Upaya Menjadikan Kesenian Tradisional Ludruk Sebagai Media

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Seperti halnya dalam cuplikan lirik tembang yang berbunyi settong duwek tellok, ka sekobesa mayuk patakok satu dua tiga, hendaknya kita selalu takut pada yang kuasa. Melalui cuplikan tembang yang sederhana ini para pemain ludruk selalu berupaya untuk mengingatkan masyarakat agar takut atau bertakwa terhadap Tuhan yang Maha Esa. Biasanya pementasan tembang ini juga selalu diiringi oleh tari Moang Sangkal. Tarian ini merupakan seni tari khas dari kabupaten Sumenep yang mempunyai filosofi sebagai tari pembuang sial sesuai dengan makna nama dari tari tersebut. Karena diyakini bahwa dalam diri manusia ada sifat-sifat jelek yang dibawah sejak manusia lahir dan sifat itu harus disingkirkan atau dibuang jauh-jauh dalam kehidupan manusia. Ketiga pemilihan alat musik atau tabbhuwen. Meskipun sudah agak mulai modern dengan menggunakan beberapa alat musik modern, dalam setiap pertunjukannya kesenian tradisional ludruk tetap mempertahankan beberapa alat musik tradisional. Alat musik dalam kesenian tradisional ludruk biasa disebut tabbhuwen yang merupakan akronim dari ketab se ongguwhen kitab yang bener-bener kitab. Banyak filosofi atau nilai-nilai Islam yang terkandung dalam hal - tabbuwhen ini. Seperti halnya myang disampaikan oleh bapak Didik ”mun egikgigik, iye benyak nilai-nilai agama atau dakwah se bedhe e delem kesenian tradisional ludruk terutama e delem hal tabbuwhen, polana tabbuwhen se eangguy edelem ludruk rea peninggalan deri walisongo”. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id kalau ditelaah lebih dalam lagi, banyak nilai-nilai agama yang terkandung dalam kesenian ludruk terutama dalam hal alat musik, karena alat musik yang dipakai dalam ludruk merupakan peninggalan walisongo. 43 Adapun filosofi dari alat musik tersebut adalah sebagai berikut: dimulai dari alat musik Gong yang berarti yang Maha Agung. Alat musik ini bentuknya paling besar dan hanya satu, merepresentasikan tentang keagungan dan keesaan Allah SWT. Dan alat musik ini merupakan pemuncak tempo dari permainan nada alat musik lain. Dilanjutkan dengan alat musik Gambang. Alat musik yang berjumlah 17 buah merupakan representasi dari hitungan rakaat sholat dalam sehari semalam. Alat musik selanjutnya adalah bonang merupakan alat musik yang diyakini sebagai peninggalan dari Sunan Bonang ini berjumlah 20 biji yang merupakan representasi dari sifat yang maha punya wewenang Allah SWT yang meliputi sifat Wujud, Qidam, Baqo’, Muhalafatuhu lil Hawadits dan seterusnya. Gendang merupakan alat musik yang bentuknya silindir memanjang yang kedua sisinya terbuat dari kulit sapi yang dikeringkan. Alat musik ini melambangkan tentang kebaikan dan keburukan. Jika hanya satu sisi yang ditabuh maka ia tidak akan menimbulkan gerak nada yang bagus. Dari segi musik yang berbunyi ”Tak” berarti meminta dan bunyi ”tong” yang berarti panyettong mempunyai makna filosofi hendaklah meminta kepada yang satu yaitu Allah SWT. 43 Pak didik, Wawancara, Giligenting, 01 Oktober 2015 digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Seruling soro jhek buambu iling bermakna jangan berhenti untuk mengingat kepada sang pencipta alam. Melalui alat musik in para pemain ludruk berupaya untuk sealalu mengingatkan kepada masyarakat agar tidak meluoakan Allah sebagai Tuhan pencipta alam semesta. Dari pemilihan beberapa alat musik tersebut diatas para pelaku kesenian tradisional ludruk berusaha untuk selalu mempertahankan dan juga melanjutkan apa yang sudah diwariskan oleh para walisongo dalam menyebarkan agama Islam. Keempat Pilihan pentas yang berbentuk arena. Dengan memilih arena maka keakraban atau ukhuwah atau silaturrahim antar penonton dan atara penonton dengan pemain bisa terjalin dengan baik. Mereka yang hadir ditempat pertunjukan ini tidak ada jarak. Arena dipilih dalam pentas ini karena mengandung nilai-nilai kesederhanaan. Tempat yang seadanya dengan menggunakan barang-barang yang ada seperti pepohonan sebagai aksesoris panggung, juga alat-alat musiknya tidak ada yang mubadzir dan menjauhkan dari keborosan. Ruang pentas seperti ini pun dapat dimanfaatkan untuk berdialog antar pemain dan penonton. Misalnya dalam bentuk sahut-sahutan dan saling berkomentar sehingga menambah serunya pertunjukan. Penonton sepertinya juga ikut dalam permainan pertunjukan ini sehingga merasa akrab dengan para pemain dalam pertunjukan ini. Dari suasana yang seperti inilah kemudian terjalin ukhuwah, terbentuk rasa persaudaraan dan solidaritas digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id bersama. Ini dapat menjadi pondasi bagi pergaulan antarwarga diman pertujukan kesenian tradisional ludruk ini berlangsung. Kelima, struktur pertunjukan seni tradisional ludruk dapat dikatakan mengandung nilai Islami. Pertama karena pada pemain kesenian tradisional ludruk semuanya menggunakan laki-laki sehingga godaan lawan jenis dan mengumbar aurat maupun syahwat dapat ditepis selama pertunjukan berlangsung. Resikonya memang ada pemain laki-laki yang diberi peran dan dirias menjadi perempuan. Kedua, urutan pertunjukan yang diawali dengan doa yang melambangkan niat untuk mencari ridha Allah. Dilanjutkan dengan acara pembukaan atau mukaddimah berupa tari-tarian yang memberi pesan agar manusia sadar akan tujuan hidupnya. Itulah muatan nilai-nilai Islami yang terkandung dalam setiap pertunjukan kesenian tradisional ludruk yang ditampilkan dalam masyarakat kecamatan Giligenting yang menurut pengamatan penulis sebagai upaya untuk menjadikan kesenian tradisional ludruk sebagai media dakwah. Muatan nilai-nilai Islami ini secara halus, lembut, dan santun dapat merasuk ke dalam sanubari pemain dan juga penontonnya ketika terjadi proses pertunjukan kesenian tradisional ludruk. Jadi, bukan hanya penonton saja yang dapat menghayati nilai-nilai Islam. Para pemainnya pun njustru lebih awal menghayati nilai-nilai Islam itu. Mereka yang selalu berlatih, menghafal teks, tembang, gerakan tari, kemudian mempertunjukkan kepada khalayak dapat lebih awal bersentuhan digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id dengan nilai-nilai Islam. Keseungguhan mereka dalam bermain akan dapat memancarkan nilai-nilai itu sehingga para penonton dapat menyerapnya.

E. Efektivitas Ludruk Sebagai Media Dakwah

Setiap langkah dakwah pasti memerlukan media pendukung. Dan media pendukung dakwah yang terbukti cukup efektif adalah kesenian, khususnya seni pertunjukan. Dengan menggunakan seni pertunjukna ini para Wali dulu berhasil mengislmakan hampir semua penduduk pulau Jawa. Islamisasi penduduk di pulau lain juga mempergunakan seni pertunjukan. Banyak pendapat menyebutkan bahwa hampir semua seni pertunjukan itu awalnya adalah seni relijius yang memiliki makna dakwah. Seperti yang diungkapkan oleh Suripan Sadi Hutomo yang menjelaskan bahwa seni kentrung jelas awalnya merupakan seni dakwah yang berlaku di daerah Blora sampai ke Tuban. Rakyat awam mengatakan bahwa seni kentrung ini merupakan hasil kreasi dari Sunan Kalijaga. Namun, tentu setiap langkah dakwah juga membutuhkan penyesuaian dengan perubahan zaman dan perubahan masyarakat serta karakter manusianya. Masalahnya, benarkah kesenian tradisional ludruk masih efektif dalam zaman sekarang sebagai alternatif media dakwah pada masyarakat kecamatan Giligenting? Jawabnya adalah sederhana yaitu dapat dan tepat. Karena masyarakat kecamatan Giligenting sekarang, sebagai akibat gempuran televisi dan perkembangan teknologi komunikasi, sangat menyukai hal-hal yang bersifat visual dan kurang suka pada hal-hal yang bersifat verbal. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Ini dapat dilihat pada kejadian akhir tahun 1990an, ketika pesawat televisi merupakan barang baru pada masyarakat di kecamatan Giligenting dan semua orang mulai dari anak-anak sampai orang tua sangat getol menontonnya. Pada waktu itu pengajian anak-anak yang mengambil waktu sehabis maghrib sampai isya banyak yang berkurang santrinya. Hal ini disebabkan pengajian anak-anak yang bersifat verbal masih kalah dengan dengan acara televisi yang bersifat visual. Demikian pula pengajian remaja juga harus menyesuaikan hari dan jamnya agar tidak berbenturan dengan tayangan televisi yang populer kala itu. Kecenderungan pada hal-hal yang bersifat visual kemudian banyak dimanfaatkan oleh para pelaku dakwah. mereka mengemas pengajiannya dengan bentuk pertunjukan. Mulai dari talkshow, dialog interaktif sampai pada pagelaran pertunjukan. Dalam kondisi masyarakat yang demikian maka kesenian tradisional ludruk pun dapat muncul kembali sebagai alternatif pendukung dakwah karena pertujukan kesenian tradisional ludruk bersifat visual. Selain itu juga bentuk pentas dalam kesenian tradisional ludruk yang berupa arena terbuka sangat memungkinkan terjadinya ukhuwah atau keakraban antar sesama pemain, pemain dengan penonton, dan antra sesama penonton. Proses internalisasi nilai dan sosisalisasi nilai-nilai Islam berlangsung secara alami dan berlansung tidak formal selama kesenian tradisional ludruk berlangsung. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Itu semua dapat berlangsung karena ketika acara kesenian tradisional ludruk dipentaskan muncul suasana yang menghibur. Penonton atau sesama pemain boleh dan bisa ceplas-ceplos melontarkan komentar dan teriakan spontan menambah keakraban suasananya. Demikian juga ketika syair tembang atau kejungannya bisa dengan leluasa diubah sesuai dengan suasana dan kondisi dimana kesenian tradisional ludruk ini ditampilkan. Jadi fungsi dakwah yang sekaligus menghibur dapat dijalankan dengan baik oleh kesenian tradisional ludruk ini. Hal inilah yang menyebabkan kesenian tradisional ludruk masih bisa efektif untuk dijadikan sebagai alternatif media dakwah pada masyarakat kecamatan Giligenting saat ini.

F. Konfirmasi dengan Teori

Dari hasil temuan yang ada maka dapat dikonfirmasi hasil temuan dengan teori kajian media dan budaya Media and cultural studies serta teori penggunaan dan kepuasan uses and gratification. Dalam hal ini kesenian tradisional ludruk merupakan media dakwah pada masyarakat Giligeting yang mengandalkan kemampuan perangkat-perangkat pertunjukan yang menghibur. Teori teori kajian media dan budaya Media and cultural studies serta teori penggunaan dan kepuasan uses and gratification telah dijelaskan pada bab sebelumnya mempunyai kesinambungan yang sangat digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id erat kaitannya dengan kesenian tradisional ludruk. Kesinambungan tersebut dapat dilihatdari beberapa hal antara lain: a. Kesenian tradisional ludruk merupakan tindakan simbolik, dalam sebuah pertunjukannya, kesenian tradisional ludruk menggambarkan realitas kehidupan social di masyarakat. Tindakan simbolik yang secara efektif menangani kehidupan sosial mayarakat yaang termasuk didalamnya, agama, ilmu pengetahuan dan ideologi b. Setiap kegiatan kesenian ludruk melibatkan suatu segmen masyarakat pada berbagai macam tindakan. Konsep kesenian traadisional ludruk meliputi identitas budaya dan keadaan yang sangat bervarian dengan mencampurkan impian dan tekanan sosial. Sehingga merangsang secara ganda khalayak hadirin karena memperlihatkan model tingkah laku sambil membumbuinya dengan mimpi dan frustasi penonton c. Masyarakat kecamatan Giligenting tidak hanya menjadikan kesenian ludruk sebagai sebuah tontonan yang sangat menghibur tetapi juga sebagai simbol yang dapat menimbulkan suatu tindakan atas partisipan yang datang dari bebagai desa.