahkan masalah. Memiliki rasa ingin tahu, percaya diri, dan ketertarikan pada matematika serta memiliki rasa percaya pada daya dan kegunaan matematika, yang terbentuk melalui pengalaman belajar.

Memahami pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata.

Menjelaskan pengertian himpunan, himpunan bagian, komplemen himpunan, operasi himpunan dan menunjukkan contoh dan bukan contoh.


(26)

7. Model Pengembangan 4-D

Model 4-D merupakan salah satu prosedur dalam penelitian pengembangan yang dikembangkan oleh S. Thagarajan, Dorothy S. Semmel, dan Melvyn I. Semmel (Paidi, 2012: 88). Model 4-D terdiri atas tahap define, design, develop, disseminate yang diuraikan sebagai berikut:

a. Define (Pendefinisian)

Tujuan tahap ini adalah menetapkan dan mendefinisikan syarat-syarat pengembangan LKS.

b. Design (Perancangan)

Tujuan tahap ini menyiapkan prototipe LKS. c. Develop (Pengembangan)

Tujuan tahap ini menghasilkan LKS yang sudah direvisi berdasarkan masukan dari pakar.

d. Disseminate (Penyebarluasan)

Tujuan tahap ini adalah menggunakan LKS yang telah dikembangkan dengan skala yang lebih luas, misalnya, di kelas lain, di sekolah lain, dan guru yang lain.

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah:

1. Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal internasional International Multidisciplinary e - Journal volume II issue I oleh Padmavathy & Mareesh dengan judul “Effectiveness of Problem Based Learning In Mathematics“ pada tahun 2013. Hasil penelitian eksperimen di negara


(27)

India ini menunjukkan bahwa penggunaan metode pembelajaran berbasis masalah lebih efektif daripada dengan metode pembelajaran konvensional, sebab prestasi siswa yang dicapai lebih baik dibandingkan kelas konvensional.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Enika Wulandari dari Universitas Negeri Yogyakarta dalam skripsinya yang berjudul “Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa melalui Pendekatan Problem Posing di Kelas VIII A SMP Negeri 2 Yogyakarta” pada tahun 2011. Hasil penelitian tindakan kelas menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan pendekatan problem posing mampu meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa.

3. Penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of Education and Practice volume 4 nomor 17 oleh Benson Adesina Adegoke dengan judul “Modelling the Relationship between Mathematical Reasoning Ability and Mathematics Attainment“ pada tahun 2013. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat kemampuan penalaran matematis mempunyai peranan besar dalam pencapaian prestasi siswa.

4. Penelitian yang dipublikasikan dalam Jurnal Riset Pendidikan Matematika volume 1 nomor 1 oleh Uki Rahmawati & Suryanto dengan judul “Pengembangan Model Pembelajaran Matematika Berbasis Masalah untuk Siswa SMP“ pada tahun 2014. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model pembelajaran matematika berbasis masalah yang dikembangkan memenuhi kriteria valid, praktis, dan efektif.

5. Penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of Information Technology Education volume 7 oleh Cheong pada tahun 2008 yang berjudul Using


(28)

a Problem Based-Learning Approach to Teach an Intelligent Systems Course. Hasil penilitian menunjukkan bahwa 88% siswa menikmati sistem pembelajaran dengan pendekatan PBL, selain itu PBL juga dapat menaikkan tingkat keakftifan siswa.

C. Kerangka Berpikir

Era globalisasi khususnya di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi memicu setiap negara untuk meningkatkan mutu pendidikan agar tidak tertinggal dari negara-negara lain. Salah satu usaha Indonesia untuk memajukan dunia pendidikan ialah melalui penerapan kurikulum baru, yaitu kurikulum 2013. Kurikulum tersebut diajarkan dengan pendekatan saintifik melalui kegiatan mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan membentuk jejaring, namun guru masih kesulitan dalam menerapkannya. Pembelajaran yang dilakukan baru sebatas presentasi materi oleh guru atau siswa, kemudian dilanjutkan pengerjaan soal-soal matematika. Rendahnya ketersediaan bahan ajar untuk kurikulum 2013 pun semakin mempersulit guru dalam melakukan pembelajaran matematika.

Hal yang juga perlu mendapat perhatian terkait pendidikan di Indonesia ialah capaian prestasi siswa. Survei internasional TIMSS tahun 2011 mengevaluasi bahwa kemampuan penalaran matematis siswa SMP di Indonesia masih rendah. Serapan hasil Ujian Nasional 2012 pada materi himpunan khususnya di DIY juga masih kurang memuaskan. Oleh karena itu, guru diharapkan dapat mengembangkan bahan ajar agar pembelajaran lebih bermakna dan siswa menjadi terlatih untuk berpikir atau bernalar.


(29)

Salah satu bahan ajar yang dapat dikembangkan guru sebagai panduan aktivitas siswa dalam mengembangkan kemampuan penalaran matematisnya ialah Lembar Kegiatan Siswa (LKS). Berdasarkan hasil penelitian relevan yang telah diulas sebelumnya, salah satu metode pembelajaran yang dapat diterapkan agar capaian prestasi siswa lebih baik ialah melalui pembelajaran berbasis masalah. Pembelajaran berbasis masalah sesuai dengan pendekatan saintifik yang mengajak siswa untuk memecahkan masalah secara ilmiah melalui kegiatan mengamati, menanya, menalar, mencoba, serta membentuk jejaring. Dengan demikian, LKS berbasis masalah sangat baik digunakan untuk mengembangkan kemampuan penalaran matematis siswa sekaligus mengatasi rendahnya ketersediaan bahan ajar untuk kurikulum 2013.

Dari uraian tersebut, maka penting untuk mengembangkan LKS berbasis masalah. Pengembangan LKS berbasis masalah dalam penelitian ini diyakini dapat menjadi panduan aktivitas yang menarik dan bermakna bagi siswa untuk mengembangkan penalaran matematisnya, terutama pada materi matematika yang cukup sulit dipahami seperti materi himpunan di kelas VII SMP. Bagan kerangka berpikir penelitian ini dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Berpikir Masalah:

Kemampuan penaralan siswa rendah, kesulitan guru dalam penyelenggaraan pembelajaran dengan pendekatan saintifik, hasil belajar siswa pada materi himpunan masih rendah, belum

tersedianya LKS berbasis masalah untuk kurikulum 2013.

Solusi:

Pengembangan LKS berbasis masalah yang berorientasikan kemampuan penalaran matematis siswa SMP kelas VII pada materi himpunan.

Hasil:

LKS Berbasis Masalah pada Materi Himpunan untuk Siswa Kelas VII yang menunjang pembelajaran dengan pendekatan saintifik dan mendorong kemampuan penalaran


(30)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang bertujuan mengembangkan LKS berbasis masalah yang berorientasi pada kemampuan penalaran matematis siswa SMP kelas VII pada materi himpunan serta mendeskripsikan kualitasnya bila ditinjau dari aspek kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan.

Dalam penelitian pengembangan ini, peneliti mengikuti prosedur pengembangan model 4-D (Define, Design, Develop, Disseminate ) yang dikembangkan oleh S. Thagarajan, Dorothy S. Semmel, dan Melvyn I. Semmel (Paidi, 2012: 88).

B. Prosedur Penelitian

Prosedur pengembangan LKS yang digunakan dalam penelitian adalah model 4-D (Define, Design, Develop, Disseminate). Pengembangan LKS dilaksanakan melalui tahap-tahap berikut:

1. Define (Pendefinisian)

Berikut ini merupakan langkah-langkah yang dilakukan pada tahap pendefinisian:


(31)

a. Analisis ujung depan

Pada tahap ini dilakukan analisis yang bertujuan untuk menemukan masalah-masalah yang ada dalam pembelajaran matematika di kelas VII SMP sehingga perlu mengembangkan LKS. Pengkajian kurikulum yang berlaku juga dilakukan untuk menetapkan kompetensi yang akan dikembangkan dalam LKS.

b. Analisis siswa

Pada tahap ini dipelajari karakteristik siswa seperti latar belakang pengetahuan, kemampuan, motivasi belajar, dan sebagainya. Hal ini diperlukan agar bahan ajar yang disusun peneliti dapat sesuai dengan karakteristik siswa.

c. Analisis tugas

Pada tahap ini dianalisis kompetensi dasar dan indikator capaian yang harus dikuasai siswa.

d. Analisis konsep

Pada tahap ini diidentifikasi materi utama yang perlu diajarkan, kemudian disusun kembali secara sistematis dan rinci menjadi peta konsep pembelajaran.

e. Perumusan tujuan pembelajaran

Pada tahap ini dilakukan perumusan tujuan pembelajaran serta indikator pencapaian siswa setelah melaksanakan pembelajaran.


(32)

2. Design (Perancangan)

Tahap perancangan LKS dilakukan melalui beberapa kegiatan berikut:

a. Penyusunan tes acuan patokan

Pada tahap ini disusun tes kriteria sebagai alat evaluasi setelah implementasi LKS.

b. Pemilihan media pembelajaran

Pada tahap ini dilakukan pemilihan media pembelajaran yang disesuaikan dengan materi dan karakteristik siswa.

c. Pemilihan format LKS

Pada tahap ini dilakukan pengumpulan bahan dan materi yang relevan untuk pembuatan produk awal (prototipe).

d. Simulasi

Prototipe LKS disimulasikan dengan teman sejawat dan dimintakan juga masukan dari teman sejawat ataupun dosen sebagai bahan revisi sebelum dilanjutkan ke tahap berikutnya.

3. Develop (Pengembangan)

Tahap pengembangan dapat dilakukan melalui beberapa langkah berikut:

a. Pembuatan draft

Hasil masukan dari teman sejawat ataupun dosen terhadap prototipe LKS digunakan untuk membuat draft LKS sebelum divalidasi oleh para pakar.


(33)

b. Validasi dan revisi

Draft LKS divalidasi oleh beberapa pakar materi dan media. Masukan dari para pakar digunakan sebagai bahan revisi hingga LKS layak untuk diuji cobakan secara terbatas.

c. Simulasi

LKS yang telah divalidasi pakar dan direvisi kemudian disimulasikan kembali dengan teman sejawat.

d. Uji coba terbatas

LKS yang telah divalidasi pakar dan direvisi kemudian diujicobakan secara terbatas di kelas.

Hasil simulasi dan uji coba terbatas digunakan sebagai dasar revisi untuk uji coba yang lebih meluas. Proses simulasi dan uji coba akan terus berulang hingga LKS layak untuk disebarluaskan (disseminate).

4. Disseminate (Penyebarluasan)

Pada tahap ini dilakukan penyebarluasan LKS agar dapat digunakan dalam skala yang lebih luas, seperti di kelas atau sekolah lain.


(34)

Analisis ujung depan

Analisis siswa

Analisis tugas

Analisis konsep

Perumusan tujuan pembelajaran

Penyusunan tes

Pemilihan media

Pemilihan format (prototipe)

Simulasi dan revisi

Pembuatan draft

Validasi ahli dan revisi

Uji coba terbatas dan revisi Simulasi dan revisi

Penyebarluasan LKS

Define

Design

Disseminate Develop

Gambar 2. Prosedur Penelitian

C. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian adalah siswa kelas VII-10 SMP Negeri 8 Yogyakarta tahun pelajaran 2014/ 2015. Objek penelitian adalah keseluruhan proses dan hasil


(35)

pengembangan LKS berbasis masalah yang berorientasi pada kemampuan penalaran matematis siswa SMP kelas VII-10 pada materi himpunan.

D. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah SMP Negeri 8 Yogyakarta yang beralamat di Jalan Prof. Dr. Kahar Muzakir 2 Yogyakarta. Penelitian dilakukan pada tanggal 17 - 22 November 2014.

E. Teknik Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Data yang akan diperoleh dalam penelitian ini yaitu:

1. Data proses pengembangan LKS

Data proses pengembangan LKS diperoleh dari tahap define, design,dan develop. Data yang dihasilkan berupa hasil rancangan LKS dan perangkat pembelajaran.

2. Data kualitas LKS

Data kualitas LKS diperoleh dari aspek kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan. Data yang dihasilkan berupa hasil validasi LKS dan masukan dari para pakar, hasil angket siswa, serta hasil penilaian tes siswa.


(36)

1. Angket

Terdapat dua instrumen angket yang dibuat peneliti yaitu angket penilaian pakar dan angket respon siswa. Angket penilaian dan masukan dari para pakar digunakan untuk melakukan revisi sekaligus untuk mengetahui kevalidan dari LKS yang dikembangkan. Angket respon siswa dibuat untuk mengetahui kepraktisan LKS.

2. Tes

Tes diberikan untuk mengetahui keefektifan penggunaan LKS dalam orientasinya terhadap kemampuan penalaran matematis siswa.

3. Observasi

Observasi dilakukan untuk mengetahui keterlaksanaan pembelajaran dengan LKS berbasis masalah.

F. Teknik Analisis Data

Setelah semua data terkumpul, analisis data penelitian dapat dilakukan sebagai berikut:

1. Angket

a) Angket penilaian pakar

LKS akan divalidasi oleh pakar materi dan media melalui angket penilaian pakar. Aturan pemberian skor pada angket penilaian menggunakan pengukuran Likert (Endang Mulyatiningsih, 2011: 30):


(37)

Tabel 4. Aturan Pemberian Skor Angket Validasi LKS

Kategori Skor

Sangat kurang 1

Kurang 2

Baik 3

Sangat Baik 4

Analisis rerata dilakukan pada angket penilaian pakar untuk mengetahui kevalidan dan kelayakan LKS dengan langkah-langkah sebagai berikut (Eko Putro Widoyoko, 2013: 237):

(1) Menghitung nilai rerata skor tiap butir instrumen. (2) Menghitung nilai rerata skor tiap komponen.

�= �� � �=1

Keterangan: �= rata-rata skor tiap komponen �� = rata-rata skor tiap butir instrumen

� = banyak butir instrumen dalam tiap komponen (3) Membandingkan nilai rerata skor tiap komponen dengan

kriteria sebagai berikut: Tabel 5. Kriteria Kevalidan LKS

Rumus Rerata Skor Klasifikasi

�>� + 1,8 ×�� �> 3,4 Sangat Baik � �+ 0,6 ×��� <� ≤ � �+ 1,8 ×��� 2,8 <� ≤3,4 Baik � �−0,6 ×��� <� ≤ � �+ 0,6 ×��� 2,2 <� ≤2,8 Kurang


(38)

Keterangan: Rata-rata ideal (� ) dapat dihitung dengan rumus: � � =12 (Skor maksimal ideal butir instrumen +

Skor minimal ideal butir instrumen) Simpangan baku ideal (���), dapat dihitung dengan rumus:

��� =16 (Skor maksimal ideal butir instrumen –

Skor minimal ideal butir instrumen)

b) Angket respon siswa

Angket respon siswa dibagi menjadi dua respon yaitu respon positif dan negatif, dengan aturan pemberian skor yang dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Aturan Pemberian Skor Angket Respon Siswa

Kategori

Skor

Respon positif Respon negatif

Sangat kurang 0 1

Sangat Baik 1 0

Analisis rerata dilakukan pada angket respon siswa dengan langkah-langkah sebagai berikut (Eko Putro Widoyoko, 2013:237): (1) Menghitung nilai rerata skor tiap butir instrumen.

(2) Menghitung nilai rerata skor tiap komponen.

�= �� � �=1


(39)

Keterangan: �= rata-rata skor tiap komponen �� = rata-rata skor tiap butir instrumen

� = banyak butir instrumen dalam tiap komponen (3) Membandingkan nilai rerata skor tiap komponen dengan

kriteria sebagai berikut: Tabel 7. Kriteria Kepraktisan LKS

Rumus Rerata Skor Klasifikasi

�>� + 1,8 ×�� �> 0,8 Sangat Baik � ≤ � �+ 1,8 ×��� � ≤0,8 Sangat Kurang

Keterangan: Rata-rata ideal (� ) dapat dihitung dengan rumus: � � =12 (Skor maksimal ideal butir instrumen +

Skor minimal ideal butir instrumen) Simpangan baku ideal (��), dapat dihitung dengan rumus:

��� =16 (Skor maksimal ideal butir instrumen –

Skor minimal ideal butir instrumen) 2. Tes

Tes diberikan untuk mengetahui tingkat kemampuan penalaran matematis siswa berdasarkan nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu ≥ 80, sekaligus untuk mengetahui keefektifan LKS dalam pembelajaran. Kriteria kemampuan penalaran matematis siswa dapat dilihat dari persentase siswa yang mencapai batas ketuntasan (Eko Putro Widoyoko, 2013: 242):


(40)

Tabel 8. Kriteria Kemampuan Penalaran Matematis Siswa

Persentase Ketuntasan (%) Klasifikasi

�> 80 Sangat Baik

60 <� ≤80 Baik

40 <� ≤60 Cukup

20 <� ≤40 Kurang

� ≤20 Sangat Kurang

Keterangan: � adalah persentase siswa yang mencapai KKM

Tes tidak hanya memenuhi kevalidan dari validator instrumen, tetapi juga harus diukur reliabilitasnya. Menurut Ngalim Purwanto (2002), sebuah tes dikatakan reliabel bila skor-skor yang dihasilkannya konsisten dan dapat diandalkan, yaitu bila murid menjalani tes di dua kesempatan, siswa seharusnya mendapatkan hasil yang serupa. Suatu instrumen penelitian dikatakan mempunyai nilai reliabilitas yang tinggi, apabila tes yang dibuat mempunyai hasil yang konsisten dalam mengukur apa yang hendak diukur (Sukardi, 2012:127). Untuk memperoleh reliabilitas digunakan rumus Alpha Cronbach yaitu:

Keterangan: = Koefisien reliabilitas instrumen

= Banyaknya butir soal

= Jumlah variansi skor butir soal ke-i = 1, 2, 3, ..., n


(41)

Tinggi rendahnya reliabilitas tes ditentukan dengan menggunakan

kriteria pada tabel berikut:

Tabel 9. Kriteria Reliabilitas Soal Tes

Interval Klasifikasi

0,80 ≤ < 1,00 Sangat Tinggi

0,60 ≤ < 0,80 Tinggi

0,40 ≤ < 0,60 Sedang

0,20 ≤ < 0,40 Rendah

0,00 ≤ < 0,20 Sangat Rendah

Hasil uji reliabilitas pada soal tes didapatkan nilai melalui perhitungan SPSS sebesar 0,827 dan menyatakan bahwa reliabilitas soal tes termasuk dalam kategori sangat tinggi .


(42)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Pengembangan LKS berbasis masalah yang berorientasi pada kemampuan penalaran matematis siswa SMP kelas VII pada materi himpunan dilakukan dengan model 4-D (Define, Design, Develop, Disseminate ) sebagai berikut:

1. Define (Pendefinisian)

Analisis yang dilakukan pada tahap define bertujuan untuk mengetahui kebutuhan yang diperlukan untuk menghasilkan LKS yang layak. Analisis tersebut meliputi:

a. Analisis ujung depan

Analisis ini memperhatikan kondisi sekolah yang dapat dijadikan lokasi penelitian. Adapun hasil analisis kondisi sekolah dari SMP Negeri 8 Yogyakarta:

1) SMP Negeri 8 Yogyakarta merupakan sekolah yang menerapkan Kurikulum 2013.

2) Pembelajaran yang dilakukan di kelas belum sesuai dengan pendekatan saintifik pada kurikulum 2013, karena pembelajaran baru sebatas presentasi materi oleh guru atau siswa, kemudian dilanjutkan pengerjaan soal-soal matematika.

3) Guru hanya menggunakan buku teks matematika VII SMP kurikulum 2013 yang disediakan pemerintah dalam pembelajaran di kelas dan belum ada bahan ajar pendukung lainnya.


(43)

Memperhatikan hasil analisis tersebut, terutama untuk mengatasi kesulitan guru dalam menyelenggarakan pembelajaran dengan pendekatan saintifik serta kurang tersedianya bahan ajar kurikulum 2013, maka penelitian ini mengembangkan bahan ajar berupa LKS yang sesuai dengan kurikulum 2013.

b. Analisis siswa

Secara umum perkembangan kognitif siswa SMP berada pada tahap transisi operasi kongkret ke operasi formal. Pada tahap ini, siswa sudah mulai bisa memahami konsep matematika yang bersifat abstrak, namun jika masih diperlukan guru dapat menggunakan alat peraga untuk memperjelas konsep yang diajarkannya. Meskipun demikian, kemampuan setiap individu bisa saja berbeda dalam perkembangan ini. Dari hasil observasi dan wawancara dengan guru, diperoleh hasil analisis karakteristik siswa kelas VII SMP Negeri 8 Yogyakarta sebagai berikut:

1) Siswa suka melakukan aktivitas secara berkelompok. 2) Siswa belum dapat mandiri sepenuhnya.

3) Keaktifan siswa dalam pembelajaran masih perlu ditingkatkan. 4) Siswa lebih tertarik dengan materi pembelajaran yang memiliki

konteks di kehidupan sehari-hari.

5) Kemampuan siswa berbeda-beda dalam memahami materi. 6) Kemampuan penalaran matematis siswa masih rendah.

Berdasarkan hasil analisis tersebut, pengembangan LKS sangat cocok untuk memfasilitasi kemampuan siswa yang berbeda-beda, melatih kemandirian siswa, serta meningkatkan keaktifan siswa


(44)

secara individu/ kelompok. Untuk mendukung kemampuan penalaran matematis siswa, maka LKS dikembangkan dengan metode pembelajaran berbasis masalah. LKS berbasis masalah akan mengajak siswa untuk mengidentifikasi masalah, mengumpulkan data, serta memecahkan masalah dikehidupan sehari-hari.

c. Analisis tugas

Berdasarkan data serapan hasil Ujian Nasional SMP tahun 2012 pada mata pelajaran matematika, diketahui bahwa kemampuan siswa masih rendah dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan himpunan. Oleh karena itu, penelitian ini mengembangan LKS berbasis masalah khusus pada materi himpunan. Untuk uraian Kompetensi Inti & Kompetensi Dasar materi himpunan dapat dilihat pada tabel 3.

d. Analisis konsep

Dalam tahap analisis konsep, dirancang suatu peta konsep pembelajaran untuk memudahkan penyusunan LKS dan pembelajaran di kelas. Peta konsep pembelajaran dapat dilihat pada gambar 2.


(45)

Gambar 3. Peta Konsep Pembelajaran

e. Perumusan tujuan pembelajaran

Sesuai hasil analisis tugas dan konsep, LKS berbasis masalah kelas VII SMP pada materi himpunan dibagi menjadi 6 bab dengan uraian tujuan pembelajaran sebagai berikut:

1) Pengertian Himpunan

Tujuan pembelajaran dari bab ini ialah agar siswa dapat menjelaskan pengertian himpunan, menyebutkan anggota dan bukan anggota himpunan, serta menyelesaikan masalah sehari-hari yang berkaitan dengan pengertian himpunan.


(46)

2) Penyajian Himpunan

Tujuan pembelajaran dari bab ini ialah agar siswa dapat menyajikan himpunan dengan mendaftar anggotanya, menyatakan sifat yang dimiliki anggotanya, dan notasi pembentuk himpunan. Siswa juga diharapkan dapat menyelesaikan masalah sehari-hari yang berkaitan dengan penyajian himpunan.

3) Himpunan Semesta & Diagram Venn

Tujuan pembelajaran dari bab ini ialah agar siswa dapat menjelaskan konsep himpunan semesta, menggambar diagram venn, serta menyelesaikan masalah sehari-hari yang berkaitan dengan himpunan semesta dan diagram venn. 4) Himpunan Kosong & Kardinalitas Himpunan

Tujuan pembelajaran dari bab ini ialah agar siswa dapat menjelaskan konsep himpunan kosong, menentukan kardinalitas suatu himpunan, serta menyelesaikan masalah sehari-hari yang berkaitan dengan himpunan kosong dan kardinalitas himpunan.

5) Relasi Himpunan

Tujuan pembelajaran dari bab ini ialah agar siswa dapat menentukan himpunan bagian dari suatu himpunan, menentukan himpunan kuasa dan banyaknya anggota himpunan kuasa, serta mengidentifikasi himpunan yang sama, ekuivalen, saling lepas, ataupun berpotongan. Siswa juga


(47)

diharapkan dapat menyelesaikan masalah sehari-hari yang berkaitan dengan relasi himpunan.

6) Operasi Himpunan

Tujuan pembelajaran dari bab ini ialah agar siswa dapat menjelaskan pengertian irisan, gabungan, komplemen dan selisih himpunan, serta dapat menuliskan notasinya ataupun menyajikannya dalam bentuk diagram venn. Siswa juga diharapkan dapat melakukan pengoperasian irisan, gabungan, komplemen, dan selisih himpunan, menyebutkan sifat-sifatnya, serta dapat menyelesaikan masalah sehari-hari yang berkaitan dengan operasi himpunan.

2. Design (Perancangan)

Setelah tahap define, dilakukan tahap design atau perancangan LKS. Tahap ini meliputi beberapa kegiatan berikut:

a. Penyusunan tes acuan patokan

Pada tahap ini disusun instrumen penelitian berupa soal tes untuk mengetahui tingkat kemampuan penalaran matematis siswa setelah menggunakan LKS, serta lembar penilaian LKS untuk mengetahui kevalidan dan kepraktisan LKS. Instrumen penelitian dapat dilihat pada lampiran A.

b. Pemilihan media pembelajaran

Media pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah kertas manila dan spidol. Kertas manila dan spidol digunakan sebagai pendamping LKS berbasis masalah yang difungsikan untuk sarana diskusi kelompok.


(48)

c. Pemilihan format LKS

Format LKS berbasis masalah pada materi himpunan kelas VII SMP disusun sesuai dengan pendekatan saintifik kurikulum 2013. Berikut dijelaskan struktur isi LKS:

1) Bagian Awal a) Sampul

Pada bagian sampul dicantumkan judul LKS, metode yang digunakan yaitu berbasis masalah, nama penyusun, sasaran, dan gambar.

b) Identitas

Bagian ini berisi keterangan lebih lanjut tentang LKS. c) Kata Pengantar

Bagian ini merupakan pengantar mengenai deskripsi LKS dan pentingnya penggunaan LKS.

d) Daftar Isi

Bagian ini berupa daftar bab, subbab, dan bagian lain dari LKS yang menyertakan nomor halaman agar memudahkan penggunaan LKS.

e) Sajian Isi LKS

Sajian isi LKS memaparkan gambaran singkat fitur LKS beserta penjelasan masing-masing bagiannya.

f) LKS Berbasis Masalah

Bagian ini memaparkan sajian pembelajaran berbasis masalah yang ada pada LKS.


(49)

g) Kompetensi Dasar

Bagian ini berisi ruang lingkup materi yang akan dipelajari siswa.

h) Peta Konsep

Peta konsep menunjukkan keterkaitan antar konsep-konsep pada materi himpunan.

2) Bagian Isi

Berikut dijelaskan bagian isi LKS secara rinci dengan kaitannya pada aspek penalaran matematis dan aspek pembelajaran berbasis masalah (PBM). Adapun aspek penalaran matematis ialah siswa mampu:

A. Mengajukan dugaan,

B. Melakukan manipulasi matematika,

C. Memberi alasan atau menyusun bukti terhadap kebenaran solusi,

D. Menarik kesimpulan dari pernyataan, E. Memeriksa kesahihan suatu argumen,

F. Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi.

Tahapan PBM ialah:

1. Mengorganisasikan siswa untuk belajar. 2. Mengorientasikan siswa kepada masalah. 3. Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok. 4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya.


(50)

Tabel 10. Format Bagian Isi LKS Berbasis Masalah Kelas VII pada Materi Himpunan dengan Kaitannya pada Aspek Penalaran dan Aspek PBM

Fitur Keterangan

Aspek Penalaran

Aspek PBM

a) Judul Bab

Bagian ini menerangkan pokok bahasan yang mewakili materi keseluruhan di setiap bab.

A 1

b) Tujuan

Pembelajaran

Bagian ini berisi kompetensi yang diharapkan dicapai oleh siswa pada setiap bab.

A 1

c) Gambar Pembuka

Gambar pembuka digunakan untuk mengilustrasikan bagian pendahuluan.

A 2

d) Pendahuluan

Bagian ini berisi manfaat dan pentingnya mempelajari materi pada setiap bab.

A 2

e) Petunjuk

Bagian ini berisi petunjuk yang harus dilakukan pada kegiatan dalam LKS.

B 1, 4

f) Penyajian Masalah

Bagian ini memuat masalah dunia nyata yang harus diselesaikan siswa.

A 2

g) Penyelidikan

Bagian ini membimbing siswa untuk memecahkan masalah.

C 3


(51)

menemukan konsep materi yang harus dikuasai.

i) Ayo Kita Menanya

Bagian ini membiasakan siswa untuk berlatih mengajukan pertanyaan.

B 4

j) Definisi

Bagian ini berisi konsep matematika yang perlu dipahami siswa.

D 5

k) Catatan

Bagian ini berisi sisipan materi tambahan atau materi sebelumnya yang penting.

E 3

l) Latihan

Bagian ini berisi soal-soal yang terkait dengan materi.

A, B, C, D, E, F

2, 4, 5

m) Kesimpulan

Bagian ini berisi hal-hal penting yang perlu diingat siswa.

D, E 3

n) Uji

Kompetensi

Bagian ini berisi soal-soal untuk menguji pemahaman siswa di setiap bab.

A, B, C, D, E, F

2, 4, 5

o) Latihan Ulangan

Bagian ini berisi soal-soal dari keseluruhan materi himpunan.

A, B, C, D, E, F

2, 4, 5

3) Bagian Akhir a) Kunci Jawaban

Bagian ini berisi kumpulan alternatif jawaban yang benar dari keseluruhan pertanyaan dalam LKS.


(52)

b) Daftar Pustaka

Bagian ini berisi daftar buku-buku yang digunakan sebagai referensi penyusunan LKS.

d. Simulasi

Setelah produk awal (prototipe) LKS dihasilkan, LKS dikonsultasikan kepada dosen pembimbing untuk dimintakan masukan sebagai bahan revisi. Berikut beberapa perbaikan yang dilakukan:

1) Menebalkan tulisan pada fitur yang ingin ditunjukkan pada bagian sajian isi LKS.

Gambar 4. Contoh Revisi Penebalan Tulisan Fitur LKS: Bagian Kiri Sebelum Direvisi, Bagian Kanan Setelah Direvisi

2) Memberi nama gambar yang digunakan pada LKS.

Gambar 5. Contoh Revisi Penamaan Gambar Pada LKS: Bagian Kiri Sebelum Direvisi, Bagian Kanan Setelah Direvisi


(53)

3) Mengganti istilah berbahasa Inggris menjadi bahasa Indonesia.

Gambar 6. Contoh Revisi Penggantian Istilah Bahasa Inggris Menjadi Bahasa Indonesia: Bagian Kiri Sebelum Direvisi, Bagian Kanan

Setelah Direvisi

4) Memperbaiki konsep pada LKS.

Gambar 7. Contoh Revisi Konsep Pada LKS: Bagian Atas Sebelum Direvisi, Bagian Bawah Setelah Direvisi


(54)

5) Mengganti beberapa penggunaan kata dalam LKS yang kurang sesuai.

Gambar 8. Contoh Revisi Penggantian Penggunaan Kata Yang Kurang Sesuai Dalam LKS: Bagian Kiri Sebelum Direvisi, Bagian

Kanan Setelah Direvisi 3. Develop (Pengembangan)

Pengembangan LKS didasarkan pada struktur kerangka LKS yang telah disusun. Berikut dijelaskan langkah-langkah pada tahap pengembangan:

a. Pembuatan draft

Hasil masukan dari dosen pembimbing terhadap prototipe LKS digunakan untuk membuat draft LKS sebelum divalidasi oleh para pakar. Dilakukan pengumpulan bahan dan materi yang relevan untuk menyusun draft LKS. Berikut beberapa referensi yang digunakan dalam penyusunan draft LKS:

1) Atik Wintarti, dkk. (2008). Contextual Teaching and Learning Matematika SMP/MTs Kelas VII. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

2) Bornok Sinaga, dkk. (2013). Matematika SMP/MTs Kelas VII. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.


(55)

3) Sukirman. (2006). Logika dan Himpunan. Yogyakarta: Hanggar Kreator.

4) Theresia M.H. Tirta Seputro. (1989). Pengantar Dasar Matematika (Logika dan Teori Himpunan). Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

b. Validasi dan revisi

Draft LKS divalidasi oleh 3 ahli materi & media, yaitu 2 dosen jurusan pendidikan matematika FMIPA UNY dan 1 guru matematika SMP Negeri 8 Yogyakarta.

Tabel 11. Rekapitulasi Penilaian Kevalidan LKS oleh Ahli Materi & Media

Aspek

Skor Validator Jumlah Skor

Rerata Skor

Kategori

1 2 3

Kelayakan Isi 30 29 30 89 3,30 Baik

Penyajian 44 38 47 129 3,31 Baik

Kebahasaan 33 33 36 102 3,09 Baik

Kelayakan Kegrafikan

60 53 61 174 3,41

Sangat Baik Pembelajaran

Berbasis Masalah

15 14 17 46 3,07 Baik

Total 540 3,27 Baik

Berdasarkan penilaian oleh ahli materi & media, kevalidan LKS berbasis masalah pada materi himpunan kelas VII SMP mendapatkan kategori baik. Hasil penilaian LKS selengkapnya oleh ahli materi &


(56)

media dapat dilihat pada lampiran B.2. Dari hasil penilaian ahli materi & media, juga diperoleh beberapa saran perbaikan sebagai bahan revisi LKS. Berikut beberapa revisi yang dilakukan:

1) Memperbaiki tahapan pembelajaran berbasis masalah pada LKS.

Gambar 9. Contoh Revisi Tahapan PBM pada LKS: Bagian Kiri Sebelum Direvisi, Bagian Kanan Setelah Direvisi

2) Mengganti masalah yang digunakan dalam LKS agar lebih sesuai dengan materi dan dekat dengan kehidupan siswa SMP.

Gambar 10. Contoh Revisi Masalah yang Digunakan dalam LKS: Bagian Kiri Sebelum Direvisi, Bagian Kanan Setelah Direvisi


(57)

3) Melengkapi materi dalam LKS.

Gambar 11. Contoh Revisi Pelengkapan Materi dalam LKS: Bagian Atas Sebelum Direvisi, Bagian Bawah Setelah Direvisi

4) Menambahkan contoh & diagram venn untuk memperjelas materi LKS

Gambar 11. Contoh Revisi Penambahan Contoh & Diagram Venn: Bagian Atas Sebelum Direvisi, Bagian Bawah Setelah Direvisi


(58)

c. Uji coba terbatas

Setelah LKS selesai direvisi, selanjutnya dilakukan uji coba kepada siswa kelas VII SMP Negeri 8 Yogyakarta pada tanggal 17 November 2014 – 22 November 2014. Proses pembelajaran di kelas berlangsung menggunakan LKS berbasis masalah yang telah disusun, namun tidak semua materi dalam LKS diujicobakan. Hal ini dikarenakan keterbatasan waktu penelitian. Materi yang diuji cobakan hanya meliputi Himpunan Kosong & Kardinalitas, Relasi, serta Operasi Himpunan.

Siswa dibagi dalam kelompok dan melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan instruksi dalam LKS. Siswa aktif berdiskusi untuk menemukan konsep dan memecahkan masalah nyata yang terdapat pada LKS. Masing-masing kelompok kemudian mempresentasikan hasil diskusi dan kesimpulan yang diperoleh. Peneliti memberikan kesempatan kelompok untuk saling bertanya jawab, kemudian menegaskan kembali dan memperkuat kesimpulan yang mereka peroleh.

Setelah materi selesai dipelajari, tanggal 22 November 2014 sebanyak 29 siswa melakukan tes. Tes dilakukan untuk mengetahui tingkat kemampuan penalaran matematis siswa setelah melakukan pembelajaran dengan LKS berbasis masalah. Tes terdiri dari 5 soal essay. Berikut ini hasil tes yang menunjukkan aspek kemampuan penalaran matematis siswa:


(59)

1) Siswa mampu mengajukan dugaan. Soal:

Diketahui himpunan K=himpunan bilangan prima kurang dari 10, L={0,1,2,3,4,5}, dan M={x | 1 < x < 5, x∈ bilangan genap}. Berdasarkan uraian tersebut:

a. Dugalah banyak anggota himpunan K. b. Dugalah banyak anggota himpunan L. c. Dugalah banyak anggota himpunan M.

d. Dugalah himpunan semesta yang mungkin dari ketiga himpunan yang dibicarakan tersebut.

Contoh Jawaban Siswa:

Gambar 13. Contoh Jawaban Siswa yang Menunjukkan Kemampuan Mengajukan Dugaan

2) Siswa mampu melakukan manipulasi matematika Soal:

Misalkan A=himpunan bilangan prima antara 1 dan 15, maka: c. Ubahlah sajian himpunan A tersebut dengan cara mendaftar

anggotanya.

d. Ubahlah sajian himpunan A tersebut dengan notasi pembentuk himpunan.

Contoh Jawaban Siswa:

Gambar 14. Contoh Jawaban Siswa yang Menunjukkan Kemampuan Manipulasi Matematika


(60)

3) Siswa mampu memberi alasan atau menyusun bukti terhadap kebenaran solusi

Soal: W={0}

X={x | 2<x<4, x∈bilangan genap}

Y=himpunan bilangan cacah kurang dari 5 Z={}

Berdasarkan himpunan-himpunan di atas:

a. Manakah yang merupakan himpunan kosong? Mengapa? b. Benarkah bahwa ⊂ ? Mengapa?

Contoh Jawaban Siswa:

Gambar 15. Contoh Jawaban Siswa yang Menunjukkan Kemampuan Memberi Alasan atau Menyusun Bukti Terhadap Kebenaran Solusi

4) Siswa mampu menarik kesimpulan dari pernyataan Soal:

Lengkapilah tabel berikut untuk menemukan pola hubungan antara banyak anggota suatu himpunan dengan banyak anggota himpunan kuasanya.

Himpunan

A n(A) P(A) n(P(A))

a. { } 0 {{}} 1=20

b. {1} 1 {{},{1}} 2=21

c. {1,2} 2 {{},{1},{2},{1,2}} 4=22

d. {1,2,3} 3 {{},{1},{2},{3},{1,2},{1,3},{2,3},{1,2,3}} 8=23 e. Jika n(A)=k, dengan k bilangan cacah, maka apakah


(61)

Contoh Jawaban Siswa:

Gambar 16. Contoh Jawaban Siswa yang Menunjukkan Kemampuan Menarik Kesimpulan dari Pernyataan

5) Siswa mampu memeriksa kesahihan suatu argumen Soal:

Simak pernyataan berikut: “Dua himpunan yang ekuivalen pasti

merupakan dua himpunan yang sama.” Benarkah pernyataan

tersebut? Jelaskan jawabanmu dan buatlah contoh dua himpunan yang mendukung hasil jawabanmu.

Contoh Jawaban Siswa:

Gambar 17. Contoh Jawaban Siswa yang Menunjukkan Kemampuan Memeriksa Kesahihan Suatu Argumen

6) Siswa mampu menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi

Soal:

Lengkapilah tabel berikut untuk menemukan pola hubungan antara banyak anggota suatu himpunan dengan banyak anggota himpunan kuasanya.


(62)

Himpunan

A n(A) P(A) n(P(A))

a. { } ... ... ...=2...

b. {1} ... ... ...=2...

c. {1,2} ... ... ...=2...

d. {1,2,3} ... ... ...=2...

Contoh Jawaban Siswa:

Gambar 18. Contoh Jawaban Siswa yang Menunjukkan Kemampuan Menemukan Pola atau Sifat dari Gejala Matematis untuk

Membuat Generalisasi

Berdasarkan hasil tes kemampuan penalaran matematis yang diikuti 29 siswa, terdapat 18 siswa atau sebanyak 62% siswa yang mencapai nilai KKM. Persentase tersebut menunjukkan keefektifan LKS berbasis masalah pada materi himpunan kelas VII SMP berada dalam kategori baik. Hasil penilaian tes kemampuan penalaran matematis siswa selengkapnya dapat dilihat pada lampiran B.6.


(63)

Tabel 12. Rekapitulasi Penilaian Kemampuan Penalaran Matematis Siswa

Aspek Kemampuan

Jumlah Skor

Skor Maksimal

Persentase

Mengajukan Dugaan 188 232 81%

Melakukan Manipulasi Matematika 137 174 79% Memberi Alasan atau Menyusun

Bukti Terhadap Kebenaran Solusi

444 522 85%

Menarik Kesimpulan dari Pernyataan

22 58 38%

Memeriksa Kesahihan Suatu Argumen

64 116 55%

Menemukan Pola atau Sifat dari Gejala Matematis untuk Membuat

Generalisasi

255 348 73%

Setelah melakukan tes kemampuan penalaran matematis, siswa diminta memberikan penilaian terhadap kepraktisan LKS. Berdasarkan penilaian oleh siswa, kepraktisan LKS berbasis masalah pada materi himpunan kelas VII SMP mendapatkan kategori sangat baik. Hasil penilaian kepraktisan LKS oleh siswa selengkapnya dapat dilihat pada lampiran B.4. Ada pula perbaikan yang telah dilakukan berdasarkan saran siswa yang didapat dari angket, yaitu perbaikan penulisan karena terdapat beberapa kata yang mengalami kesalahan dalam pengetikan.


(64)

Tabel 13. Rekapitulasi Penilaian Kepraktisan LKS oleh Siswa Aspek Jumlah Skor Rerata Skor Kategori

Kelayakan Isi 54 0,93 Sangat Baik

Penyajian 56 0,97 Sangat Baik

Kebahasaan 79 0,91 Sangat Baik

Kelayakan Kegrafikan 135 0,93 Sangat Baik Pembelajaran

Berbasis Masalah

81 0,93 Sangat Baik

Total 405 0,93 Sangat Baik

4. Disseminate (Penyebarluasan)

Penyebarluasan LKS Berbasis Masalah pada Materi Himpunan Kelas VII SMP dilakukan secara online. LKS dapat diunduh oleh guru, siswa, dan siapa saja yang berminat pada www.brigitadiny.blogspot.co.id .

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, langkah penyusunan LKS berbasis masalah yang berorientasi pada kemampuan penalaran matematis siswa SMP kelas VII pada materi himpunan dilakukan dengan model 4-D (Define, Design, Develop, Disseminate).

Pada tahap define, dilakukan analisis ujung depan, analisis siswa, analisis tugas, analisis konsep, dan perumusan tujuan pembelajaran. Dari hasil analisis ujung depan, diperoleh kesimpulan bahwa perlu dikembangkan bahan ajar


(65)

dengan pendekatan saintifik yang sesuai dengan kurikulum 2013. Kemudian dari hasil analisis siswa, bahan ajar cocok dikembangkan dalam bentuk LKS berbasis masalah yang berorientasi pada penalaran matematis siswa. Dari hasil analisis tugas, konsep, dan tujuan pembelajaran, LKS akan membahas materi himpunan kelas VII SMP. Oleh karena itu, disusunlah LKS berbasis masalah yang berorientasikan kemampuan penalaran matematis siswa kelas VII SMP pada materi himpunan.

Tahap design meliputi kegiatan penyusunan tes acuan patokan, pemilihan media pembelajaran, penyusunan format LKS, dan simulasi. Penyusunan tes acuan patokan dilakukan dengan pembuatan instrumen penelitian berupa soal tes untuk mengetahui tingkat kemampuan penalaran matematis siswa dan keefektifan LKS, serta angket lembar penilaian LKS untuk mengetahui kevalidan dan kepraktisan LKS. Angket lembar penilaian LKS meliputi aspek kelayakan isi, penyajian, kebahasaan, kegrafikan, dan metode pembelajaran berbasis masalah.

Instrumen penelitian yang sudah selesai dibuat kemudian divalidasikan kepada dosen. Instrumen yang telah divalidasi mengalami beberapa revisi sesuai dengan saran dari validator. Setelah direvisi, instrumen tersebut dinyatakan valid dan siap digunakan.

Media pembelajaran yang dipilih sebagai pendamping LKS adalah kertas manila dan spidol yang digunakan siswa sebagai sarana penyampaian hasil diskusi. Penyusunan format LKS dilakukan dengan menguraikan garis besar isi LKS beserta bagian-bagiannya. Selain itu, ditentukan urutan penyajian materi dan dirancang latihan serta tes sebagai alat evaluasi. Format LKS kemudian dikembangkan menjadi prototipe atau produk awal LKS.


(1)

Gambar 17. Contoh Jawaban Siswa yang Menunjukkan Kemampuan

Memeriksa Kesahihan suatu Argumen ... 61 Gambar 18. Contoh Jawaban Siswa yang Menunjukkan Kemampuan

Menemukan Pola atau Sifat dari Gejala Matematis untuk


(2)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A. Instrumen Penelitian dan RPP ... 76

Lampiran A.1. Kisi-kisi Instrumen Penilaian Kevalidan LKS untuk Ahli Materi & Media ... 77

Lampiran A.2. Deskripsi Butir Instrumen Penilaian Kevalidan LKS untuk Ahli Materi & Media ... 79 Lampiran A.3. Lembar Angket Penilaian Kevalidan LKS untuk Ahli Materi & Media ... 88

Lampiran A.4. Kisi-kisi Instrumen Penilaian Kepraktisan LKS untuk Siswa .. 93

Lampiran A.5. Lembar Angket Penilaian Kepraktisan LKS untuk Siswa ... 94

Lampiran A.6. Kisi-kisi Tes Kemampuan Penalaran Matematis ... 95

Lampiran A.7. Lembar Tes Kemampuan Penalaran Matematis ... 98

Lampiran A.8. Alternatif Jawaban Tes dan Rubrik Penilaian ... 100

Lampiran A.9. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 103

Lampiran B. Hasil Penelitian ... 115

Lampiran B.1. Contoh Isian Angket Penilaian Kevalidan LKS oleh Ahli Materi & Media ... 116

Lampiran B.2. Hasil Penilaian Kevalidan LKS oleh Ahli Materi & Media ... 131

Lampiran B.3. Contoh Isian Angket Penilaian Kepraktisan LKS oleh Siswa . 133 Lampiran B.4. Hasil Penilaian Kepraktisan LKS oleh Siswa ... 134

Lampiran B.5. Contoh Jawaban Tes Kemampuan Penalaran Matematis Siswa ... 135

Lampiran B.6. Hasil Tes Kemampuan Penalaran Matematis Siswa ... 137


(3)

Lampiran B.8. Lembar Observasi Pembelajaran dengan LKS Berbasis

Masalah pada Materi Himpunan Kelas VII SMP ... 141 Lampiran B.9. Daftar Hadir Siswa ... 143 Lampiran C. Surat-surat ... 144 Lampiran C.1. Surat Keputusan Penunjukan Dosen Pembimbing Skripsi .... 145 Lampiran C.2. Surat Keterangan Validasi Instrumen Penelitian & LKS ... 146 Lampiran C.3. Surat Izin Penelitian ... 149 Lampiran C.4. Surat Keterangan Penelitian di SMP Negeri 8 Yogyakarta .... 151 Lampiran D. Dokumentasi dan LKS ... 152 Lampiran D.1. Dokumentasi Pelaksanaan Penelitian ... 153 Lampiran D.2. LKS Berbasis Masalah pada Materi Himpunan Kelas VII


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Alias Masek & Sulaiman Yamin. (2011). The Effect of Problem Based Learning on Critical Thinking Ability: A Theoretical and Empirical Review. International Review of Social Sciences and Humanities. Volume 2 Number 1. Hlm.215-221.

Andi Prastowo. (2011). Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Yogyakarta: DIVA Press.

Barrows, H.S. & Tamblyn, R.M.. (1980). Problem Based-Learning: An Approach to Medical Education . New York: Springer Publishing.

Benson Adesina Adegoke. (2013). Modelling the Relationship between Mathematical Reasoning Ability and Mathematics Attainment. Journal of Education and Practice. Volume 4 Nomor 17. Hlm.54-61.

Brodie, K. (2010). Teaching mathematical reasoning in secondary school classrooms. New York: Springer

Cheong, F. (2008). Using a Problem Based-Learning Approach to Teach an Intelligent System s Course. Journal of Information Technology Education. Volume 7. Hlm.47-60.

Depdiknas. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Diakses dari http://pusatbahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/ pada tanggal 26 Februari 2014, pukul 20.00 WIB.

Depdiknas. (2008). Panduan Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas.

Duch, B., J., Groh, S., E., & Allen, D., E. (2001). The power of problem-based learning a practical “how to” for teaching undergraduate course in any discipline. Virginia: Stylus Publishing, LLC

Eko Putro Widoyoko. (2013). Evaluasi Program Pembelajaran: Panduan Praktis Bagi Pendidik dan Calon Pendidik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Endang Mulyatiningsih. (2011). Riset Terapan Bidang Pendidikan & Teknik. Yogyakarta: UNY Press.

Enika Wulandari. (2011). Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa melalui Pendekatan Problem Posing di Kelas VIII A SMP Negeri 2 Yogyakarta. Skripsi. FMIPA UNY.

Erman Suherman, dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA.

Fajar Shadiq. (2004). Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi. Yogyakarta: Depdiknas.


(5)

Herman Hudojo. (2003). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA.

Ling & Catling. (2012). Psikologi Kognitif. Jakarta : Erlangga.

M. Taufiq Amir. (2009). Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning: Bagaimana Pendidik Memberdayakan Pemelajar di Era Pengetahuan. Jakarta: Kencana.

Mendikbud. (2013). Permendikbud Nomor 68 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum SMP/ MTS. Jakarta: Mendikbud.

Mullis, I.V.S., Martin, M.O., Foy, P., & Arora, A. (2012). TIMSS 2011 Internastional Result in Mathematics. Chestnut Hill, MA: TIMSS & PIRLS International Study Center, Boston College.

Mulyasa. (2013). Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

NCTM. (2000). Principle and Standards for School Mathematics. Reston VA: NCTM.

Ngalim Purwanto. (2002). Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nieveen, Nienke. (1999). Prototyping to Reach Product Quality. Dalam van den Akker, J., Branch, R.M., Gustafson, K., Nieveen, N., & Plomp, T. (Eds). Design Approaches and Tools in Educational and Training (hlm. 125-135). Dordrecht: Kluwer Academic Publisher.

Oemar Hamalik. (2003). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Padmavathy, R.D. & Mareesh K. (2013). Effectiveness of Problem Based Learning In Mathematics. International Multidisciplinary e - Journal. Volume II Issue I. Hlm.45-51.

Paidi. (2012). Metodologi Penelitian Pendidikan Biologi. Yogyakarta: UNY Press. Rusman. (2011). Model-model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme

Guru. Jakarta : RajaGrafindo Persada.

Rusmono. (2012). Strategi Pembelajaran dengan Problem Based Learning Itu Perlu: untuk Meningkatkan Profesionalitas Guru. Bogor : Ghalia Indonesia.

Simon Bignell & Vanessa Parson. (2010). Best Practices in Virtual Worlds Teaching: A Guide to using problem-based learning in Second Life. UK: University of Derby.

Soekadijo R.G. (1985). Logika Dasar: Tradisional, Simbolik, dan Induktif. Jakarta: Gramedia.

Sudaryono, Gaguk Margono, & Wardani Rahayu. (2013). Pengembangan Instrumen Penelitian Pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu.


(6)

Suhardi. (2012). Pengembangan Sumber Belajar Biologi. Yogyakarta: UNY Press.

Sujono. (1988). Pengajaran Matematika untuk Sekolah Menengah. Jakarta: Depdikbud.

Sukardi. (2012). Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Surajiyo. (2007). Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta: Bumi Aksara.

Syamsu Yusuf L. N. & Nani M. Sugandhi. (2011). Perkembangan Peserta Didik Mata Kuliah Dasar Profesi (MKDP) Bagi Para Mahasiswa Calon Guru di

Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK). Depok:

RajaGrafindo Persada.

Uki Rahmawati & Suryanto. (2014). Pengembangan Model Pembelajaran Matematika Berbasis Masalah untuk Siswa SMP. Jurnal Riset Pendidikan Matematika. Volume 1 Nomor 1. Hlm.88-97.