UPAYA PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAN BERMOTOR YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

UPAYA PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAK
PIDANA PENCURIAN KENDARAN BERMOTOR YANG
DILAKUKAN OLEH ANAK

ABSTRAK

Oleh
M. AGUNG MAULIDO

Tindak pidana yang terjadi dalam masyarakat sangat beragam jenisnya, salah
satunya adalah pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan oleh anak.
Masalah ini mendapat perhatian media karena sudah sangat meresahkan
masyarakat. Adapun permasalahan yang ada dalam penelitian ini adalah
upaya penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana pencurian kendaraan
bermotor yang dilakukan oleh anak dan faktor penghambat penegakan hukum
terhadap pelaku tindak pidana pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan
oleh anak.
Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dan
yuridis empiris. Data yang digunakan data primer dan melakukan wawancara
terhadap polisi, jaksa, hakim dan dosen terkait bahasan dalam skripsi ini dan
data yang diperoleh dari studi kepustakaan. Data yang diperoleh kemudian

akan dianlisis dengan menggunakan analisis kualitatif guna mendapatkan
suatu kesimpulan yang memaparkan kenyataan yang diperoleh dari
penelitian.
Hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini, bentuk upaya
penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana pencurian yang dilakukan
anak dapat dilakukan dengan beberapa tahap yaitu: 1. Tahap Formulasi,
penegakan terhadap tindak pidana pencurian kendaraan bermotor yang
dilakukan oleh anak sudah diatur dalam KUHP, UU Nomor 3 Tahun 1997,
UU Nomor 23 Tahun 2002 dan UU Nomor 11 Tahun 2012; 2. Tahap
Aplikasi, upaya penegakan hukum pidana oleh aparat-aparat penegak hukum
mulai dari kepolisisan, kejaksaan, hingga pengadilan yang sesuai dengan UU
tentang peradilan anak; 3. Tahap Eksekusi, yaitu tahap penegakan hukum
pidana secara konkret oleh aparat pelaksana pidana. Upaya penegakan hukum
berupa pencegahan tanpa menggunakan hukum pidana dengan mempengaruhi
pandangan masyarakat terhadap kejahatan dan pemidanaan melalui cara
diversi dan restorative justice yang merupakan bentuk alternatif penyelesaian
tindak pidana yang diarahkan secara informal dengan melibatkan semua
pihak yang terkait dalam tindak pidana yang terjadi. Faktor penghambat
penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana pencurian kendaraan
bermotor yang dilakukan oleh anak yaitu: 1. Faktor hukumnya sendiri

(perundang-undangan), tindak pidana pencurian kendaraan bermotor sudah

M. Agung Maulido
diatur dalam Pasal 362 dan 363 KUHP dan Pasal 24 ayat (1) UU Nomor 3
Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak; 2. Faktor budaya, variasi kebudayaan
yang banyak dapat menimbulkan persepsi-persepsi tertentu terhadap
penegakan hukum; 3. Faktor sarana dan prasarana, masih kurangnya LBH,
tidak adanya penasehat hukum, masih kurangnya perangkat hukum yang
dapat membantu anak menyelesaikan perkaranya; 4. Faktor penegak hukum,
masih ada aparat penegak hukum, penyidik atau penuntut umum dan hakim
yang kurang profesional, serta pengumpulan barang bukti yang sulit; 5.
Faktor masyarakat, masyarakat kurang aktif dalam membantu upaya
penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana pencurian kendaraan
bermotor yang dilakukan oleh anak, yang kurang akan kesadaran hukum,
artinya jika derajat kepatuhan masyarakat (anak) terhadap hukum tinggi maka
peraturan tersebut memang berfungsi.
Penulis memberikan saran yaitu dengan adanya upaya penegakan hukum
terhadap anak yang melakukan tindak pidana, dapat diberikan penanganan
yang baik dan seadil-adilnya karena anak masih memiliki masa depan yang
panjang sehingga anak menjadi jera untuk melakukan suatu tindak pidana.

Faktor penghambat upaya penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana
pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan oleh anak meruapakan tugas
bersama untuk menjadikan anak tidak melakukan tindak pidana hingga
berkonflik dengan hukum dan seharusnya berbagai faktor penghambat
tersebut dapat diselesaikan.
Kata Kunci : Penegakan Hukum, Tindak Pidana Pencurian, Anak

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 10
September 1992, anak pertama dari tiga bersaudara, pasangan
Bapak Hi. Yus Amri Agus, S.Sos., M.IP dan Ibu Dra. Hj. Tati
Sugiarti, M.Pd. Penulis menyelesaikan pendidikan Taman
Kanak-kanak (TK) di TK Al Azhar 2 Bandar Lampung pada
tahun 1998. Sekolah Dasar (SD) di SD Al Kautsar Bandar Lampung pada tahun
2004, kemudian melajutkan studinya di Sekolah Menengah Pertama (SMP)
Negeri 25 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2007 dan Sekolah
Menengah Atas (SMA) Al Kautsar Bandar Lampung yang diselesaikan pada
tahun 2010.


Penulis diterima dan terdaftar sebagai mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas
Lampung pada tahun 2010 dan kemudian mengambil minat Hukum Pidana.
Tahun 2013 penulis mengikuti kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada tanggal
19 Januari sampai 24 Febuari 2013 yang dilaksanakan di Desa Pagelaran
Kecamatan Pagelaran Kabupaten Pringsewu.

MOTO

Gantungkan cita-citamu setinggi bintang di langit. Bermimpilah setinggi langit.
Jika engkau jatuh, engkau akan jatuh di antara bintang-bintang.
(Ir. Soekarno)

Get up, stand up, stand up for your rights.
Get up, stand up don’t give up the fight.
(Bob Marley)

Appreciate what you have right now, because you don’t always get a second
chance.
(Wiz Khalifa)


PERSEMBAHAN
Bismillahirrahmanirrahim
Dengan mengucap puji syukur kepada Allah SWT ,atas rahmat dan hidayahnya,maka
dengan ketulusan dan kerendahan hati serta setiap perjuangan dan jerihpayah, aku
persembahkan sebuah karya nan kecil ini kepada :
Ayah dan Bunda yang kusayangi dan juga kucintai.
Terima kasih telah memberikan dukungan, cinta dan kasih sayang, serta selalu
mendo’akan dan sabar menanti keberhasilanku.
Adik-adikku tersayang dan seluruh keluarga besarku yang selalu
mendo’akanku serta memberi bantuan dalam segala hal demi menggapai cita-cita.
Sahabat-sahabatku serta teman-temanku terimakasih atas kebersamaan, dukungan
dan kesetiaannya selama ini.
Almamaterku tercinta Universitas Lampung ,Viva Justicia Hukum Jaya
yang telah mendewasakan dan membuka pikiranku tentang dunia ini.

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat, karunia
dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul :
“Upaya Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pencurian

Kendaraan Yang Dilakukan Oleh Anak.”

Penulis sangat menyadari bahwa penulisan skripsi ini dapat diselesaikan berkat
dorongan, bantuan, arahan serta masukan dari berbagai pihak baik secara
langsung maupun tidak langsung. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H.,M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Lampung.
2. Ibu Diah Gustiniati M, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Lampung.
3. Ibu Firganefi, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing I yang dengan penuh
kesabaran meluangkan waktunya membimbing, mengarahkan, memberikan
semangat dan motivasi dalam penulisan skripsi ini.
4. Ibu Rini Fathonah, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing II yang dengan
penuh kesabaran meluangkan waktunya membimbing, mengarahkan,
memberikan semangat dan motivasi dalam penulisan skripsi ini.

5. Ibu Dr. Erna Dewi, S.H., M.H., selaku Pembahas I yang telah memberikan
masukan, arahan, dan bantuan dalam penulisan skripsi ini.

6. Bapak Budi Rizki Husin, S.H., M.H., selaku Pembahas II yang telah
memberikan masukan, arahan, dan bantuan dalam penulisan skripsi ini.
7. Ibu Rilda Murniati, S.H., selaku Pembimbing Akademik. Terimakasih atas
bantuannya.
8. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen pengajar, Staf Administrasi maupun karyawankaryawan di bagian Fakultas Hukum Universitas Lampung, terimakasih atas
bantuannya.
9. Mbak Yanti, Mbak Sri, Babe, Iwo dan Kiyai Apri terimakasih atas bantuan
dan sarannya dalam menyeleasaikan penulisan skripsi ini.
10. Secara khusus penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada kedua orang
tua ku Ayah Hi. Yus Amri Agus, S.Sos., M.IP., dan Bunda Dra. Hj. Tati
Sugiarti, M.Pd., adikku M. Tegar Yozeta dan Soulthana Affifa Tantri yang
senantiasa memberikan kasih sayang, dukungan, perhatian, dan selalu
mendoakan serta mengharapkan keberhasilanku.
11. Sahabat-sahabat terbaik kampus yang sudah SH lebih dulu: Ibnu, Tyo, Faiz,
Herry, Andin, Bunga, Aji, Amel, Ner, Maman, Febby, Alhuda, Iqbal, Imam,
Tono, Gendus, Moch, Aldy, Imor, Opik terimakasih buat kebersamaan, canda
tawanya selama kuliah ini.
12. Teman-teman seperjuangan kampus: Fikram, Dwi, Nesa, Zevina, Agus,
Melia, Terry, Erdit, Reydi, Haikal, Abos, Iben, Ario, Amek, Ridho, Anggi,
Ijal, Sandi, Sarwo, Mamet, Dedek, Erik terimakasih atas semua semangaat

nasihat, do’a dan motivasinya.

13. Teman-teman angkatan 2010 Universitas Lampung: Dedew, Mekel, Dino,
Iqbal, Rempong, Yogi, Tonay, Sarip, Ody, Gita, Keken, Mijo, Iqbal, Edo,
Maman, Ndi, Agung yang telah membantu dan memberikan semangat serta
canda tawanya selama kuliah.
14. Seseorang yang telah menemani, memberikan arahan, motivasi, semangat,
canda tawa, kasih sayang dalam suka maupun duka dan bantuan moril,
materiil dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
15. Rekan–rekan KKN: Merre, June, Olla, Tomson, Bagong, Gita, Uty yang telah
bersama dalam suka dan duka selama 40 hari di desa.
16. Almamater tercinta, Universitas Lampung yang telah menghantarkanku
menuju keberhasilan.
17. Seluruh pihak yang telah memberikan bantuan, semangat, dan dukungan
dalam penyusunan skripsi ini, yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang terbaik atas segala bantuan yang
telah diberikan dan tetap menanamkan semangat untuk berbuat baik dalam diri
kita. Penulis juga menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak
terdapat banyak kekurangan. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan skripsi ini sangat penulis harapkan. Semoga

hasil skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Bandar Lampung, Mei 2014
Penulis

M. Agung Maulido

DAFTAR ISI
Halaman
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................

1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ..................................................

4

C. Tujuan dan Kegunaan......................................................................


5

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ..................................................

6

E. Sistematika Penulisan......................................................................

14

II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Penegakan Hukum.........................................................

17

B. Teori Penegakan Hukum .................................................................

19

C. Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum.............................


21

D. Pengertian Tindak Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor...........

23

E. Pengertian Anak ..............................................................................

27

III. METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Masalah ........................................................................

29

B. Jenis Data dan Sumber Data............................................................

30

C. Metode Pengumpulan Data .............................................................

32

D. Metode Pengolahan Data ................................................................

32

E. Analisis Data ...................................................................................

34

IV. PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Karakteritik Responden ...................................................................

35

B. Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pencurian
Kendaraan Bermotor yang dilakukan oleh Anak .............................

36

C. Faktor Penghambat Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak
Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor yang dilakukan oleh Anak..

47

V. PENUTUP
A Simpulan ............................................................................................

51

B. Saran ..................................................................................................

55

DAFTAR PUSTAKA

1

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pelaksanaan penegakan hukum tidak selalu sesuai dengan apa yang tertulis dalam
peraturan perundang-undangan. Dengan perkembangan jaman yang semakin pesat
membuat banyak pergeseran dalam sistem sosial dalam masyarakat. Salah satunya
perubahan ekonomi yang semakin memburuk akibat dampak dari krisis global
yang melanda hampir di seluruh bagian dunia, tidak terkecuali di Negara
Indonesia. Dengan tingginya tekanan ekonomi yang menuntut setiap orang untuk
memenuhi setiap kebutuhannya. Individu dalam melaksanakan usaha guna
memenuhi kebutuhannya, individu harus melakukan interaksi diantara anggota
masyarakat lainnya.1
Kejahatan merupakan masalah yang tidak asing lagi masyarakat Indonesia
terutama di kota besar. Kejahatan merupakan masalah yang komplek yang setiap
waktu dihadapi oleh penegak hukum. Kejahatan yang sering meningkat cenderung
di pengaruhi oleh krisis multi dimensi yang melanda Indonesia pada pertengahan
tahun

1997

lalu.

Badai

krisis

tersebut

mengakibatkan

meningkatnya

penggangguran pada lapisan masyarakat dan mengurangi daya beli masyarakat
,masyarakat sering mendapat tekanan psikis dalam memenuhi kebutuhan

1

Sowieryo,2011, Tindak Pidana Ringan, Bandung : Alumni hlm 21

2

hidupnya. Hal tersebut berpotensi menyebabkan semakin tingginya angka
kejahatan di Indonesia .2
Tindak pidana yang terjadi dalam masyarakat sangat beragam jenisnya,salah
satunya adalah pencurian kendaraan bermotor oleh anak yang marak terjadi .
Kasus ini menimbulkan dampak buruk selain dapat melukai korban pelaku pun
tega menhilangkan nyawa orang lain. Masalah ini pun mencuri perhatian media
baik cetak maupun elektonik ,pemberitaan mengenai pencurian kendaraan
bermotor hampir setiap hari menhiasi surat kabar cetak maupun siaran di televisi
nasional.3
Seperti kasus 24 Oktober di Bandar Lampung yakni tertangkapnya empat anak di
bawah umur spesialis pencuri sepeda motor dan seorang penadah hasil pencurian
motor diringkus aparat Kepolisiian Resort Kota Bandar Lampung, Rabu (24/10).
Dari hasil pemeriksaan, sedikitnya mereka sudah 30 kali melakukan pencurian
sepeda

motor

di

Bandar

Lampung.

Selain

itu

dikutip

dari

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID-Jajaran Polresta Bandar Lampung mengungkap 49
kasus selama Agustus sampai September. Semua kasus yang diungkap itu
merupakan kasus pencurian dengan kekerasan, pencurian dengan pemberatan, dan
pencurian kendaraan bermotor. Kapolresta Bandar Lampung Kombes Dwi Irianto
mengatakan, 49 kasus itu terdiri dari tujuh kasus pencurian dengan kekerasan, 22
kasus pencurian dengan pemberatan, dan 20 kasus pencurian kendaraan bermotor.

2

Ibid hlm 23
Maryadi, 2010, Anak Dalam Pandangan Hukum Pidana Indonesia. Jakarta : Raja Grafindo hlm
21

3

3

"Tersangka yang ditangkap sebanyak 60 orang," ujar Dwi saat ekspos di
mapolresta, Selasa (1/10/2013). Menurut dia, dari 60 tersangka itu, tujuh di
antaranya masih anak-anak. Sedangkan 53 tersangka lain sudah dewasa.4
Dikutip dari indosiar.com, Bandar Lampung - lima remaja yang terbilang anak
baru gede (ABG) dibekuk aparat kepolisian karena terbukti menjadi komplotan
pencuri spesialis sepeda motor dan bertanggungjawab terhadap sejumlah aksi
pencurian sepeda motor di Lampung. Meski terbilang belia, jam terbang
komplotan remaja ini cukup tinggi. Dalam sebulan mereka mereka mengaku kerap
menggasak hingga 5 unit sepeda motor. Sungguh nekad, aksi 5 bocah yang
tergolong masih anak baru gede ini. Sopan Nizar, Nanda, Destri, Ferly dan Refki
diamankan petugas ke Mapoltabes Bandar Lampung lantaran terlibat sejumlah
aksi pencurian sepeda motor. Dalam aksi terakhirnya, komplotan yang dipimpin
Nanda (16), pelajar kelas 2 SMA di Bandar Lampung ini mencuri sepeda motor di
areal parkir salah satu universitas di Lampung dengan menggunakan kunci letter
T. Dan yng terakhir kasus tertangkapnya Tersangka DF ,14, pelajar SMP, warga
Jalan Nusantara V, Bandar Lampung diamankan polsek Kedaton setelah
melakukan pencurian sepeda motor dan penadahnya OH ,16, pelajar SMP kelas
III warga Bandarlampung, pada Jum’at (8/2) sekitar pukul 17.30 WIB. Tersangka
yang masih di bawah umur ini mencuri motor milik teman sekolahnya Billi
Agung, 14 tahun, warga Jalan Raden Saleh, Way Huy, Jati Agung, Lampung

4

Diakses dari www.Tribunlampung.co.id Tanggal 19 Januri 2014 Pukul 08.30 WIB

4

Selatan, saat temannya ini sedang parkir di sekolah SMP 20 pada pukul 11.00
WIB.5
Berdasarkan uraian diatas terlihat bahwa di Bandar Lampung masih terjadi tindak
pidana pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan oleh anak. Perlu adanya
upaya yang dilakukan agar tindak pidana pencurian kendaraan bermotor yang
dilakukan anak tidak terjadi kembali.
Hal tersebut yang melatarbelakangi penulis untuk mengkaji lebih lanjut dalam
skripsi yang berjudul “Upaya Penegakan Hukum terhadap Pelaku Tindak Pidana
Pencurian Kendaraan Bermotor yang dilakukan oleh Anak ”
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup
Adapun permasalahan yang ada dalam proposal penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah upaya penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana
pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan oleh anak?
2. Apakah faktor penghambat penegakan hukum terhadap pelaku tindak
pidana pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan oleh anak?

Ruang Lingkup dalam penelitian ini adalah :
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas dan dari permasalahan
yang timbul, maka penulis membatasi pada lingkup Ilmu Pengetahuan Hukum
Pidana. Ruang lingkup tempat penelitian di Kota Bandar Lampung dan tahun
penelitian ini yaitu pada tahun 2013 – 2014.

5

Diakses dari www.Indosiar.com Tanggal 19 Januri 2014 Pukul 08.40 WIB

5

C. Tujuan dan Kegunanaan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk menganalisis Upaya Penegakan Hukum terhadap Pelaku Tindak
Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor yang dilakukan oleh Anak
2. Untuk menganalisis faktor penghambat penegakan hukum terhadap pelaku
tindak pidana pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan oleh anak
Kegunaan penelitian ini adalah :
1. Kegunaan Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian ilmu
pengetahuan hukum, khususnya di dalam Hukum Pidana, dalam rangka
memberikan penjelasan mengenai Upaya Penegakan Hukum terhadap Pelaku
Tindak Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor yang dilakukan oleh Anak
2. Kegunaan Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan bagi
rekan-rekan mahasiswa selama mengikuti program perkuliahan Hukum Pidana
pada Fakultas Hukum Universitas Lampung dan masyarakat umum mengenai
Upaya Penegakan Hukum terhadap Pelaku Tindak Pidana Pencurian Kendaraan
Bermotor yang dilakukan oleh Anak
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual
1.

Kerangka Teoritis

6

Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil
pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan
identifikasi terhadap dimensi-dimensi social yang dianggap relevan oleh peneliti.6
Teori Penegakan Hukum Soerjono Soekanto .
Penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide keadilan,
kepastian hukum dan kemanfaatan sosial menjadi kenyataan. Jadi penegakan
hukum pada hakikatnya adalah proses perwujudan ide-ide.
Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya tegaknya atau berfungsinya
norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman pelaku dalam lalu lintas atau
hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Bentuk upaya penegakan hukum terkait dengan tindak pidana pencurian yang
dilakukan anak dapat dilakukan dengan beberapa tahap yakni :
1. Tahap formulasi
Tahap formulasi aturan hukum yakni pembuatan undang-undang yang
menetapkan perbuatan pencurian yang dilakukan anak sebagai tindak pidana
artinya bahwa setiap pelaku pencurian harus mendapatkan sanksi hukum. Dalam
kasus pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan oleh anak, undang-undang
yang digunakan harus sesuai dengan kebutuhan anak yang berhadapan dengan
hukum. Seperti KUHP, UU Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, UU

6

Arief Barda Nawawi.2007 Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam
Penanggulangan Kejahatan. Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

7

Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 69 ayat (1) (2) dan Pasal
71 UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
2. Tahap aplikasi
Pemberian pidana yang lebih konkret yaitu oleh badan peradilan yang mengadili.
Adapun badan yang berwenang mengadili kasus tindak pidana pencurian
kendaraan bermotor yang dilakukan oleh anak adalah:
Kepolisian yang bertugas melakukan penangkapan, penahanan dan penyidikan
seperti yang diatur dalam Pasal 30 UU Nomor 11 Tahun 2012 selanjutnya
diserahkan kepada pihak kejaksaan terhadap pelaku tindak pidana pencurian
kendaraan bermotor yang dilakukan oleh anak.
Kejaksaan bertugas memberikan tuntutan terhadap perkara anak sebagai pelaku
tindak pidana pencurian kendaraan bermotor yang ditetapkan berdasarkan
Keputusan Jaksa Agung atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Jaksa Agung (sesuai
dengan Pasal 41 ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 2012) untuk selanjutnya
diserahkan kepada pihak pengadilan.
Pengadilan memutuskan untuk memberikan hukuman yang seadil-adilnya
terhadap anak yang melakukan tindak pidana pencurian kendaraan bermotor.
Hakim memeriksa perkara anak dalam sidang yang dinyatakan tertutup untuk
umum kecuali pembacaan putusan seperti tercantum dalam Pasal 54 UU Nomor
11 Tahun 2012 dan kemudian melimpahkannya kepada lembaga pemasyarakatan.
3. Tahap eksekusi

8

Tahap eksekusi berupa pemberian pidana yang benar benar konkret yaitu oleh
badan eksekusi misalnya lembaga pemasyarakatan. Lapas anak berbeda dengan
lapas orang dewasa, karena anak harus mendapatkan perhatian khusus walaupun
sedang menjalani masa hukuman karena anak masih memiliki masa depan yang
panjang dan membuat anak tersebut jera sehingga tidak melakukan tindak pidana
lagi.
Joseph Goldstein membedakan penegakan hukum pidana menjadi 3 bagian yaitu:
1. Total enforcement, yakni ruang lingkup penegakan hukum pidana
sebagaimana yang dirumuskan oleh hukum pidana substantif (subtantive law
of crime). Penegakan hukum pidana secara total ini tidak mungkin dilakukan
sebab para penegak hukum dibatasi secara ketat oleh hukum acara pidana
yang antara lain mencakup penangkapan, penahanan, penggeledahan,
penyitaan dan pemeriksaan pendahuluan. Disamping itu mungkin terjadi
hukum pidana substantif sendiri memberikan batasan-batasan. Misalnya
dibutuhkan aduan terlebih dahulu sebagai syarat penuntutan pada delik-delik
aduan (klacht delicten). Ruang lingkup yang dibatasi ini disebut sebagai area
of no enforcement.
2. Full enforcement, setelah ruang lingkup penegakan hukum pidana yang
bersifat total tersebut dikurangi area of no enforcement dalam penegakan
hukum ini para penegak hukum diharapkan penegakan hukum secara
maksimal.
3. Actual enforcement, menurut Joseph Goldstein full enforcement ini dianggap
not a realistic expectation, sebab adanya keterbatasanketerbatasan dalam
bentuk waktu, personil, alat-alat investigasi, dana dan sebagainya, yang

9

kesemuanya mengakibatkan keharusan dilakukannya discretion dan sisanya
inilah yang disebut dengan actual enforcement.7
Sebagai suatu proses yang bersifat sistemik, maka penegakan hukum pidana
menampakkan diri sebagai penerapan hukum pidana (criminal law application)
yang melibatkan pelbagai sub sistem struktural berupa aparat kepolisian,
kejaksaan, pengadilan dan pemasyarakatan. Termasuk didalamnya tentu saja
lembaga penasehat hukum. Dalam hal ini penerapan hukum haruslah dipandang
dari 3 dimensi:
1. penerapan hukum dipandang sebagai sistem normatif (normative system) yaitu
penerapan keseluruhan aturan hukum yang menggambarkan nilai-nilai sosial
yang didukung oleh sanksi pidana.
2. penerapan hukum dipandang sebagai sistem administratif (administrative
system) yang mencakup interaksi antara pelbagai aparatur penegak hukum
yang merupakan sub sistem peradilan diatas.
3. penerapan hukum pidana merupakan sistem sosial (social system), dalam arti
bahwa dalam mendefinisikan tindak pidana harus pula diperhitungkan pelbagai
perspektif pemikiran yang ada dalam lapisan masyarakat.
Sehubungan dengan berbagai dimensi di atas dapat diakatakan bahwa sebenarnya
hasil penerapan hukum pidana harus menggambarkan keseluruhan hasil interaksi
antara hukum, praktek administratif dan pelaku sosial
Menurut Soerjono Soekanto, penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan
hubungan nilai-nilai yang terjabarkan didalam kaidah-kaidah/pandangan nilai
7

Soerjono Soekanto. Metode Penelitian Hukum, hlm 25.

10

yang mantap dan mengejewantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran
nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian
pergaulan hidup.
Penegakan hukum secara konkret adalah berlakunya hukum positif dalam praktik
sebagaimana seharusnya patut dipatuhi. Oleh karena itu, memberikan keadilan
dalam

suatu

perkara

berarti

memutuskan

hukum

in

concreto

dalam

mempertahankan dan menjamin di taatinya hukum materiil dengan menggunakan
cara procedural yang ditetapkan oleh hukum formal.8
Menurut

Satjipto

Raharjo

penegakan hukum pada hakikatnya merupakan

penegakan ide-ide atau konsep-konsep tentang keadilan , kebenaran, kemamfaatan
sosial, dan sebagainya. Jadi Penegakan hukum merupakan usaha untuk
mewujudkan ide dan konsep-konsep tadi menjadi kenyataan.
Hakikatnya penegakan hukum mewujudkan nilai-nilai atau kaedah-kaedah yang
memuat keadilan dan kebenaran, penegakan hukum bukan hanya menjadi tugas
dari para penegak hukum yang sudah di kenal secara konvensional , tetapi
menjadi tugas dari setiap orang. Meskipun demikian, dalam kaitannya dengan
hukum publik pemerintahlah yang bertanggung jawab.
Penegakan hukum dibedakan menjadi dua, yaitu:9
1. Ditinjau dari sudut subyeknya:

8

Ibid hlm 34
Soerjono Soekanto. 2004,Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegeakan Hukum Cetakan
Kelima.Jakarta : Raja Grafindo Persada hlm 32

9

11

a. Dalam arti luas, proses penegakan hukum melibatkan semua subjek hukum
dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normative
atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri
pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau
menegakkan aturan hukum.
b. Dalam arti sempit, penegakan hukum hanya diartikan sebagai upaya aparatur
penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu
aturan hukum berjalan sebagaimana seharusnya.
2. Ditinjau dari sudut obyeknya, yaitu dari segi hukumnya:
a. Dalam arti luas, penegakkan hukum yang mencakup pada nilai-nilai keadilan
yang di dalamnya terkandung bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan
yang ada dalam bermasyarakat.
b. Dalam arti sempit, penegakkan hukum itu hanya menyangkut penegakkan
peraturan yang formal dan tertulis.

Teori Faktor Penghambat Penegakan Hukum
Menurut Soerjono Soekanto menjelaskan ada 5 (lima) Faktor-faktor penghambat
penegakan hukum agar suatu kaedah hukum benar-benar berfungsi, yaitu :10
1) Kaedah Hukum itu sendiri

10

Ibid, hlm.18

12

Berlakunya kaedah hukum di dalam masyarakat ditinjau dari kaedah hukum itu
sendiri, menurut teori-teori hukum harus memenuhi tiga macam hal berlakunya
kaedah hukum, yaitu :
a) Berlakunya secara yuridis, artinya kaedah hukum itu harus dibuat sesuai
dengan mekanisme dan prosedur yang telah ditetapkan sebagai syarat
berlakunya suatu kaedah hukum.
b) Berlakunya secara sosiologis, artinya kaedah hukum itu dapat berlaku secara
efektif, baik karena dipaksakan oleh penguasa walau tidak diterima masyarakat
ataupun berlaku dan diterima masyarakat.
c) Berlaku secara filosofis, artinya sesuai dengan cita-cita hukum sebagai nilai
positif yang tertinggi. Jika hanya berlaku secara filosofis maka kaedah hukum
tersebut hanya merupakan hukum yang dicita-citakan (ius constituendum).
2) Penegak Hukum
Komponen yang bersifat struktural ini menunjukkan adanya kelembagaan yang
diciptakan oleh sistem hukum. Lembaga-lembaga tersebut memiliki undangundang

tersendiri hukum pidana. Secara singkat dapat dikatakan, bahwa

komponen yang bersifat struktural ini memungkinkan kita untuk mengharapkan
bagaimana suatu sistem hukum ini harusnya bekerja.
3) Fasilitas
Fasilitas dapat dirumuskan sebagai sarana yang bersifat fisik, yang berfungsi
sebagai faktor pendukung untuk mencapai tujuan. Fasilitas pendukung mencakup
perangkat lunak dan perangkat keras.

13

4) Masyarakat
Setiap warga masyarakat atau kelompok pasti mempunyai kesadaran hukum,
yakni kepatuhan hukum yang tinggi, sedang atau rendah. Sebagaimana diketahui
kesadaran hukum merupakan suatu proses yang mencakup pengetahuan hukum,
sikap hukum dan perilaku hukum. Dapat dikatakan bahwa derajat kepatuhan
masyarakat terhadap hukum merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum
yang bersangkutan. Artinya, jika derajat kepatuhan warga masyarakat terhadap
suatu peraturan tinggi, maka peraturan tersebut memang berfungsi.
5) Kebudayaan
Sebagai hasil karya, cipta, rasa didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan
hidup. Variasi kebudayaan yang banyak dapat menimbulkan persepsi-persepsi
tertentu terhadap penegakan hukum. Variasi-variasi kebudayaan sangat sulit untuk
diseragamkan, oleh karena itu penegakan hukum harus disesuaikan dengan
kondisi setempat. 11
2.

Konseptual

Kerangka

konseptual

merupakan

kerangka

yang

menghubungkan

atau

menggambarkan konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti yang
berkaitan dengan istilah itu.12
a. Penegakan Hukum, Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya
untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai
pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam
11
12

Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif (suatu tinjauan singkat). Hlm 32
Dellyana,Shant.1988,Konsep Penegakan Hukum. Yogyakarta: Liberty hlm 21

14

kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Ditinjau dari sudut subjeknya,
penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subjek yang luas dan dapat pula
diartikan sebagai upaya penegakan hukum oleh subjek dalam arti yang terbatas
atau sempit.13
b. Pencurian menurut Kitab Undang Undang Hukum Pidana adalah Barang siapa
mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang
lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena
pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda
paling banyak sembilan ratus rupiah.14
c. Pengertian anak menurut UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
tercantum dalam Pasal I butir I UU No. 23 Tahun 2002 menyatakan: “Anak
adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas tahun), termasuk anak
yang masih dalam kandungan”.15
Pengertian anak menurut UU Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak tercantum dalam Bab I Pasal 1 Butir 3 menyatakan: “Anak yang
berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut anak adalah anak yang
telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas)
tahun yang diduga melakukan tindak pidana”.
d. Kendaraan bermotor adalah kendaraan yang digerakkan oleh peralatan teknik
untuk pergerakannya, dan digunakan untuk transportasi darat. Umumnya
kendaraan bermotor menggunakan mesin pembakaran dalam (perkakas atau
alat untuk menggerakkan atau membuat sesuatu yg dijalankan dengan roda,

13

Diakses dari www.id.wikipedia.org/pengertian-kendaraan-bermotor.html
Dikutip dari www.anggarajusticia/tindak_pidana_pencurian.htlm diakses tanggal 12 Februari
2014 Pukul 10.30 WIB
15
Dellyana,Shant.1988,Konsep Penegakan Hukum. Yogyakarta: Liberty hal 32

14

15

digerakkan oleh tenaga manusia atau motor penggerak, menggunakan bahan
bakar minyak atau tenaga alam). Kendaraan bermotor memiliki roda, dan
biasanya berjalan di atas jalanan.16
E. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dan memahami skripsi ini secara keseluruhan, maka
sistematika penulisannya sebagai berikut:
I. PENDAHULUAN
Bab ini merupakan pendahuuan yang memuat latar belakng masalah,
permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penulisan, kerangka teoritis
dan konseptual, serta menguraikan tentang sistematika penulisan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menjelaskan tentang pengertian Anak, Teori Penegakan Hukum,
pengertian tindak pidana pencurian.
III. METODE PENELITIAN
Bab ini memuat tentang pendekatan masalah, sumber dan jenis data, prosedur
pengumpulan dan pengolahan data, serta tahap akhir berupa analisis data.
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini pembahasan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan permasalahan
dalam skripsi ini, akan dijelaskan upaya Penegakan Hukum terhadap tindak

16

Diakses dari www.id.wikipedia.org/pengertian-kendaraan-bermotor.html

16

pidana pencurian yang dilakukan oleh anak dan faktor penghambat penegakan
hukum terhadap tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak.
V. PENUTUP
Bab ini berisi tetang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian.

17

II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Penegakan Hukum
Penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide keadilan,
kepastian hukum dan kemanfaatan sosial menjadi kenyataan. Jadi penegakan
hukum pada hakikatnya adalah proses perwujudan ide-ide.
Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya tegaknya atau berfungsinya
norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman pelaku dalam lalu lintas atau
hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Penegakan hukum merupakan usaha untuk mewujudkan ide-ide dan konsepkonsep hukum yang diharapakan rakyat menjadi kenyataan. Penegakan hukum
merupakan suatu proses yang melibatkan banyak hal.1
Menurut Soerjono Soekanto, penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan
hubungan nilai-nilai yang terjabarkan didalam kaidah-kaidah/pandangan nilai
yang mantap dan mengejewantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran
nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian
pergaulan hidup.
Penegakan hukum secara konkret adalah berlakunya hukum positif dalam praktik
sebagaimana seharusnya patut dipatuhi. Oleh karena itu, memberikan keadilan
dalam

1

suatu

perkara

berarti

memutuskan

hukum

in

concreto

Dellyana,Shant.1988,Konsep Penegakan Hukum. Yogyakarta: Liberty hal 32

dalam

18

mempertahankan dan menjamin di taatinya hukum materiil dengan menggunakan
cara procedural yang ditetapkan oleh hukum formal.2
Menurut

Satjipto

Raharjo

penegakan hukum pada hakikatnya merupakan

penegakan ide-ide atau konsep-konsep tentang keadilan , kebenaran, kemamfaatan
sosial, dan sebagainya. Jadi Penegakan hukum merupakan usaha untuk
mewujudkan ide dan konsep-konsep tadi menjadi kenyataan.
Hakikatnya penegakan hukum mewujudkan nilai-nilai atau kaedah-kaedah yang
memuat keadilan dan kebenaran, penegakan hukum bukan hanya menjadi tugas
dari para penegak hukum yang sudah di kenal secara konvensional , tetapi
menjadi tugas dari setiap orang. Meskipun demikian, dalam kaitannya dengan
hukum publik pemerintahlah yang bertanggung jawab.
Penegakan hukum dibedakan menjadi dua, yaitu:3
1. Ditinjau dari sudut subyeknya:
Dalam arti luas, proses penegakkan hukum melibatkan semua subjek hukum
dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normative
atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri
pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan
aturan hukum.
Dalam arti sempit, penegakkan hukum hanya diartikan sebagai upaya aparatur
penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan
hukum berjalan sebagaimana seharusnya.
2
3

Ibid hlm 33
Ibid hlm 34

19

2. Ditinjau dari sudut obyeknya, yaitu dari segi hukumnya:
Dalam arti luas, penegakkan hukum yang mencakup pada nilai-nilai keadilan yang
di dalamnya terkandung bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang ada
dalam bermasyarakat. Dalam arti sempit, penegakkan hukum itu hanya
menyangkut penegakkan peraturan yang formal dan tertulis.
B. Teori Penegakan Hukum
Penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide keadilan,
kepastian hukum dan kemanfaatan sosial menjadi kenyataan. Jadi penegakan
hukum pada hakikatnya adalah proses perwujudan ide-ide.
Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya tegaknya atau berfungsinya
norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman pelaku dalam lalu lintas atau
hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Penegakan hukum merupakan usaha untuk mewujudkan ide-ide dan konsepkonsep hukum yang diharapakan rakyat menjadi kenyataan. Penegakan hukum
merupakan suatu proses yang melibatkan banyak hal.4
Joseph Goldstein membedakan penegakan hukum pidana menjadi 3 bagian yaitu:5
1. Total enforcement, yakni ruang lingkup penegakan hukum pidana sebagaimana
yang dirumuskan oleh hukum pidana substantif (subtantive law of crime).
Penegakan hukum pidana secara total ini tidak mungkin dilakukan sebab para
penegak hukum dibatasi secara ketat oleh hukum acara pidana yang antara lain

4
5

Ibid hlm 37
Ibid hlm 39

20

mencakup aturanaturan penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan
dan pemeriksaan pendahuluan. Disamping itu mungkin terjadi hukum pidana
substantif sendiri memberikan batasan-batasan. Misalnya dibutuhkan aduan
terlebih dahulu sebagai syarat penuntutan pada delik-delik aduan (klacht
delicten). Ruang lingkup yang dibatasi ini disebut sebagai area of no
enforcement.
2. Full enforcement, setelah ruang lingkup penegakan hukum pidana yang bersifat
total tersebut dikurangi area of no enforcement dalam penegakan hukum ini
para penegak hukum diharapkan penegakan hukum secara maksimal.
3. Actual enforcement, menurut Joseph Goldstein full enforcement ini dianggap
not a realistic expectation, sebab adanya keterbatasanketerbatasan dalam
bentuk waktu, personil, alat-alat investigasi, dana dan sebagainya, yang
kesemuanya mengakibatkan keharusan dilakukannya discretion dan sisanya
inilah yang disebut dengan actual enforcement.
Sebagai suatu proses yang bersifat sistemik, maka penegakan hukum pidana
menampakkan diri sebagai penerapan hukum pidana (criminal law application)
yang melibatkan pelbagai sub sistem struktural berupa aparat kepolisian,
kejaksaan, pengadilan dan pemasyarakatan. Termasuk didalamnya tentu saja
lembaga penasehat hukum. Dalam hal ini penerapan hukum haruslah dipandang
dari 3 dimensi:
1. penerapan hukum dipandang sebagai sistem normatif (normative system) yaitu
penerapan keseluruhan aturan hukum yang menggambarkan nilai-nilai sosial
yang didukung oleh sanksi pidana.

21

2. penerapan hukum dipandang sebagai sistem administratif (administrative
system) yang mencakup interaksi antara pelbagai aparatur penegak hukum
yang merupakan sub sistem peradilan diatas.
3. penerapan hukum pidana merupakan sistem sosial (social system), dalam arti
bahwa dalam mendefinisikan tindak pidana harus pula diperhitungkan pelbagai
perspektif pemikiran yang ada dalam lapisan masyarakat.

C. Faktor faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum
Faktor faktor yang mempengaruhi penegakan hukum menurut Soerjono Soekanto
adalah :6
1. Faktor Hukum
Praktik penyelenggaraan hukum di lapangan ada kalanya terjadi pertentangan
antara kepastian hukum dan keadilan, hal ini disebabkan oleh konsepsi keadilan
merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak, sedangkan kepastian hukum
merupakan suatu prosedur yang telah ditentukan secara normatif.
Justru itu, suatu kebijakan atau tindakan yang tidak sepenuhnya berdasar hukum
merupakan sesuatu yang dapat dibenarkan sepanjang kebijakan atau tindakan itu
tidak bertentangan dengan hukum. Maka pada hakikatnya penyelenggaraan
hukum bukan hanya mencakup law enforcement, namun juga peace maintenance,
karena penyelenggaraan hukum sesungguhnya merupakan proses penyerasian

6

Soerjono Soekanto. 2004,Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegeakan Hukum Cetakan
Kelima.Jakarta : Raja Grafindo Persada hal 42

22

antara nilai kaedah dan pola perilaku nyata yang bertujuan untuk mencapai
kedamaian.
2. Faktor Penegakan Hukum
Fungsi hukum, mentalitas atau kepribadian petugas penegak hukum memainkan
peranan penting, kalau peraturan sudah baik, tetapi kualitas petugas kurang baik,
ada masalah. Oleh karena itu, salah satu kunci keberhasilan dalam penegakan
hukum adalah mentalitas atau kepribadian penegak hokum
3. Faktor Sarana atau Fasilitas Pendukung
Faktor sarana atau fasilitas pendukung mencakup perangkat lunak dan perangkat
keras, salah satu contoh perangkat lunak adalah pendidikan. Pendidikan yang
diterima oleh Polisi dewasa ini cenderung pada hal-hal yang praktis konvensional,
sehingga dalam banyak hal polisi mengalami hambatan di dalam tujuannya,
diantaranya adalah pengetahuan tentang kejahatan computer, dalam tindak pidana
khusus yang selama ini masih diberikan wewenang kepada jaksa, hal tersebut
karena secara teknis yuridis polisi dianggap belum mampu dan belum siap.
Walaupun disadari pula bahwa tugas yang harus diemban oleh polisi begitu luas
dan banyak.
4. Faktor Masyarakat
Penegak hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kedamaian
di dalam masyarakat. Setiap warga masyarakat atau kelompok sedikit banyaknya
mempunyai kesadaran hukum, persoalan yang timbul adalah taraf kepatuhan
hukum, yaitu kepatuhan hukum yang tinggi, sedang, atau kurang. Adanya derajat

23

kepatuhan hukum masyarakat terhadap hukum, merupakan salah satu indikator
berfungsinya hukum yang bersangkutan.
5. Faktor Kebudayaan
Berdasarkan konsep kebudayaan sehari-hari, orang begitu sering membicarakan
soal kebudayaan. Kebudayaan menurut Soerjono Soekanto, mempunyai fungsi
yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat, yaitu mengatur agar manusia
dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak, berbuat, dan menentukan
sikapnya kalau mereka berhubungan dengan orang lain. Dengan demikian,
kebudayaan adalah suatu garis pokok tentang perikelakuan yang menetapkan
peraturan mengenai apa yang harus dilakukan, dan apa yang dilarang.
D. Pengertian Tindak Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, arti dari kata “curi” adalah mengambil
milik orang lain tanpa izin atau dengan tidak sah, biasanya dengan sembunyisembunyi. Sedangkan arti “pencurian” proses, cara, perbuatan. Pengertian
pencurian menurut hukum beserta unsur-unsurnya dirumuskan dalam Pasal 362
KUHP, adalah berupa rumusan pencurian dalam bentuk pokoknya yang berbunyi:
barang siapa mengambil suatu benda yang seluruhnya atau sebagian milik orang
lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena
pencurian, dengan pidana penjara paling lama 5 Tahun atau denda paling banyak
Rp.900,00-.
Untuk lebih jelasnya, apabila dirinci rumusan itu terdiri dari unsur-unsur objektif
(perbuatan mengambil, objeknya suatu benda, dan unsur keadaan yang melekat
padabenda untuk dimiliki secara sebagian ataupun seluruhnya milik orang lain)

24

dan unsur unsur subjektif (adanya maksud, yang ditujukan untuk memiliki, dan
dengan melawan hukum).7
Unsur-unsur pencurian adalah sebagai berikut:
1. Unsur-Unsur Objektif berupa :
a. Unsur perbuatan mengambil (wegnemen)
Unsur pertama dari tindak pidana pencurian ialah perbuatan “mengambil” barang.
“Kata “mengambil” (wegnemen) dalam arti sempit terbatas pada menggerakan
tangan dan jari-jari, memegang barangnnya, dan mengalihkannya ke lain tempat”.
Dari adanya unsur perbuatan yang dilarang mengambil ini menunjukan bahwa
pencurian adalah berupa tindak pidana formill. Mengambil adalah suatu tingkah
laku psoitif/perbuatan materill, yang dilakukan dengan gerakan-gerakan yang
disengaja. Pada umumnya menggunakan jari dan tangan kemudian diarahkan pada
suatu benda, menyentuhnya, memegang, dan mengangkatnya lalu membawa dan
memindahkannya ke tempat lain atau dalam kekuasaannya. Unsur pokok dari
perbuatan mengambil harus ada perbuatan aktif, ditujukan pada benda dan
berpindahnya kekuasaan benda itu ke dalam kekuasaannya. Berdasarkan hal
tersebut, maka mengambil dapat dirumuskan sebagai melakukan perbuatan
terhadap suatu benda dengan membawa benda tersebut ke dalam kekuasaanya
secara nyata dan mutlak. Unsur berpindahnya kekuasaan benda secara mutlak dan
nyata adalah merupaka syarat untuk selesainya perbuatan mengambil, yang
artinya juga merupakan syarat untuk menjadi selesainya suatu perbuatan
pencurian yang sempurna.
7

Sowieryo,2011, Tindak Pidana Ringan, Bandung : Alumni hlm 23

25

b. Unsur benda
Pada objek pencurian ini sesuai dengan keterangan dalam Memorie van toelichtin
(MvT) mengenai pembentukan Pasal 362 KUHP adalah terbatas pada bendabenda bergerak (roerend goed). Benda-benda tidak bergerak, baru dapat menjadi
objek pencurian apabila telah terlepas dari benda tetap dan menjadi benda
bergerak. Benda bergerak adalah setiap benda yang berwujud dan bergerak ini
sesuai dengan unsur perbuatan mengambil.
Benda yang bergerak adalah setiap benda yang sifatnya dapat berpindah sendiri
atau dapat dipindahkan (Pasal 509 KUHPerdata). Sedangkan benda yang tidak
bergerak adalah benda-benda yang karena sifatnya tidak dapat berpindah atau
dipindahkan, suatu pengertian lawandari benda bergerak.
c. Unsur sebagian maupun seluruhnya milik orang lain
Benda tersebut tidak perlu seluruhnya milik orang lain, cukup sebagian saja,
sedangkan yang sebagian milik pelaku itu sendiri. Contohnya seperti sepeda
motor milik bersama yaitu milik A dan B, yang kemudian A mengambil dari
kekuasaan B lalu menjualnya. Akan tetapi bila semula sepeda motor tersebut telah
berada dalam kekuasaannya kemudian menjualnya, maka bukan pencurian yang
terjadi melainkan penggelapan (Pasal 372 KUHP).
2.

Unsur-Unsur Subjektif berupa :

a.

Maksud untuk memiliki

Maksud untuk memiliki terdiri dari dua unsur, yakni unsur pertama maksud
(kesengajaan sebagai maksud atau opzet als oogmerk), berupa unsur kesalahan

26

dalam pencurian, dan kedua unsur memilikinya. Dua unsur itu tidak dapat
dibedakan dan dipisahkan satu sama lain.
Maksud dari perbuatan mengambil barang milik orang lain itu harus ditujukan
untuk memilikinya, dari gabungan dua unsur itulah yang menunjukan bahwa
dalam tindak pidana pencurian, pengertian memiliki tidak mengisyaratkan
beralihnya hak milik atas barang yang dicuri ke tangan pelaku, dengan alasan.
Pertama tidak dapat mengalihkan hak milik dengan perbuatan yang melanggar
hukum, dan kedua yang menjadi unsur pencurian ini adalah maksudnya (subjektif)
saja. Sebagai suatu unsur subjektif, memiliki adalah untuk memiliki bagi diri
sendiri atau untuk dijadikan barang miliknya. Apabila dihubungkan dengan unsur
maksud, berarti sebelum melakukan perbuatan mengambil dalam diri pelaku
sudah terkandung suatu kehendak (sikap batin) terhadap barang itu untuk
dijadikan sebagai miliknya.

b. Melawan hukum
Menurut Moeljatno, unsur melawan hukum dalam tindak pidana pencurian yaitu
Maksud memiliki dengan melawan hukum atau maksud memiliki itu ditunjukan
pada melawan hukum, artinya ialah sebelum bertindak melakukan perbuatan
mengambil benda, ia sudah mengetahui dan sudah sadar memiliki benda orang
lain itu adalah bertentangan dengan hukum. Karena alasan inilah maka unsur
melawan hukum dimaksudkan ke dalam unsur melawan hukum subjektif.
Pendapat ini kiranya sesuai dengan keterangan dalam MvT (Memorie van
toelichtin) yang menyatakan bahwa, apabila unsur kesengajaan dicantumkan

27

secara tegas dalam rumusan tindak pidana, berarti kesengajaan itu harus ditujukan
pada semua unsur yang ada dibelakangnya.
E. Pengertian Anak
Anak adalah amanat yang diberikan Tuhan kepada kedua orang tua untuk dijaga,
dididik dan dilindungi. Perlindungan terhadap anak tidak hanya diberikan setelah
ia lahir tapi bayi yang masih di dalam kandunganpun juga wajib dilindungi.Oleh
karena itu, orang tua sebagai orang terdekat dari anak maka wajib melindungi bayi
sampai ia dewasa nanti.
Pengertian anak menurut UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
tercantum dalam Pasal I butir I UU No. 23/2002 berbunyi: “Anak adalah
seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas tahun), termasuk anak yang
masih dalam kandungan”.
Pengertian dan batasan tentang anak sebagaimana dirumuskan dalam pasal I butir
I UU No.23/2002 ini tercakup 2 (dua) isu penting yang menjadi unsur definisi
anak, yakni:8
Seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun. Dengan demikian, setiap
orang yang telah melewati batas usia 18 tahun, termasuk orang yang secara mental
tidak cakap, dikualifikasi sebagai bukan anak, yakni orang dewasa. Dalam hal ini,
tidak dipersoalkan apakah statusnya sudah kawin atau tidak.Anak yang masih
dalam kandungan. Jadi, UU No.23 Tahun 2002 ini bukan hanya melindungi anak
yang sudah lahir tetapi diperluas, yakni termasuk anak dalam kandungan.

8

Ridwan,2010, Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum,Sinar Grafika,Jakarta.Hlm 34

28

Pengertian dan batasan usia anak dalam UU No. 23 Tahun 2002, bukan
dimaksudkan untuk menentukan siapa yang telah dewasa, dan siapa yang masih
anak-anak. Sebaliknya, dengan pendekatan perlindungan, maka setiap orang
(every human being) yang berusia di bawah 18 tahun selaku subyek hukum dari
UU No. 23 Tahun 2002 – mempunyai hak atas perlindungan dari Negara yang
diwujudkan dengan jaminan hukum dalam UU No. 23 Tahun 2002.

29

III. METODE PENELITIAN

Metode sangat penting untuk menentukan keberhasilan penelitian agar dapat
bermanfaat dan berhasil guna untuk dapat memecahkan masalah yang akan
dibahas berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan. Metode adalah cara
kerja untuk memahami objek yang menjadi tujuan dan sasaran penelitian.1
Soerjono soekanto mengatakan metodelogi berasal dari kata metode yang artinya
jalan, namun menurut kebiasaan metode dirumuskan dengan beberapa
kemungkinan yaitu suatu tipe penelitian yang digunakan untuk penelitian dan
penilaian, suatu teknik yang umum bagi ilmu pengetahuan, dan cara tertentu untuk
melaksanakan suatu prosedur. Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam
melakukan penelitian ini dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
A.

Pendekatan Masalah

Pembahasan terhadap masalah penelitian ini, penulis menggunakan dua macam
pendekatan masalah yaitu pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris:
a) Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan masalah yang didasarkan pada
peratur