HASIL Identifikasi Proses Berpikir Berdasarkan Asimilasi dan Akomodasi Dalam Memecahkan Masalah Geometri pada Siswa SMP Penyandang Tunanetra

Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika UMS 2015 260 Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif, mengikuti konsep Miles dan Huberman dalam Sugiyono [8], yang meliputi:1 data reduction reduksi data; 2 data display pemaparan datakategorisasi; dan 3 conclusion drawingverification penarikan kesimpulan. Data hasil tugas pemecahan masalah, baik hasil rekaman video maupun hasil wawancara dan catatan lapangan dianalisis dengan mengacu pada langkah-langkah pemecahan masalah. Dalam setiap langkah pemecahan masalah diperhatikan karakteristik proses berpikir Asimilasi dan Akomodasi siswa pada setiap langkah pemecahan masalah. Kegiatan yang dilakukan setelah pengumpulan data adalah membuat transkrip seluruh hasil rekaman. Hasil transkrip tersebut direduksi, hal-hal yang tidak berkaitan dengan tujuan penelitian dibuang dari transkrip. Data hasil reduksi diuji kredibilitasnya dan dianalisis untuk selanjutnya ditarik kesimpulan.

3. HASIL

PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Uji kredibilitas data dilakukan dengan triangulasi waktu, yaitu peneliti mengadakan wawancara kembali sekitar satu minggu setelah wawancara pertama. Data yang diperoleh dari wawancara kedua sesuai dengan data hasil wawancara pertama. Hasil wawancara yang dilakukan pada penelitian ini menunjukkan bahwa subjek 1 dalam memecahkan masalah geometri dengan menerapkan tahapan Mason cenderung mengalami asimilasi walaupun ada sedikit mengalami akomodasi, yaitu pada tahap Entry masuk, ketika menentukan strategi yang akan digunakan dalam memecahkan soal. Subjek 1 dalam memecahkan masalah geometri berdasarkan tahapan Mason cenderung menggunakan caranya sendiri yang dianggap lebih mudah dan lebih cepat. Sehingga dalam proses pemecahan masalah, terkadang langkah-langkah yang dilakukan kurang sistematis. Sebagai contoh, dalam menyelesaikan soal tentang keliling lingkaran Subjek 1 cenderung menggunakan caranya sendiri, yang sering digunakan ketika belajar, yaitu jika yang diketahui adalah keliling dan phi = 227, kemudian yang ditanya adalah Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika UMS 2015 261 diameter, maka subjek 1 selalu mengingat bahwa cara yang harus dilakukan untuk mencari diameter adalah keliling lingkaran dibagi 22, kemudian dikalikan 7. Hal ini menunjukkan bahwa subjek 1 mengalami proses berpikir asimilasi, sebab subjek 1 menggunakan cara penyelesaian soal yang sesuai dengan persepsinya sendiri, dimana cara tersebut yang dianggapnya mudah dan cepat, serta dia telah terbiasa menggunakannya. Selama ini, subjek 1 hanya menghafal berbagai macam bentuk soal dan cara penyelesaiannya dengan menggunakan cara cepat, seperti yang diajarkan oleh guru mereka. Berdasarkan pengalaman belajarnya, maka subjek 1 akan menggunakan kembali cara tersebut, kemudian disesuaikan dengan pemahamannya. Seperti yang diungkapkan oleh Efendi [2] bahwa anak tunanetra menerima pengalaman nyata yang sama dengan anak normal, dan dari pengalaman tersebut kemudian diintegrasikan ke dalam pengertiannya sendiri. Berdasarkan analisis hasil penelitian yang dilakukan dan sesuai dengan penguatan pendapat-pendapat para ahli, diperoleh hasil bahwa pada tahap Entry masuk subjek 1 mengalami asimilasi dan akomodasi, pada tahap Attrack serangan subjek 1 mengalami asimilasi, dan pada tahap Review meninjau kembali subjek 1 mengalami asimilasi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa subjek 1 cenderung mengalami asimilasi dalam memecahkan masalah geometri berdasarkan tahapan Mason. Hasil wawancara yang dilakukan pada penelitian ini menunjukkan bahwa subjek 2 dalam memecahkan masalah geometri dengan menerapkan tahapan Mason cenderung mengalami asimilasi, walaupun ada sedikit mengalami akomodasi, yaitu pada tahap Entry masuk, ketika menentukan strategi yang akan digunakan dalam memecahkan soal. Subjek 2 dalam memecahkan masalah geometri berdasarkan tahapan Mason cenderung menggunakan caranya sendiri yang dianggap lebih mudah dan lebih cepat. Subjek 2 dapat menyelesaikan soal-soal yang diberikan dengan lancar. Bahkan, dalam melakukan operasi hitung, subjek 2 dapat melakukannya dengan cepat. Subjek 2 tidak pernah mengalami kesulitan dalam melakukan operasi hitung Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika UMS 2015 262 tersebut. Dalam hal ini, subjek 2 mengatakan bahwa dia mengingat angka-angka dalam operasi hitung tersebut ketika diajarkan oleh guru mereka. Selain itu, dalam menyelesaikan soal, subjek 2 selalu menggunakan cara yang sama ketika dia menyelesaikan soal seperti itu sebelumnya. Subjek 2 juga dapat menyebutkan rumus yang dia gunakan dengan cukup baik, karena dia masih mengingatnya. Dengan demikian, hal ini membuktikan bahwa subjek 2 memiliki daya ingat yang baik. Seperti yang dikatakan oleh Kirley dalam Somantri [7] bahwa pada kemampuan mengingat, ditemukan bahwa anak tunanetra juga memiliki daya ingat yang tinggi. Lowenfield [3] juga menjelaskan bahwa daya ingat yang kuat pada anak tunanetra disebabkan mereka mempunyai kemampuan konseptual conceptual abilities. Daya ingat itu didapat setelah mereka melakuakan latihan secara ekstensif dalam memahami teori-teori matematika, serta latihan-latihan mengklasifikasikan benda-benda untuk mampu mengetahui hubungan secara fisik dalam kegiatan pembelajaran. Selama ini subjek 2 memahami berbagai macam bentuk soal dan cara penyelesaiannya dengan menggunakan cara cepat, seperti yang diajarkan oleh guru mereka. Berdasarkan pengalaman belajarnya, maka subjek 2 akan menggunakan kembali cara tersebut, kemudian disesuaikan dengan pemahamannya. Seperti yang diungkapkan oleh Efendi [2] bahwa anak tunanetra menerima pengalaman nyata yang sama dengan anak normal, dan dari pengalaman tersebut kemudian diintegrasikan ke dalam pengertiannya sendiri. Efendi [2] juga menjelaskan bahwa pada dasarnya kondisi kecerdasan anak tunanetra tidak berbeda dengan anak normal lainnya. Ketika melakukan wawancara, beberapa kali subjek 2 tidak dapat menjawab pertanyaan dari peneliti, ataupun tidak lancar menjawab. Dari ekspresi wajahnya, ketika itu subjek 2 terlihat bingung. Namun, setelah peneliti mengulang kembali dan menegaskan pertanyaan tersebut kepada subjek 2, maka subjek 2 dapat menjawab pertanyaan tersebut dengan segera dan lancar. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika UMS 2015 263 Berdasarkan analisis hasil penelitian yang dilakukan dan sesuai dengan penguatan pendapat-pendapat para ahli, diperoleh hasil bahwa pada tahap Entry masuk subjek 2 mengalami asimilasi dan akomodasi, pada tahap Attrack serangan subjek 2 mengalami asimilasi, dan pada tahap Review meninjau kembali subjek 2 mengalami asimilasi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa subjek 2 cenderung mengalami asimilasi dalam memecahkan masalah geometri berdasarkan tahapan Mason. Pada tahap Entry masuk, siswa tunanetra tidak mengalami kesulitan dalam membaca soal, mengetahui materi yang dibahas pada soal, dapat menyebutkan data yang diketahui dan hal yang ditanyakan soal dengan segera dan lancar. Namun, siswa tunanetra menyebutkan strategi yang akan digunakan untuk memecahkan soal dengan tidak segera tidak lancar. Menurut Piaget dalam Masbied [4], dalam asimilasi, informasi diinterpretasikan berdasarkan skema yang dimiliki oleh seseorang, dan jika informasi yang masuk sesuai dengan skema yang ada, maka seseorang secara langsung dapat merespon informasi tersebut. Sedangkan akomodasi merupakan proses pengubahan skema lama atau pembentukan skema baru untuk menyesuaikan dengan informasi yang diterima dan akibatnya, seseorang tidak dapat menjawab secara langsung masalah yang dihadapinya dengan benar. Dengan demikian, pada tahap Entry masuk, siswa tunanetra mengalami asimilasi dan akomodasi. Pada tahap Attrack serangan, siswa tunanetra dapat menyebutkan dengan segera dan lancar tentang penerapan strategi yang telah dipilih dan langkah- langkah pemecahan masalah geometri, serta dapat melakukan operasi hitung dengan baik. Siswa tunanetra selalu menggunakan caranya sendiri ketika menyelesaikan soal yang diberikan, seperti yang pernah dilakukannya ketika belajar di sekolah. Dengan demikian, pada tahap Attrack serangan, siswa tunanetra mengalami asimilasi. Pada tahap Review meninjau kembali, siswa tunanetra dapat menyebutkan jawaban akhir yang telah diperoleh dengan segera dan lancar, serta Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika UMS 2015 264 mampu menyatakan dengan yakin bahwa hasil yang diperoleh telah sesuai dengan data yang diketahui. Dengan demikian, pada tahap Review meninjau kembali, siswa tunanetra mengalami asimilasi. Asimilasi terjadi ketika struktur masalah yang dihadapi seseorang sesuai dengan skema yang dimilikinya. Menurut Piaget dalam Masbied [4] dengan skema yang dimiliki, ia dapat langsung menjawab masalah yang dihadapi dengan benar. Ia tidak perlu mengubah skema yang dimiliknya, karena sudah sesuai dengan struktur masalah. Berdasarkan analisis hasil penelitian yang dilakukan dan sesuai dengan penguatan pendapat-pendapat para ahli maka dapat disimpulkan bahwa siswa tunanetra cenderung mengalami asimilasi ketika berpikir memecahkan masalah geometri berdasarkan tahapan Mason.

4. SIMPULAN

Dokumen yang terkait

IDENTIFIKASI TINGKAT KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMP DI JEMBER KOTA DALAM MEMECAHKAN DAN MENGAJUKAN MASALAH MATEMATIKA PADA MATERI GEOMETRI

0 3 16

IDENTIFIKASI TINGKAT KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMP DI JEMBER KOTA DALAM MEMECAHKAN DAN MENGAJUKAN MASALAH MATEMATIKA PADA MATERI GEOMETRI

0 3 16

Analisis Keterampilan Geometri Siswa dalam Memecahkan Masalah Geometri Berdasarkan Tingkat Berpikir Van Hiele (Studi Kasus pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 16 Surakarta Tahun Ajaran 2013/2014)

0 5 7

PROSES BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH PYTHAGORAS BERDASARKAN TAHAPAN Proses Berpikir Kreatif Siswa Dalam Memecahkan Masalah Pythagoras Berdasarkan Tahapan Wallas Ditinjau Dari Intelegensi Siswa Pada Kelas VIII SMP Negeri 2 Sawit.

0 3 16

Proses Berpikir Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Seman Berdasarkan Tahap Proses Berpikir Solso Dalam Memecahkan Masalah Matematika Ditinjau Dari Adversity Quotient (AQ).

0 0 1

PROSES BERPIKIR KREATIF SISWA KELAS X DALAM MEMECAHKAN MASALAH GEOMETRI BERDASARKAN TAHAPAN WALLAS DITINJAU DARI ADVERSITY QUOTIENT(AQ) SISWA.

0 0 16

Analisi proses berpikir reflektif dalam memecahkan masalah matematika berdasarkan kemampuan awal siswa.

25 50 134

PROSES TERJADINYA KESALAHAN DALAM PENALARAN PROPORSIONAL BERDASARKAN KERANGKA KERJA ASIMILASI DAN AKOMODASI Samsul Irpan

0 0 18

PROFIL BERPIKIR KRITIS SISWA SMP DALAM MEMECAHKAN MASALAH GEOMETRI DITINJAU DARI TINGKAT IQ

1 2 9

PROSES INTERFERENSI BERPIKIR SISWA KELAS IX SMP AL ISLAM 1 SURAKARTA DALAM MENGKONSTRUKSI PENGETAHUAN BERDASARKAN KERANGKA ASIMILASI DAN AKOMODASI DITINJAU DARI MATH ANXIETY TESIS

0 0 22