Gambaran Perilaku Pedagang Jajanan Makanan dan Minuman terhadap Penggunaan bahan tambahan pangan ( BTP) di Pusat Jajanan Pajak USU Padang bulan Medan Tahun 2012

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Perilaku

Perilaku manusia merupakan hasil dari pada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungan yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respons/reaksi seorang induvidu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respons ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan: berfikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan) (Sarwono, 2006).

Perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatau aktivitas dari manusia itu sendiri, yang mempunyai bentangan yang sangat luas mencakup berjalan, berbicara, beraksi, berpikir, persepsi, dan emosi. Perilaku juga dapat diartikan sebagai aktivitas organism, baik yang dapat diamati secara langsung ataupun tidak langsung

(Notoatmodjo, 2007).

Perilaku dan gejala yang tampak pada kegiatan organism tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik dan hidup terutama perilaku manusia. Faktor keturunan

merupakan konsep dasar atau model untuk perkembangan perilaku makhluk hidup itu selanjutnya. Sedangkan lingkungan merupakan kondisi atau lahan untuk


(2)

Skiner (1938) seorang ahli psikologi merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku dibedakan menjadi dua yaitu :

1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.

2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini merupakan faktor dominan yang mewarnai perilaku seseorang.

2.2. Bentuk-Bentuk Perilaku

Perilaku manusia sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2007) seorang ahli psikologi pendidikan memberikan perilaku kedalam tiga domain atau ranah/kawasan yaitu ranah kognitif (cognitive domain), ranah afektif (effective domain) dan ranah psikomotor

(psychomotor domain), meskipun kawasan-kawasa tersebut tidak mempunyai batasan yang jelas dan tegas. Pembangian kawasan dilakukan untuk kepentingan tujuan pendidikan, yaitu mengembangkan atau meningkatkan ketiga domain perilaku tersebut yang terdiri dari :


(3)

1. Pengetahuan peserta terhadap materi pendidikan yang diberikan (knowledge) 2. Sikap atau tanggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan

(attitude)

3. Praktik atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan dengan materi pendidikan yang diberikan (practive).

Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2007), seorang ahli psikologi merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus

(rangsanngan dari luar). Berdasarkan rumus teori Skiner tersebut maka perilaku manusia dapat dilkelompokkan menjadi dua, yaitu:

1. Perilaku tertutup (covert behavior)

Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respons seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan.

2. Perilaku terbuka (overt behavior)

Perilaku terbuka ini terjadi bila respons terhadap stimulus sudah berupa tindakan, atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau observable behavior.

Dari penjelasan diatas dapat disebutkan bahwa perilaku itu terbentuk didalam diri seseorang dan dipengaruhi oleh dua faktor utama, yakni :


(4)

1. Faktor eksternal, yaitu stimulus yang merupakan faktor dari luar diri seseorang.

Faktor eksternal atau stimulus adalah faktor lingkungan, baik lingkungan fisik, maupun non- fisik dalam bentuk sosial, budaya, ekonomi maupun politik.

2. Faktor internal, yaitu respons yang merupakan faktor dari dalam diri seseorang.

Faktor internal yang menentukan seseorang merespons stimulus dari luar dapat berupa perhatian, pengamatan, persepsi, motivasi, fantasi, segesti dan sebagainya.

Dari penelitian-penelitian yang ada faktor eksternal merupakan faktor yang memiliki peran yang sangat besar dalam membentuk perilaku manusia karena dipengaruhi oleh faktor social dan budaya dimana seseorang itu berada (Notoatmodjo,2007).

2.2.1. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Tanpa pengetahuan seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan

terhadap masalah yang dihadapin. Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung atau orang lain yang sampai kepeda seseorang (Notoatmodjo,2007)


(5)

1. Faktor Internal : faktor dari dalam diri sendiri, misalnya intelegensia, minta, kondisi fisik

2. Faktor Eksternal : faktor dari luar diri, misalnya keluarga, masyarakat, sarana.

3. Faktor pendekatan belajar : faktor upaya belajar, misalnya strategi dan metode dalam pembelajaran

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Pengetahuan dapat diperoleh melalui proses belajar yang didapat dari pendidikan (Notoatmodjo,2007)

2.2.2. Sikap (attitude)

Sikap merupakan reaksi atau respon tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi

merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap merupakan kesiapan untuk beraksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.

Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap mencerminkan kesenangan atau ketidak senangan seseorang terhadap sesuatu yang berasal dari pengalaman atau dari orang


(6)

yang dekat dengan kita. Sikap juga dapat merupakan suatu pengetahuan, tetapi pengetahuan yang disertai kecenderungan bertindak dengan pengetauhan itu.

Menurut Notoatmodjo (2007), sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek tertentu yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang/tidak senang, setuju/ tidak setuju, baik/ tidak baik, dan sebagainya). Sikap secara nyata

menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.

Newcomb dalam saifuddin (2005), salah seorang ahli psikologi sosial

menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.

Menurut Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok :

1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek

2. Kehidupan emosional atau evaluasi tehadap suatu objek


(7)

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total atitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.

Menurut Purwanto (1999) sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecendrungan untuk bertindak terhadap suatu obyek. Ciri ciri sikap (Purwanto, 1999) adalah :

1. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungannya dengan obyeknya. Sifat ini membedakannya dengan sifat-sifat biogenetis seperti lapar, haus, kebutuhan akan istirahat.

2. Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan karena itu pula sikap dapat berubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu.

3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu obyek. Dengan kata lain, sikap itu terbentuk, dipelajari, atau berubah senantiasa berkenaan dengan suatu obyek tertentu yang dirumuskan dengan jelas.

4. Obyek sikap itu dapat merupakan suatu hal tertentu, tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.

5. Sikap mempunyai segi motivasi dan segi-segi perasaan.


(8)

1. Sikap sebagai alat untuk menyesuaikan diri

Sikap adalah sesuatu yang bersifat communicable, artinya sesuatu yang mudah menjalar, sehingga menjadi mudah pula menjadi milik bersama. Sikap bisa menjadi rantai penghubung orang dengan kelompok atau dengan anggota kelompok lainnya.

2. Sikap sebagai alat pengatur tingkah laku

Pertimbangan dan reaksi pada anak dewasa dan yang sudah lanjut usia tidak ada. Perangsangan itu pada umumnya tidak diberi perangsang spontan, akan tetapi terdapat adanya proses secara sadar untuk menilai perangsang-perangsang itu.

3. Sikap sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman

Manusia didalam menerima pengalaman-pengalaman secara aktif, artinya semua berasal dari dunia luar tidak semuanya dilayani oleh manusia, tetapi manusia memilih mana-mana yang perlu dan mana yang tidak perlu dilayani. Jadi semua pengalaman diberi penilaian lalu dipilih.

4. Sikap sebagai alat pernyatan kepribadian

Sikap sering mencerminkan pribadi seseorang, ini disebabkan karena sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang mendukungnya. Oleh karena itu dengan memilih sikap-sikap pada objek tertentu, sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi orang tersebut.


(9)

2.2.3. Tindakan atau Praktik (Practice)

Suatu rangsangan akan direspon oleh seseorang sesuai dengan arti rangsangan tersebut bagi orang yang bersangkutan. Respon atau reaksi inilah yang disebut

dengan perilaku, bentuk-bentuk perilaku itu sendiri dapat bersifat sederhana dan kompleks.

Dalam peraturan teoritis tingkah laku dibedakan atas sikap, dimana sikap diartikan sebagai suatu kecenderungan potensi untuk mengadakan reaksi (tingkah laku). Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan untuk terwujudnya sikap agar menjadikan suatu tindakan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan atau suatu fasilitas.

Menurut Notoatmodjo (2007), tindakan adalah gerakan atau perbuatan dari tubuh setelah mendapatkan rangsangan ataupun adaptasi dari dalam maupun luar tubuh suatu lingkungan. Tindakan seseorang terhadap stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus tersebut. Secara losgis, sikap dapat dicerminkan dalam suatu bentuk tindakan namun tidak pula dapat dikatakan sikap dan tindakan memiliki hubungan yang sistematis.

2.3. Makanan

2.3.1. Pengertian Makanan / Minuman jajanan

Makanan/Minuman jajanan adalah makanan/minuman yang tidak mengandung alkohol, merupakan minuman olahan dalam bentuk bubuk atau cair


(10)

yang mengandung bahan-bahan tambahan lainnya baik alami maupun sintetik yang dikemas dalam kemasan siap untuk di konsumsi (Cahyadi,2005).

Fungsi makanan/minuman jajanan itu tidak berbeda jauh dengan minuman lainnya yaitu sebagai minuman untuk melepaskan dahaga sedangkan dari segi harga, ternyata minuman karbonasi relatif lebih mahal dibandingkan minuman non-karbonasi. Hal ini disebabkan teknologi proses yang digunakan dan kemasan yang khas yaitu dalam kemasan kalengatau botol seperti sprite (Cahyadi,2005).

2.3.2.Bahan Tambahan Makanan ( BTP )

Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan kedalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk panganantara lain bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat dan pengental (Anonim, 2010).

Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan yang tidak dikonsumsi langsung sebagai makanan dan tidak merupakan bahan baku pangan, dan

penambahannya ke dalam pangan ditujukan untuk mengubah sifat-sifat makanan seperti bentuk, tekstur, warna, rasa,kekentalan, aroma, untuk mengawetkan atau mempermudah proses pengolahan(Anonim, 2010).

Bahan Tambahan Pangan (BTP) dikelompokkan berdasarkan tujuan penggunaannya di dalam pangan. Pengelompokan BTP yang diizinkan digunakan adalah:


(11)

1. BTP Pewarna

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan, Pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan.

Secara teknis, bahan pewarna adalah zat pewarna (dye), pigmen atau senyawa yang dapat menampilkan warna tertentu jika ditambahkan atau digunakan dalam makanan, obat, kosmetik atau tubuh manusia. Bahan pewarna yang diizinkan digunakan dalam makanan diklasifikasikan menjadi:

• Bahan pewarna buatan

Bahan pewarna buatan perlu disertifikasi oleh pihak yang berwenang sebelum dapat digunakan. Bahan pewarna buatan digunakan secara luas karena kekuatan zat warnanya lebih kuat dibandingkan bahan pewarna alami. Karena itu, bahan pewarna buatan dapat digunakan dalam konsentrasi yang kecil. Lagi pula, bahan pewarna buatan lebih stabil, penampilan warna lebih seragam, dan umumnya tidak mempengaruhi rasa makanan.

• Bahan pewarna alami

Bahan pewarna alami meliputi pigmen yang berasal dari bahan alami seperti tumbuhan, mineral dan hewan, serta bahan yang diproses oleh manusia yang bahan bakunya berasal dari bahan alami.


(12)

Nilai ambang batas untuk pewarna yaitu :

Pewarna Jumlah maksimum penggunaan

Ponceau 4R : 70mg/liter (minuman), 300mg/liter (makanan)

Merah allura : 70mg/liter (minuman), 300mg/liter (makanan)

Erythrosine : 300mg/kg

2. BTP Pemanis buatan

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan, Pemanis buatan adalah bahan tambahan makanan yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan, yang tidak atau hampir tidak

mempunyai nilai gizi.

Yang dimaksud dengan BTP Pemanis Buatan adalah BTP yang dapat

menyebabkan rasa manis pada produk pangan yang tidak atau sedikit mempunyai nilai gizi atau kalori. Bahan ini hanya boleh ditambahkan ke dalam produk pangan dalam jumlah tertentu. Pemanis buatan pada awalnya diproduksi komersial untuk memenuhi ketersediaan produk makanan dan minuman bagi penderita Diabetes mellitus yang harus mengontrol kalori makanannya. Dalam perkembangannya, pemanis buatan juga digunakan untuk meningkatkan rasa manis dan citarasa produk-produk yang mengharuskan rasa manis dan di dalamnya sudah terkandung gula. 3. BTP Pengawet

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan makanan, BTP pengawet adalah bahan tambahan pangan yang


(13)

dapat mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau penguraian dan perusakan lainnya terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme.

Proses pengawetan adalah upaya menghambat kerusakan pangan dari kerusakan yang disebabkan oleh mikroba pembusuk yang mungkin memproduksi racun atau toksin. Tujuan pengawetan yaitu menghambat atau mencegah terjadinya kerusakan,

mempertahankan mutu, menghindarkan terjadinya keracunan dan mempermudah penanganan dan penyimpanan. Daya keawetan pangan berbeda untuk setiap jenisnya.

Nilai ambang batas untuk pengawet yaitu : Pengawet :

Asam benzoat : 1g/kg

Jumah maksimum penggunaan :

Natrium benzoat : 1g/kg

Belerang oksida : 500mg/kg

Asam propolanat : 2g/kg ( untuk roti ) 3g/kg (untuk keju olahan)

4. BTP Antioksidan

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan ambahan Makanan, Antioksidan Adalah Bahan tambahan makanan yang dapat mencegah atau menghambat oksidasi.

Antioksidan adalah bahan tambahan yang digunakan untuk melindungi komponen komponen makanan yang bersifat tidak jenuh (mempunyai ikatan rangkap), terutama lemak dan minyak. Meskipun demikian antioksidan dapat pula digunakan untuk melindungi komponen lain seperti vitamin dan pigmen, yang juga


(14)

5. BTP Antikempal

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 722/MENKES/PER/ IX/88, anti kempal dapat mencegah pengempalan makanan yang berupa serbuk. Contoh: aluminium silikat (susu), dan kalsium aluminium silikat (garam meja).

Fungsi Anti Kempal adalah senyawa anhidrat yang dapat mengikat air tanpa menjadi basah dan biasanya ditambahkan ke dalam bahan pangan yang bersifat bubuk atau partikulat seperti garam meja, campuran kering (dry mixes), dan lain-lain.

Penambahan senyawa anti kempal bertujuan untuk mencegah terjadinya

penggumpalan dan menjaga agar bahan tersebut tetap dapat dituang (free flowing) 6. BTP Penyedap Rasa

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan, Penyedap rasa dan aroma, Penyedap rasa adalah bahan tambahan makanan yang dapat memberikan, menambahkan atau mempertegas rasa dan aroma.

7. BTP Pengatur Keasaman

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan, Pengatur keasaman adalah bahan tambahan makanan yang dapat mengasamkan, menetralkan dan mempertahankan derajat keasaman makanan. Zat aditif ini dapat mengasamkan, menetralkan, dan mempertahankan derajat keasaman makanan. Contoh: asam asetat, aluminium amonium sulfat,

amonium bikarbonat, asam klorida, asam laktat, asam sitrat, asam tentrat, dan natrium bikarbonat.


(15)

8. BTP Pemutih dan pematang tepung

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Pangan, Pemutih dan pematang tepung adalah bahan tambahan makanan yang dapat mempercepat proses pemutihan dan atau pematang tepung sehingga dapat memperbaiki mutu pemanggangan.

9. BTP Alginat.Pengemulsi, Pemantap dan Pengental

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan makanan, Pengelmulsi, pemantap, dan pengental adalah bahan tambahan makanan yang dapat membantu terbentuknya atau memantapkan sistem dispersi yang homogen pada makanan.

Emulsi adalah suatu sistem yang terdiri dari dua fase cairan yang tidak saling melarut, di mana salah satu cairan terdispersi dalam bentuk globula-globula di dalam cairan lainnya. Cairan yang terpecah menjadi globula-globula dinamakan fase terdispersi, sedangkan cairan yang mengelilingi globula-globula dinamakan fase kontinyu atau medium disperse

10. BTP Pengeras

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/ 1988 tentang BahanTambahan makanan, BTP pengeras adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperkeras atau mencegah melunaknya makanan.

BTP pengeras atau firming agent dapat diaplikasikan pada proses pembuatan acar ketimun, sayuran, buah dalam kaleng, daging dan ikan dalam kaleng serta jem dan


(16)

jeli sehingga diharapkan tekstur makanan tersebut masih tetap terjaga lebih renyah (crispy) dan tidak menjadi lunak selama proses.

11. BTP Sekuestran

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan makanan, BTP sekuestran adalah bahan tambahan makanan yang dapat mengikat ion.

Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang tidak diizinkan digunakan adalah:

1. Rhodamin B

Rhodamin B adalah pewarna merah terang komersial, ditemukan bersifat racun dan dapat menyebabkan kanker. Bahan ini sekarang banyak disalahgunakan pada pangan dan kosmetik di beberapa negara. Kelebihan dosis bahan ini dapat menyebabkan keracunan, berbahaya jika tertelan, terhirup atau terserap melalui kulit. Gejala keracunan meliputi iritasi pada paru-paru, mata, tenggorokan, hidung dan usus. Rhodamin B tersedia di pasar untuk industri tekstil. Bahan tersebut biasanya dibeli dalam partai besar, dikemas ulang dalam plastik kecil dan tidak berlabel sehingga dapat terbeli oleh industri kecil untuk digunakan dalam pangan. Makanan yang sering terdapat Rhodamin B seperti : kerupuk, makanan ringan, terasi, kembang gula, sirup, biskuit, minuman ringan, cendol, manisan, bubur, gipang, ikan asap.


(17)

2. Boraks

Boraks disalahgunakan untuk pangan dengan tujuan memperbaiki warna, tekstur dan flavor. Boraks bersifat sangat beracun, sehingga peraturan pangan tidak

membolehkan boraks untuk digunakan dalam pangan. Boraks (Na2B4O7.10H2O) dan asam borat (H3BO3) digunakan untuk deterjen, mengurangi kesadahan, dan antiseptik lemah. Ketika asam borat masuk ke dalam tubuh, dapat menyebabkan mual, muntah, diare, sakit perut, penyakit kulit, kerusakan ginjal, kegagalan sistem sirkulasi akut, dan bahkan kematian. Jika tertelan 5-10g boraks oleh anak-anak bisa menyebabkan shock dan kematian. Makanan yang sering ditambahkan boraks seperti:

mie, kerupuk, makanan ringan, bakso, lontong, makaroni

3. Formalin

Formalin adalah larutan formaldehida dalam air dan dilarang digunakan dalam industri pangan sebagai pengawet. Formaldehida digunakan dalam industri plastik, anti busa, bahan konstruksi, kertas, karpet, tekstil, cat dan mebel. Formaldehida juga digunakan untuk mengawetkan mayat dan mengontrol parasit pada ikan. Formalin diketahui dapat menyebabkan kanker dan bila terminum dapat menyebabkan rasa terbakar pada tenggorokan dan perut. Sedikitnya 30 mL (sekitar 2 sendok makan) formalin dapat menyebabkan kematian. Makanan yang sering ditambahkan formalin seperti : mie, tahu, bakso


(18)

2.3.3. Penggunaan Bahan Tambahan Makanan.

Penggunaan Bahan Tambahan Pangan tidak boleh sembarangan hanya dibenarkan untuk tujuan tertentu saja, misalnya untuk mempertahankan gizi makanan. Penggunaan bahan tambahan pangan dibenarkan pula untuk tujuan mempertahankan mutu atau kestabilan makanan atau untuk memperbaiki sifat organoleptiknya dari sifat alami. Di samping itu juga diperlukan dalam pembuatan, pengolahan, penyediaan, perlakuan, perawatan, pembungkusan, pemindahan atau pengangkutan.

Selain itu setiap tambahan makanan mempunyai batas-batas penggunaan maksimum seperti diantaranya diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/MenKes/Per/IX/988. Pemakaian Bahan Tambahan Pangan diperkenankan bila bahan tersebut memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a) Pemeliharaan kualitas gizi bahan pangan.

b) Peningkatan kualitas gizi atau stabilitas simpan sehingga mengurangi kehilangan bahan pangan.

c) Membuat bahan pangan lebih menarik bagi konsumen yang tidak mengarah pada penipuan.

d) Diutamakan untuk membantu proses pengolahan bahan pangan.

Penggunaan bahan tambahan pangan harus dapat menjaga produk tersebut dari hal-hal yang merugikan konsumen. Oleh karena itu pemakaian bahan tambahan makanan ini tidak diperkenankan bila:


(19)

a) Menutupi adanya teknik pengolahan dan penanganan yang salah. b) Menipu konsumen.

c) Menyebabkan penurunan nilai gizi.

d) Pengaruh yang dikehendaki bisa diperoleh dengan pengolahan secara lebih baik dan ekonomis

2.3.4. Bahaya Terhadap Penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP) Adapun dampak penggunaan Bahan Tambahan Pangan terhadap kesehatan yaitu dapat menyebabkan:

1. Penggunaan formalin yang sering digunakan untuk mengawetkan Tahu, Mie Basah dapat menyebabkan :

- Kanker paru-paru - Gangguan pada jantung

- Gangguan pada alat pencernaan - Gangguan pada ginjal, dll.

2. Penggunaan Boraks atau Pijer dapat menyebabkan : - Gangguan pada kulit

- Gangguan pada otak - Gangguan pada hati, dll

3. Ca-benzoat : Sari buah, minuman ringan, minuman manis, dapat menyebabkan reaksi merugikan pada asmatis dan yang peka terhadap aspirin.


(20)

4. Ca- / Na-propionat : Produk roti dan tepung Migrain, kelelahan, kesulitan tidur, Alergi kulit

5. K-asetat : Makanan asam Merusak fungsi ginjal

6. BHA : sosis, minyak sayur, kripik kentang, pizza beku, instant teas Menyebabkan penyakit hati dan kanker.

2.4. Theory Lawrence Green

Ada beberapa teori yang mencoba mengungkapkan determinan perilaku berangkat dari analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku, khususnya perilaku yang berhubungan dengan kesehatan. Salah satu di antara teori-teori tersebut adalah teori dari Lawrence Green (1980).

Dalam teorinya Green menjelaskan bahwa, perilaku kesehatan dipengaruhi oleh tiga faktor pokok, yaitu: (1) faktor predisposisi (predisposing factors), (2) factor

pendukung (enabling factors), dan (3) faktor pendorong (reinforcing factors). Faktor-faktor predisposisi adalah Faktor-faktor-Faktor-faktor yang berupa pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya. Faktor-faktor pendukung adalah faktor-faktor yang berupa lingkungan fisik, ada atau tidak adanya fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, dan sebagainya. Faktor-faktor pendorong adalah faktorfaktor yang berupa sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas-petugas yang lain yang dapat mendorong terjadinya perilaku kesehatan. Hubungan antara perilaku dan faktor-faktor tersebut dapat digambar dalam bentuk model sebagai berikut.


(21)

Catatan :

B = perilaku

PF = Faktor predisposisi (predisposing factor)

EF = Faktor pendukung (enabling factor)

RF = Faktor pendorong (reinforcing factor)

f = fungsi

Dari model tersebut dapat diketahui bahwa perilaku manusia itu merupakan fungsi dari faktor-faktor predisposisi, faktor-faktor pendukung, dan faktor-faktor pendorong. Perilaku seseorang atau masyarakat dalam kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi seseorang atau masyarakat yang

bersangkutan. Selain itu, ketersediaan fasilitas, serta sikap dan perilaku petugas kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku seseorang atau masyarakat.

Dalam pembentukan perilaku manusia, pendidikan merupakan faktor yang sangat penting. Pendidikan dalam arti formal sebenarnya adalah proses penyampaian bahan atau materi pendidikan kepada sasaran pendidikan agar tercapai perubahan perilaku. Pendidikan pada hakikatnya merupakan intervensi factor perilaku agar


(22)

perilaku seseorang, kelompok atau masyarakat berubah sesuai dengan nilai-nilai yang diharapkan. Karena itu pendidikan sebagai faktor usaha intervensi perilaku harus diarahkan kepada ketiga faktor penentu perilaku, baik factor predisposisi, faktor pendukung, maupun faktor penguat.

Para pembuat makanan jajanan tradisional pada umumnya memiliki pendidikan rendah. Karena pendidikannya yang rendah ini maka pengetahuannya tentang kaidah-kaidah penggunaan BTP juga rendah. Sebagai akibatnya sikap dan perilaku yang ditunjukkannya juga tidak sesuai dengan nilai-nilai yang diharapkan. Seperti dapat diketahui bahwa meskipun telah ada peraturan yang melarangnya, penggunaan BTP yang berbahaya masih banyak dilakukan dalam pembuatan makanan, terutama makanan jajanan. Pemakaian bahan bahan tersebut dalam pembuatan makanan tidak makin berkurang tetapi makin bertambah.


(23)

2.5. Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian dan landasan teori yang dikemukakan diatas, maka kerangka konsep penelitian ini dapat digambarkan seperti berikut :

Varibel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan Kerangka konsep tersebut diatas, dapat dijelaskan sebagai berikut: Karakteristik (Umur, Pendidikan dan Pendapatan Keluarga) serta sumber informasi meliputi (media cetak, media elektronik), Akan mempengaruhi perilaku, sikap dan tindakan terhadap penggunaan Bahan Tambahan Pangan ( BTP)

Sumber Informasi :

•Media cetak

•Media elektronik KARAKTERISTIK

• Umur

• Pendidikan

• Pendapatan K l

Tindakan dalam Penggunaan

(BTP) Pengetahuan Sikap


(1)

2.3.3. Penggunaan Bahan Tambahan Makanan.

Penggunaan Bahan Tambahan Pangan tidak boleh sembarangan hanya dibenarkan untuk tujuan tertentu saja, misalnya untuk mempertahankan gizi makanan. Penggunaan bahan tambahan pangan dibenarkan pula untuk tujuan mempertahankan mutu atau kestabilan makanan atau untuk memperbaiki sifat organoleptiknya dari sifat alami. Di samping itu juga diperlukan dalam pembuatan, pengolahan, penyediaan, perlakuan, perawatan, pembungkusan, pemindahan atau pengangkutan.

Selain itu setiap tambahan makanan mempunyai batas-batas penggunaan maksimum seperti diantaranya diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/MenKes/Per/IX/988. Pemakaian Bahan Tambahan Pangan diperkenankan bila bahan tersebut memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a) Pemeliharaan kualitas gizi bahan pangan.

b) Peningkatan kualitas gizi atau stabilitas simpan sehingga mengurangi kehilangan bahan pangan.

c) Membuat bahan pangan lebih menarik bagi konsumen yang tidak mengarah pada penipuan.

d) Diutamakan untuk membantu proses pengolahan bahan pangan.

Penggunaan bahan tambahan pangan harus dapat menjaga produk tersebut dari hal-hal yang merugikan konsumen. Oleh karena itu pemakaian bahan tambahan makanan ini tidak diperkenankan bila:


(2)

a) Menutupi adanya teknik pengolahan dan penanganan yang salah. b) Menipu konsumen.

c) Menyebabkan penurunan nilai gizi.

d) Pengaruh yang dikehendaki bisa diperoleh dengan pengolahan secara lebih baik dan ekonomis

2.3.4. Bahaya Terhadap Penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP) Adapun dampak penggunaan Bahan Tambahan Pangan terhadap kesehatan yaitu dapat menyebabkan:

1. Penggunaan formalin yang sering digunakan untuk mengawetkan Tahu, Mie Basah dapat menyebabkan :

- Kanker paru-paru - Gangguan pada jantung

- Gangguan pada alat pencernaan - Gangguan pada ginjal, dll.

2. Penggunaan Boraks atau Pijer dapat menyebabkan : - Gangguan pada kulit

- Gangguan pada otak - Gangguan pada hati, dll

3. Ca-benzoat : Sari buah, minuman ringan, minuman manis, dapat menyebabkan reaksi merugikan pada asmatis dan yang peka terhadap aspirin.


(3)

4. Ca- / Na-propionat : Produk roti dan tepung Migrain, kelelahan, kesulitan tidur, Alergi kulit

5. K-asetat : Makanan asam Merusak fungsi ginjal

6. BHA : sosis, minyak sayur, kripik kentang, pizza beku, instant teas Menyebabkan penyakit hati dan kanker.

2.4. Theory Lawrence Green

Ada beberapa teori yang mencoba mengungkapkan determinan perilakuberangkat dari analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku, khususnyaperilaku yang berhubungan dengan kesehatan. Salah satu di antara teori-teoritersebut adalah teori dari Lawrence Green (1980).

Dalam teorinya Green menjelaskan bahwa, perilaku kesehatan dipengaruhi olehtiga faktor pokok, yaitu: (1) faktor predisposisi (predisposing factors), (2) factor

pendukung (enabling factors), dan (3) faktor pendorong (reinforcing factors). Faktor-faktor predisposisi adalah Faktor-faktor-Faktor-faktor yang berupa pengetahuan, sikap,kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya. Faktor-faktor pendukung adalahfaktor-faktor yang berupa lingkungan fisik, ada atau tidak adanya fasilitas atausarana-sarana kesehatan, dan sebagainya. Faktor-faktor pendorong adalah faktorfaktoryang berupa sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas-petugas yanglain yang dapat mendorong terjadinya perilaku kesehatan. Hubungan antaraperilaku dan faktor-faktor tersebut dapat digambar dalam bentuk model sebagaiberikut.


(4)

Catatan :

B = perilaku

PF = Faktor predisposisi (predisposing factor)

EF = Faktor pendukung (enabling factor)

RF = Faktor pendorong (reinforcing factor)

f = fungsi

Dari model tersebut dapat diketahui bahwa perilaku manusia itu merupakan fungsidari faktor-faktor predisposisi, faktor-faktor pendukung, dan faktor-faktor pendorong. Perilaku seseorang atau masyarakat dalam kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi seseorang atau masyarakat yang

bersangkutan. Selain itu, ketersediaan fasilitas, serta sikap dan perilaku petugas kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku seseorang atau masyarakat.

Dalam pembentukan perilaku manusia, pendidikan merupakan faktor yang sangat penting. Pendidikan dalam arti formal sebenarnya adalah prosespenyampaian bahan atau materi pendidikan kepada sasaran pendidikan agar tercapaiperubahan perilaku. Pendidikan pada hakikatnya merupakan intervensi factorperilaku agar


(5)

perilaku seseorang, kelompok atau masyarakat berubah sesuai dengannilai-nilai yang diharapkan. Karena itu pendidikan sebagai faktor usaha intervensiperilaku harus diarahkan kepada ketiga faktor penentu perilaku, baik factorpredisposisi, faktor pendukung, maupun faktor penguat.

Para pembuat makanan jajanan tradisional pada umumnya memiliki pendidikanrendah. Karena pendidikannya yang rendah ini maka pengetahuannya tentangkaidah-kaidah penggunaan BTP jugarendah. Sebagai akibatnya sikap dan perilaku yang ditunjukkannya juga tidak sesuaidengan nilai-nilai yang diharapkan. Seperti dapat diketahui bahwa meskipun telah ada peraturan yang melarangnya, penggunaan BTP yang berbahaya masih banyak dilakukandalam pembuatan makanan, terutama makanan jajanan. Pemakaian bahan bahantersebut dalam pembuatan makanan tidak makin berkurang tetapi makin bertambah.


(6)

2.5. Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian dan landasan teori yang dikemukakan diatas, maka kerangka konsep penelitian ini dapat digambarkan seperti berikut :

Varibel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan Kerangka konsep tersebut diatas, dapat dijelaskan sebagai berikut: Karakteristik (Umur, Pendidikan dan Pendapatan Keluarga) serta sumber informasi meliputi (media cetak, media elektronik), Akan mempengaruhi perilaku, sikap dan tindakan terhadap penggunaan Bahan Tambahan Pangan ( BTP)

Sumber Informasi : •Media cetak •Media elektronik KARAKTERISTIK

• Umur • Pendidikan • Pendapatan

K l

Tindakan dalam Penggunaan

(BTP) Pengetahuan Sikap


Dokumen yang terkait

Gambaran Perilaku Pedagang Jajanan Makanan dan Minuman terhadap Penggunaan bahan tambahan pangan ( BTP) di Pusat Jajanan Pajak USU Padang bulan Medan Tahun 2012

5 103 83

Analisis Kandungan Zat Pewarna Sintetis Pada Makanan dan Minuman Jajanan di SDN Kelurahan Ciputat Kecamatan Ciputat Kota Tangsel Tahun 2014

0 13 94

Kandungan Zat Pewarna Sintetis Pada Makanan dan Minuman Jajanan di SDN I-X Kelurahan Ciputat Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2014

2 18 94

Pengetahuan, sikap, dan praktek gizi Sekolah Menengah Pertama terhadap Penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP) pada makanan jajanan

0 6 70

Pengetahuan, sikap, dan praktek gizi Sekolah Menengah Pertama terhadap Penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP) pada makanan jajanan

3 10 129

Gambaran Perilaku Pedagang Jajanan Makanan dan Minuman terhadap Penggunaan bahan tambahan pangan ( BTP) di Pusat Jajanan Pajak USU Padang bulan Medan Tahun 2012

0 0 12

Gambaran Perilaku Pedagang Jajanan Makanan dan Minuman terhadap Penggunaan bahan tambahan pangan ( BTP) di Pusat Jajanan Pajak USU Padang bulan Medan Tahun 2012

0 0 2

Gambaran Perilaku Pedagang Jajanan Makanan dan Minuman terhadap Penggunaan bahan tambahan pangan ( BTP) di Pusat Jajanan Pajak USU Padang bulan Medan Tahun 2012

0 0 7

Gambaran Perilaku Pedagang Jajanan Makanan dan Minuman terhadap Penggunaan bahan tambahan pangan ( BTP) di Pusat Jajanan Pajak USU Padang bulan Medan Tahun 2012

0 0 2

10 H2 O) PADA ROTI TAWAR YANG BERMEREK DAN TIDAK BERMEREK YANG DIJUAL DI KELURAHAN PADANG BULAN KOTA MEDAN TAHUN 2012 Imee Syorayah Pane

0 0 8