Deskripsi dan Makna Upacara Tradisi Cue Lak pada Perayaan Imlek bagi Masyarakat Tionghoa di Selatpanjang, Riau

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Konsep
Kata konsep berasal dari bahasa Latin “Conceptum”, yang artinya sesuatu

yang dipahami. Konsep adalah ide abstrak yang mewakili karakteristik mendasar
dari apa yang diwakilinya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia konsep adalah
gambaran mental suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa, yang
digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain.
Menurut Bahri (2008:30) pengertian konsep adalah satuan arti yang
mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri yang sama. Orang yang memiliki
konsep mampu mengadakan abstraksi terhadap objek-objek yang dihadapi,
sehingga objek-objek ditempatkan dalam golongan tertentu. Objek-objek
dihadirkan dalam kesadaran orang dalam bentuk representasi mental tak
berperaga. Konsep sendiri pun dapat dilambangkan dalam bentuk suatu kata
(lambang bahasa). Untuk dapat memahami hal-hal yang ada di dalam penelitian
ini perlu dipaparkan beberapa konsep, yaitu:

2.1.1 Makna

Makna adalah bagian yang tidak terpisahkan dari semantik dan selalu
melekat dari apa saja yang kita tuturkan. Makna adalah maksud atau arti yang
tersimpul dari suatu kata, jadi makna dengan bendanya sangat bertautan dan
saling menyatu. Jika suatu kata tidak bisa dihubungkan dengan bendanya,
peristiwa atau keadaan tertentu maka kita tidak bisa memperoleh makna dari kata
itu (Tjiptadi, 1984:19).

13
Universitas Sumatera Utara

Dalam hal ini Ferdinand de Saussure (dalam Abdul Chaer, 1994:286)
mengungkapkan pengertian makna sebagai pengertian atau konsep yang dimiliki
atau terdapat pada suatu tanda linguistik. Menurut Mansoer Pateda (2001:92-95)
aspek-aspek makna dalam semantik, yaitu: pengertian (sense), nilai rasa (feeling),
nada (tone), dan maksud (intention).

2.1.2 Upacara
Secara etimologis upacara berasal dari bahasa sanskerta, yaitu upa yang
berarti berhubungan dengan, dan cara yang berasal dari kata car yang berarti
gerak yang kemudian mendapat akhiran a menjadi kata benda yang berarti

gerakan. Upacara adalah serangkaian tindakan atau perbuatan yang terikat pada
aturan tertentu berdasarkat adat istiadat, agama, dan kepercayaan. Upacara pada
dasarnya merupakan bentuk perilaku masyarakat yang menunjukkan kesadaran
terhadap masa lalunya. Melalui upacara, masyarakat dapat melacak tentang asal
usul baik itu tempat, tokoh, sesuatu benda, kejadian alam, dan lain-lain.
Menurut Koentjaraningrat (1984:190) pengertian upacara atau ritual atau
ceremony adalah:
“Sistem aktivitas atau rangkaian tindakan yang ditata oleh adat
atau hukum yang berlaku dalam masyarakat yang berhubungan
dengan berbagai macam peristiwa yang biasanya terjadi dalam
masyarakat yang bersangkutan.”
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (1995:1008) upacara
memiliki tanda-tanda kebesaran yang berkaitan dengan aturan-aturan tertentu
menurut adat atau agama baik dalam bentuk perbuatan ataupun perayaan-perayaan
yang dilakukan atau dilaksanakan sehubungan dengan peristiwa penting. Suatu
upacara

mempunyai

fungsi


tertentu,

Subur

Budhisantoso

(1948:28)

14
Universitas Sumatera Utara

mengemukakan bahwa fungsi dari upacara yang ideal dapat dilihat dalam
kehidupan sosial budaya masyarakat pendukungnya yaitu adanya pengendalian
sosial, media sosial, dan norma sosial.
Melakukan upacara merupakan suatu kegiatan yang bersifat rutin dimana
dalam melakukan upacara tersebut mempunyai arti dalam setiap kepercayaan.
Menurut Koentjaraningrat (2009:296) dalam setiap sistem upacara keagamaan
mengandung lima aspek, yakni: (1) tempat upacara keagamaan dilakukan, (2)
saat-saat upacara dijalankan, (3) benda-benda dan alat upacara, (4) orang yang

melakukan atau memimpin jalannya upacara.
Koentjaraningrat (1992:223) juga mengatakan bahwa sistem upacara
dihadiri oleh masyarakat, berarti dapat memancing bangkitnya emosi keagamaan
pada tiap-tiap kelompok masyarakat serta pada tiap-tiap individu yang hadir.
Upacara

yang

diselenggarakan

merupakan

salah

satu

kegiatan

yang


mengungkapkan emosi keagamaan yang sudah dianut oleh masyarakat.

2.1.3 Tradisi
Tradisi adalah kebiasaan yang diwariskan dari suatu generasi ke generasi
berikutnya secara turun temurun, mencakup berbagai nilai budaya yang meliputi
adat istiadat, sistem kepercayaan, dan sebagainya (Dekdikbud, 1990:414). Sesuatu
yang di wariskan tidak berarti harus diterima, dihargai, diasimilasi, atau disimpan
sampai mati. Bagi para pewaris setiap apa yang mereka warisi tidak dilihat
sebagai tradisi. tradisi yang diterima akan menjadi unsur yang hidup didalam
kehidupan para pendukungnya. Sedangkan menurut Koentjaraningrat (1984:2)
kata tradisi berasal dari bahasa latin “traditio” yang berarti diteruskan. Dalam

15
Universitas Sumatera Utara

pengertian yang paling sederhana, tradisi diartikan sebagai sesuatu yang telah
dilakukan untuk sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan kelompok
masyarakat. Dalam pengertian tradisi ini, hal yang paling mendasar dari tradisi
adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis
maupun (sering kali) lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah.

Tradisi dapat dilihat dari aspek benda materialnya, yaitu benda material
yang menunjukkan dan mengingatkan kaitan khususnya dengan kehidupan masa
lalu. Tradisi lahir melalui dua cara, cara yang pertama, yaitu tradisi muncul dari
bawah melalui mekanisme kemunculan secara spontan dan tidak diharapkan serta
melibatkan rakyat banyak. Karena suatu alasan, individu tertentu menemukan
suatu historis yang menarik. Perhatian, ketakziman, kecintaan dan kekaguman
yang kemudian disebarkan melalui berbagai cara dan mempengaruhi rakyat
banyak. Sikap takzim dan kagum itu berubah menjadi perilaku dalam bentuk
upacara, penelitiaan dan pemugaran peninggalan purbakala serta menafsir ulang
keyakinan lama. Semua perbuatan itu memperkokoh sikap.
Kekaguman dan tindakan individu menjadi milik bersama dan berubah
menjadi fakta sosial sesungguhnya. Proses kelahiran tradisi ini sangat mirip
dengan penyebaran temuan baru, hanya saja dalam kasus tradisi ini lebih berarti
penemuan atau penemuan kembali yang telah ada di masa lalu ketimbang
penciptaan sesuatu yang belum pernah ada sebelumnya. Cara kedua, tradisi
muncul dari atas melalui mekanisme paksaan. Sesuatu yang dianggap sebagai
tradisi dipilih dan dijadikan perhatian umum atau dipaksakan oleh individu yang
berpengaruh atau berkuasa.

16

Universitas Sumatera Utara

Tradisi menjadi bagian dari masa lalu yang dipertahankan sampai sekarang
dan mempunyai kedudukan yang sama dengan inovasi- inovasi baru. Tradisi
merupakan suatu gambaran sikap dan perilaku manusia yang telah berproses
dalam waktu lama dan dilakukan secara turun-temurun dimulai dari nenek
moyang. Tradisi yang telah membudaya akan menjadi sumber dalam berakhlak
dan berbudi pekerti seseorang.

2.1.4 Cue Lak
Cue Lak adalah sebuah kebudayaan 1 masyarakat Tionghoa di kota
Selatpanjang. Perayaan Cue Lak merupakan hari ulang tahun salah satu dewa
warga Tionghoa, yakni Dewa Qing Shui Zu Shi (Bahasa Mandarin)/ Ching Cui Co
Su (Bahasa Hokkian) yang merupakan dewa pelindung imigran. Pada hari ke
enam perayaan Imlek warga Tionghoa di Selatpanjang mempercayai bahwa sang
dewa sedang turun ke bumi dengan maksud untuk mengusir unsur unsur kejahatan
dan memberikan kemakmuran dan ketentraman bagi warga kota Selatpanjang.
Untuk itu diadakan penyambutan khusus dengan menggotong tandu patung
Dewa Co Su Kong yang diikuti dua temannya, yaitu Dewa Lo Chia dan Dewa
Tian To Wan Sue dan diarak berkeliling kota mengunjungi sekitar 24 kelenteng di

Selatpanjang untuk berdoa. Sementara itu, setiap ketiga dewa ini melintas di
depan rumah orang Tionghoa, maka orang Tionghoa akan menyalakan petasan
yang sudah digantung di depan rumah. Bunyi petasan dipercaya akan mengusir
energi negatif dan mendatangkan energi positif. Arak-arakan atau pawai

1

Kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia, yang harus dibiasakan dengan
belajar, beserta keseluruhan dari hasil budi dan karyanya itu. Kebudayaan merupakan keseluruhan
total dari apa yang pernah dihasilkan oleh makhluk manusiayang menguasai planet ini sejak zaman
ia muncul dimuka bumi (Koentjaraningrat, 2004:9).

17
Universitas Sumatera Utara

disertaimenggelar atraksi tarian Liong (naga), dan atraksi Barongsai (singa) dan
diiringi seni budaya Jawa Reog Ponorogo yang berasal dari Jawa Timur.
Cue Lak dimulai malam pukul 00.00 WIB. Karena pada masa itu dianggap
sebagai waktu Dewa Co Su Kong turun ke bumi. Setiap tahun, peringatan Cue Lak
dilaksanakan di Kelenteng Sejahtera Sakti yang merupakan kelenteng tertua di

Selat Panjang. Setiap tahun juga malam menyambut perayaan Cue Lak
dimeriahkan pesta kembang api dan pembakaran petasan. Paginya, ribuan warga
Tionghoa akan memadati jalan sekitar kelenteng Sejahtera Sakti untuk berdoa
atau sembahyang. Di tengah jalan digelar meja altar besar tempat warga
meletakkan sesajian. Ritual ini tak hanya disaksikan warga Tionghoa, tapi juga
masyarakat Selatpanjang lainnya.
Upacara tradisi Cue Lak tersebut juga diiringi oleh para tetua atau orang
yang terpilih dan dirasuki oleh roh para dewa yang biasa disebut Thangki yaitu
dimana raga atau tubuh orang tersebut dijadikan alat komunikasi atau perantara
roh dewa tersebut, hal itu ada kesamaan di kota Singkawang (Kalimantan Barat)
yang biasa dikenal Tatung. Di sekujur tubuh Thangki terdapat tusukan-tusukan
senjata tajam. Aksi Thangki juga menjadi salah satu yang dinanti-nanti warga,
terutama saat dan tempat tertentu. Dimaka Thangki akan bertingkah laku aneh
sebagaimana orang yang sedang dirasuki roh atau makhluk gaib.
Upacara tradisi Cue Lak di Selatpanjang dapat juga diartikan sebagai sebuah
rezeki bagi seluruh masyarakat yang tinggal di daerah ini. Oleh karena itu tidak
mengherankan apabila masyarakat yang non masyarakat Tionghoa biasanya juga
turut ikut meramaikan perayaan Imlek dengan iring-iringan reog Ponorogo (bagi

18

Universitas Sumatera Utara

masyarakat Jawa) dan atraksi-atraksi kesenian lain yang merupakan tradisi dari
daerah setempat.

2.1.5 Tahun Baru Imlek
Setiap budaya memiliki sistem penanggalan masing-masing yang pada
umumnya didasarkan pada perhitungan tertentu yang dilihat dari astrologi atau
tanda-tanda alam lainnya. Budaya kuno Tionghoa memiliki sistem penanggalan
yang berdasarkan pada peredaran bulan atau sistem lunar. Salah satu fungsi dari
penanggalan adalah menentukan pergantian tahun atau yang umum disebut Tahun
Baru. Pergantian tahun dalam kebudayaan Tionghoa ditandai pada saat hari
pertama pergantian dari musim dingin ke musim semi. Masyarakat Tionghoa
menyebut pergantian tahun dengan sebutan Tahun Baru Imlek. Imlek atau tahun
baru Tionghoa disebut juga dengan Perayaan Musim Semi.
Tahun Baru Imlek merupakan perayaan terpenting masyarakat Cina.
Perayaan Tahun Baru Imlek dimulai di hari pertama bulan pertama di penanggalan
Cina dan berakhir dengan Cap Go Meh ditanggal kelima belas (pada saat bulan
purnama). Malam Tahun Baru Imlek dikenal sebagai Chunxi yang berarti “malam
pergantian tahun”. Presiden Abdurrahman Wahid secara resmi mencabut Inpres

Nomor 14/1967 dan menggantikannya dengan Keputusan Presiden Nomor
19/2001 tertanggal 9 April 2001 yang meresmikan Imlek sebagai hari libur
fakultatif (hanya berlaku bagi mereka yang merayakannya). Pada tahun 2002,
Imlek resmi dinyatakan sebagai salah satu Hari Libur Nasional, oleh Presiden
Megawati Soekarno Putri mulai tahun 2003 hingga saat ini.

19
Universitas Sumatera Utara

Bagi masyarakat Tionghoa yang mayoritas bermata pencaharian sebagai
petani, musim semi adalah saat di mana mereka kembali bercocok tanam, tanah
dapat ditanami kembali dan menghasilkan panen setelah musim dingin. Musim
semi adalah kehidupan baru dan perlu untuk dirayakan sebagai ungkapan
kebahagiaan. Pengharapan akan masa depan yang baik tercakup dalam perayaan
musim semi yang juga sebagai tanda pergantian tahun ini. Tahun baru dimaknai
sebagai suatu awal di mana masyarakat dalam suatu budaya mengawali atau
memasuki tahap baru dengan harapan baru.
Memasuki tahap baru ini pada umumnya dilaksanakan atau dirayakan
dengan ritual-ritual yang dianggap dapat mewakili harapan mereka. Ritual-ritual
untuk memanjatkan doa dan pengharapan berbentuk upacara sembahyang atau
pemberian benda kepada sosok yang dipuja sebagai simbol doa atau harapan.
Pengharapan yang dipanjatkan pada saat Imlek adalah rejeki, kebahagiaan atau
kesuksesan di tahun yang baru.
Beberapa ritual 2 yang dirayakan pada saat Imlek antara lain adalah
sembahyang kepada leluhur, memberi ucapan selamat kepada orang yang lebih
tua, membagikan angpao, menghias rumah dengan kain atau lampion berwarna
merah dan menyaksikan atau mengadakan kesenian barongsai. Ritual-ritual ini
diyakini dapat mengundang kebahagiaan dan kesejahteraan bagi tuan rumah.
Perayaan Tahun Baru Imlek juga merupakan kesempatan tersendiri bagi
masyarakat Tionghoa untuk mengungkapkan pelbagai makna. Berbagai jenis
makanan dibuat khusus untuk mengungkapkan ciri dan makna Imlek, yaitu

2

Ritual merupakan tata cara dalam upacara atau suatu perbuatan keramat yang dilakukan oleh
sekelompok umat beragama. Yang ditandai dengan adanya berbagai macam unsur dan komponen,
yaitu adanya waktu, tempat-tempat dimana upacara dilakukan, alat-alat dalam upacara, serta
orangorang yang menjalankan upacara (Koentjaraningrat, 1985:56).

20
Universitas Sumatera Utara

makanan yang terbuat dari beras (lambang kemakmuran), buah kurma (tanda
kelimpahan), kacang-kwaci (simbol kelahiran), semangka merah (tanda
keberuntungan), ikan (tanda berlebih), jeruk (lambang kemewahan), dan
sebagainya. Perayaan Imlek yang menekankan dengan keberuntungan dan
pertanda baik sangat sensitif dengan kebersihan. Beberapa hari menjelang Imlek,
masyarakat Tionghoa harus menghias dan membersihkan rumah serta tempat
beribadah.

2.2

Landasan Teori
Teori merupakan seperangkat proposisi yang menggambarkan suatu gejala

terjadi seperti ini. Untuk memudahkan penelitian diperlukan pedoman berfikir
yaitu kerangka teori. Sebelum melakukan penelitian yang lebih lanjut seorang
peneliti perlu menyusun suatu kerangka teori sebagai landasan berfikir untuk
menggambarkan dari sudut mana peneliti menyoroti masalah yang dipilih
(Suyanto, 2005:34).
Istilah landasan teori oleh beberapa peneliti disamakan dengan istilah
tinjauan kepustakaan. Landasan teori merupakan telaah masalah penelitian
berdasarkan teori-teori atau bacaan-bacaan. Landasan teori merupakan landasan
teoritis bagi penulis untuk menjawab masalah penelitian. Teori yang digunakan
bukan sekedar pendapat dari penulis atau pendapat lain, tetapi teori yang telah
teruji kebenarannya.
Untuk dapat mengetahui deskripsi upacara tradisi Cue Lak, penulis
menggunakan teori upacara yang ditawarkan koentjaraningrat dan untuk

21
Universitas Sumatera Utara

menganalisis makna dari upacara tradisi Cue Lak penulis akan menggunakan teori
semiotik.

2.2.1 Teori Upacara
Untuk mendeskripsikan rangkaian kegiatan upacara Cue Lak ini, penulis
menggunakan teori upacara yang dikemukakan oleh koentjaraningrat, dalam
bukunya Pengantar Ilmu antropologi (2009: 296) sistem upacara keagamaan
secara khusus mengandung empat aspek yang menjadi perhatian khusus dari para
ahli antropologi ialah: (a) tempat upacara keagamaan dilakukan; (b) saat-saat
upacara keagamaan dijalankan; (c) benda-benda dan alat upacara; (d) orang-orang
yang melakukan dan memimpin upacara.
Aspek pertama berhubungan dengan tempat-tempat keramat upacara
dilakukan, yaitu makam, candi, pura, kuil, gereja, langgar, surau, mesjid, dan
sebagainya. Aspek kedua adalah aspek mengenai saat-saat beribadah, hari-hari
keramat dan suci dan sebagainya. Aspek ketiga adalah tentang benda-benda yang
dipakai dalam upacara, termasuk patung-patung yang melambangkan dewa-dewa,
alat bunyi-bunyian seperti lonceng suci, seruling suci, genderang suci dan
sebagainya. Aspek keempat adalah aspek yang mengenai para pelaku upacara
keagamaan, yaitu para pendeta biksu, syaman, dukun, dan lain-lain.
Upacara-upacara itu sendiri banyak juga unsurnya, yaitu: (a) bersaji; (b)
berkorban; (c) berdoa; (d) makan bersama makanan yang telah disucikan dengan
doa; (e) menari tarian suci; (f) menyanyi nyanyian suci; (g) berprosesi atau
berpawai; (h) memainkan seni drama suci; (i) berpuasa; (j) intoksikasi atau

22
Universitas Sumatera Utara

mengaburkan pikiran dengan makan obat bius sampai kerasukan, mabuk; (k)
bertapa, (l) bersemedi.
Di antara unsur-unsur upacara keagamaan tersebut ada yang dianggap
penting sekali dalam suatu agama, tetapi tidak dikenal dalam agama lain, dan
demikian juga sebaliknya. Selain itu, suatu acara upacara biasanya mengandung
suatu rangkkaian yang terdiri dari sejumlah unsur tersebut.

2.2.2 Teori Semiotik
Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat lepas dari tanda, lambang,
maupun simbol-simbol. Adapun ilmu yang mempelajari tentang tanda, lambang,
dan simbol-simbol adalah semiotik. Teori semiotik adalah ilmu tentang tandatanda dengan berpilar pada suatu anggapan dasar bahwa fenomena sosial dan
fenomena kebudayaan merupakan serangkaian tanda. Tanda adalah sesuatu yang
merepresentasikan seseorang atau sesuatu yang lain dalam kapasitas atau
pandangn tertentu.
Semiotik bertujuan untuk mengetahui makna-makna yang terkandung dalam
sebuah tanda atau menafsirkan makna tersebut sehingga diketahui bagaimana
komunikator mengkonstruksi pesan. Konsep pemaknaan ini tidak terlepas dari
perspektif atau nilai-nilai ideologis tertentu serta konsep kultural yang menjadi
ranah pemikiran masyarakat di mana simbol tersebut diciptakan. Kode kultural
yang menjadi salah satu faktor konstruksi makna dalam sebuah simbol menjadi
aspek yang penting untuk mengetahui konstruksi pesan dalam tanda tersebut.
Konstruksi makna yang terbentuk inilah yang kemudian menjadi dasar
terbentuknya ideologi dalam sebuah tanda. Sebagai salah satu kajian pemikiran

23
Universitas Sumatera Utara

dalam cultural studies, semiotik tentunya melihat bagaimana budaya menjadi
landasan pemikiran dari pembentukan makna dalam suatu tanda. Semiotik
mempelajari

sistem-sistem,

aturan-aturan,

konvensi-konvensi

yang

memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti (Kriyantono, 2007 : 261).
Dalam teori yang dikemukakan oleh Roland Barthes (1915-1980), Barthes
mengembangkan semiotika menjadi 2 tingkatan pertandaan untuk menunjuk
tingkatan-tingkatan makna, yaitu tingkat denotasi dan konotasi. Denotasi adalah
tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda pada
realitas, menghasilkan makna eksplisit, langsung, dan pasti. Konotasi adalah
tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda yang di
dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti
(Yusita Kusumarini, 2006:46).
Barthes juga melihat aspek lain dari penandaan, yaitu mitos (myth) yang
menandai suatu masyarakat, yakni rujukan bersifat kultural (bersumber dari
budaya yang ada) yang digunakan untuk menjelaskan gejala atau realitas yang
ditunjuk dengan lambang-lambang penjelasan mana yang notabene adalah makna
konotatif dari lambang-lambang yang ada dengan mengacu sejarah (di samping
budaya). Dengan kata lain, mitos berfungsi sebagai deformasi dari lambang yang
kemudian menghadirkan makna-makna tertentu dengan berpijak pada nilainilaisejarah dan budaya masyarakat (Pawito, 2007:164).

2.3

Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka atau literature riview adalah bahan yang tertulis berupa

buku, jurnal yang membahas topik yang hendak diteliti. Tinjauan pustaka

24
Universitas Sumatera Utara

membantu peneliti untuk melihat ide-ide, pendapat, dan kritik mengenai topik
tersebut yang sebelumnya dibangun dan dianalisis oleh para peneliti sebelumnya.
Pentingnya tinjauan pustaka untuk melihat dan menganalisis nilai tambah
penelitian ini dibandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Hart
(1998:27) menyatakan, tinjauan pustaka membedakan antara “apa yang telah
dilakukan” dari “apa yang perlu dilakukan”. Adapun beberapa tinjauan pustaka
yang peneliti gunakan dalam penelitian ini sebagai kajian terdahulu akan peneliti
jabarkan di bawah ini.
Rotua Yati Siagian (2015) dalam skripsinya yang berjudul Struktur dan
Makna Upacara “Manyue” pada suku Hokkian di Kota Medan, yang mengkaji
tentang bagaimana tahap-tahap atau struktur dan makna upacara Manyue (upacara
kelahiran). Skripsi ini sangat membantu penulis karena di dalam skripsi ini Rotua
menggunakan semiotik untuk menganalisis upacara Manyue. Oleh karena itu,
skripsi tersebut dijadikan bahan referensi bagi penulis untuk menggunakan teori
semiotik dalam menganalisis makna upacara tradisi Cue Lak seperti yang penulis
sedang teliti.
Tri Dewi Septiani (2012) dalam skripsinya yang berjudul Deskripsi dan
Fungsi Upacara Sacapme dalam Rangkaian Tahun Baru Imlek pada Kebudayaan
Masyarakat Tionghoa di Medan, yang mendeskripsikan tentang rangkaian dan
fungsi upacara Sacapme (upacara penyambutan) dalam rangkaian Tahun Baru
Imlek. Skripsi ini dapat dijadikan bahan referensi bagi penulis, karena di dalam
skripsi tersebut memuat konsep tentang upacara yang dilakukan pada rangkaian
Tahun Baru Imlek yang mana konsep tersebut akan penulis gunakan dalam dalam
penelitian yang penulis teliti.

25
Universitas Sumatera Utara

Yoan Silviana (2012) dalam skripsinya yang berjudul Fungsi dan Makna
Penyambutan Imlek pada Masyarakat Tionghoa di Pematang Siantar, skripsi
tersebut menganalisis fungsi dan makna penyambutan Imlek. Di dalam skripsi
yang diteliti oleh Yoan memaparkan tradisi apa saja yang dilakukan oleh
masyarakat Tionghoa pada perayaan Imlek, yang bisa dijadikan sebagai wawasan
bagi penulis dalam penelitian mengenai upacara dalam perayaan Imlek. Skripsi
tersebut pun penulis jadikan bahan referensi karena di dalam skripsi Yoan
menggunakan teori semiotik yang juga penulis gunakan untuk penelitian.
Sulaeman (2017) dalam skripsinya yang berjudul Kirab Imlek Ruwat Bumi
di Klenteng Kong Ling Bio Temanggung, skripsi tersebut membahas tentang
proses kirab Imlek di Temanggung. Skripsi yang dipaparkan oleh Sulaeman
tentang kirab dapat membantu penulis untuk dijadikan bahan referensi karena di
dalam skripsi tersebut beberapa alat-alat yang digunakan memiliki beberapa
persamaan dengan upacara Cue Lak.
Syeelwem Wilton S (2014) dalam skripsinya yang berjudul Struktur dan
Makna Upacara Cheng Beng Bagi Masyarakat Tionghoa di Berastagi, skripsi
tersebut mempaparkan tentang bagaimana proses dan makna upacara Cheng Beng
di Beratagi. Skripsi tersebut dapat dijadikan bahan referensi bagi penulis dalam
menulis skripsi ini karena di dalam skripsi tersebut memiliki beberapa konsep dan
teori yang serupa dengan skripsi yang sedang penulis teliti.

26
Universitas Sumatera Utara