Ibadah, Moral dan Pemikiran Dalam Kehidupan Harun Nasution

IBADAH, MORAL DAN PEMIKIRAN DALAM
KEHIDUPAN HARUN NASUTI ON

Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Mencapai
Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.1.)

Oleh:
Abdul Kholik
(1110033100043)

PRODI AQIDAH FILSAFAT
FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016 M/1437 H

LEMBARPERSETUJUAN


IBADAH, MORAL DAN PEMIKIRAN DALAM KEHIDUPAN
HARUN NASUTION
Skripsi
Oiajukan kepada Fakultas Ushuluddin untuk memenuhi persyaratan
dalam memperoleh gelar Sarjana Theologi I.slam (S.Th.l.)

Oleh:
Abdul KhoHk

NlM: 11 10033100043

Dipcriksa dan disetujui,
di bawah bimbinga .

PRODI AQIDAH FILSAFAT

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF IDDAYATULLAH
JAKARTA
2016 M/1438 H.

LEMBAR PENGESAHAN
PANITIA UJIAN
Skripsi bejudul " Ibadah, Moral dan Pemikiran Dalam Kehidupan Harun Nasution" telah
diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ushuludd in UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
dan diterima sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Theologi Islam
(S.Th.l.) pada Program Studi Aqidah Filsafat.
Jakarta. 18 April, 2016

Panitia Sidang Munaqasyah

Sekretaris Merangkap Anggota,

/'
Dt*.>: sKrosuri, M.Ag

Dra. Tien Rahmatin, MA


N IP: 19590405 198903 1003

NIP: 1968083 199403 2002

Penguj i I,

dセpィN



Rtmar

NTP: 19680714 199603 1 00 I

4

SS. M.Si

NIP: 19710409 199803 2 003


bing,
/

Drs.

NIP: 19580714 198703 1 200

LEMBARPERNYATAAN
KARYA ILlVIIAH
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
セj。ョQオ@

.t\bdu1Kho1ik

NL\11

111003310004

Tempat/ Tgl Lahir : Pamekasan, 16 November 1990

Prodi/Fakultas

Aqidah Pi lsafat/Ushuluddin

Alamat

Jl. Sedap Malam, Pisangan, Ciputat Timut, Tangernng
Selatan Banten.

Dengan ini menyatakan bah\.va:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya sendiri yang diajukan kepada Fakultas

Ushuluddin untuk tnen1enuhi persyaratan dalai'TI me1nperoleh gelar Strata 1 di
UlN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah

dicantumkan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh UTN Syarif

Hida) atullah Jakarta.
1


3. Jika di kem udian hari terbukti bahwa skripsi ini merupakan has il jiplakan dari

karya orang lain dan pencantu.ma.n semua sumber yang digunakan tidak sesuai
dengan ketentuan, maka saya bersedia menerima sanksi yang bertaku di UTN
Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dem ikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Jakarta, 14 Januari 2016
Yan!! Menyatakan,

WJ



BBAOF77'9s.,
M M ᄋ@

·.·.·.· · · ·.· A.f>ciuY


ABSTRAK

Harun Nasution merupakan satu dari sekian banyak pemikir Islam di
Indonesia yang membawa perubahan terhadap IAIN. Hal tersebut dapat dilihat pada
pemikiran-pemikirannya dalam bidang teologi, filsafat dan mistisisme. Namun belum
ditemukan para sarjana yang meneliti mengenai kehidupan Harun Nasution dari segi
ibadah, moral dan pemikiran Harun Nasution. Oleh karena itu, ibadah, moral dan
pemikiran dalam kehidupannya ini menjadi amat penting, layak dan menarik untuk
diteliti. Adapun pokok masalah penelitian ini bagaimana kehidupan Harun Nasution
mengenai ibadah, moral dan pemikirannya.
Dalam penelitian ini, tenik pengumpulan data yang digunakan adalah metode
kepustakaan (library reserach) dengan menggunakan sumber primer karya Harun
Nasution, selain itu juga akan mengkomparasikan dengan referensi dari karya-karya
yang telah ditulis mengenai pemikiran-pemikiran Harun Nasution ataupun lainnya
yang sekiranya dapat dalam penelitian semua karya yang terkait dengan penelitian
ini, penulis jadikan bahan rujukan untuk membaca pemikiran tokoh. Sedangkan
dalam penelitian metode yang digunakan adalah deskriptif-analisis, yang akan
mendeskripsikan secara terperinci terkait dengan masalah yang hendak diteliti.
Mengenai ibadah, moral dan pemikiran dalam kehidupan Harun Nasution ada

hubungannya. Dari segi ibadah sangat tekun, segi moral ia sangat disiplin. Dari
keduanya ketika dikaitkan dengan pemikiran Harun Nasution akan mempengaruhi
perilaku mengenai ibadah dan moral yang dipahami secara rasional.

i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi
berudul Ibadah, Moral dan Pemikiran Dalam Kehidupan Harun Nasution dapat
terselesaikan tanpa ada kendala yang berarti.
Penyelesaian skripsi ini bukan hanya dalam rangka untuk memenuhi salah
satu persyaratan dalam penyelesaian studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
program studi Aqidah Filsafat, akan tetapi juga merupakan sebuah ketertarikan
penulis terhadap pemikiran Harun Nasution. Namun

penelitian ini tidak akan

terselesaikan pula jika tanpa adanya berbagai pihak dalam membantu baik itu spirit

atau materil yang turut memegang andil dalam terselesainya skripsi ini.
Ucapan terimakasi kepada

Prof. Dr. Dede Rosada, MA. Selaku Rektor

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Kepada Prof. Dr. Masri
Mansoer, MA, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin. Dr. Syamsuri, MA selaku Ketua
Jurusan Aqidah Filsafat. Kepada Dra. Tien Rahmatin, MA, selaku Sekretaris Jurusan
Aqidah Filsafat. Dan Drs. Ramlan Abdul Ghani, MA sebagai dosen Pembimbing
Akademik

(PA) yang telah memberikan arahan

dan nasehahatnya terhadap

penulisan skripsi ini.
Terimakasih yang tak terhingga, penulis sampaikan kepada Drs. Fakhuruddin,
MA, selaku dosen pembimbing penulisan skripsi ini, atas saran-saran membangun
yang diberikan ikut memperkuat dalam pendeskripsian penelitian ini, juga karena


ii

kesabaran beliau pada saat bimbingan yang mungkin telah mengganggu aktifitas
mengajar atau hal-hal yang lain.
Ucapan terimakasih pula kepada segenap dosen Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan dan
memperluas pemikirannya, juga sudut pandang penulis. Kepada pimpinan dan
seluruh staf Perpustakaan Utama maupun Perpustakaan Fakultas Ushuluddin yang
member kemudahan kepada penulis dengan berbagai kumpulan-kumpulan atau
koleksi karya-karya ilmiah yang dimiliki.
Salam kasih dan penghormatan yang tak terhingga penulis haturkan kepada
kedua orang tua, ayahanda Heri dan ibunda Rasima yang senantiasa selalu berdoa
tanpa henti-hentinya kepada Ilahi untuk keselamatan dan kesuksesan anaknya, kepada
beliaulah karya ini saya persembahkan. Ucapan terimakasih pula kepada istri tercinta
Innani Musyarofah yang selalu ngasih dukungan semangat dan kesabaran dalam
membantu penulisan skripsi ini. Dan tak lupa pula kepada saudaraku Siti Amina
yang memberi semangat dan moril kepada penulis.
Ucapan terimakasih kepada Abdus Syakur yang telah banyak membantu
dalam penulisan dan pengoreksian penelitian ini. Juga kepada sahabat-sahabat
Aqidah Filsafat (AF) 2010 tanpa terkcuali, yang saling tukar pikiran dalam diskusi di

kelas. Dan tak lupa Kakak-kakaku, Slamet Riadi, Ahmad Baidowi, Moh. Jakfar yang
selalu memberikan semangat lewat canda tawanya.
Selagi lagi, saya ucapkan saya ucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya dan
pihak setinggi-tingginya kepada semua pihak yang tidak bisa disebut satu persatu
iii

yang turut membantu dalam perjuangan penulis dengan sengaja maupun kebetulan,
terimakasih yang tak terhingga penulis sampaikan. Semoga apa yang mereka beri
dicatat sebagai amal saleh dan mendapat balasaµ yang berlipat ganda ai. sisi Allah.
Swt.
Akhir kata, semoga tulisan ini bennanfaat dan dapat memberikan wawasan
pengetahuan bagi siapapun yang berkempatan membacanya.
Wassalamu 'a/aikum wr. wb

A

iv

ul Kb lik

PEDOMAN TRANSLITERASI
Arab

Indonesia

Inggris

Arab

Indonesia

Inggris

‫ا‬

a

a

‫ط‬





‫ب‬

b

b

‫ظ‬





‫ت‬

t

t

‫ع‬

،

،

‫ث‬

ts

th

‫غ‬

gh

gh

‫ج‬

j

j

‫ف‬

f

f

‫ح‬





‫ق‬

q

q

‫خ‬

kh

kh

‫ك‬

k

k

‫د‬

d

d

‫ل‬

l

l

‫ذ‬

dz

dh

‫م‬

m

m

‫ر‬

r

r

‫ن‬

n

n

‫ز‬

z

z

‫و‬

w

w

‫س‬

s

s

‫ه‬

h

h

‫ش‬

sy

sh

‫ء‬

ʼ

ʼ

‫ص‬





‫ي‬

y

y

‫ض‬





‫ة‬

h

h

Arab

Vokal Panjang
Indonesia

Inggris

‫أ‬

ā

ā

‫إي‬

ī

ī

‫ْأو‬

ū

ū

v

DAFTAR ISI
ABSTRAK ........................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
PEDOMAN TRANSLITERASI..... ................................................................. v
DAFTAR ISI .....................................................................................................vi
BAB I

BAB II

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...............................................................
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ..........................................
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .....................................................
D. Tinjauan Pustaka .........................................................................
E. Metode Penelitian ........................................................................
F. Sistematika Penulisan ..................................................................

1
3
4
4
6
7

BIOGRAFI HARUN NASUTION
A. Riwayat Hidup .............................................................................. 9
B. Karya-Karya .................................................................................12

BAB III KONSEPSI IBADAH DAN MORAL HARUN NASUTION
A. Ibadah ..........................................................................................18
1. Pengertian Ibadah ...................................................................18
2. Ibadah Menurut Harun Nasution ............................................22
3. Tujuan Ibadah .........................................................................26
B. Moral ...........................................................................................30
1. Pengertian Moral ....................................................................30
2. Hubungan Manusia dengan Alam ..........................................34
3. Hubungan Manusia dengan Manusia......................................38
BAB IV PEMIKIRAN HARUN NASUTION
A. Pemikiran dalam Teologi..............................................................43
B. Pemikiran dalam Filsafat .............................................................50
C. Pemikiran dalam Mistisisme ........................................................57
BAB V

PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................64
B. Saran-Saran ..................................................................................65

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................66

vi

BAB I
PENDAHULAUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada tahun 1970-an Indonesia dikagetkan oleh kehadiran Harun Nasution
dengan pembaharuan pemikiran yang ia kembangakan. Pembaharuan itulah yang
kemudian memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan pemikiran Islam di IAIN
(Institut Agama Islam Negeri). Harun Nasution dikenal sebagai cendekiawan Muslim
yang sangat mendalami berbagai bidang kajian keislaman.1 Harun Nasution juga
dikenal sebagai pemikir rasional yang membawa pengaruh besar terhadap pemikiran
Islam

di

Indonesia.

Dengan

kemampuan

intelektualnya,

Harun

Nasution

mengupayakan agar pemikiran Islam yang ada sebelumnya dianggap tradisional
menjadi modern.2
Harun Nasution memiliki kecenderungan rasional yang sangat tinggi. Ia
banyak menyoroti dan mengkritik pemikiran tradisional yang berpandangan sempit
tentang Islam. Oleh karena itu, Harun Nasution menampilkan ajaran Islam secara
utuh sehingga terlihat sangat luas. Islam tidak hanya dipahami dari aspek ibadah,
fiqih, dan tauhid. Namun, bagi Harun Nasution Islam dipandang lebih luas daripada
itu. Ajaran Islam dikatakan luas bila tidak hanya terpaku pada satu mazhab atau satu

1

Abdul Halim (ed.), Teologi Islam Rasional: Apresiasi Terhadap Wacana dan Praksis Harun
Nasution (Jakarta: Ciputat Press, 2005), hal. 183.
2
Muhammad Arifin, “Relevansi dan Aktualisasi Teologi dalam Kehidupan Sosial Menurut
Harun Nasution” Jurnal Substansi (Banda Aceh: Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN ArRaniry, 2014), hal. 87.

1

2

aliran saja. Dalam upaya tersebut, Harun Nasution juga mengacu kepada pandanganpandangan para filosof, baik filosof-filosof Barat maupun filosof-filosof Timur.3
Harun Nasution memberikan pemahaman baru tentang Islam secara lebih utuh, tidak
hanya dalam arti pengamalan ajaran Islam dari segi ibadah, tetapi dalam arti ajaran
Islam mengandung bermacam-macam aspek, seperti aspek sosial, politik, pemikiran
Islam, dan pembaharuan dalam Islam.4
Di samping itu, sosok Harun Nasution tidak menolak atau menerima begitu
saja suatu bentuk pemikiran tanpa adanya analisis yang cermat terlebih dahulu. Bagi
Harun Nasution kelebihan dalam berpikir secara teratur dan cermat inilah yang
menyebabkan seseorang mempunyai tanggung jawab sosial. Harun Nasution tampil
kepermukaan dan memberi contoh bagaimana caranya bersifat objektif, terbuka,
menerima kritik, menerima pendapat orang lain, kukuh dalam pendirian yang
dianggap benar, dan ia pun berani bertanggungjawab atas kesalahannya.5
Meskipun pribadi Harun Nasution sangat cenderung bersikap rasional dalam
memahami agama, Harun Nasution dikenal sebagai cendekiawan Muslim yang
memiliki pola hidup sederhana, jujur, amanah, rendah hati, dan sangat konsisten
dalam melaksanakan ibadah. Di samping itu, Harun Nasution juga memiliki
pandangan yang tegas mengenai keterkaitan Islam rasional yang ia maksud dengan
prinsip-prinsip moral dan hubungan sosial. Fakta tersebut menunjukkan bahwa
3

Harun Nasution, Falsafah dan Mistisisme dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 2010), hal.

3-4.
4

Nurhidayat Muh. Said. Pembaharuan Pemikiran Islam di Indonesia: Studi Pemikiran Harun
Nasution (Jakarta: Pustaka Mapan, 2006), hal. iv.
5
Jujun S. Suriasumatri, Ilmu dalam Perspektif Moral, Soaial, dan Politik ( Jakarta: Gramedia,
1986 ), hal. 19-23.

3

pandangan Harun Nasution tentang ibadah, moral, dan pemikiran Islam yang
dikembangkan berjalan selaras.
Setiap orang memiliki alasan masing-masing untuk menilai sosok Harun
Nasution. Ada yang beranggapan bahwa Harun Nasution adalah pemikir liberal yang
cara pandangnya dianggap berbahaya terhadap Islam. Ada pula yang beranggapan
bahwa konsepsi Islam rasional yang dikembangkan Harun Nasution justru berdapak
positif terhadap perkembangan pemikiran Islam khususnya di Indonesia.
Terlepas dari fakta di atas, kajian lebih mendalam terhadap pemikiran Harun
Nasution masih perlu dikembangkan. Banyak karya-karya sebelumnya yang
membahas tentang Harun Nasution hanya bertumpu kepada pemikiran Islam yang ia
bangun. Akan tetapi, kajian tentang pemikiran Islam yang dikembangkan Harun
Nasution yang kemudian dibenturkan dengan konsepsinya tentang moral dan ibadah
belum banyak dilakukan. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai kehidupan Harun Nasution tentang keterkaitan pemikiran dan ketaatan
beragama di bawah judul Ibadah, Moral, dan Pemikiran dalam Kehidupan Harun
Nasution.

B. Batasan dan Rumusan Masalah
Dalam skripsi ini penulis memfokuskan diri pada pemikiran Harun Nasution
tentang teologi, filsafat, dan mistisisme. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis

4

merumuskan permasalahan yang akan dikaji pada skripsi penulis, yakni: Bagaimana
ibadah, moral dan pemikiran dalam kehidupan Harun Nasution?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Skripsi dengan judul “Ibadah, Moral dan Pemikiran dalam Kehidupan Harun
Nasution” ini disusun melalui penelitian pustaka untuk mencapai beberapa tujuan di
bawah ini:
1.

Untuk mengetahui bagaimana kehidupan Harun Nasution baik dari segi
ibadah, moral dan pemikiranya.

2.

Untuk mendapatkan gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I) pada Program
Studi Aqidah Filsafat, Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Penelitian ini akan bermanfaat pada terciptanya persepsi baru dan berusaha

memberikan penjelasan menyangkut kehidupan Harun Nasution tentang ibadah,
moral dan pemikiranya, yang diharapkan dapat menjadi khazanah baru baik dalam
bidang akademis maupun pada kajian Islam di Indonesia pada umumnya.

D. Tinjauan Pustaka
Sebagai seorang pemikir dan pembaharu di Indonesia, terdapat banyak tulisan
yang memiliki relevansi dengan penelitian ini. Karya-karya tersebut sebagian besar

5

berasal dari lingkungan UIN Jakarta, tetapi ada pula yang berasal dari luar lingkungan
UIN Jakarta. Di antaranya sebagai berikut:
Pertama, “Akal dan Wahyu dalam Perspektif Harun Nasution.”6 Sebuah
skripsi yang ditulis oleh Ach. Khomaidi. Skripsi tersebut membahas pandangan
Harun Nasution tentang hubungan akal dan wahyu. Akan tetapi penelitian tersebut
tidak menganalisis pemikiran Harun Nasution mengenai empat persoalan yang
dibahas dalam penelitian ini.
Kedua, “Pendidikan Akal Perspektif Harun Nasution.”7 Sebuah tesis yang
ditulis oleh Junni. Tesis tersebut menjelaskan hubungan antara akal dan pendidikan
dalam perspektif Harun Nasution. Pendidikan akal secara aplikatif dihubungkan
dengan beberapa tema penting dalam kajian Islam, yakni sejarah, teologi, falsafat,
tasauf, hukum, politik dan pembaharuan dalam Islam.
Ketiga, “Perkembangan Teologi Rasional di Indonesia: Studi atas Pemikiran
Pembaharuan Islam Harun Nasution.”8 Sebuh disertasi yang ditulis oleh M. Imron
Abdullah. Beberapa tema penting tentang teologi rasional yang dimunculkan dalam

Ach. Khumaidi, “Akal dan Wahyu dalam Perspektif Harun Nasution” (Skripsi Fakultas
Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005)
7
Junni, “Pendidikan Akal Perspektif Harun Nasution” (Tesis Program Pascasarjan UIN
Syarif Hidayatulalh Jakarta, 2004), hal. 113.56.
8
Beberapa tema penting tentang teologi rasional yang dimunculkan dalam karya ini adalah
kedudukan akal dan wahyu serta hubungannya dengan iman, ajaran absolut dan relatif dalam alQur’ān, teologi sunnah Allah, free will dan predestination dankekusaan serta keadilan Tuhan. Lih. M.
Imron Abdullah, “Perkembangan Teologi Rasional di Indonesia: Studi atas Pemikiran Pembaharuan
Islam Harun Nasution” (Disertasi Program Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1999), hal.
137-28
6

6

karya ini adalah kedudukan akal dan wahyu serta hubungannya dengan iman, ajaran
absolut dan relatif dalam al-Qur’ān, teologi sunnah Allah, free will dan
predestination, dan kekuasaan serta keadilan Tuhan.
Keempat, “Konsep Pendidikan Islam Menurut Harun Nasution.”9 Sebuah tesis
yang ditulis oleh Dicky Salahuddin. Tesis tersebut menjelaskan pendidikan dalam
perspektif Harun Nasution.

Kelima, Pembaharuan dalam Islam di Indonesia: Studi Pemikiran Harun
Nasution, Nurhidayat Muh. Said, Jakarta: pustaka Mapan, 2006. Buku ini
menguraikan berbagai pemikiran Harun Nasution secara umum dan pemikiran Harun
Nasution secara khusus.

Sejauh ini penulis belum mendapatkan hasil penelitian (skripsi, tesis, dan
desertasi) yang spesifik membahas ibadah, moral dan pemikiran dalam kehidupan
Harun Nasution. Hal ini penulis lakukan, karena tema ini belum banyak dibahas
sebelumnya.

E. Metode Penelitian
Sehubungan dengan judul yang dipilih oleh penulis, maka dalam penelitian
ini, penulis menggunakan metode pengumpulan data dengan cara riset kepustakaan
(library research), yaitu mencari dan mengumpulkan literatur yang relevan. Data

Dicky Salahuddin, “Konsep Pendidikan Islam Menurut Harun Nasution” (Tesis Program
Pascasarjana Universitas Muhammadiah Jakarta, 2000).
9

7

yang terkumpul diambil dari beberapa karya-karya Harun Nasution sebagai referensi
pokok. Untuk referensi selebihnya dijadikan sebagai penguat sekaligus pembanding.
Metode penulis yang digunakan pada skripsi ini bersifat kualitatif dengan
teknik pembahasan deskriptif dan analitis. Deskriptif digunakan agar mampu
memahami dan memberikan gambaran yang jelas mengenai permasalahan yang
terkait. Sementara analitis dipakai agar penulis dapat menyusun skripsi ini dalam
bentuk yang sistematis sehingga inti permasalahan yang dinginkan dapat tercapai
dengan baik.
Teknik penulisan dalam skripsi ini disesuaikan dengan standar pedoman
karya ilmiah (Skripsi, Tesis, Disertasi) yang diterbitkan Center for Quality
Development and Assurance (CeQDA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Untuk
pedoman transiliterasinya disesuaikan dengan pedoman Akademik Stara 1
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2014-2015.

F. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah membahas tentang penulisan yang lebih sistematis,
maka penulis menyusun ke dalam lima bab yang masing-masing terdiri dari sub-sub
bab, yaitu:
Bab I, adalah pendahuluan, bab ini berisi latar belakang masalah sehingga
mendorong penulis mengangkat judul skripsi tersebut, pembatasan dan perumusan

8

masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan
sistematika penulisan.
Bab II, membahas tentang biografi Harun Nasution. Ada dua sub pembahasan
yang ditulis dalam biografi Harun Nasution, yaitu riwayat hidup dan karya-karyanya.
Riwayat hidup Harun Nasution sangat penting untuk diketahui untuk melacak
pemikirannya lebih mendalam. Dengan mengetahui karya-karyanya secara lebih
mendetail, kita juga dapat melacak pemikiran Harun Nasution secara lebih
komprehensif.
Bab III, berisi pembahasan tentang moral dan ibadah. Pembahasan tersebut
dimulai dengan teori-teori umum menyangkut paham ibadah dan moral, kemudian
diikuti dengan ibadah dan moral dalam perspektif Harun Nasution.
Bab IV, berisi pembahasan tentang pemikiran Harun Nasution yang meliputi
tiga aspek, yakni teologi, filsafat, dan mistisisme. Dalam bab ini juga dilakukan
analisis secara lebih mendalam mengenai keterkaitan konsepsi Harun Nasution
mengenai ibadah dan moral serta bagaimana keterkaitan dua hal tersebut dengan
corak pemikirannya.
Bab V, adalah penutup. Bab ini berisi kesimpulan dan saran-saran.
Kesimpulan ini merupakan jawaban dari rumusan masalah yang telah dirumuskan.
Sementara saran-saran adalah berisi beberapa rekomendasi lanjutan tentang penelitian
yang sudah dilakukan serta memberikan beberapa kemungkinan lain untuk penelitian
selanjutnya yang berkaitan dengan ibadah, moral dan pemikiran dalam kehidupan
Harun Nasution.

BAB II
BIOGRAFI HARUN NASUTIOM

A. Riwayat Hidup
Harun Nasution lahir pada hari Selasa, 23 September 1919 di Pematang
Siantar, Sumatera Utara.1 Ia adalah anak keempat dari lima bersaudara. Saudaranya
dari yang tertua adalah Mohammad Ayyub, Kholil, dan Sa„idah. Sementara adiknya
bernama Hafsah. Ayahnya bernama Abdul Jabbar Ahmad yang berasal dari
Mandailing, Tanah Bato, Tapanuli Selatan.2 Sedangkan ibunya bernama Maimunah3
keturunan seorang ulama yang juga berasal dari Tapanuli.4
Harun Nasution memulai pendidikan formalnya di sekolah Belanda, HIS
(Hollandsch Inlandche School), pada tahun 1926.5 Setelah itu Harun Nasution
melanjutkan pendidikannya ke MIK (Modern Islamietische Kweekschool) sejak

1

Aqib Suminto (ed.), Refleksi Pembaharuan Pemikiran Islam: 70 Tahun Harun Nasution
(Jakarta: LSAF, 1989), hal. 5.
2
Aqib Suminto (ed.), Refleksi Pembaharuan Pemikiran Islam: 70 Tahun Harun Nasution hal.
3.
3
Ariendonika, “Pemikiran Harun Nasution tentang Islam Rasional”. Disertasi (Psp IAIN
Jakarta, 2002), hal. 30.
4
Waktu masih gadis, Maemunah, ibu Harun Nasution, pernah bermukim di Makkah sehingga
bisa berbahasa Arab dengan baik. Dia banyak mengenal tentang Masjid al-Ḥarāmserta berbagai
kegiatannya Aqib Suminto (ed.), Refleksi Pembaharuan Pemikiran Islam: 70 Tahun Harun Nasution
(Jakarta: LSAF, 1989), hal. 4.
5
HIS adalah sekolah Belanda tingkat dasar, yang menggunakan bahasa Belanda sebagai
bahasa pengantar.Sekolah ini berakhir dan tamat sampai kelas tujuh.

9

10

tahun 1934.6 Tiga tahun kemudian, setelah menyelesaikan pendidikan di MIK, Harun
Nasution melanjutkan pendidikannya ke Mesir.7
Setelah tiba di Mesir pada tahun 1938, Harun Nasution di situ tingal serumah
dengan para pelajar dari Tapanuli. Dari teman serumahnya itulah Harun Nasution
tahu bahwa di Al-Azhar ketika itu ada dua macam pelajaran. Satu sudah moderen,
sedangkan yang satunya lagi proses belajarnya menghafal.
Ketika itu, Harun Nasution tidak bisa langsung masuk ke Universitas karena
hanya memegang surat keterangan selesai kelas tiga dari MIK. Beberapa temannya
menyarankan ia harus mengambil pelajaran untuk memperoleh Ijazah Ahliyah.
Setelah belajar dengan giat, Harun Nasution memperoleh tanda lulus untuk masuk ke
Universitas. Ia masuk Universitas Al-Azhar mengambil Ushuluddin.8
Setelah menyelesaikan kuliahnya di Al-Azhar, Harun Nasution melanjutkan
kuliah di Kairo. Ia mengambil jurusan pendidikan sampai ia lulus. Harun Nasution
juga melanjutkan kuliahnya di McGill pada tahun 1962 dan mendapatkan gelar
doktor dari Institute of Islamic Studies, McGill University, pada tahun 1969.9
Begitu mendapatkan gelar doktor, Harun Nasution bercita-cita untuk
merombak pendidikan Islam melalui pendidikan tinggi. Harun Nasution menemui

6

MIK adalah sekolah guru menengah pertama swasta milik Abdul Ghaffar Jambek, putra
Syaikh Jamil Jambek. Sekolah tersebut menggunakan bahasa Belanda sebagai salah satu bahasa pAqib
Suminto (ed.), Refleksi Pembaharuan Pemikiran Islam: 70 Tahun Harun Nasution, hal. 7.
7
Aqib Suminto (ed.), Refleksi Pembaharuan Pemikiran Islam: 70 Tahun Harun Nasution,
hal. 9-12.
8
Said Agil Husin Al-Munawar dkk., Teologi Islam Rasional (Jakarta: Ciputat Press, 2005),
hal. 6
9
Said Agil Husin Al-Munawar dkk., Teologi Islam Rasional, hal. 7.

11

jalanya ketika Harun Nasution mulai menapakkan kakinya di IAIN Jakarta. Maka
sejak itulah Harun Nasution bergabung dengan konsep untuk merombak IAIN.10
Setelah lebih dari empat tahun Harun Nasution mengabdikan dirinya di IAIN,
ia diangkat menjadi rektor oleh Kementerian Agama pada masa Prof. Dr. Mukti Ali.
Setelah dilantik, Harun Nasution merumuskan langkah-langkah kebijaksanaan
berdasarkan pada tujuan dan fungsi IAIN atas dasar kebutuhan masyarakat. Langkah
yang dilakukannya antara lain: Pertama, mengubah kurikulum IAIN. Kedua, merubah
pemahaman agama pemahaman tradisional menjadi pemahaman rasional.11
Di samping itu, Harun Nasution juga membuka program Stara dua (S2) dan
membuka Stara tiga (S3). Dari beberapa usaha yang telah dilakukan Harun Nasution
dengan pembenahan dari segala sektor, telah melahirkan satu citra IAIN Jakarta
sekaligus menjadi identitas yang perlu terus diisi dan diperjuangkan oleh seluruh
civitas akademik. Identitas tersebut adalah IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai
pusat studi pembaharuan pemikiran dalam Islam.12

B. Karya-Karya
Harun Nasution telah banyak menulis karya ilmiah. Melalui karya-karyanya,
dia mampu memperlihatkan apa yang sebelumnya belum berani disentuh dalam
kajian Islam di Indonesia. Dia berusaha menampilkan dinamika pemikiran Islam
10

Adian Husaini, Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam di Perguruan Tinggi ( Jakarta:
Gema Insani ,2007), hal. 79.
11
Harun Nasution, Teologi Islam Rasional Apresiasi TerhadapWacana dan Peraksis Harun
Nasution (Jakarta: Ciputat Press, 2005), hal. 14-15.
12
Harun Nasution, Teologi Islam Rasional Apresiasi TerhadapWacana dan Peraksis Harun
Nasution (Jakarta: Ciputat Press, 2005), hal.17.

12

dalam sejarah melalui pendekatan dan perspektif baru. Karena itulah karya-karyanya
nampak kontroversial. Kalau mau disadari, justru dari situlah letak “kekuatan”
tulisan-tulisan. Dari situ kita mengerti bahwa dalam Islam tidak ada hal yang tabu
untuk diperbincangkan. Berikut karya-karya Harun Nasution yang masih bisa kita
baca sampai hari ini beserta pokok kandungannya.
Pertama, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya (1974). Seperti yang sudah
disinggung di awal, buku ini adalah salah satu karya Harun Nasution yang paling
monumental. Harun Nasution menulis buku tersebut untuk memberikan perspektif
dan pendekatan baru dalam kajian Islam di Indonesia, baik dalam bidang akademis
maupun kajian Islam pada umumnya. Untuk itu, pada tahun 1973, ketika Harun
Nasution menjabat sebagai rektor di IAIN Jakarta, buku tersebut dijadikan buku
wajib bagi seluruh mahasiswa IAIN se-Indonesia. Buku tersebut adalah buku pertama
di Indonesia yang secara komprehensif berusaha menampilkan Islam dari berbagai
aspek, yakni dari aspek filsafat, teologi, mistisisme, sejarah, sosial, ekonomi, politik,
dan sebagainya.
Kedua, Teologi Islam: Aliran-Aliran, Sejarah, dan Analisa Perbandingan
(1972). Buku ini memberikan gambaran yang cukup rinci mengenai berbagai aliran
dalam teologi Islam. Pembahasannya dimulai dari sejarah kemunculan persoalanpersoalan teologis sehingga dari perdebatan persoalan-persoalan tersebut muncul
berbagai paham dan aliran. Paham dan aliran tersebut misalnya Syī„ah, Khawārij,
Qadariyyah dan Jabariyyah, Mu„tazilah, dan Ahl al-Sunnah wa al-Jamā„ah. Dalam
buku tersebut dijelaskan keterkaitan antara satu kelompok dengan kelompok yang

13

lain. Keterkaitan tersebut dilihat dari segi historis dan tema-tema yang diperdebatkan.
Kemudian, diikuti dengan studi analisis dari masing-masing aliran terhadap tematema tertentu yang menjadi perbincangan dalam teologi Islam. Tema-tema tersebut
adalah fungsi akal dan wahyu, free will dan predestination, kekuasaan dan kehendak
mutlak Tuhan, keadilan Tuhan, perbuatan-perbuatan Tuhan, sifat-sifat Tuhan dan
konsep iman dalam Islam. Buku tersebut menyimpulkan bahwa berbagai perbedaan
yang ada dalam Islam dikarenakan perbedaan penafsiran terhadap al-Qur‟ān dan
Ḥadīst sehingga aliran-aliran tersebut tidak bisa dikatakan keluar dari Islam.13

Ketiga, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam (1973). Buku ini terdiri dari dua

pokok pembahasan. Bagian pertama, membahas falsafat Islam. Bagian ini diawali
dengan pembahasan mengenai kontak pertama Islam dan falsafat Yunani serta
pengaruhnya pada Islam. Dilanjutkan dengan pembahasan tokoh-tokoh penting dalam
falsafat Islam seperti al-Kindī, al-Fārābī, Ibn Sīnā, al-Ghazzālī dan Ibn Rusyd. Bagian
kedua, membahas tentang tasawuf. Pembahasan ini diawali dengan berbagai definisi
tentang tasawuf. Kemudian dilanjutkan dengan tema-tema penting dalam ajaran
tasawuf seperti al-zuhd, al-maḥ abbah, al-ma‘rifah, al-fanā’dan al-baqā’, al-ittiḥ ād,

al-ḥ ulūl dan waḥ dah al-wujūd.

Keempat, Falsafat Agama (1973). Pertama, Harun Nasution memulai

penjelasannya dengan memberikan keterangan tentang definisi falsafat agama,
epistemologi dan kebenaran wahyu sebagai sumber pengetahuan. Kedua, tentang

13

Harun Nasution, Teologi Islam, hal. 150.

14

konsep-konsep ketuhanan dan argumen-argumen keberadaan Tuhan. Terakhir,
membahas tema-tema penting dalam falsafat agama seperti roh, perbuatan baik dan
buruk, serta kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan.
Kelima, Akal dan Wahyu dalam Islam (1980). Buku ini berasal dari teks
ceramah yang disampaikan di depan sivitas akademik di IAIN Syarif Hidayatullah
Jakarta pada 23 September 1978, yakni ceramah wajib sebagai syarat kenaikan
pangkat. Ceramah tersebut juga pernah disampaikan di Gedung Kebangkitan
Nasional Jakarta pada 17 Januari 1979 yang diselenggarakan oleh Yayasan Idayu
Jakarta. Ceramah tersebut diberi judul Kedudukan Akal dalam Islam.14 Kemudian
naskah ceramah tersebut diterbitkan oleh UI-Press Jakarta dengan judul yang
berbeda, yaitu Akal dan Wahyu dalam Islam. Dalam buku itu dijelaskan pengertian
akal dan wahyu, kedudukan akal dalam al-Qur‟ān dan Ḥadīts, perkembangan ilmu

pengetahuan dalam Islam, dan peran akal dalam Islam. Buku ini menyimpulkan

bahwa penggunaan akal dalam Islam memang atas dasar perintah al-Qur‟ān. Oleh
karena itu, akal dan wahyu dalam Islam itu tidak bertentangan.15
Keenam, Muḥ ammad ‘Abduh dan Teologi Rasional Mu‘tazilah (1986). Isi

buku ini merupakan kandungan pokok dari pembahasan disertasi Harun Nasution The
Pleace of Reason in Abduh’s Theology: Its Impact on His Theological System and
14

Ceramah tersebut sempat diterbitkan sebagai buku stensilan dengan judul yang sama,
Kedudukan Akal dalam Islam (Jakarta: Yayasan Idayu Press, 1979). Kemudian pada tahun 1982
naskah tersebut diterbitkan kembali oleh UI-Press Jakarta dengan judul Akal dan Wahyu dalam Islam
dan tersebar lebih luas. Sementara isinya tidak jauh berbeda, kecuali sedikit tambahan penjelasan.
15

Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 2011), hal. 101-3.

15

Views (Posisi Akal dalam Teologi Muḥ ammad „Abduh: Pengaruh terhadap Sistem
dan Pendapat Teologinya). Buku ini diterbitkan pertama kali oleh UI-Press Jakarta
pada 1987. Dalam buku ini dijelaskan sifat-sifat Tuhan, perbuatan Tuhan, dan konsep
iman yang merupakan studi analisis terhadap pemikiran teologi Muḥ ammad „Abduh
dan Mu„tazilah. Dalam buku ini Harun Nasution menyimpulkan bahwa pemikiran
Muḥ ammad „Abduh punya banyak kesamaan dengan pemikiran Mu„tazilah. Bahkan
Muḥ ammad „Abduh menempatkan kedudukan akal lebih tinggi daripada kedudukan
akal dalam pandangan Mu„tazilah. Oleh karena itu, Muḥ ammad „Abduh lebih
cenderung disebut sebagai failasuf daripada sebagai seorang teolog.16
Ketujuh, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan (1975).
Buku ini menggambarkan pembaharuan Islam yang secara dinamis memberikan
respon terhadap berbagai perkembangan modern. Di dalam buku tersebut
digambarkan dengan jelas bagaimana pergolakan ide dan gagasan para tokoh
pembaharu Islam dengan gagasan dan gerakannya yang berbeda-beda, tetapi masih
dalam satu tujuan, yakni untuk memajukan dan menyelaraskan Islam dengan
perkembangan modern. Perbedaan gagasan pembaharuan tersebut memunculkan
berbagai gerakan yang berbeda-beda. Gagasan dan gerakan tersebut muncul sebagai
respon terhadap situasi dan kondisi sosial-politik yang berbeda-beda, sehingga
membutuhkan penyelesaian yang berbeda pula. Gerakan pembaharuan tersebut
misalnya dalam bidang budaya, pendidikan, ekonomi, politik, dan sistem
Harun Nasution, Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu‘tazilah (Jakarta: Bulan
Bintang, 2006), hal. 92-3.
16

16

pemerintahan. Buku tersebut mengambil bentuk pembaharuan yang terjadi di Mesir,
Turki, dan India-Pakistan dengan menunjukkan sejumlah tokoh yang dianggap
berperan penting dalam pembaharuan tersebut. Pembaharuan modern pada tiga
negara tersebut dianggap representatif untuk menggambarkan berbagai pembaharuan
yang terjadi di dunia Islam pada umumnya.
Kedelapan, Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran. Buku ini adalah
kumpulan naskah-naskah ceramah dan diskusi sejak tahun 1970 sampai 1974 yang
diberikan oleh Harun Nasution dalam berbagai tempat dan kesempatan. Buku ini
diterbitkan oleh penerbit Mizan yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1994.
Dengan membaca seluruh naskah dalam buku tersebut di atas, pembaca bisa
memahami pemikiran Harun Nasution secara lebih utuh dan komprehensif tentang
apa yang dimaksud dengan Islam Rasional.

BAB III
KONSEPSI IBADAH DAN MORAL HARUN NASUTION

A. Ibadah
1. Pengertian Ibadah
Kata ibadah berasal dari bahasa Arab, ‘ibādah yang merupakab bentuk
masdar dari ‘abada-ya’budu- ‘ibādah yang artinya pengabdian. Secara lebih luas kata
ibadah berarti al-țā’ah (patuh), al-khudū’ (tunduk) dan al-tāzallul (merendahkan diri). 1
Berdasarkan pengertian di atas, secara terminologis ibadah berarti kebaktian dan
ketundukan kepada yang Maha Esa atau perbuatan untuk menyatakan bakti kapada Allah
yang disadari dengan ketaatan dan keikhlasan mengerjakan perintah-Nya dan meningalkan
apa yang dilarang-Nya.2

Para ulama membagi ibadah menjadi ibadah maḥḍah dan ghayr maḥḍah.
Ibadah maḥḍah adalah suatu pekerjaan yang diperintah Allah dan merupakan
hubungan langsung antara manusia dengan Allah, seperti salat, puasa, zakat dan haji.
Sedangkan ibadah ghayr maḥḍah adalah segala macam perbuatan untuk mencapai
rida Allah, seperti belajar, bekerja, bertani dan berdagang.3 Ibadah maḥḍah dan ghayr
maḥḍah ini mempunyai jalan yang berbeda, tapi tujuannya sama.

1
2

Lahmuddin Nasution, Fiqih 1 (Jakarta: lobos,1995), hal.2.
Anton M. Moliono dkk., Kamus bersar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1988),

hal. 318
3

Bachrul Ilmy, Pendidikan Agama Islam ( Jakarta: Grafindo Media Utama, 2008), hal. 8.

18

19

Terkait dengan ibadah maḥḍah, Nabi Muḥammad dalam satu kesempatan
ditanya oleh malaikat Jibrīl tentang arti dari keimanan, keislaman dan akhlak, Nabi
menjawab:
Islam di bangun atas lima pondasi: melafalkan syahadatain (dua persaksian),
tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad utusan Allah, mendirikan
salat, membayar zakat, berpuasa dan haji. (HR. Imam al-Bukhari).4
Sementara itu, ibadah ghayr maḥḍah adalah ibadah yang pelaksanaanya tidak
memiliki hubungan langsung dengan Sang Khalik, tetapi berhubungan dengan
sesama manusia dan makhluk Tuhan lainnya. Di samping sebagai bentuk pengabdian
kepada Tuhan, ibadah ghayr maḥḍah bertujuan untuk menciptakan kemaslahatan
sosial, alam, dan budaya. Hal ini ditinjau dari produk kreatifitasnya, meskipun model
ibadah ini tidak murni. Dengan kata lain, ibadah model ini adalah kemaslahatan yang
sejatinya memiliki dalil tidak langsung dari al-Qur’ān dan

adīts. Artinya, prinsip

dari ibadah ini hanya disinggung secara umum dalam teks keagamaan.5 Dalam hal ini
Nabi pernah bersabdah:
Jika terkait dengan persoalan (kemaslahatan) urusan duniawi kalian tetapi,
maka itu terserah kalian (mana yang terbaik). Tetapi apabila terkait dengan
agama kalian maka itu urusanku”. (HR. Ibn Majah)6
Jika merujuk kembali kepada al-Qur’ān dan Sunnah, niscaya kita akan
mendapatkan kesimpulan bahwa pengertian ibadah secara umum tidak hanya terbatas

Muḥammad ibn Ismā‘īl Abū ‘Abdillāh al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ al-Bukhari (Dār Thawqīn alNajat), cet I, hal.11.
5
Bachrul Ilmy, Pendidikan Agama Islam ( Jakarta: Grafindo Media Utama, 2008), hal. 225
6
Al-Qazwaynī, Abū ‘Abdillāh Muḥammad ibn Yāzid, Sunan Ibn Majah (Dār Iḥyā’ al-Kutub
al-‘Arabiyyah) Juz 2, hal. 825.
4

20

pada perkara-perkara yang bersifat wajib, akan tetapi mencangkup segala sisi
kehidupan. Jadi makna kehidupan adalah satu kesatuan, segala sesuatu yang terdapat
di dalamnya hanya milik Allah. Bagi setiap hamba yang saleh, tiada yang berlalu
tanpa ibadah. Dalam pelaksanaan ibadah, manusia tentu saja memilih ibadah yang
dianggap paling utama, baik kelipatan pahalanya, maupun manfaat langsung yang
bisa dirasakannya. Ibadah adalah wujud ketundukan dan pemujaan manusia kepada
Tuhan. Hanya dengan Tuhanlah manusia bisa menjalin hubungan semacam itu, tidak
dengan yang lainnya. Tidak ada yang melebihi kekuasaan Allah dan tidak ada yang
lebih kuasa selain diri-Nya. Allah adalah Sang Pencipta dan satu-satunya penguasa
alam. Manusia harus mengabdi kepada-Nya dan tidak boleh menyekutukannya.7
Hakikat ibadah dan pendekatan diri kepada Allah dibangun atas dua hal.
Pertama, menyembah, yaitu merendahkan diri kapada Allah dengan melakukan
perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Kedua, yang disembah meliputi segala
sesuatu yang dicintai dan diridoinya oleh Allah, yang berupa kenyataan dan
perbuatan, yang nampak dan yang tersembunyi seperti doa, zikir, salat. Misalnya,
salat merupakan sarana mendekatkan diri kepada Allah dan termasuk sarana yang
paling efektif untuk beribadah kepada Allah. Menyembah semata-mata karena Allah
dan merendahkan diri kepada-Nya, mengagumkan-Nya dan tidak menyembah kecuali
yang telah disyari‘atkan-Nya.8

7

Syekh Tosun Bayrak, Energi Ibadah: Selami Makna, Raih Kematangan Batin ( Jakarta:
Serambi, 2007 ), hal. 14.
8
Amrul Khalid, Quantum Ibadah ( Jakarta: Himmah Media, 2009 ), hal. 9.

21

Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling sempurna di antara makhlukmakhluk lainnya. Ajaran agama menunjukan dengan jelas bahwa pada hakikatnya
manusia adalah mahkluk yang menyembah Tuhan. Jika ternyata mereka menyembah
binatang, bulan atau sesama manusia, itu adalah penyimpangan yang terjadi pada diri
manusia. Yang disembah pertama kali bukan patung, manusia, atau objek-objek
lainnya, melainkan Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini karena manusia memiliki naluri
beribadah, atau yang disebut naluri keberagamaan.9
Manusia beribadah sepenuhnya kepada Allah dalam segala hal akidah,
perkataan, dan perbuatan, serta pengamal segala perintah dan larangannya tanpa
meminta imbalan. Karena Allah menciptakan manusia supaya mereka beribadah
kepadanya. Akan tetapi, ibadah yang dilakukan manusia tidaklah membawa manfaat
apapun bagi-Nya dan kedurhakaan manusia pun tidak akan menambah besar dan
kemuliaan-Nya. Allah tidak akan memerintahkan manusia kecuali dengan hal-hal
yang membawa kebijakan bagi diri manusia sendiri. Mereka yang patuh akan diberi
pahala yang baik di surga, dengan berbagai nikmat yang tiada taranya. 10 Allah Swt.
berfirman:
Katakanlah, sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah
untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu baginya, dan demikian itulah
yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang pertama-tama
menyerahkan diri (kepada Allah)”. (al-An‘ām: 162-163).11

9

Syekh Tosun Bayrak, Energi Ibadah, hal, 11.
Lahmuddin Nasution, Fiqih 1, hal. 6.
11
Endang Hendra dkk., Al-Quran Cordoba (Bandung: Cordoba Internasional Indonesia,
2012), hal. 150.
10

22

Penjelasan di atas menunjukan bahwa segala sesuatu yang telah dilakukan
oleh manusia hanya untuk Allah tiada sekutu bagi-Nya. Dengan melakukan ibadah,
manusia akan tau dan selalu sadar bahwa betapa hina dan lemah dirinya bila
berhadapan dengan kekuasaan Allah. Jadi, ibadah merupakan wujud ketundukan
manusia kepada Tuhan karena sesuatu yang datang kepada manusia berawal dari
Tuhan dan akan kembali pada Tuhan dan manusia diciptakan hanya untuk
menyembah-Nya bukan untuk menyekutukan-Nya.
2. Ibadah Menurut Harun Nasution
Harun Nasution berpendapat bahwa manusia tersusun dari dua unsur: unsur
jasmani dan rohani. Unsur jasmani maksudnya adalah bahwa manusia tersusun dari
materi (jasad) yang mempunyai kebutuhan-kebutuhan materi dan unsur ini bisa
membawa manusia kepada perilaku kejahatan. Sedangkan yang dimaksud dengan
rohani adalah bahwa manusia berasal dari immateri sehingga mempunyai kebutuhan
immateri (batin) dan unsur ini bisa membawa manusia kepada kebaikan.12 Oleh
karena itu, seseorang seharusnya bisa menyeimbangkan antara kebutuhan materi dan
immateri agar hidup manusia serasi dan tidak berat sebelah. Kemudian Harun
Nasution memperkuat argumentasinya dengan menjelaskan bahwa ibadahlah yang
bisa menyeimbangkan antara rohani dan jasmani. Semua yang ada dalam ibadah
Islam bertujuan membuat rohani manusia bisa bersih dari kotoran-kotoran yang
menjadi penghalang dalam beribadah.
12

hal. 36.

Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya: Jilid 1 (Jakarta-UI Press, 1985),

23

Harun Nasution mengungkapkan bahwa ibadah adalah mengerjakan perintah
Tuhan dan menjalankannya dengan tidak meminta imbalan. Semua ibadah baik itu
salat, puasa, haji, dan zakat, semuanya bertujuan supaya roh manusia tidak lupa pada
Tuhan, bahkan senantiasa dekat dengan-Nya.13
Di antara ibadah yang membawa manusia dekat dengan Tuhannya adalah
salat, karena ibadah salat adalah sistem peribadatan yang diwajibkan oleh Allah
kepada umat manusia melalui Nabi Muḥammad. Sistem peribadatan salat merupakan
panduan dari Allah kepada manusia tentang tata cara berhubungan atau menghadap
kehadirat-Nya, baik panduan unsur jasmani, maupun unsur rohani.14
Kedekatan manusia dengan Tuhan di saat salat merupakan penyerahan diri
kapada Tuhan dan memohon supaya rohani manusia untuk disucikan atau
dibersihkan. Jasmani dan rohani adalah satu kesatuan yang ada dalam diri manusia,
yang diciptakan Tuhan hanya untuk menyembah kepadanya. Pengembangan daya
jasmani seseorang tanpa dilengkapi dengan daya rohani akan menjadi berat sebelah
dan tidak seimbang di dalam hidupnya.
Oleh karena itu, sangatlah penting supaya roh yang ada dalam diri manusia
mendapat latihan dengan ibadah, sebagaimana badan manusia dapat latihan. Dalam
salat seseorang melakukannya hal-hal berikut: menuju Kemahasucian Tuhan,
menyerahkan diri pada Tuhan, memohon supaya dilindungi dari godaan setan,

13

Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya: jalid I , hal. 31.
Andang B. Malla, Merasakan Allah: Salat yang Disambut Allah (Jakarta: Rabbani Press,
2009), hal. 29.
14

24

memohon petunjuk ke jalan yang benar, dan memohon dijauhkan dari segala yang
tidak baik.15
Selain dari apa yang telah dikatakan Harun Nasution, misalnya bahwa salat
membawa manusia dekat dengan Tuhan, Harun Nasution juga melaksanakan ibadah
lainnya seperti zakat, puasa wajib atau sunnah, dan haji. Ia tidak hanya berpendapat
apa yang dimaksud dengan ibadah, tetapi ia mengerjakan dan memperaktekan dari
apa yang dikatakannya.
Terlihat dari perkataan Sumarso—anak angkat Harun Nasution bahwa Harun
Nasution sangat tekun dalam menjalankan ibadah. Terutama sebelum Harun Nasution
melaksanakan salat subuh, ia sudah bangun untuk salat sunah dan berzikir, kira-kira
subuh tinggal setengah jam lagi Harun Nasution membangunkan keluarganya untuk
salat berjamaah bersama. Hal itu berlangsung secara berkelanjutan dan istiqomah
setiap hari.16
Selain yang telah dikatakan oleh anak angkatnya, berkenaan dengan pribadi
Harun Nasution dalam melaksanakan ibadah, Prof. Dr. Abdul Aziz Dahlan juga
mengungkapkan,
Peribadatan Harun Nasution sangat tekun. Hal ini terlihat pada waktu salat
jum’at. Beliau berangkat ke masjid setengah jam sebelum azan atau khotbah
dimulai. Tempat duduk Harun Nasution ada di barisan pertama. Akan tetapi,
beliau tidak di dalam, melainkan di luar, di dekat kaca atau dinding pembatas

15

Andang B. Malla, Merasakan Allah: Salat yang Disambut Allah, hal. 31.
Hasil wawancara dengan anak angkat Harun Nasution Bapak Sumarso S.IP. pada tanggal
19-Oktober- 2015, pukul 03.40 WIB.
16

25

bagian dalam dengan bagian luar masjid. Beliau juga berzikir dan membaca
ayat al-Qur’ān.17
Selain dari itu, pelaksanaan ibadah yang ditempatkan dalam konteks
kehidupan merupakan suatu bagian yang tak terpisahkan dari filsafat kehidupan
Islam. Ibadah mengandung dua pengertian, yakni ibadah praktik sekaligus konsep.
Ibadah bukan semata-mata merupakan serangkaian praktek, ritual, dan simbol.18
Ibadah dalam Islam sebenarnya bukan bertujuan supaya Tuhan disembah seperti
halnya penyembahan yang terdapat dalam ajaran agama-agama primitif. Manusia
diciptakan Tuhan semata-mata untuk beribadah, mengabdi, dan sebenarnya Tuhan
tidak berhajad untuk disembah atau dipuja manusia karena Tuhan adalah Maha
Sempurna.19
Menurut Harun Nasution ibadah dalam Islam erat sekali hubungannya dengan
pendidikan akhlak. Ibadah dalam al-Qur’ān dikaitkan dengan takwa, dan takwa
(patuh) berarti melaksanakan perintah Tuhan dan menjahui larangan-Nya. Perintah
Tuhan berkaitan dengan baik buruk, sedangkan larangan Tuhan berkaitan dengan
berbuatan-berbuatan yang tidak baik.20 Orang bertakwa dengan demikian orang yang
melaksanakan perintah Tuhan dan menjahui larangan-Nya, seseorang yang bertakwa
adalah orang yang berahlak mulia.21

17

Hasil wawancara dengan Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Abdul
Aziz Dahlan M.A., tangal 06 Oktober 2015 pukul 12: 25.
18
Muhammad Muhyidin, Hidup di pusaran Al-Fatihah ( Bandung: Mizan, 2008 ), hal. 12.
19
Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya jalid I ( Jakarta-UI Press, 1985 ),
hal 32.
20
Harun Nasution, Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran ( Bandung: Mizan, 1995 ), hal.
57.
21
Harun Nasution, Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran, hal. 57.

26

3. Tujuan Iibadah
Ibadah bukanlah sekedar bentuk kegiatan fisik. Lebih dari itu, ibadah
memiliki tujuan mulia. Salat misalnya, tidak bermakna apapun bila tidak berdampak
pada pencegahan dari perbuatan keji dan mungkar. Begitu juga dengan puasa, ia tidak
bermakna apapun bila tidak mampu membuat pelakunya meninggalkan perilaku
kebohongan. Sama halnya dengan haji dan zakat yang dilakukan hanya karena ingin
dipuji (riyā’) dan pamer kepada orang lain. Meski demikian, tidak berarti bahwa
ibadah boleh ditinggalkan ketika tujuannya tidak dicapai. Yang dimaksud di sini
adalah ibadah yang dilakukan harus menimbulkan dampak bagi pembentukan jiwa
yang ikhlas dan tercapainya tujuan ibadah.22 Dalam hal ini, Harun Nasution
mengartikan bahwa manusia diciptakan Tuhan semata-mata untuk beribadah kepada
Tuhan yaitu mengerjakan perintah-Nya dan menyerahkan diri untuk tunduk dan
menjaga diri dari hukuman hari kiamat, melakukan perintahnya dan menjahui
larangannya.23 Ungkapan Harun Nasution di atas menunjukan bahwa ibadah itu
membawa kebaikan dan menghilangkan kepada keburukan. Kemudian Allah
berfirman dalam surah al-Baqarah ayat 21-22 sebagai berikut:
Wahai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orangorang yang sebelummu, agar kamu bertaqwa. Dialah yang menjadikan bumi
sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan dia menurunkan air
(hujan) dari langit lalu Dia menghasilkan dengan tujuan itu segala buahbuahan sebagai rezeki untukmu. Karena itu, janganlah kamu mengadakan

22

Musthafa Dib Al-Bugha, Al-Wafi: Syarah Hadits Arbain Imam An-Nawawiyya (Jakarta:
Mizan Publik, 2007), hal. 20.
23
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya: Jilid 1, hal. 32-33.

27

sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahuinya. (al-Baqarah: 2122).24
Berdasarkan Firman Allah di atas, jelas bahwa manusia beserta isinya
diciptakan untuk beribadah kepada Tuhan. Karena itu, manusia beserta isinya tidak
boleh menyekutukan-Nya, melaksanakan perintah-Nya, dan menjauhi larangan-Nya.
Sebagaimana menurut Muḥammad ‘Abduh, ibadah adalah suatu bentuk ketundukan
dan ketaatan yang mencapai puncak sebagai dampak dari rasa pengagungan yang
bersemai dalam lubuk hati seseorang. Rasa itu lahir akibat keyakinan dalam diri
seseorang bahwa objek dari ibadah memiliki kekuasaan yang tidak dapat terjangkau
hakikatnya. Maksimal yang dapat diketahui adalah bahwa yang disembah dalam
ibadahnya adalah Allah yang menguasai jiwa raganya, namun Allah berada di luar
jangkauannya.25
Menur