Dari latar belakang di atas maka peneliti ingin mengambil judul: Kecenderungan Pemberitaan tentang Joko Widodo Di Media Massa Analisis Isi
pada Pemberitaan Jawa Pos edisi edisi 16 Oktober 2012 sampai 25 Januari 2013.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat diidentifikasikan rumusan masalah yaitu bagaimana kecenderungan pemberitaan tentang Jokowi di Media
Massa Jawa Pos edisi 16 Oktober 2012 sampai 25 Januari 2013?
C. Tujuan Penelitian
Dari pokok-pokok rumusan masalah yang dikemukakan oleh peneliti maka bisa dirumuskan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
bagaimana kecenderungan pemberitaan tentang Joko Widodo di Media Massa Jawa Pos edisi 16 Oktober 2012 sampai 25 Januari 2013.
D. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Akademik
Pada penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk menambah kajian pembelajaran terhadap penulisan berita Jokowi. Selain itu juga
memberikan masukan dan sumbangan pemikiran tentang studi jurnalistik khususnya, dan ilmu komunikasi pada umumnya.
2. Kegunaan Praktis
Kegunaan praktis adalah dapat memberikan sumbangan yang bermakna bagi pihak yang berkecimpung dalam dunia pers, terutama dalam
menyajikan berita yang menarik pada tulisannya.
4
A. Tinjauan Pustaka
E.1. Surat Kabar Sebagai Media Massa
Pengertian media secara umum yaitu suatu alatsarana untuk menyampaikan pesan atau informasi. Media adalah peralatan di mana isi
komunikasi disampaikan oleh komunikator kepada komunikan. Media massa pada dasarnya memiliki fungsi tertentu dalam masyarakat.
Beberapa fungsi atau media yang berkaitan dengan penelitian ini adalah : 1.
Media memberikan informasi dan membantu kita untuk mengetahui secara jelas segala bentuk tentang dunia dan sekelilingnya kemudian menyimpannya
dalam ingatan kita. Sejak awal media massa melakukan tugas untuk mengumpulkan kemudian membagi informasi yang diinginkan oleh masyarakat
pada umumnya. 2.
Media massa membantu menyusun agenda, menyusun jadwal setiap hari berdasarkan informasi yang diberikannya.
3. Media massa membantu untuk berhubungan dengan berbagai kelompok
masyarakat lain, diluar masyarakat kita. Liliweri; 1997 : 42 Pentingnya penggunaan media massa secara umum dalam dewasa
ini, karena antara lain : 1.
Dengan adanya media massa terjadi perubahan ditengah-tengah masyarakat baik positif maupun negatif.
2. Melalui media massa, komunikan khalayak dapat mempelajari sesuatu
yang salah. 3.
Pesan yang disampaikan media massa terkadang kurang dipahamiterjadi kekaburan pesan, oleh sebab itu perlu seorang komunikator yang mempunyai
keahlian mengatahui metode atau cara agar pesan yang disampaikan dapat dimengerti oleh audience atau khalayak.
4. Masyarakat Indonesia belum secara menyeluruh mempunyai media massa
khususnya daerah pedalaman yang sulit dijangkau, oleh sebab itu perlu ditingkatkan penjumlahannya atau pemrosesannya. Liliweri; 1997 : 86 - 87
Berkaitan dengan media massa, salah satu unsur utama sebagai pendukung sekaligus sebagai sumber atau proses penyusunan dan
pembuatan sampai kepada proses penyebaran secara umum, tidak lain adalah PERS yang disebut sebagai media cetak. Pers merupakan mata
rantai yang utama bagi media massa dalam menyebarkan informasi terutama media cetak. Dengan adanya pers, maka media massa tersebut
dapat menjalankan fungsinya dengan baik, sebab media massa memuat segala sumber informasi yang merupakan hasil liputan atau temuan
melalui wartawan atau sumber-sumber informasi secara langsung maupun tidak secara langsung oleh jaringan pers.
E.2. Karya Jurnalistik
Jurnalisme sebagai keseluruhan proses pengumpulan fakta, penulisan, penyuntingan dan penyiaran berita. Keseluruhan proses tadi
adalah penting tetapi pengumpulan fakta merupakan bagian yang lebih penting. Proses pengumpulan fakta, wartawan tidak hanya merekonstruksi
realitas yang ada tetapi juga mesti menginterpretasi realitas sosial tersebut. Khalayaklah yang berhak menginterpretasikan berita dan memberinya
konteks tertentu. Menurut MacDougall dalam buku Jurnalistik Teori dan Praktik
bahwa Journalisme adalah kegiatan menghimpun berita, mencari fakta, dan melaporkan peristiwa. Di Indonesia, istilah ini dulu dikenal dengan
6 publisistik. Aktivitas utama dalam jurnalisme adalah pelaporan kejadian
dengan menyatakan siapa, apa, kapan, di mana, mengapa dan bagaimana dalam bahasa Inggris dikenal dengan 5W+1H dan juga menjelaskan
kepentingan dan akibat dari kejadian atau trend Santana K., 2005:4. Wartawan haruslah mampu merangsang khalayak untuk melakukan
kedua hal di atas dengan menyiarkan berita-berita yang memiliki nilai sosial, dan menguntungkan kepentingan umum. Nilai sosial memenuhi
apabila mampu mengakomodasikan kepentingan dari masyarakat. Berita akan memenuhi kepentingan masyarakat apabila berita tersebut tidak
mendikte khalayak, sehingga khalayak tidak mendapatkan gambaran yang tuntas dari permasalahan yang diangkat, seolah-olah khalayak dipaksa
untuk mengikuti satu pendapat saja. Good Journalism menurut Leonard Downie JR., dan Robert G.
Kaiser ialah kegiatan dan produk jurnalistik dapat mengajak kebersamaan masyarakat di saat krisis. Berbagai informasi dan gambaran krisis, yang
terjadi dan disampaikan mesti menjadi pengalaman bersama. Ketika sebuah kejadian yang merugikan masyarakat terjadi, sebuah media
memberi sesuatu yang dapat dipegang oleh masyarakat. Sesuatu itu ialah fakta-fakta, juga penjelasan dan ruang diskusi, yang menolong banyak
orang terhadap sesuatu yang tidak terduga kejadiannya. Sedangkan Bad Journalism ialah media yang kurang cakap melaporkan pemberitaan yang
penting diketahui masyarakat. Media yang memberitakan suatu peristiwa secara dangkal, sembrono, dan tidak lengkap, sering disebut tidak akurat
dan tidak cover both sides. Ini berbahaya bagi masyarakat karena ketidak lengkapan informasi yang didapatnya Santana K., 2005:4.
Jurnalistik sendiri memiliki beberapa jenis aliran, antara lain:
1. Citizen Journalism
Citizen Journalism yang juga dikenal dengan nama lain seperti participatory journalism atau grassroot journalism adalah jurnalisme
orang biasa. Seseorang tanpa memandang latar belakang pendidikan dan keahlian, dapat merencanakan, menggali, mengolah, dan
mempresentasikan informasi berupa tulisan, gambar, foto, tuturan laporan lisan, video, dll., dalam citizen journalism Yudhapramesti,
2007:33. Fenomena citizen journalism yang antara lain ditandai dengan
berkembangnya komunitas blog, sebuah paradigma baru di abad teknologi komunikasi, telah membawa gairah tersendiri. Siapapun
tidak pernah membayangkan sebelumnya saat awal komunitas ini muncul.
Saat ini setiap pengguna internet pada dasarnya bisa menciptakan media tersendiri. Mereka dapat melakukan semua fungsi jurnalistik
sendiri, mulai dari merencanakan liputan, meliputi, menuliskan hasil liputan, mengedit tulisan, memuatnya dan menyebarkan di berbagai
situs internet atau di weblog yang tersedia gratis. Artinya, semua orang yang memiliki akses terhadap internet sebenarnya bisa menjadi
“jurnalis dadakan”, meski tentu saja kualitas jurnalistik mereka masih bisa diperdebatkan.
Aktivitas citizen journalism tidak terkait secara profesi dengan medianya. Tanggung jawab moral dan etika praktik citizen journalism
atau jurnalisme orang biasa secara implisit berada pada para pelaku dan peminatnya. Citizen journalism atau sering juga orang mendefinisikan
sebagai journalism doctom merupakan penyiaran produk jurnalistik di
8 media cyber. Kehadiran blog menjadikan internet benar-benar
diperhitungkan di dunia media Yudhapramesti, 2007:33. 2.
Yellow Journalism Yellow Journalism atau pers kuning adalah jurnalisme yang
menyajikan berita terkemuka yag tidak peting. Dengan ekstensi Yellow Journalism digunakan saat ini sebagai merendahkan untuk
mengutuk setiap jurnalisme yang memperlakukan berita dengan cara yang tidak profesional atau tidak etis.
Frank Luther Mott mendefinisikan jurnalisme kuning dalam lima karakteristik:
a. Menakut-nakuti berita utama dicetak besar
b. Penggunaan gambar mewah, atau gambar ilustrasi
c. Penggunaan wawancara palsu, berita utama yang menyesatkan
d. Penekanan pada suplemen Minngu penuh warna, biasanya dengan
strip komik
e.
d ramatis simpati dengan “underdog” melawan sistem.
1. Jurnalistik Sastrawi
Jurnalistik Sastrawi adalah suatu aliran jurnalistik yang dipelopori oleh jurnalis-novelis, Tom Wolfe. Aliran ini menggunakan konstruksi situasi
demi situasi, reportase yang mendalam, menggunakan sudut pandang orang ketiga, serta penuh dengan detail-detail sangat berbeda dari
kebanyakan reportase. Dalam jurnalisme biasa 5W+1H merupakan arti dari Who siapa, What
apa, Where dimana, When kapan, Why mengapa, dan How bagaimana. Namun jurnalisme sastrawi mengubah who menjadi
karakter, what menjadi alur, where menjadi latar, when menjadi
kronologi, why menjadi motif, dan how menjadi narasi. Maka dari itu jurnalisme sastrawi lebih menyerupai novel daripada reportase biasa,
tetapi tetap berpegang teguh pada fakta. Akibatnya, reportase jurnalisme sastrawi selalu membutuhkan banyak halaman Putra:
Jurnalisme Sastrawi, diakses pada 5 Maret 2010 pukul 19.10 WIB.
2. Multikultur Jurnalisme
Multikultur jurnalisme merupakan suatu aliran yang ada di dalam jurnalistik, sedangkan multicultural sendiri ialah keberagaman budaya.
Jadi yang dimaksud multiculture dalam jurnalistik adalah berbagai macam cara pandang yang digunakan oleh pers dalam penyampaian
berita baik itu dari segi keberagaman ras, etnis, agama, dan ideologi di dalam jurnalistik.
Multicultural dapat dijadikan acuan atau literatur perkembangan pemikiran para jurnalis sehingga berita yang disampaikan tidak terpaku
pada suatu paradigma yang ada. Para jurnalis harus memanfaatkan multicultural yang ada agar bahan untuk berita yang bisa disampaikan
bisa beragam dan mudah dicerna oleh masyarakat. Para wartawan menciptakan lingkungan multicultural yang lebih
bermutu secara intelektual ketimbang yang seragam. Lingkungan itu multicultural digunakan untuk menciptakan metode yang dapat
menghasilkan liputan yang baik dan kaya warna. Kesadaran akan multicultural berlaku bagi orang media untuk menyampaikan
informasi yang ditujukan ke ruang sosial publik. Konflik akan muncul dan mendominasi ruang publik manakala multicultural berlangsung
“anomaly” yaitu tiada acuan nilai dalam masyarakat.
10 Kesadaran akan kondisi multicultural ini tidak semata-mata berlaku
bagi orang media saja. Media massa berhubungan dengan informasi yang ditujukan pada khalayak. Pendekatan-pendekatan multicultural
dapat dijadikan dasar orientasi bagi banyak pihak, misalnya institusi sosial, institusi pendidikan, bisnis, dll. Kesadaran akan multicultural
juga membawa kesadaran akan kemungkinan timbulnya konflik, sebab kondisi multicultural ini sangat rentan hadirnya perbedaan persepsi.
Kurang sadarnya seseorang akan perbedaan justru akan membuat semakin curam jurang yang tercipta.
Dalam kondisi yang demikian pers bertindak sebagai inspirasi untuk memandang keberagaman budaya sebagai suatu hal yang tidak
sepantasnya dijadikan poin kesenjangan. Dalam suatu Negara yang berpenduduk heterogen dan terdiri dari berbagai jenis budaya, pers
memegang peranan penting dan akan menjalankan fungsi sebagai lembaga
atau institusi
sosial dengan
pendekatan-pendekatan keberagaman multikultur.
E.3. Pengertian Berita
Berita terdiri dari fakta-fakta, tetapi tidaklah semua fakta disebut berita. Berita biasanya tentang sesuatu yang dapat memunculkan opini
public atau yang hangat dibicarakan oleh khalayak. Tetapi tidak semua mempunyai nilai berita yang menarik perhatian orang lain. Berita adalah
apa yang berlaku dalam dunia dalam sehari, berjuta-juta berita, peristiwa dan kejadian yang ada di dunia. Tetapi hanya sebagian saja kejadian atau
peristiwa yang menjadi sebuah berita.
Dari definisi-definisi sebuah berita para ahli tidak ada yang memberikan kesepakatan mengenai definisi sebuah berita. Tetapi definisi
berita menunjukkan bahwa berita itu harus tepat, adil, seimbang dan obyektif dalam penyampaian pesannya, serta mempunyai nilai-nilai
tertentu berlandaskan kriteria tertentu seperti nyata, adanya unsur penonjolan, kesamaan, kecepatan, diminati khalayak, mempunyai konflik
dan kelayakan. Wahyudi; 1999 : 14 Agar sesuatu peristiwa atau kejadian bisa dikatakan sebagai
sesuatu berita maka paling tidak harus memenuhi syarat pokok yaitu : 1.
Faktual Artinya berita harus berdasarkan fakta yang terjadi, benar dan bukan
khayalan atau asumsi-asumsi yang belum terbukti kebenarannya. 2.
Aktual Artinya berita sedapat mungkin harus disuguhkan secepat mungkin
sehingga pembaca bisa mengetahui dengan cepat segala sesuatu yang terjadi. Jika suatu kejadian sudah terlalu lama dianggap sudah basi dan
tidak layak lagi disuguhkan sebagai berita. 3.
Menarik Artinya berita harus bisa membuat orang tertarik untuk melihat dan
kemudian membacanya. Walaupun ada unsur peristiwa baru yang begitu menakjubkan, aneh dan luar biasa. Wahyudi; 1999 : 15
Untuk mengungkap sebuah berita maka didasarkan pada sebuah peristiwa atau kasus yang pertama kali terjadi, sesuai dengan fakta,
memberikan daya tarik pembaca, serta harus didasarkan pada beberapa sumber berita yang dipilih. Tiffen mencatat ada tiga kategori berita yaitu :
12 1.
Informasi rutin Routine Information yaitu saluran rutin yang diberikan oleh pemerintah dan pemimpin-pemimpin politik yang kerap kali mempengaruhi
focus berita. 2.
Laporan pengamatan wartawan First-Hand Report yaitu tulisan dari hasil investigasi dari seorang wartawan.
3. Informal yaitu sumber-sumber lain yang berhubungan dengan
pemberitaan. Dari laporan pengamatan wartawan dan sumber informal ini biasanya berita yang disajikan dirasa lebih baik dalam melaporkan fakta-fakta
yang jitu, jujur, dan tanpa bias. Wahyudi; 1999 : 16 Sedangkan menurut Herbert Strenz, membagi sumber berita
menjadi dua jenis yaitu: 1.
Sumber berita konvensional, sumber berita ini diantaranya adalah dari pejabat-pejabat pemerintah, sumber-sumber promosi, hadir dalam berbagai
macam peristiwa yang bernilai berita dan menggunakan catatan publik. 2.
Sumber berita non-konvensional di peroleh dengan cara “wartawan
ketepatan” precision journalism, atau informasi yang diperoleh dari kaum minoritas dan kaum yang terlucuti haknya atau bahkan seorang teoritis sebagai
sumber berita. Wahyudi; 1999 : 16 Berita di dalam sebuah media massa dapat pula dikatakan sebagai
unsur pesan, oleh sebab itu pesan yang harus dirancang sedemikian rupa sehingga menarik perhatian khalayak. Untuk memperoleh pesan yang
efektif, seperti pendapat yang dikemukakan oleh Wilbur Schram dalam bukunya Onong U. Effendy yaitu mengemukakan apa yang dinama
“The Condition of Success in Communication” yang secara ringkas antara lain :
1. Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa sehingga dapat
menarik perhatian komunikan.
2. Pesan harus menggunakan lambang-lambang yang ditujukan kepada
pengalaman yang sama antara komunikator dan komunikan, sehingga sama-sama dapat dimengerti.
3. Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi pihak komunikan, dan
menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut. 4.
Pesan hendaknya menyarankan satu jalan untuk memperoleh kebutuhan tadi, yang layak bagi situasi kelompok, tempat sasaran berada saat ia digerakkan
untuk memberikan tanggapan yang dikehendakinya. Effendy; 2000 : 41-42
E.4 . Komponen Berita
Dalam fungsinya sebagai penyedia berita, media massa tidak mungkin menyajikan seluruh realita sosial dalam medium yang terbatas,
sehingga ada proses setting yang perlu diagendakan secara selektif ketika para editor memilih berita mana saja yang akan disajikan dan dimuat ke
dalam media tersebut. Pareno; 2002 : 122-136 Unsur-unsur Berita khususnya bagian tubuh berita dan teras bila
ada diharapkan hanya mengandung unsur-unsur yang berupa fakta, unsur- unsur faktual, dengan meminimalkan unsur-unsur non-faktual yang berupa
opini. Apa yang disebut sebagai “fakta” di dalam kerja jurnalistik terurai menjadi enam unsur yang biasa diringkas dalam sebuah rumusan klasik
5W + 1H. 1 What - apa yang terjadi di dalam suatu peristiwa? 2 Who - siapa yang terlibat di dalamnya? 3 Where - di mana terjadinya peristiwa
itu? 4 When - kapan terjadinya? 5 Why - mengapa peristiwa itu terjadi? 6 How - bagaimana terjadinya? 7 What next - terus bagaimana?
Unsur 5W+1H What = apa yang terjadi, Who = siapa yang terlibat dalam peristiwa itu, When = kapan kejadiannya, Why = kenapa itu terjadi,
14 Where = di mana, dan How = bagaimana proses kejadiannya, yakni
formula “Who does what, when, where, why, and how”. Siapa melakukan apa, kapan, di mana, kenapa, dan bagaimana.
Contohnya, mari kita edit atau susun ulang berita di atas, disesuaikan dengan formula 5W+1H. Hasilnya seperti ini:
PT Romel Jayaperkasa melaksanakan Business Meeting Pertemuan Bisnis di Hotel A Jakarta, Senin 121. Acara bertajuk “Dampak Krisis
Ekonomi Global Terhadap Industri di Indonesia” itu dihadiri oleh Dirut, Kepala Dishub, Kepala Bank X, Ketua Gapensi, Ketua Asosiasi Kawasan
Berikat, Dinas Perindag, Dir. PTPNI, Ketua Wilayah Karantina, serta perwakilan instansi pemerintah dan BUMN. Turut hadir 75 tamu undangan
terdiri atas para pengusaha ekspor-import Indonesia. Uraian unsur 5W+1H:
WHO = PT Romel Jayaperkasa
WHAT = melaksanakan Business Meeting
WHERE= di Hotel A Jakarta
WHEN = Senin 121
WHY = tujuan acara, mengapa acara itu digelar, belum dimasukan
HOW = Acara bertajuk “Dampak Krisis Ekonomi Global Terhadap Industri di Indonesia” itu dihadiri .. dst.
Berita yang lengkap mengandung 6 unsur tersebut. Dalam praktik sehari-hari, ada juga berita yang tidak memuat seluruh unsur tersebut. Hal
itu mungkin saja terjadi, karena keterbatasan ruang atau keterbatasan waktu, sehingga unsur yang paling menonjol sajalah yang dimuat.
Dari 6 unsur tersebut, yang mana harus ditonjolkan merupakan pilihan redaktur bidang yang bersangkutan. Ketajaman memilih yang ingin
ditonjolkan istilah dalam dunia pers: “lead” tergantung dari si pembuat berita dan redakturnya. Unsur lain yang perlu diperhatikan dalam
pembuatan berita adalah harus relevan, hangat, eksklusif, ada tujuannya, unik, trendy, prestisius, dramatik, jenaka, memiliki dimensi human
interest, magnitude, gaya bahasa, desain dan tataletak yang menarik, foto atau karikatur yang menarik. Lalu disesuaikan dengan watak dan kapasitas
media yang bersangkutan, karena ada perbedaan antara media cetak dengan media eletronik.
E.5. Obyektivitas Berita
McQuail 2004 : 129 mengatakan bahwa objektivitas pada umumnya berkaitan dengan berita dan informasi. Objektivitas merupakan
nilai sentral yang mendasari disiplin profesi yang dituntut oleh para wartawan sendiri. Dengan demikian, objektivitas diperlukan untuk
mempertahankan kredibilitas. Siahaan 2001 : 100 mengatakan bahwa objektivitas pemberitaan adalah penyajian berita yang benar, tidak
berpihak, dan berimbang. Proses pembentukan berita, sebaliknya adalah proses yang rumit dan banyak faktor yang berpotensi untuk
mempengaruhinya. Mengapa ruang pemberitaan news room tidak dipandang sebagai ruang hampa? Karena banyak kepentingan dan
pengaruh yang dapat mengintervensi media, sehingga niscaya akan terjadi pertarungan dalam memaknai realitas dalam presentasi media.
Apa yang disajikan media, pada dasarnya adalah akumulasi dari pengaruh yang beragam. Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese,
1996 meringkas berbagai faktor yang mempengaruhi pengambilan
16 keputusan dalam ruang pemberitaan. Mereka mengidentifikasi ada empat
faktor yang mempengaruhi kebijakan redaksi. -
Pertama faktor individual. Faktor ini berhubungan dengan latar belakang profesional dari pengelola media. Level individual
melihat bagaimana pengaruh aspek-aspek personal dari pengelola media mempengaruhi pemberitaan yang akan ditampilkan kepada
khalayak. -
Kedua, level rutinitas media yang berhubungan dengan mekanisme dan proses penentuan berita. Setiap media umumnya
mempunyai ukuran tersendiri tentang apa yang disebut berita, apa ciri- ciri berita yang baik, atau apa kriteria kelayakan berita. Ukuran
tersebut adalah rutinitas yang berlangsung tiap hari dan menjadi prosedur standar bagi pengelola media yang ada di dalamnya.
- Ketiga, level organisasi yang berhubungan dengan struktur
organisasi yang secara hipotetik mempengaruhi pemberitaan. Pengelola media dan wartawan bukan orang yang tunggal yang ada
dalam organisasi berita, ia sebaliknya hanya bagian kecil dari organisasi media itu sendiri.
- Keempat, level ekstramedia. Level ini berhubungan dengan
faktor lingkungan di luar media. Ada beberapa faktor yang termasuk dalam lingkungan di luar media, pertama sumber berita, kedua sumber
penghasilan media. Siregar 2001 : 66 mengatakan bahwa untuk mengukur
objektivitas pemberitaan pada dasarnya menakar sejauh mana wacana fakta sosial identik dengan wacana fakta media. Sebab berita adalah fakta
social yang direkontruksikan untuk kemudian diceritakan. Cerita tentang
fakta social itulah yang ditampilkan di media cetak. Motif khalayak menghadapi media cetak adalah untuk mendapatkan fakta sosial.
Siahaan mengatakan bahwa untuk mengukur objektivitas pemberitaan adalah melalui dimensi factuality. Dimensi factuality
memiliki dua sub dimensi, yakni truth dan relevance. Sub dimensi truth adalah tingkatan kebenaran atau keterandalan reliabilitas fakta yang
disajikan, ditentukan oleh factualness pemisahan yang jelas antara fakta dan opini, dan accuracy ketepatan data yang diberitakan, seperti jumlah
tempat, waktu, nama dan sebagainya. Sedangkan sub dimensi relevance mensyaratkan perlunya proses seleksi menurut prinsip kegunaan yang
jelas, demi kepentingan khalayak. Relevance atau tidaknya aspek- aspek yang diberitakan bisa ditentukan berdasarkan salah satu atau kombinasi
empat kriteria, yakni normative standards, journalistic, audience, dan real world indicators. Siahaan, 2001 : 64-65
E.6. Peran Wartawan dalam Media beserta Tugasnya
Dalam media massa, peran wartawan sangatlah penting. Hal ini dikarenakan wartawan adalah sebagai pencari berita, jadi ketika dalam
sebuah media tidak ada wartawan, maka media tersebut tidak akan berarti. Wartawan sendiri memiliki tugas sebagai pencari berita, setelah wartawan
mencari berita, wartawan juga dituntut untuk bisa menulis. Tulisan inilah yang nantinya dimuat di dalam media. Dalam menuliskan sebuah berita,
antara wartawan yang satu dengan wartawan yang lain pastilah berbeda. Perbedaan ini dikarenakan dipengarui oleh berbagai macam faktor,
antara lain: 1.
Latar belakang dan karakteristik
18 2.
Tingkah laku 3.
Nilai
4.
Kepercayaan personal, dan 5.
Aturan dan etika professional Shoemaker dan Reese, 1996:63 Tetapi wartawan selain sebagai pencari berita, wartawan juga
berperan sebagai pembaca berita. Di sini wartawan juga diposisikan sebagai pembaca berita yang mana wartawan akan menganggap apa yang
dianggap penting oleh media maka akan dianggap penting pula oleh khalayak, seperti yang tertera dalam teori Agenda Setting.
E.7. Analisis Isi
Ada banyak definisi dari analisis isi. Walizer dan Wienir 1978 mendefinisikan prosedur sistematis dirancang untuk memeriksa isi dari
informasi yang dicatat ; Krippendorf 1980 mendefinisikan sebagai teknik penelitian untuk membuat referensi yang valid dari data sesuai konteks.
Kerlinger 2000 definisi analisis isi adalah metode belajar dan menganalisis komunikasi secara sistematis, obyektif, dan kuantitatif cara
untuk tujuan mengukur variabel. Wimmer Dominick, 2003 : 141 Beberapa penelitian terbaru telah mengkatalogkan karakteristik isi
komunikasi pada titik waktu. Studi ini menunjukkan analisis isi digunakan dengan cara deskriptif tradisional : untuk mengidentifikasi apa yang ada.
Salah satu
keuntungan analisis
isi adalah
potensinya untuk
mengidentifikasi perkembangan dari waktu ke waktu dengan periode yang lama. Studi-studi analisis isi juga padat berkaitan dengan studi deskriptif
yang dapat digunakan untuk mempelajari perubahan sosial. Misalnya, mengubah opini publik tentang berbagai controversial masalah yang dapat
diukur dengan penelitian dari surat kepada editor atau editorial surat kabar. pernyataan tentang nilai-nilai apa yang dinilai penting oleh masyarakat
dapat disimpulkan dari studi tentang buku nonfiksi pada daftar buku terlaris di berbagai waktu. Greenberg dan Worrell 2007, misalnya,
menganalisis perubahan susunan demografis karakter dalam program jaringan siaran yang ditayangkan 1993-2004 Wimmer Dominick,
2003 : 142 Berbagai batasan yang telah diberikan untuk mengungkapkan
pengertian content analysis. Barelson mendefinisikan sebagai suatu teknik penelitian yang obyektif, sistematik, dan menggambarkan secara
kuantitatif isi-isi pernyataan suatu komunikasi. Ahli lain mengatakan bahwa content analysis adalah suatu tahap dari pemprosesan informasi
yang menyangkut isi-isi komunikasi yang ditransformasikan melalui aplikasi yang sistematik dan obyektif menuntut ketentuan kategorisasi
kedalam data yang dapat diinterpretasikan dan dibandingkan Paisley in press. Bulaeng, 2004: 164
Menurut pendapat Frey, tujuan utama dari penelitian dengan teknik analisis isi adalah mendiskripsikan karakteristik pesan yang ada dalam
ranah publik dengan perantaraan pers Putranto, 2004:146. Isi pernyataan komunikasi atau bisa disebut pesan, merupakan gagasan atau ide yang
disampaikan komunikan kepada komunikator untuk tujuan tertentu. Dan media, dalam memproduksi ataupun menyeleksi pesan yang ingin
disampaikan pada khalayak juga tidak pernah lepas dari nilai-nilai yang dibelanya.
Hal ini menjadi pertimbangan ketika tulisan yang dipesan oleh media kepada penulis masuk didapur redaksi ketika tahap penyuntingan.
20 Logikanya, jika tulisan tersebut tidak sejalan dengan visi dan misi atau
preferensi nilai yang diemban media tersebut, maka tidak akan dimuat di dalam lembaran media cetak tersebut. Preferensi nilai adalah unsur
kontribusi yang menentukan watak dan kepribadian suatu media. Bahasa, baik pilihan kata maupun struktur gramatika, dipahami sebagai pilihan,
yang mana dipilih oleh seseorang atau media untuk diungkapkan dengan membawa makna ideologi tertentu.
A. Kategorisasi