Tinjauan Atas Prosedur Penagihan Tunggakan Pajak Bumi Dan Bangunan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cicadas

(1)

1

1.1

Latar Belakang Kerja Praktek

Sumber-sumber penerimaan negara diantaranya bersumber dari pajak, pajak merupakan sumber dana yang berpenggaruh besar terhadap pembangunan dan perkembangan suatu negara. Wajib pajak atau perusahaan yang kena pajak merupakan pilar penting dalam penerimaan negara yang berasal dari pajak. Kepatuhan wajib pajak merupakan masalah penting, wajib pajak ataupun badan perusahaan kena pajak yang tidak patuh akan melakukan tindakan penghindaran pajak, itu akan merugikan negara yang menyebabkan penerimaan negara berkurang.

Direktorat Jenderal Pajak sebagai salah satu instansi pemerintah yang secara struktural berada di bawah Departemen Keuangan. Dengan visi menjadi model pelayanan masyarakat yang menyelenggarakan sistem dan manajemen perpajakan kelas dunia yang dipercaya dan dibanggakan masyarakat, Direktorat Jenderal Pajak menetapkan salah satu misinya, yaitu misi fiskal, adalah untuk menghimpun penerimaan dalam negeri dari sektor pajak yang mampu menunjang kemandirian pembiayaan pemerintah berdasarkan undang-undang perpajakan dengan tingkat efektifitas dan efisiensi yang tinggi. Pemerintah sekarang menetapkan


(2)

undang-undang perpajakan saat ini yang berlaku di indonesia menganut self assestment system, dimana wajib pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung, menyetorkan, dan melaporkan kewajiban pajaknya. Aparat perpajakan dalam hal ini hanya melakukan pembiayaan dan pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak. Self assestment system akan berjalan dengan baik jika wajib pajak atau badan perusahaan kena pajak taat dalam pembayaran pajaknya.

Pembaharuan sistem perpajakan nasional ini diharapkan dapat mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor pajak. Namun dalam pelaksanaannya, masih banyak Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajibannya dengan baik sehingga timbul tunggakan pajak. Tunggakan pajak yang semakin meningkat dari tahun ke tahun mengharuskan aparat perpajakan (fiskus) untuk melakukan penagihan pajak. Akan tetapi, penagihan pajak masih belum efektif tanpa adanya peraturan yang bersifat memaksa. Penagihan merupakan upaya terakhir Direktorat Jenderal Pajak dalam mengamankan penerimaan negara dari sektor pajak. Segala bentuk penagihan merupakan tugas dari dari aparat perpajakan (fiskus) khususnya di bagian seksi penagihan. Oleh karena itu seksi penagihan merupakan ujung tombak sekaligus benteng terakhir dalam meningkatkan peneriman negara.

Sebelum Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa terbit, selama ini penagihan pajak dilakukan berdasarkan Undang–undang Nomor 19 Tahun 1959 tentang Penagihan Pajak Negara. Undang– undang Nomor 19 Tahun 1959 ini dinilai sudah tidak dapat menunjang sepenuhnya


(3)

pelaksanaan penagihan pajak serta mengingat perlu adanya peraturan perundangan yang dapat mengatasi permasalahan mengenai tunggakan pajak, maka ditetapkan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

Masih seringnya dijumpai adanya tunggakan pajak sebagai akibat tidak dilunasinya hutang pajak sehingga memerlukan tindakan penagihan yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa, merupakan pertimbangan khusus tentang keluarnya Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Dengan kata lain, Undang– Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa diharapkan dapat mengatasi semua permasalahan yang ada dalam hal penagihan pajak, khususnya masalah penunggakan hutang pajak oleh wajib pajak.

Pelunasan hutang pajak oleh Wajib Pajak merupakan salah satu tujuan dari pemberlakuan Undang–undang Nomor 19 Tahun 2000 ini. Untuk menambah ketajaman upaya penagihan pajak, dalam keadaan tertentu, terhadap Wajib Pajak dapat dikenakan penagihan pajak dengan surat paksa yang nantinya akan diikuti penyitaan, pelelangan dan bahkan penyanderaan.

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas maka penulis tertarik untuk mengambil judul yang berhubungan dengan penagihan pajak yaitu “Tinjauan Atas Prosedur Penagihan Tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cicadas”


(4)

1.2 Tujuan Kerja Peraktek

Maksud dari kerja praktek yang dilakukan penulis adalah untuk mempelajari Prosedur Penagihan Tunggakan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Cicadas Bandung.

Tujuan dari kerja praktek yang dilakukan penulis pada Kantor Pelayanan Pajak Cicadas Bandung. adalah sebagia berikut:

1. Untuk mengetahui Prosedur Penagihan Tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cicadas.

2. Untuk mengetahui hambatan dalam Prosedur Penagihan Tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cicadas.

3. Untuk mengetahui alternatif pemecahan masalah untuk mengatasi hambatan dalam Prosedur Penagihan Tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cicadas.

1.3 Kegunaan Kerja Praktek

Kegunaan dari kerja praktek ini diharapkan dapat memberikan masukan pada:

1. Bagi Penulis untuk meningkatkan kemampuan profesional penulis dalam bidang Prosedur Penagihan Tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cicadas.


(5)

2. Bagi Perusahaan dapat berpartisipasi di dunia pendidikan dengan menerima dan memberikan bimbingan bagi mahasiswa yang melakukan kerja praktek serta dijadikan bahan masukan dari penulis untuk kemajuan perusahaan.

3. Bagi Akademik diharapakn dapat menjadi pemngetahuan yang bermanfaat dan lebih memahami tentang prosedur penagihan tunggakan pajak.

1.4 Metode Kerja Peraktek

Metode penyusunan Laporan Kerja Praktek yang digunakan oleh penulis adalah secara deskriptif naratif yaitu penelitian yang dilakukan dengan menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematik sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami dan disimpulkan.

Adapun Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis selama kegiatan Kerja Praktek adalah dengan menggunakan :

1. Studi Lapangan (Field Research) yaitu melakukan kerja praktek secara langsung agar permasalahan yang akan dibahas dapat diuraikan secara menyeluruh sesuai dengan keadaan di lapangan. Studi lapangan dilaksanakan dengan :

a. Observasi

Yaitu mengadakan pengamatan langsung di lapangan yang menjadi objek kerja praktek.


(6)

Yaitu teknik pengumpulan data dengan cara Tanya jawab secara langsung dengan pejabat yang berhubungan dengan objek kerja praktek.

2. Studi Kepustakaan (Library Research) yaitu teknik dimana dalam pengumpulan data yang diperlukan dengan mempelajari buku-buku ,literature yang berkaitan dengan pokok pembahasan sebagai dasar ilmu pengetahuan serta pedoman dalam penyusunan laporan ini.

1.5 Lokasi dan Waktu Pelaksanaan

Penulis melakukan Kerja Praktek di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cicadas Jl. Soekarno Hatta No. 781 Bandung

Adapun pelaksanaan Kerja Praktek dimulai pada tanggal 2 Juli 2010 sampai dengan 13 Agustus 2010.Jam kerja selama penulis melakukan Kerja Praktek adalah sebagai berikut :

1. Hari Senin-Jum’at pukul 08.00-16.00,istirahat pukul 12.00-13.00 2. Hari Sabtu dan minggu libur


(7)

Tabel 1.1 Estimasi Kegiatan

No.

Bulan Juli Agustus September Oktober November Desember

Kegiatan / minggu ke- 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Memperoleh surat ijin

Kerja Praktek dari kampus 2

mencari tempat untuk melaksanakan Kerja Praktek

3

Mengajukan surat

permohonan Kerja Praktek ke perusahaan

4 Menentukan tempat Kerja Praktek

5 Meminta surat pengantar kepada perusahaan 6 Melaksanakan Kerja

Paktek di perusahaan 7

Pengambilan dan pengumpulan data dari perusahaan

8 Menyiapkan laporan Kerja Praktek

9 Bimbingan di perusahaan 10 Penyusunan laporan Kerja

Praktek

11 Bimbingan di kampus 12 Penyempurnaan laporan

Kerja Praktek

13 Penggandaan laporan Kerja Praktek


(8)

8

2.1 Sejarah KPP Pratama Bandung Cicadas

Sejarah pajak mula-mula berasal dari Negara Perancis pada zaman pemerintahan Napoleon Bonaparte, yang pada zamannya beliau terkenal dengan nama “Cope Napoleon”. Pada masa itu Negara Belanda dijajah oleh Negara Perancis. Sistem pajak yang diterapkan Perancis kepada Belanda diterapkan pula oleh Belanda kepada Indonesia pada saat Belanda menjajah Indonesia, yang ada saat itu dikenal dengan “Oor Logs-Overgangs Blasting” (Pajak Penghasilan). Konsep pajak itu

kemudian dibuat pada tahun 1942 di Australia saat Indonesia masih diduduki tentara Jepang.

Maksud dari peralihan mengenai pajak ini merupakan suatu peraturan yang dibuat untuk mempersiapkan bilamana dikemudian hari penjajah Jepang ditarik kembali dari Indonesia.

Pemungutan pajak ini oleh pemerintah Belanda dilaksanakan oleh sutu badan yaitu “ Deinspetie van Vinancian”, yang kemudian diganti nama menjadi “Zeinenbu

oleh pemerintah Jepang pada tanggal 15 Maret 1942. Lima bulan kemudian, 15 Agustus 1942, nama tersebut diganti menjadi “Kantor Inspeksi Keuangan” dan berkantor di Gedung Concordia (sekarang Gedung Merdeka) di Jalan Asia Afrika.

Pada tanggal 21 Agustus 1947 bersamaan dengan Agresi Militer Berlanda 1, Kantor Inspeksi Keuangan Bandung di pindahkan ke Bandung Selatan di Kabupaten


(9)

Soreang, bersama-sama dengan Tentara Keamanan Rakyat berevakuasi. Setelah Agresi Militer Belanda II menyerang lagi pada tanggal 19 Desember 1948, Kantor Inspeksi Keuangan Bandung dipindahkan ke Tasikmalaya. Bersamaan dengan kejadian tersebut, kekuasaan Republik Indonesia terpecah menjadi dua, yaitu:

1. Kelompok yang bekerja dengan Belanda dan menolak pindah ke Tasikmalaya. Kelompok ini disebut menganut system “cooperative” (Inspeksi Keuangan Bandung).

2. Kelompok yang menganut non-cooperative, yang mana kelompok ini pindah ke Tasikmalaya dan tidak bekerjasama dengan Belanda.

Setelah berakhirnya Agresi Militer Belanda II, Kantor Inspeksi Keuangan Bandung yang berada di Tasikmalaya dibubarkan dan kedudukannya dikembalikan di Bandung pada tanggal 17 Desember 1947. Kantor Inspeksi Keuangan Bandung pada saat itu diserah terimakan oleh Menteri yang pertama, Mr. Safrudin Prawiwanegara, dan kemudian Menteri Negara ini menunjuk Bapak Sahid Koesoemosarminto sebagai Kepala Kantor Inspeksi Keuangan Bandung yang pertama, periode 1947-1950, berkantor di km “0” (Groofpostweg), saat ini di Jalan Asia Afrika Nomor 114, Bandung.

Sejak tahun 1968, Kantor Inspeksi Keuangan Bandung berganti nama menjadi Kantor Inspeksi Pajak Bandung. Pada tanggal 1 Agustus 1980, Kantor Inspeksi Pajak Bandung dibagi menjadi dua bagian, yaitu:


(10)

1. Inspeksi Pajak Bandung Barat yang meliputi: Kota Praja Bandung sebelah Barat berbatasan dengan Inspeksi Pajak sebelah Timur, Kabupaten Bandung, dan Kota Administatif Cimahi dan berkantor di Jl. Soekarno Hatta.

2. Inspeksi Pajak Timur, meliputi: Bandung sebelah Timur yang terbelah oleh Jl.Moch.Toha, Jl.Otto Iskandardinata, Jl. Cicendo, Jl. Cihampelas bagian Selatan, Jl. Pasteur bagian Timur, Jl. Cipaganti, dan Jl. Setiabudi yang berkantor di Jl. Asia Afrika No. 114 Bandung (termasuk Kabupaten Sumedang).

Organisasi Direktorat Jenderal Pajak pada mulanya merupakan perpaduan dari beberapa unit organisasi yaitu :

1. Jawatan Pajak yang bertugas melaksanakan pemungutan pajak berdasarkan perundang-undangan dan melakukan tugas pemeriksaan kas Bendaharawan Pemerintah;

2. Jawatan Lelang yang bertugas melakukan pelelangan terhadap barang-barang sitaan guna pelunasan piutang pajak Negara;

3. Jawatan Akuntan Pajak yang bertugas membantu Jawatan Pajak untuk melaksanakan pemeriksaan pajak terhadap pembukuan Wajib Pajak Badan; dan

4. Jawatan Pajak Hasil Bumi (Direktorat Iuran Pembangunan Daerah pada Ditjen Moneter) yang bertugas melakukan pungutan pajak hasil bumi dan pajak atas tanah yang pada tahun 1963 dirubah menjadi Direktorat Pajak Hasil Bumi dan kemudian pada tahun 1965 berubah lagi menjadi Direktorat


(11)

Iuran Pembangunan Daerah (IPEDA). Dengan keputusan Presiden RI No. 12 tahun 1976 tanggal 27 Maret 1976, Direktorat Ipeda diserahkan dari Direktorat Jenderal Moneter kepada Direktorat Jenderal Pajak. Pada tanggal 27 Desember 1985 melalui Undang-undang RI No. 12 tahun 1985 Direktorat IPEDA berganti nama menjadi Direktorat Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Demikian juga unit kantor di daerah yang semula bernama Inspeksi Ipeda diganti menjadi Inspeksi Pajak Bumi dan Bangunan, dan Kantor Dinas Luar Ipeda diganti menjadi Kantor Dinas Luar PBB.

Untuk mengkoordinasikan pelaksanaan tugas di daerah, dibentuk beberapa kantor Inspektorat Daerah Pajak (ItDa) yaitu di Jakarta dan beberapa daerah seperti di Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Indonesia Timur. Inspektorat Daerah ini kemudian menjadi Kanwil Ditjen Pajak (Kantor Wilayah) seperti yang ada sekarang ini.

Berdasarkan keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia tanggal 23 Maret 1988 Nomor Kep-276/KMK.01/1988, struktur organisasi dan tata kerja Direktorat Jenderal pajak dirombak dan berubah nama menjadi Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Dengan demikian pesatnya perkembangan wilayah, maka dipandang perlu adanya pembagian wilayah kerja agar dapat dimaksimalkan penerimaan Negara dari sektor pajak.

Pada bulan April 2002, Kantor Pelayanan Pajak di wilayah Bandung telah menjadi enam KPP yakni :


(12)

2. KPP Bandung Karees, Jalan Kiaracondong No.372 3. KPP Bandung Cimahi, Jalan Raya Barat NO.574 4. KPP Bandung Cibeunying, Jalan Punawarman No.21 5. KPP Bandung Cicadas, Jalan Soekarno Hatta No.781 6. KPP Bandung Tegalega, Jalan Soekarno Hatta No. 216

Pada bulan Maret 2006, Kantor Wilayah Dirjen Pajak Jawa Bagian Barat II membawahi Sembilan KPP meliputi lima KPP, yaitu terdiri dari :

1. KPP Bandung Bojonegara, Jalan Asia Afrika No.114 2. KPP Bandung Karees, Jalan Kiaracondong No.372 3. KPP Bandung Cibeunying, Jalan Punawarman No.21 4. KPP Bandung Cicadas, Jalan Soekarno Hatta No.781 5. KPP Bandung Tegalega, Jalan Soekarno Hatta No. 216 Dan empat KPP lainnya yaitu terdiri dari :

1. KPP Cimahi 2. KPP Tasikmalaya 3. KPP Sukabumi 4. KPP Cianjur

Pada dasarnya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cicadas adalah unsur pelaksana Direktorat Jenderal Pajak yang bertugas untuk melaksanakan kegiatan operasional pelayanan perpajakan.


(13)

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 443/KMK.01/2001 tanggal 23 Juli, tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak. Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, Kantor Pemeriksa dan Penyidikan Pajak serta Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan, memutuskan bahwa Kantor Pelayanan Pajak Bandung Cibeunying dan wilayah Ujung Berung dipecah menjadi dua Kantor Pelayanan Pajak, yaitu Kantor Pelayanan Pajak Bandung Cibeunying sebagai Kantor Pelayanan Pajak lama dan Kantor Pelayanan Pajak Bandung Cicadas sebagai Kantor Pelayanan Pajak baru dengan wilayah kerja meliputi : Kecamatan Cibiru, Arcamanik, Cicadas, Ujung Berung dan Cimenyan. Sebelumnya Kecamatan Cimenyan masuk wilayah kerja Kantor Pelayanan pajak Cimahi.

Kantor Pelayanan Pajak Bandung Cicadas menempati sebuah gedung baru berlantai empat, yang semula diperuntukan untuk Kanwil IX DJP Jawa bagian Barat II sejak tahun 2002. Sebagai Kantor Pelayanan Pajak baru, kepala kantornya dilantik pada tanggal 24 Februari 2002, sedangkan kasi (kepala seksi), Kasubag Umum, serta Kepala KP4 dilantik pada bulan April 2002 dan untuk sementara sambil melakukan pembenahan gedung baru tersebut Kantor Pelayanan Pajak Bandung Cicada s berkantor di aula Kantor Pelayanan Pajak Bandung Cibeunying.

Karena gedung baru tersebut belum ada Lay-Out dan partisi, maka didesain sendiri bekerjasama dengan para Kasi, khusunya Ibu Kasubag Umum dengan konsep mengutamakan dan memudahkan pelayanan, kenyamanan, keamanan, keterpaduan antar seksi dan keterbukaan. Keterbukaan itu diwujudkan dengan membuat partisi


(14)

antar seksi yang tingginya hanya 120 cm, sehingga saling kontrol antara satu seksi dengan seksi yang lainnya. Begitu juga dengan Tempat Pelayanan Terpadu (TPT), didesain sedemikian rupa dengan mencontoh Counter bank dan hotel. Untuk pengamanan terhadap peralatan komputer yang ada di tempat pelayanan terpadu, maka monitor komputer di TPT ditanam di dalam meja, ruang tempat pelayanan terpadu juga dilengkapi dengan meja serba-serbi untuk Wajib Pajak (WP), meja pelayanan (customer service) dan penyediaan space bank untuk masa yang akan datang.

Untuk mempersiapkan satu Kantor Pelayanan Pajak masa depan, ruang kepala kantor dilengkapi dengan ruang khusus ibadah, istirahat, yang didalamnya tersedia dapur kering, lemari pakaian dan sebagainya. Hal ini adalah salah satu cara mengantisipasi apabila adanya Kepala Kantor yang baru pindah. Sistem pelayanan di TPT dilakukan sebagaimana di Bank Swasta, tanpa istirahat. Untuk memantau keadaan di Tempat Pelayanan Pajak dipasang TV monitor yang berhubungan langsung dengan ruang kepala kantor.

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cicadas mempunyai tugas melaksanakan pelayanan, pengawasan administrasi dan pemeriksaan sederhana terhadap Wajib Pajak dibidang Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan Pajak Tidak Langsung Lainnya (PTLL) dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


(15)

Kemudian pada tahun 2002 Direktorat Jenderal Pajak melakukan modernisasi administrasi perpajakan. Langkah ini sebagai upaya menerapkan good corporate governance dan pelayanan prima dalam pengelolaan pajak. Untuk implementasinya, maka sebagai pilot project dibentuk Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar (Large Taxpayers Office, LTO) yang dilayani adalah Wajib Pajak badan dalam kategori besar pada skala nasional dengan jumlah yang terbatas. Dengan berjalannya konsep modernisasi dan pelayanan perpajakan yang dilaksanakan oleh Wajib Pajak Besar, maka dilanjutkan pembentukan Kantor Pelayanan Pajak Madya (Medium Taxpayers Office, MTO) yang dilayani adalah Wajib Pajak badan dalam kategori besar dan skala regional (kanwil) dan jumlahnya terbatas. Selanjutnya dibentuklah Kantor Pelayanan Pajak Pratama (Small Taxpayers Office, STO) yakni Kantor Pelayanan Pajak yang selama ini telah ada dan dikembangkan dengan menerapkan prinsip modernisasi administrasi perpajakan, yang dilayani adalah Wajib Pajak diluar yang telah terdaftar pada Kantor Pelayanan Wajib Pajak Besar dan Kantor Pelayanan Pajak Madya.

Untuk Kantor Pelayanan Pajak Pratama pertama kali dibentuk melalui keputusan Menteri Keuangan No. 254/KMK.01/2004 di lingkungan Kanwil DJP Jakarta I (kini Jakarta Pusat). Kemudian dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 55/PMK.01/2007 ditetapkan Kantor Pelayanan Pajak Pratama di lingkungan Kantor Wilayah DJP yang ada di pulau Jawa dan Bali secara bertahap saat mulai beroperasi sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, dan pada tanggal 28 Agustus 2007


(16)

Kantor Pelayanan Pajak Bandung Cicadas berubah nama menjadi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cicadas.

Wajib Pajak dikelola oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cicadas adalah Wajib Pajak menengah kebawah, yakni jenis badan yang telah dikelola di Kantor Pelayanan Wajib Pajak Besar dan Kantor Pelayanan Pajak Madya serta orang pribadi. Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cicadas ada kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak, sehingga jumlah Wajib Pajaknya dapat selalu bertambah seirama dengan pertambahan orang pribadi yang memperoleh penghasilan diatas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) atau melakukan kegiatan usaha di wilayah kerjanya. Dengan demikian jenis Wajib Pajak yang dikelola terdiri atas orang pribadi, badan, maupun sebagai pemotong atau pemungut pajak (seperti bendaharawan, instasi pemerintah). Jenis pajak yang dikelola adalah semua jenis pajak, yakni Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Pertambahan Nilai atas Barang Mewah (PPnBM), Bea Materai, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan BPHTB.

2.2 Visi dan Misi Direktorat Jenderal Pajak 2.2.1 Visi

Menjadi model pelayanan masyarakat yang menyelenggarakan sistem dan manajemen perpajakan kelas dunia, yang dipercaya dan dibanggakan masyarakat.

2.2.2 Misi

1. Politik


(17)

2. Kelembagaan

Senantiasa memperbaharui diri, selaras dengan aspirasi masyarakat dan teknokrasi perpajakan serta administrasi perpajakan mutakhir.

3. Fiskal

Senantiasa memperbaharui diri, selaras dengan aspirasi masyarakat dan teknokrasi perpajakan serta administrasi perpajakan mutakhir.

4. Ekonomi

Mendukung kebijaksanaan pemerintah dalam mengatasi permasalahan ekonomi bangsa dengan kebijaksanaan yang minimizing distortion.

2.3 Struktur Organisasi Kantor Pelayananan Pajak Pratama Bandung Cicadas

Pengertian organisasi secara luas merupakan penentuan pengelompokan serta pengaturan dari berbagai aktivitas untuk mencapai tujuan. Organisasi harus dapat menampung dan mengatasi aktivitas perusahaan. Pada perusahaan yang besar dimana aktivitas dan tujuan semakin kompleks, maka tujuan tersebut dibagi ke unit yang terkecil atau sub organisasi.

Struktur organisasi merupakan hal yang penting dalam perusahaan, yang menggambarkan hubungan wewenang antara atasan dengan bawahan. Masing-masing fungsi memiliki wewenang dan tanggung jawab yang melekat sesuai dengan ruang lingkup pekerjaannya agar tujuan dan sasaran dapat tercapai melalui efisiensi dan efektivitas kerja.


(18)

Dengan demikian struktur organisasi dapat mencerminkan tanggung jawab dan wewenang yang jelas dan didukung oleh urusan yang baik, sehingga dapat menunjang tercapainya tujuan perusahaan.

Struktur organisasi Kantor Pelayanan Pajak telah mengalami beberapa kali perubahan terakhir dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor. 433/KMK.01/2001 tanggal 23 Juli 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak, Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak dan Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan. Kemudian sejalan dengan karakteristik wajib pajak yang dikelola, organisasinya diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 587/KMK.01/2003, selanjutnya diubah lagi dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 254/KMK.01/2004 dan No. 132/KMK.01/2006. Setelah adanya perubahan peraturan ini, struktur organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cicadas menjadi semakin mudah dimengerti, paradigma organisasi berdasarkan fungsi berbeda dengan sebelumnya yang berdasarkan jenis pajak, merupakan penggabungan dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPPBB), dan Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak (Karipka). Adapun struktur organisasi untuk Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cicadas sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan tersebut sebagai berikut :

1. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama 2. Sub Bagian Umum


(19)

3. Seksi Ekstensifikasi

4. Seksi Pengolahan Data dan Informasi 5. Seksi Pelayanan

6. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I, II, III, IV 7. Seksi Pemeriksaan

8. Seksi Penagihan

9. Kelompok Jabatan Fungsional

Gambar 2.1

Gambaran Struktur Organisasi KPP Pratama Bandung Cicadas

KEPALA KANTOR

Seksi Ekstensifikasi

Perpajakan

Seksi Pelayanan Seksi Pengawasan *)

Dan Konsultasi Seksi Penagihan Seksi Pemeriksaan Kelompok Jabatan Fungsional Subbagian Umum

*) Ada 4 (empat) Seksi Pengawasan Dan Konsultasi Kantor Pelayanan Pajak Kantor Pemeriksaan dan

Penyidikan Pajak

Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan KPP PRATAMA

Seksi Pengolahan Data dan Informasi


(20)

2.4 Tugas dan Tanggung Jawab

1. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut :

a. Melakukan penyuluhan (membina karyawannya yang ada di wilayah wewenang kekuasaannya),

b. Melakukan peningkatan pelayanan,

c. Melakukan pengawasan (pemeriksaan dan penagihan), termasuk mengawasi jalannya kegiatan operasional perpajakan, yaitu :

(1) Pajak Penghasilan (PPh),

(2) Pajak Pertambahan Nilai (PPN),

(3) Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), (4) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB),

(5) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan (6) Pajak Tidak Langsung Lainnya (PTLL)

d. Menerima laporan kerja dari setiap seksi dan membuat kegiatan operasional Kantor Pelayanan Pajak Wilayah Jawa Barat.

2. Sub Bagian Umum

Memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut : a. Melakukan urusan kepegawaian;

b. Melakukan urusan keuangan; c. Melakukan urusan tata usaha; d. Rumah tangga dan perlengkapan.


(21)

3. Seksi Ekstensifikasi

Memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut :

a. Pelaksanaan dan penatausahaan pengamatan potensi perpajakan, b. Pendataan objek dan subjek pajak,

c. Penilaian objek pajak

d. Kegiatan ekstensifikasi perpajakan. 4. Seksi Pengolahan Data dan Informasi

Memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut : a. Pengumpulan dan pengolahan data,

b. Penyajian informasi perpajakan, c. Perekaman dokumen perpajakan,

d. Urusan tata usaha penerimaan perpajakan,

e. Pengalokasian dan penatausahaan bagi hasil PBB dan BPHTB, f. Pelayanan dukungan teknis komputer,

g. Pemantauan aplikasi e-SPT dan e-filling, h. Penyiapan laporan kinerja.

5. Seksi Pelayanan

Memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut :

a. Memberikan pelayanan terhadap Wajib Pajak dengan melakukan penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan,

b. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan,


(22)

d. Penyuluhan perpajakan,

e. Pelaksanaan registrasi Wajib Pajak, f. Kerjasama perpajakan.

6. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I, II, III, IV Memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut :

a. Melakukan pengawasan kepatuhan perpajakan Wajib Pajak, melalui pemanfaatan datan dan Sistem Administrasi Perpajakan Terpadu (SAPT) atau Sistem Informasi DJP (SIDJP),

b. Bimbingan atau himbauan kepada Wajib Pajak, c. Konsultasi teknis perpajakan kepada Wajib Pajak d. Analisis kinerja Wajib Pajak, serta

e. Rekonsiliasi data Wajib Pajak dalam rangka intensifikasi,

f. Memonitor penyelesaian pemeriksaan pajak dan proses keberatan, g. Melakukan evaluasi hasil banding berdasarkan ketentuan yang berlaku, h. Membantu Wajib Pajak dalam memperoleh penegasan dan konfirmasi

masalah perpajakan,

i. Melakukan pemutakhiran data Wajib Pajak dalam membuat company profile, dan

j. Menyelesaikan permohonan surat keterangan yang diperlukan Wajib Pajak

7. Seksi Pemeriksaan


(23)

a. Penyusunan rencana pemeriksaan,

b. Pengawasan aturan pelaksanaan pemeriksaan,

c. Penerbitan dan penyaluran SP3 (Surat Perintah Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak),

d. Administrasi perpajakan lainnya. 8. Seksi Penagihan

Memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut : a. Pelaksanaan dan penatausahaan secara aktif, b. Piutang pajak,

c. Penundaan angsuran tunggakan pajak,

d. Mempersiapkan teguran dan melakukan penagihan dengan surat paksa 9. Kelompok Jabatan Fungsional

Terdiri dari :

a. Penjabat Fungsional Pemeriksa : Mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berkoordinasi dengan seksi pemeriksaan. b. Pejabat Fungsional Penilai : Mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai

dengan jabatan masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berkoordinasi dengan seksi ekstensifikasi.


(24)

2.5 Aspek Kegiatan KPP Pratama Bandung Cicadas

Tujuan dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cicadas memberikan pelayanan publik dengan baik kepada Wajib Pajak dengan memenuhi semua kebutuhan Wajib Pajak dalam melakukan pemenuhan kewajiban perpajakannya. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan prosedurnya dan tata kerja organisasi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cicadas, yang terdiri dari aspek -aspek kegiatan antara lain :

1. Pelayanan terhadap Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan melalui prosedur yang mudah dan sistematis

2. Melakukan kegiatan operasional perpajakan di bidang pengolahan data informasi, tata usaha perpajakan, pelayanan, penagihan, pengawasan dan konsultasi dan pemeriksaan kepada Wajib Pajak.

3. Kegiatan pengawasan dan verifikasi atas pajak penghasilan maupun pajak pertambahan nilai dan penerapan sanksi administrasi perpajakan dengan mencari, mengumpulkan, mengolah data dan/atau keterangan lain dalam rangka pengawasan pemenuhan kewajiban perpajakan. Juga melakukan kegiatan penatausahaan dan lampirannya termasuk kebenaran penulisan dan perhitungan yang bersifat formal, pemantauan dan penyusunan laporan pembayaran massa PPh, PPN, PBB, BPHTB dan Pajak tidak langsung lainnya.


(25)

4. Mengadakan kegiatan penyuluhan pajak kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan kesadaran dan kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan dan memenuhi kewajiban perpajakannya.


(26)

26

3.1 Bidang Pelaksanaan Kerja Praktek

Bidang pelaksanaan kerja praktek ini penulis ditempatkan di seksi pelayanan KPP Pratama Bandung Cicadas. Dalam pelaksanaan kerja praktek ini penulis melakukan berbagai kegiatan yang berhubungan dengan pelayanan pajak, terutama tentang penagihan pajak sesuai dengan pengarahan dan bimbingan yang telah diberikan oleh pihak yang bersangkutan.

3.1.1 Pengertian Pajak

Pajak adalah iuran wajib yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat (wajib pajak) untuk menutupi pengeluaran rutin negara dan biaya pembangunan tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung. Terdapat bermacam-macam definisi pajak yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya adalah:

Menurut P. J. A. Adriani pengertian Pajak yaitu:

“Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (Undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan” (2003).


(27)

Menurut Siti Kurnia Rahayu Pengertian Pajak merupakan:

“kewajiban rakyat sebagai warga Negara yang baik, tetapi tidak sedikit yang menyetujui bahwa pajak merupakan beban berat yang harus dipikul rakyat suatu Negara. Karena merupakan beban dan pengorbanan yang dipaksakan, yang tentunya tidak memperoleh balas jasa secara langsung maka keberadaan pajak menimbulkan pro dan kontra.”(2009)

3.1.2 Pengertian Prosedur

Prosedur merupakan rangkaian langkah-langkah yang dilaksanakan untuk menyelesaikan kegiatan atau aktivitas, sehingga dapat tercapainya tujuan yang diharapkan secara efektif dan efisien, selain itu prosedur juga dapat memudahkan pekerja dalam menyelesaikan suatu masalah secara terperinci sesuai dengan jangka waktu yang sudah ditentukan sebelumnya.

Menurut Ardiyose dalam bukunya “ Kamus Besar Akuntansi” menyatakan bahwa: “Prosedur adalah suatu bagian sistem yang merupakan rangkaian tindakan yang menyangkut beberapa orang dalam satu atau beberapa bagian yang ditetapkan untuk menjamin agar suatu kegiatan usaha atau transaksi dapat terjadi berulangkali dan dilaksanakan secara beragam”. (2004:734)

Menurut Inggrian liem (2008) dalam catatanya yang berjudul “ catatan kuliah

alogaritma dan informasi” , Prosedur adalah :

“Prosedur adalah sederetan intruksi yang diberi nama, dan akan menghasilkan efek netto yang terdefinisi”


(28)

Sedangkan definisi lain yang dikemukakan oleh Azhar Susanto (2008 : 264) dalam bukunya yang berjudul “Sistem Informasi Akuntansi”, mendefinisikan :

“Prosedur adalah rangkaian aktifitas atau kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang dengan cara yang sama.”

3.1.3 Penagihan Pajak

Penagihan pajak dapat dikelompokkan menjadi dua , yaitu penagihan aktif dan penagihan pasif. Penagihan pasif dilakukan melalui Surat Tagihan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak. Penagihan pajak aktif atau penagihan pajak dengan Surat Paksa dilakukan diatur dalam Undang-Undang No.19 tahun 1997 sebagaimana yang telah di ubah dengan Undang-Undang No.19 tahun 2000.

Penagihan pajak adalah serangkaian tidakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang-barang yang telah disita.

Penagihan Pajak Pasif

Penagihan pajak pasif dilakukan dengan menggunakan Surat Tagihan Pajak STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar, Surat Keputusan Keberatan yang


(29)

menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar, Surat Keputusan Banding yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar. Jika dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari tidak dilunasi, maka 7 (tujuh) hari setelah jatuh tempo akan diikuti dengan penagihan pajak secara aktif yang dimulai dengan menerbitkan surat teguran.

Penagihan Pajak Aktif

Penagihan pajak aktif merupakan kelanjutan dari penagihan pajak aktif, dimana dalam upaya penagihan ini Fiskus berperan aktif dalam arti tidak hanya mengirim surat tagihan atau surat ketetapan pajak, tetapi akan diikuti dengan tindakan sita dan dilanjutkan dengan pelaksanaan lelang.

Dasar Penagihan Pajak

Setiap kegiatan pasti mempunyai dasar mengapa kegiatan itu dilakukan. Demikian juga dalam kegiatan penagihan, tidak hanya dilakukan secara sembarangan oleh petugas pajak, tetapi pelaksanaan penagihan itu dilakukan dengan mengunakan dasar yang sesuai. Hal ini dimaksudkan agar pelaksanaan penagihan tersebut dapat berjalan lancar , dan yang mempunyai kekuatan dalam pelaksanaan penagihan terhadap wajib pajak. Dasar-dasar penagihan pajak menurut Undang-Undang No.19 Tahun 2000 adalah :

a. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) Surat Pemberitahuan Pajak Terutang adalah surat keputusan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan


(30)

Bangunan mengenai pajak terutang yang harus dilunasi dalam waktu 6 bulan sejak diterimanya SPPT.

b. Surat Ketetapan Pajak (SKP) Surat Ketetapan Pajak adalah surat keputusan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang memberitahukan besarnya pajak yang terutang termasuk denda administrasi sebesar 25% kepada wajib pajak dengan jangka waktu 1 bulan setelah diterimanya SKP.

c. Surat Tagihan Pajak (STP) Surat Tagihan pajak adalah surat keputusan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan untuk menagih pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar ditambah denda administrasi 2% per bulan.

Dari hasil kutipan yang ada diatas, maka dapat diartikan bahwa untuk memperoleh penagihan pajak yang maksimal maka petugas pajak harus melaksanakan penagihan dengan menggunakan dasar yang tepat sehingga tidak ada lagi wajib pajak yang terlambat dalam pembayaran pajak yaitu mulai dari penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP) yang oleh wajib pajak yang terutang sehingga wajib pajak mengetahui jumlah pajak yang harus dibayar, jumlah kredit pajak dan jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak yang menjadi tanggungan bagi wajib pajak dan apabila terjadi kesalahan, kekeliruan dalam pencatatan dapat dibetulkan sehingga wajib pajak dapat mengajukan banding apabila terjadi kesalahan, kekeliruan dalam


(31)

pencatatan, sehingga dapat dibetulkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Jadwal Tindakan Penagihan Pajak

Tindakan penagihan dilaksanakan apabila wajib pajak terlambat membayar atau tidak mau membayar kewajibannya. Maksud yang terkandung dari tindakan penagihan adalah untuk mengusahakan terpenuhunya suatu kewajiban yang sementara itu telah ada tanda-tanda bahwa kewajiban tersebut nampak tidak terpenuhi sesuai yang seharusnya, agar dapat terjamin pemasukan uang pajak tersebut dalam kas negara. Hal itu dilakukan tindakan penagihan.

Tahapan Penagihan Pajak

1. Surat Teguran

Apabila utang pajak yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, tidak dilunasi sampai melewati tujuh hari dari batas waktu jatuh tempo (satu bulan sejak tanggal diterbitkannya).

2. Surat Paksa

Surat paksa berkepala kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum


(32)

yang sama dengan grosse akte yaitu putusan pengadilan perdata yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Surat Paksa sekurang-kurangnnya harus memuat:

a. Nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak,

b. Dasar penagihan,

c. Besarnya utang pajak, dan

d. Perintah untuk membayar.

Surat paksa diterbitkan apabila:

a. Penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan, atau surat lain yang sejenis.

b. Terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan Penagihan Seketika dan Sekaligus, atau

c. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.


(33)

Pemberitahuan Surat Paksa

Surat Paksa diberitahukan oleh Juru Sita Pajak dengan pernyataan dan penyerahan salinan Surat Paksa kepada Penanggung Pajak. Pemberitahuan ini dituangkan dalam berita Acara yang sekurang-kurangnya memuat hari dan tanggal pemberitahuan Surat Paksa, nama Juru Sita Pajak, nama yang menerima, dan tempat pemberitahuan Surat Pajak.

Apabila utang pajak tidak melunasi setelah 21 (dua puluh satu) hari dan tanggal surat teguran, maka akan diterbitkan Surat Paksa yang disampaikan oleh Juru Sita Pajak Negara dengan dibebani biaya penagihan paksa sebesar Rp 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah, utang pajak harus dilunasi dalam waktu 2 x 24 jam.

3. Surat Sita

Penyitaan dilakukan berdasarkan Surat perintah melaksanakan penyitaan jika Penanggung pajak tidak melunasi utang pajak setelah lewat 2 x 24 jam setelah surat pajak diberitahukan. Dalam melaksanakan penyitaan, Juru Sita pajak harus:

a. Apabila dalam jangka waktu 2 x 24 jam setelah surat paksa diberitahukan, maka terhadap utang pajak yang tidak dilunasi oleh penanggung pajak, oleh pejabat diterbitkan surat perintah melaksanakan Penyitaan


(34)

b. Penyitaan dilaksanakan oleh Jurusita pajak dengan disaksikan oleh

sekurang-kurangnya 2 orang dewasa. Hasil pelaksanaan penyitaan olehnya dibuatkan Berita Acara yang ditandatangani oleh jurusit, penanggung pajak dan saksi.

c. Pengajuan keberatan oleh wajib pajak tidak mengakibatkan penundaan pelaksaaan penyitaan.

d. Penyitaan dapat dilaksanakan terhadap penanggung pajak yang berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan atau di tempat lain, termasuk yang penguasaannya berada di tangan pihak lain atau yang dibebani dengan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan uang tertentu seperti :

o Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai dan deposito berjangka, tabungan, saldo, rekening koran, giro atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, saham atau surat berharga lainnya, piutang dan penyertaan modal pada perusahaan

o Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan dan kapal dengan isi kotor tertentu.


(35)

4. Lelang

Dalam waktu 14 hari setelah tindakan penyitaan, utang pajak belum dilunasi, maka akan dilanjutkan dengan tindakan pelelangan melalui Kantor Lelang Negara. Dalam hal biaya penagihan paksa dan biaya pelaksanaan sita belum dibayar maka akan dibebankan bersama-sama 21 dengan iklan untuk pengumuman lelang dalam surat kabar dan biaya lelang pada saat pelelangan.

Dari uraian diatas dapat diartikan bahwa jadwal penagihan yang dilakukan terhadap wajib pajak yaitu dengan menerbitkan Surat Teguran seperti yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak yang disampaikan oleh juru sita pajak negara dan dapat dilakukan tindakan penyitaan atas barang-barang wajib pajak serta melakukan tindakan pelelangan apabila tidak melakukan kewajibannya melalui Kantor Leleng Negara dan biaya pelaksanaan sita dibebankan pada waktu terjadi pelelangan.

Daluwarsa Tindakan Penagihan Pajak

Berdasarkan pasal 22 UU KUP, hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan, daluwarsa setelah lampau waktu 10 tahun terhitung sejak terutangnya pajak atauberakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak yang bersangkutan. Penagihan Pajak dapat dilakukan setelah melampaui waktu 10 tahun apabila :


(36)

1. Diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa, kedaluwarsa dihitung sejak tanggal penyampaian Surat Paksa tersebut.

2. Adanya pengakuan utang dari wajib pajak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini bisa terjadi apabila :

a. Adanya permohonan angsuran atau penundaan pembayaran utang pajak sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran. Untuk itu daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal surat permohonan angsuran atau penundaan pembayaran utang pajak diterima.

b. Adanya permohonan keberatan. Untuk itu daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal surat permohonan keberatan diterima. Wajib pajak melaksanakan pembayaran sebagaian utang pajaknya. Untuk itu daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal pembayaran sebagian utang pajak tersebut ( Suandy, 2002 : 43)

 Adapun Kepuusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 561/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Peleksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus dan Pelaksanaan surat Paksa Menteri Keungan Republik Indonesia sebagi berikut:


(37)

Pasal 1

Dalam Keputusan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan :

1. Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya Penagihan Pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan Penagihan Seketika dan Sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita.

2. Pejabat adalah pejabat yang berwenang mengangkat dan memberhentikan Jurusita Pajak, menerbitkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Surat Pencabutan Sita, Pengumuman Lelang, Surat Penentuan Harga Limit, Pembatalan Lelang, Surat Perintah Penyanderaan dan surat lain yang diperlukan untuk Penagihan Pajak sehubungan dengan Penanggung Pajak tidak melunasi sebagian atau seluruh utang pajak menurut undang-undang dan peraturan daerah.

3. Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis adalah surat yang diterbitkan oleh Pejabat untuk menegur atau memperingatkan kepada Wajib Pajak untuk melunasi utang pajaknya.

4. Penagihan Seketika dan Sekaligus adalah tindakan Penagihan Pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, Masa Pajak, dan Tahun Pajak.


(38)

5. Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya Penagihan Pajak.

6. Jurusita Pajak adalah pelaksana tindakan Penagihan Pajak yang meliputi Penagihan Seketika dan Sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan penyanderaan.

7. Pajak adalah semua jenis pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk Bea Masuk dan Cukai.

Pasal 2

Menteri Keuangan menunjuk :

1. Kepala Kantor Pelayanan Pajak sebagai Pejabat untuk penagihan Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. 2. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan sebagai Pejabat untuk

penagihan Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Pasal 3

Pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 berwenang mengangkat dan memberhentikan Jurusita Pajak.


(39)

Pasal 4

1. Kepala Kantor Pelayanan Pajak melaksanakan tindakan penagihan apabila pajak yang terutang sebagaimana yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, tidak atau kurang dibayar setelah jatuh tempo.

2. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan melaksanakan tindakan penagihan apabila pajak yang terutang sebagaimana tercantum dalam Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak (SKP), Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (STB), Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar (SKBKB), Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT) dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, tidak atau kurang dibayar setelah lewat jatuh tempo.

3. Kepala Kantor Pelayanan Pajak apabila diminta oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dapat melaksanakan tindakan Penagihan Pajak untuk jenis pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), demikian pula sebaliknya Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dapat melaksanakan tindakan Penagihan Pajak untuk jenis pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat 1.


(40)

Pasal 5

1. Tindakan pelaksanaan Penagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 diawali dengan penerbitan Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis oleh Pejabat atau kuasa yang ditunjuk oleh Pejabat tersebut setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran.

2. Surat Teguran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak diterbitkan terhadap Penanggung Pajak yang telah disetujui untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajaknya.

Pasal 6

Apabila jumlah utang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak setelah lewat waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak diterbitkannya Surat Teguran, Pejabat segera menerbitkan Surat Paksa.

Pasal 7

1. Jurusita Pajak melaksanakan Penagihan Seketika dan Sekaligus tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran berdasarkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus yang diterbitkan oleh Pejabat apabila:

a. Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu;


(41)

b. Penanggung Pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan, atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia;

c. terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan badan usahanya, atau menggabungkan usahanya, atau memekarkan usahanya, atau memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau dikuasainya, atau melakukan perubahan bentuk lainnya;

d. badan usaha akan dibubarkan oleh Negara; atau

e. terjadi penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan.

2. Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus sekurang-kurangnya memuat: a. nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak;

b. besarnya utang pajak;

c. perintah untuk membayar; dan d. saat pelunasan pajak.

Pasal 8

Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus diterbitkan oleh Pejabat :

1. sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran; 2. tanpa didahului Surat Teguran;


(42)

3. sebelum jangka waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak Surat Teguran diterbitkan; atau

4. sebelum penerbitan Surat Paksa.

Pasal 9

Surat Paksa diterbitkan apabila :

1. Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis;

2. terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan Penagihan Seketika dan Sekaligus; atau

3. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.

Pasal 10

1. jurat Paksa diberitahukan oleh Jurusita Pajak dengan pernyataan dan penyerahan Salinan Surat Paksa kepada Penanggung Pajak.

2. Pemberitahuan Surat Paksa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam Berita Acara yang sekurang-kurangnya memuat hari dan tanggal pemberitahuan Surat Paksa, nama Jurusita Pajak, nama yang menerima, dan tempat pemberitahuan Surat Paksa.


(43)

Pasal 11

Surat Paksa terhadap orang pribadi diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada:

1. Penanggung Pajak di tempat tinggal, tempat usaha atau di tempat lain yang memungkinkan;

2. orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun yang bekerja di tempat usaha Penanggung Pajak, apabila Penanggung Pajak yang bersangkutan tidak dapat dijumpai;

3. salah seorang ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta peninggalannya, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan belum dibagi; atau

4. para ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan telah dibagi.

Pasal 12

Surat Paksa terhadap badan diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada:

1. pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal, baik di tempat kedudukan badan yang bersangkutan, di tempat tinggal mereka maupun di tempat lain yang memungkinkan; atau

2. pegawai tetap di tempat kedudukan atau tempat usaha badan yang bersangkutan apabila Jurusita Pajak tidak dapat menjumpai salah seorang sebagaimana dimaksud dalam huruf a.


(44)

Pasal 13

1. Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan pailit, Surat Paksa diberitahukan kepada Kurator, Hakim Pengawas atau Balai Harta Peninggalan, dan dalam hal Wajib Pajak dinyatakan bubar atau dalam likuidasi, Surat Paksa diberitahukan kepada orang atau badan yang dibebani untuk melakukan pemberesan, atau likuidator. 2. Dalam hal Wajib Pajak menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus

untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakan, Surat Paksa dapat diberitahukan kepada penerima kuasa dimaksud.

3. Apabila pemberitahuan Surat Paksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 12 tidak dapat dilaksanakan, Surat Paksa disampaikan melalui Pemerintah Daerah setempat.

4. Dalam hal Wajib Pajak atau Penanggung Pajak tidak diketahui tempat tinggalnya, tempat usaha, atau tempat kedudukannya, penyampaian Surat Paksa dilaksanakan dengan cara menempelkan Surat Paksa pada papan pengumuman kantor Pejabat yang menerbitkannya, mengumumkan melalui media massa, atau cara lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.

Pasal 14

1. Dalam hal Surat Paksa harus dilaksanakan di luar wilayah kerja Pejabat, Pejabat dimaksud meminta bantuan kepada Pejabat yang wilayah kerjanya meliputi


(45)

tempat pelaksanaan Surat Paksa, kecuali ditetapkan lain dengan Keputusan Menteri Keuangan.

2. Pejabat yang diminta bantuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib membantu dan memberitahukan tindakan yang telah dilaksanakannya kepada Pejabat yang meminta bantuan.

3. Dalam hal Penanggung Pajak atau pihak-pihak yang dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 12 menolak untuk menerima Surat Paksa, Jurusita Pajak meninggalkan Surat Paksa dimaksud dan mencatatnya dalam Berita Acara bahwa Penanggung Pajak tidak mau menerima Surat Paksa, dan Surat Paksa dianggap telah diberitahukan.

Pasal 15

1. Dalam hal terjadi keadaan di luar kekuasaan Pejabat atau sebab lain, Surat Paksa pengganti dapat diterbitkan oleh Pejabat karena jabatan. (2) Surat Paksa pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan Surat Paksa. Pasal 16 (1) Penanggung Pajak dapat mengajukan permohonan pembetulan atau penggantian kepada Pejabat terhadap Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis, dan Surat Paksa yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan atau kekeliruan.


(46)

2. Pejabat dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari sejak tanggal diterima permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus memberi keputusan atas permohonan yang diajukan.

3. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) Pejabat tidak memberikan keputusan, permohonan Penanggung Pajak dianggap dikabulkan dan penagihan ditunda untuk sementara waktu.

4. Pejabat karena jabatan dapat membetulkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis, Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligu s, dan Surat Paksa yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan atau kekeliru

5. Tindakan pelaksanaan Penagihan Pajak dilanjutkan setelah kesalahan atau kekeliruan dibetulkan oleh Pejabat.

Pasal 17

Pengajuan keberatan oleh Wajib Pajak tidak mengakibatkan penundaan pelaksanaan Surat Paksa.

Pasal 18

Ketentuan penagihan Bea Masuk, Cukai dan Pajak dalam Rangka Impor dengan surat paksa diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan tersendiri.


(47)

Pasal 19

Pada saat Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 147/KMK.04/1998 tentang Penunjukan Pejabat untuk Penagihan Pajak Pusat, Tata Cara dan Jadwal Waktu Pelaksanaan Penagihan Pajak sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 21/KMK.01/1999 kecuali sepanjang menyangkut kepabeanan dan cukai, dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 20

Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

3.2 Teknik Pelaksanaan Kerja Praktek

Teknik pelaksanaan praktek kerja yang penulis kerjakan mengunakan Block release, dimana praktek kerja dilaksanakan pada suatu periode tertentu, dalam hal ini selama satu bulan atau 25 hari kerja. Selama penulis melaksanakan kerja praktek pada KPP Pratama Bandung Cicadas penulis membantu mengerjakan kegiatan penagihan pajak. Secara teknis, penulis bekerja sesuai arahan pegawai seksi terkait dan mengacu pada KMK-561/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penegihan Seketika dan Sekaligus dan Pelaksanaan Surat Paksa.


(48)

Adapun secara teknis penulis ditugaskan melaksanakan kegiatan yang diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Surat Teguran, Surat Peringatan, atau surat lain yang sejenis 2. Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus

3. Surat Paksa

4. Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan 5. urat Perintah Penyanderaan

6. Surat Pencabutan Sita 7. Pengumuman Lelang

8. Surat Penentuan Harga Limit 9. Pembatalan Lelang

3.3 Pembahasan Hasil Kerja Praktek.

Salah satu tujuan kuliah kerja praktek adalah membahas hasil – hasil kuliah kerja praktek berdasarkan data – data yang didapat selama pelaksanaan kuliah kerja praktek di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cicadas, maka penulis memberikan penjelasan tentang judul yang penulis ajukan.

3.3.1 Prosedur Penagihan Pajak Bumi dan Bangunan

Tindakan penagihan pajak yang selama ini dilaksanakan adalah berdasarkan pada Undang-undang No.19 Tahun 1997 yang telah diubah dengan Undang-undang


(49)

No.19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Dengan Undang-undang penagihan pajak yang demikian itu diharapkandapat memberikan penekanan yang lebih pada keseimbangan antara kepentingan masyarakat wajib pajak dan kepentingan negara. Keseimbangan kepentingan dimaksud berupa pelaksanaannya hak dan kewajiban oleh kedua belah pihak yang tidak berat sebelah atau tidak memihak, adil, serasi dan selaras dalam wujud tata urutan yang jelas dan sederhana serta memberikankepastian hukum.

Prosedur Penagihan Pajak Bumi dan Bangunan

a. Penerbitan Surat Teguran Penerbitan Surat Teguran sebagai langkah awal dari tindakan pelaksanaan penagihan pajak dikeluarkan segera setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran STP PBB atau SK. Pembetulan/SK, Keberatan/Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah.

b. Penerbitan Surat Perintah Penagihan Pajak Seketika dan Sekaligus Surat Perintah Penagihan Pajak Seketika dan Sekaligus diterbitkan tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran STP PBB dan SK. Pembetulan/SK. Keberatan/Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, apabila :

1. Penanggung pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selamalamanya.


(50)

2. Penanggung pajak menghentikan atau secara nyata mengecilkan kegiatan perusahan, atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia, ataupun memindahkan barang yang dimiliki atau dikuasainya.

3. Terdapat tanda-tanda bahwa penanggung pajak akan membubarkan badan usahanya.

4. Badan usaha akan dibubarkan oleh negara.

5. Terjadi penyitaan atas barang penanggung pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan. Dalam hal terdapat penanggung pajak telah diterbitkan Surat Teguran, maka Penagihan Seketika dan Sekaligus dilakukan tanpa menunggu lewat tenggang waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak Surat Teguran diterbitkan. Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus diterbitkan sebelum penerbitan Surat Paksa. Oleh karena itu pengecualian jadwal waktu penagihan tersebut hanya berlaku sebelum diterditkannya Surat Paksa, sedangkan jadwal waktu penagihan Surat Paksa mengikuti jadwal waktu normal.

c. Penerbitan Surat Paksa Surat Paksa diterbitkan segera setelah lewat 21 (dua puluh satu hari) hari sejak diterbitkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus.

d. Pelaksanaan Sita Penyitaan terdapat barang milik penanggung pajak dilaksanakan oleh juru sita pajak berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan


(51)

Penyitaan. Penyitaan dilaksanakan apabila utang pajak tidak dilunasi dalam jangka waktu 2x24 jam sejak tanggal surat paksa diberitahukan kepada penanggung pajak.

e. Pengajuan/Permintaan Jadwal Waktu dan Tempat Pelelangan Kepala Kantor Pelayanan PBB sebagai penjual atas barang yang disita mengajukan permintaan jadwal waktu dan tempat pelelangan kepada Kantor Lelang dengan menggunakan surat permintaan jadwal waktu dan tempat pelelangan apabila utang pajak dan atau biaya penagihannya tidak dilunasi setelah dilaksanakan penyitaan. Dalam jangka waktu antara pengajuan permintaan dan ditetapkannya jadwal waktu dan tempat pelelangan, Kepala Kantor Pelayanan PBB dapat memberitahukan kesempatan terakhir kepada wajib pajak/penanggung pajak dan biaya penagihannya.

f. Pengumuman Lelang Setelah mendapat kepastian jadwal waktu dan tempat pelelangan dari Kepala Kantor Lelang, Kepala Seksi Penerimaan dan Penagihan (P2) membuat konsep pengumuman lelang dan meneruskannya kepada Kepala Kantor Pelayanan PBB untuk selanjutnya diumumkan melalui surat kabar, kemudian mencatat tanggal pemuatannya didalam daftar pengawasan tindakan penagihan Pajak Bumi dan Bangunan. Pengumuman lelang dilaksanakan sekurang-kurangnya 14 (empat belas) hari setelah penyitaan, sedangkan lelang dilaksanakan sekurang kurangnya 14 (empat belas) hari setelah pengumuman lelang.


(52)

g. Pelaksanaan Penjualan Barang Sitaan secara Lelang Ketentuan pelaksanaan penjualan barag sitaan secara lelang mengacu pada Surat Edaran Bersama Direktur Jenderal Pajak dan Kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara Nomor SE-214/PJ/1999 Jo. SE- 17/PN/1999 tanggal 25 Agustus 1999 tentang Lelang Eksekusi Pajak. Pada dasarnya, tujuan utama lelang untuk melunasi biaya penagihan pajak dan hutang pajak. Akan tetapi lelang tidak dilaksanakan atas :

1. Apabila penanggung pajak telah melunasi utang pajak dan biaya penagihannya.

2. Berdasarkan putusan pengadilan yang mengabulkan gugatan pihak ketiga atas kepemilikan barang yang disita.

3. Berdasarkan putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak ( BPSP ) yang mengabulkan gugatan penanggung pajak terhadap pelaksanaan penagihan pajak.

4. Apabila objek sita yang akan dilelang musnah karena terbakar atau bencana alam.

5. Pelaksanaan Penjualan Barang Sitaan yang Dikecualikan dari Penjualan secara Lelang.


(53)

3.3.2 Hambatan Prosedur Penagihan Pajak Bumi dan Bangunan

Menurut petugas seksi penagihan di KPP Pratama Bandung Cicadas menyatakan bahwa terdapat hambatan – hambatan yang dialami dalam penagihan Pajak Bumi dan Bangunan yaitu

a. Pelaksanaan prosedur tersebut tidak bias dilaksanakan dengan baik karena melihat kondisi yang dii alami oleh wajib pajak tersebut dengan kata lain wajib pajak tersebut sedang mengalami kesulitan dalam keuangan atau usaha yang di alaminya nyaris bangkrut atau sudah bangkrut sehingga memperhambat proses penagihannya.

b. Kondisi objek pajak yang tiak sesuai dengan data seperti luas tanah dan bangunan berbeda dengan data yang terdapat di kantor

c. Perbedaan alamat wajib pajak menjadi penghambat proses penagihan karena bias jadi wajib pajak tersebut pindah alamat atau tanah atau bangunan tersebut sudah dijual tampa memberitahukan pada kantor pajak dan intansi yang terkait.


(54)

3.3.3 Alternatif Pemecahan Masalah Untuk Mengatasi Hambatan Prosedur Penagihan Pajak Bumi dan Bangunan

Adapun pemecahan masalah tersebut menurut petugas seksi penagihan di KPP Pratama Bandung Cicadas menyatakan bahwa :

1. Memberikan batasan waktu yang seharusnya sesuai dengan prosedur tetapi dalam kenyataannya bias lebih untuk memberikan waktu dalam pembayarannya

2. Melakukan perjanjian dengan wajib pajak terkait dengan pembayaran atau jumlah pajaknya.

3. Berkordinasi dengan pihak-pihak yang lain seperti kantor pemerintahan sekitar, KPP dimana alamat tersebut berada.

4. Merekap ulang data-data yang ada sehingga mendapatkan data yang valid, sehingga dapat mempermudah dan mempercepat proses penagihan pajak.


(55)

55

4.1 Kesimpulan

Setelah penulis mengadakan kerja praktek pada KPP Pratama Bandung Cicadas di bagian seksi penagihan, yang dilaksanakan dari tanggal 2 Juli 2010 sampai dengan 13 Agustus 2010, maka dari uraian yang telah disampaikan pada bab-bab sebelumnya, penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut

Penagihan pajak dapat dikelompokkan menjadi dua , yaitu penagihan aktif dan penagihan pasif. Penagihan pasif dilakukan melalui Surat Tagihan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak. Penagihan pajak aktif atau penagihan pajak dengan Surat Paksa dilakukan diatur dalam Undang-Undang No.19 tahun 1997 sebagaimana yang telah di ubah dengan Undang-Undang No.19 tahun 2000.

Penagihan pajak adalah serangkaian tidakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang-barang yang telah disita.


(56)

Tahapan Penagihan Pajak Bumi dan bangunan seperti telah diatur berdasarkan keputusan Direktorat Jendral Pajak No.KEP-14/PJ.6/1990 adalah

 Penerbitan Surat Teguran

 Penerbitan Surat Perintah Penagihan Pajak Seketika dan Sekaligus

 Penerbitan Surat Paksa

 Pelaksanan Sita Penyitan objek pajak yang di lakukan oleh juru sita pajak.

 Lelang

2. Hambatan

Adapun hambatan yang pemperhambat penagihan pajak

 Pelaksanaan prosedur tersebut tidak bias dilaksanakan dengan baik

 Kondisi objek pajak yang tiak sesuai dengan data

 Perbedaan alamat wajib pajak

 Data pendukung dari kantor belum sempurna

3. AlternatifPemecahan Masalah

Adapun alternative hambatan tersebut dengan cara


(57)

 Berkordinasi dengan pihak-pihak yang lain

 Merekap ulang data-data yang ada sehingga mendapatkan data yang valid

4.2Saran

Selama berlangsungnya kerja praktek yang bertempat di KPP Pratama Bandung Cicadas, ada beberapa hal yang perlu penulis kemukakan sebagai bahan masukan yang mungkin dapat bermanfaat bagi kemajuan KPP Pratama Bandung Cicadas khususnya dalam hal proses yaitu, hardware dan software yang digunakan dalam proses pengolahan data tunggakan pajak sebaiknya dilkukan perawatan (maintenance) secara berkala. Hal ini sangat penting karena untuk mempermudah kerja petugas pajak pada seksi penagihan.


(58)

LAPORAN KERJA PRAKTEK

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mata Kuliah Kerja Praktek Jenjang Studi S1

Program Studi Akuntansi

Disusun Oleh:

Nama : Alfin Frediansyah NIM : 21107011

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG


(59)

58 Blog Pajak Indonesia (2010)

DuniaPajak.com

Jurnal, Endang Masriah, 2005. Prosedur Pemungutan pajak Bumi dan Bangunan Pada Kantor Pelayanan PBB Semarang

Jurnal, Tedy Syaputra. 2009. Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Serta Pelaksanaan Tindakan Penagihan Dengan Pemblokiran

Jurnal. Ila Nurjanah, 2005. Sstem Penagihan Pajak Bumi Dan Bangnan Di Kantor Pelayanan Pajak Bumi Dan Bangunan Ungaran

Keputusan Direktorat Jendral Pajak No. KEP-14/PJ.6/1990

Keputusan menteri Keuangan republic Indonesia Nomor 561/KMK.04/2000, Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus dan Pelaksanaan Surat Paksa, menteri KeuanganRepublik Indonesia.

Majalah Berita Pajak

Siti Kurnia Rahayu. 2010. “Perpajakan Indonesia “Konsep dan Aspek Formal”. Yogyakarta. Graha Ilmu

Standar Operasional Prosedur Direktorat Jendral Pajak

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK Nomor SE - 03/PJ.04/2009 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. www.google.com

www.wikipedia.org http://www.pajak.go.id/


(60)

i Pencipta dan Maha Mengetahui, ALLAH SWT. Bahwa atas rahmat dan karunianya saya dapat menyelesaikan laporan akhir kerja praktek ini yang berjudul “TINJAUAN ATAS PROSEDUR PENAGIHAN TUNGGAKAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BANDUNG CICADAS

Shalawat serta salam bagi junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya serta kita sebagai pengikutnya.

Laporan akhir kerja praktek ini merupakan laporan hasil kerja praktek saya selama melakukan kerja praktek di KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BANDUNG CICADAS. Jl. Soekarno Hatta No. 781 Bandung. Dengan melaksanakan kerja praktek ini, banyak manfaat yang telah saya peroleh terutama merasakan bagaimana terjun langsung dalam dunia kerja dengan menerapkan ilmu- ilmu yang telah saya peroleh dalam perkuliahan.

Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada:

1. Dr. Ir. Eddy Suryanto Soegoto,Msc, selaku rektor dari Universitas Komputer Indonesia,

2. Prof. Dr. Hj. Umi Narimawati, Dra.,SE.,M.Si, Selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia,

3. Sri Dewi Angadini, SE.M.Si, Selaku Ketua Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia dan selaku


(61)

ii angkatan 2007,

5. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cicadas, terutama Bapak Haryon, selaku Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cicadas, 6. Bapak Rachmad Prihantoyo SH., MM, selaku Kepala Seksi Penagihan

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cicadas beserta jajaranya, 7. Bapak Krisman Siagian SH., MH. Selaku kepala sub bagian umum

8. Ibu Haya Jubaedah pelaksana sub bagian umum yang telah menerima penulis untu kuliah kerja praktek di KPP Candung Cicadas

9. Papah dan Mamah, yang telah mensupport penulis baik dalam bentuk Materiil, Doa, dan Nasehatnya dengan penuh kasih sayang yang tiada henti sehingga penulis dapat menyelesaikan Kegiatan KKP dan Laporan KKP tepat pada waktunya, alfin sayank papah dan mamah.

10.Andris Martin, Ani Andrianti, selaku kakak penulis, yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membantu mencari data dan sebagainya, 11.Angga Agustian, selaku adik penulis, yang sudah ngebangunin tiap hari

untuk berangkat KKP,

12.Ida Widaningsih (Nda ku) “My Lovely” dan Keluarga, yang telah mendukung penulis baik dalam doa dan support selama kegiatan KKP ini dan terima kasih. Ade Sayank bgz ma Nda, Love U


(62)

iii 14.Seluruh teman – teman Kelas Ak-1 angkatan 2007 Revi, Ketut, Dadan, Yudi, Ivan, Dini, Vita, Debi, Rika, sory gak di sebutin semuanya yang selalu mensupport penulis dan kebersamaanya,

15.Barudak Babakan Caringin, Maman, Erik, Wisnu, Ujang, Nana, Dani, Andi, Rendi Bj, Deni, Gugum dan semuanya, terimakasih atas dukungannya.

16.Seluruh teman-teman Clan JP-Fighter,

17.Dan seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Akhir kata, semoga budi baik semua pihak yang telah diberikan kapada penulis mendapatkan imbalan yang setimpal dari Allah SWT dan penulis berharap semoga laporan ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca serta pihak - pihak lain yang berkepentingan pada umumnya.

Bandung, 01 Desember 2010

Penulis

Alfin Frediansyah N.I.M : 21107011


(63)

(64)

(65)

(66)

(67)

(68)

(69)

(70)

Proses Selesai Pengajuan/PermintaanJadwal

Waktu dan tempat pelelangan Barang yang Disita

Pelaksanaan Sita Penyitaan Berupa Barang Milik Wajib Pajak dan Dilaksanakan Oleh Juru Sita pajak Penerbitan Surat Paks, Diterbitkan Setelahlewat 21 Hari sejak

diterbitkannya Surat Perintah Pajak Seketika Dan Sekaligus

Penerbitan Surat Perintah Pajak Seketika Dan Sekaligus

Menerbitkan Surat Teguran Setelah 7 hari diterbitkan STP PBB

Pelaksanaan Penjualan Barang Sitaan Secara Lelang


(71)

(72)

(73)

(74)

(75)

RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi :

Nama : Alfin Frediansyah

Tempat Tanggal Lahir : Bandung, 11 Februari 1990

Agama : islam

Jenis Kelamin : Laki-laki Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat di Bandung : Jl. Toha Ramndan No. 66 Kp. Babakan Caringin RT 02/05 Ciparay Kab. Bandung 40381

Email : alfinfrediansyah@yahoo.co.id

Riwayat Pendidikan :

TAHUN PENDIDIKAN TEMPAT

1995 – 2001 SDN Gadis 02 Ciparay, Bandung

2001 – 2004 SLTP N 2 Ciparay Bandung

2004 – 2007 SMA Karya Pembangunan Balendah

Bandung,

2007 – Sekarang Universitas Komputer Indonesia Bandung

Yang Menyatakan

Alfin Frediansyah NIM. 21105013


(1)

MULAI

Proses Selesai Pengajuan/PermintaanJadwal

Waktu dan tempat pelelangan Barang yang Disita

Pelaksanaan Sita Penyitaan Berupa Barang Milik Wajib Pajak dan Dilaksanakan Oleh Juru Sita pajak Penerbitan Surat Paks, Diterbitkan Setelahlewat 21 Hari sejak

diterbitkannya Surat Perintah Pajak Seketika Dan Sekaligus

Penerbitan Surat Perintah Pajak Seketika Dan Sekaligus

Menerbitkan Surat Teguran Setelah 7 hari diterbitkan STP PBB

Meneriksa Data Dari Sistem

Pelaksanaan Penjualan Barang Sitaan Secara Lelang


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

70

RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi :

Nama : Alfin Frediansyah

Tempat Tanggal Lahir : Bandung, 11 Februari 1990 Agama : islam

Jenis Kelamin : Laki-laki Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat di Bandung : Jl. Toha Ramndan No. 66 Kp. Babakan Caringin RT 02/05 Ciparay Kab. Bandung 40381

Email : alfinfrediansyah@yahoo.co.id

Riwayat Pendidikan :

TAHUN PENDIDIKAN TEMPAT 1995 – 2001 SDN Gadis 02 Ciparay, Bandung 2001 – 2004 SLTP N 2 Ciparay Bandung 2004 – 2007 SMA Karya Pembangunan

Balendah

Bandung,

2007 – Sekarang Universitas Komputer Indonesia Bandung

Yang Menyatakan

Alfin Frediansyah NIM. 21105013