PENGARUH KARAKTERISTIK KEUANGAN PERUSAHAAN, DAN KARAKTERISTIK KOMITE AUDIT TERHADAP FREKUENSI RAPAT KOMITE AUDIT PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

KARAKTERISTIK KOMITE AUDIT TERHADAP FREKUENSI RAPAT KOMITE AUDIT PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

SKRIPSI Disusun guna Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh: ERWIN NUR KUROTIN F1310038 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

Penulis Persembahkan kepada :

o o Orang Tua ku tercinta o Kakak ku sekeluarga tersayang serta matahari kecilku o Sahabat-sahabatku yang selalu membantuku o Pembimbing, dosen, dan staf pengajar o Almamaterku o Semua yang mendukungku

Bismillahirrohmaannirrohim.....

Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarakatuh,

Alhamdulillah, untaian kalimat puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT tak ubahnya bagaikan anak sungai yang terus mengalirkan airnya hingga ke tujuan akhir yakni lautan keridhoan Allah SWT atas segala rahmat dan petunjuk-Nya sehingga

penulis bisa menyelesaikan penyusunan Skripsi yang Berjudul “PENGARUH KARAKTERISTIK KEUANGAN PERUSAHAAN DAN KARAKTERISTIK KOMITE AUDIT TERHADAP FREKUENSI RAPAT KOMITE AUDIT

PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK

INDONESIA” dengan biak. Penelitian dan penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh guna meraih gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dalam Penulisan skripsi ini, penulis banyak sekali mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, yang berupa material maupun spiritual, oleh karena itu dengan penuh rasa cinta dan hormat, penulis menghaturkan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. DR. Wisnu Untoro, MM, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Drs. Santoso Tri Hananto, M.Si, Ak, selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Bpk. Wartono selaku Dosen Pembimbing Skripsi, yang telah memberikan arahan serta bimbingannya.

4. Bapak ibu dosen serta Seluruh staff pengajar dan karyawan di Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

5. Bapak Sukarno dan Ibu Mariyatun, selaku orang tua, yang telah memberikan motifasi serta doa yang tak pernah ternilai.

6. Mbak Dewi Nur Rahmawati, ST. selaku kakak yang paling aku sayangi, 6. Mbak Dewi Nur Rahmawati, ST. selaku kakak yang paling aku sayangi,

7. Radithya Ransi Asraf, mata hari kecilku yang mampu memberikan cahaya baru dan kekuatan yang luar biasa saat penulis merasa cahaya dalam dirinya mulai redup

8. Yulia Bunga, mbk Indi, mbk Ainun, Yuanita, Atika, dan teman- teman seperjuangan Akuntansi Transfer ‘10 yang selalu menemani dalam perjuangan ini,

9. Bu Nurmalasari sekeluarga, mbk Endah, mbk Darti, mbk Novi, serta

teman-teman Akuntax yang berarti dalam sebagian lembar hidupku

10. Kos ku tercinta Griya Fatimah, lantai atas dan lantai bawah, semoga tetap ramai dan damai.

11. Saudara-saudaraku dan sahabat-sahabatku, yang selalu memberikan dukungan dan semangat yang luar biasa

12. Almamaterku Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang menunjang dari semua pihak untuk perbaikan dan penyempurnaan Skripsi ini. Kritik dan saran bisa dialamatkan ke erwin_nk@yahoo.com .

Akhir kata penulis mohon maaf yang sebesar – besarnya bila terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Semoga Tugas Akhir ini bisa bermanfaat bagi penulis sendiri, dan bagi semua pihak yang berkesempatan mempelajarinya. Amin ya robbal ‘alamin.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Surakarta, Juli 2012

Penulis

a. Uji Signifikansi-f ............................................................... 49 b. Uji Koefisien Regresi Parsial (Uji Signifikansi-t) ............ 50 c. Uji Koefisien Determinasi ................................................. 53

E. Pembahasan ........................................................................... 54 BAB V PENUTUP A. Simpulan ............................................................................... 57 B. Keterbatasan .......................................................................... 58 C. Saran ...................................................................................... 59

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Halaman

Tabel IV. 1 Hasil Pengambilan Sampel ................................................. 39 Tabel IV. 2 Hasil Uji Statistik Deskriptif ................................................. 40 Tabel IV. 3 Hasil Uji Normalitas Sebelum Transformasi Data .............. 43 Tabel IV. 4 Hasil Uji Normalitas Setelah Transformasi Data ................. 45 Tabel IV. 5 Hasil Uji Autokorelasi .......................................................... 46 Tabel IV. 6 Hasil Uji Multikolinieritas ................................................... 48 Tabel IV. 7 Hasil Uji Signifikansi-f ........................................................ 49 Tabel IV. 8 Hasil Uji Signifikansi-t ........................................................ 51 Tabel IV. 9 Hasil Uji Koefisien Determinasi .......................................... 54

Gambar II. 1 Kerangka Teoritis .............................................................. 27 Gambar IV. 1 Scatterplot ......................................................................... 47

ERWIN NUR KUROTIN F1310038

THE INFLUENCE OF FIRM FINANCIAL CHARACTERISTICS, AND CHARACTERISTICS OF AUDIT COMMITTEE RELATED TO FREQUENCY OF THE MEETING AUDIT COMMITTEE IN COMPANIES LISTED IN THE INDONESIA STOCK EXCHANGE

The purpose of this research is to find empirical evidence related to the firm financial characteristics (firm size, leverage, loss and gain of firm and firm growth), and characteristics of audit committee (the independence of audit committee, accounting expertise and finance and the size of the audit committee) to frequency of the audit committee meetings in companies listed in the Indonesia Stock Exchange. This research uses secondary data which is obtained from the company’s financial report and the Indonesian Capital Market Directory (ICMD). The sample that used in this research is selected by purposive sampling. Based 670 companies listed in the Indonesia Stock Exchange in 2009 and 2010, only 262 companies are eligible to be sampled in this research. Data analysis technique that used is multiple regression analysis. The results showed that the research is partially variable firm size, loss and gain of firm, firm growth, accounting expertise and finance, and the size of the committee affects to the frequency of meeting audit committee, while the leverage variable and the independence of audit committee partial no significant effect to the frequency of meeting audit committee.

Keyword : firm size, leverage, loss and gain of firm, firm growth, the independence of audit committee, accounting expertise and finance, the size of the audit committee and the frequency of audit committee meetings

ERWIN NUR KUROTIN F1310038 PENGARUH KARAKTERISTIK KEUANGAN PERUSAHAAN, DAN KARAKTERISTIK KOMITE AUDIT TERHADAP FREKUENSI RAPAT KOMITE AUDIT PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh karakteristik keuangan (ukuran perusahaan, leverage, laba dan rugi perusahaan, dan pertumbuhan perusahaan), dan karakteristik komite audit (independensi komite audit, keahlian akuntansi dan keuangan dan ukuran komite audit) terhadap frekuensi rapat komite audit di perusahaan yang terdatar di Bursa Efek Indonesia. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari laporan keuangan perusahaan dan Indonesian Capital Market Directory (ICMD). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini dipilih secara purposive sampling. Dari 670 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009 dan 2010, hanya sebanyak 262 perusahaan saja yang memenuhi kriteria untuk dijadikan sampel dalam penelitian ini. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi berganda.Hasil penelitian menunjukkan bahwa penelitian ini secara parsial variabel ukuran perusahaan, laba dan rugi perusahaan, pertumbuhan perusahaan, keahlian akuntansi dan keuangan dan ukuran komite audit berpengaruh terhadap frekuensi rapat komite audit, sedangkan variabel leverage dan independensi komite audit secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap frekuensi rapat komite audit.

Kata kunci : ukuran perusahaan, leverage, laba dan rugi perusahaan, pertumbuhan perusahaan, independensi komite audit, keahlian akuntansi dan keuangan, ukuran komite audit, frekuensi rapat komite audit.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Good corporate governance (GCG) merupakan isu sentral di kalangan masyarakat bisnis terkini. Isu ini mulai muncul dengan adanya krisis ekonomi pada tahun 1997. Krisis tersebut terjadi akibat kurang transparannya pengelolaan perusahaan sehingga kontrol publik menjadi sangat lemah. Selain itu, adanya konsentrasi kepemilikan perusahaan pada pemegang saham (keluarga) yang menyebabkan campur tangan pemegang saham mayoritas pada manajemen menjadi lebih besar sehingga menimbulkan konflik kepentingan yang sangat menyimpang dari norma tata kelola perusahaan yang baik (Achmad et al., 2009).

Untuk mengurangi konflik di antara pemegang saham dan manajemen, menurut Mendez dan Gracia (2007) diperlukan adanya tata kelola perusahaan yang baik. Salah satu mekanisme dalam pelaksanaan tata kelola perusahaan

yang baik adalah dengan adanya pengawasan atau monitoring. Untuk melakukan pengawasan pada perusahaan dapat dilakukan dengan pembentukan komite audit. Sesuai dengan peraturan BAPEPAM, Kep- 29/PM/2004, tugas komite audit adalah melakukan penelaahan atas informasi keuangan, melakukan penelaahan atas ketaatan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal dan paraturan perundangan lainnya yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan, yang baik adalah dengan adanya pengawasan atau monitoring. Untuk melakukan pengawasan pada perusahaan dapat dilakukan dengan pembentukan komite audit. Sesuai dengan peraturan BAPEPAM, Kep- 29/PM/2004, tugas komite audit adalah melakukan penelaahan atas informasi keuangan, melakukan penelaahan atas ketaatan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal dan paraturan perundangan lainnya yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan,

Regulator menyakini bahwa komite audit mengawasi dan memantau proses pelaporan keuangan termasuk pengendalian internal atas pelaporan keuangan, kualitas informasi keuangan, dan proses jaminan yang diberikan oleh auditor eksternal. Regulator percaya dan teori keagenan menjelaskan dan memperkirakan, bahwa lebih sering rapat komite audit menunjukkan ketekunan komite audit dalam melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif sehingga masalah keagenan diminimalkan (Raghundanan dan Rama, 2007).

Menurut Egon Zehnder dalam FCGI (2003), komite audit memberikan suatu pandangan tentang masalah akuntansi, laporan keuangan dan penjelasannya, sistem pengawasan internal serta auditor independen. Manfaat

ini diperoleh karena komite audit mampu membantu ke arah penguatan independensi auditor eksternal perusahaan. Pada umumnya, komite audit mempunyai tanggung jawab pada tiga bidang, yaitu laporan keuangan (financial reporting), tata kelola perusahaan (corporate governance), dan pengawasan perusahaan (corporate control).

Dalam pelaksanaan tugas tersebut, komite audit dapat melakukan pertemuaan untuk membahas permasalahan yang dihadapi perusahaan. Oleh

tingkat kerajinan anggota komite audit dalam melakukan pengawasan perusahaan (Raghundanan dan Rama, 2007). Namun demikian, jumlah frekuensi rapat komite audit yang harus dilakukan dalam tiap periodenya tidak diatur dalam peraturan yang ada dan masih sangat sedikit bukti penelitian terkait frekuensi rapat komite audit di Indonesia. Kondisi ini memotivasi peneliti untuk melakukan penelitian faktor yang diduga berpengaruh terhadap frekuensi rapat komite audit sebagai bentuk pelaksanaan tugas pengawasan oleh komite audit.

Beberapa penelitian terkait frekuensi rapat komite audit telah dilakukan, di antaranya Raghundanan dan Rama (2007) dan Sharma et al., (2009). Kedua penelitian tersebut menggunakan karakteristik keuangan, struktur kepemilikan, kualitas audit, karakterisitik komite audit dan dewan komisaris sebagai faktor-faktor yang mempengengaruhi frekuensi rapat komite audit.

Perusahaan besar mempunyai komplektisitas dan memiliki dispersi kepemilikan yang lebih besar dibanding dengan perusahaan kecil. Keadaan ini dapat menciptakan potensi yang lebih besar terjadinya agency problem terkait pelaporan keuangan. Untuk mengatasi masalah tersebut, perusahaan- perusahaan besar membutuhkan pengawasan atau monitoring yang lebih luas dari proses pelaporan keuangan. Proses pengawasan yang dimaksud dapat dicapai melalui audit eksternal (Carcello dan Neal, 2002). Selain itu, proses pengawasan juga dapat dilakukan dengan adanya monitoring internal yang lebih besar (Raghundanan dan Rama, 2007). Oleh karena itu dimungkinkan

perusahaan. Di samping itu, tingkat leverage yang tinggi pada sebuah perusahaan menunjukkan masalah yang lebih besar dan pengawasan yang lebih besar oleh penyedia utang karena perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi mempunyai risiko kebangkrutan yang tinggi sehingga menyebabkan risiko yang tinggi pula bagi penyedia utang. Perusahaan- perusahaan dengan leverage yang tinggi memerlukan pengawasan internal lebih dekat karena perusahaan tersebut cenderung untuk terlibat dalam manipulasi laba dan aset, sehingga memberi kemungkinan untuk lebih sering terjadi rapat komite audit (Raghundanan dan Rama, 2007). Sebaliknya, dalam pandangan teori keagenan bahwa penyedia utang terus memantau perusahaan untuk memastikan bahwa persyaratan utang tidak dilanggar. Dengan demikian, pengawasan internal seperti rapat komite audit akan mengalami penurunan.

Manajemen perusahaan yang mengalami dan melaporkan kerugian cenderung untuk terlibat dalam manajemen laba (Dechow et al., 1996) yang menyebabkan terjadinya kebutuhan yang lebih besar terhadap pengawasan internal. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa rugi yang dialami dan dilaporkan oleh perusahaan berhubungan positif dengan komite audit dan frekuensi rapat. Raghundanan dan Rama (2007) berpendapat bahwa perusahaan yang menginginkan tingkat pertumbuhan melebihi infrastruktur dan pengendalian internal perusahaan dapat menciptakan lingkungan yang kondusif untuk penipuan (Loebbecke et al., 1989) dan manajemen laba Manajemen perusahaan yang mengalami dan melaporkan kerugian cenderung untuk terlibat dalam manajemen laba (Dechow et al., 1996) yang menyebabkan terjadinya kebutuhan yang lebih besar terhadap pengawasan internal. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa rugi yang dialami dan dilaporkan oleh perusahaan berhubungan positif dengan komite audit dan frekuensi rapat. Raghundanan dan Rama (2007) berpendapat bahwa perusahaan yang menginginkan tingkat pertumbuhan melebihi infrastruktur dan pengendalian internal perusahaan dapat menciptakan lingkungan yang kondusif untuk penipuan (Loebbecke et al., 1989) dan manajemen laba

Raghundanan dan Rama (2007) menggunakan proksi karakteristik komite audit meliputi ukuran, keahlian akuntansi dan keuangan dan independensi menyatakan bahwa ukuran komite audit berpengaruh terhadap frekuensi rapat komite audit. Ukuran komite audit yang lebih besar memberikan akses ke sumber daya yang lebih besar dan bakat manajerial, sehingga memberikan pengawasan yang lebih efektif. Hal ini dapat mengurangi permintaan frekuensi rapat. Sebaliknya, ukuran komite audit yang lebih besar mungkin membentuk pengelolaan yang tidak efisien, sehingga meningkatkan frekuensi rapat komite audit (Vafeas, 1999). Komite audit yang memiliki anggota lebih banyak bisa menyebabkan keragaman prespektif yang lebih nyata dalam diskusi. Ukuran komite audit dapat dinyatakan dengan jumlah anggota komite audit dalam sebuah perusahaan (Raghundanan dan Rama, 2007).

Anggota komite audit yang memiliki latar belakang pendidikan akuntansi dan keuangan berpengaruh terhadap frekuensi rapat komite audit, karena anggota komite audit tersebut memberikan pengawasan yang lebih efektif terkait dengan pelaporan keuangan perusahaan (Raghundanan dan Rama, 2007). Selain itu keberadaan seseorang yang ahli dibidang akuntansi dan keuangan dalam komite audit dapat mengurangi tingkat kesalahan dalam pelaporan keuangan (Dechow et al., 1996), sehingga keberadaan anggota Anggota komite audit yang memiliki latar belakang pendidikan akuntansi dan keuangan berpengaruh terhadap frekuensi rapat komite audit, karena anggota komite audit tersebut memberikan pengawasan yang lebih efektif terkait dengan pelaporan keuangan perusahaan (Raghundanan dan Rama, 2007). Selain itu keberadaan seseorang yang ahli dibidang akuntansi dan keuangan dalam komite audit dapat mengurangi tingkat kesalahan dalam pelaporan keuangan (Dechow et al., 1996), sehingga keberadaan anggota

Kehadiran komite audit independen lebih efektif memfasilitasi monitoring pelaporan keuangan (Beasley, 1996; Dechow et al., 1996; Carcello dan Neal, 2003) dan audit eksternal (Carcello dan Neal, 2002; Abbott et al., 2003). Hubungan empiris di antara komite audit dengan monitoring dijelaskan oleh teori keagenan, yang berpendapat bahwa komite audit independen memberikan pengawasan yang efektif terhadap manajemen. Oleh karena itu, penelitian ini mengharapkan terdapat hubungan positif di antara independen komite audit dan frekuensi rapat komite audit.

Penelitian ini merupakan replikasi penelitian Raghundanan dan Rama (2007) dengan perbedaan seperti berikut ini.

1. Sampel penelitian Raghundanan dan Rama (2007) menggunakan sampel perusahaan S & P SmallCap pada tahun 2003 dengan jumlah total 319 perusahaan, sementara

penelitian ini menggunakan sampel perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009 dan 2010 dengan jumlah perusahaan 670.

2. Variabel penelitian Raghundanan dan Rama (2007) menggunakan variabel independen terdiri dari market value, insider ownership, block holdings, laverage, loss, market to book value, litigiousness, financing, AC size, % Accounting expert, % other expert, CEOCHR, board size, board independent, Log 2. Variabel penelitian Raghundanan dan Rama (2007) menggunakan variabel independen terdiri dari market value, insider ownership, block holdings, laverage, loss, market to book value, litigiousness, financing, AC size, % Accounting expert, % other expert, CEOCHR, board size, board independent, Log

3. Periode penelitian Raghundanan dan Rama (2007) menggunakan periode penelitian tahun 2003, sementara penelitian ini menggunakan periode penelitian tahun 2009 dan 2010 dengan alasan untuk memperoleh gambaran terkini atas perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian.

Atas dasar paparan di atas, maka penelitian ini menguji pengaruh karakteristik keuangan perusahaan, dan karakteristik komite audit terhadap frekuensi rapat komite audit pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan judul penelitian “PENGARUH KARAKTERISTIK

KEUANGAN PERUSAHAAN DAN KARAKTERISTIK KOMITE AUDIT TERHADAP FREKUENSI RAPAT KOMITE AUDIT PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA”.

B. Rumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan seperti berikut ini.

1. Seberapa besar pengaruh karakteristik keuangan yang terdiri dari ukuran perusahaan, leverage, rugi dan laba perusahaan dan pertumbuhan perusahaan terhadap jumlah frekuensi rapat komite audit pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia? 1. Seberapa besar pengaruh karakteristik keuangan yang terdiri dari ukuran perusahaan, leverage, rugi dan laba perusahaan dan pertumbuhan perusahaan terhadap jumlah frekuensi rapat komite audit pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan yang dapat dinyatakan seperti berikut ini.

1. Untuk mengetahui pengaruh karakterisik keuangan perusahaan yang terdiri dari ukuran perusahaan, leverage, rugi dan laba perusahaan dan pertumbuhan perusahaan terhadap jumlah frekuensi rapat komite audit pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

2. Untuk mengetahui pengaruh karakterisik komite audit yang terdiri dari independensi komite audit, keahlian akuntansi dan keuangan dan ukuran komite audit terhadap jumlah frekuensi rapat komite audit pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memperoleh hasil penelitian yang diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak berikut ini.

1. Bagi regulator (khususnya BAPEPAM) Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan bukti empiris terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi rapat komite audit sebagai bentuk pengawasan perusahaan dalam melaksanakan Good Corporate Governance. Dengan demikian, regulator dapat menentukan 1. Bagi regulator (khususnya BAPEPAM) Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan bukti empiris terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi rapat komite audit sebagai bentuk pengawasan perusahaan dalam melaksanakan Good Corporate Governance. Dengan demikian, regulator dapat menentukan

2. Bagi investor Hasil penelitian dapat digunakan sebgai informasi yang dapat dijadikan bahan dalam keputusan berinvestasi terutama terkait dengan informasi komite audit perusahaan dan pengawasan yang dilakukan, sehingga investor dapat memperoleh gambaran efektifitas pengelolaan perusahaan dalam rangka mencapai kinerja dan dapat mengoptimalisasikan keuntungan atas investasi yang dilakukan.

3. Bagi perusahaan Hasil penelitian dapat memberikan input atau masukan untuk menelaah lebih lanjut mengenai pengaruh pengaruh karakteristik keuangan perusahaan, dan karakteristik komite audit terhadap frekuensi rapat komite audit pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, sehingga perusahaan dapat mengambil kebijakan terkait pengawasan guna pencapaian kinerja yang maksimal.

4. Bagi kalangan akademisi Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmiah dan tambahan bukti empiris dalam bidang akuntansi keuangan terutama yang berkaitan dengan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap frekuensi rapat komite audit sebagai bentuk pengawasan operasional perusahaan.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Agency Theory

Teori keagenan menjelaskan hubungan antara agent (manajemen) dan principal (pemilik usaha). Dalam hubungan keagenan terdapat suatu kontrak dimana satu orang atau lebih (principal) memerintah orang lain (agen) untuk melakukan sesuatu jasa atas nama prinsipal dan memberi wewenang kepada agen untuk membuat keputusan yang terbaik bagi prinsipal (Jensen dan Meckling, 1976). Pihak prinsipal juga dapat membatasi divergensi tingkat kepentingannya dengan memberikan tingkat insentif yang layak kepada agen dan bersedia mengeluarkan biaya pengawasan (monitoring cost) untuk mencegah moral hazard agen. Eisenhardt (1989) menyatakan bahwa teori agensi menggunakan tiga asumsi sifat manusia yaitu: (1) manusia pada umumya mementingkan diri sendiri (self interest), (2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality), dan (3) manusia selalu menghindari risiko (risk adverse). Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut manajer sebagai manusia akan bertindak opportunistic, yaitu mengutamakan kepentingan pribadinya (Jensen dan Meckling, 1976).

Dalam perkembangan selanjutnya, agency theory mendapat respons lebih luas karena dipandang lebih mencerminkan kenyataan yang ada.

bertumpu pada agency theory dimana pengelolaan perusahaan harus diawasi dan dikendalikan untuk memastikan bahwa pengelolaan dilakukan dengan penuh kepatuhan kepada berbagai peraturan dan ketentuan yang berlaku. Upaya ini menimbulkan apa yang disebut sebagai agency costs, yang menurut teori ini harus dikeluarkan sedemikian rupa sehingga biaya untuk mengurangi kerugian yang timbul karena ketidakpatuhan setara dengan peningkatan biaya enforcement-nya.

2. Good Corporate Governance

Corporate governance muncul karena terjadi pemisahan antara kepemilikan dengan pengendalian perusahaan, atau seringkali dikenal dengan istilah masalah keagenan. Permasalahan keagenan dalam hubungannya antara pemilik modal dengan manajer adalah bagaimana sulitnya pemilik dalam memastikan bahwa dana yang ditanamkan tidak diambil alih atau diinvestasikan pada proyek yang tidak menguntungkan sehingga tidak mendatangkan return. Corporate governance diperlukan untuk mengurangi permasalahan keagenan antara pemilik dan manajer.

Good corporate governance (GCG) menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) adalah salah satu pilar dari sistem ekonomi pasar. Corporate governance berkaitan erat dengan kepercayaan baik terhadap perusahaan yang melaksanakannya maupun terhadap iklim usaha di suatu negara. Penerapan GCG mendorong terciptanya persaingan yang sehat dan iklim usaha yang kondusif. Oleh karena itu diterapkannya GCG Good corporate governance (GCG) menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) adalah salah satu pilar dari sistem ekonomi pasar. Corporate governance berkaitan erat dengan kepercayaan baik terhadap perusahaan yang melaksanakannya maupun terhadap iklim usaha di suatu negara. Penerapan GCG mendorong terciptanya persaingan yang sehat dan iklim usaha yang kondusif. Oleh karena itu diterapkannya GCG

Good Corporate Governance merupakan seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan (FCGI, 2003).

Good Corporate Governance secara definitif merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value added) bagi semua stockholders dan stakeholders. Corporate

Governance merupakan tata kelola perusahaan yang menjelaskan hubungan antara berbagai partisipan dalam perusahaan yang menentukan arah dan kinerja perusahaan. Dalam survey yang dilakukan oleh McKinsey, menemukan bahwa ada kaitan erat antara penerapan corporate governance dengan harga saham perusahaan. Hal ini disebabkan hampir 75% investor menganggap keterbukaan informasi mengenai penerapan corporate governance sama pentingnya dengan informasi laporan keuangan yang Governance merupakan tata kelola perusahaan yang menjelaskan hubungan antara berbagai partisipan dalam perusahaan yang menentukan arah dan kinerja perusahaan. Dalam survey yang dilakukan oleh McKinsey, menemukan bahwa ada kaitan erat antara penerapan corporate governance dengan harga saham perusahaan. Hal ini disebabkan hampir 75% investor menganggap keterbukaan informasi mengenai penerapan corporate governance sama pentingnya dengan informasi laporan keuangan yang

Pelaksanaan good corporate governance diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat berikut ini (FCGI, 2001):

a. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders .

b. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah sehingga dapat lebih meningkatkan corporate value.

c. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

d. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan shareholders value dan dividen.

Corporate governance dalam hal ini adalah suatu set mekanisme yang digunakan oleh shareholders untuk memastikan bahwa para manajer bekerja untuk kepentingan terbaik bagi para shareholders. Para pemegang saham atau shareholders dalam hal ini menjadi sangat berkepentingan terhadap pelaksanaan good corporate governance dalam suatu perusahaan

karena mereka juga sangat berkepentingan dalam hal perlindungan terhadap investasi yang mereka lakukan dapat dikelola secara baik oleh tim manajemen yang handal. Melihat pentingnya penerapan good corporate karena mereka juga sangat berkepentingan dalam hal perlindungan terhadap investasi yang mereka lakukan dapat dikelola secara baik oleh tim manajemen yang handal. Melihat pentingnya penerapan good corporate

Prinsip-prinsip dasar penerapan good corporate governance yang dikemukakan oleh Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) adalah sebagai berikut:

a. Fairness (Keadilan) Prinsip keadilan (fairness) merupakan prinsip perlakuan yang adil bagi seluruh pemegang saham. Keadilan yang diartikan sebagai perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham, terutama kepada pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing dari kecurangan, dan kesalahan perilaku insider. Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.

b. Disclosure/Transparency Transparansi adalah adanya pengungkapan yang akurat dan tepat pada waktunya serta transparansi atas hal penting bagi kinerja perusahaan, kepemilikan, serta pemegang kepentingan. Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi b. Disclosure/Transparency Transparansi adalah adanya pengungkapan yang akurat dan tepat pada waktunya serta transparansi atas hal penting bagi kinerja perusahaan, kepemilikan, serta pemegang kepentingan. Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi

c. Accountability Akuntabilitas menekankan pada pentingnya penciptaan sistem pengawasan yang efektif berdasarkan pembagian kekuasaan antara komisaris, direksi, dan pemegang saham yang meliputi monitoring, evaluasi, dan pengendalian terhadap manajemen untuk meyakinkan bahwa manajemen bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang saham dan pihak-pihak berkepentingan lainnya. Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.

d. Responsibility Responsibility (responsibilitas) adalah adanya tanggung jawab pengurus dalam manajemen, pengawasan manajemen serta pertanggungjawaban kepada perusahaan dan para pemegang saham. Prinsip ini diwujudkan d. Responsibility Responsibility (responsibilitas) adalah adanya tanggung jawab pengurus dalam manajemen, pengawasan manajemen serta pertanggungjawaban kepada perusahaan dan para pemegang saham. Prinsip ini diwujudkan

Prinsip good corporate governance sebagai suatu praktis diharapkan memberi keberhasilan kinerja bisnis. Dalam bahasa manajemen prinsip ini layak disebut sukses apabila mampu membuat perusahaan beroperasi secara efektif dan efisien untuk penambahan profit perusahaan. Untuk dapat mewujudkan pelaksanaan kelima prinsip dasar tersebut, maka perusahaan diwajibkan untuk mempunyai komisaris independen (board of directors), presiden direktur independen, serta komite audit independen sebagai pengawas proses pelaporan keuangan dan melakukan pengawasan terhadap informasi keuangan yang seharusnya tidak diketahui oleh publik.

3. Komite Audit

Sesuai dengan Kep 29/PM/2004, komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan pengelolaan perusahaan. Keberadaan komite audit sangat penting bagi pengelolaan perusahaan. Komite audit merupakan komponen baru dalam sistem pengendalian perusahaan. Selain itu komite audit dianggap sebagai penghubung antara pemegang saham dan dewan komisaris dengan pihak manajemen dalam mengangani masalah pengendalian.

Sesuai dengan Surat Edaran BEJ, SE-008/BEJ/12-2001, keanggotaan komite audit terdiri dari sekurang-kurangnya tiga orang termasuk ketua Sesuai dengan Surat Edaran BEJ, SE-008/BEJ/12-2001, keanggotaan komite audit terdiri dari sekurang-kurangnya tiga orang termasuk ketua

Pihak eksternal menurut surat edaran tersebut adalah pihak di luar perusahaan tercatat yang bukan merupakan komisaris, direksi, dan karyawan perusahaan tercatat, sedangkan yang dimaksud independen adalah pihak di luar perusahaan tercatat yang tidak memiliki hubungan usaha dan hubungan afiliasi dengan perusahaan tercatat, komisaris, direksi dan pemegang saham utama perusahaan tercatat dan mampu memberikan pendapat profesional secara bebas sesuai dengan etika profesioanalnya, tidak memihak kepada kepentingan siapapun.

Namun dalam Kep-29/PM/2004 diatur bahwa komite audit beranggotakan minimal tiga orang yang independen dari perusahaan dan salah satunya adalah ahli di bidang akuntansi. Salah seorang anggota komite

audit harus berasal dari anggota komisaris yang independen, sehingga anggota dewan tersebut merangkap tugasnya sebagai komite audit.

Independensi yang dimiliki oleh angota dewan komisaris tersebut dan anggota komite audit telah diatur pula dalam peraturan BAPEPAM tersebut, diantaranya syarat keanggotaan komite audit adalah seperti berikut ini.

hukum atau pihak lain yang memberikan jasa audit, jasa non audit, dan atau jasa konsultasi lain kepada emiten atau perusahaan publik yang bersangkutan dalam waktu enam bulan terakhir sebelum diangkat oleh komisaris.

b. Bukan orang yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk merencanakan, memimpin, atau mengendalikan kegiatan emiten atau perusahaan publik dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir sebelum diangkat oleh komisaris, kecuali komisaris independen.

c. Tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung pada emiten. Dalam hal anggota komite audit memperoleh saham akibat suatu peristiwa hukum maka dalam jangka waktu paling lama enam bulan setelah diperolehnya saham tersebut wajib mengalihkan pada pihak lain.

d. Tidak mempunyai:

1) hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua baik secara horizontal maupun vertikal dengan komisaris, direksi, atau pemegang saham utama emiten, dan atau,

2) tidak memiliki hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung yang berkenaan dengan kegiatan usaha emiten. Seperti diatur dalam Kep-29/PM/2004 yang merupakan peraturan

yang mewajibkan perusahaan membentuk komite audit, tugas komite audit antara lain: yang mewajibkan perusahaan membentuk komite audit, tugas komite audit antara lain:

b. Melakukan penelaahan atas ketaatan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal dan peraturan perundangan lainnya yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan,

c. Melakukan penelaahan atas pelaksanaan pemeriksaan oleh auditor internal,

d. Melaporkan kepada komisaris berbagai risiko yang dihadapi perusahaan dan pelaksanaan manajemen risiko oleh direksi,

e. Melakukan penelaahan dan melaporkan kepada dewan komisaris atas pengaduan yang berkaitan dengan emiten, dan

f. Menjaga kerahasiaan dokumen, data, dan rahasia perusahaan.

Komite Audit dapat mengadakan pertemuan secara periodik sebagaimana ditetapkan oleh Komite Audit sendiri. Komite dapat mengadakan sesi pertemuan eksekutif dengan auditor independen dan

manajemen Organisasi secara periodik. Ketua Komite Audit wajib melaporkan aktivitas Komite Audit kepada Dewan. Komite Audit melaksanakan pemeriksaan internal tahunan yang ditujukan untuk perbaikan terus menerus, dan setahun sekali meninjau dan menilai kembali piagam pendiriannya, dan merekomendasikan perubahan yang diperlukan kepada Dewan Pengawas.

akuntansi, dan konsultasi independen lainnya, sebagaimana diperlukan untuk mendukung tugas-tugasnya. Komite Audit memiliki otoritas tunggal untuk menyetujui biaya terkait dan hak yang berkaitan. Ketua Komite Audit dapat dihubungi secara langsung oleh auditor independen (1) untuk meninjau hal-hal sensitif yang mungkin mempengaruhi akurasi pelaporan keuangan atau (2) mendiskusikan isu-isu signifikan yang berkaitan dengan tanggung jawab Dewan secara keseluruhan yang mungkin telah dikomunikasikan dengan manajemen namun, menurut penilaian mereka, mungkin memerlukan tindak lanjut oleh Komite Audit.

4. Karakteristik Keuangan Perusahaan

Karakteristik Keuangan Perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ukuran perusahaan, leverage, rugi, dan pertumbuhan perusahaan. Ukuran perusahaan dalam penelitian ini dinyatakan dengan total aset perusahaan. Perusahaan besar yang lebih kompleks dan memiliki dispersi kepemilkan yang lebih besar menciptakan potensi masalah keagenan yang lebih besar terkait pelaporan keuangan. Untuk mengatasi masalah tersebut, perusahaan-perusahaan besar membutuhkan pengawasan lebih luas dari proses pelaporan keuangan mereka, yang dapat dicapai melalui audit eksternal (Carcello et al, 2002). Selain itu, perusahaan besar membutuhkan pengawas internal yang lebih besar (Raghundanan dan Rama, 2007).

pemantauan yang lebih besar oleh penyedia utang. Perusahaan dengan leverage tinggi memerlukan pengawasan internal lebih tinggi karena perusahaan tersebut cenderung untuk terlibat dalam manipulasi laba dan aset, sehingga memberi kesan lebih sering pertemuan komite audit (Raghundanan dan Rama, 2007). Teori keagenan berpendapat bahwa penyedia utang terus memantau perusahaan untuk memastikan persyaratan utang tidak dilanggar dengan demikian, permintaan untuk pengawasan internal seperti rapat komite audit lebih besar menurun. Manajemen perusahaan yang mengalami rugi cenderung untuk terlibat dalam manajemen laba (Beasley 1996) yang menempatkan permintaan yang lebih besar pada pengawasan internal. Raghundanan dan Rama, (2007) menyatakan bahwa perusahaan menekankan pertumbuhan mungkin melebihi infrastruktur dan pengendalian internal, sehingga menciptakan lingkungan yang kondusif untuk manipulasi dan manajemen laba (Beasley 1996). Oleh karena itu, potensi perilaku oportunistik oleh manajemen di

perusahaan-perusahaan dengan tingkat pertumbuhan tinggi cenderung tinggi sehingga dapat meningkatkan kebutuhan pengawasan perusahaan melalui frekuensi rapat komite audit.

1. Pengaruh Karakteristik Keuangan Perusahaan Terhadap Frekuensi Rapat Komite Audit.

Perusahaan besar mempunyai komplektisitas dan memiliki dispersi kepemilikan yang lebih besar dibanding dengan perusahaan kecil. Keadaan ini dapat menciptakan potensi yang lebih besar terjadinya agency problem terkait pelaporan keuangan. Perusahaan besar yang menghadapi pengawasan dan tuntutan yang lebih besar atau lebih banyak dari pemakai laporan keuangan. Untuk mengatasi masalah tersebut, perusahaan- perusahaan besar membutuhkan pengawasan atau monitoring yang lebih luas dari proses pelaporan keuangan. Proses pengawasan yang dimaksud dapat dicapai melalui audit eksternal (Carcello dan Neal, 2002). Dengan mekanisme audit eksternal yang dilakukan oleh auditor independen, maka kewajaran laporan keuangan perusahaan dapat dinyatakan dan auditor eksternal juga dapat menjadi penengah yang bebas dari kepentingan serta dapat memberi assurance atas kewajaran laporan keuangan secara professional.

Selain audit eksternal, proses pengawasan juga dapat dilakukan dengan adanya monitoring internal yang lebih besar (Raghundanan dan Rama, 2007). Pengawasan internal yang dimaksud dapat dilakukan oleh dewan direksi, dewan komisaris maupun komite audit sesuai dengan kewenanganya. Semakin besar ukuran suatu perusahaan, maka dimungkinkan semakin sering diadakan rapat komite audit, begitu Selain audit eksternal, proses pengawasan juga dapat dilakukan dengan adanya monitoring internal yang lebih besar (Raghundanan dan Rama, 2007). Pengawasan internal yang dimaksud dapat dilakukan oleh dewan direksi, dewan komisaris maupun komite audit sesuai dengan kewenanganya. Semakin besar ukuran suatu perusahaan, maka dimungkinkan semakin sering diadakan rapat komite audit, begitu

H 1a = ukuran perusahaan berpengaruh terhadap frekuensi rapat

komite audit

Di samping ukuran perusahaan, karakteristik keuangan perusahaan juga dapat ditunjukkan dengan leverage (Raghundanan dan Rama, 2007). Leverage merupakan perbandingan antara jumlah utang dengan jumlah ekuitas perusahaan. Leverage mengambarkan besarnya risiko keuangan perusahaan akan kemampuan perusahaan untuk memenuhi semua kewajiban dengan ekuitas yang dimilikinya. Tingkat leverage yang tinggi pada sebuah perusahaan menunjukkan masalah yang lebih besar dan pengawasan yang lebih besar oleh penyedia utang. Perusahaan-perusahaan dengan leverage yang tinggi memerlukan pengawasan internal lebih dekat karena perusahaan tersebut cenderung untuk terlibat dalam manipulasi laba dan aset, sehingga memberi kemungkinan untuk lebih sering terjadi rapat komite audit (Raghundanan dan Rama, 2007). Sebaliknya, dalam pandangan teori keagenan bahwa penyedia utang terus memantau perusahaan untuk memastikan persyaratan utang tidak dilanggar. Dengan demikian, permintaan untuk pengawasan internal seperti rapat komite audit lebih besar menurun.

rapat komite audit

Manajemen perusahaan yang mengalami dan melaporkan kerugian cenderung untuk terlibat dalam manajemen laba (Beasley, 1996; Dechow et al., 1996; Abbott et al., 2003) yang menyebabkan terjadinya kebutuhan yang lebih besar terhadap pengawasan internal. Begitu juga sebaliknya perusahaan yang tidak mengalami dan tidak melapor kerugian, kebutuhan akan pengawasan internal juga akan semakin rendah. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa kerugian dan laba yang dialami dan dilaporkan oleh perusahaan berhubungan positif dengan komite audit dan frekuensi rapat.

H 1c = Rugi dan laba yang dilaporkan perusahaan berpengaruh

terhadap frekuensi rapat komite audit

Raghundanan dan Rama (2007) berpendapat bahwa perusahaan menekankan pertumbuhan mungkin melebihi infrastruktur dan pengendalian internal, sehingga menciptakan lingkungan yang kondusif untuk penipuan (Loebbecke et al., 1989) dan manajemen laba (Beasley, 1996; Dechow et al., 1996). Semakin besar pertumbuhan suatu peusahaan maka, semakin jarang pula frekwensi rapat komite audit, begitu pula sebaliknya, semakin rendah pertumbuhan perusahaan maka frekwensi rapat komite audit pun juga semakin sering. Oleh karena itu, potensi perilaku oportunistik oleh manajemen dalam pertumbuhan perusahaan yang tinggi menunjukkan adanya hubungan negatif antara peluang pertumbuhan perusahaan dan Raghundanan dan Rama (2007) berpendapat bahwa perusahaan menekankan pertumbuhan mungkin melebihi infrastruktur dan pengendalian internal, sehingga menciptakan lingkungan yang kondusif untuk penipuan (Loebbecke et al., 1989) dan manajemen laba (Beasley, 1996; Dechow et al., 1996). Semakin besar pertumbuhan suatu peusahaan maka, semakin jarang pula frekwensi rapat komite audit, begitu pula sebaliknya, semakin rendah pertumbuhan perusahaan maka frekwensi rapat komite audit pun juga semakin sering. Oleh karena itu, potensi perilaku oportunistik oleh manajemen dalam pertumbuhan perusahaan yang tinggi menunjukkan adanya hubungan negatif antara peluang pertumbuhan perusahaan dan

H 1d = pertumbuhan perusahaan berpengaruh terhadap frekuensi

rapat komite audit

2. Pengaruh Karakterisik Komite Audit Terhadap Frekuensi Rapat Komite Audit

Kalbers dan Fogarty (1993) menyebutkan tiga faktor yang mempengaruhi keberhasilan komite audit dalam menjalankan tugasnya yaitu

1) kewenangan formal dan tertulis, 2) kerjasama manajemen dan 3) kualitas atau kompetensi anggota komite audit. Dengan kewenangan, independensi, kompetensi dan komunikasi melalui pertemuan yang rutin dengan pihak- pihak terkait, diharapkan fungsi dan peran dari komite audit lebih bisa berjalan dengan efektif sehingga dapat mengidentifikasi kemungkinan adanya praktek manajemen laba yang oportunistik. Semakin independen suatu komite audit maka semakin besar frekuensi rapat komite audit, begitu pula sebaliknya. Atas dasar uraian di atas maka hipotesis dirumuskan sebagai berikut.

H 2a = independensi komite audit berpengaruh terhadap frekuensi

rapat komite audit

Raghundanan dan Rama (2007) menyatakan bahwa ukuran dewan dan komite audit baik dapat meningkatkan atau menurunkan permintaan untuk rapat lebih sering. Ukuran dewan direksi yang lebih besar dan komite audit memberikan akses ke sumber daya yang lebih besar dan bakat manajerial, Raghundanan dan Rama (2007) menyatakan bahwa ukuran dewan dan komite audit baik dapat meningkatkan atau menurunkan permintaan untuk rapat lebih sering. Ukuran dewan direksi yang lebih besar dan komite audit memberikan akses ke sumber daya yang lebih besar dan bakat manajerial,

H 2b = ukuran komite audit berpengaruh terhadap frekuensi rapat

komite audit

Keberadaan seorang ahli akuntansi dan keuangan dalam komite audit dapat memberikan pengawasan yang lebih efektif sehingga dapat menurunkan frekuensi rapat komite audit, karena anggota komite audit yang mempunyai keahlian akuntansi dan keuangan dapat mengurangi tingkat kesalahan pelaporan keuangan perusahaan (Dechow et al., 1996; Raghundanan dan Rama, 2007). Atas dasar uraian di atas, hipotesis penelitian ini dapat dinyatakan seperti berikut ini.

H 2c = keahlian akuntansi dan keuangan komite audit berpengaruh

terhadap frekuensi rapat komite audit

Gambar 2.1 Kerangka Teoritis

Variabel Independen Variabel Dependen

Karakteristik Keuangan

Perusahaan

§ Ukuran perusahaan § Leverage § Rugi dan laba perusahaan § Pertumbuhan Perusahaan

Karakteristik Komite Audit

§ Independensi komite audit § Ukuran komite audit § Keahlian akuntansi dan keuangan

Frekuensi Rapat Komite Audit

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian empiris karena bertujuan untuk menguji variabel bebas (independen) terhadap variabel terikat (dependen). Melalui penelitian ini penulis berusaha memberikan bukti mengenai pengaruh karakteristik keuangan perusahaan dan karakteristik komite audit terhadap Frekuensi rapat komite audit yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

B. Populasi, Sampel dan Teknik Pengumpulan Data