Analisis fungsional lumbung penyimpanan gabah kadar air tinggi

"Sesungguhnya s e t e l a h k e s u l i t a n i t u ada kemudahan,
maka a p a b i l a kamu t e l a h s e l e s a i d a r i s u a t u u r u s a n ,
k e r j a k a n l a h dengan sungguh-sungguh u r u s a n yang l a i n ,
dan hanya kepada Robbmulah hendaknya kamu b e r h a r a p u
( A l - I n s y i r a h : 6-8).
"Karena i t u i n g a t l a h kamu kepadaKu n i s c a y a U u akan
i n g a t kepadamu, dan b e r s y u k u r l a h kepadaKu s e r t a
j a n g a n l a h kamu i n g k a r .
Wahai orang-orang yang b e r i m a n j a d i k a n l a h s a b a r dan
s h a l a t s e b a g a i pen01 ongmu, sesungguhnya A l l a h
bersama orang-orang yang s a b a r "
(A1 Baqarah : 2 5 2 - 1 5 3 1 .

Teruntuk Ibu tersayang,
Bapak t e r k a s i h d i s i s i N y a ,
s e r t a saudara-saudaraku t e r c i n t a :
k a k B u d i , kak T o t o , yuk W i w i t ,
k a k A r i e f , dan d e A r i .

1993
FAKULTAS TEKNOLOGE PERTANIAN

INSTITW PERTANIAN BOGOR
BOGOR

NOVIANA

WIDLYANTI.

F250725.

Analisis

bung Penyimpan Gabah Kadar Air Tinggi.

Funysional

Lum-

Dibawah bimbingan

Ir. Gardjito MSc. dan Ir. Rokhani Hasbullah.


Sampai saat ini penelitian masalah padi (beras) yang
merupakan makanan pokok mayoritas penduduk Asia tetap
hangat dibicarakan.

Berbagai usaha di sektor pra panen

dan pasca panen dilakukan untuk meningkatkan mutu komoditi
ini baik secara kuantitas maupun kualitas.

Di

bidang

penanganan pasca panen, pengeringan dan penyimpanan memegang peranan yang penting dalam menjaga mutu gabah.
Salah satu alat yang dirancang khusus untuk memenuhi kedua
tahap penanganan pasca panen ini adalah Lumbung Penyimpan
Gabah Kadar Air Tinggi (LPGKAT).
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji LPGKAT
secara fungsional dengan memperhatikan sebaran suhu dan

perubahan kadar air gabah di dalam lumbung selama penyimpanan serta mutu beras giling dari gabah yang disimpan di
dalamn:

3.

Secara umum dapat dikatakan bahwa suhu rata-rata
dalam lumbung (29.3

OC)

selalu lebih tinggi dari suhu

rata-rata udara lingkungan (25.0 OC).

Demikian pula suhu

dalam lumbung pada siang hari tidak berbeda jauh dengan

Dari berbagai perlakuan yang diberikan yang meliputi penggunaan kipas setengah hari, penggunaan kipas seharian, tanpa kipas dan 7enggunaan bahan insulasi terlihat
bahwa suhu rata-rata dalam alat mencapai nilai tertinggi

pada perlakuan terakhir atau penggunaan bahan insulasi
yaitu 30.3

OC.

Dari pengukuran kadar air selama 8 mlnggu, terlihat
terjadi penurunan kadar air yang cukup besar yaitu dari
22.7% menjadi 11.4% basis basah.

Laju penurunan tertinggi

terjadi pada saat dua minggu terakhir atau perlakuan
penggunaan bahan insulasi yaitu 2.6% per minggu.
Mutu beras giling dari gabah yang disimpan di dalam
lumbung mempunyai rata-rata persentase butir merah atau
benda asing, butir kuning, butir hijau atau mengapur,
butir patah, dan butir menir dan jumlah gabah pada 100 gr
beras berturut-turut adalah

0.04%,


2.4%, 2.3%,

5.6%,

2.9%

dan 2 butir.
Data hasil penelitian dapat menggambarkan bahwa
LPGKAT secara fungsional dapat digunakan

pan sekaligus pengering gabah.

sebagai penyim-

ANALISIS FUNGSIONAL LljhlBLTG
PENYIMPAN GABAH ICADAR AIR TINGGI

Oleh:
NOVIANA WIDAYANTI

F. 250725

SKRIPSI

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Jurusan Mekanisasi Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

1993

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANI-AN BOGOR
BOGOR

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


ASAI.,ISIS FGh-GS1ON;IL LUSIBIiZ;G

PESY1hIPAX GABAFI IirtDitR AIR TlNGGl

SKRIPSI

sebayai salah satu syarat memperoleh yelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Jurusan Mekanisasi Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

0leh:
NOVIANA WIDAYANTI

F. 250725
Dilahirkan pada tanygal

26


Nopember 1970

di Bogor
Lulus Tanggal :

2

@93

ardjito MSc.

---

en Pembimbiny I

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 28 Nopember
1970 sebagai putri kelima dari enam bersaudara, anak
dari pasangan suami-isteri Ngadiman Ahmad Sosro
Soedjito dan Ruaida.

Pada tahun 1982 penulis menyelesaikan pendidikan dasar
di SDN IV Cibuluh Bogor.

Pendidikan menengah didapat-

kan penulis di SMPN 1 Bogor dan SMAN 1 Bogor.
Institut Pertanian Bogor menerima penulis sebagai
mahasiswanya tahun 1988 lewat jalur penelusuran minat
dan kemampuan (PMDK).

Tahun berikutnya penulis dite-

rima di Fakultas Teknologi Pertanian dan lulus sebagai
sarjana teknik pertanian pada tangqal 2 Juli 1993.

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim
Puji syukur hanya lhyak dilimpahkan ke hadirat
Allah SWT. yang atas rahmat dan petunjukNya jua sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penelitian mengenai

analisis lumbung penyimpan

gabah kadar air tinggi yang dilakukan di

Laboratorium

Lingkungan dan Bangunan Pertanian, FATETA dan Laboratorium AP4, IPB, Bogor pada bulan Nopember 1992 sampai
Januari 1993.

Skripsi

ini dibuat sebagai salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Jurusan Mekanisasi Pertanian, Fakultas
Teknologi Pertanian, IPB.
Bersama

ini


penulis

menyampaikan

ucapan

terimakasih kepada:
1.

Ir. Gardjito, MSc.,
dan

selaku dosen pembimbing utama

Ir. Rokhani Hasbullah, selaku dosen pembim-

bing kedua atas berbagai saran dan motivasi yang
selalu diberikan.
3.

4.

Ir.

John Kumendong MS., selaku dosen penguji.

Staf pengajar di LBP yang telah banyak membantu
dalam penelitian.

5.

Bapak Ahmad dan para karyawan AP4 yang banyak
membantu secara teknis.

iii

6.

Ibu dan saudara-saudaraku tercinta atas doa dan
dukungan moraal maupun material yang diberikan,
Rully, de Ari, Fuad, Sutoyo, Rini, Isri, Kisdi,
warga Azkia dan warga Sakiinah serta semua pihak
yang turut membantu dengan tulus.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini

dapat bermanfaat.

Kritik dan saran yang membangun

untuk perbaikan skripsi ini akan penulis perhatikan.
Bogor,

Juli 1993

Penulis

DAFTARTABEL

Halaman
Konstanta c dan n dari beberapa
hasil pertanian .....................

18

Kadar air k kesetimbangan gabah dalam
persen basis basah ..................

21

Kerapatan gabah pada berbagai kadar
air .................................

22

Suhu rata-rata setiap lapisan pada
perlakuan yang berbeda . . . . . . . . . . . . . . .

45

Laju penurunan kadar air rata-rata
setiap lapisan ......................

47

Persentase rata-rata benda asing
dan butir merah hasil uji ............

51

Persentase rata-rata butir hijau
dan mengapur hasil uji ...............

52

Persentase rata-rata butir kuning
hasil uji ...........................

52

Persentase rata-rata butir patah
hasil uji ...........................

53

Persentase rata-rata butir menir
hasil uji . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

53

DAFTAR G.AMBAR

Halaman

............

Gambar 1.

Struktur butir gabah

Gambar 2.

Hubungan kecepatan pengeringan dan
kadar air bahan ..................

15

.....

la

7

Gambar 3.

Kurva keseimbangan kadar air

Gambar 4.

Lumbung penyimpan gabah kadar air
tinggi ............................

31

Gambar 5.

Alat penggiling gabah skala uji . . .

34

Gambar 6.

Alat penyosoh beras skala uji . . . . .

34

Gambar 7.

Alat pemisah butir utuh, butir
patah dan butir menir skala uji . . .

35

Gambar 8.

Recorder dengan 24 termocouple . . . .

?5

Gambar 9.

Alat pengukur kadar air

..........

36

Gambar 10.

Titik-titik pengukuran kadar air..

38

Gambar 11.

Titik-titik pengukuran suhu . . . . . . .

40

Gambar 12.

Grafik suhu rata-rata setiap lapisan
se1a:na pengujian ..................

42

Grafik kadar air gabah rata-rata
setiap lapisan selana pengujian . . . .

47

Gambar 13.

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1.

Persyaratan standar kualitas beras
giling pengadaan dalam negeri 1993

64

Data suhu rata-rata harian Pada
setiap posisi .....................

65

Grafik suhu rata-rata siang dan
dan malam pada setiap perlakuan ...

69

Lampiran 4.

Pola-pola posisi isoterm LPGKAT . . .

71

Lampiran 5.

Data klimatologi daerah pengujian.

72

Lampiran 6.

Perubahan kadar air pada setiap
posisi selama pengujian . . . . . . . . . . .

77

Data persentase butir asing dan
merah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

78

Data persentase butir hijau dan
mengapur ..........................

76

Lampiran 9.

Data persentase butir kuning . . . . . .

79

Lampiran 10.

Data persentase butir patah . . . . . . .

79

Lampiran 11.

Data persentase butir menir .......

60

Lampiran 12.

Data jumlah butir qabah / 100 gram
beras . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

SO

...........

81

Lampiran 2
Lampiran 3.

Lampiran 7.
Lampiran 8

Lampiran 13.

Gambar skematik LPGKTA

vii

DAFTAR IS1

Halaman

........................
DAFTAR IS1 ............................
DAFTAR TABEL ..........................
DAFTAR GAMBAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
DAFTAR LAMPIRAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
I . PENDAHULUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
A . LATAR BELAKANG . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
KATA PENGANTAR

B.

.

TUJUAN PENELITIAN

.................

......................
A . GABAH PAD1 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
B . PENANGANAN PASCA PANEN . . . . . . . . . . . .
1 . Pengeringan ...................
2 . Penyimpanan ...................
C . ARANG .............................
D . ASPEK TEKNIK DAN EKONOMI RANCANGAN
LUMBUNG PAD1 ......................
1 . Kelayakan Struktural . . . . . . . . . .
2 . KELAYAKAN Fungsional . . . . . . . . . .
I11 . METODOLOGI PENELITIAN . . . . . . . . . . . . . . . . . .
A . TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN . . . . . . . .
B . BAHAN DAN PERALATAN . . . . . . . . . . . . . . .
C . METODE . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
I1

TINJAUAN PUSTAKA

i

iii
v
vi
vii
1

1
4

5
5

12
13
18
26

27

28
28
30
30

30
36

IV .

...................
A . SUHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
B . KADAR AIR ...........................
C . MUTU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
D . FUNGSIONAL ALAT . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
DAFTAR PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
LAMPIRAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
HASIL DAN PEMBAHASAN

41
41
46
50
53

61

64

Masalah pangan tidak dapat terlepas dari kehidupan manusia.

Terpenuhinya kebutuhan pangan erat kait-

annya dengan aspek sosial ekonomi dan stabilitas
nasional suatu negara.

Bagi Indonesia yang mayoritas

penduduknya menjadikan padi (beras) sebagai makanan
pokoknya, yang menjadi masalah adalak. bagaimana meningkatkan produksi padi baik secara kualitas maupun
kuantitas.

Berbagai usaha telah dilakukan pada sektor

budidaya atau pra panen, antara lain dengan menerapkan
teknologi pada program-program
ekstensifikasi.

intensifikasi dan

Hasil dari sektor ini berupa pening-

katan produksi yang membuahkan swasembada beras sudah
dapat dirasakan.

Namun demikian keberhasilan di

sektor ini perlu diiringi pula oleh keberhasilan di
sektor pasca panen.

Melimpahnya hasil panen gabah

seringkali menyebabkan petani terpaksa menjual hasil
panennya dengan harga dan mutu yang rendah.

Untuk

mencegah kerugian yang besar dipihak petani, yang juga
dikarenakan keterbatasan pemerintah dalam membeli dan
menyimpan gabah, maka diperlukan penanganan pasca
panen yang baik di tingkat desa atau petani.

Penanganan pasca panen ditujukan untuk mempertahankan mutu dalam pengertian mengurangi susut dan
memperpanjang nrasa simpan dalam rangka untuk meningkatkan nilai tambah.

Penelitian yang pernah dilakukan

oleh Pusat Tanaman Pangan 1980/1981 menunjukkan bahwa
susut hasil panen tanaman padi pada sektor pasca panen
mencapai 37 persen.

Borgstrom (1975) memperkirakan

bahwa di banyak negara tropis dan sub tropis sekitar
sepertiga sampai setengah biji-bijian 2ilang dari saat
lepas panen sampai konsumsi.

Kehilangan seluruh hasil

proses pasca panen adalah 19 persen (Darmayati et al.,
1989, Setiyono et al., 1990).

Penanganan pasca panen

yang umum dilakukan oleh petani meliputi perontokan,
pengeringan, dan penyimpanan.
Pengeringan memegang peranan yang penting dalam
rantai pasca panen, karena proses ini menentukan
proses berikutnya yaitu rendemen giling dan keamanan
penyimpanan dalam gudang.

Pengeringan yang biasa

dilakukan adalah pengeringan secara alami yaitu dengan
sinar matahari.

Proses ini akan terhambat bila tiba

musim penqhujan atau hari tidak cerah.

Oleh karena

itu adanya mesin pengering yang dapat mengatasi hambatan di atas menjadi penting artinya.

Namun

biaya

pengeringan dengan mesin masih lebih tinggi dibandingkan dengan pengeringan alami dengan perbandingan
Rp. 14,50/kg dan Rp. 6.00/kg (Thahir, 1990).

Selain pengeringan, penyimpanan pun perlu mendapat perhatian.

Menurut laporan FTDC (1982), iklim di

Indonesia yang panas dan lembab memungkinkan timbulnya
jamur dan serangga dengan cepat sehingga penyimpanan
gabah di pedesaan mudah rusak.

Selain itu kerusakan

pun dapat disebabkan oleh gangguan tikus yang diakibatkan kurang sempurnanya konstruksi lumbung penyimpan
gabah.

Di tingkat pedesaan, petani menyimpan gabah di

lumbung-lumbung tradisional atau gudang-gudang milik
swasta dan KUD.

Menurut hasil survey Team Marketing

Wigtz di BULOG (1977), penyusutan gabah selama di
lumbung petani diperkirakan sekitar 4 persen.

Hasil

survey JICA (1987) di beberapa daerah di Indonesia,
didapatkan hasil bahwa susut bobot dan mutu berturutturut 3 dan 11 persen.
Sampai saat ini penelitian gabungan antara proses
pengeringan dan penyimpanan gabah khususnya masih
hangat dibicarakan.

Di India telah dibuat suatu alat

HMPB (High Moisture Paddy Bin), yaitu silo untuk
penyimpanan padi basah (Thahir, 1989).

Melalui alat

ini keseimbangan kadar air dapat dicapai dalam jangka
waktu 15 hari.

Di Indonesia pun telah dirintis peran-

cangan alat sejenis yang setelah diuji cernyata dapat
menurunkan kadar air dari 23 persen menjadi 18 persen
selama 18 hari (Thahir, 1990).

Penelitian masih terus dilakukan untuk memodifikasi lumbung HMPB dari segi bentuk sruktural maupun
bahan konstruksinya dan kemungkinan penggunaan insulator agar lumbung yang digunakan lebih effisien.
B.

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan umum penelitian ini adalah menguji suatu
rancangan lumbung yang mampu menyimpan gabah dalam
kondisi kadar air tinggi.

Dalam ha1 ini lumbung tidak

hanya berfungsi sebagai tempat penyimpan saja tapi
juga alat pengering.
Tujuan khusus penelitian ini adalah:
(1) Uji fungsional lumbung penyimpan gabah kadar air

tinggi (LPGKT) dengan memperhatikan sebaran suhu
pada berbagai posisi dalam tumpukan gabah dan RH
baik di dalam maupun di luar lumbung.
(2)

Uji fungsional dengan memperhatikan perubahan
kadar air dari waktu ke waktu dalam berbagai
lapisan tumpukan gabah.

(3)

Uji mutu akhir gabah yang meliputi persentase
butir patah, butir menir, butir hijau (mengapur),
butir kuning (rusak), butir merah (benda asing)
dan butir gabah.

11. TINJAUAN PUSTAICA

Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang
sangat penting nilainya.

Di beberapa daerah di dunia

padi sudah dijadikan makanan polcok sejak lama.

Di

sekitar asia tenggara yaitu Indonesia, Indocina dan
Cina Selatan serta daerah Afrika, sebagian Eropa dan
Laut Tenqah diperkirakan terdapat pusat-pusat tanaman
padi (Wachjuddin Tjiptadi dan Zein Nasution, 1976).
Padi merupakan famili dari graminiae dan mempunyai banyak spesies yaitu kurang lebih sampai 25
jenis.

Jenis yang paling terkenal adalah Oryza sativa

yang mempunyai 2 tipe yaitu tipe Indica atau india
dan tipe Japonies atau tipe cina-jepang (Myasnikova,
1965).

Padi di Indonesia semuanya berasal dari jenis

Oryza sativa L. (Soemartono et al., 1974).

Padi jenis

ini terbagi menjasi dua yaitu Utillisme dan Glutinosa.
Golongan Utillisme dibagi lagi menjadi 2 yaitu Communis dan Minota.

Dalam Communis dikenal 2 macam padi

yaitu padi bulu dan padi cereh.
Somaatmadja (1982) menyatakan bahwa hasil yang
diperoleh dari 100 k g tanaman padi adalah 55.6 kg
jerami dan 44.4 k g gabah.
tersebut mengandung 8.9

Gabah yang dihasilkan

kg s,ekam, 3.6 kg katul, 26.9

kg beras dan 3.0 kg susut.

Umumnya sruktur butir gabah terdiri atas:
a.

Sekam (kulit gabah) yang biasanya berwarna coklat
atau kehithm-hitaman dibentuk oleh "palea" dan
"lamneat'.

b.

Kulit bagian dalam (culticula) berwarna tak tentudari putih sampai coklat kehitaman.

Bagian ini

terdiri dari 5 lapisan yang dapat dilihat dengan
mikroskop.
c.

3agian padi (endosperm) yang sebagian besar terdiri dari sel-sel yang dapat dimaXan dengan dua
komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin.

d.

Lembaga (germ) bagian ini masih terlihat setelah
sekam dilepas dan beras disosoh, namum tak terdapat pada beras putih.
Struktur butir gabah secara lengkap dapat dili-

hat pada Gambar 1.
Setelah melewati serangkaian penanganan pasca
panen maka akan dihasilkan beras yang merupakan bahan
konsumsi. Beras yang baik adalah beras yang tercukupi
standar kualitas dan kuantitasnya.

Menurut BULOG

(1993) ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi
yang meliputi syarat kualitatif dan kuantitatif.
1.

Persyaratan kualitatif
a. Hama dan penyakit
Ada

tidaknya

kehadiran hama

(serangga hama,

Gambar 1.

S t r u k t u r b u t i r gabah

(Grist,

1975)

8

ulat dan sebagainya) dan penyakit (cendawan dan
sebagainya) yang hidup dan terdapat pada contoh
beras yang diperiksa.

Bebas hama dan penyakit

berarti secara visual tidak ditemukan hama dan
penyakit hidup pada contoh beras yang diperiksa.

Bangkai serangga dikategorikan benda

asing.
b. Bau
Menyangkut bau

yang dapat ditangkap oleh indra

penciuman (hidung) pada contoh beras yang
diperiksa.

Bau yang ditolak adalah bau busuk,

asam dan bau-bau asing lainnya yang nyata
berbeda dengan bau beras sehat.

c. Dedak/katul
Ada tidaknya dedak/katul yang terlepas (bebas).
Bersih dari dedak atau katul berarti tidak
terdapat dedak/katul yang bebas maupun yang
melekat atau terikat pada butir-butir beras.
d. Bahan kimia
Sisa-sisa bahan kimia seperti pupuk, pestisida
dan bahan-bahan kimia lainnya yang membahayakan
bagi kesehatan dan keselamatan manusia.
2.

Persyaratan Kuantitatif

a. Beras giling
Beras yang diperoleh dari proses penggilingan

9

gabah dimana seluruhnya atau sebagian kulit
lembaga atau kulit arinya sudah dipisahkan
dalam proses penyosohan (bukan beras tumbuk)
dan yang memenuhi persyaratan kualitatif seperti tercantum dalam standar kualitas beras
giling pada pengadaan dalam negeri.
b. Derajat sosoh
Tingkat terlepasnya lapisan katul (aleuron) dan
lembaga dari butir beras pada saat penyosohan.
Dikatakan derajat sosoh 100% bila hasil proses
penyosohan beras dimana seluruh lapisan katul
dan lembaga dan sedikit endosperm telah dilepaskan

dari butir beras tersebut. Dikatakan

derajat sosoh 95% bila hasil proses penyosohan
beras sebagian lapisan katul dan lembaga sebagian besar telah dilepaskan dari beras sehingga
butir beras hanya dilapisi oleh lembaga atau
katul sekitar 5%.

Penilaian derajat sosoh

dilakukan secara visual dengan atau tanpa zat
pewarna yang lalu dibandingkan dengan contoh
baku dari varietas yang diuji.
c. Kadar air

Jumlah kandungan air dalam butir beras dinyatakan dalam satuan persen dari berat basah (wet
basis).

d. Ukuran butiran beras
Butir utuh yaitu butir-butir beras baik sehat
maupun cacat yang utuh atau tidak ada patah
sama sekali.

Butir kepala yaitu butir beras

patah baik sehat maupun cacat yang mempunyai
ukuran lebih besar atau sama dengan 6/10 bagian
ukuran panjang rata-rata beras utuh yang dapat
melewati cekungan intended plate dengan persyaratan ukuran lubang 4.2 mm.

Butir patah yaitu

butir beras patah baik sehat maupun cacat yang
mempunyai ukuran lebih kecil dari 6/10 bagian
rata-rata beras utuh namun lebih besar dari
2/10 nya.

Dalam pengukuran mengunakan intended

plate berukuran 4.2 mm lalu dibantu secara
manual dengan tangan.

Butir menir yaitu butir

beras patah baik sehat maupun cacat yang mempunyai ukuran lebih kecil atau sama dengan 2/10
bagian butir utuh.

Pengukuran menggunakan

ayakan menir standar dengan diameter antara
1.80-2.0 mm.
e. Butir hijauimengapur
Butir hijau yaitu butir beras yang berwarna
kehijauan dan bertekstur lunak seperti kapur
akibat dipanen terlalu muda

(sebelum proses

pemasakan buah sempurna) , ha1 ini ditandai
dengan patahnya butir-butir hijau tadi.

Butir

11

hijau yang utuh dan keras dikategorikan sebagai
butir sehat (bukan butir hijau).

Butir menga-

pur yaitu butir beras yang berwarna putih
seperti kapur (chalky) dan bertekstur lunak yang
disebabkan oleh faktor fisiologis.

Butir

berwarna seperti kapur yang utuh dan keras
dimasukan ke dalam butir sehat (bukan butir
kapur) .
f. Butir kuninglrusak
Butir kuning yaitu butir beras utuh, kepala,
patah dan menir yang berwarna kuning, kuning
kecoklat-coklatan atau kuning semu akibat
perubahan warna yang terjadi selama penanganan.
Butir rusak yaitu butir beras utuh, kepala
patah dan menir yang berwarna putihlbening,
putih mengapur, kuning dan berwarna merah yang
mempunyai lebih dari satu bintik yang bernoktah.

Beras yang berbintik kecil tunggal dan

tidak potensial untuk rusak tidak termasuk
butir rusak.
g. Butir merah
Butir merah yaitu butir beras utuh, kepala,
patah maupun menir yang berwarna merah karena
varietas padi asalnya.
h. Butir ketan
Butir ketan utuh yang tercanpur dalam beras

12

dikategorikan sebagai butir beras baik. Sedangkan butir ketan yang tidak utuh dikategorikan
ke dalam' butir kapur.
i. Benda asing
Benda-benda asing yang tidak tergolong kerasseperti butir-butir tanah, butir-butir pasir,
batu-batu kerikil, potongan logam, potongan
kayu, tangkai padi dan lain sebagainya.

j. Butir gabah
Butir gabah yang belum terkupas atau terkupas
sebagian dalam proses penggilingan.

Termasuk

dalam kategori ini butir beras yang patah yang
masih bersekam.
Persyaratan standar kualitas beras giling pengadaan dalam negeri terdapat pada Lampiran 1.
B.

PENANGANAN PASCA PANEN

P e n a n g a n a n pasca panen d i b i d a n g p e r t a n i a n
dimaksudkan untuk mempertahankan mutu, memperpanjang
masa simpan dan meningkatkan nilai ekonomi.

Pada

komoditi biji-bijian beberapa usaha pasca panen yang
umum dilakukan adalah pengeringan, penyimpanan dalam
ruang tertutup dengan kondisi terkendali serta
pemberian bahan kimia (Brooker et al, 1974).

1.

Pengeringan
Pada prinsipnya pengeringan adalah menurunkan
kadar air bahan untuk mencegah timbulnya jamur,
kapang, bakteri atau serangga yang dapat mengakibatkan kerusakan bahan yang akan disimpan.

Menu-

rut Chamley (1982) semakin rendah kadar air suatu
bahan yang akan disimpan maka semakin aman bahan
tersebut disimpan dalam jangka raktu yang lama.
Menurut Hapley (1957) pengerincan bahan hasil
pertanian diartikan sebagai usaha mengurangi kadar
air bahan sehingga mencapai kadar air keseimbangan
dengan lingkungan.

Kadar air yang aman untuk

berbagai jenis bahan pertanian adalah berkisar
antara 12%

-

14% basis basah.

Metode yang dipakai dalam usaha peng~ringan
hasil pertanian meliputi pengeringan beku, pengurangan kadar air dengan bahan kimia, adsorpsi,
absorpsi dan pengeringan dengan cara mekanis serta
penguapan kandungan air bahan.

Dalam mengeringkan

biji-bijian cara pengeringan yang umum digunakan
adalah penguapan.

Pengeringan dengan cara ini

dapat dilakukan secara alami atau secara buatan.
Pengeringan secara alami yaitu pengeringan dengan
mengandalkan iklim setempat sedangkan pengeringan
buatan yaitu pengerlngan dengan memanfaatkan alat.
Pengeringan secara alami kurang praktis bila bahan

yang dikeringkan berjumlah besar dimana untuk
mencapai kadar air yang diinginkan memerlukan
banyak waktu dan tenaga serta tempat yang luas.
Selain itu pengeringan cara ini sangat tergantung
pada musim atau iklim.

Berbeda halnya dengan

pengeringan dengan menggunakan alat yang dengan
kemampuannya dapat mengantisipasi kondisi-kondisi
yang tidak diinginkan.
Hall (1957) menyatakan faktor-faktor yang
mempengaruhi pengeringan ini terbagi dalam 2
kelompok yaitu

yang berhubungan dengan

udara

pengering dan yang berhubungan denqan bahan yang
dikeringkan.

Faktor yang berhubungan dengan udara

pengering adalah suhu udara, kecepatan volumetrik,
dan kelembaban udara sedangkan faktor yang berhubungan dengan bahan yang dikeringkan

adalah

bentuk, kadar air, ketebalan lapisan dan tekanan
partial.
Udara yang merupakan medium bagi pengeringan
biji-bijian merupakan campuran antara udara kering
dan uap air (Dossat, 1978 dan Brooker et a l ,
1974).

Udara kering ini dapat diperoleh secara

alamiah maupun secara mekanis.

Perolehan udara

secara alamiah yaitu dengan memanfaatkan angin
sedangkan perolehan udaqa secara mekanis yaitu
dengan menggunakan kipas angin.

Udara yang akan

cigunakan untuk pengeringan dapat dipanaskan terlebih dahulu atau tanpa pemanasan.

Semakin tinggi

suhu udara pengering, semakin cepat laju pengeringan.

Namun suhu itu tidak boleh melampaui suhu

maksimum

pengeringan yang

tergantung dari jenis

biji-bijian yang akan dikeringkan d a n tujuan
pemanfaatan berikutnya.

Suhu maksimum pengeringan

gabah untuk tujuan konsumsi yaitu 60

OC.

Fase pengeringan terbagi dalam 3 fase, seperti pada Gambar 2.

Fase pertama yaitu fase pe-

ngeringan sangat cepat bisa meningkat atau menurun
(A-B), fase kedua yaitu pengeringan dengan kecepatan tetap (B-C) dan fase ketiga yaitu pengeringan dengan kecepatan menurun (C-E) ( H a , 1957).
dm/dO, kecepatan pengeringan per jam

M, kadar air ( % bk)

Gambar 2.

Hubungan kecepatan pengeringan dengan
kadar air bahan (Hall, 1957)

16

Kecepatan pengeringan rata-rata dihitunq berdasarkan persamaan berdasarkan analogi Newton (Luh,
1974):
dM/dO

-k (M

-

Me)

(1)

M- Me = k eks (-kt)

(2)

=

Mo-Me
dM/dO

= kecepatan pengerinqan rata-rata, persen per jam

MO

= kadar air pada wakti 0, ( % bk)

M

= kadar air pada waktu t, ( % bk)

Me

= kadar air kesetimbangan, ( % bk)

t

=

waktu, (jam)

k

=

kecepatan penqeringan konstan, (jam-')

K

=

konstanta integrasi

Keseimbangan energi pada proses pengeringan pada
biji-bijian berdasarkan persamaan berikut (Brooker et al,
1974):

Q x 6 0 (cp) (Ta

-

Tq)t

=

hfg DM (No

-

Me)

Q

= laju aliran udara pengering, m/menit

cp

=

v

panas jenis udara, 1 kj/kg

OC

(3)

(0.24 Btu/lb

OF)

= volume spesifik udara luar, m 3 /kg u.k.

(ft/lb

u.k.)
Ta

=

suhu bola kering udara pengerinq,

Tg

=

suhu bola kering udara yang keluar dari lapisan atau

OC

(OF)

tumpukan biji-bijian
hfq

= panas laten penguapan air bahan, Kj/kg air (Btu/lb

air)

DM

=

massa bahan kering biji-bijian, kg(1b)

Mo

=

kadar air awal basis kering, desimal

Me

=

kadar air keskimbangan (kadar air akhir) basis
kering , desimal
Keseimbangan massa proses pengeringan tumpukan

biji-bijian diperlihatkan persamaan berikut (Henderson
dan Perry, 1976):

-

w

=

(Q/v) (Hd

w

=

laju pelepasan uap air ke udara, kg/menit (lb/menit)

Hd

= kelembaban mutlak udara yang keluar dari tumpukan

Hb)

(4)

biji-bijian, kg air/kg u.k. (lb air/lb u.k.)
Hb

= kelembaban mutlak udara luar, kg air/kg u.k

(lb

air/lbu.k.)
Hubungan antara kadar air bahan dengan kelembaban
nisbi udara lingkungannya pada suhu tertentu dapat
digambarkan dalam bentuk grafik seperti pada Gambar 3.
Xadar air bahan yang berada pada kelembaban nisbi dan
suhu tersebut dikatakan kadar keseimbangan dan dapat
dinyatakan dengan persamaan berikut (Henderson, 1976)
1 - R H = e - c T M e n
RH

=

kelembaban nisbi keseimbangan, desimal

e

=

bilangan napier, 2.71828

c,n

=

tetapan yang tergantung pada bahan

T

=

suhu mutlak,

Me

=

kadar air keseimbangan, persen basis keri

OK

Nilai c dan n dapat dilihat pada Tabel 1.

(. 4 1.

Tabel 1.

Konstanta c dan n beberapa hasil pertanian

c

Bahan
Cotton
Flaxseed
Jagung pipil
Sorghum
Kacang kedele
Gandum
Gabah

4.91x10-~
6.89 x
1.10 x
3.40 x
3.20 x lo-*
5.59 x
8.82 x

Kadar air

Gambar 3.

n

(%

1.70
2.02
1.90
2.31
1.52
3.03
2.22

bk)

Kurva keseimbangan kadar air

"

($)

"
2.

Pcny impanan
Penyimpanan merupakan salah satu mata rant.ai
proses penanqanan pasca panen yang mempttny~ai n i 1 . I i
yang penting.

Penyimpanan biji-bijian dapat

dibedakan menjadi 2 macam yaitu penyimpanan secara
k a r u n g a n dan penyimpanan secara curah.

Ternpat

yang diqunakan untuk menyimpan secara curah dapat
berupa qudang, lumbung, silo, lubang dalam tanah
dan berbaqai macam wadah lain yanq terbuat dari
bambu, tanah liat, metal dan kayu (Hall, 1970,
Baily, 1974, dan Winarno et al. , 1962).
Penyimpanan secara curah mempunyai beberapa
keuntunqan jika dibandingkan dengan penyimpanan
secara karungan.

Keuntunqan itu adalah penanqanan

yang mekanis dan cepat, biaya operasi rendah,
potensi susut kecil demikian pula perlindungan
terhadap tikus dan serangga tidak lah sulit.
Selain itu kehilanqan karena tercecer pun dapat
dikurangi (Hall, 1970). Adapun kerugiannya adalah
investasi yang tinqgi dan kuranq fleksibel.
Lumbung didefinisikan sebagai alat atau
bangunan untuk menyimpan bahan kerinq dengan aman,
terhindar dari serangan hama (Soekarto dan Haryadi, 1979).
Soekarto dan Haryadi (1979) membagi lumbunq
menjadi 2 tipe berdasarkan pemilikan lahan dan
banyaknya panen.

Kedua tipe tersebut adalah

sebagai berikut:
(1)

Lumbung petani perseorangan dengan kapasitas
0.5 sampai 1.5 ton.

(2)

Lumbunq petani koopeyatif dengan kapasitas 5
sampai 15 ton.

Lumbunq ini digunakan bersama

oleh 5-15 orang petani atau seorang petani
yang mempunyai panen tinggi.
Berdasarkan perbandingan

tinggi dan sisi-

sisi penampangnya, kontruksi unit penyimpan bijibijian dapat dibedakan menjadi tipe vertikal dan
tipe horisontal (Hall, 1980).

Pertimbangan yang

umum diperhatikan dalam menentukan pemilihan tipe
penyimpan adalah harga dan kesediaan tanah atau
tempat bangunan, sifat bahan dan cara penanganannya, periode pengisian dan pengeluaran, biaya
konstruksi, harapan umur konstruksi dan hubungan
antara proses penyimpanan dengan proses selanjutnya

.
Dalam proses penyimpanan ada beberapa ha1

yang harus diperhatikan antara lain:
(1) Kadar Air
Kadar air kesetimbangan atau kadar air
higroskopis didefinisikan kadar air bijibijian pada saat setimbang dengan kadar air
udara sekitar.

Kadar air ini dipakai untuk

menentukan apakah suatu bahan akan menyerap
atau melepaskan air di dalam suatu udara pada
RH atau temperatur tertentu

(Hall, 1980).

Hubungan antara kadar air dan RH dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kadar air kesetimbangan gabah dalam
persen basis basah (Housten dan
Kester, 1954 di dalam Brooker et
al., 1974)

RH

Kadar Air ( % )
25Oc

Kadar Air ( % )
30°c

Lama penyimpanan dipengaruhi oleh kadar
air dan jenis biji-bijian
1973). Lebih lanjut

(Brooker et al,

Brooker et a1 (1974)

menyatakan bahwa padi dengan kadar air antara
16% sampai 25% pada saat panen membutuhkan
pengurangan kadar air sehingga

12% sampai

14% untuk penyimpanan aman selama 1 tahun.
Kadar air 12.5% sampai 14% merupakan jaminan keamanan dari serangan serangga dan
jamur .
(2) Konduktivitas Thermal Gabah

Bahan pangan biji-bijian mempunyai
konduktivitas panas thermal yang rendah
sehingga panas yang timbul pada tumpukan
berakumulasi dan flyktuasi suhu d i luar
tempat penyimpan tidak mudah menembus biji-

bijian yang disimpan dalam jumlah besar
(Hall, 1970)

.

(3) Koefisien Gesek dan Kerapatan Gabah
Tekanan lateral terhadap dinding lumbung
akibat pembebanan gabah

banyak dipengaruhi

oleh koefisien gesekan antara gabah dengan
bahan bangunan.

Pada kadar air tinggi umum-

nya koefisien gesekan gabah tinggi.
Untuk kadar air 12% slrnpai 16% basis
basah koefisien gesekan gabah dengan besi,
beton dan kayu lapis berturut-turut adalah
0.40-0.50, 0.45-0.60, dan 0.40-0.45 (ASAE,
1975).
Pada berat yang sama gabah dengan kadar
air lebih tinggi membutuhkan ruang yang lebih
kecil (Wratten et al, 1968).

Kerapatan gabah

paea beberapa tingkat kadar air yang bebeda
dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3.

(%

Kerapatan gabah pada berbagai kadar
air (Wratten et a1.,1968)

Kadar Air
Basis Basah)

Kerapatan
(Q/m3 )

Bailey (1974) menyatakan bahwa lumbung yang
aman adalah lumbung yang dapat mempertahankan
kualitas maupun kuantitas biji-bijian.

Hal ini

berarti bahwa lumbung harus mampu mencegah kehilangan dan kerusakan yang umum terjadi seperti:
(1) Respirasi
Respirasi adalah suatu proses dari bahan
hidup yang menghasilkan panas, air dan karbindioksida.

Susut akibat oksidasi dari

karbohidrat ini mengikuti persamaan:
C6H1206

+

602

6C02

+

6H20 + 677.2 Kal

(5)

(2) Jamur
Christensen dan Kufmann (1969) menyatakan bahwa pada temperatur dan kelembaban yang
sesuai, spora jamur akan tumbuh dan berkembang., Hal ini akan membawa akibat menurunnya
daya kecambah untuk benih, perubahan warna,
timbulnya panas dan kelapukan, perubahan
biokimia, kemungkinan muncul racun serta
kehilangan bahan kering. Umumnya semua jamur
gudang dapat tumbuh pada bahan-bahan yang
berkadar air setimbang dengan udara yang
memiliki kelembababn relatif 70% sampai 90%.
Selain temperatur dan kelembaban, pertumbuhan jamur pun dapat dipengaruhi oleh
kadar air, kondisi gabah serta, banyak benda

24

dan organisma asing pada tumpukan gabah.
Jamur yang umum terdapat pada penyimpanan
biji-Sijian adalah Penicillium, Aspergillus,
Alterraria, Fusarium, Cladosporium dan Rhizopus (Grist, 1975).
(3) Tikus

Tikus merupakan salah satu penyebab
utama kehilangan bahan pangan bi j i-bi j ian
pada proses penyimpanan.

Winarno et al.

(1982) menyatakan bahwa kehilangan ini umumnya disebabkan oleh konstruksi yang mudah
diserang tikus.

Kerusakan yang disebabkan

oleh tikus ini antara lain kerusakan akibat
kesukaan tikus pada biji-bijian

(dimakan

tikus), hasil sekresi, kerusakan pada bangunan penyimpan akibat digerogoti tikus (Hall,
1970).

.

(4)

Serangga
Winarno et al. (1962) menyatakan bahwa
Indonesia yang beriklim tropis dengan kisaran
suhu antara 21-35

OC

dengan kelembaban yang

tinggi merupakan kondisi yang baik bagi
pertumbnhan jamur dan serangga.

Kerusakan

yang ditimbulkan oleh serangga itu meliputi
kerusakan kecambah, panas dan kondensasi uap
air serta tumbuhnya jamur, kontaminasi

25

akibat sekresi serangga dan sarangnya serta
isi biji yang dimakan oleh serangga.

Serang-

ga yang umum menyerang penyimpanan bijibijian adalah Sitophilus oryzae L., Satophilus granarius L., Rhizopi tha dominica F.,
Si totroza cerealella ohv.,

Oryzaephilus

surinamensis L., dan Cadra

(Espehestia)

kuehniella zel. (Grist, 1975)
(5) Migrasi Uap Air

Migrasi uap air umum terjadi di daerah
subtropis di mana bi j i-bij ian disimpan dalam
keadaan panas dan udara sekitar penyimpan
jauh lebih rendah (Hall, 1980).

Migrasi uap

air ini terjadi pada bagian tertentu di dalam
lumbung.

Akumulasi ini terutama disebabkan

karena adanya pergerakan udara dalam lumbung
akibat efek pindah panas.
Permukaan biji-bijian dingin pada bagian
atas akan mengakibatkan terjadinya kondensasi
sehingga kadar air pada bagian itu akan
meningkat (Hall, 1980). Pindah panas konveksi di dalam penyimpanan curah terjadi karena
adanya gradien suhu yang disebabkan perbedaan
suhu antara bahan dengan udara luar.

Perbe-

daan ini erat kaitannya dengan jenis bijibijian , jenis lumbung dan lokasi geografis.

Arang adalah suatu bahan yang padat dan berpori
dan merupakan hasil pembakaran dari bahan yang mengandung karbon.

Sebagian besar pori-pori arang masih

tertutup hidrokarbon, ter atau senyawa lain.

Komponen

arang terdiri dari fixed carbon, abu, air, nitrogen
dan sulfur (Djatmiko et al., 1981).
Arang dapat dipergunakan untuk menyerap (adsorbsi) zat-zat atau bahan-bahan yang menyebabkan bau,
rasa dan warna dalam larutan atau air.

Karena sifat-

nya ini maka arang lazim dipergunakan dalam proses
penjernihan air dan untuk menghilangkan bahan-bahan
organik, besi dan mangaan , sisa kloroda, dalam air,
H2S, dan bahan-bahan penyebab warna.

Untuk meningkat-

kan daya absorbsi terhadap warna dan bau arang dapat
diaktifkan dengan menggunakan gas

C02

uap air atau

bahan kimia.
Arang aktif mengandung 5-15% air, 2-3 % abu dan
sisanya adalah karbon.

Daya absorbsi arang disebabkan

karena permukaannnya yang sangat berpori sehingga
menjadi sangat luas (antara 500-1400 m2/gr).
Bahan untuk pembuatan
kayu.

arang umumnya berasal dari

Beberapa sifat Arang kayu yang menguntungkan

yaitu kadar abu yang rendah, keaktifan dalam reaksi
kimia dan daya absorbsi yangrkuat (Tjutju Nurhayati,
1974).

D.

ASPEK TEKNIK DAX EKONOMI RANCANGAN LUMBUNG

Faktor yang perlu diperhatikan dalam merancang
suatu bangunan pertanian menurut Whittakor (1979) adalah:
(1) Kebutuhan fungsional seperti ruangan, temperatur,

cahaya, ketahanan fisik, kebersihan dan keamanan
(2)

Effisiensi sistem termasuk

mekanisasi dan pena-

nganan pangan
(3)

Rancangan struktural sesuai dengan beban yang
akan diterima oleh bangunan dengan biaya awal
dan pemeliharaan yang dapat diterima serta umur
yang diinginkan

(4)

Keserasian bahan, termasuk di dalamnya

keterse-

diaannya, daya tahannya, kemudahan dalam perawatan, nilai insulasi dan penampilan
(5)

Penghematan dalam konstruksi seperti penghematan
dengan dimensi-dimensi modul, ukuran standar
untuk bahan dan komponen serta bagian bangunan
lainnya yang prafabrik

(6)

Fleksibilitas rancangan yang memungkinkan perubahan-perubahan

rancangan atau menggantinya

samasekali dengan biaya dan upaya yang serendah
mungkin .
Kelayakan teknis lumbung dapat ditinjau dari dua
segi

yaitu segi fungsional dan segi

strukturalnya.

1.

Kelayakan Struktural

Sifat teknis yang harus dimiliki oleh
lumbung penyimpan secara struktural adalah mampu
menahan beban selama pengisian dan pengeluaran
(Hall, 1980).

Whittaker (1979) membagi beban pada

bangunan pertanian menjadi:
a.

Reban mati
Beban ini adalah bagian integral dari struktur
bangunan
bergerak).

yang

bersifat

permanen

(tak

Yang termasuk didalamnya adalah

semua bahan dalam konstruksi seperti beton
untuk pondasi maupun kayu dan besi sebagai
rangka.
b.

Beban angin atau beban salju
Beban ini diperhitungkan berdasarkan data
meteorologi daerah setempat.

c.

Beban hidup
Beban ini adalah beben bergerak atau tak
bersifat permanen.

Misalnya berat bahan-bahan

yang disimpan beban alat-alat teknis, kendaraan dan manusia.
2.

Kelayakan Fungsional

Sifat teknis yang harus dimiliki oleh lumbung
penyimpan gabah konvensiomal secara fungsional :

a.

terpenuhinya ketersediaan aerasi untuk meng-

hindari timbulnya spontaneaus heating
b.

dapat menjaga gabah selalu dalam kadar air
rendah (kurang lebih 13.5 % basis basah) agar
terhindar dari serangan jamur dan serangga.

Selain kedua ha1 di atas pada lumbung gabah pun
perlu dilakukan kontrol suhu, kelembaban, cahaya
kotoran dan bau sebagai usaha memelihara mutu bahan
yang disimpan maupun keawetan dan keamanan bahan dan
keselamatan pekerja.
Kontrol temperatur dan RH dipergunakan untuk
menghindari kerusakan akibat migrasi uap dan kondensasi uap air.
Seluruh biaya pada bangunan pertjnian adalah
biaya tetap karena sifatnya yang tak tergantung tingkat pemasukan (Whittaker,l979).

Biaya tersebut ada-

lah :
(1)

Depresi, biaya tak langsung berupa penurunan
nilai akibat berkurangnya kemampuan aset untuk
menghasilkan laba seiring pertambahan waktu.

(2)

Interest, yang dapat berupa biaya langsung atau
tak langsung.

(3)

Perbaikan, dibutuhkan untuk memperbaiki kerusakan
akibat lingkungan seperti cat dinding, atap, dan
sebagainya.

(4) Pajak, tergantung daerah-masing-masing.
(5)

Asuransi.

111. METODOLOGI PENELITIAN

A.

TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini akan dilaksanakan di laboratorium
Lingkungan dan Bangunan Pertanian, Fateta IPB.

Waktu

yang diperlukan adalah 3 bulan yaitu bulan Nopember
1992 sampai Januari 1993.
B.

BAHAN DAN PERALATAN

Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini
adalah:
a.

Gabah Padi
Gabah yang dipakai adalah gabah yang baru saja
dipanen tetapi telah dibersihkan.

Kadar air gabah

berkisar antara 22%-24% basis basah.

Gabah dipe-

roleh dari petani disekitar lokasi penelitian.
b.

Arang
Arang yang dipakai adalah arang kayu batangan atau
butiran kasar yang banyak dijual di pasaran.
Alat yang diperlukan dalam penelitian adalah:

a.

Obyek yang diuji yaitu lumbung penyimpan

gabah

kadar air tinggi (LPGKT) seperti pada Gambar 4.
LPGKT ini terdiri dari beberapa bagian yaitu:
1.

Badan penyimpan
Badan penyimpan berbentuk silinder
tinggi 180 cm.

berukuran

Silinder ini terbagi atas tiga

Gambar 4 .

bagian.

Lumbung penyimpan g a b a h k a d a r a i r
tinggi
Bagian t e r l u a r d e n g a n d i a m e t e r l u a r

150 c m d a n d i a m e t e r dalam 120 c m a d a l a h b a g i a n
untuk bahan i n s u l a s i .

Dinding l u a r t e r b u a t

d a r i t r i p l e k dengan p e n q u a t p l a t - p l a t
baut

b e s i dan

s e r t a r i v e r t pada sambungan lembaran

triplek.

Bagian kedua dengan diameter l u a r

1 2 0 c m d a n d i a m e t e r dalam 30 c m a d a l a h t a m p a t

penyimpan gabah.

Baik dinding luar maupun

dinding dalam bagian ini terbuat dari kawat
nyamuk
cm.

dengan ukuran sisi bujur sangkar 0.5

Bagian dalam dengan diameter 30 cm meru-

pakan rongga dimana udara dihembuskan kedalam
lumbung. Antara dinding luar dan dinding dalam
pada bagian kedua diperkuat oleh beberapa
batang besi dengan diameter 0.8 cm yang terletak pada setiap sudut 45O.

Rongga udara

ditutup pada bagian atasnya dengan kerucut
yang terbuat dari seng yang berdiameter dasar
30 cm dan dipasang terbalik.

Sedangkan pada

bagian penyimpan gabah terdapat penutup dari
kayu lapis 8 mm.
2.

Atap
A t a p berbentuk k e r u c u t t e r p a n c u n g y a n g
dipasang tegak.

Diameter dasar kerucut itu

adalah 160 cm sedangkan diameter bagian
terpancung adalah 30 cm.

Atap terbuat dari

seng yang diperkuat dengan beberapa besi
batangan.
3.

Dasar
Dasar terbuat dari kerucut yang mempunyai
ukuran dan bahan dasar yang sama seperti atap.
Xedudukan kerucut terbalik dengan bagian
terpancung pada sisi bawah.

4. Rangka
Rangka dudukan terbuat dari kayu berukuran
6x12.

Rangka dibuat dengan B kaki.

tinggi

rangka adalah 64 cm.
5.

Kipas
Kipas yang digunakan adalah kipas sentrifugal
yang bergerak dengan bantuan motor 2 pk.

b.

Alat penguji yang terdiri dari
1.

Timbangan gabah sebanyak 1 buah

2.

Timbangan biasa sebanyak 1 buah

3.

Thermometer gelas sebanyak 2 buah

4.

Alat penggiling gabah skala uji (Gaxbar 5.)

5.

Alat penyosoh beras skala uji (Gambar 6.)

6.

Alat pemisah butir utuh, butir patah dan butir
menir skala uji (Gambar 7.)

7.

Alat pengambil contoh gabah sebanyak 1 batang

8.

Kipas kecil sebanyak 2 buah

9.

Recorder yang dilengkapi dengan 24 termocouple
sebagai sensor suhu dan RH (Gambar 7.)

10. A l a t p e n g u j i k a d a r a i r

s e b a n y a k 1 buah

(Gambar 8.)
11. Alat bantu lainnya seperti kantong-kantong
plastik, tempat contoh, sumbu, lap dan sebagainya.

Gambar 5 .

A l a t p e n g q i l i n g gabah s k a l a u j i

Gambar 6 .

A l a t penyosoh b e r a s s k a l a u j i

Gambar 7.

Alat pemisah butir utuh,
patah dan butir menir

butir

Gambar 8.

Recorder dengan 24 termocouple

Gambar 9. Alat penguji kadar air
C.

METODE

Uji teknis terhadap alat dilakukan dengan satu
kali ulangan dengan kapasitas gabah yang digunakan
sekitar 1 ton.
Perlakuan yang diberikan ketika pengamatan meliputi penggunaan kipas setengah hari (siang hari saja)
pada minggu pertama dan kedua, penggunaan kipas sehar i a n ( s i a n g d a n malam) pada m i n g g u k e t i g a d a n
keempat,tanpa penggunaan kipas pada minggu kelima dan
keenam serta penggunaan bahan insulasi pada minggu
ketujuh dan kedelapan.

Pada penggunaan kipas, kipas

diletakkan dibagian dasar alat pada jalan masuk udara.

37

Pada penggunaan bahan insulasi, arang diletakkan pada
tempat bahan insulasi yaitu antara bagian untuk gabah
dan dinding luar.

Pengukuran-pengukuran yang dilaku-

kan dimaksudkan untuk mendapatkan data:
1.

Berat awal gabah

2.

Kadar air awal gabah

3.

Suhu lingkungan

4.

Suhu rata-rata pada setiap titik contoh didalam
lumbung dengan banyak titik 18 buah

5.

Kadar air rata-rata pada setiap lapisan

6. Keadaan fisik gabah yang meliputi jamur dan mutu

beras hasil giling yang meliputi persentase butir
menir, butir patah, butir hijau dan mengapur,
butir kuning, butir rusak dan merah serta butir
gabah.
Prosedur yang dilakukan pada penelitian ini
meliputi pengujian:
1.

Kadar air gabah dilakukan dengan menggunakan
pengukur kadar air elektris.

Pengambilan contoh

dilakukan dengan menggunakan batang pengambil
contoh.

Letak titik-titik

dilihat pada Gambar 10.

contoh tersebut dapat

Pada gambar nampak bahwa

kadar air gabah dalam lumbung pada setiap lapisan
diwakili oleh lapisan A ! lapisan B, lapisan

C

dan

lapisan D yang jarak titik contoh dari masingmasing lapisan terhadap permukaan gabah berturut-

38

turut 12 cm, 56 cm, 104 cm, dan 152 cm.

Masing-

masing lapisan diwakili oleh 2 titik contoh yang
mewakili bagian dalam dan luar.

Titik contoh

dalam (D) berjarak 27 cm dari pusat sedangkan
bagian luar (L) berjarak 48 cm dari pusat.

Lapisan A

Lapi san B

Lapisan C

Lapisan D

Gambar 10.

Titik- titik contoh kadar air

Pengukuran kadar air awal dilakukan pada saat
gabah baru saja dimasukkan

pada alat penyimpan.

Pengukuran kadar air ini-dilakukan rutin setiap
hari pada minggu pertama dan setiap 2 hari sekali

pada minggu kedua dan selanjutnya.

Setiap kali

pengukuvan dilakukan 2 kali ulangan.
2.

Suhu

lingkungan dan dalam lumbung lumbung. Data

suhu lingkungan didapat dari pengukuran

dengan

termometer gelas dan data suhu dari stasiun klimatologi. Suhu di dalam lumbung diukur dengan sensor
termocouple.

Titik-titik penempatan sensor suhu

didalam lumbung dapat dilihat pada Gambar 11.
Pada gambar nampak bahwa titik contoh 1 , 2 , 3
mewakili lapisan A yang terletak pada permukaan
tumpukan gabah.

Lapisan B diwakili oleh titik

contoh 4 , 5 . 6 dan 7. Titik contoh

S,9

1 0 dan 1 1

mewakili lapisan C. Lapisan paling bawah adalah
lapisan D yang diwakili oleh titik contoh

12, 13,

14 dan 15. Jarak lapisan B , C dan D terhadap permu-

kaaan berturut-turut 45 cm, 9 0 cm dan 135 cm

dari

Jarak antar titik contoh pada setiap lapisan
adalah 1 5 cm denqan arah tegak lurus terhadap
silinder dalam.

Titik

1 6 , 17 dan 1 8 mewakili

lapisan B, masing-masinq dengan arah berbeda.
3.

Pengujian fisik qabah dilakukan bersamaan dengan
pengujian kadar air.

Letak titik contoh pun sama

dengan penqujian kadar air hanya ditambah dua
titik lain yanq terletak pada lapisan A pada arah
berbeda, dengan simbol X dan Y.

Pengujian berja-

mur tidaknya dilakukan secara manual pada 1 0 0

butir gabah, masing-masing dengan 2 ulangan. Pengujian mutu beras dilakukan setelah dicapai kadar
air optimam gabah kering yaitu sekitar 12% sampai
16%. Pengukuran ini dilakukan setiap sepuluh hari

sekali sebanyak tiga kaii.

Contoh uji setiap

sample adalah 100 gram beras.

Penilaian dilakukan

sesuai standar baku yang telah ditetapkan Buiog.
Pengujian secara bertahap meliputi butir gabah,
butir patah dan menir, butir hijau/mengapur, butir
kuning dan benda asing.

Lapisan a

Lapisan B

I

I

Gambar 11.

I

I

I

Lapisan C

8-9-10-11

,

I

12-13-

(

.

l
h 15

Titik-titik pengukuran suhu

Lapisan D

IV. HASIL DAN PE,MBAHASAN

A.

SUHU

Suhu merupakan salah satu faktor yang mendukung
keberhasilan proses penyimpanan.

Suhu pada setiap

sisi alat penyimpanan haruslah merata.

Dari hasil

pengukuran suhu pada beberapa posisi yang dapat dianggap mewakili letak titik-titik pada seluruh alat
nampak bahwa posisi yang memiliki ketinggian yang sama
tidak menunjukkan perbedaan yang terlalu besar jika
dibandingkan dengan posisi yang memiliki ketinggian
yang berbeda.

Untuk selanjutnya pembandingan akan

dilakukan antar lapisan yang berbeda.

Nilai suhu

rata-rata harian di berbagai posisi dan grafik perubahan suhu rata-rata tiap lapisan

masing-masing dapat

dilihat pada Lampiran 2 dan Gambar 12.
Dari gambar perubahan suhu pada setiap lapisan
nampak bahwa pada dua minggu pertama terdapat fluktuasi yang tajam baik berupa penurunan maupun peningkatan
suhu, terutama pada hari-hari pertama.

Fluktuasi

berupa peningkatan yang tajam terdapat pada lapisan
kedua dari atas (lapisan B)

.

Nilai suhu terendah dan

tertinggi yang dicapai lapisan ini adalah masingmasing 23.1

OC

dan 30.1 OC.

Pada lapisan paling atas

(lapisan A) terjadi pula peningkatan walaupun fluktuasi tidak terlalu tajam.

Suhu terendah dan tertinggi

auhu (deraiat celcius)

-- 1

12

34

23
dua minggu ke-

Gambar 12.

Grafik perubahan suhu rata-rata setiap
lapisan

yang dicapai oleh lapisan ini adalah masing-masing
28.4

OC

dan 30.0

OC.

Berbeda dengan lapisan A dan B,

lapisan ketiga dari atas (lapisan C)

pada hari-hari

pertama justru terjadi peningkatan suhu walau dengan
fluktuasi yang tidak terlalu tajam.
yang dicapai lapisan ini adalah 27.2
tertinggi 30.8 OC.

Suhu terendah
OC

dan suhu

Demikian pula dengan lapisan

paling dasar (lapisan D)

mengalami penurunan suhu

dengan fluktuasi yang tak terlalu tajam dengan suhu
terendah 27.2

OC

dan suhu tertinggi 3 0 . ~ ~ ~ .

P a d a dua minggu berikutnya dimana diberikan
perlakuan penggunaan kipas seharian atau siang dan

malam hari diperoleh pula beberapa data.

Pada lapisan

A seperti pada ,dua minggu sebelumnya, fluktuasi tidak
terlihat jelas.
ini adalah 29.2
30.6

Suhu terendah yang dicapai lapisan
OC

sedangkan suhu tertinggi

adalah

Suhu terendah dan tertinggi yang dicapai

OC.

lapisan ini masing-masing adalah 27.8

OC

dan 30.7

OC.

Nilai yang sama dicapai pula oleh lapisan C , hanya
dengan fluktuasi yang lebih landai. Pada lapisan dasar
suhu terendah dan tertinggi yang dicapai pun tidak
terlalu jauh berbeda yaitu 27.8 OC untuk suhu terendah
dan 30.8

OC

untuk suhu tertinggi.

Awal perubahan perlakuan pada minggu kelima,
dimana tidak digunakan kipas terjadi perubahan suhu
yang cukup besar hampir di setiap lapisan.

Pada

lapisan A dapat dilihat terjadi penurunan suhu.
Secara umum suhu terendah dan tertinggi yang dicapai
oleh lapisan ini pada minggu kelima dan keenam adalah
masi