Implementasi HASIL DAN PEMBAHASAN

7

2.2 Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan sebuah label singkat yang menggambarkan kondisi pasien yang diobservasi dilapangan. Kondisi ini dapat berupa masalah actual atau potensial atau diagnosis sejahtera Judith Wilkinson, NIC, NOC, 2013. Tahap diagnosa keperawatan memungkinkan perawat menganalisis data, diagnosa didapatkan dari penilaian klinik tentang respon individu, keluarga atau komunitas terhadap masalah kesehatan Allen, Carol Vestal, 2010. Sesuai dengan hasil pengkajian penulis menegakkan diagnosa keperawatan berdasarkan prioritas pertama sesuai dengan judul yaitu Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Injuri Fisik. Nyeri akut adalah pengalaman kompleks yang tidak menyenangkan terkait dengan emosi, kognitif dan sensorik, sebagai respon atas trauma jaringan dengan intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi Kapita Selekta Kedokteran, 2014. Sedangkan agen injuri fisik misalnya abses, amputasi, luka bakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur bedah, trauma, olahraga berlebihan NANDA, 2015

2.3 Intervensi Keperawatan

Tujuan dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang atau hilang. Dengan kriteria hasil klien mampu mengontrol nyeri tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri, mampu mengenali nyeri skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri, menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang, skala nyeri 0-1 atau teradaptasi. Rencana tindakan keperawatan yang dilakukan adalah lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor presipitasi. Lakukan manajemen nyeri keperawatan : ajarkan teknik nonfarmakologi; ajarkan teknik relaksasi pernafasan dalam ketika nyeri muncul, ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri muncul, lakukan manajemen sentuhan. Muttaqin, 2011. Berikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab nyeri dan aktivitas yang dapat meningkatkan atau menurunkan nyeri. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat. Judith Wilkinson, NIC, NOC, 2013.

3.4 Implementasi

Dari perencanaan yang dibuat oleh penulis, selanjutnya akan diaplikasikan kepada klien sesuai dengan kebutuhan klien saat itu dan 8 kebutuhan yang paling dirasakan oleh klien. Tindakan yang dilakukan dalam implementasi mungkin sama, mungkin juga berbeda dengan urutan yang telah dibuat pada perencanaan Debora Oda, 2011. Kemampuan yang dimiliki perawat pada tahap implementasi adalah kemampuan komunikasi yang efektif, kemampuan untuk menciptakan hubungan saling percaya dan saling bantu, kemampuan melakukan teknik psikomotor, kemampuan melakukan observasi sistematis, kemampuan memberikan pendidikan kesehatan, kemampuan advokasi dan kemampuan evaluasi Asmadi, 2008. Penulis akan memaparkan implementasi mulai tanggal 28-30 maret 2016. Tanggal 28 maret jam 14.00 mengobservasi tingkat nyeri. Data subjektif : klien mengatakan nyeri pada luka post operasi, nyeri seperti tertekan, lengan kiri post operasi, skala nyeri 5, terus menerus. Data Objektif : ekspresi wajah tegang menahan sakit. Tekanan darah : 110 90 mmHg, Nadi : 80 xm, Pernafasan : 22 xm, Suhu : 36,5 ° C. Pada jam 15.00 mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam. Data subjektif : klien mengatakan masih nyeri pada luka post operasi, nyeri seperti tertekan, lengan kiri post operasi, skala 5, terus menerus. Jam 21.00 melakukan injeksi. Data subjektif : klien mengatakna bersedia di injeksi. Data objektif : injeksi masuk lewat IV cefazolin 1 g, ketorolac 30 mg. Tanggal 29 maret jam 08.00 mengobservasi tingkat nyeri. Data subjektif : klien mengatakan nyeri pada luka post operasi, nyeri seperti tertekan, lengan kiri post operasi, skala nyeri 5, terus menerus. Data Objektif : ekspresi wajah menahan sakit. Tekanan darah : 120 90 mmHg, Nadi : 80 xm, Pernafasan : 20 xm, Suhu : 36 ° C. Pada jam 09.00 mengobservasi penggunaan teknik relaksasi nafas dalam. Data subjektif : klien mengatakan lebih rileks dan nyeri luka post operasi berkurang, nyeri seperti tertekan, lengan kiri post operasi, skala 4, hilang timbul. Jam 13.00 melakukan injeksi. Data subjektif : klien mengatakna bersedia di injeksi. Data objektif : injeksi masuk lewat IV cefazolin 1 g, ketorolac 30 mg. Tanggal 30 maret jam 08.00 mengobservasi keadaan umum klien. Data subjektif : klien mengatakan nyeri pada luka post operasi, nyeri seperti tertekan, lengan kiri post operasi, skala nyeri 4, terus menerus. Data Objektif : ekspresi wajah menahan sakit. Tekanan darah : 120 90 mmHg, Nadi : 80 xm, Pernafasan : 20 xm, Suhu : 36 ° C. Pada jam 09.00 mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam. Data subjektif : klien mengatakan lebih rileks dan nyeri berkurang luka post operasi, nyeri seperti tertekan, lengan kiri post operasi, skala 3, hilang timbul. Jam 13.00 melakukan injeksi. Data subjektif : klien mengatakan bersedia di 9 injeksi. Data objektif : injeksi masuk lewat IV cefazolin 1 g, ketorolac 30 mg. Dari pengkajian yang dilakukan selama tiga hari penulis berfokus pada upaya penurunan nyeri maka tindakan yang dilakukan adalah tindakan nonfarmakologi yaitu mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam. Teknik relaksasi nafas dalam merupakan salah satu metode manajemen nyeri nonfarmakologi. Menurut Suhono, 2010 dalam jurnal Chandra Kristianto Patasik dkk, 2013 beberapa penelitian menunjukkan bahwa relaksasi nafas dalam sangat efektif dalam menurunkan nyeri pasca operasi, tehnik relaksasi nafas dalam juga dapat dipraktekkan dan tidak menimbulkan efek samping. Selain dapat menurunkan nyeri, tehnik relaksasi nafas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan oksigenasi darah. Koto Yeni, 2015. Penatalaksanaan non farmakologis teknik relaksasi nafas dalam untuk menurunkan nyeri pada pasien post fraktur humerus dipilih karena terapi relaksasi nafas dalam dapat diakukan secara mandiri, relatif mudah dilakukan daripada terapi nonfarmakologis lainnya, tidak membutuhkan waktu lama untuk terapi dan mampu mengurangi dampak buruk. Dari beberapa intervensi yang dibuat penulis yang dilakukan saat implementasi adalah pengkajian nyeri secara komprehensif meliputi frekuensi, intensitas, lokasi, dan karakteristik nyeri PQRST, manajemen nyeri keperawatan : ajarkan teknik tentang teknik nonfarmakologi ; ajarkan teknik nonfarmakologi ; ajarkan teknik relaksasi pernafasan dalam ketika nyeri muncul, ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri muncul, lakukan manajemen sentuhan. Berikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab nyeri dan aktivitas yang dapat meningkatkan atau menurunkan nyeri dan pemberian obat analgetik. Rencana tindakan yang tidak dilakukan penulis dalam implementasi adalah mengajarkan tehnik distraksi dan manajemen sentuhan. Teknik distraksi adalah memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain pada nyeri. Keefektifan distraksi tergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan membangkitkan input sensori selain nyeri. Pereda nyeri secara umum meningkat dalam hubungan langsung dengan partisipasi aktif individu, banyaknya modalitas sensori yang dipakai, dan minat individu dalam stimuli. Karenanya, stimuli penglihatan, pendengaran, dan sentuhan mungkin akan lebih efektif dalam menurunkan nyeri dibanding stimuli satu indera saja Brunner Suddarth, 2013. Menurut penulis teknik distraksi membutuhkan konsentrasi dan pendampingan, meskipun jika dilakukan juga sama-sama mampu menurunkan nyeri pada pasien post 10 operasi. Selain teknik relaksasi nafas dalam, teknik distraksi dan manajemen sentuhan yang disebutkan penulis dalam rencana tindakan menurut Arif Muttaqin 2011, ada banyak tindakan nonfarmakologi yang dapat membantu dan mengurangi nyeri antara lain stimulasi dan masase kutaneus yang bertujuan menstimulasi serabut-serabut yang menstranmisikan sensasi tidak nyeri memblok atau menurunkan tranmisi implus nyeri, terapi es dan panas, stimulasi saraf elektris transkutan, imajinasi terbimbang dan hipnosis. Tindakan nonfarmakologis diatas jarang dilakukan karena banyak pasien dan anggota tim kesehatan cenderung untuk memandang obat sebagai satu- satunya metode untuk menghilangkan nyeri. Meskipun metode pereda nyeri biasanya mempunyai resiko yang sangat rendah dan tindakan tersebut bukan merupakan pengganti obat-obatan, tetapi tindakan tersebut mungkin diperlukan untuk mempersingkat episode nyeri yang berlangsung beberapa detik atau menit. Namun dalam implementasi diatas penulis hanya berfokus pada tindakan nonfarmakologis teknik relaksasi nafas dalam.

3.5 Evaluasi

Dokumen yang terkait

Upaya Peningkatan Mobilitas Fisik Pada Pasien Post Orif Fraktur Femur di RSOP Dr. Soeharso Surakarta.

0 2 19

Upaya Penurunan Nyeri Pada Pasien Osteoartritis Post Total Knee Replacement Di Rsop Dr.Soeharso Surakarta.

0 7 20

Upaya Penurunan Nyeri Pada Pasien Wound Dehiscence Post Disartikulasi HIP di RSOP. Dr. R. Soeharso.

0 2 21

Upaya Penurunan Nyeri Pada Pasien Post Operasi Open Fraktur Cruris Di RSOP Dr. R. Soeharso Surakarta.

0 7 22

Upaya Penanganan Kerusakan Integritas Jaringan Pada Pasien Post Orif Fraktur Radius Ulna Hari Ke 0 Di Rsop. Dr. Soeharso Surakarta.

0 3 18

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS POST ORIF Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Post Orif Fraktur Intertrochantor Femur Sinistra Di RS Ortopedi Dr. R. Soeharso Surakarta.

0 2 15

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS POST ORIF FRAKTUR INTERTROCHANTOR FEMUR SINISTRA Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Post Orif Fraktur Intertrochantor Femur Sinistra Di RS Ortopedi Dr. R. Soeharso Surakarta.

0 5 16

PENDAHULUAN Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Post Orif Fraktur Intertrochantor Femur Sinistra Di RS Ortopedi Dr. R. Soeharso Surakarta.

0 9 4

LAPORAN KOMPREHENSIF Asuhan keperawatan pada sdr. A dengan gangguan sistem muskoloskeletal: fraktur tibia sinistra (post orif) di ruang anggrek RSOP. Prof. Dr. Soeharso Surakarta.

0 1 8

KONSEP DASAR Asuhan keperawatan pada sdr. A dengan gangguan sistem muskoloskeletal: fraktur tibia sinistra (post orif) di ruang anggrek RSOP. Prof. Dr. Soeharso Surakarta.

0 4 13