OBJEKTIFITAS JAWA POS DALAM PEMBERITAAN BONEK (Analisis isi tentang objektivitas berita bonek di harian jawa pos edisi 24 januari sampai 30 januari 2010).

(1)

(Analisis Isi Objektivitas Pers Dalam Menyajikan Berita Bonek Yang

Dimuat di Surat Kabar Jawa Pos Edisi 24 Januari – 30 januari 2010)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana

pada FISIP UPN : “Veteran” Jawa Timur

OLEH :

ACHMAD BASORI

05430100259

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA

TIMUR FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK PROGRAM STUDI

ILMU KOMUNIKASI

2010


(2)

ACHMAD BASORI

NPM, 0543010259

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi

Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Univeritas

Pembangunan Nasional “veteran” Jawa Timur

Pada tanggal 8 Juni 2010

Dosen Pembimbing

TIM PENGUJI :

1.

Ketua

Dra. Sumardjijati, Msi

Dra, Sumardjijati MSi

NPT. 19620323 199309 2001

NPT. 19620323 199309 2001

2. Sekertaris

Dra. Dyva Claretta, Msi

NPT. 3 6601 94 00271

3.Anggota

Dra. Herlina Suksmawati, Msi

NIP. 19641225 199309 2001

Mengetahui,

DEKAN

Dra. Hj. Ec. Suparwati, MSi

NIP. 030 175 349


(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis tujukan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karena

karuniaNya, penulis bisa melaksanakan dan menyelesaikan proposal penelitian ini

dengan judul Objektifitas Jawa Pos Dalam Pemberitaan Bonek.

Penulis dalam menyusun skripsi ini, tidak lepas dari bimbingan dan

bantuan dari semua pihak. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima

kasih kepada berbagai pihak, Adapun penulis sampaikan rasa terima kasih,

kepada:

1.

Allah SWT. Karena telah melimpahkan segala karuniaNYA, sehingga

penulis mendapatkan kemudahan selama proses penyusunan skripsi ini.

2.

Ibu, bapak, serta keluarga dirumah yang selalau memberikan doa dan

dorongan.

3.

Ibu Dra. Sumardjijati, sebagai pembimbing dosen pembimbing.

4.

Bapak Juwito S.sos, Msi ketua program studi komunikasi

5.

Bapak Saifuddin Zuhri. Msi. Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi.

6.

Dosen-dosen Ilmu Komunikasi yang telah banyak memberikan ilmu dan

dorongan dalam menyelesaikan skripsi ini.

7.

Ndutz yang selalu memberikan semangat tiada henti. Cuma kamu.

8.

Sahabat sahabat ku MA 1F, tedy, topo, panji, rofik, rizard, mbon, cak mat,

terimakasih buat kalian semua, yang memberiku semangat

9.

Teman teman angkatan 2005.


(4)

ii

Penulis menyadari bahwa laporan skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan, maka kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah

dibutuhkan guna memperbaiki kekurangan yang ada Penulis berharap

semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan Ilmu Komunikasi di

masa yang akan datang.

Surabaya, 25 Mei 2010


(5)

Halaman

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERSETUJUAN UJIAN SKRIPSI

KATA PENGANTAR ………... i

DAFTAR ISI ... iii

ABSTRAK ………. v

BAB I PENDAHULUAN

... 1

1.1.

Latar Belakang ... 1

1.2.

Perumusan Masalah ... 11

1.3.

Tujuan Penelitian ... 11

1.4.

Manfaat Penelitian ... 12

BAB II LANDASAN TEORI

... 13

2.1. Komunikasi Massa ... 13

2.2. Jurnalistik, Pers, dan Berita ... 17

2.2.1.

Jurnalistik ... 17

2.2.2.

Pers ... 18

2.2.3.

Berita ... 24

2.3. Objektifitas ... 29

2.4. Teori Media Politik-Ekonomi ... 38

2.5. Konsep Penyajian Data ... 40

BAB III METODE PENELITIAN

... 46


(6)

iv

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 51

3.5. Metode AnalisisData... 52

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

... 53

4.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 53

4.1.1. Profil Harian Jawa Pos ... 53

4.2. Penyajian Data dan Pembahasan ... 56

4.2.1. Objektifitas Pemberitaan Tentang Bonek ... 57

4.2.1.1. Akurasi Pemberitaan ... 58

4.2.1.2. Validitas Berita ... 60

4.2.1.3. Keseimbangan Pemberitaan ... 64

4.2.1.4. Netralitas ... 66

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

... 70

5.1. Kesimpulan ... 70

5.2. Saran ... 71


(7)

ABSTRAKSI

ACHMAD BASORI, OBJEKTIFITAS JAWA POS DALAM

PEMBERITAAN BONEK (Analisis isi tentang objektivitas berita bonek di

harian jawa pos edisi 24 januari sampai 30 januari 2010)

Penelitian ini didasarkan pada fenomena yang terjadi dalam dunia

jurnalisme, berita objektif pada dasarnya bersifat subjektif dari wartawan yang

melakukan peliputan maupun orang-orang yang terlibat dalam perusahaan media

tersebut. Padahal berdasarkan kode etik jurnalistik dan undang-undang pers

dalam menyajikan berita, media massa harus objektif. Bertolak dari pemikiran

tersebut, penulis melakukan penelitian pada surat kabar Jawa Pos untuk

mengetahui seberapa besar dan bagaimanakah objektifitas Jawa Pos dalam

menyajikan beria Bonek.

Penelitian ini menaruh perhatian pada objektivitas Jawa Pos dalam

menyajikan berita tentang Bonek. Dalam menganalisis, penulis menggunakan

beberapa indikasi objektivitas menurut teori j. Wathersal dan Ida Rachma, Ph.D.

adapun indikasi yang digunakan yaitu Faktualitas yang terdiri dari akurai dan

validitas,serta imparsialitas yang terdiri dari keseimbangan dan netralitas. Dan

untuk menguji digunakan teori ekonomi media.

Metode yang digunakan adalah analisis isi yang termasuk penelitian

kuantitatif. Data dianalisis dengan mengunakan indikasi objektivitas sesuai teori

dari J. Wwathersal dan Rachma Ida, PH.D. kemudian data dianalisis mengunakan

lembar koding selanjutnya dimasukan ke table frekuensi. Hasil dari analisis akan

dideskripsikan, untuk mengetahui seberapa besar dan bagaimanakah objektivitas

jawa pos dalam pemberitaan Bonek.

Dari data yang telah dianslisi menyebutkan Bahwa dari ke – 5 berita

tentang Bonek yang disajikan Harian Jawa Pos ada beberapa berita yang sudah

memenuhi unsur objektivitas dan ada juga yang belum objektif, dari keseluruhan

berita terdapat 2 berita yang sudah objektif dan 3 berita lainya masih belum

objektif. Artinya masih ada unsure – unsur dari objektivitas yang dilanggar oleh

wartawan dalam menulis berita.

Bahwa dari pemberitaan Bonek di harian Jawa Pos masih terdapat berita –

berita yang belum memenuhi unsur-unsur objektivitas, ketidakobjektivan yang

muncul itu adalah dari unsur pencantuman waktu, adanya opini wartawan yang

masuk dalam berita, sumber yang tidak berkompeten, dan sumber berita yang

tidak berimbang. dari unsure-unsur yang telah dilanggar pencampuran opini

wartawan lah yang memiliki presentase paling besar. Padahal media sebagai

sumber informasi seharusnya bersifat objektif, dengan manyajikan informasi

berdasarkan fakta .


(8)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Sekarang ini limpahan informasi begitu luar biasa. Hal ini tentu berkaitan dengan makin banyak, beragam, dan canggihnya indstri media informasi dan komunikasi, mulai cetak hingga elektronik, menawarkan berita dan sensasi. Disisi lain bisa disaksikan juga menyaksikan kebebasan yang dimiliki oleh penggiat media dalam berbagai pemberitaannya, beriring dengan gagasan reformasi dan demokrasi politik setelah tumbangnya rezim lama. Akibatnya tak jarang masyarakat ‘binggung’ oleh banyaknya berita yang diproduksi. Selain itu, kita juga kerap bertanya tanya karena sering kali antara berita berita itu saling berbeda dan bahkan berlawanan.

Meskipun sikap independen dan objektif menjadi kiblat setiap jurnalis pada kenyataanya sering kali didapatkan suguhan berita yang beraneka warna dari sebuah peristiwa yang sama. Berangkat dari sebuah peristiwa yang sama, media tertenu mewartakan dengan cara menonjolkan sisi atau aspek tertentu, sedangkan media lainya meminimalisir, memelintir, bahkan menutup sisi aspek tersebut, dan sebagainya. Ini semua menunjukan bahwa di balik jubah kebesaran independensi dan objektivitas, seorang jurnalis menyimpan paradoks, tragedi, dan bahkan ironi.

Dengan membandingkan beberapa pemberitaan di media. Sangat mungkin akan ditemukan kesimpulan yang setara, bahwa media apapun tidak bisa lepas


(9)

dari bias-bias, baik yang berkaitan dengan ideology, politik, ekonomi, social, budaya, bahkan agama. Tidak ada satu pun media yang memiliki sikap independensi dan objektivitas yang absolute. Tanpa adanya kesadaran seperti ini, mungkin saja kita menjadi bingung, merasa terombang-ambing, dan dipermainkan oleh penyajian media.

Sebagai pembaca koran,pendengar, atau pemirsa televise, kita seringkali dibuat binggung kenapa peristiwa yang satu diberitakan sementara peristiwa lain tidak diberitakan. Kenapa kalau ada dua peristiwa yang sama, pada hari yang sama, media lebih sering membeitakan peristiwa yang satu dan meupakan yang lain. Deretan pertanyaan tersebut dapat diperpanjang. Media bukanlah saluran yang bebas. Media bukanlah seperti yang digambarkan, membertitakan apa adanya, cermin dari realitas. Media seperti kita lihat, justru mengkonstruksi sedemikian rupa realitas. Tidak mengherankan jikalau kita tiap hari secara terus menerus menyaksikan bagaimana peristiwa yang sama bisa diperlakukan secara berbeda oleh media. Ada peristiwa yang diberitakan, ada yang tidak diberitakan. Ada yang menganggap penting, ada yang tidak menggangap berita. Ada berita yang dimaknai secara berbeda, dengan wawancara dan orang yang berbeda, dengan titik perhatian berbeda. Semua kenyataan ini menyadarkan kita betapa subjektifnya media.

Dalam masyarakat modern, media memainkan peran penting untuk perkembangan politik masyarakat. Meraka bisa memberitakan sesuatu berita yang bernilai kecil dengan cara yang besar, sehingga public akan menerimanya sebagai berita yang besar. Begitu pula sebaliknya. Berita yang dipandang mempunyai


(10)

nilai lebih akan diberitakan lebih sering dan lebih besar sehingga publik akan menilai kalau berita tersebut benar benar besar.

Memang benar informasi media massa dapat mempengaruhi masyarakat. Informasi religi akan mempengaruhi khalayak lebih beriman. Informasinkejahatan konon mendidik khalayak menjadi penjahat.(Ashadi, 2006 : 22)

Berita diproduksi dan didistribusikan oleh pers. Pers menyandang peran ganda yaitu sebagai produsen berita dan saluran dalam sebuah proses komunikasi. Pers sebagai penghubung antara komunikator dan komunkan, mempunyai peran penting dalam usaha mencardaskan dan member pencerahan kepada bangsa serta membangun dirinya sebagai pers yang sehat melalui informasi yang disjikan. Kebebasan media dilindungi oleh undang udang yang menjamin kebebasan beropini dan kebebasan member informasi kepada masyarakat.

Dalam penelitian ini, penulis akan meneliti media cetak yakni Jawa Pos. media cetak ini merupakan surat kabar yang memliki oplah besar diantara oplah surat kabar lain yang ada di Indonesia. Hal ini membuat penelti ingin mengetahui seberapa besar dan bagaimanakah objektifitas media ini terhadap pemberitaan bonek. Berita ini berawal dari laga tanding Persebaya melawan Persib Bandung di stadion Jalak Harupat Bandung yang akhirnya berujung sanksi komdis (komisi disiplin) kepada tim persebaya pada 23 januari 2010. Berita ini dimuat jawa pos mulai 24 januari hingga 30 januari 2010. Penelitian ini berangkat dari pemikiran bahwa media memiliki subjektivitas dalam mengemas sebuah realitas menjadi sebuah berita.


(11)

Peneliti memilih objek penelitian tentang pemberitaan bonek, Berita ini di televisi begitu mencenggangkan masyarakat melihat ulah bonek yang brutal. Dipilihnya jawa pos sebagai subjek penelitian karena media ini berlokasi di Surabaya, hal ini tentu ada kedekatan tempat dan kedekatan psikologis antara Jawa Pos dengan Bonek yang sedikit banyak dapat mempengaruhi pemberitaan Jawa Pos. Berita ini berawal dari laga tanding persebaya melawan persib bandung di stadion jalak harupat bandung yang akhirnya berujung sanksi komdis (komisi disiplin) kepada tim persebaya. Berdasarkan berita yang dimuat surat kabar jawa pos. persebaya harus menerima sangsi dari komdis yaitu denda 50 juta dan bonek dicekal empat tahun. Peniliti memilih objek berita bonek juga ingin mengetahui apakah ada keberpihakan jawa pos dalam menyajikan berita bonek.

Dalam penyajian berita bonek, surat kabar Jawa Pos lebih mengungkapkan sisi dramatisnya, dari segi dramatisnya Jawa Pos menulis kronologis peristiwa bonek, mulai dari imbas yang diterima Persebaya karena ulah bonek, kemudian sangsi yang dijatuhkan ke bonek, dan diikuti upaya-upaya yang dilakukan bonek terkait sangsi tersebut.

Seorang wartawan dituntut untuk bersikap objektif dalam menulis sebuah berita. Dengan sikap objektif, berita yang ia buat pun akan objektif, artinya berita yang ia buat itu selaras dengan kenyataan, tidak berat sebelah, bebas dari prasangka. Lawan objektif adalah subjektif, yaitu sikap yang diwarnai prasangka pribadi. Ada beberapa karya jurnalistik yang lebih persuasive, artinya ada sikap subjektif didalamnya., karena latar belakang seorang wartawan acapkali mewarnai


(12)

hasil karya. Peneliti melihat pemberitaan kasus yang diteliti ini masih belum objektif dari segi factual dan imparsialitas.

Factual yaitu menyangkut kejujuran dalam pemberitaan yang meliputi kesesuaian judul berita dengan isi berita, pencantuman waktu terjadinya suatu peristiwa dan waktu peliputan, serta jelas tidaknya identitas nara sumber.

Imparsialitas yaitu menyangkut keseimbangan penulisan berita dalam memberikan porsi yang sama sebagai sumber berita dan luas kolom yang dipakai antar pihak-pihak yang terlibat dalam pemberitaan memiliki jumlah kesamaan. Ada tidaknya pencantuman opini, dramatisasi, dan penghakiman oleh pers. Peneliti melihat pemberitaan bonek masih ada kata kata yang bersifat opini dari wartawan, seperti :

Ribuan pendukung persebaya yang kerap disebut bonek pulang kemarin. Mereka diturunkan di stasiun Wonokromo dan Gubeng. Para pemilik toko di dua stasiun itu sempat kelabakan. Sebagian memutuskan menutup tokohnya. Untung bonek tidak anarkis.

Masih adanya kalimat-kalimat yang bersifat penghakiman seperti :

Boleh saja menjadi pengemar fanatik terhadap suatu group band atau klub sepak bola. Namun jangan berlebihan. Apalagi membuat keributan, seperti yang dilakukan oleh bonek, pendukung persebaya. Termasuk ketika mereka mengikuti pertandingan persebaya lawan persib di bandung.


(13)

Dalam kode etik jurnalistik pasal 5 disebutkan bahwa, “wartawan menyajikan berita secara berimbang dan adil, mengutamakan kecermatan dari kecepatan serta tidak mencampurkan fakta dan opini, tulisan yang berisi interpretasi dan opini, disajikan dengan menggunakan nama jelas penulisnya”

Di undang-undang pers pers no 40 tahun 1999, pasal 5 ayat 1 juga menyatakan hal yang sama. “pers nasional berkewajiban memberikan peristiwa dan opini dengan menghormati norma norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah.” Artinya pers nasional dalam menyiarkan informasi, tidak menghakimi atau membuat kesimpulan kesalahan seseorang, terlebih untuk kasus yang masih dalam proses peradilan, serta dapat mengakomodasi kepentingan semua pihak yang terkait dalam pemberitaan tersebut.

Peneliti melihat, tak sedikit pers dalam memberikan informasi hanya berurusan dengan fakta fakta belaka dan informasi tentang peristiwa saja. Fakta barulah berbicara banyak ketika diajukan pertanyaan yang cerdas dan menarik. Surat kabar lebih suka menonjolkan hal hal yang sensasional dari pada alas an dan motif sesungguhnya. Surat kabar sangat suka memberikan rincian pelecehan, kejahatan dan kekerasan seksual, namun lupa memberikan tips kepada khalayak cara mengantisipasi berbagai kriminalitas yang sedang terjadi.

Jeremias Lemek Dalam bukunya Mencari Keadilan juga berpendapat (2007 :264), banyak pula teman wartawan yang pintar menulis, tapi yang ditulisnya mengenai press release. Yang diberitahukan atau yang ditulisnya


(14)

adalah omongan pejabat pada saat press release. Dan juga hasil seminar yang ada pedomannya yaitu makalah. Mereka tidak susah-susah berpikir soal mencari berita dan nilai berita. Yang diberitakan adalah yang baik-baik dan kalau perlu juga tidak capek-capek, tetapi cukup mewawancarai orang yang sudah menjadi langganannya. Terlepas dari keterangan dari narasumbernya itu berkualitas atau tidak, membela kebenaran atau tidak. Tugas wartawan pada dasarnya bukan hanya sekedar untuk menyampaikan informasi sebagaimana dilakukan oleh wartawan kebanyakan, namun juga berharap untuk bisa melakukan investigasi guna mencari kebenaran. Biasanya wartawan yang mau melakukan investigasi adalah pekerja keras, ulet, berani dan mempunyai idealisme. Wartawan yang mempunyai idealism tidak puas dengan mengangkat telepon saja, atau tidak percaya begitu saja pada omongan orang. Tetapi dia melakukan investigasi sendiri dan mencari sumber sendiri.

Pemberitaan pers terhadap putusan suatu perkara adalah mutlak diperlukan. Ini sebagai bentuk control terhadap putusan hukum dalam tahap pelaksanaan putusan, selain itu juga merupakan hak pers untuk mengetahui hasil putusan suatu perkara. Dan masyarakatpun mempunyai hak untuk mengetahui hal itu.

Dalam buku “Menyikap Profesionalisme Kinerja Surat Kabar Indonesia” menyatakan bahwa tugas wartawan bukanlah mencari yang benar atau siapa yang salah, melainkan menyajikan perbedaan pendapat tersebut apa adanya. Untuk itu wartawan harus mampu menjaga keseimbangan dalam proses seleksi fakta-fakta yang ingin ditampilakan. (2006 :23)


(15)

Sebagaimana diketahui, salah satu media massa yang sarat dengan informasi adalah pers. Pers merupakan cerminan realitas, karena pers pada dasarnya merupakan media massa yang lebih menekan fungsinya swebagai sarana pemberitaan. Isi pers yang utama adalah berita. Berita adalah bagian dari realitas sosial yang dimuat media karena memiliki nilai yang layak untuk disebarkan kepada masyarakat. (Burhan, 2004 : 154)

Berita kekerasan, seks, dan kejahatan pada umumnya memiliki daya actual, yaitu menunjukan kapada waktu kejadian dan bobot isi terutama berkadar daya tarik, kehanggatan, emosi, keharuan, kesedihan, kegembiraan, kebanggaan. Meberikan emosionalyang sarat, dank arena itu menjadi bahan penarik ekstra bagi khalayak untuk membaca dan membeli surat kabar.

Dalam menberitakan suatu berita, media massa tidak boleh keluar dari kode etik jurnalistik Dalam pemberitaan. Seperti kasus bonek, pemberitaan bonek dijawa pos jika diliahat dari berapa judulnya jawa pos menggambil judul yang menujukan perlawanan bonek terhadap sangsi yang telah dijatuhkan. Pemilihan judul terkesan ada keberpihakan jawa pos. Padahal di kode etik jurnalistik pasal 5 menyebutkan “wartawan menyajikan secara berimbang dan adil, mengutamakan kecermatan dari kecepatan serta tidak mencampuradukan fakta dan opini. Tulisan yang berisi interpretasi dan opini disajikan dengan menggunakan nama jelas penulisnya.

Penafsiran dari ”wartawan menyajikan berita secara berimbang” adalah menyajikan berita yang bersumber dari berbagai pihak yang mempunyai


(16)

kepentingan, penilaian, atau sudut pandang masing masing kasusu secara proprosional.

Ketika kebebasan pers marak seperti sekarang ini, amat nyaring isyarat dan teriakan yang mengingatkan agar media masaa jangan hanyut oleh asyiknya kebebasan, agar pers ingat dan sadar akan kode etiknya, kode profesinya.

Lebih lagi dari hukum, kode etik pers disemai dan ditumbuhkan menjadi bagian dari visi, sikap serta penghayatan profesinya. Bahkan rasa takut atau sangsi hukuman yang menjadi pertimbangannya, melainkan rasa tanggung jawab, kepercayaan dan integritas sebagai anggota masyarakat pers, sebagai wartawan.

Sesuatu yang baru terjadi menarik untuk diberitakan. Berita tak ubahnya seperti es krim yang gampang meleleh, seiring dengan waktu nilainya akan semakin berkurang. Artinya semakin baru peristiwanya terjadi, semakin tinggi nilai beritanya.(Hikmat kusumaningrat, Purnamakusumaningrat,2007: 61)

Istilah bonek pertama kali dimunculkan oleh Harian Pagi Jawa Pos tahun 1989 untuk menggambarkan fenomena suporter Persebaya yang berbondong-bondong ke Jakarta dalam jumlah besar. Bonek adalah suporter pertama di Indonesia yang mentradisikan away supporter. Dalam perkembangannya, ternyata away supporters juga diiringi aksi perkelahian dengan suporter tim lawan. Tidak ada yang tahu asal-usul Bonek menjadi radikal dan anarkis. Jika mengacu tahun 1988, saat 25 ribu Bonek berangkat dari Surabaya ke Jakarta untuk menonton final Persebaya - Persija, tidak ada kerusuhan apapun.


(17)

Beberapa peristiwa kekacauan yang disebabkan "Bonek mania" antara lain adalah kerusuhan pada pertandingan Copa Dji Sam Soe antara Persebaya Surabaya melawan Arema Malang pada 4 September 2006 di Stadion 10 November, Tambaksari, Surabaya. Selain menghancurkan kaca-kaca di dalam stadion, para pendukung Persebaya ini juga membakar sejumlah mobil yang berada di luar stadion antara lain mobil stasiun televisi milik ANTV, mobil milik Telkom, sebuah mobil milik TNI Angkatan Laut, sebuah ambulans dan sebuah mobil umum. Sementara puluhan mobil lainnya rusak berat. Atas kejadian ini Komisi Disiplin PSSI menjatuhkan hukuman (sebelum banding) dilarang bertanding di Jawa Timur selama setahun kepada Persebaya, kemudian larangan memasuki stadion manapun di seluruh Indonesia kepada para bonek selama tiga tahun.

Kemudian Pada tanggal 23 Januari 2010, sekitar 4000 bonek yang berangkat dari Surabaya ke Bandung via Solo melakukan tindakan anarki berupa pelemparan batu dan penganiayaan terhadap sejumlah orang. Selain itu juga melakukan tindakan kriminal penjarahan, pemukulan terhadap wartawan Antara, Hasan Sakri Ghozali, anggota Brimob, Briptu Marsito, perusakan stasiun Purwosari Solo dan stasiun lainnya, perusakan rumah warga, serta tindakan-tindakan tidak terpuji lainnya. beberapa bonek mengalami keadaan kritis, dan puluhan orang dari pihak bonek dan penduduk di pinggiran rel kereta api mengalami luka-luka. Kerugian besar juga dialami oleh pihak Kereta Api Indonesia karena bonek melakukan perusakan terhadap kereta api, stasiun, dan menolak membayar penuh, serta menaiki kereta api melebihi kapasitas.


(18)

Dari latar belakang permasalahan diatas, peneliti memilih surat kabar jawa pos sebagai objek penelitian. Jawa pos merupakan surat kabar harian pagi dan mempunyai kantor pusat di Surabaya, oplah jawa pos mencapai 300.000 eksemplar, artinya media ini memiliki pembaca yang luas di masyarakat dan mempunyai potensi lebih mampu memunculkan opini public yang cukup signifikan, informasi apa saja yang dianggap penting oleh jawa pos, dianggap penting pula oleh pembaca, informasi yang dianggap tidak penting atau kurang penting, maka dianggap tidak penting pula oleh pembaca.

Pada penelitian ini, peneliti akan mengunakan metode analisisi isi kuantitaif untuk mengukur objektifitas media massa. Analisis isi kuantitatif ini berfungsi mengkaji syarat objektifitas berita yang sering dikenal dengan istilah pemberitaan cover both side, dimana pers menyajikan semua pihak yang terlibat sehingga pers mempermudah pembaca menilai dan menemukan kebenaran.

1.2. Perumusan Masalah

Dari uraian latar belakang masalah, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana objektifitas pemberitaan Bonek di Harian Jawa Pos”

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini berdasar pada perumusan masalah yaitu:

1. Ingin mengetahui besarnya objektifitas jawa pos dalam menyajikan berita Bonek.


(19)

2. Mengetahui bagaimanakah keberpihakan jawa pos dalam pemberitaan Bonek.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

Sebagai masukan bagi kajian komunikasi massa dalam bentuk media cetak surat kabar berkaitan dengan tema berita hokum. Diharapkan daripenelitian ini memunculkan pemahaman baru yang berguna bagi kepentingan ilmiah serta kepentingan praktis didalam pengembangan penggunaan teknik analisis isi.

2. Secara Praktis

a. Bagi surat kabar bersangkutan diharapkan menjadi referensi dalam menjalankan fungsinya sebagai agen informasi yang memberitakan berita.

b. Bagi masyarakat luas, memunculkan wahana apakah media massa sudah memberikan contoh dan pendidikan yang baik untuk bersikap dalam memandang sebuah kasus.

c. Memberikan bahan ide penelitian untuk dikembangkan lebih lanjut dalam situasi dan kndisi lain bagi kalangan akedemisi umumnya dan khusus pada mahasiswa komunikasi.


(20)

BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Komunikasi Massa

Di dalam kehidupan, manusia tidak terlepas dari berkomunikasi baik dengan sendiri, orang lain maupun dengan media massa. Komunikasi telah mencapai tingkat saat orang berbicara secara serempak dan serentak dengan jutaan manusia melalui media massa atau disebut komunikasi massa. Komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa (media cetak dan elektronik). Dari awal perkembanganya, komunikasi massa berasal dari pengembangan kata media of mass communication (media komunikasi).

Komunikasi massa juga bisa diartikan sebagai ilmu tentang media massa beserta pesan yang telah dihasilkan, pembaca atau pendengar atau penonton yang akan coba diraihnya dan efeknya terhadap mereka. (Nurudin, 2004 : 1)

Menurut Denis McQuail dalam bukunya Teori Komunikasi Massa, komunikasi hanya merupakan salah satu proses komunikasi yang berlangsung pada peringkat masyarakat luas, yang identifikasinya ditentukan oleh cirri khas institusional (gabungan antara tujuan, organisasi, dan kegiatan yang sebebarnya). (1991:7)

Sedangkan komunikasi massa menurut bittner, “mass communication is message communicated through a mass medium to large number of people.”


(21)

(komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah orang). (Rakhmat, 2001 :188)

Menurut Josep A Defito definisi komunikasi massa ada dua, yaitu “pertama komonikasi massa adalah komunikasi yang ditujuksn kepada massa, kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Ini bukan berarti bahwa khalayak meliputi seluruh penduduk atau semua orang yang membaca atau semua orang yang menonton televisi, agaknya ini tidak berarti pula bahwa khalayak itu besar dan pada umumnya sukar untuk didefinisikan. Kedua, komunikasi adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar yang audio visual. Komunikasi massa akan barangkali akan lebih muda dan lebih logis bila didefinisikan menurut bentuknya : televisi, radio, surat kabar, majalah, film, buku dan pita,”(Onong, 2003 : 21)

Jadi komunikasi massa adalah proses menyebarkan pesan melalui salah satu media massa (Surat kabar, tabloid, majalah, buku-buku, radio dan televisi) kepada khalayak yang luas dan heterogen. Komunikasi melalui media massa memiliki kelebihan dibandingkan dengan komunikasi lainya, yaitu bisa menggatasi hambatan ruang dan waktu. Bahkan media massa mampu menyebarkan pesan hamper seketika pada waktu yang tak terbatas.

Ciri-ciri komunikasi masssa yaitu :


(22)

Media massa sebagai saluran komunikasi massa merupakan lembaga yaitu suatu institusi atau organisasi, maka komunikatornya melembaga( Instituonalized Communicator / Organized Comunicator). Komunikator pada komunikasi massa misalnya wartawan tabloid, karena media yang digunakan adalah suatu lembaga dalam menyebarluaskan pesan komunikasinya bertindak atas nama lembaga, sejalan dengan (policy) tabloid yang diwakilinya. Ia tidak mempunyai kebebasan individual, jadi kebebasan mengemukakan pandapat merupakan kebebasan yang terbatas.

2. Komunikan pada komunkasi massa bersifat heterogen.

Komunikan bersifat heterogen karena di dalam keberadaanya secara terpencar-pencar, dimana satu sama lainya tidak saling mengenal dan tidak memiliki kontak pribadi, masing-masing berbeda dalam berbagai hal antara lain jenis kelamin, usia , agama, idiologi, pekerjaan, pendidikan, pengalaman, kebudayaan , pandangan hidup, keinginan, cita-cita dan lain-lain. Hal itulah yang menjadi kesulitan dari komunikator dalam menyebarkan pesan melalui media massa untuk memuaskan keingginan dari komunikan. Satu-satunya cara untuk mendekati keinginan khalayak adalah mengelompokan mereka menurut jenis kelamin, usia, agama, pekerjaan, pendidikan, kebudayaan, hobby, dan lain-lain. Hamper semua tabloid, surat kabar, radio, televise, menyajikan acara atau rubric tertentu yang diperuntukan bagi anak-anak, remaja, dewasa, wanita dewasa, remaja putrid : pedagang, petani, ABRI, AU,: pemeluk agama islam, Kristen,


(23)

budha, hindu, dan lain- lain: para penggemar music, film, sastra, dan kelompok lainya.

3. Pesan pada komunikasi massa bersifat umum.

Pesanya bersifat umum karena ditujukan kepada umum dan menganai kepentingan umum. Media akan menyiarkan berita seorang mentri yang meresmikan proyek pembangunan tetapi tidak menyiarkan berita seorang menteri yang menyelenggarakan khitanan putranya. Perkecualian bagi seorang kepala Negara, media massa kadang memberikan prihal beliau merayakan ulang tahunnya, menikahkan putra- putrinya, hobby berburu, walaupun sebetulnya tidak ada hubungannya untuk kepentingan umum.

4. Komunikasi massa berlangsung satu arah.

Ini berarti bahwa tidak terdapat arus balik dari komunikan kepada komunikator. Wartawan sebagai komunikator tidak mengetahui tanggapan pembacanya terhadap pesan atau berita yang disiarkan. Yang dimaksud dengan tidak mengetahui adalah tidak menggetahui pada waktu prose situ berlangsung. Mungkin saja komunikator mengetahui juga, misalnya melalu rubric suara pembaca atau suara pendengar yang biasanya terdapat ditabloid, surat kabar maupun radio. Tetapi semua itu terjadi setelah komunikasi dilancarkan oleh komunikator, sehingga komunikator tidak bisa memperbaiki gaya komunikasi yang biasa terjadi seperti komunikasi tatap muka. Untuk menghindari hal tersebut, maka komunikator harus


(24)

melakukan perencanaan dan persiapan sedemikian rupa sehingga pesan yang disampaikan kepada komunikan haruslah komunikatif.

5. Media komunikasi massa menimbulkan keserempakan.

Hal ini merupakan cirri hakiki dimusik dengan media komnikasinya yang lain. Poster dam papa pengumuman adalah media komunikasi tetapi bukan media komunikasi massa karena tidak menggandung cirri keserempakan. Pesan yang disampaikan secara serempak bisa diterima oleh khalayak.(Efendy, 2001 : 25)

2.2. Jurnalistik, Pers, dan Berita 2.2.1. Jurnalistik

Jurnalistik atau jounarlisme berasal dari kata journal, artinya catatan harian, atau catatan mengenai kejadian sehari-hari, atau juga bisa berarti surat kabar, journal berasal dari perkataan latin diurmalis, artinya harian atau tiap hari. Dari pperkataan itu lahir kata jurnalis, yaitu orang yang melakukan pekerjaan jurnalistik.

Jurnalisme adalah kegiatan menghimpun berita, mencari fakta , dan melaporkan peristiwa. (hikmat dan purnama, 2005 : 15). Menurut Adinego, seorang toko pers yang menjadi ikon dikalangan para wartawan bahwa jurnalistik adalah kepandaian menggarang untuk mamberi kabar kepada masyarakat dengan selekas lekasnya agar tersiar seluas-luasnya.


(25)

Definisi jurnalistik menurut ilmu komunikasi adalah suatu bentuk komunkasi yang menyiarkan berita atau ulasan berita tentang sehari hari yang umum dan actual dengan secapt-cepatnya.

Menurut Roland E. Woleseley dan Laurence R. Campbell, 1994 dalam exploring journalism, mendefinisikan jurnalistik adalah tindakan diseminasi informasi.opini, dan hiburan untuk orang ramai (publik) yang sistematik dan dapat dipercaya kebenaranya melaului media komunikasi massa modern. (Askurifai, 2006 : 48)

Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa jurnalistik adalah proses penulisan dan penyebarluasan informasi berupa berita, feature, dan opini melalui media massa.

2.2.2. Pers

Kata pers berasal dari kata belanda, pers yang artinya menekan atau mengepres. Kata pers merupakan padanan dari kata press dalam baha inggris yang juga berarti menekan atau mengepres. Secara harfiah kata pers atau press mengacu pada pengertian komunkasi yang dilakukan dengan perantara barang cetak. Namun, sekarang kata pers atau press ini digunakan untuk merujuk semua kegiatan jurnalistik, terutama kegiatan yang berhubungan dengan menghimpun berita, baik oleh wartawan media elektronik maupun oleh wartawan media cetak.


(26)

Harian jawa pos dapat dikategorikan sebagai pers karena fungsinya menyiarkan berita, salah satu media komunikasi massa yang bersifat umum, terbi setiap hari sekali dlengkapi dengan alat-alat sendiri.

Definifi pers alam arti sempit, yaitu menyangkut kegiatan komunkasi yang hanya dilakukan dengan perantara barang cetakan. Sedangkan pers dalam arti kaa luas yaitu menyangkut kegiatan komunkasi baik yang dilakukan dengan media cetak maupun media elektronik seperti radio, televise, maupun internet. (Hikmat dan Purnama, 2005 :17)

Menurut Leksikon (Djuroto, 2000 :91) pers adalah :

1. Usaha percatakan atau penerbitan

2. Usaha pengumpulan dan penyiaran berita

3. Penyiaran berita melalui surat kabar, tabloid, radio dan televisi.

4. Orang-orang yang bergerak dalam penyiaran berita.

5. Medium penyiaran berita yakni surat kabar, tabloid, radio dan televise

Sedangkan tujuan media massa dalam masyarakat menurut McQuail (1991 :70) adalah :

1. Informasi yaitu menydiakan informasi tentang peristiwa dan kondisi dalam masyarakat dan dunia.

2. Korelasi yakni menjelaskan, menafsirkan, mengomentari makna peristiwa dan informasi.


(27)

3. Kesinambungan yaitu mengekspresikan budaya dominan dan mengakui kebudayaan khusus serta perkembangan budaya baru.

4. Hiburan yaitu dengan menyediakan hiburan, pengalihan perhatian dan saran relaksasi.

5. Mobilisasi adalah mengkampanyekan tujuan masyarakat dalam bidang politik, perang, pembangunan ekonomi, pekerjaan dalam bidang agama

Fungsi utama pers, antara lain :

1. Informatif

Pers berfungsi memberikan informasi atau berita kepada khalayak ramai dengan cara yang teratur. Pers menghimpun berita yang dianggap berguna dan penting bagi ornag banyak dan kemudian menuliskannya dalam kata kata.

2. Menghibur

Para wartawan menuturkan kisah-kisah dunia dengan hidup dan menarik. Mereka menceritakan kisah lucu untuk diketahui meskipun kisah itu tidak terlalu penting.

3. Control

Pers mempunyai peran control social di masyarakat antara lain masuk kebalik panggung kejadian untuk menyelidiki pekerjaan pemerintah atau


(28)

perusahaan. Pers harus memberitakan apa yang berjalan baik atau tidak berjalan baik.

4.Regeneratif

Pers membantu menyampaikan warisan social kepada generasi baru agar terjadi proses regenerasi dari angkatan yang sudah tua kepada angkatan yang lebih muda.

5.Interpretatif dan direktif

Pers memberikan interpretasi dan bimbingan. Pers menceritakan kepada masyarakat tentang arti suatukejadian.

6.Ekonomi

Pers juga berfungsi melayani system ekonomi melalui iklan. Melalui iklan, penawaran akan berjalan dari tangan ke tangan dan barang produksi pun dapat dijual.

7.Swadaya

Pers mempunyai kewajiban untuk memupuk kemampuanya sendiri agar ia dapat membebaskan dirinya dari pengaruh-pengaruh serta tekanan dalam bidang keuangan. (Hikmat dan Purnama, 2005 : 27)

Setiap media memiliki karakteristik sendiri yang membedakanya dengan media lain. Dari karakteristik itulah lahir cirri-ciri spesifik pers yang sekaligus menjadi identitas dirinya, antara lain :


(29)

a. Periodesitas

Pers harus terbit secara teratur, priodik, misalnya setiap hari, seminggu sekali, stu bulan sekali, atau tiga bulan sekali. Pers yang tidak terbit secara periodic, biasanya sedang menghadapi masalah manajemen sehingga tidak bisa terbit pada waktunya.

b. Publisitas

Pers ditujukan kepada khalayak sasaran umum yang sangat heterogen, baik secara geografis maupun psikologis. Maka pers harus mengemas setiap pesanya menggunakan bahasa jurnalistik yang cirinya antara lain adalah sederhana, menarik, singkat, jelas, lugas, jernih, menggutamakan kalimat aktif dan sejauh mungkin menghindari penggunaan kata atau istila-istilah teknik.

c. Aktualitas

Informasi apapun yang disjikan media pers harus mengandung unsure kebaruan, menunjuk kepada peristiwa yang benar-benar baru terjadi atau sedang terjadi. Secara estimologi, aktualitas menggandung arti kini dan keadaan sebenarnya. Secara teknis jurnalistik, aktualitas menggandung tiga dimensi : kalender, waktu, masalah.

Aktualitas kelender, berarti merujuk kepada berbagai kegiatan yang sudah tercantum atau terjadwal dalam kalender. Sedangkan aktualitas waktu berkaitan dengan peristiwa yang baru terjadi, sedang terjadi, atau


(30)

sesaat lagi akan terjadi. Sementara aktualitas masalah berhubungan dengan peristiwa nyang dilihat dari topiknya, sifatnya, dimensinya dan dampaknya, serta karakteristiknya.

d. Universalitas

Berkaitan dengan kesemestaan pers dilihat dari sumbernya dan keanekaragaman materi isinya. Dilihat dari sumbernya, berbagai peristiwa yang dilaporkan pers berasal dari empat penjuru mata angin. Dari utara, selatan, bart, timur. Dilihat dari materi isinya, sajian pers terdiri atas aneka macam yang mencakup tiga kelompok besar, yakni kelompok berita (news), kelompok opini (views), dan kelompok iklan (advertising). Betapapun demikian, karena keterbatasan halaman, isi media pers harus tetap selektif dan focus.

e. Objektivitas

Objektifitas merupakan nilai etika dan moral yang harus dipegang teguh oleh surat kabar dalam menjalankan profesi jurnalistiknya. Setiap berita yang disuguhkan harus dapat dipercaya dan menarik perhatian pembaca, tidak menggangu perasaan dan pendapat mereka. Surat kabar yang baik harus dapat menyajikan hal-hal yang factual apa adanya, sehngga kebenaran isi berita yang disampaikan tidak menimbulkan tanda Tanya (Sumadiran, 2005, 38)


(31)

2.2.3. Berita

Mitchen V. charnley dalam bukunya Reporting edisi III menyebutkan : “ berita adalah laporan yang tepat waktu menggenai fakta atau opini yang memiliki daya tarik atau hal penting atau kedua-duanya bagi masyarakat luas” (Deddy, 2005 :21)

Djuroto dalam bukuny Manajeman Penerbitan Per mendefinisikan berita adalah sesuatu yang termasa (baru) yang dipilih oleh wartawan untuk dimuat dalam surat kabar. Karena itu, ia dapat menarik atau mempunyai makna dan dapat menarik minat bagi pembaca surat kabar tersebut. (2000: 48)

Berita menurut McQuail merupakan sesuatu yang bersifat metafisika da sukar dijawab kembali dalam kaitanya dengan intitusi dan kata putus meraka yang bersifat rasa dan sulit diraba karena kehalusanya. Berita bukanlah cermin kondisi social, tetapi laporan tentang salah satu aspek yang telah menonjolkannya sendiri.

Lebih lanjut McQuail menjelaskan bahwa berita memiliki cirri-ciri tertentu yaitu :

1. Berita tepat pada waktunya, tentang suatu peristiwa yang paling akhir atau berulang

2. Berita tidak sistematis, berita berurusan dengan berbagai peristiwa dan kejadian berlainan dan dunia dipandang melalui berita itu snediri terjadi atas berbagai kejadian yang tidak bertalain, yang bukan merupakan tugas pokok berita yang menafsirkanya.


(32)

3. Berita dapat sirna, berita hanya hidup pada saat terjadinya peristiwa itu serta bagi keperluan dokumentasi dan sumber acuan dikemudian hari dan bentuk informasi lain akan menggantiakan berita.

4. Semua peristiwa yang dilakukan sebagai berita seyogyanya bersifat luar biasa atau palain sedikit tidak terduga, sebagai syarat yang lebih penting daripada signifikansi nyata berita itu sendiri.

5. Disamping ketidakterdugan, peristiwa berita dicirikan oleh nilai berita lainya yang relative dan melibatkan kata putus tentang minat audiens.

6. Berita terutama bagi orientasi dan arahan perhatian, bukan pengganti penggetahuan

7. Berita dapat diperkirakan.

Menurut Sumandiria (2005:91) bahwa dalam suatu berita, nilai berita tidak berdiri sendiri namun merupakan gabunggan dari beberapa nilai. Nilai berita dikategorikan dalam bebrapa bagian yaitu :

1. Kebaruan (Newness)

Semua kejadian apa saja yang terbaru, semua hal yang baru, apapun namanya , pasti memiliki nilai berita, seperti sepeda motor baru, mobil baru, bupati baru, gubernur baru hingga presiden baru.


(33)

Suatu peristiwa yang berdampak luas. Suatu peristiwa tidak jarang menimbulkan dampak besar dalam kehidupan, seperti kenaikan harga bahan bakar minyak, bahan pokok, tarif angkutan umum, tarif telepon, tarif dasar listrik. Bagaimanapun peristiwa tersebut sangat berpenggaruh terhadap anggaran keunaggan semua lapisan masyarakat. Semakin besar dampak social budaya ekonomi atau politik yang ditimbulkannya, maka semakin besar nila yang dikandung.

3. Keluarbiasaan (Unusualness)

Suatu peristiwa yang luar basa, seperti yang dikatakan Lord Nnorthchliffe, pujangga dan editor di inggris abad 18, bahwa apabila orang di gigit anjing maka itu bukanlah berita, tetapi sebaliknya apabila orang menggigit anjing, maka itu berita.

4. Kedekatan (Proximity)

Suatu peristiwa yang ada kedekatanya dengan seseorang, baik secara goegrafis maupun psikologis.

5. Actual (Timeliness)

Peristiwa yang sedang terjadi atau baru terjadi. Secara sederhana actual berarti menunjuk pada peristiwa yang barau atau yang sedang terjadi. Sesuai dengan definisi jurnalistik, media massa haruslah memuat atau menyaiarkan berita berita yang dibutuhkan oleh masyarakat.


(34)

Suatu peristiwa atau kejadian yang menggandung pertentangan antara seseorang masyarakat atau lembaga. Konflik atau pertentangan, merupakan sumber berita yang tak pernah kering dan tak akan pernah habis.

7. Informasi (Information)

Menurut Wilbur Scramm, informasi adalah segala yang bisa menghilangkan ketidakpastian. Informasi yang disampaiakan harus memiliki nilai berita atau member banyak manfaat untuk khalayak.

8. Orang Penting (PublikFigure)

Informasi tentang orang-orang penting, orang ternama, selebriti, figure public juga bisa menjadi berita.

9. Kejutan (Surprising)

Kejutan adalah sesuatu yang datangnya tiba-tiba, diluar, dugaan, tidak direncanakan, diluar perhitungan, tidak diketahui sebelumnya. Kejutan bisa menujukan pada ucapan dan perbuatan manusia. Bisa juga menyangakut binatang dan perubahan yang terjadi pada lingkungan alam dan benda-benda mati.


(35)

Unsure manusiawi bisa menjadi daya tarik bagi pembaca karena menyangkut segi-segi kehidupan, juga menimbulkan getaran pada suasan hati, suasana kejiwaan dan alam perasaan.

11.Seks (sex)

Seks adalah berita, sepanjang sejarah peradaban manusia, segala hal yang berkaitan dengan perempuan, pasti menarik dan menjadi sumber berita. Seks memang identik dengan permpuan. Segala macam berita tentang permpuan, tentang seks, selalu banyak peminatnya.

Dalam menulis berita harus lengkap, dikorelasikan dengan rumusan penulisan berita yaitu : 5W+1H

Dimana:

- Who (siapa) : siapa yang terlibat dalam peristiwa itu?

- What (apa) : peristiwa apa yang sedang terjadi ?

- Where (dimana) : dimana terjadi peristiwa itu ?

- When (kapan) : kapan terjadinya peristiwa itu ?

- Why (mengapa) : menggapa peristiwa itu terjadi ?

- How (bagaimana) bagaimana terjadinya ?

Sedangkan dalam bentuk beritanya menggunakan bentuk Piramida Terbalaik. Bentuk berita Piramida Terbalik digunakan digunakan karena untuk


(36)

menarik perhatian pembaca, lebih praktis, dan efisien waktu. Selain itu, juga memudahkan pembaca dalam menikmati berita yang disajikan kepadanya (pembaca).

Penggunaan bentuk berita piramida Trebalik adalah dengan menjelaskan berita-berita sangat penting dan baru diikuti hal-hal yang dianggap kurang penting. Susunan Piramida Terbalik, penonjolan nilai penting akan dituangkan dalam penulisan lead, yaitu bagian awal suatu berita (kepala berita), biasnay terletak pada elenia pertama sampai kedua. (Askurifai, 2006 :84)

Gambar2.1. Piramida Terbalik

2.3.Objektifitas

Objektifitas merupakan etika dan moral yang harus dipegang teguh oleh media dalam menjalankan profesi jurnalistik. Di dalam kode etik pasal 3

HEADELINEE/EJUDULEBERITA LEADE

BRIDGEE

BODYE


(37)

disebutkan bahwa wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan azas praduga tak bersalah.

Dari ketentuan tersebut dapat debrikan tafsiran sebagai berikut :

a. Menguji informasi, berani melakukan cek dan ricek tentang kebenaran informasi.

b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional.

c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretative, yaitu pendapat uang berupa interpretasi wartawan atas fakta.

d. Azaz praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.

Pers senantiasa dituntut untuk mengembangkan pemberitaan yang obyektif. James boylan, pendiri Columbia Jurnalism Revieew menggatakan, objektifitas secara bertahap semakin dimenggerti hanya sebagai gaya penulisan berita impersonal yang berimbang, melainkan juga mewakili tuntutan jurnalisme yang lebih luas bagi posisinya did lam masyarakat, yakni sebagai pihak ketiga yang tidak memihak, pihak yang berbicara demi kepentingan umum. Objektifitas adalah metode yang dipakai untuk menghadirkan suatu gambaran dunia yang sedapat mungkin jujur dan cermat di dalam batas-batas praktek jurnalistik. (William dan Clevev, 1994: 105)


(38)

McQuail menjelaskan bahwa prinsip obektifitas memiliki fungsi yang tidak boleh dianggap remeh, terutama dalam kaitan kualitas informasi, secara singkat ia menyatakan objektifitas diperlukan untuk mempertahankan kredibilitas.(1991:128)

Komponen utama objektifitas berita menurut J. Westerstahl, ahli ilmu pengetahuan Swedia digambarkan pada skema di bawah ini :

Gambar 2.2. Komponen utama objektifitas berita J. Westerstahl

Dalam skema tersebut, kefaktualan dikaitkan dengan bentuk penyajian laporan tentang peristiwa atau pernyataan yang dapat dicek kebenarannya pada sumber dan disajikan tanpa komentar. Imparsialitas dihubungkan dengan sikap netral wartawan, suatu sikap yang menjauhkan setiap penilaian pribadi dan subyektif demi pencapaian sasaran yang diinginkan. Kefaktualan ditentukan oleh beberapa criteria kebenaran, antara lain ke4utuhan laporan, ketepatan yang ditopang oleh pertimbangan independen, dan tidak adanya keinginan untuk menyalaharahkan atau menekan semua itu menunjang kualitas informasi.

Kebenaran Relevansi Keseimbangan Netralitas

Kefaktualan Imparsialitas


(39)

Relevansi lebih sulit ditentukan dan dicapai secara objektif. Namun demikian pada dasarnya relevansisama pentingnya dengan kebenaran dan berkenaan dengan proses seleksi. Proses seleksi dilakukan menurut prinsip, kegunaan yang jelas, demi kepentingan calin pnerima dan masyarakat. (McQuail, 1994:130)

Fakta yang disajikan hendaknya tidak berpihak pada kelompok tertntu atau netral. Sikap netral ditunjukkan media pers dengan tidak berpihak pada sisi manapun dari apa yang ditulis. Dengan kata lain dapat dilihat dari berita yang mendukung, memojokkan salah satu pihak, atau tidak bersikap apapun.

` objektifitas berita merupakan suatu keadaan berita yang disajikan secara utuh dan tidak bersifat memihak salah satu sumber berita, dan bertujuan untuk memberikan informasi dan pengetahuan kepada khalayak (Rakhmad, 1991 : 42). Setiap berita disajikan dalam suatu surat kabar atau majalah harus memenuhi unsure objektifitas. Objektifitas berita merupakan hal yang sangat penting dalam penyajian suatu berita. Penyajian berita yang tidak memnuhi unsure objektifitas dapat menimbulkan banyak ketidakseimbangan artinya bahwa berita hanya disajikan hanya berdasarkan informasi pada sumber berita yang kurang lengkap dan cenderung sepihak.

Objektifitas dalam penyajian suatu berita harus memnuhi beberapa unsure objektifitas yang diantaranya adalah tidak memihak, transparan, sumber berita yang jelas, tidak ada tujuan atau misi tertentu. Dilihat dari beberapa unsure objektifitas ini, banyak sekali berita yang disajikan kurang memenuhi unsure


(40)

objektifitas. Suatu berita yang akan disajikan secara objektif hanya akan menguntungkan salah satu pihak dan merugikan pihak lain.

Janes seorang redaktur dan pendiri Columbia journalism Review, menggambarkan objektifitas bukan hanya sebagai gaya penulisan berita impersonal “yang berimbang’ melainkan juga mewakili tuntutan jurnalisme yang lebih luas posisinya di dalam masyarakat, yakni sebagai pihak ketiga yang tidak memihak, pihak yang berbicara demi kepentingan umum. Bagaimanapun objektifitas dalam arti luas ataupun dalam sempit merupakan sarana bagi sebuah tujuan. Objektifitas adalah suatu metode yang dipakai untuk menghadirkan suatu gambaran dunia yang sedapat mungkin jujur, cermat dalam batas-batas prektek jurnalisme (Rivers dan Nathews, 1994: 104)

Indikasi objektifitas pemberitaan pers menurut Rahmah Ida, Ph.D, adalah: (Krisyantono,2006: 247)

A.Faktual

Untuk mrenilai faktual atau tidaknya, nilai factual ini dapat dilihat dari dua aspek berikut ini:

1. Akurasi

Akurasi pemberitaan yaitu kejujuran dalam pemberitaan, menunjukkan ketepatan dalam menyajikan suatu pemberitaan. Akurasi ini dilihat dari dua kategori :

a. Kesesuaian judul dengan isi berita. Ini menyangkut aspek relevansi, yaitu kalimat judul utama (bukan subjudul) merupakan bagian dari kalimat yang


(41)

sama pada isi berita atau kutipan yang jelas-jelas ada dalam isi berita. Dengan demikian ada dua kategori, yaitu :

1)Sesuai, yaitu bila judul berita merupakan bagian dari kalimat yang sama pada isi berita atau kutipan yang jelas-jelas ada pada berita.

2)Tidak sesuai, bila judul berita bukan merupakan bagian dari kalimat yang sama pada isi berita atau bukan bagian dari kutipan yang jelas-jelas nada pasa isi berita.

a. Pencantuman waktu terjadinya peliputan yang dilakukan wartawan saat menggali informasi. Hal ini sangat penting dalam menunjang akurasi suatu pemberitaan. Ini untuk melihat akurasi fakta atau opini. Dengan demikian ada dua kategori, yaitu :

1)Mencantumkan waktu, yaitubila berita mencantumkan waktu, tanggal, kata-kata atau pernyataan tentang waktu atau keduanya.

2)Tidak mencantumkan waktu, yaitu bila berita tidak mencantumkan waktu, tanggal, kata-kata atau pernyataan tentang waktu atau keduanya.

2. Validitas

Validitas ini dilihat dari dua hal, diantaranya adalah :

a. Atribusi, pencantuman sumber berita secara jelas (baik identitas maupun dalam upaya konfirmasi atau cek dan ricek). Ada dua kategori, yaitu :

1)Sumber berita jelas, apabila dalam berita dicantumkan identitas sumber berita, seperti : nama, pekerjaan atau sesuatu yang memungkinkan untuk dikonfirmasi.


(42)

2)Sumber berita tidak jelas, apabila dalam berita tidak dicantumkan identitas sumber berita, seperti : nama, pekerjaan atau sesuatu yang memungkinkan untuk dikonfirmasi.

b. Kompetensi pihak yang dijadikan sumber berita, apakah berasal dari sumber berita yang menguasai persoalan atau hanya sekedar kedekatannya dengan media yang bersangkutanatau karena jabatannya. Berita dikatakan valid apabila berasal dari pelaku langsung atau sumber berita yang berkompeten. Ada dua kategori, yaitu :

1)Pelaku langsung atau sumber yang berkompeten, bila peristiwa yang diberitakan merupakan hasil wawancara wartawan dengan sumber berita yang mengalami langsung peristiwa tersebut (pelaku langsung interaksi social) atau sumber berita yang berkompeten untuk memberikan keterangan, misalnya : saksi mata, pelaku, korban, keluarga pelaku, keluarga korban. 2)Bukan pelaku langsung, bila peristiwa yang diberitakan merupakan hasil

wawancara wartawan dengan sumber berita yang tidak mengetahui dengan pasti peristiwa tersebut atau tidak mengalami langsung peristiwa tersebut serta tidak berkompeten dalam memberikan informasi lalu menjadi sumber berita, misalnya : petugas humas, juru bicara, masyarakat yang tidak berada di lokasi.

B.Imparsialitas

Dimensi imparsialitas terdiri dari aspek: a. Keseimbangan (Fairnes)


(43)

Keseimbangan dalam penyajian bentuk penulisan berita dikaitkan dengan sumber berita yang digunakan. Menyajikan dua atau lebih gagasan atau pihak-pihak yang berlawanan secara bersamaan (dalam topic bahasan berita yang sama). Dilihat dengan pemunculan dua pihak yang berlawanan atau porsi dari sumber berita yang digunakan dapat memperlihatkan keseimbangan yang disajikan, yaitu :

1)Seimbang, apabila masing-masing pihak yang diberitakan diberi porsi yang sama sebagai sumber berita, dilihat dari jumlah sumber beritanya.

2)Tidak seimbang, apabila pihak-pihak yang berkepentingan tidak diberi porsi yang sama sebagai sumber berita, dilihat dari jumlah sumber beritanya. b. Netralitas

Netralitas ini dilihat dari beberapa hal, antara lain :

a) Ada tidaknya pencampuran antara fakta dan opini. Dalam hal ini dikatakan berita terdapat pencampuran antara fakta dan opini apabila dalam pemberitaan terdapat kata opinionative, seperti : tampaknya, diperkirakan, seakan-akan, terkesan, seolah, agaknya, dan kata-kata opinionative lainnya. b)Dramatis, adalah penyajian fakta secara tidak proporsional sehingga

menimbulkan kesan berlebihan (simpati, senang, jengkel, ngeri, antipati, dan sebagainya). Ada dua kategori, yaitu :

1. Berita mengalami dramatisasi apabila dalam pemberitaan terdapat kata yang mampu memunculkan kesan berlenbihan.

2. Berita tidak mengalami dramatisasi apabila dalam pemberitaan tidak terdapat kata yang mampu memunculkan kesan berlenbihan.


(44)

c) Penghakiman, adanya penyajian fakta yang disertai oleh penghakiman wartawan terhadap pihak tertentu yang terlibat dalam sengketa.

Objektifitas dalam penyajian suatu berita harus memenuhi beberapa unsur, diantaranya adalah tidak memihak, transparan, sumber berita yang jelas, tidak ada tujuan atau misi tertentu. Dilihat dari bebrapa unsure objektifitas ini, banyak sekali berita yang disajikan kurang memenuhi unsure objektifitas. Suatu berita yang tidak disajikan secara objektif hanya akan menguntungkan salah satu pihak dan merugikan pihak lain.

2.4. Teori Media Politik-Ekonomi

Teori media politik-ekonomi merupakan nama yang dihidupkan kembali untuk digunakan dalam menyebutkan sebuah pendekatan yang memusatkan perhatian lebih banyak pada struktur ekonomi dari pada muatan (isi) idiologis media. Teori ini mengemukakan ketergantungan ideologi pada kekuatan ekonomi dan menggarahkan perhatian penelitian pada analisis empiris terhadap struktur pemilikan dan mekanisme kerja kekuatan pasar media. Menurut tinjauan ini, institusi media harus dinilai sebagai bagian dari sistem ekonomi yang juga bertalian erat dengan sistem politik. Kualitas pengetahuan tentang masyarakat,


(45)

yang diproduksi oleh media untuk masyarakat, sebagian besar dapat ditentukan oleh nilai tukar berbagai ragam isi dalam kondisi yang memaksakan perluasan pasar, dan juga ditentukan oleh kepentingan ekonomi para pemilik dan penentu kebijakan. Berbagai kepentingan tersebut berkaitan dangan kebutuhan untuk memperoleh keuntungan dari hasil kerja media dan juga dengan keinginan bidang usaha lainya untuk memperoleh keuntungan, sebagai akibat dari adanya kecenderungan monopolistis dan proses integrasi, baik secara vertical maupun horizontal (sebagaimana halnya menyangkut minyak, kertas, telekomunikasi, waktu luang, kepariwisataan, dan lain sebagainya).

Konsekuensi keadaan seperti itu tampak dalam wujud berkurangnya jumlah sumber media independen, terciptanya konsentrasi pada pasar besar, munculnya sikap masa bodoh terhadap calon khalayak pada sector kecil. Menurut Murdock dan Golding (1977, halaman 37), efek kekuatan ekonomi tidak berlangsung secara acak, tetapi terus-menerus:

Mengabaikan suara kelompok yang tidak memiliki kekuasaan ekonomi dan sumber daya. Pertimbangan untung-rugi diwujudkan secara sistematis dengan memantapkan kedudukan kelompok-kelompok yang sudah mapan dalam pasar media massa besar dan mematikan kelompok-kelompok yang tidak memiliki modal dasar yang diperlukan untuk mampu bergerak. Oleh karena itu, pendapat yang dapat diterima kebanyakan berasal dari kelompok yang cenderung tidak melancarkan keritik terhadap distribusi kekayaan dan kekuasaan yang berlangsung. Sebaliknya, mereka yang cenderung menantang kondisi semacam itu tidak dapat mempublikasikan ketidakpuasan atau ketidaksetujuan mereka karena mereka tidak mampu menguasai sumber daya yang diperlukan untuk menciptakan komunikasi efektif terhadap khalayak luas.

Artinya media akan mengabaikan suara kelompok-kelompok yang yang tidak memiliki kekuasaan ekonomi dan sumber daya di sebuah media, terlebih suara tersebut adalah yang melancarkan sebuah keritik. Kekuatan utama pendekatan tersebut terletak pada kemampuanya dalam menyodorkan gagasan yang dapat dibuktikan


(46)

secara empiris, yakni gagasan menyangkut kondisi pasar. Meskipun demikian, hal tersebut sangat kompleks sehingga pembuktian empiris bukanlah sesuatu yang mudah dilaksanakan. Salah satu pendekatan politik-ekonomi ialah unsure-unsur media yang berada dalam control public tidak begitu mudah dijelaskan dalam pengertian mekanisme kerja pasar bebas. Walaupun pendekatan ini memusatkan (isi), namun pendekatan ini kemudian melahirkan ragam pendekatan baru yang menarik, yakni ragam pendekatan yang menyebutkan bahwa media mengarahkan perhatian khalayak ke pemasang iklan dan membentuk prilaku public media sampai pada batas-batas tertentu (smythe,1977).

Meskipun Marxisme merupakan sumber inspirasi utama bagi analisis politik-ekonomi, namun paham ini tidak memonopoli analisis kritik terhadap struktur dan ekonomi media, alat pendekatan yang banyak tersedia ragamnya dalam sosiologi, ilmu politik dan ekonomi.

2.4. Konsep Penyajian Berita

Berita yang menarik harus mempunyai konsep yang baik dalam penyajian. Konsep berita pada pokoknya dibagi menjadi 4 unsur yaitu:

a. Gambar / foto

Mutu suatu surat kabar dalam penyajiannya seringkali terdapat gambar atau foto untuk memperjelas suatu peristiwa yang diberitakan.


(47)

Oleh karena, untuk lebih menariknya maka sutu surat kabar perlu memperhatikan penempatan gambar dan foto. Untuk menempatkan gambar dan foto ini perlu diperhatikan readershipnya, yaitu penempatan foto-foto berita yang serasi dengan selera dan kepentingan masyarakat. Penempatan foto dan gambar dalam suatu tabloid atau surat kabar sangat penting karena:

1. Foto atau gambar merupakan unsure berita pertama yang menagkap mata pembaca. Woodburn (1974) menjelaskan bahwa foto-foto dalam surat kabar menyetop pembaca dan bahwa tingkat readership foto adalah tingkat dimusik atau penyanyiingkan dengan unsure surat kabar lainya.

2. Foto dalam suatu tabloid atau surat kabar dapat digunakan dalam berkomunikasi dengan pembaca yang mempunyai latar belakang yang beraneka ragam, tidak lain dan tidak bukan karena foto merupakn bahasa universal. Rothstein (1970) menjelaskan bahwa gambar dan fotografi berbicara langsung dengan jiwa kita dan mengungguli rintangan-rintangan bahasa dan nasionalitas.

Selanjutnya Deutschmann, Fosdick dan Trayes menjelaskan bahwa ketegori-kategori dalam penyajian foto adalah sebagai berikut:

1. Berita-berita keras


(48)

Gambar-gambar ini berhubungan dengan maslah-masalah atau kegiatan-kegiatan angkatan bersenjata nasional dan pertahanan Negara, gambar resmi kegiatan para duta besar dan pejabat diplomatic dan sebagainya.

b) Pertikaian social dan politik

Kategori ini berkaitan dengan masalah kejahatan dan moral masyarakay trutama sekali yang berkaitan dengan pelanggaran dan penegakan hokum. Gambar-gambar tentang kenakalan remaja, perbuatan criminal juga termasuk dalam kategori ini

c) Bencana-bencana

Kategori ini terdiri dari gambaran-gambaran yang berkaitan dengan kecelakaan dan bencana alam seperti banjir, tanah longsor, wabah penyakit dan sebagainya.

d) Lain-lain berita keras

Dalam kategori ini termasuk gambar-gambar tentang politik, pemeritah, agama, ekonomi, ilmu pengetahuan dan sebagainya.

2. Berita lunak


(49)

Gambar-gambar tentang kegiatan olah raga professional dan non professional dua juga gambar tentang pelatihan suatu kegiatan olah raga serta tokoh-tokoh atau atlet-etlet olah raga.

b) Peristiwa social

Gamabar-gambar mengenai pengumpulan dana, tokoh masyarakat, pesta amal, pameran mode pakaian termasuk di dalamnya tokoh-tokoh yang terlibat di dalamnya.

c) Human interest

Gambar-gambar yang termasuk dalam kategori ini seperti gambar-gambar yang berhubungan dengan aspek emosional dalam kehidupan. Gambar-gambar tersebut dapat berupa kekhasan berita kecil tentang orang yang biasanya dimaksudkan sebagai kepentingan yang tahan lebih lama daripada berita-beritanya sendiri akan tetapi tidak ditrbitkan pada tanggal-tanggal tertentu.

d) Music

Gambar-gambar yang termasuk dalam kategori ini seperti gambar-gambar yang berhubungan dengan kegiatan music suatu group music atau penyanyi.


(50)

Setelah kita menentukan headline dan lead dari suatu naskah berita, berikutnya kita jumpai apa yang disebut dengan body berita. Pada bagian ini kita jumpai semua keterangan secara rinci dan dapat melengkapi serta memperjelas barita atau fakta yang disuguhkan dalam lead. Rincian keterangan keterangan yand dimaksud adalah hal-hal yang belum terungkap pada leadnya. Karena itu bagian body ini sering disebut dengan sisa berita. Dengan demikian keterangan-keterangan itu disajikan dalam bentuk uraian cerita dengan menggunakan gaya penyajian yang bisa memikat para pembaca. Suhandang (2004: 131) menjelaskan untuk menarik pembaca terdapat kiat-kiat yang disebut dengan bentuk berita sebagai berikut:

1. Berbentuk piramida

Body berita yang dimaksud dalam bentuk untaian cerita yang dimulai dengan hal-hal yang kurang penting, kemudian meningkat menjadi hal-hal yang lebih penting dan diakhiri dengan hal yang terpenting atau klimaks dari suatu peristiwa.

2. Berbentuk kronologis

Runtutan peristiwa yang diberitakan. Seluruh naskah berita dibangun dengan diawali dengan paparan dari permulaan peristiwa dan dikembangkan sesuai dengan jalanya peristiwa itu


(51)

3. Berbentuk piramida terbalik

Body berita ini menyajiakan bentuk berita yang terbalaik dengan bentuk pertama. Bentuk body yang dimaksud dibangun dengan mendahulukan hal yang sangat penting (klimaks) dari peristiwa. Selanjutnya diiuti oleh hal-hal yang penting dan diakhiri oleh hal-hal-hal-hal yang kurang atau tidak penting.

4. Berbentuk blok paragraph

Dalam bentuk body berita ini semua bagian dari peristiwa yang diberitakannya diungkapkan sama pentingnya. Jadi tidak urut berdasarkan derajat kepentingan maupun kronologisnya, melainkan didasarkan pada apa yang teringat pada benak penulis atau sesuai dengan terkaitnya masalah masalah berikut dengan masalah yang lebih dulu dikemukakan. Masing-masing masalah dikemukakan dalam alenia tersendiri, sehingga tampak seolah-olah masing-masing alenia tidak ada hubungannya dengan alenia berikutnya, padahal semua alenia merupakan masalah-masalah yang terlibat dalam peristiwa yang diberitakan. Konstruksi tuturnya tidak menunjukan informasi yang dipertajam atau diutamakan. Namun masing-masing informasi yang disajikan dianggap bernilai sama dena berhak diketahui oleh khalayak. Semua tuturanya yang terdiri atas alenia-alenia itu merupakan satu kesatuan cerita dari semua peristiwa yang diberitakannya.


(52)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional dan Pengukurannya

Definisi operasional merupakan suatu konsep pengukuran variable-variabel penelitian. Pengukuran variable-variable-variabel penelitian dapat dijelaskan dengan menggunakan indicator-indikator variable penelitian. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan data kuantitatif. Penelitian menggunakan tipe penelitian deskriptif untuk menjelaskan dan menggambarkan kondisi obyek penelitian yang selanjutnya ditarik kesimpulan sebagai suatu cirri dari gambaran tentang kondisi obyek penelitian (Krisyantono, 2006:60). Jenis penelitian deskriptif bertujuan membuat deskripsi penelitian yang sistematis, melukis fakta atau karakteristik populasi tertentu atau bidang tertentu secara factual dan cermat (Krisyantono, 2006:69)

Dalam pokok penelitian difokuskan pada objektifitas pemberitaan bonek yang melakukan laga tanding pada 23 januari yang dimuat surat kabar Jawa Pos pada edisi 24 januari sampai 30 januari Untuk lebih jelasnya pengukuran dan variable penelitian adalah sebagai berikut:

1. Objektivitas berita

Objektifitas berita merupakan suatu keadaan berita yang disajikan secara utuh dan tidak bersifat memihak salah satu sumber berita, dan bertujuan untuk


(53)

memberikan informasi dan pengetahuan kepada khalayak. Objektifitas berita ini diukur berdasarkan indicator sebagai berikut:

C.Faktual

Untuk mrenilai faktual atau tidaknya, nilai factual ini dapat dilihat dari dua aspek berikut ini:

3. Akurasi

Akurasi pemberitaan yaitu kejujuran dalam pemberitaan, menunjukkan ketepatan dalam menyajikan suatu pemberitaan. Akurasi ini dilihat dari dua kategori :

b. Kesesuaian judul dengan isi berita. Ini menyangkut aspek relevansi, yaitu kalimat judul utama (bukan subjudul) merupakan bagian dari kalimat yang sama pada isi berita atau kutipan yang jelas-jelas ada dalam isi berita. Dengan demikian ada dua kategori, yaitu :

3)Sesuai, yaitu bila judul berita merupakan bagian dari kalimat yang sama pada isi berita atau kutipan yang jelas-jelas ada pada berita.

4)Tidak sesuai, bila judul berita bukan merupakan bagian dari kalimat yang sama pada isi berita atau bukan bagian dari kutipan yang jelas-jelas nada pasa isi berita.

b. Pencantuman waktu terjadinya peliputan yang dilakukan wartawan saat menggali informasi. Hal ini sangat penting dalam menunjang akurasi suatu pemberitaan. Ini untuk melihat akurasi fakta atau opini. Dengan demikian ada dua kategori, yaitu :


(54)

1)Mencantumkan waktu, yaitubila berita mencantumkan waktu, tanggal, kata-kata atau pernyataan tentang waktu atau keduanya.

2)Tidak mencantumkan waktu, yaitu bila berita tidak mencantumkan waktu, tanggal, kata-kata atau pernyataan tentang waktu atau keduanya.

4. Validitas

Validitas ini dilihat dari dua hal, diantaranya adalah :

c. Atribusi, pencantuman sumber berita secara jelas (baik identitas maupun dalam upaya konfirmasi atau cek dan ricek). Ada dua kategori, yaitu :

3)Sumber berita jelas, apabila dalam berita dicantumkan identitas sumber berita, seperti : nama, pekerjaan atau sesuatu yang memungkinkan untuk dikonfirmasi.

4)Sumber berita tidak jelas, apabila dalam berita tidak dicantumkan identitas sumber berita, seperti : nama, pekerjaan atau sesuatu yang memungkinkan untuk dikonfirmasi.

d. Kompetensi pihak yang dijadikan sumber berita, apakah berasal dari sumber berita yang menguasai persoalan atau hanya sekedar kedekatannya dengan media yang bersangkutanatau karena jabatannya. Berita dikatakan valid apabila berasal dari pelaku langsung atau sumber berita yang berkompeten. Ada dua kategori, yaitu :

3)Pelaku langsung atau sumber yang berkompeten, bila peristiwa yang diberitakan merupakan hasil wawancara wartawan dengan sumber berita yang mengalami langsung peristiwa tersebut (pelaku langsung interaksi


(55)

social) atau sumber berita yang berkompeten untuk memberikan keterangan, misalnya : saksi mata, pelaku, korban, keluarga pelaku, keluarga korban. 4)Bukan pelaku langsung, bila peristiwa yang diberitakan merupakan hasil

wawancara wartawan dengan sumber berita yang tidak mengetahui dengan pasti peristiwa tersebut atau tidak mengalami langsung peristiwa tersebut serta tidak berkompeten dalam memberikan informasi lalu menjadi sumber berita, misalnya : petugas humas, juru bicara, masyarakat yang tidak berada di lokasi.

D.Imparsialitas

Dimensi imparsialitas terdiri dari aspek: a. Keseimbangan (Fairnes)

Keseimbangan dalam penyajian bentuk penulisan berita dikaitkan dengan sumber berita yang digunakan. Menyajikan dua atau lebih gagasan atau pihak-pihak yang berlawanan secara bersamaan (dalam topic bahasan berita yang sama). Dilihat dengan pemunculan dua pihak yang berlawanan atau porsi dari sumber berita yang digunakan dapat memperlihatkan keseimbangan yang disajikan, yaitu :

3)Seimbang, apabila masing-masing pihak yang diberitakan diberi porsi yang sama sebagai sumber berita, dilihat dari jumlah sumber beritanya.

4)Tidak seimbang, apabila pihak-pihak yang berkepentingan tidak diberi porsi yang sama sebagai sumber berita, dilihat dari jumlah sumber beritanya. b. Netralitas


(56)

d)Ada tidaknya pencampuran antara fakta dan opini. Dalam hal ini dikatakan berita terdapat pencampuran antara fakta dan opini apabila dalam pemberitaan terdapat kata opinionative, seperti : tampaknya, diperkirakan, seakan-akan, terkesan, seolah, agaknya, dan kata-kata opinionative lainnya. e) Dramatis, adalah penyajian fakta secara tidak proporsional sehingga

menimbulkan kesan berlebihan (simpati, senang, jengkel, ngeri, antipati, dan sebagainya). Ada dua kategori, yaitu :

3. Berita mengalami dramatisasi apabila dalam pemberitaan terdapat kata yang mampu memunculkan kesan berlenbihan.

4. Berita tidak mengalami dramatisasi apabila dalam pemberitaan tidak terdapat kata yang mampu memunculkan kesan berlenbihan.

f) Penghakiman, adanya penyajian fakta yang disertai oleh penghakiman wartawan terhadap pihak tertentu yang terlibat dalam sengketa.

3.2. Unit Analisis

Unit analisis adalah bagian terkecil dari objek penelitian. Dalam penelitian ini unit analisis hanya dibatasi pada unit referens. Unit penelitaian ini adalah setiap dimensi dari objektivitas berita yaitu semua karakteristik atau ciri khusus setiap variable dalam penelitian. Ciri-ciri khusus yang yang dimaksud adalah kefaktualan data yang meliputi akurasi, validitas, serta imparsialitas yang meliputi keseimbangan dan netralitas.

Dimensi dari variable objektivitas berita adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan penyajian suatu berita pada suatu media. Dimensi dari


(57)

objektivitas berita ini meliputi kefaktualan yang meliputi akurasi dan validitas serta imparsialitas yang meliputi keseimbangan dan netralitas.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi merupakan wilayah generalisasi dari objek penelitiian. Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah berita-berita khususnya berita ulah supporter bonek yang dimuat di harian Jawa Pos sebanyak 5 edisi.

Sampel dalam penelitian ini adalah berita-berita ulah bonek saat laga tandang ke persib bandung yang dimuat Harian Jawa pos edisi 24 januari sampai 30 januari 2010 sebanyak 5 berita.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Data penelitian penulis diperoleh dengan menggunakan metode pengumpulan data dengan mendokumentasikan semua berita tentang Bonek yang dimuat surat kabar Jawa Pos edisi 24 januari sampai 30 januari.

Kemudian digunakan lembar koding untuk memasukan data-data yang telah dikumpulkan sesuai berdasarkan kategori yang telah ditetapkan sebelumnya. Setalah data terkumpul, berikutnya dilakukan proses perhitungan, data dihitung dengan menggunakan tabulasi frekuensi. Dari tabulasi tersebut akan dlakukan perhitungan presentase menganai kefaktualan data yang meliputi akurasi dan validitas, serta imparsialitas yang meliputi keseimbangan dan netralitas pemberitaan Bonek yang dimuat surat kabar Jawa Pos edisi 24 januari sampai 30 januari.


(58)

3.5. Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, yaitu suatu analisis dengan menggunakan angka atau persamaan matematis yang selanjutnya dideskripsikan dalam uraian kalimat. Data yang diperoleh dalam penelitian ini menggunakan table frekunsi dan prosentase. Data tersebut dimasukan dalam kategori-kategori yang ada dan diuraikan dalam lembar koding

Data dalam tabulasi selanjutnya dianalisis dan dimaknai berdasarkan kajian pustaka, teori dan data sekunder yang telah ada untuk mengungkapkan objektivitas berita dilihat dari akurasi, validitas, keseimbangan dan netralitas.


(59)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian

4.1.1 Profil Harian Jawa Pos

Jawa pos didirikan oleh the Chung Shen tanggal 1 juni 1949. Pada awalnya, ia hanya seorang pegawai sebuah gedung bioskop di Surabaya yang menaggani bagian iklan. Tugasnya sehari-hari adalah memasang iklan bbioskop di surat kabar

Hal inilah yang menggugah minatnya untuk membuat surat kabar sendiri. Dari keinginan inilah kemudian lahir jawa pos dan Koran berbahasa mandarin serta belanda. Namun ketika memasuki awal tahun 1980-an, usahanya itu mengalami kemerosotan. Dimana oplah jawa pos saat itu hanya 6.800 eksemplar, dan Koran lainya sudah tidak diaktifkan lagi. Karena keadaan buruk yang terjadi pada jawa pos dan juga usianya sudah 80 tahun serta tidak ada keinginan dari ketiga anaknya untuk meneruskan usaha ayahnya itulah, maka ia memutuskan untuk menjual usahanya tersebut. Akhirnya, sekitar tahun 1982, jawa pos diambil oleh Eric FH Samola yang ketika itu menjabat sebagai Direktur Utama PT Grafiti Pers (penerbitan majalah TEMPO).

Dalam upaya membangun kembali Jawa Pos, eric mengajarkan dan meletakan dasar-dasar manajemen baru yang lebih baik bagi perkembangan Jawa Pos. kemudian ia mempercayakan Jawa Pos kepada dahlan iskan, yang saat itu


(60)

menjabat sebagai kepala biro TEMPO di Surabaya, sampai sekarang. Kini oplah Jawa Pos mencapai 360.000 eksemplar setiap hari di Indonesia. Basis pemasaran terkuat di jawa timur, menyusul perkembangan di Kalimantan, sulawasi, NTB, NTT hingga Irian Jaya. Orientasi segmentasi Jawa Pos adalah pembaca menengah hingga menengah keatas.

Seluruh berita yang dimuat dalam harian jawa pos dikelompokan menjadi empat kelompok besar yaitu:

1. Berita

Didalamnya akan dibagi ke dalam kelompok kecil meliputi: a. Nasional

b. Metropolitan c. Internasional d. Ekonomi

e. Pendidikan dan Kebudayaan f. Ilmu pengetahuan dan Teknologi g. Kesehatan

h. Olahraga i. Hiburan 2. Interest


(61)

Di bagian interest ini pembaca akan menemukan tulisan yang memiliki materi lebih ringan dari pada ragam tulisan yang ada pada halaman utama. Di dalamnya meliputi:

a. Otomotif b. Seluler c. Muda d. Keluarga e. Perempuan

f. Makan dan plesiran 3. Komunitas

Pada bagian ini pembaca akan disuguhkan dengan informasi yang dikelompokan dalam:

a. Berita duka b. Fengshui c. Horoskop d. Iklan mini e. Informasi kerja f. Konsultasi g. Kontak jodoh h. Pasang iklan i. Seremonia


(62)

j. Surat pembaca 4. Berita foto

Berita foto adalah merupakan halaman yang menggabungkan pembaca dengan foto-foto yang berhasil didapatkan oleh wartawan pada saat mereka melakukan liputan suatu acara.

4.2.Penyajian Data Dan Pembahasan

Dalam penelitian ini yang menjadi data penelitian adalah berita-berita mengenai pemberitaan Bonek mulai edisi 23 januari sampai 30 januari 2010. Berikut rincian berita tentang Bonek dapat dilihat pada table berikut ini:

Tabel 4.1 Rincian Berita

No Edisi Judul Berita

1 24 Januari 2010 Kena Imbas Kenekatan Suporter

2 25 Januari 2010 Bonek Pulang, Seribu Nasi Bungkus pun Ludes 3 27 Januari 2010 Fanatik Boleh, Berlebihan Jangan

4 29 Januari 2010 Bonek Dicekal Empat Tahun 5 30 Januari 2010 Green Force Melawan


(63)

4.2.1 Objektivitas Pemberitaan Tentang Bonek

Objektifitas dalam penyajian berita merupakan nilai yang harus dipenuhi oleh para jurnalis dalam rangka pemenuhan informasi serta penyampaian informasi yang benar kepada khalayak atau masarakat. Sesuatu yang ditulis oleh wartawan dan diterbitka oleh media yang memiliki “Nama Besar” akan lebih dipercaya oleh khalayak atau masyarakat sebagai fakta atau realitas yang terjadi. Dimana pada proses selanjutnya akan membentuk opini tertentu pada masyarakat. Keyakinan untuk menyajikan berita yang objektif disampaikan oleh para akademisi, sebut saja salah satunya Mc Quail, dia mengembangkan konsep dalam mengukur objektifitas yang didasarkan dari ide J.Westerstahl. (1991:130)

Berangkat dari teori pendapat para ahli, maka dalam penelitian ini dibuat kategorisasi dalam menentukan obyektifitas berita dalam surat kabar Harian Jawa Pos. Dari hasil yang didapatkan selama melakukan penelitian media surat kabar Harian Jawa Pos memiliki hasil yang berbeda dalam penyajian obyektifitasnya antara berita satu dengan berita lainya.

Pada bulan Januari 2010, media sempat memuat berita tentang Bonek, ulah Brutal bonek kali ini tidaklah kepada pendukung tim lawanya, melainkan masyarakat biasa yang menjadi sasaran kebrutalan Bonek. Begitu brutalnya, bahkan sampai melakukan penjarahan akhirnya menjadi sorotan berbagai media massa termasuk Harian Jawa Pos.

Dalam melihat obyektifitas pemberitaan tentang Bonek, maka peneliti terlebih dahulu menganalisis dimensi-dimensi yang menyusun objektifitas


(1)

Hasil secara keseluruhan kategorisasi objektifitas dalam pemberitaan Bonek di Harian Jawa Pos edisi 24 januari sampai 30 januari dapat dilihat pada table di bawah ini:

UnsurEObjektivitasE

JumlahE FrekunsiE

JumlahE

PresentaseE EdisiE

1. akurasi pemberitaan

A. pencantuman waktu

a. dicantumkan 4 80% 24,25,29 dan 30 januari

b. tidak dicantumkan 1 20% 27 januari

B. kesesuaian Judul

a. sesuai 5 100% 24,25,27,29, 30 januari

b. tidak sesuai 0 0% -

2. validitas berita

A.kejelasan sumber berita

a. jelas 5 100% 24,25,27,29, 30 januari

b. tidak jelas 0 0% -

B.kompetensi sumber berita

a. pelaku langsung 4 80% 24,25,29, 30 januari

b. bukan pelaku langsung 1 20% 27 januari

3. keseimbangan pemberitaan

a. seimbang 4 80% 25,27,29, 30 januari

b. tidak seimbang 1 20% 24 januari

4. netralitas

A. pencampuran opini

a. ada 2 40% 25 dan 27 januari

b. tidak ada 3 60% 24,29.30 januari

B dramatisasi

a. ada 0 0% -

b. tidak ada 5 100% 24,25,27,29, 30 januari

C. penghakiman

a. ada 0 0% -

b. tidak ada 5 100% 24,25,27,29, 30 januari


(2)

71

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Objektifitas Jawa Pos diukur dengan melihat indikasi faktualitas yang dibagi dalam beberapa indikasi yaitu, pertama akurasi pemberitaan berdasarkan ada tidaknya kesesuain judul dengan isi berita dan pencantuman waktu peliputan, kedua validitas berita yang berdasarkan indikasi atribusi sumber berita dan kompetensi sumber berita. Selain faktualitas, juga mengunakan indikasi imparsialitas yang dibagi dalam beberapa indikasi lagi yaitu keseimbangan pemberitaan dan netralitas.

Berdasarkan hasil analisis tentang obyektifitas terhadap pemberitaan Bonek di Harian Jawa Pos maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Bahwa dari ke – 5 berita tentang Bonek dapat disimpulkan bahwa berita yang disajikan dalam Harian Jawa Pos ada beberapa berita yang sudah memenuhi unsur objektivitas dan ada juga yang belum objektif, dari keseluruhan 5 berita terdapat 2 berita yang sudah memenuhi unsur-unsur objektivitas dan 3 berita lainya masih belum memenuhi unsur objektivitas, artinya pemberitaan bonek di Harian Jawa Pos masih belum objektif. Ketiga berita yang tidak memenuhi unsur objektif itu adalah berita edisi 24, 25 dan 27 januari. Dari ketiga edisi


(3)

tersebut edisi 27 januari lah yang memiliki ketidak objektifan paling besar yaitu tidak dicantumkan waktu, adanya opini wartawan dalam berita, dan sumber yang tidak kompeten. Sedangkan edisi 24 januari tidak seimbangnya sumber yang digunakan, selanjutnya edisi 25 januari terdapat opini wartawan yang masuk dalam pemberitaan. artinya Jawa Pos dalam pemberitaan Bonek masih belum objektif.

5.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah diambil dari hasil analisis terhadap obyektifitas berita mengenai Bonek di Harian Jawa Pos, maka dapat diberi saran – saran sebagai berikut :

1. Mengingat berita yang disajikan dalam Harian Jawa Pos masih ada yang kurang obyektif maka sebaiknya pihak redaksi lebih meningkatkan kualitas pemberitaan sehingga didapat suatu berita yang obyektif. Dengan demikian nantinya berita yang disajikan akan menjadi lebih berbobot dan semakin menarik.

2. Untuk mendapatkan berita yang baik maka sebaiknya pihak redaksi menyajikan berita yang mempunyai akurasi yang baik. Dalam arti berita yang disajikan sesuai dengan waktu berita dan terdapat kesesuaian antara judul dan isis berita.


(4)

73

3. Untuk meningkatkan validitas pemberitaan maka sebaiknya pihak redaksi berusaha mendapatkan berita dari sumber berita yang jelas dan mendapatkan berita dari sumber berita yang mempunyai kompetensi yang baik dengan fakta berita.

4. Dalam usaha meningkatkan netralitas berita sebaiknya para wartawan menghindari pencamppuran opini dalam penulisan berita, dan menghindari penghakiman terhadap salah satu pihak yang terkait dengan berita yang disajika


(5)

Rekatama Media, 2006

Bungin, Burhan,

metodologi penelitian kualitatif,

Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2004

Djuroto, Totok,

Manajemen Penerbitan Pers,

Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

2000

Siregar, Ashadi,

Etika Komunikasi,

Yogyakarta: Penerbit Pustaka, 2006

Oetama, Jakob,

Pers Indonesia: Bekomunikasi Dalam Masyarakat Tidak Lulus,

Jakarta: Kompas, 2001

Effendy, Uchjana, Onong,

Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek

, Cetak, Bandung :

PT Remaja Rosdakarya, 2003

Kusumaningrat, Hikmat, dan Purnama,

Jurnalistik: Teori dan Praktik,

Bandung :

PT. Remaja Rosdakarya. 2005

Kriyantono, Rachmat,

Teknik Praktis Riset Komunikasi,

Jakarta: Kencana, 2006

Lemek, Jeremis,

Mencari Keadilan:Pandangan Kritis Terhadap Penegak Hukum

,

Yogyakarta: Galangpress, 2005

McQuail, Denis,

Teori Komunikasi Massa,

Jakarta: Erlangga, 1991

Muda, Dedy Iskandar,

Jurnalistik Televisi:Menjadi Reporter Profesional,

Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005

Nurdin,

Komunikasi Massa

, Malang: Penerbit Cusper, 2004

Rakhmat, Jalaludin,

Psikologi Komunikasi

, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

2001

Rivers, Milliam L, dan Clave Mathews,

Etika Media Massa dan Kecendrungan

Untuk Melanggarnya,

Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Suhandang, Kustadi,

Pengantar Jurnalistik: Seputar Organisasi dan Kode etik,

Bandung: Penerbit Nuansa, 2004


(6)

54

Menyikap Profesionalisme Kinerja Surat Kabar di Idonesia, Penerbit Pusat Kajian

Media dan Budaya Populer, Dewan Pers, dan Depertemen Komunikasi

dan Informasi, 2006


Dokumen yang terkait

SIKAP JAWA POS TERHADAP PEMBERIAN GELAR PAHLAWAN NASIONAL OLEH PEMERINTAH KEPADA HM. SOEHARTO (Analisis Isi Pemberitaan Jawa Pos Edisi 2931 Januari 2008)

0 4 2

KECENDERUNGAN ISI PEMBERITAAN TENTANG JOKO WIDODO DI MEDIA MASSA (Analisis Isi Pada Pemberitaan Jawa Pos Edisi 16 Oktober Sampai 25 Januari 2013)

0 4 34

ANALISIS ISI RUBRIK OPINI PADA SURAT KABAR JAWA POS PERIODE JANUARI 2012 SAMPAI BULAN APRIL 2012(Studi Deskriptif Analisis Isi Dalam Rubrik Opini Pada Surat Kabar Jawa Pos Periode Bulan Januari 2012 Sampai Bulan April 2012).

0 0 116

OBJEKTIVITAS JAWA POS DALAM PEMBERITAAN KASUS VIDEO PORNO (Analisis Isi Tentang Objektivitas Berita Video Porno mirip Artis Luna Maya, Ariel, dan Cut Tari di Harian Jawa Pos Edisi 07 Juni sampai 11 Juni 2010).

2 8 96

OBJEKTIVITAS BERITA KEBAKARAN DISKOTEK redboXX di SURABAYA (Analisis Isi Objektivitas Berita Kebakaran Diskotek RedboXX di Surabaya Pada Koran Harian Jawa Pos Edisi 26 Juni-1 Juli 2010).

0 2 132

RELASI BONEK DAN JAWA POS DALAM PERSPEKTIF STRUKTURASI

0 1 16

PEMBERITAAN BONEK OLEH JAWA POS DI ERA PASCA KEPEMILIKAN PERSEBAYA OLEH PT JAWA POS Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 14

OBJEKTIVITAS BERITA KEBAKARAN DISKOTEK redboXX di SURABAYA (Analisis Isi Objektivitas Berita Kebakaran Diskotek RedboXX di Surabaya Pada Koran Harian Jawa Pos Edisi 26 Juni-1 Juli 2010)

0 0 20

OBJEKTIVITAS JAWA POS DALAM PEMBERITAAN KASUS VIDEO PORNO (Analisis Isi Tentang Objektivitas Berita Video Porno mirip Artis Luna Maya, Ariel, dan Cut Tari di Harian Jawa Pos Edisi 07 Juni sampai 11 Juni 2010)

0 0 20

OBJEKTIFITAS JAWA POS DALAM PEMBERITAAN BONEK (Analisis isi tentang objektivitas berita bonek di harian jawa pos edisi 24 januari sampai 30 januari 2010)

1 5 19