PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN FLY OVER DI KOTA BANDAR LAMPUNG

(1)

PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN FLYOVER DI KOTA BANDAR LAMPUNG

(Skripsi)

Oleh

ALDO PERDANA PUTRA

BAGIAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG 2014


(2)

ABSTRAK

PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN FLY OVER DI KOTA BANDAR LAMPUNG

Oleh

ALDO PERDANA PUTRA

Pembangunan di Kota Bandar Lampung sangat pesat, salah satunya Pembangunan

Fly Over di Jalan Gajah Mada, Pembangunan fly Over merupakan salah satu

bentuk pembangunan kepentingan umum, hal tersebut sesuai dengan UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, atas dasar peraturan tersebut maka Pemerintah dapat mengambil tanah masyarakat, hal ini juga sejalan dengan UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, pembangunan Fly Over di Bandar Lampung salah satunya terletak di Jalan Gajah Mada, dalam pembangunan Fly Over Gajah Mada tersebut ternyata masyarakat banyak yang merasa dirugikan dikarenakan antara lain ganti rugi tanah hanya berdasarkan NJOP dan banyak toko-toko disepanjang

Fly Over tersebut tutup karena menurunnya omzet.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah pelaksanaan pengadaan tanah untuk pembangunan Fly Over di Kota Bandar Lampung? (2) Dampak apa yang timbul dalam pelaksanaan pengadaan tanah untuk pembangunan Fly Over di Kota Bandar Lampung?

Metode penelitian yang dipergunakan adalah dengan menggunakan pendekatan normatif empiris dengan data yang bersumber dari data primer dan sekunder. Hasil penelitian menunjukan 1) pelaksanaan pembangunan Fly Over Jalan Gajah Mada Kota Bandar Lampung melalui beberapa tahapan seperti; penetapan lokasi, penyuluhan (sosialisasi), penentuan batas lokasi inventarisasi, pengumuman hasil inventarisasi, musyawarah penetapan nilai ganti kerugian, pemberian ganti kerugian, dan pelepasan tanah instansi. 2) Dampak dalam pelaksaanaan pengadaan tanah untuk pembangunan Fly Over di Kota Bandar Lampung terdapat dampak positif dan negatif, dampak positifnya ialah tidak terjadinya kemacetan lagi didaerah Jalan Gajah Mada Kota Bandar Lampung, hal ini sesuai dengan UU no. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan bahwa kelancaran lalu lintas dijalan raya merupakan kewajiban setiap pemerintah daerah, dalam hal ini dinas perhubungan, Dampak negative yaitu menurunnya omzet masyarakat dibawah Fly Over secara signifikan sampai 70% dan apabila hujan masih terjadi banjir dilokasi bawah Fly Over tersebut karena tidak adanya daerah resapan air disana, hal ini bertentangan juga dengan UU Lingkungan Hidup, dalam pembangunan Fly Over di Jalan Gajah Mada ternyata merusak Lingkungan.


(3)

Hendaknya Pemerintah Kota Bandar Lampung dan Instansi yang berkepentingan untuk melaksanakan kegiatan pembebasan tanah memperhatikan keadaan masyarakat yang berada dilingkungan Fly Over yang terkena dampak langsung yang ditimbulkan akibat dibangunnya Fly Over tersebut dan kepada pihak instansi yang hendak melaksanakan kegiatan pembebasan tanah, kiranya ganti kerugian yang ditawarkan tidak hanya berupa uang saja, akan tetapi dimungkinkan dalam bentuk lain, seperti tanah pengganti, permukiman kembali, dan bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak.


(4)

ABSTRACT

THE IMPLEMENTATION OF LAND ACQUISITION FOR THE DEVELOPMENT OF FLY OVER IN BANDAR LAMPUNG

by

ALDO PERDANA PUTRA

City development in Bandar Lampung was very rapidly developed, one of them was Fly Over Development in Gajah Mada Street, the establishment of fly over was one of development for public interest, as regulated in UU Number 5 year 1960 about basic regulation of the agrarian principle, basic on that regulation government could take public land, in this case was also in accordance to Act Number 2 year 2012 about land acquisition for development and public interest, the one of fly over development in Bandar Lampung was at Gajah Mada Street, in the construction of fly over in Gajah Mada Street,it turns out that many people who felt disadvantaged because the indemnity of the land only based on NJOP and many shops along the Fly Over closed because of declining turnover.

The problem in this study were (1) How was the implementation of land acquisition for development of Fly Over in Bandar Lampung? (2) What were the impacts arising in the implementation of land acquisition for development of Fly Over in Bandar Lampung?

The research method used was a normative approach to the empirical data derived from primary and secondary data.

The results showed that 1) the implementation of development of Fly Over Gajah Mada Street Bandar Lampung was through several stages such as; determining the location, education (socialization), the determination of the location of the inventory limit, the announcement of inventory, determination of the value of compensation, compensation administration, and disposal of land agencies. 2) the impact in the implementation of development of Fly Over at Gajah Mada street Bandar Lampung there was a positive impact and negative impact, the positive side that, there were no more traffic jams occured in Gajah Mada area in Bandar Lampung, this was in accordance with the Act Number 22 year 2009 about traffic and public transportation that smoothness of the traffic on the road is the duty of every local government, in this case the transportation department. The negative impact of declining of revenue towards local society lived under the Fly Over because there was no water drainage area there. It was also against the Act of Environment, in the construction of fly over at Gajah Mada, it had damaged the environment.


(5)

Government of Bandar Lampung and relevant Institutes should conduct the land acquisition activities with the concern about the circumstances of the community who were affected by Fly Over directly caused by the construction of the Fly Over itself and to the Institutes that wanted to conduct the land acquisition, compensation offered would not only in the form of money, but also possible in other forms, such as replacement land, resettlement, and other forms approved by both parties.


(6)

(7)

(8)

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 9 Juni 1992 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, yang merupakan anak Laki-Laki pertama dari pasangan Ayahanda Ermon Zubir dan Ibunda Lindawati. Jenjang pendidikan penulis dimulai pada SD Kartika II-5 Bandar lampung pada tahun 1998 dan selesai tahun 2004. Kemudian penulis melanjutkan jenjang pendidikan di SMP Negeri 10 Bandar Lampung dan selesai pada tahun 2007. Setelah itu melanjutkan ke SMA Yayasan Pembina Universitas Lampung (YP UNILA) diselesaikan pada tahun 2010. Tahun 2010, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui jalur Ujian Mandiri program pendidikan Strata 1 (S1) dan mengambil bagian Hukum Administrasi Negara (HAN). Penulis mengikuti beberapa organisasi kemahasiswaan di tingkat Fakultas. Penulis merupakan anggota aktif dari Persikusi tahun ajaran 2010-2011, dan berfokus pada Organisasi MAHUSA UNILA (Mahasiswa Fakultas Hukum Sayangi Alam), dan menjabat sebagai GURIMLA (Gunung, Rimba, dan Laut) Tahun 2012-2013.


(10)

PERSEMBAHAN

Dengan segala kerendahan hati kupersembahkan karya kecilku ini kepada:

Kedua Orang Tuaku

Terimakasih Untuk Semua Kasih Sayang dan

Pengorbanannya Sehingga Aku Bisa Menjadi Orang Yang Berhasil

Kakak dan Adikku

Tumbuh Bersama Dalam Suatu Ikatan Keluarga Membuatku Semakin Yakin Bahwa Merekalah Yang Akan Membantuku Di

Saat Susah Maupun Senang

Seluruh Keluarga Besar

Selalu Memotivasi, Doa dan Perhatian Sehingga Aku Lebih Yakin Dalam Menjalani Hidup Ini

Untuk Teman Kekasih

Utia Eka April Yani, S.E., yang sangat berperan penting dalam menyelesaikan Skripsi ini

Almamater Universitas Lampung

Tempat Aku Menimba Ilmu, Disinilah Aku Mendapatkan Ilmu Dan Pengetahuan Yang Menjadi Bagian Jejak Langkahku


(11)

MOTO

Apabila Di Gosok Terus Menerus Besi Yang Keras Dan Tumpul Pun Akan Menjadi Tajam

Hanya Orang-Orang Yang Berjalan Didalam Gelaplah Yang Dapat Menari diterangnya Sinar Mentari

Semua Orang Berpikir Untuk Mengubah Dunia, Tapi Tak Seorang Pun Berpikir Untuk Merubah Dirinya Sendiri.

(Leo Tolstoy)

Pengetahuan Tanpa Agama Adalah Lumpuh, Agama Tanpa Pengetahuan Adalah Buta.

(Albert Eistein)

Bersikaplah Optimis Sekalipun Berada Dalam Sumber Badai


(12)

SANWACANA

Alhamdulillahirabbil ’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul : “Pelaksanaan Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Fly Over di Kota Bandar Lampung” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Segala kemampuan telah penulis curahkan guna menyelesaikan skripsi ini, namun penulis menyadari masih terdapat kekurangan baik dari segi substansi maupun penulisannya. Oleh karena itu, berbagai saran, koreksi, dan kritik yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini.

Penulis menyadari ini bukanlah hasil jerih payah sendiri akan tetapi berkat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak baik moril maupun materil sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai. Oleh karena itu, di dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan rasa terima kasih yang tulus kepada :

1. Bapak Heryandi, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung;

2. Ibu Upik Hamidah, S.H., M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Administrasi Negara sekaligus Pembahas I (satu) atas kesediaannya dan kesabarannya


(13)

untuk membantu, mengarahkan, dan memberi masukan agar terselesaikannya skripsi ini;

3. Bapak Satria Prayoga, S.H., M.H. selaku Sekretaris Bagian Hukum Admnistrasi Negara sekaligus Pembahas II (dua) atas kesediaannya dan kesabarannya untuk membantu, mengarahkan, dan memberi masukan agar terselesaikannya skripsi ini;

4. Bapak Sudirman Mechsan, S.H., M.H. selaku Pembimbing I (satu) yang telah meluangkan waktu di tengah kesibukannya untuk memberikan koreksi yang sangat membantu dalam perbaikan skripsi penulis dan telah banyak mengarahkan penulis agar menjadi lebih baik lagi melalui kebiasaan dan pemikirannya telah memberikan banyak sekali pelajaran hidupnya sehingga menjadi inspirasi dan pedoman yang Insya Allah akan selalu dipegang teguh oleh penulis;

5. Ibu Ati Yuniati, S.H., M.H. selaku Pembimbing II (dua) yang telah meluangkan waktu di tengah kesibukannya untuk memberikan koreksi, masukan dan kritik dalam penulisan skripsi ini;

6. Ibu Nurmayani, S.H., M.H. selaku Pembimbing Akademik yang telah banyak mengajarkan nilai-nilai moral kehidupan kepada penulis selama di Fakultas Hukum Unila. Terima kasih atas segala bimbingan, dan waktu yang diluangkan selama ini untuk penulis;

7. Seluruh Dosen Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan kepada penulis, serta kepada seluruh staf administrasi Fakultas Hukum Universitas Lampung;


(14)

8. Pak Marlan, dan Pak Misyo yang telah menjadi teman ngobrol ketika menunggu dosen dan membantu penulis menyelesaikan urusan administrasi; 9. Bapak Toni Ferdiansyah, S.T. sebagai Kepala Dinas Tata Ruang Kota Bandar

Lampung, yang telah bersedia meluangkan waktu untuk penulis melakukan wawancara pada saat penulis melakukan penelitian;

10. Bapak Yaswarli, S.ST. sebagai Kepala Seksi bidang perencanaan dan pengendalian Dinas Pekerjaan Umum Kota Bandar Lampung, yang telah bersedia meluangkan waktu untuk penulis melakukan wawancara pada saat penulis melakukan penelitian;

11. Bapak Bpk. Fauzi Japri, Bpk. Kardiansyah, Ibu. Lili, Ibu. Yanti dan seluruh warga Jalan Gajah Mada Kota Bandar Lampung, yang telah bersedia meluangkan waktu untuk penulis melakukan wawancara pada saat penulis melakukan penelitian;

12. Keluarga Besar Mahusa Unila (Mahasiswa Fakultas Hukum Sayangi Alam) yang telah memberikan banyak ilmu yang bermanfaat menjalani kerasnya kehidupan, kepada Bang Pastak, Bang Kasau, Bang Erick, Bang Moses, Bang Anes, Mbak Ratna, Bang Gibran, Bang Kimung, Bang Febri, Bang Imron, Bang Indra, Bang Jefri, Mbak Mawar, Mbak Novi, Bang Regi, Mbak Widya dan seluruh senior keluarga besar Mahusa Unila yang lainnya;

13. Untuk angkatan 28 Mahusa Unila, Abeng Boti Akar, S.H., Bona Pudak Beghak Celana Saghak, S.H., Pepeng Penyok, Gaston Jangkar Alam, dan Mupeng Agate Tisu Basah terimakasih karena telah mewarnai kehidupan penulis disegala medan dan selalu menemani dikala susah dan senang selama


(15)

di Fakultas Hukum Unila, untuk Pepeng, Gaston dan Agate semoga cepeet nyusuuuuulllll wisudaaaa, amin;

14. Untuk Ario Budi Prasetyo teman yang bersama-sama memulai mengerjakan Skripsi agar mempercepat pengerjaan Skripsinya jangan ditunda-tunda lagi, kalau bisa 2 bulan ini langsung nyusul wisuda amin;

15. Keluarga Bagian Hukum Administrasi Negara dan Keluarga Besar Fakultas Hukum 2010 terimakasih telah menjadi bagian perjalanan hidupku, besar harapan silaturahmi tak berujung;

16. Kedua orang tua penulis yang telah menjadi inspirasi terbesar penulis, Lindawati (ibu) dan Ermon Zubir (ayah), yang telah menjadi orang tua terhebat di dunia. Maaf masih menjadi beban kalian, tapi percayalah selalu ada bagian diri ini yang tidak pernah berhenti berjuang untuk membahagiakan kalian. Ajaran dan semangat yang kalian berikan telah mengantar aku hingga sejauh ini, hingga membuat tulisan ini, hingga mencapai gelar Sarjana Hukum lulusan Fakultas Hukum Unila. Gelar ini untuk kalian. Semoga Ayah dan Ibu selalu sehat sehingga aku dapat memberikan kebahagiaan dan kebanggaan yang belum aku berikan kepada kalian sebagai anak kalian. kalian akan terus ada. Aamiin yaa robbal alamin;

17. Kakakku dr.Wella Ayu Pratiwi, S.ked dan Adikku tersayang Ade Yudha Pratama terimakasih banyak untuk doa dan motivasi terbesar dari kalian; 18. Keluarga Besarku yang telah mendukung dan membantu serta memberikan

semangat kepada penulis;

19. Serta semua pihak yang terlibat yang tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis mengucapkan terima kasih atas doa dan dukungannya dalam


(16)

menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT mencatat dan mengganti semuanya sebagai amal sholeh.

Akhir kata, sangat penulis sadari bahwa berakhirnya masa studi ini adalah awal dari perjuangan panjang untuk menjalani kehidupan yang sesungguhnya. Sedikit harapan semoga karya kecil ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, Penulis,


(17)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

DAFTAR ISI ... ii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang ... 1

1.2 Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian ... 7

1.2.1 Permasalahan ... 7

1.2.2 Ruang Lingkup Penelitian ... 7

1.3 Tujuan Penelitian dan Kegunaaan Penelitian ... 7

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 7

1.3.2 KegunaanPenelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pelaksanaan ... 9

2.2 Pengertian Tanah dan Fungsi Sosial Atas Tanah ... 12

2.2.1 Pengertian Tanah ... 12

2.2.2 Fungsi Sosial Atas Tanah ... 13

2.3 Hak-hak Atas Tanah ... 15

2.3.1 Pengertian Hak Atas Tanah ... 15

2.3.2 Pembagian Hak Atas Tanah ... 16

2.4 Pengadaan Tanah ... 20

2.4.1 Pengertian Pengadaan Tanah ... 20

2.4.2 Dasar Hukum Pengadaan Tanah ... 22

2.4.3 Tahap-tahap Pengadaan Tanah ... 23

2.4.4 Perencanaan Pengadaan Tanah ... 23

2.4.5 Panitia Pengadaan Tanah ... 25

2.4.6 Pelaksanaan Penagadaan Tanah ... 25

2.4.7 Ganti Kerugian ... 26

2.4.8 Penyerahan Hasil ... 27

2.5 Pengertian Pembangunan dan Jalan Layang (Fly Over) ... 28

2.5.1 Pengertian Pembangunan ... 28


(18)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 PendekatanMasalah ... 30

3.2 Sumber Data ... 30

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 32

3.4 Analisis Data ... 33

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kota Bandar Lampung ... 34

4.2 Pelaksanaan Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Fly Over di Kota Bandar Lampung ... 40

4.2.1 Tahap-tahap Pelaksanaan Pengadaan Tanah Terhadap Pembangunan Fly Over di Jalan gajah Mada Kota Bandar Lampung ... 44

4.2.1.1 Penetapan Lokasi ... 44

4.2.1.2 Penyuluhan (Sosialisasi) ... 45

4.2.1.3 Penentuan Batas Lokasi Inventarisasi ... 47

4.2.1.4 Pengumuman Hasil Inventarisasi ... 48

4.2.1.5 Musyawarah Penetapan Nilai Ganti Kerugian dan Pemberian Ganti Kerugian ... 48

4.2.1.6 Pelepasan Tanah Instansi ... 50

4.3 Dampak Pelaksanaan Pengadaan Tanah Jalan Gajah Mada Kota Bandar Lampung ... 51

4.3.1 Dampak Positif Pembangunan Fly Over Jalan Gajah Mada Kota Bandar lampung ... 51

4.3.2 Dampak Negatif Pembangunan Fly Over Jalan Gajah Mada Kota Bandar Lampung ... 52

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 55

5.2 Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan Undang-Undang Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960 dalam Pasal 1 ayat(2) yaituSeluruh bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dalam wilayah Republik Indonesia sebagai Karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah Bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan Nasional. Tanah adalah permukaan bumi, yang dalam penggunaanya meliputi juga sebagian tubuh bumi yang ada dibawahnya dan sebagian dari ruang yang ada di atasnya, dengan pembatasan dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, yaitu sekadar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah yang bersangkutan, dalam batas-batas menurut UUPA dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi.

Sedalam berapa tubuh bumi dan setinggi berapa ruang yang persangkutan boleh digunakan, ditentukan oleh tujuan penggunaannya, dalam batas-batas kewajaran, perhitungan teknis kemampuan tubuh buminya sendiri, kemampuan pemegang haknya serta ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.1 Tanah juga merupakan tempat pemukiman bagi sebagian besar umat manusia dan sebagai

1


(20)

2

sumber penghidupan bagi sebagian umat manusia yang mencari nafkah melalui usaha pertanian dan perkebunan, akhirnya tanah menjadi tempat istirahat bagi manusia setelah meninggal dunia. Jadi dengan demikian tanah mempunyai arti dan peranan penting dalam hidup dan kehidupan manusia karena sebagian besar kehidupan manusia tergantung dengan tanah.2

Dalam rangka melaksanakan proyek-proyek pembangunan, tanah merupakan salah satu sarana yang amat sangat penting dan masalah pengadaan tanah untuk kebutuhan tersebut tidaklah mudah untuk dipecahkan, karena dengan semakin meningkatnya pembangunan, kebutuhan tanah akan semakin meningkat pula, sedangkan persedian tanah sangat terbatas.

Berbicara tentang pembangunan dewasa ini sangat erat kaitannya dengan masalah tanah karena setiap kegiatan Pembangunan Nasional yang sedang dilaksanakan baik oleh Pemerintah maupun swasta yang sifatnya fisik maupun non-fisik, secara langsung maupun tidak langsung selalu memerlukan tersedian tanah yang cukup bagi kegiatan pembangunan.

Dalam persoalan tanah untuk pembangunan ini ada berbagai kepentingan yang kelihatannya tidak saling mengimbangi antara satu dengan yang lainnya. Di satu pihak pembangunan sangat memerlukan tanah sebagai sarana utama, sedangkan di lain pihak sebagian besar warga masyarakat memerlukan juga tanah tersebut sebagai tempat pemukiman dan tempat mata pencahariannya.

2

Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Beberapa Masalah Pelaksanaan Lembaga Jaminan Khususnya Fiducia di dalam Praktek dan Pelaksanaannya di Indonesia, (Yogyakarta : Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada Bulak Sumur, 1977), hal 6.


(21)

3

Bilamana tanah diambil begitu saja dan dipergunakan untuk keperluan pembangunan, maka jelas penulis harus mengorbankan hak asasi warga masyarakat yang seharusnya tidak sampai terjadi dalam Negara yang menganut prinsip rule of law, akan tetapi bilamana hal ini dibiarkan saja, maka usaha pembangunan akan macet3.

Pengadaan Tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak. Pengadaan tanah pertama kali diatur dalam Permendagri No. 2 Tahun 1975 tentangKetentuan-Ketentuan Mengenai Tata Cara Kembebasan Tanah kemudian di ganti dengan Permendagri No. 2 Tahun 1976 tentang Penggunaan Cara Pembebasan Tanah Untuk Kepentingan Pemerintah Bagi Pembebasan Tanah Oleh Pihak Swasta, dan yang terakhir sebelum diperbarui dengan peraturan yang baru adalah Permendagri No. 2 Tahun 1985, tentang Tata Cara Menggadakan Tanah Untuk Keperluan Proyek Pembangunan Wilayah Kecamatan, tetapi ketiga peraturan-peraturan tersebut selalu menimbulkan masalah dan yang dirugikan adalah masyarakat, maka dari itu peraturan baru ‘pembaharuan hukum’ dibuat guna menggantikan peraturan lama yang dianggap tidak sesuai yaitu Kepres No. 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, kemudian diganti dengan Perpres Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, dan pada tahun 2006 dirubah kembali menjadiPerpres Nomor 65 Tahun 2006, dan sekarang telah menjadi UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

3

Sunaryati Hartono, Beberapa Pemikiran Kearah Pembaharuan Hukum Tanah, (Bandung : Alumni, 1978), hal 7.


(22)

4

Undang-Undang yang telah disebutkan tadi masih saja terdapat masalah didalamnya yang merugikan masyarakat, ganti rugi yang layak itu berarti bagi mereka yang tergusur harus dalam kondisi ekonomi yang sama ketika mereka belum digusur, sehingga perundingan mengenai ganti rugi tersebut harus berjalan sesuai aturan yang berlaku. Dengan melihat permasalahan-permasalahan yang ada, masalah utama yang sering muncul dalam setiap usaha pengadaan tanah untuk pembangunan adalah mengenai ganti rugi.

Hal ini disebabkan karena disatu pihak masyarakat sebagai pemilik dan atau pemegang hak atas tanah menuntut ganti rugi yang sesuai, karena banyak dari masyarakat menganggap ganti rugi yang disediakan tidak atau kurang sesuai dengan harga tanah yang berlaku umum di masyarakat, dilain pihak, pemerintah, dalam hal ini panitia pengadaan tanah harus menyesuaikan dengan anggaran yang tersedia.

Pengadaan tanah tersebut seringkali menimbulkan kesalahan yang seandainya tidak ditanggulangi secara serius akan berakibat fatal, serta akan menimbulkan dampak negative terhadap pembangunan dan kewibawaan Pemerintah. Pemahaman pembangunan tersebut merupakan tanggung jawab bangsa baik Pemerintah maupun seluruh masyarakat Indonesia, ini berarti setiap Warga Negara Indonesia (WNI) dituntut untuk berpartisipasi sesuai dengan Pasal 6 Undang-Undang No. 5 Tahun 1960, bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Ini berarti hak-hak tanah yang melekat pada seseorang seperti Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan maupun Hak Milik harus diberikan demi kepentingan umum, kalau tanah tersebut digunakan untuk kepentingan umum.


(23)

5

Dengan semakin bertambahnya penduduk di kota-kota besar yang diiiringi dengan bertambahnya jumlah kendaraan yang memakai sarana jalan umum yang ada di Indonesia pada umumnya, khususnya di Kota Bandar Lampung hendaklah diiringi juga dengan pembangunan sarana jalan yang memadai bagi pengguna jalan untuk merespon dari kondisi kemajuan jaman dan perekonomian pada dewasa ini.

Saat ini jalan-jalan umum terasa semakin sempit dan padat kendaraan, diruas-ruas jalan Kota Bandar Lampung dan perempatan lampu merah banyak terjadi penumpukan kendaraan yang mengakibatkan kemacetan lalu-lintas terutama dijam-jam sibuk beraktifitas padat kendaraan seperti pagi hari dan pada sore hari.

Kemacetan ini sering dijumpai di beberapa titik lampu merah Kota BandarLampung, seperti lampu merah Kali Balok, lampu merah Pahoman, lampu merah Antasari dan lebih parah lagi di lampu merah Gajahmada.

Dari sekian banyak lampu merah yang ada di Kota Bandar Lampung, yang dianggap perlu untuk diperhatikan secara khusus oleh Pemerintah Kota Lampung yaitu simpang lampu merah Gajah Mada, dari titik tersebut sering kita jumpai kemacetan lalu-lintas yang sangat parah, dikarenakan kondisi jalan yang hampir tidak banyak perubahan dan tidak adanya alternatif jalan yang bisa dilalui pengguna jalan untuk menghindari kemacetan tersebut. Pada dasarnya Pemerintah kota Bandar Lampung sudah merespon dengan sangat baik kondisi akan pengadaan Fly Over di titik kemacetan tersebut.


(24)

6

Pelaksanaan pengadaan tanah untuk proyek pembangunan Fly Over di Kota Bandar Lampung ini pada dasarnya dilaksanakan oleh Pemerintah guna menunjang usaha Pembangunan Nasional untuk meningkatkan Kesejahteraan masyarakat, namun setelah dibangunnya Fly Over mereka yang mempunyai tanah-tanah disekitar Fly Over yang tidak diganti ruginya oleh Pemerintah terkena dampak negative, maksud dari dampak negative itu seperti mereka yang mempunyai usaha-usaha dan toko-toko untuk kehidupan mereka atau keluarga sudah tidak aktif dan produktif lagi seperti biasanya bahkan tutup dan merugikan materil maupun imateril, pada dasarnya Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum tersebut bertujuanuntuk lebih meningkatkan kesejahteraan masyarakat itu sendiri, bukan sebaliknya merugikan bahkan sampai menyengsarakan masyarakat.

Berpangkal tolak dari latar belakang tersebut, menjadikan penulis berkeinginan untuk membahas dan menuangkannya dalam skripsi ini dengan judul

“Pelaksanaan Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Fly Over di Kota Bandar Lampung”.


(25)

7

1.2 Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian 1.2.1 Permasalahan

Berdasarkan dari latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pelaksanaan pengadaan tanah untuk Pembangunan Fly Over di kota Bandar Lampung ?

2. Dampak apa yang timbul dalam pelaksanaan pengadaan tanah untuk pembangunan Fly Over di kota Bandar Lampung?

1.2.2 Ruang Lingkup

Ruang lingkup dari penelitian ini dibatasi pada persyaratan, prosedur dan besarnya ganti rugi pengadaan tanah untuk pembangunan Fly Over terhadap masyarakat. Sedang ruang lingkup wilayah dari Penelitian ini hanya dilakukan di

Fly Over Gajah Mada Bandar Lampung karena disana letak kemacetan yang

paling parah.

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Suatu penelitian ilmiah harus mempunyai tujuan yang jelas dan merupakan pedoman dalam mengadakan penelitian, dan juga menunjukkan kualitas dari penelitian tersebut. Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pelaksanaan pengadaan tanah untuk pembangunan Fly


(26)

8

2. Untuk mengetahui dampak yang timbul dalam pelaksanaan pengadaaan tanah bagi pembangunan Fly Over di kota Bandar Lampung.

1.3.2 Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini dibagi dua yaitu : 1. Kegunaan Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu sumbangan pemikiran dalam rangka proses pengembangan Ilmu Hukum pada umumnya dan bidang Hukum Agraria pada khususnya;

b. Memberikan tambahan literatur dan sumber bacaan, sehingga dapat menunjang ilmu pengetahuan di bidang Hukum Administrasi Negara dalam lingkup Hukum Agraria.

2. Kegunaan Praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat pada khususnya mengenai proses pengadaan tanah akibat Pembangunan Flyover di Kota Bandar Lampung.

b. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat dan menjadi salah satu solusi di masa yang akan datang apabila terdapat kendala-kendala dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum, khususnya dalam pemberian ganti rugi.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pelaksanaan

Pelaksanaan adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci, implementasi biasanya dilakukan setelah perencanaan sudah dianggap siap. Secara sederhana pelaksanaan bisa diartikan penerapan. Majone dan Wildavsky mengemukakan pelaksanaan sebagai evaluasi. Browne dan Wildavsky mengemukakan bahwa Pelaksanaan adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan.4

Pengertian-pengertian di atas memperlihatkan bahwa kata pelaksanaan bermuara pada aktivitas, adanya aksi, tindakan, atau mekanisme suatu sistem. Ungkapan mekanisme mengandung arti bahwa pelaksanaan bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan.

Pelaksanaan merupakan aktifitas atau usaha-usaha yang dilaksanakan untuk melaksanakan semua rencana dan kebijaksanaan yang telah dirimuskan dan ditetapkan dengan dilengkapi segala kebutuhan, alat-alat yang diperlukan, siapa yang melaksanakan, dimana tempat pelaksanaannya mulai dan bagaimana cara

4

Nurdin Usman. 2002. Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum. Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, hal. 70


(28)

10

yang harus dilaksanakan, suatu proses rangkaian kegiatan tindak lanjut setelah program atau kebijaksanaan ditetapkan yang terdiri atas pengambilan keputusan, langkah yang strategis maupun operasional atau kebijaksanaan menjadi kenyataan guna mencapai sasaran dari program yang ditetapkan semula5.

Dari pengertian yang dikemukakan di atas dapatlah ditarik suatu kesimpulan bahwa pada dasarnya pelaksanaan suatu program yang telah ditetapkan oleh pemerintah harus sejalan dengan kondisi yang ada, baik itu di lapangan maupun di luar lapangan. Yang mana dalam kegiatannya melibatkan beberapa unsur disertai dengan usaha-usaha dan didukung oleh alat-alat penujang.

Faktor-faktor yang dapat menunjang program pelaksanaan adalah sebagai berikut:

a. Komunikasi, merupakan suatu program yang dapat dilaksanakan dengan baik apabila jelas bagi para pelaksana. Hal ini menyangkut proses penyampaian informasi, kejelasan informasi dan konsistensi informasi yang disampaikan;

b. Resouces (sumber daya), dalam hal ini meliputi empat komponen yaitu

terpenuhinya jumlah staf dan kualitas mutu, informasi yang diperlukan guna pengambilan keputusan atau kewenangan yang cukup guna

melaksanakan tugas sebagai tanggung jawab dan fasilitas yang dibutuhkan dalam pelaksanaan;

5Abdullah Syukur. 1987. KumpulanMakalah “Study Implementasi Latar Belakang Konsep


(29)

11

c. Disposisi, sikap dan komitmen dari pada pelaksanaan terhadap program khususnya dari mereka yang menjadi implementasi program khususnya dari mereka yang menjadi implementer program;

d. Struktur Birokrasi, yaitu SOP (Standar Operating Procedures), yang mengatur tata aliran dalam pelaksanaan program. Jika hal ini tidak sulit dalam mencapai hasil yang memuaskan, karena penyelesaian khusus tanpa pola yang baku.

Keempat faktor di atas, dipandang mempengaruhi keberhasilan suatu proses implementasi, namun juga adanya keterkaitan dan saling mempengaruhi antara suatu faktor yang satu dan faktor yang lain. Selain itu dalam proses implementasi sekurang-kurangnya terdapat tiga unsur penting dan mutlak yaitu6:

a. Adanya program (kebijaksanaan) yang dilaksanakan;

b. Kelompok masyarakat yang menjadi sasaran dan manfaat dari program perubahan dan peningkatan;

c. Unsur pelaksanaan baik organisasi maupun perorangan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan pelaksana dan pengawasan dari proses

implementasi tersebut.

Dari pendapat di atas dapatlah dikatakan bahwa pelaksana suatu program senantiasa melibatkan ketiga unsur tersebut.

6


(30)

12

2.2 Pengertian Tanah dan Fungsi Sosial Atas Tanah 2.2.1 Pengertian Tanah

Dalam hukum tanah, kata “Tanah” dipakai dalam arti yuridis, sebagai suatu pengertian yang telah diberi batasan resmi oleh Undang-undang Pokok Agraria. Tanah dalam pengertian yuridis adalah permukaan bumi sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 Ayat (1) UUPA.

Tanah adalah salah satu harta yang sangat berharga di muka bumi ini, yang dalam sepanjang sejarah peradaban umat manusia tak henti-hentinya memberikan problema-problema rumit. Indonesia, yang memiliki daratan (tanah) yang sangat luas, telah menjadikan persoalan tanah sebagai salah satu persoalan yang paling berbahaya diantara persoalan lainya. Maka tak heran, pasca Indonesia merdeka, hal pertama yang dilakukan oleh pemuka bangsa dikala itu

adalah proyek “landreform” ditandai dengan diundangkannya UU No 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, selanjutnya disingkat UUPA.7 Selanjutnya UUPA beserta ketentuan-ketentuan pelaksanaannya menjadi acuan bagi pengelolaan administrasi pertanahan di Indonesia, termasuk dalam kegiatan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.

Pembangunan fasilitas-fasilitas umum memerlukan tanah sebagai wadahnya. pembangunan fasilitas umum tersebut tidak menemui masalah apabila persediaan tanah masih luas. Namun, yang menjadi permasalahan adalah tanah merupakan sumber daya alam yang sifatnya terbatas, dan tidak pernah

7

Achmad Rusyaidi H, Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum : Antara Kepentingan Umum dan Perlindungan Hak Asasi Manusia, 2009.


(31)

13

bertambah luasnya. Tanah yang tersedia saat ini telah banyak dilekati dengan hak (Hak Tanah), sementara tanah negara sudah sangat terbatas persediaannya. Pada masa sekarang ini adalah sangat sulit melakukan pembangunan untuk kepetingan umum di atas tanah negara, oleh karena itu jalan keluar yang ditempuh adalah dengan mengambil tanah-tanah hak.

Kegiatan “mengambil” tanah (oleh pemerintah dalam rangka pelaksanaan

pembangunan untuk kepentingan umum) inilah yang kemudian disebut dengan pengadaan tanah8, dan yang sekarang di tetapkan sebagai Undang-Undang nomor 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

2.2.2 Fungsi Sosial Atas Tanah

Masalah keagrariaan pada umumnya dan masalah pertanahan pada khususnya adalah merupakan suatu permasalahan yang cukup rumit dan sensitif sekali sifatnya, karena menyangkut berbagai aspek kehidupan baik bersifat sosial, ekonomi, politik, psikologis dan lain sebagainya. Sehingga dalam penyelesaian masalah ini bukan hanya khusus memperhatikan aspek yuridisnya tetapi juga harus memperhatikan aspek kehidupan lainnya supaya penyelesaian persoalan tersebut tidak berkembang menjadi suatu kesalahan yang dapat mengganggu stabilitas masyarakat.9

8

Pasal 1, Keppres 55 Tahun 1993 Tentang Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Demi Pembangunan.

9

Abdurrahman, Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1994), hal. 5


(32)

14

Dalam Pasal 6 UUPA dinyatakan bahwa “semua hak atas tanah mempunyai

fungsi sosial”. Hal tersebut mengandung pengertian bahwasemua hak atas tanah

apapun yang ada pada seseorang tidak bolehdigunakan semata-mata untuk kepentingan pribadinya tetapi penggunaantanah tersebut harus juga memberikan kemanfaatan bagi kepentingan masyarakat dan negara.

Hal tersebut ditegaskan dalam penjelasan umum fungsi sosial hak atas tanah bahwa hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang, tidak dapat dibenarkan, bahwa tanahnya itu akan dipergunakan/tidak dipergunakan semata-mata untuk kepentingan pribadinya, apalagi kalau hal itu menimbulkan bagi masyarakat. Penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaan dan sifat dari pada haknya, hingga bermanfaat baik bagi kesehatan dan kebahagiaan bagi yang mempunyainya maupun bermanfaat bagi masyarakat dan negara. Tetapi dalam hal ini ketentuan tersebut tidak berarti bahwa kepentingan perseorangan akan terdesak sama sekali oleh kepentingan umum.

Undang-undang Pokok Agraria memperhatikan pula kepentingan perseorangan, kepentingan masyarakat sehingga akan tercapai tujuan pokok yaitu kemakmuran, keadilan dan kebahagiaan bagi seluruh rakyat. Fungsi sosial hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 6 UUPA mengandung beberapa prinsip keutamaan antara lain:

1. Merupakan suatu pernyataan penting mengenai hak-hak atas tanah yang merumuskan secara singkat sifat kebersamaan atau kemasyarakatan hak-hak atas tanah menurut konsepsi hukum tanah nasional;


(33)

15

2. Tanah seseorang tidak hanya mempunyai fungsi bagi yang punya hak itu saja, tetapi juga bagi bangsa Indonesia. Sebagai konsekuensinya, dalam mempergunakan tanah yang bersangkutan tidak hanya kepentingan individu saja yang dijadikan pedoman, tetapi juga kepentingan masyarakat;

3. Fungsi sosial hak-hak atas tanah mewajibkan hak untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan sesuai dengan keadaannya, artinya keadaan tanahnya, sifatnya dan tujuan pemberian haknya. Hal tersebut dimaksudkan agar tanah harus dipelihara dengan baik dan dijaga kualitas, kesuburan serta kondisi tanah sehingga dapat dinikmati tidak hanya pemilik atas tanah saja tetapi juga masyarakat lainnya. Oleh karena itu kewajiban memelihara tanah tidak saja dibebankan kepada pemiliknya/pemegang haknya yang bersangkutan, melainkan juga beban dari setiap orang, badan hukum/instansi yang mempunyai suatu hubungan hukum dengan tanah.

2.3 Hak-hak Atas Tanah

2.3.1 Pengertian Hak Atas Tanah

Hak atas tanah adalah hak atas permukaan bumi, yang berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar. Dasar dari pengaturan hukum pertanahan di Negara kita adalah Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945. Dengan berlakunya Undang-undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, maka diadakan pembaharuan hukum bidang Agrariaan termasuk di dalamnya pembaharuan hak atas tanah yang dapat dipunyai oleh orang-orang baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum.


(34)

16

2.3.2 Pembagian Hak Atas Tanah

Di Indonesia, hak atas tanah terbagi atas bermacam-macam, baik dilihat dari jenis hak maupun dari asal-usul surat tanah atau buktibukti hak. Dengan demikian secara garis besar hak atas tanah dapat dibedakan sebagai berikut :

a. Hak Atas Tanah Adat:

Menurut Budi Harsono Hak Ulayat adalah hak dari suatu masyarakat hukum adat atas lingkungan tanah wilayahnya, yang memberi wewenang-wewenang tertentu kepada penguasa adat untuk mengatur dan memimpin penggunaan tanah wilayah masyarakat hukum tersebut10.

Masyarakat hukum adat yang terhimpun dalam kesatuan marga tersebut

mempunyai hak atas tanah kemudian dikenal dengan nama “Hak Marga”, yaitu

hak masyarakat hukum adat yang merupakan hak ulayat dari komunitas adat yang bersangkutan. Hak ini dimiliki dan dimanfaatkan secara bersama-sama baik secara perseorangan maupun secara berkelompok yang diatur oleh kepala marga.

Hak ulayat marga ini pada umumnya tidak mempunyai bukti tertulis dan meliputi wilayah yang cukup luas. Walaupun tidak tertulis akan tetapi dalam kenyataannya tetap diakui baik oleh masyarakat hukum adat maupun oleh masyarakat luas.

b. Hak Perorangan

Hak atas tanah perorangan yaitu hak individu yang ada pada mulanya berasal dari tanah marga. Karena seseorang telah lama dan secara terus menekan bahkan

10

Harsono, Boedi. Hukum Hukum Agraria Indonesia, Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah.Jakarta: Djambatan, 1991.


(35)

17

secara turun-temurun mengusahakan tanah marga tersebut, maka anggota masyarakat hukum adat mengakui bahwa tanah marga yang telah diusahakan tersebut menjadi hak individu yang bersangkutan.

Hal ini yang menjadi perhatian bahwa sebagian besar tanah adat ini tidak mempunyai bukti-bukti tertulis dan tidak ada surat-surat tanah yang menguraikan hak adat tersebut. Bukti bahwa seseorang memiliki sebidang tanah biasanya dapat diketahui dengan adanya surat jual-beli, surat tanda penyerahan, surat hibah dan surat keterangan Kepala Desa dan Kepala Marga sebagai bukti bahwa perbuatan mereka mengenai penguasaan tanah bersifat terang. Pada umumnya tanah-tanah adat yang mempunyai bukti-bukti hak tersebut diatas statusnya adalah Hak Milik Adat yang dengan berlakunya Undang-undang Pokok Agraria hak-hak tersebut dapat dikonversi menjadi salah satu jenis hak menurut Pasal 16 UUPA dan bukti-bukti yang ada berupa surat-surat tanah dibuat sebelum berlakunya UUPA11.

c. Hak Atas Tanah menurut UUPA

1. Pengertian Hak Atas Tanah Menurut UUPA

Dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, dikatakan bahwa “bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya di kuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Hak menguasai dari Negara termaksud dalam UUPA Pasal 2 ayat (2) memberi wewenang kepada negara untuk:

11

Arie Sukanti Hutagalung, Asas-asas Hukum Agraria, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1997), hal. 24.


(36)

18

a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan memeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;

b. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;

c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum (UUPA, pasal 4 ayat 1), pasal ini memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada diatasnya, sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut undang-undang ini dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi.

Berdasarkan Hak Menguasai Negara, maka atas dasar ketentuan Pasal 2 UUPA, Negara diberikan wewenang untuk menentukan jenis-jenis hak atas tanah12. Hal ini dapat diketahui dari ketentuan Pasal 4 UUPA, yang menyatakan sebagai berikut :

1. Atas dasar Hak Menguasai Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut

12

AP. Parlindungan, Komentar Atas Undang-undang Pokok Agraria, (Bandung: Mandar Maju, 1993), hal. 37-40.


(37)

19

tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan hukum; 2. Hak atas tanah yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) ini memberi

wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang angkasa yang ada diatasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut UUPA dan peraturanperaturan yang lebih tinggi;

3. Selain hak-hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini ditentukan pula hak-hak atas air dan ruang angkasa. Sebagaimana implementasi dari ketentuan Pasal 4 UUPA tersebut maka ditetapkan jenis-jenis hak atas tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 16 UUPA yaitu : a. Hak Milik :

b. Hak Guna Bangunan; c. Hak Guna Usaha; d. Hak Pakai; e. Hak Sewa;

f. Hak Membuka Tanah Dan Memungut Hasil Hutan ialah;

g. Hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan Undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam Pasal 53.


(38)

20

2.4 Pengadaan Tanah

2.4.1 Pengertian Pengadaan Tanah

Menurut ketentuan Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang No. 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum menyatakan bahwa Pengadaan Tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak.13

Sebelumnya, di Indonesia pengadaan tanah khususnya bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang dilakukan oleh pemerintah maupun pemerintah daerah dilaksanakan dengan cara pencabutan hak atas tanah.

Hal tersebut diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 36 tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, pasal 1 ayat 3, dan di Perbarui lagi dengan keluarnya Peraturan Presiden Nomor 65 tahun 2006, Namun dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 2 tahun 2012 yang merupakan perubahan dari Peraturan Presiden No. 65 tahun 2006, maka pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang dilakukan oleh pemerintah maupun pemerintah daerah dilaksanakan dengan cara mengganti kerugian hak atas tanah.

Selain Pengadaan tanah, perlu juga diketahui pengertian tentang kepentingan umum, mengingat pengadaan tanah di Indonesia senantiasa ditujukan untuk kepentingan umum. Adapun pengertian dari kepentingan umum adalah kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh pemerintah dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

13


(39)

21

Memberikan pengertian tentang kepentingan umum bukanlah hal yang mudah, selain sangat rentan karena penilaiannya sangat subektif juga terlalu abstrak untuk memahaminya.

Sehingga apabila tidak diatur secara tegas akan melahirkan multi tafsir yang pasti akan berimbas pada ketidakpastian hukum dan rawan akan tindakan sewenang-wenang dari pejabat terkait. Namun, hal tersebut telah dijawab dalam Perpres 65 Tahun 2006 yang kemudian dirampingkan oleh Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 Pasal 10 dalam penyelenggaraan pengadaan tanah dimana telah ditentukan secara limitatif dan konkret tanah untuk kepentingan umum digunakan untuk pembangunan :

a. pertahanan dan keamanan nasional;

b. jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun kereta api, dan fasilitas operasi kereta api;

e. waduk, bendungan, bendung, irigasi, saluran air minum, saluran pembuangan air dan sanitasi, dan bangunan pengairan lainnya;

d. pelabuhan, bandar udara, dan terminal; e. infrastruktur minyak, gas, dan panas bumi;

f. pembangkit, transmisi, gardu, jaringan, dan distribusi tenaga listrik; g. jaringan telekornunikasi dan inforrnatika Pemerintah;

h. tempat pembuangan dan pengolahan sampah; i. rumah sakit Pemerintah/Pemerintah Daerah; J. fasilitas keselamatan umum;

k. tempat pemakaman umum Pemerintah/Pemerintah Daerah; l. fasilitas sosial, fasilitas umum, dan ruang terbuka hijau publik;


(40)

22

m. cagar alam dan cagar budaya;

n. kantor Pemerintah/Pemerintah Daerah/desa;

o. penataan permukiman kumuh perkotaan dan/atau konsolidasi tanah, serta perumahan untuk masyarakatberpenghasilan rendah dengan status sewa; p. prasarana pendidikan atau sekolah Pemerintah/Pemerintah Daerah; q. prasarana olahraga Pemerintah/Pemerintah Daerah; dan

r. pasar umum dan lapangan parkir umum.

2.4.2 Dasar Hukum Pengadaan Tanah

Pengadaan tanah pertama kali diatur dalam Permendagri No. 2 Tahun 1975 tentang ketentuan-ketentuan mengenai tata cara Kembebasan Tanah kemudian di ganti dengan Permendagri No. 2 Tahun 1976 tentang Penggunaan cara Pembebasan Tanah untuk Kepentingan Pemerintah bagi pembebasan Tanah oleh pihak Swasta, dan yang terakhir sebelum diperbarui dengan peraturan yang baru adalah Permendagri No. 2 Tahun 1985, tentang Tata cara Menggadakan tanah untuk Keperluan Proyek Pembangunan wilayah Kecamatan, tetapi ketiga peraturan-peraturan tersebut selalu menimbulkan masalah dan yang dirugikan

adalah masyarakat, maka dari itu peraturan baru “pembaharuan hukum” dibuat

guna menggantikan peraturan lama yang dianggap tidak sesuai yaitu Kepres No. 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk kepentingan Umum, kemudian diganti dengan Perpres Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, dan pada tahun 2006 dirubah kembali menjadi Perpres Nomor 65 Tahun 2006, dan sekarang telah menjadi UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.


(41)

23

2.4.3 Tahap-tahap Pengadaan Tanah

Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan untuk menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum pihak yang berhak diselenggarakan.14Adapun tahap-tahap pengadaan tanah untuk kepentingan umum sebagai berikut:

1. Perencanaan; 2. Persiapan; 3. Pelaksanaan; 4. Penyerahan hasil.

2.4.4 Perencanaan Pengadaan Tanah

Instansi yang memerlukan tanah membuat perencanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum menurut peraturan perundang-undangan. Perencanaan yang dimaksud disusun dalam bentuk dokumen perencanaan Pengadaan Tanah, yang paling sedikit memuat:

1. Maksud dan tujuan rencana pembangunan;

2. Kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan Rencana Pembangunan Nasionan/Daerah;

3. Letak tanah;

4. Luas tanah yang dibutuhkan; 5. Gambaran umum status tanah;

6. Perkiraan waktu pelaksanaan pengadaan tanah;

14

Pasal 3 UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.


(42)

24

7. Perkiraan jangka waktu pelaksanaan pembangunan; 8. Perkiraan nilai tanah; dan

9. Rencana penganggaran.

Dokumen perencanaan pengadaan tanah disusun berdasarkan studi kelayakan yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan ditetapkan oleh Instansi yang memerlukan tanah dan diserahkan kepada pemerintah Provinsi.

Instansi yang memerlukan tanah bersama pemerintah Provinsi berdasarkan dokumen perencanaan Pengadaan Tanah melaksanakan:

1. Pemberitahuan rencana pembangunan;

2. Pendataan awal lokasi rencana pembangunan; dan 3. Konsultasi publik rencana pembangunan.

Pemberitahuan rencana pembangunan disampaikan kepada masyarakat pada rencana lokasi pembangunan untuk kepentingan umum, baik langsung maupun tidak langsung yang meliputi kegiatan pengumpulan data awal pihak yang berhak dan objek pengadaan tanah dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 hari kerja sejak pemberitahuan rencana pembangunan dan digunakan sebagai data untuk pelaksanaan konsultasi publik rencana pembangunan.

Konsultasi publik rencana pembangunan dilaksanakan untuk mendapatkan kesepakatan lokasi rencana pembangunan dari pihak yang berhak, atas dasar kesepakatan Instansi yang memerlukan tanah mengajukan permohonan penetapan lokasi kepada gubernur dan gubernur menetapkan lokasi dalam waktu paling lama 14 hari kerja terhitung sejak diterimanya pengajuan permohonan penetapan oleh instansi yang memerlukan tanah.


(43)

25

2.4.5 Panitia Pengadaan Tanah

Gubernur membentuk tim untuk melakukan kajian atas keberatan rencana lokasi pembangunan, tim yang dimaksud terdiri atas:

1. Sekretaris daerah provinsi atau pejabat yang dirunjuk sebagai ketua merangkap anggota;

2. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional sebagai sekretaris merangkap anggota;

3. Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai anggota;

4. Bupati/wali kota atau pejabat yang ditunjuk sebagai anggota; dan 5. Akademisi sebagai anggota.

Tim sebagaimana yang dimaksud bertugas:

a. Menginventarisasi masalah yang menjadi alasan keberatan;

b. Melakukan pertemuan atau klarifikasi dengan pihak yang keberatan; dan c. Membuat rekomendasi diterima atau ditolaknya keberatan.

2.4.6 Pelaksanaan Pengadaan Tanah

Berdasarkan penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum, Instansi yang memerlukan tanah mengajukan pelaksanaan pengadaan tanah kepada lembaga pertanahan. Pelaksanaan pengadaan tanah yang dimaksud meliputi:

1. Inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah;

2. Penilaian ganti kerugian;

3. Musyawarah penetapan ganti kerugian; dan 4. Pelepasan tanah Instansi.


(44)

26

Setelah penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum, pihak yang berhak hanya dapat mengalihkan hak atas tanahnya kepada Instansi yang memerlukan tanah melalui Lembaga Pertanahan. Beralihnya hak dilakukan dengan memberikan Ganti Kerugian yang nilainya ditetapkan saat nilai pengumuman penetapan lokasi.

Inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah meliputi kegiatan:

1. Pengukuran dan pemetaan bidang per bidang tanah; dan

2. Pengumpulan data pihak yang berhak dan Objek Pengadaan Tanah.

Hasil Inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 hari hari kerja lalu wajib diumumkan dikantor desa/kelurahan, kantor kecamatan, dan tempat Pengadaan Tanah dilakukan dalam waktu paling lama 14 hari kerja dana wajib diumumkan secara bertahap, parsial, atau keseluruhan meliputi subjek hak, luas, letak dan peta bidang tanah objek pengadaan tanah.

2.4.7 Ganti Kerugian

Ganti Kerugian yang dimaksud untuk masyarakat yang tanahnya dibebaskan, Penilaian besarnya Ganti Kerugian oleh Penilai dilakukan bidang per bidang tanah, meliputi;

1. Tanah;

2. Ruang atas tanah dan bawah tanah; 3. Bangunan;


(45)

27

5. Benda yang berkaitan dengan tanah; da/atau 6. Kerugian lain yang dapat dinilai.

Nilai ganti kerugian yang dinilai oleh Penilai merupakan nilai pada saat pengumuman penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum dan menjadi dasar musyawarah penetapan ganti kerugian, besarnya nilai ganti kerugian berdasarkan hasil penilaian disampaikan kepada Lembaga Pertanahan dengan berita acara.

Pemberian ganti kerugian dapat diberikan dalam bentuk: a. Uang;

b. Tanah pengganti; c. Permukiman kembali; d. Kepemilikan saham; atau

e. Bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak.

2.4.8 Penyerahan Hasil

Lembaga Pertanahan menyerahkan hasil Pengadaan Tanah kepada Instansi yang memerlukan tanah setelah:

1. Pemberian ganti kerugian kepada pihak yang berhak dan pelepasan hak telah dilaksanakan; dan/atau

2. Pemberian ganti kerugian telah dititipkan di pengadilan negeri.

Instansi yang memerlukan tanah dapat mulai melaksanakan kegiatan pembangunan setelah dilakukan serah terima hasil Pengadaan Tanah dan wajib mendaftarkan tanah yang telah diperoleh sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.


(46)

28

2.5 Pengertian Pembangunan dan Jalan Layang (Fly Over) 2.5.1 Pengertian Pembangunan

Pembangunan mungkin tidak ada kata yang tepat selain pengembangan yang digunakan untuk menunjukan angka besar manusia di banyak kota di dunia saat ini. Menurut penulis Pembangunan saat ini secara tidak langsung menyatakan kemajuan, pertumbuhan, dan perubahan. Ini menyangkut tentang peralihan budaya, Negara-negara, dan masyarakat dari tingkat yang kurang maju ke tingkat sosial yang jauh lebih maju. Sama dengan industrilialisasi, modernisasi, dan urbanisasi telah digunakan untuk memperluas istilah pembangunan.

Istilah pembangunan secara kasar merupakan sinonim dari kemajuan. Dalam konteks ini, pembangunan berarti transformasi sosial dalam mengatur distriburi potensi sosial kepada semua orang seperti pendidikan, layanan kesehatan, perumahan rakyat, partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan politik, dan dimensi lain dari peluang kehidupan manusia.

Saat pembangunan diartikan kemajuan yang berfokus pada transformasi psikologis dan sosial dalam masyarakat dan komunitas, pembangunan diartikan pertumbuhan yang melibatkanteknologi dan transformasi ekonomi. Pembangunan sebagai pertumbuhan berfokus pada prospek ekonomi. Di dalamnya termasuk transformasi struktur institusi untuk memfasilitasi kemajuan teknologi dan pergaikan dalam memproduksi dan pendistribusian pelayanan dan jasa.


(47)

29

Adapun istilah-istilah Pembangunan menurut para ahli : 1. Johan Galtung

Pembangunan merupakan upaya untuk memenuhan kebutuhan dasar manusia, baik secara individuao maupun kelompok, dengan cara-cara yang tidak menimbulkan kerusakan, baik terhadap kehidupan sosial maupun lingkungan alam

2. Mappadjantji Amien

Pembangunan adalah proses yang bersifat evolutif, adaptif, dan partisipatif

3. Jakob Oetama

Pembangunan adalah usaha mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Dalam proses pembangunan terdapat unsur heroisme, unsur konflik, unsur frustasi, unsur romantik, dan unsur manusiawi yang mendalam.15

2.5.2 Pengertian Jalan Layang (Fly Over)

Jalan layang (Fly Over) adalah jalan yang dibangun tidak sebidang melayang menghindari daerah/kawasan yang selalu menghadapi permasalahan kemacetan lalu lintas, melewati persilangan kereta api untuk meningkatkan keselamatan lalu lintas dan efisiensi.

Jalan layang merupakan perlengkapan jalan bebas hambatan untuk mengatasi hambatan karena konflik persimpangan, melalui kawasan kumuh yang sulit ataupun melalui kawasan rawa-rawa.16

15

http://carapedia.com/pengertian_definisi_pembangunan_info2042.html

16


(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah dalam penelitian ini dilakukan dengan pendekatan normatif dan empiris. Pendekatan Normatif adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara mempelajari bahan pustaka yang erat hubungannya mengenaiPelaksanaan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Fly Overdi Kota Bandar Lampung, dalam hal ini penulis mengkaji literatur hukum dan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan masalah yang dibahas.

Selanjutnya sebagai data pendukung penulis juga melakukan pendekatan secara Empiris. Pendekatan Empiris adalah pendekatan masalah yang dilakukan dalam pengamatan langsung ke lapangan untuk melihat kenyataan yang ada mengenai dasar hukum atas pengadaan tanah tersebut.

3.2 Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitianini berupa :

1. Data Primer

Data Primer merupakan data yang diperoleh bersumber dari hasil wawancara dengan narasumber dan panitia pengadaan tanahatau instansi terkait yaitu warga di jalan Gajah Mada,panitia pengadaan tanah, dan Kantor BadanPertanahan Nasional Kota Bandar Lampung.


(49)

31

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dengan mempelajari Peraturan perundang-undangan, buku-buku hukum, dan dokumen yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas. Kegiatan pengumpulan data dilakukan melalui tahapan-tahapan berikut :

a. Penentuan sumber data sekunder (sumber primer dan sekunder), berupa perundang-undangan (undang-undang dan peraturan daerah), dokumen hukum, dan catatan hukum.

b. Menginventarisasi data relevan dengan rumusan masalah dengan cara membaca, mempelajari, mengutip/mencatat, dan memahami maknanya.

c. Pengkajian data yang terkumpul dengan cara menelaah literatur-literatur dan bahan kepustakaan lainnya agar mempermudah pembahasan penelitian ini serta untuk menentukan relevansinya dengan kebutuhan dan rumusan masalah.

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

1. Bahan Hukum Primer

Bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum mengikat seperti peraturan perundang-undangan dan peraturan-peraturan lainnya.


(50)

32

2. Bahan Hukum Sekunder

Bahan-bahan yang erat kaitannya dengan bahan hukum primer, yang dapat memberikan penjelasan terhadap bahan-bahan hukum primer. Berupa peraturan pelaksanaan dan peraturan pelaksana tekhnis yang berkaitan dengan pokok bahasan, seperti literatur dan norma-norma hukum yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini.

3. Bahan Hukum Tersier

Bahan-bahan penunjang lain yang ada relevansinya dengan pokok permasalahan, memberikan informasi, petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, bukan merupakan bahan hukum, secara signifikan dapat dijadikan bahan analisa terhadap penerapan kebijakan hukum dilapangan, seperti hasil penelitian, buletin, majalah, artikel-artikel di internet dan bahan-bahan lainnya yang sifatnya seperti karya ilmiah berkaitan dengan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Setelah data terkumpul maka, dilakukan pengolahan data untuk kemudian diambil kesimpulan yang melalui tahap-tahap sebagai berikut :

1. Pemeriksaan data atau editing, yaitu mengoreksi data yang diperoleh dilihat dari kelengkapan, kejelasan dan kebenarannya atas jawaban data serta kesesuaian atau relevasi jawaban yang diterima dengan pokok bahasan yang akan dikaji.


(51)

33

2. Klasifikasi data atau clasification, yaitu data yang telah dikoreksi selanjutnya diklasifikasikan secara teratur, berurutan dan logis sehingga mudah dibahami dan diinterpretasikan.

3. Sistematis data atau systematizing, yaitu menempatkan data menurut kerangka sistematika bahasan berdasarkan urutan masalah.

3.4 Analisis Data

Penelitian ini bersifat deskriptif data hasil penelitian yang berupa data hasil studi dokumen yaitu data sekunder dan data hasil pengamatan dan wawancara yaitu data primer dianalisis dengan metode analisis kualitatif dengan menyajikan dan menguraikan data dalam bentuk kalimat secara rinci dan sistematis. Selanjutnya dilakukan interpretasi data dengan menguraikan data yang telah tersusun sehingga dapat diperoleh gambaran secara lengkap, jelas dan sistematis mengenai pokok permasalahan yang dibahas serta memudahkan untuk dilakukan pembahasan dan mengambil kesimpulan sebagai jawaban permasalahan.


(52)

BAB V PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berkut:

1. Pelaksanaan Pembangunan Fly Over Jalan Gajah Mada Kota Bandar Lampung melalui beberapa tahapan yaitu:

a. Penetapan lokasi;

b. Penyuluhan (Sosialisasi);

c. Penentuan Batas Lokasi Inventarisasi; d. Pengumuman Hasil Inventarisasi;

e. Musyawarah Penetapan Nilai Ganti Kerugian dan Pemberian Ganti Kerugian; dan

f. Pelepasan Tanah Instansi.

Namun terlihat bahwa pelaksanaan pembangunan Fly Over di jalan Gajah Mada belum optimal karena masih banyak masalah antara warga setempat dan pihak Instansi yang hendak melaksanakan kegiatan pembebasan tanah. Seperti halnya saja musyawarah penetapan nilai ganti kerugian yang tidak sesuai dengan harapan masyarakat setempat.


(53)

56

2. Dalam Pelaksanaan Pembangunan Fly Over Jalan Gajah Mada Kota Bandar Lampung terdapat dampak Positif yaitu tidak terjadinya kemacetan lagi didaerah Jalan Gajah Mada Kota Bandar Lampung, hal ini harus sesuai dengan Undang-undang no. 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan bahwa kelancaran lalu lintas di jalan raya merupakan kewajiban setiap pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Perhubungan dan dampak Negatif yaitu menurunnya Omzet masyarakat dibawah Fly Over secara signifikan yaitu sampai 70% dan apabila hujan masih terjadi banjir di lokasi bawah Fly Over tersebut karena tidak adanya daerah resapan air disana karena tidak dilanjutkannya pengaspalan jalan, hal ini bertentangan juga dengan Undang-undang Lingkungan Hidup, dalam pembangunan Fly

Over di Jalan Gajah Mada ternyata merusak lingkungan.

5.2 SARAN

Sebagaimana telah diuraikan diatas, maka dalam kesempatan ini penulis ini memberikan saran sebagai berikut :

1. Hendaknya Pemerintah Kota Bandar Lampung dan Instansi yang berkepentingan untuk tidak mengenyampingkan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB) dalam melaksanakan kegiatan pembebasan tanah. Salah satunya Asas Persamaan (non-diskriminatif), yang seharusnya pemerintah dapat lebih memperhatikan keadaan masyarakat yang berada dilingkungan Fly Over yang terkena dampak


(54)

57

langsung yang ditimbulkan akibat dibangunnya Fly Over tersebut, dan tidak boleh melakukan upaya-upaya memaksa.

2. Kepada pihak instansi yang hendak melaksanakan kegiatan pembebasan tanah, kiranya ganti kerugian yang ditawarkan tidak hanya berupa uang saja, akan tetapi dimungkinkan dalam bentuk lain, seperti tanah pengganti, permukiman kembali, dan bentuk lain yang disetujui atau disepakati oleh kedua belah pihak. Dan yang tidak kalah penting adalah pemerintah Kota Bandar Lampung harus memperhatikan lingkungan yang berada dibawah Fly Over karena daerah tersebut setelah pembangunan Fly Over sering terjadi banjir karena tidak ada daerah resapan air didalamnya serta banyaknya debu karena jalan-jalan tersebut tidak diadakan pengaspalan kembali.


(55)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-buku

Abdurrahman. 1994. Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk

Kepentingan Umum. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Harsono, Boedi. 2005. Hukum Agraria Indonesia. Djambatan, Jakarta.

. 1991. Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah. Djambatan, Jakarta. Hartono, Sunaryati. 1978. Beberapa Pemikiran Kearah Pembaharuan Hukum

Tanah. Bandung.

Masjchoen dan Sri. 1977. Beberapa Masalah Pelaksanaan Lembaga Jaminan

Khususnya Fiducia Di Dalam Praktek Dan Pelaksanaannya Di Indonesia.

Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada Bulak Sumur, Yogyakarta. Parlindungan, AP. 1993. Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria.

MandarMaju, Bandung.

Rusyaidi H,Achmad. 2009. Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum

:Antara Kepentingan Umum Dan Perlindungan Hak Asasi Manusia.

Sukanti Hutagalung, Arie. 1997. Asas-asas Hukum Agraria. Universitas Indonesia, Jakarta.

Syukur, Abdullah. 1987. Kumpulan Makalah “Study Implementasi Latar

Belakang Konsep Pendekatan dan Relevansinya Dalam Pembangunan”.

Persadi, Ujung Pandang.

Usman, Nurdin. 2002. Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.


(56)

Wawancara :

1. Bpk. Toni Ferdiansyah Ksb. TataKota, Bandar Lampung.

2. Bpk. Yaswarli, SST Kasib. Pengawasan dan Pengendalian PU Bina Marga Kota Bandar Lampung.

3. Bpk. Fauzi Japri, warga Jalan Gajah Mada, Kota Bandar Lampung. 4. Bpk. Kardiansyah, warga Jalan Gajah Mada, Kota Bandar Lampung. 5. Ibu. Ataili, warga Jalan Gajah Mada, Kota Bandar Lampung.

6. Ibu. Lili, warga Jalan Gajah Mada, Kota Bandar Lampung. 7. Bpk. Ricky, warga Jalan Gajah Mada, Kota Bandar Lampung.

8. Bpk. Hendry Gunadi, S.H., warga Jalan Gajah Mada, Kota Bandar Lampung.

9. dr. Rodhy, S.Kd.

10.Ibu. Yanti, warga Jalan Dr. Juanda, Kota Bandar Lampung

B. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 tentang rencana tata ruang wilayah

2011-2030

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

Peraturan Menteri dalam Negeri No. 2 Tahun 1975 tentang ketentuan-ketentuan mengenai tata cara Kembebasan Tanah

Peraturan Menteri dalam Negeri No. 2 Tahun 1976 tentang Penggunaan cara Pembebasan Tanah untuk Kepentingan Pemerintah bagi pembebasan Tanah oleh pihak Swasta

Peraturan Menteri dalam Negeri No. 2 Tahun 1985, tentang Tata cara Menggadakan tanah untuk Keperluan Proyek Pembangunan wilayah Kecamatan

Keputusan Presiden No. 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk kepentingan Umum


(57)

Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

C. Internet

www.carapedia.com www.wikipedia.com www.bandarlampung.go.id


(58)

(59)

(60)

(61)

(62)

(1)

Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

C. Internet

www.carapedia.com www.wikipedia.com www.bandarlampung.go.id


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)