BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Komoditas Unggulan Sub Sektor Hortikultura Di Provinsi Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

  Rahmadani (2008).”Perencanaan Strategis Pengembangan Sub Sektor Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura di Kabupaten Tanah Datar”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura sebagai sektor basis di Kabupaten Tanah Datar, Menganalisa perkembangan sub sektor tanaman pangan dan hortikultura untuk 10 tahun mendatan dan merumuskan perencanaan strategis bagi pengembangan sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura. Metode Analisis yang digunakan adalah Analisis Location Quoetient (LQ), Analisis Proyeksi dan Analisis SWOT.

  Hasil analisis Location Quotient (LQ) menunjukkan sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura merupakan sektor basis di Kabupaten Tanah Datar. Hasil analisis proyeksi menunjukkan perkembangan sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura untuk 10 tahun ke depan asih mendominasi dalam pembangunan ekonomi di Kabupaten Tanah Datar. Hasil analisis SWOT dengan melakukan penilaian terhadap kekuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang (opportunity), dan ancaman (threats) maka dapat didefenisikan dan dirumuskan berbagai isu dan strategi pada sub sektor tanaman pangan dan hortikutura.

  Baehaqi, A. (2010). “Pengembangan Komoditas Unggulan Tanaman Pangan di Kabupaten Lampung Tengah”.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui komoditas basis tanaman pangan di Kabupaten Lampung Tengah, Mengetahui ketersediaan dan kesesuaian lahan untuk komoditas basis tanaman pangan di abupaten Lampung Tengah dan Menentukan prioritas dan arahan pengembangan komoditas unggulan tanaman panga di Kabupaten Lampung Tengah. Metode analisis yang digunakan adalah Location Quotient (LQ), Trend Luas Lahan, Analisis Penyediaan dan Kesesuaian Lahan Untuk Komoditas Basis Pangan dan Analytical Hierarchy Process (AHP).

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa komoditas basis tanaman pangan yang terpilih adalah padi,ubi kayu dan jagung. Laha yang tersedia untuk pengembangan tanaman pangan di Kabupaten Lampung Tengah seluas 134.754 ha. Sebagian besar lahan yang tersedia ini termasuk dalam kategori sesuai untuk komoditas padi, ubi kayu dan jagung, hanya sebagian kecil saja yang termasuk dalam kategori tidak sesuai. Untuk komoditas padi 298 ha termasuk kelas sangat sesuai,17.377 ha kelas cukup sesuai,116.426 ha kelas sesuai argina dan 658 ha termasuk kelas tidak sesuai. Untuk komoditas jagung 298 ha termasuk kelas sagat sesuai, 31.928 ha kelas cukup sesuai, 101.875 ha kelas sesuai marginal dan 658 ha tidak sesuai. Untuk komoditas ubi kayu 418 ha termasuk kelas sangat sesuai, 80.922 ha kelas cukup sesuai, 50.171 ha kelas sesuai marginal dan 324 ha tidak sesuai.

  Dari dari hasil Analytical Hierarchy Process (AHP) diperoleh bahwa masyarakat Kabupaten Lampung Tengah memilih komoditas padi sebagai komoditas unggulan prioritas pertama, sedangkan komoditas prioritas kedua adalah jagung dan prioritas ketiga adalah komoditas ubi kayu. Berdasarkan beerapa pertimbangan perencanaan yang digunakan pengembangan komoditas padi dialokasikan seluas 54.218 ha dengan sentra pengembangan di Kecamatan Trimurjo,Punggur,Kota Gaah,Padang Ratu,Seputih Agung,Terbanggi besar,Seputih Mataram dan Way Seputih. Pengembangan Komoditas jagung dialokasikan seluas 41.271 ha dengan sentra pengembangan di Kecamatan Gunung Sugih, Seputih Raman dan Seputih Banyak. Untuk pengembanga ubi kayu dialokasikan 38.852 ha dengan sentra pengembangan di Kecamatan Anak Tuha,Way Pagubuan, dan Rumbia.

  Wulandari, N,I. (2010). “Penentuan Agribisnis Unggulan Komoditas Pertanian berdasarkan nilai produksi di Kabupaten Grobogan”. Tujuan penelitian ini adalah unrtuk menganalisis macam-macam komoditas pertanian unggulan yang ada di Kabupaten Grobogan, dan mengkaji struktur pertumbuhan komoditas pertanian di Kabupaten Grobogan. Metode analisis yang digunakan adalah

  Location Quotient (LQ) dan Klassen Typolegi.

  Hasil penelitian menunjukan komoditas unggulan sektor pertanian yaitu jagung, kedelai, kacang hijau, kapas, kerbau, kayu jati, kayu rimba, kayu bakar, daun kayu putih. Struktur pertumbuhan komoditas yang tergolong maju dan tumbuh cepat tidak ada. Komoditas yang tergolong maju tapi tumbuh lambat adalah jagung, kedele, kacang hijau, tembakau, kapas, daun kayu putih. Komoditas berkembang cepat adalah tebu rakyat, kapuk, kerbau, kambing/domba, itik, kayu rimba, kayu bakar, perikanan budidaya. Komoditas yang tergolong relatif tertinggal adalah padi, ketela pohon, ketela rambat, kacang tanah, kelapa, sapi, kuda, babi, ayam, kayu jati, perikanan tangkap.

  Tobing, F.H.L (2011). “Perencanaan Sektor Pertanian Dalam Rangka Pengembangan Wilayah di Kabupaten Tapanuli Utara”.Metode Analisis yang digunakan dalam penelitian in adalah Analisis Location Quotient (LQ) dan analisis deskriptif.

  Hasil Penelitian menyimpulkan bahwa komoditas unggulan sektor tanaman pangan adalah komoditas padi sawah, pada ladang dan kacang tanah. Sedangkan komoditas unggulan komoditas sayur-sayuran adalah sawi. Komoditas unggulan buah-buahan adalah alpukat,nenas,dan durian. Komoditas unggulan sub sektor perkebunan adalah kemenyaan dan kopi. Komoditas unggulan sub sektor peternakan adalah kerbau dan babi. Komoditas unggulan sub sektor perikanan adalah kolam sawah.

  Berdasarkan hasil rata-rata nilai LQ, daerah basis komoditas unggulan padi sawah adalah Kecamatan Pahae Julu, Pahae Jae, Purbatua, Simangumban dan Muara. Sentra produksi tanaman kacang tanah adalah Kecamatan Parmonangan, Adian Koting, Sipoholon, Tarutung, Siatas Barita, Siborongborong dan Pagaran.

  Komoditas Sawi yang menjadi daerah basis adalah Kecamatan Parmonangan, Sipoholon, Pahae Julu, Siborongborong dan Pagaran. daerah basis untuk komoditas durian adalah Kecamatan Parmonangan,Adian Koting, Tarutung, Pahae Julu, Pahae Jae, Purbatua, Simangumban dan Garoga. Komoditas nenas yang menjadi sentra produksi adalah Kecamatan Pagaribuan dan Kecamatan Sipahutar. Komoditas kemenyan yang menjadi daerah basis adalah Kecamatan Parmonangan, Adian Koting, Tarutung, Pahae Julu, Pangaribuan dan Sipahutar.

  Komoditas kopi yang menjadi daerah basis adalah Kecamatan Parmonangan, Sipoholon, Tarutung, Siatas Barita, Pangaribuan, Sipahutar, Siborongborong, Pagaran dan Muara. Untuk ternak kerbau yang menjadi daerah basis adalah Kecamatan Adian Koting, Sipoholon, Tarutung, Siatas Barita, Pahae Jae,

  Purbatua, Pangaribuan, Siborongborong, Pagaran dan Muara. Sedangkan perikanan sawah daerah basis adalah Kecamatan Parmonangan, Adian Koting, Pahae Julu, Pangaribuan, Garoga, Sipahutar, Siborongborong dan Pagaran.

  Untuk mendukung pengembangan komoditas unggulan di Kabupaten Tapanuli Utara berbagai perencanaan strategis dilakukan yakni dengan membagi wilayah Kabupaten Tapanuli Utara menjadi beberapa sentra produksi berdasarkan komoditas unggulan yang disesuaikan dengan potensi daerah dan kawasan yang sesuai dengan komoditas unggulan tersebut.

  Sianturi, P (2013). “Analisis Potensi Sektor Pertanian Dalam Pengembangan Wilayah Kabupaten Dairi”. Tujuan Penelitian adalah untuk menganalisis potensi sektor pertanian dalam perekonomian daerah Kabupaten Dairi, untuk menganalisis sub sektor-sub sektor apakah yang menjadi basis dan non basis dalam pengembangan sektor pertanian di Kabupaten Dairi, untuk menganalisis komoditas unggulan sektor pertanian apakah tiap-tiap Kecamatan dalam rangka spesialisasi keunggulan perekonomian Kabupaten Dairi dan untuk menganalisis strategi pengembangan sektor pertanian dalam pengembangan wilayah di Kabupaten Dairi. Metode Analisis yang digunakan adalah Analisis

  Location Quoetient (LQ) dan Analisis SWOT.

  Hasil Perhitungan analisis LQ PDRB Kab Dairi selama periode pengamatan 2008-2011, maka sektor basis di Kabupaten Dairi adalah sektor pertanian dengan LQ sebesar 2,656 dan sektor Jasa-jasa sebesar 1,096. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian dan sektor jasa-jasa merupakan sektor basis yang memiliki kekuatan ekonomi dan berpengaruh terhadap perekonomian daerah Kabupaten Dairi. Sub sektor basis terdiri dari 4 (empat) sub sektor yaitu sub sektor tanaman pangan, sub sektor perkebunan, sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya dan sub sektor kehutanan. Sedangkan sub sektor perikanan termasuk non basis di Kabupaten Dairi.

  Berdasarkan hasil analisis dalam rangka spesialisasi pengembangan komoditas pertanian basis tanaman pangan di masing-masing kecamatan di Kabupaten Dairi, adalah padi sawah di Kecamatan Sidikalang, Berangan, Sitinjo, Parbuluan, Sumbul, Silima Pungga-pungga, Lae Parira, Siempat Nempu dan Pegagan Hilir; padi lading di Kecamatan Sidikalang, Siempat Nempu Hulu, Siempat Nempu hilir, Tigalingga, Gunung Sitember, dan Pegaggan Hilir; tanaman jagung di Kecamatan Tigalingga, Gunung Siember dan Tambak Pinen; tanaman kacang tanah di Kecamatan Silima Pungga-pungga, Lae Parira, Siempat Nempu, Siempat Nempu Hulu, Siempat Nempu Hilir, Pegagan Hilir; tanaman Ubi Kayu adalah Kecamatan Sitinjo, Sidikalang, Sumbul, Siempat Nempu Hilir, Pegagan Hilir dan tanaman ubi jalar di Kecamatan Parbuluan, Sitinjo, Sidikalang. Komoditas basis tanaman sayuran cabe adalah Kecamatan Sidikalang, Berampu, Sitinjo, Silima Pungga-Pungga, Lae Parira, Siempat Nempu, Siempat Nempu Hulu, Siempat Nempu Hilir, Tigalingga, Gunung Sitember, Pegagan Hilir dan Tanah Pinem; tanaman bawang merah merupakan unggulan di Kecamatan Silalahi Sabungan; tanaman tomat adalah kecamatan Sidikalang, Sitinjo, Sumbul, Pegagan Hilir dan Tanah Pinem; tanaman kentang adalah di Kecamatan Sitinjo, Parbuuan dan Sumbul; tanaman kubis adalah di Kecamatan Sidikalang, parbuluan dan Sumbul. Komoditas basis untuk tanaman buah-buahan adalah nenas di Kecamatan Sidikalang, Silima Pungga-pungga, Lae Parira, Siempat Nempu; Alpukat di Kecamatan Sidikalang, Berampu, Sitinjo, Silalahi Sabungan, Gunung Sitember dan Tigalingga; jeruk di Kecamatan Berampu, Parbuluan dan Sumbul; Pepayadi Kecamatan Berampu, Sitinjo, Lae Parira, Siempat Nempu; Durian Kecamatan Silima Pungga-pungga, Siempat Nempu, Siempat Nempu Hulu, Siempat Nempu Hilir, Tigalingga, Gunung Sitember dan Pisang di Kecamatan Silima Pungga-pungga, Lae Parira, Sempat Nempu, Siempat Nempu Hulu, Siempat Nempu Hilir, Tigalingga dan Gunung Sitember. Komoditas Basis untuk tanaman perkebunan adalah sebagai berikut untuk tanaman gambir di Kecamatan Sidikalang, Sitinjo, Silima Pungga-pungga, Lae Parira, Siempat Nempu Hulu dan Siempat Nempu Hilir; tanaman kopi robusta adalah Kecamatan Silima Pungga- pungga, Lae Parira, Siempat Nempu, Siempat Nempu Hulu, Siempat Nempu Hiir, Tigalingga, Gunung Sitember dan Pegagan Hilir; tanaman kopi arabika di Kecamatan Sidikalang, Berampu, Sitinjo, Parbuluan, Sumbul; Kemiri di Kecamatan Tanah Pinem dan Silalahi Sabungan; tanaman karet di Kecamatan Lae Parira, Siempat Nempu, Siempat Nempu Hulu, Siempat Nempu Hilir, Tigalingga, Gunung Sitember dan Tanah Pinem; tanaman kulit manis di Kecamatan Silalahi Sabungan, Silima Pungga-pungga, Siempat Nempu dan Siempat Nempu Hilir; tanaman kakao di Kecamatan Sitinjo, Silima Pungga-pungga, Siempat Nempu, Siempat Nempu Hulu, Siempat Nempu Hilir, Tigalingga, Gunung Sitember, Pegagan Hilir dan Tanah Pinem.

2.2. Pengembangan Komoditas Hortikultura

  Pembangunan hortikultura bertujuan untuk mendorong berkembangnya agribisnis hortikultura yang mampu menghasilkan produk hortikultura yang berdaya saing, mampu menyerap tenaga kerja, meningkatkan pendapatan petani dan pelaku, memperkuat perekonomian wilayah serta mendukung pertumbuhan pendapatan nasional.

  Salah satu sub sektor pertanian yang berpotensi dikembangkan dalam kerangka pengembangan wilayah adalah hortikultura. Secara keseluruhan, jumlah komoditas hortikultura ada sebanyak 323 komoditas, namun yang tercatat di Badan Pusat Statistik (BPS) baru mencapai 90 komoditas. Ketersediaan sumberdaya hayati yang berupa jenis tanaman dan varietas yang banyak dan ketersediaan sumberdaya lahan, apabila dikelola secara optimal akan menjadi sumber kegiatan usaha ekonomi yang bermanfaat untuk penanggulangan kemiskinan dan penyediaan lapangan kerja di pedesaan.

  Pengembangan komoditas hortikultura dalam perspektif paradigma baru

tidak hanya terfokus pada upaya peningkatan produksi saja tetapi terkait juga

dengan isu-isu strategis seperti mutu, keamanan pangan dan lingkungan dalam

rangka meningkatkan daya saing dan akses pasar. Pengembangan hortikultura

  merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya; 1) Pelestarian lingkungan, penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan, 2) Menarik investasi skala kecil menengah, 3) Pengendalian inflasi dan stabilisasi harga komoditas strategis (cabe merah dan bawang merah), 4) Pelestarian dan pengembangan identitas nasional (anggrek,jamu), 5) Peningkatan ketahanan pangan melalui penyediaan karbohidrat alternatif, dan 6) Menunjang pengembangan sektor pariwisata. Fokus dari pengembangan komoditas hortikultura adalah

  

pengembangan dan pengutuhan kawasan yang memiliki rantai pasokan (supply

chain management ) yang terstruktur.

  Kebijakan pengembangan hortikultura yang mengacu kepada pengembangan komoditas unggulan adalah dengan pembangunan dan pengutuhan kawasan hortikultura yang direncanakan dan dikembangkan secara terintegrasi dengan instansi terkait, promosi dan kampanye meningkatkan konsumsi buah dan sayur dalam rangka mendukung diversifikasi pangan serta mendorong upaya pencapaian standar konsumsi perkapita yang ditetapkan oleh FAO (64,45 kg/kapita/tahun), peningkatan perlindungan dan pendayagunaan plasma-nutfah nasional melalui konservasi, domestikasi dan komersialisasi.

  Penanganan pasca panen yang berbasis kelompok tani, pelaku usaha dan industri untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing serta berperan aktif dalam meningkatkan daya saing produk hortikultura di pasar internasional melalui pemenuhan persyaratan perdagangan dan peningkatan mutu produk dan mendorong perlindungan tarif dan non tarif perdagangan internasional (Ditjen Hortikultura, 2011).

  Komoditas hortikultura juga mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, sehingga usaha agribisnis hortikultura (buah, sayur,florikultura dan tanaman obat) dapat menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat dan petani baik berskala kecil, menengah maupun besar, karena memiliki keunggulan berupa nilai jual yang tinggi, keragaman jenis, ketersediaan sumberdaya lahan dan teknologi, serta potensi serapan pasar di dalam negeri dan internasional yang terus meningkat.

  Pasokan produk hortikultura nasional diarahkan untuk memenuhi kebutuhan konsumen dalam negeri, baik melalui pasar tradisional, pasar modern, maupun pasar luar negeri (ekspor).

  Beberapa permasalahan masih dihadapi oleh pelaku usaha hortikultura diantaranya : rendahnya produktivitas, lokasi yang terpencar, skala usaha sempit dan belum efisien, kebijakan dan regulasi di bidang perbankan, transportasi, ekspor dan impor belum sepenuhnya mendukung pelaku agribisnis hortikultura nasional. Hal ini menyebabkan produk hortikultura nasional kurang mampu bersaing dengan produk hortikultura yang berasal dari negara lain (Ditjen Hortikultura, 2011).

2.3. Kebijakan Tata Niaga Komoditas Hortikultura

  Tingginya laju importasi produk hortikutura (sayuran dan buah-buahan) merupakan dampak dari pertumbuhan penduduk yang semakin besar. Disamping itu pertumbuhan ekonomi masyarakat yang meningkat juga menjadi salah satu pemicu (trigger) meningkatkan konsumsi akan produk hortikultura. Peningkatan komsumsi hortikultura juga disebabkan ada kecenderungan perubahan komsumsi konsumen (preferensi konsumen) menjadi komsumsi non pangan, hal ini seiring dengan pola hidup konsumen yang mengalami perubahan ke pola hidup sehat. Meningkatnya konsumsi masyarakat akan produksi hortikultura seperti sayur- sayuran dan buah-buahan tidak diimbangi dengan ketersediaan produksi dalam negeri.

  Maraknya impor komoditas pertanian khususnya hortikultura (sayuran dan buah-buahan) didalam negeri perlu disikapi dengan bijaksana terkait dengan ketersediaan produksi didalam negeri dan kebutuhannya, sehingga berdampak negatif terhadap peningkatan produksi didalam negeri dan kesejahteraan petani sebagai pelaku produsen dan kebutuhan konsumen yang harus dipenuhi. Impor hanya perlu dilakukan apabila memang benar-benar didalam negeri mengalami kekurangan sehingga dapat menjaga keseimbangan kebutuhan konsumen didalam negeri dan melindungi petani produsen.

  Untuk mengendalikan laju importasi produk pertanian khususnya hortikultura, pemerintah telah mengeluarkan berbagai instrument kebijakan sebagai amanat dari UU RI No. 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura yang terbit pada tanggal 24 Nopember 2010. Beberapa instrument kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk mengendalikan inportasi produk hortikultura adalah dengan mengatur tata niaganya, kebijakan tersebut antara lain dengan menerbitkan :

  a. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 47/M- DAG/PER/8/2013 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 16/M-DAG/PER/4/2013 tentang ketentuan impor produk hortikultura b. Peraturan Menteri Pertanian No. 86/Permentan/OT.140/8/2013 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura.

  Pengendalian importasi produk hortikultura ini bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada petani, pelaku usaha dan konsumen hortikultura di dalam negeri.

  Adapun produk hortikultura yang diatur tata niaganya terdiri dari produk segar dan produk olahan untuk bahan baku industri. Produk hortikultura segar terdiri dari sayur-sayuran dan buah-buahan. Adapun yang termasuk jenis sayuran yang diatur inportasinya adalah kentang, bawang bombay, bawang merah, kubis, wortel dan cabe. Sedangkan sedangkan jenis buah-buahan adalah pisang, nenas, jeruk, anggur, melon, pepaya, apel, durian, dan lengkeng.

2.4. Komoditas Unggulan

  Komoditas unggulan merupakan hasil usaha masyarakat yang memiliki peluang pemasaran yang tinggi dan menguntungkan bagi masyarakat. Pentingnya ditetapkan komoditas unggulan di suatu wilayah (nasional, provinsi dan kabupaten/kota) didasarkan pada pertimbangan bahwa ketersediaan dan kemampuan sumberdaya (alam, modal dan manusia) untuk memproduksi dan memasarkan semua komoditas yang dihasilkannya relatif terbatas. Selain itu hanya komoditas-komoditas yang diusahakan secara efisien yang mampu bersaing secara berkelanjutan, sehingga penetapan komoditas unggulan menjadi suatu keharusan agar sumber daya pembangunan di suatu wilayah lebih efisien dan lebih terfokus (Handewi, R. 2003).

  Menurut Nainggolan, H,L. (2011) Beberapa kriteria yang dapat menjelaskan mengenai keunggulan suatu komoditi dalam suatu wilayah yaitu : a) dikenal luas oleh masyarakat setempat, dikelola dan dikembangkan secara luas masyarakat setempat, b) memiliki sumbangan yang signiikan bagi perekonomian masyarakat setempat, dapat bersaing dengan komoditi usaha lainnya, c) komoditi ini memiliki kesesuaian secara agroekologis terutama menyangkut lokasi pengembangan, d) komoditi ini memiliki potensi dan orientasi pasar baik domestik maupun ekspor,

  e) mendapat dukungan kebijakan pemerintah terutama dukungan pasar serta faktor-faktor pendukung seperti kelembagaan, teknologi, modal, sarana dan prasarana sera sumber daya manusia.

  Keunggulan suatu komoditas masih dibagi lagi berdasarkan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Keunggulan komparatif merupakan keunggulan yang dimiliki berdasarkan potensi yang ada dan membedakannya dengan daerah yang lain. Keunggulan komparatif ini dapat berupa sumber daya alam, sumber daya manusia. Sedangkan keunggulan kompetitif merupakan keunggulan yang dimiliki dan digunakan untuk bersaing dengan dengan daerah lain. Dengan kata lain keunggulan kompetitif menggunakan keunggulan komparatif untuk dapat bersaing dengan daerah lain sehingga mencapai tujuannya yang dalam hal ini adalah komoditas unggulan (Direktorat Perluasan Areal dalam Baehaqi, A. 2010).

  Komoditas unggulan adalah komoditas andalan yang memiliki posisi strategis berdasarkan pertimbangan teknis (kondisi tanah dan iklim) maupun sosial ekonomi dan kelembagaan (penguasaan teknologi,kemampuan sumberdaya manusia, infrastruktur dan kondisi sosil budaya setempat) untuk dibudidayakan di suatu wilayah (Badan Litbang Pertanian, 2003).

  Penetapan komoditas unggulan berdasarkan kriteria tersebut di atas dapat dilakukan dengan cara penentuan komoditas basis/unggulan dan penentuan komoditas yang tumbuh cepat dan berdaya berdaya saing/kompetitif. Komoditas basis dapat memberikan gambaran posisi strategis dari suatu komoditas.

  Komoditas basis merupakan komoditas yang memiliki keunggulan dari sisi penawaran (supply) yang ditujukan terutama untuk ekspor ke luar wilayah.

  Penentuan komoditas yang tumbuh cepat dan berdaya saing merupakan komoditas yang memiliki keunggulan dari sisi permintaan (demand) dimana komoditas tersebut lebih kompetiti dibanding komoditas yang lain. Dengan demikian, komoditas unggulan dalam hal ini adalah merupakan komoditas basis yang tumbuh cepat dan berdaya saing/kompetitif.

2.5. Teori Basis Ekonomi ( Economic Base Theory)

  Teori dasar model basis ekonomi berpandangan bahwa determinan pertumbuhan ekonomi suatu daerah berhubungan secara langsung dengan permintaan dari daerah lain. Adanya permintaan terhadap barang, jasa dan produk, merangsang pertumbuhan industri yang memanfaatkan sumber daya lokal, baik tenaga kerja maupun material, yang kemudian akan membangkitkan pekerjaan dan kesejahteraan masyarakat.

  Perancang ekonomi wilayah menyarankan strategi pembangunan yang berorientasi pada ekspor. Tingkat ekspor yang tinggi akan mendatangkan devisa yang menjadi tambahan “darah” baru bagi kegiatan ekonomi wilayah yang bersangkutan. Adanya kegiatan sektor ekspor, maka kegiatan non ekspor juga secara otomatis akan meningkat untuk melayani kegiatan dan kebutuhan di sektor ekspor. Sektor ekspor sering juga diseut sebagai sektor basis, sedangkan non ekspor disebut sektor non basis (Setiono, D.N.S, 2011).

  Kegiatan basis adalah kegiatan yang bersifat exogenous artinya tidak terikat pada kondisi internal perekonomian wilayah dan sekaligus berfungsi mendorong tumbuhnya jenis pekerjaan lainnya. Sedangkan kegiatan non basis adalah kegiatan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah itu sendiri. Oleh karena itu, pertumbuhannya tergantung kepada kondisi umum perekonomian wilayah tersebut. Artinya, sektor ini bersifat endogenous (tidak bebas tumbuh).

  Pertumbuhannya tergantung kepada kondisi perekonomian wilayah secara keseluruhan. Sektor basis ekonomi suatu wilayah dapat dianalisis dengan teknik

  

Location Quotient (LQ), yaitu suatu perbandingan tentang besarnya peranan suatu

  sektor/industri di suatu daerah terhadap besarnya peranan sektor/industri tersebut secara nasional (Tarigan, R. 2007).

  Menurut Bendavid-Vall dalam Sirojuzilam dan Mahalli (2010), dalam teori basis ekonomi, pertumbuhan dan perkembangan suatu wilayah tergantung kepada adanya permintaan dari luar terhadap produksi wilayah tersebut. Berdasaarkan hal tersebut maka perekonomian wilayah dibagi menjadi sektor basis/basis ekspor dan sektor non basis. Sektor basis yang mengekspor produksinya keluar wilayah disebut basis ekonomi. Apabila permintaan dari luar wilayah terhadap sektor basis maningkat, maka sektor basis tersebut berkembang dan pada gilirannya dapat membangkitkan pertumbuhan dan perkembangan sektor-sektor non basis didalam wilayah yang bersangkutan, sehingga mengakibatkan berkembangnya wilayah yang bersangkutan.

  Aktifitas basis memiliki peranan sebagai penggerak utama (primer mover) dalam pertumbuhan suatu wilayah. Semakin besar ekspor suatu wilayah ke wilayah lain akan semakin maju pertumbuhanan wilayah tersebut, dan demikian sebaliknya. Setiap perubahan yang terjadi pada sektor basis akan menimbulkan efek ganda (multiplier effect) dalam perekonomian regional (Adisasmita, 2005).

  Pendekatan basis ekonomi dilandasi pada pendapat bahwa yang perlu dikembangkan di sebuah wilayah adalah kemampuan berproduksi dan menjual hasil produksinya tersebut dengan lebih efektif dan efisien. Sektor basis adalah sektor yang menjadi tulang punggung perekonomian daerah karena mempunyai keuntungan kompetitif (Competitive Advantage) yang cukup tinggi. Sedangkan sektor non basis adalah sektor-sektor lainnya yang kurang potensial tetapi berfungsi sebagai penunjang sektor basis atau service industries (Sjafrizal, 2008).

2.6. Analisis Location Quotient (Kuesion Lokasi)

  Analisis Location Quotient (LQ) merupakan salah satu pendekatan yang umum digunakan dalam model ekonomi basis untuk menentukan kegiatan basis dan non basis. LQ dapat dipakai untuk mengukur konsetrasi relatif atau derajat spesialisasi kegiatan ekonomi atau menentukan komoditas yang mempunyai keunggulan dari sisi produksinya. Pendekatan LQ mempunyai dua kelebihan diantaranya adalah sebagai berikut: a. Memperhitungkan ekspor, baik secara langsung maupun tidak lansung (barang antara).

  b. Metode ini tidak mahal dan dapat diterapkan pada data distrik untuk mengetahui kecendrungan.

  Kelebihan analisis LQ yang lainnya adalah analisis ini bisa dibuat menarik apabila dilakukan dalam bentuk time –series/trend, artinya dianalisis selama kurun waktu tertentu. Dalam hal ini perkembangan LQ bisa dilihat untuk suatu komoditas tertentu dalam kurun waktu yang berbeda, apakah terjadi kenaikan atau penurunan (Tarigan, R, 2007).

  Dalam konsep teori ekonomi basis berpandangan bahwa pendapatan dari ekspor merupakan penggerak utama bagi kegiatan suatu perekonomian lokal. Jika nilai LQ untuk suatu sektor perekonomian lokal lebih besar dari satu, maka dapat dianggap bahwa produksi lokal pada sektor yang bersangkutan relatif lebih tinggi daripada produksi rata-rata wilayah acuan (Setiono D.N.S, 2011).

  Menurut Lincolin, A (1999) Location Quotient (LQ) merupakan suatu teknik yang digunakan untuk memperluas analisa Shift Share . Teknik ini sangat membantu dalam menentukan kapasitas ekspor perekonomian daerah dan derajat

  

selft-sufficiency suatu sektor. Dalam teknik ini kegiatan ekonomi suatu daerah

  dibagi menjadi 2 golongan yaitu :

  a. kegiatan industri yang melayani di daerah itu sendiri maupun di luar daerah yang bersangkutan. Industri seperti ini dinamakan industry basic.

  b. Kegiatan ekonomi atau industry yang melayani pasar di daerah tersebut, jenis industry ini dinamakan industry non basic atau industri lokal.

  Untuk menggolongkan setiap industry apakah termasuk industry basic atau non basic dipergunakan metode Location QuotienT (LQ), yaitu mengukur konsentrasi dari suatu kegiatan (industri) dalam suatu daerah dengan cara membandingkan peranannya dalam perekonomian daerah itu dengan peranan kegiatan atau industry sejenis dalam perekonomian regional atau nasional.

  Analisis Location Quotient (LQ) adalah salah satu alat pengembangan ekonomi yang sederhana dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Kelebihan analisis LQ dalam mengidentifikasi komoditas unggulan adalah penerapannya sederhana, mudah dan tidak memerlukan program pengolahan data yang rumit.

  Sedangkan keterbatasan analisis LQ adalah karena demikian sederhananya pendekatan LQ ini, maka diperlukan data yang akurat dan valid. Disamping itu untuk menghindari bias musiman atau tahunan diperlukan nilai rata-rata dari data series yang cukup panjang, sebaiknya tidak kurang dari 5 (lima) tahun (Hendayana, 2003).

2.7. Analisis Shift Share (Shift Share Analysis)

  Analisis Shit Share merupakan salah satu model pertumbuhan ekonomi wilayah yang bertujuan untuk mengetahui faktor penentu pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut. Analisis tersebut dapat mengidentiikasi peranan ekonomi nasional dan kekhususan daerah bersangkutan terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah bersangkutan (Sjafrizal, 2012).

  Menurut Setiono, D,N,S. (2011) Shift Share merupakan metode analisis yang cukup penting dalam studi perencanaan wilayah karena pendekatannya menggabungkan dua hal pokok yaitu unsure spasial dan unsure sektoral yang diterapkan dalam kerangka dimensi waktu.

  Untuk mengetahui jenis-jenis komoditas hortikultura yang berkembang di suatu wilayah (Provinsi) dibandingkan dengan perkembangan produksi komoditas di wilayah yang lebih besar (Nasional) digunakan teknik analisis shift-share. Analisis Shift-Share adalah juga membandingkan perbedaan laju pertumbuhan berbagai sektor (komoditas) di daerah kita dengan wilayah nasional.

  Analisis ini menggunakan metode pengisolasian berbagai faktor yang yang terkandung didalam struktur komoditas (sektor/ sub-sektor/ komoditas) sesuatu daerah didalam pertumbuhannya dari satu kurun waktu ke kurun waktu berikutnya. Hal ini meliputi penguraian faktor penyebab pertumbuhan berbagai sektor di suatu daerah tetapi dalam kaitannya dengan ekonomi nasional. Ada juga yang menamakan model analisis ini sebagai “Industrial Mix Analysis”, karena komposisi jenis kegiatan yang ada sangat mempengaruhi laju pertumbuhannya di wilayah tersebut. Artinya apakah jenis kegiatan yang berlokasi di wilayah tersebut termasuk kedalam kelompok jenis kegiatan yang secara nasional memang berkembang pesat dan bahwa jenis kegiatan tersebut cocok berlokasi di wilayah itu atau tidak (Tarigan, R. 2007).

2.8. Kerangka Pemikiran

  Provinsi Sumatera Utara merupakan provinsi ke 9 terluas di Indonesia yang terdiri dari 25 Kabupaten dan 8 Kota, dimana setiap Kabupaten dan Kota memiliki potensi yang berbeda-beda dalam sektor pertanian maupun sektor non pertanian. Sektor pertanian pertanian merupakan sektor yang paling besar kontribusinya terhadap PDRB Provinsi Sumatera Utara yang kemudian diikuti oleh industri pengolahan dan perdagangan. Sektor pertanian yang terdiri dari 5 sub sektor yaitu subsektor tanaman bahan makanan, subsektor tanaman perkebunan, sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya, subsektor kehutanan dan subsektor perikanan di masing-masing kabupaten/kota mampu menghasilkan berbagai jenis komoditas unggulan.

  Salah satu sub sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakatnya adalah sub sektor hortikultura yang potensinya tersebar di beberapa kabupaten/kota yang ada di provinsi Sumatera Utara. Analisis Komoditas unggulan sub sektor hortikultura ini merupakan salah satu metode dalam menentukan komoditas unggulan sub sektor hortikultura di Provinsi Sumatera Utara.

  Untuk mengetahui komoditas sayuran/buah-buahan yang menjadi basis/unggulan di Provinsi Sumatera Utara digunakan analisis Location Quotient (LQ) yaitu dengan cara menghitung nilai LQ komoditas sayuran/buah-buahan yang ada di Provinsi Sumatera Utara serta di Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara. Apabila nilai LQ > 1 maka komoditas sayuran/ buah- buahan tersebut merupakan komoditas basis/unggulan. Sebaliknya apabila nilai LQ < 1 komoditas sayuran/buah-buahan tersebut termasuk komoditas non basis.

  Sementara untuk mengetahui komponen pertumbuhan komoditas sayuran/buah-buahan di Provinsi Sumater Utara digunakan analisis Shift Share.

  Dalam analisis shift share komponen pertumbuhannya meliputi komponen pertumbuhan Nasional (Ns), Komponen pertumbuhan Proporsional (Ps) dan Komponen pertumbuhan Differential (Ds) atau disebut juga pertumbuhan komponen pangsa wilayah. Untuk penelitian ini, komponen pertumbuhan yang digunakan hanya komponen pertumbuhan Proporsional (Ps) dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah/Differential (Ds). Dengan kriteria apabila Ps > 1 maka komoditas sayuran/buah-buahan tersebut pertumbuhannya cepat dan bila Ps < 1 maka komoditas sayuran/buah-buahan tersebut pertumbuhannya lambat.

  Bila Ds > 1 maka komoditas sayuran/buah-buahan tersebut mempunyai daya saing dibandingkan dengan komoditas sayuran/buah-buahan yang sama di wilayah lain dan bila Ds < 1 maka komoditas sayuran/buah-buahan tersebut tidak mempunyai daya saing jika dibandingkan dengan komoditas sayuran/buah-buahan yang sama di wilayah lain.

  Untuk menentukan prioritas pengembangan komoditas unggulan Sayuran dan buah-buahan di Provinsi Sumatera Utara dalam penelitian ini dengan menggabungkan analisis LQ dengan Analisis Shift Share. Komoditas sayuran dan buah-buahan unggulan yang menjadi prioritas pertama adalah yang mempunyai nilai LQ > 1, komponen pertumbuhan proporsionalnya (Ps) Positif dan komponen pertumbuhan pangsa wilayahnya (Ds) positif. Sementara Komoditas sayuran dan buah-buahan unggulan yang menjadi prioritas berikutnya adalah yang mempunyai nilai LQ > 1, komponen pertumbuhan proporsionalnya (Ps) Positif atau negatif dan komponen pertumbuhan pangsa wilayahnya (Ds) positif atau negatif.

  Konsep pemikiran dari penulis yang dijelaskan di atas, dapat dilihat pada gambar 2.1.