Isolasi Enzim Kitinase dari Bakteri Perakaran Tanaman Cabai dan Aplikasinya pada Kutu Kebul

ISOLASI ENZIM KITINASE DARI BAKTERI PERAKARAN TANAMAN
CABAI DAN APLIKASINYA PADA KUTU KEBUL

IRNI MAHAGIANI

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

ABSTRAK
IRNI MAHAGIANI. Isolasi Enzim Kitinase dari Bakteri Perakaran Tanaman Cabai dan
Aplikasinya pada Kutu Kebul. Dibimbing oleh NISA RACHMANIA MUBARIK dan SUGENG
SANTOSO.
Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) merupakan bakteri perakaran yang dapat
memacu pertumbuhan tanaman dan menginduksi ketahanan tanaman terhadap patogen. Beberapa
jenis PGPR juga diketahui mampu menghasilkan enzim kitinase. Tujuan penelitian ini ialah
menapis PGPR penghasil enzim kitinase yang berasal dari perakaran tanaman cabai serta
melakukan uji aktivitas kitinolitiknya terhadap kitin kutu kebul (Bemisia tabaci). Di antara 25
isolat kitinolitik yang berhasil diisolasi, isolat I.5 dan I.21 memiliki indeks kitinolitik tertinggi.

Indeks kitinolitik dan aktivitas spesifik tertinggi isolat I.5 masing-masing sebesar 0,94 dan 0,11
U/mg protein. Produksi maksimum kitinase isolat I.5 terjadi pada jam ke-36 kultivasi pada suhu
30oC dan pH 7. Sedangkan indeks kitinolitik dan aktivitas spesifik tertinggi isolat I.21 masingmasing 0,75 dan 0,114 U/mg protein. Produksi maksimum kitinase isolat I.21 terjadi pada jam ke36 kultivasi pada suhu 55oC dan pH 7. Berdasarkan morfologi sel dan sifat Gram-nya, kedua
isolat diidentifikasi sebagai genus Bacillus. Eksoskeleton kutu kebul yang diberi perlakuan
dengan kultur sel maupun enzim kitinase dari isolat I.21 mengalami degradasi.

ABSTACT
IRNI MAHAGIANI. Isolation of Chitinase from Pepper Rhizosphere and Its Application on
Whitefly. Supervised by NISA RACHMANIA MUBARIK and SUGENG SANTOSO.
Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) is rhizobacteria which can promote plant
growth. Several kinds of PGPR also have been known producing kitinase. The aims of this
experiments were to screen PGPR which can produce chitinase from pepper rhizosphere and test
their chitinolytic activity to degrade exosceleton of whitefly (Bemisia tabaci). Among isolated 25
chitinolytic bacteria, strains I.5 and I.21 showed highest chitinolytic index. The highest
chitinolytic index and specific activity of strain I.5 were 0.94 and 0.11 U/mg proteins,
respectively. Maximum production of I.5 chitinase was occured after 36 hours cultivation under
30oC and pH 7. The highest chitinolytic index and specific activity of strain I.21 were 0.75 and
0.114 U/mg proteins, respectively. Maximum production of I.21 chitinase was occured after 36
hours cultivation under 55oC and pH 7. Based on their Gram and morphological properties, both
of them were identified as Bacillus. Exosceleton of whitefly treated either by cell culture or

chitinase of strain I.21 was degraded.

ISOLASI ENZIM KITINASE DARI BAKTERI PERAKARAN TANAMAN
CABAI DAN APLIKASINYA PADA KUTU KEBUL

IRNI MAHAGIANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

Judul


: Isolasi Enzim Kitinase dari Bakteri Perakaran Tanaman Cabai dan
Aplikasinya pada Kutu Kebul

Nama

: Irni Mahagiani

NIM

: G34103040

Menyetujui:

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Dr. Nisa Rachmania Mubarik, M.Si
NIP 132045531


Dr. Ir. Sugeng Santoso, M.Agr
NIP 131841757

Mengetahui:
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor

Dr. Drh. Hasim, DEA
NIP 131578806

Tanggal lulus :

RIWAYAT HIDUP
Irni Mahagiani dilahirkan di Bogor pada tanggal 13 Pebruari 1985 sebagai anak kedua dari
tiga bersaudara dari pasangan Masdalena dan Irwan Dhani.
Setelah menyelesaikan pendidikan di SMUN 1 Bogor pada tahun 2003, penulis melanjutkan
pendidikan di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI pada Departemen Biologi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama masa perkuliahan, penulis pernah pernah menjadi asisten pada beberapa mata kuliah
program studi Biologi yaitu sebagai asisten Biologi TPB, Genetika Dasar, Biologi Cendawan,

Mikrobiologi Dasar dan Fisiologi Prokariot. Penulis juga mengikuti beberapa organisasi di
antaranya sebagai kordinator bidang Peningkatan Sumberdaya Mahasiswa (PSDM) Ikatan
Himpunan Mahasiswa Biologi Indonesia (IKAHIMBI) Wilayah Kerja III periode 2006-2007. Pada
tahun 2007, penulis meraih penghargaan sebagai penyaji terbaik ke-2 dan penampil poster terbaik
ke-3 Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian (PKMP) pada Pekan Ilmiah Mahasiswa
(PIMNAS) ke- XX di Universitas Lampung.

PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan karya ilmiah dengan judul Isolasi Enzim Kitinase dari Bakteri Perakaran
Tanaman Cabai dan Aplikasinya pada Kutu Kebul. Penelitian ini berlangsung sejak Pebruari
hingga Oktober 2007 di Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium Zoologi, departemen
Biologi, FMIPA IPB. Topik penelitian ini didanai oleh Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI)
melalui Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian (PKMP) yang diketuai oleh penulis dan
telah memperoleh penghargaan sebagai juara II dalam Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional
(PIMNAS) tahun 2007.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Nisa Rachmania Mubarik, M.Si.
dan Dr. Ir. Sugeng Santoso, M.Agr. selaku pembimbing atas bimbingan, informasi dan fasilitas
yang telah diberikan selama penelitian. Terima kasih disampaikan Ibu Dra. Taruni atas informasi
dan fasilitas pengerjaan mikroteknik yang diberikan. Terima kasih juga disampaikan kepada Dr.

Dedi Duryadi Solihin, DEA. selaku penguji dan wakil komisi pendidikan atas saran dan diskusi
yang diberikan.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para laboran yang telah memberikan
bantuan selama penelitian, rekan - rekan di laboratorium mikrobiologi atas kebersamaannya, dan
teman - teman Biologi atas dukungannya. Ungkapan terima kasih yang sangat dalam untuk Umi,
Abi, Udo, Uyung dan keluarga atas do’a dan pengertiannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, 14 Januari 2008

Irni Mahagiani

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR... ............................................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................................... vii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang..................................................................................................................
1

Tujuan........ ......................................................................................................................
1
Waktu dan Tempat ........ ..................................................................................................
BAHAN DAN METODE
2
Alat dan Bahan .................................................................................................................
2
Metode..............................................................................................................................
Peremajaan Isolat ......................................................................................................
2
2
Penapisan Isolat Kitinolitik .......................................................................................
Penentuan Kurva Tumbuh dan Produksi Enzim........................................................
2
2
Uji Aktivitas Kitinase dan Penentuan Kadar Protein ................................................
2
Karakterisasi Kitinase................................................................................................
2
Uji Kitinase terhadap Kutu Kebul .............................................................................

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
3
Indeks Proteolitik dan Indeks Kitinolitik..................................................................
3
Penentuan Kurva Tumbuh dan Uji Aktivitas Enzim ................................................
Karakterisasi Kitinase ..............................................................................................
4
4
Uji Kitinase terhadap Kutu Kebul ............................................................................
4
Pembahasan ......................................................................................................................
6
SIMPULAN ................................................................................................................................
6
SARAN ... ...................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................
6
LAMPIRAN................................................................................................................................
8


DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
2
3
4
5
6
7
8

Hasil pewarnaan Gram isolat I.5 (a) dan I.21 (b) masing – masing dengan perbesaran
mikroskop 1000x ...............................................................................................................
Pertumbuhan dan aktivitas spesifik enzim isolat I.5 pada medium produksi pH 7 dan
suhu 37oC yang disuplementasi dengan koloidal kitin........................................................
Pertumbuhan dan aktivitas spesifik enzim isolat I.21 pada medium produksi pH 7 dan
suhu 37oC yang disuplementasi dengan koloidal kitin........................................................
Pengaruh suhu terhadap aktivitas kitinase isolat I.5 pada pH 7 ..........................................
Pengaruh suhu terhadap aktivitas kitinase isolat I.21 pada pH 7 ........................................

Pengaruh pH terhadap aktivitas kitinase isolat I.5 pada suhu 30oC ....................................
Pengaruh pH terhadap aktivitas kitinase isolat I.21 pada suhu 55oC ..................................
Pengamatan mikroskopik preparat kutu kebul kontrol/tanpa perlakuan (a), dengan
pemberian kultur sel I.5 (b), enzim I.5 (c), kultur sel I.21 (d), dan enzim I.21 (e)
(perbesaran mikroskop 100X). Waktu inkubasi selama 3 hari, perlakuan pada suhu
ruang (± 26oC) ....................................................................................................................

3
3
3
4
4
4
4

5

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

2
3
4
5
6
7
8

Media – media yang digunakan dalam penelitian ini ..............................................................
Data isolat bakteri yang tumbuh pada media agar – agar kitin...............................................
Metode pengukuran aktivitas kitinase (Spindler 1997)...........................................................
Metode pengukuran kadar protein (Bradford 1976)................................................................
Pembentukan zona kitinolitik (a) dan zona proteolitik (b) ......................................................
Data pengukuran absorbansi sel ( 600 nm ) dan aktivitas kitinase pada pH 7......................
Data pengaruh suhu terhadap aktivitas kitinase pada pH 7 .....................................................
Data pengaruh pH terhadap aktivitas kitinase .........................................................................

8
9
10
12
13
13
14
15

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Di Indonesia buah cabai (Capsicum
annuum L.) merupakan salah satu komoditas
pertanian yang penting dan bernilai ekonomi
tinggi. Produktivitas cabai di Indonesia
mencapai 5.79 ton/ha dan pada tahun yang
sama harga jualnya mencapai Rp. 12.000 per
kg
(Deptan 2006). Namun angka
produktivitas cabai ini bersifat fluktuatif,
salah satunya diakibatkan oleh serangan hama
dan penyakit. Berbagai hama dari golongan
serangga dan tungau diketahui banyak
menyebabkan kerugian.
Berbagai jenis
patogen, antara lain virus, cendawan, dan
bakteri juga diketahui menyerang dan
menimbulkan kerugian ekonomi pada
tanaman cabai. Serangan penyakit virus
kuning keriting per Desember 2004 terjadi
pada luas lahan ± 984.6 ha (Sukamto 2005).
Salah satu jenis hama yang paling
merugikan pada tanaman cabai ialah kutu
kebul
Bemisia
tabaci
(Homoptera:
Aleyrodidae). Kutu kebul merupakan hama
yang dapat menyebabkan kerugian secara
langsung serta menjadi vektor virus kuning
keriting yang merupakan patogen tanaman
cabai.
Plant Growth Promoting Rhizobacteria
(PGPR) merupakan rhizobakteri yang dapat
meningkatkan pertumbuhan tanaman. PGPR
telah diketahui berasosiasi dengan berbagai
jenis tanaman. Pardede (2006) berhasil
mengisolasi beberapa isolat PGPR dari
perakaran tanaman cabai. Organisme ini juga
dilaporkan dapat menginduksi ketahanan
tanaman. Antibiotik yang diproduksi oleh
PGPR mampu mencegah perkembangan
patogen yang menyerang tanaman cabai
(Tenuta 2005). Perlakuan PGPR pada cabai
dapat meningkatkan kemampuan tanaman
yang terinfeksi dalam mempertahankan bobot
buah yang dihasilkan (Taufik et al. 2005).
Samiyyapan (2003) melaporkan bahwa PGPR
dapat menghasilkan senyawa antibiotik, asam
sianida (HCN), siderofor dan enzim litik
seperti kitinase.
Genus
Pseudomonas,
Bacillus,
Streptomyces,
dan Agrobacterium adalah
bakteri yang telah banyak diteliti dan
dikembangkan sebagai biokontrol terhadap
patogen tanaman (Samiyyapan 2003). Genus
ini selain mampu menghambat perkembangan
penyakit tanaman dengan menginduksi sistem
resistensi, juga mampu memproduksi enzim
kitinase. Kitinase yang dihasilkan mampu
mengonversi kitin menjadi monomer atau

oligomernya (Wen et al. 2002 dan Tsujibo et
al. 2003 dalam Nugroho et al. 2003). Wiendi
(2005) berhasil membentuk fusi transkripsi
gen chi dari Aeromonas caviae dan
ekspresinya pada tanaman kentang varietas
Desiree sebagai usaha merakit tanaman yang
resisten terhadap cendawan dan nematoda
patogen. Ajit (2006) melaporkan bahwa
Pseudomonas
fluoresens
memiliki
kemampuan
menghasilkan
kitinase
ekstraseluler yang berperan sebagai antiFusarium oxysporum, penyebab penyakit layu
jaringan.
Kemampuan berbagai jenis PGPR untuk
menginduksi ketahanan tanaman terhadap
serangan patogen, dan juga kemampuannya
untuk
menghasilkan
enzim
kitinase
memberikan peluang bagi kita untuk
menjadikan PGPR sebagai salah satu alternatif
untuk mengurangi kerugian akibat hama dan
penyakit tanaman. Penggunaan PGPR tidak
akan
menimbulkan
pengaruh
negatif
sebagaimana
yang
ditimbulkan
oleh
penggunaan pestisida yang tidak bijaksana,
seperti arsenat, sulfur, dan diklorodifeniltrikloretan (DDT) yang seringkali
meninggalkan
residu
berbahaya
yang
mencemari lingkungan dan merupakan
ancaman bagi konsumen.
Kemampuan PGPR dalam memproduksi
kitinase memberi peluang untuk dijadikan
sebagai biokontrol, karena kitinase yang
merupakan enzim pendegradasi kitin [polimer
dari β(1,4)-N-asetil-D-glukosamin] berpotensi
dalam
menekan
pertumbuhan
dan
perkembangan serangga.
Pechenik (2005)
melaporkan bahwa sebagian besar komponen
eksoskeleton
serangga
merupakan
polisakarida kitin yang berasosiasi dengan
protein. Sampai saat ini, pemanfaatan kitinase
dari PGPR untuk diaplikasikan secara
langsung pada serangga belum pernah
dilakukan.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menapis
PGPR kitinolitik yang berasal dari perakaran
tanaman cabai dan menguji aktivitas
hidrolisisnya terhadap kitin kutu kebul
(Bemisia tabaci).
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan dari bulan
Pebruari sampai Oktober 2007, bertempat di
laboratorium Mikrobiologi dan laboratorium
Zoologi, Departemen Biologi, FMIPA, IPB.

2

BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat
yang
digunakan
ialah
spektrofotometer (Spectronic 20), alat
sentrifugasi, inkubator,
penangas air,
mikroskop, kamera digital dan peralatan
umum laboratorium mikrobiologi.
Bahan yang digunakan ialah isolat Plant
Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR)
yang
merupakan
koleksi
bersama
laboratorium
Mikrobiologi,
Departemen
Biologi, FMIPA dan laboratorium Proteksi
Tanaman, Departemen Proteksi Tanaman,
FAPERTA, IPB.
Metode
Peremajaan Isolat. Isolat yang berasal
dari stok medium gliserol diremajakan dengan
cara digores kuadran pada media nutrient agar
(NA) dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 2
hari. Koloni yang tumbuh diinokulasi pada
medium agar – agar susu skim dan diinkubasi
pada suhu 37oC selama 18 jam (Lampiran 1).
Hal ini dilakukan untuk melihat zona bening
yang terbentuk dan mengukur indeks
proteolitik (IP). Indeks proteolitik diukur
dengan cara mengukur diameter zona bening
dikurangi diameter koloni, kemudian hasil
yang diperoleh dibagi dengan diameter koloni.
Setelah itu, koloni yang terbentuk digores
kembali pada agar - agar miring NA untuk
penyiapan inokulum.
Penapisan Isolat Kitinolitik. Sebanyak
49 isolat bakteri PGPR asal perakaran
tanaman cabai ditumbuhkan secara serentak
dengan metode gores kuadran pada media
agar – agar kitin (Lampiran 1). Setelah
diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37oC,
isolat yang dikelilingi oleh zona bening
merupakan isolat yang menghasilkan enzim
kitinase ekstraseluler (Lampiran 2).
Isolat yang mampu tumbuh pada media
agar – agar kitin tersebut lalu diremajakan
pada media baru dengan cara ditotol untuk
diukur indeks kitinolitiknya (IK). Pengukuran
IK sama seperti menghitung nilai IP. Dua
isolat yang memiliki nilai tertinggi ditetapkan
sebagai isolat terpilih untuk dikarakterisasi
lebih lanjut produksi dan aktivitas enzim
kitinasenya.
Penentuan
Kurva
Tumbuh
dan
Produksi Enzim. Dua isolat terpilih pada
media produksi (Lampiran 1) dan diinkubasi
pada suhu 37oC sambil dikocok dengan
kecepatan 120 rpm. Setiap 12 jam dilakukan
pengambilan
kultur
untuk
dilakukan
pengukuran absorbansi sel pada panjang

gelombang 600 nm yang berlangsung sampai
dengan 96 jam. Kultur yang sama kemudian
disentrifus selama 10 menit dengan kecepatan
8400 g (gravitasi). Supernatan mengandung
enzim kitinase ekstrak kasarnya.
Uji Aktivitas Kitinase dan Penentuan
Kadar Protein. Uji aktivitas kitinase
dilakukan dengan metode Spindler (1997)
(Lampiran 3). Sebanyak 300 l 0.3% koloidal
kitin, 150 l bufer fosfat pH 7 (0.02 M) dan
150 l filtrat enzim dihomogenasi dalam
tabung reaksi dan diinkubasi pada suhu 55oC
selama 30 menit. Sedangkan pada kontrol,
filtrat enzim dipisahkan dari substrat pada saat
inkubasi. Setelah inkubasi, filtrat enzim yang
terpisah disatukan, kemudian disentrifus
selama 5 menit dengan kecepatan 8400 g
(gravitasi). Filtrat yang diperoleh kemudian
direaksikan dengan 500 l akuades dan 1000
l reagen Schales. Selanjutnya, campuran
tersebut dipanaskan pada suhu 100oC dan
diukur
absorbansinya
pada
panjang
gelombang 420 nm. Konsentrasi N-asetil
glukosamin (GlcNac) dihitung berdasarkan
kurva standar yang disiapkan dari larutan stok
GlcNac 1000 ppm dengan konsentrasi larutan
standar pada selang 0-500 ppm. Satu unit
aktivitas enzim kitinase didefinisikan sebagai
jumlah enzim yang membebaskan GlcNac
sebesar 1 mol per menit pada kondisi analisis
yang disebutkan.
Pengukuran kadar protein dilakukan
dengan metode Bradford (1976) dengan
menggunakan bovin serum albumin (BSA)
sebagai standar (Lampiran 4).
Karakterisasi Kitinase. Karakterisasi
enzim meliputi penentuan pH dan suhu
optimum. pH yang diuji antara 4 dan 10
(selang 1 unit) dengan menggunakan bufer
sitrat (0.02 M) untuk pH 4-6, bufer fosfat
untuk pH 7-8 (0.02 M) dan bufer glisin-NaOH
(0.02 M) untuk pH 9-10. Suhu yang diuji di
antara suhu 25oC dan 60oC dengan selang 5oC.
Uji Kitinase terhadap Kutu Kebul.
Aktivitas kitinolitik dari isolat dan enzim
terpilih dilakukan dengan cara pengamatan
langsung terhadap kutu kebul. Sebanyak 10
ekor kutu kebul dimasukkan ke dalam botol
kaca kecil. Kemudian masing-masing ditetesi
20 l enzim (0.001 mg kutu kebul/ ml enzim).
Enzim yang diberikan adalah enzim yang
diproduksi pada jam ke-36 dan telah
diinkubasi pada suhu optimumnya masing masing. Di samping itu, ada pula kutu kebul
yang ditetesi dengan kultur isolat pilihan
sebanyak 20 l (0.001 mg kutu kebul/ ml
suspensi). Sebagai kontrol, kutu kebul ditetesi
dengan 20 l akuades.

3

14

0.12

12

0.1

10

0.08

8

0.06

6

0.04

4

0.02

2
0

I.21

0.75

1.21

I.5

0.94

1.0

II.13

0.10

0.51

I.3

0.17

1.1

Berdasarkan hasil pewarnaan Gram, kedua
isolat kitinolitik memiliki ciri morfologi yang
sama. Keduanya merupakan bakteri gram
positif, batang dan membentuk endospora
(Gambar 1). Ciri – ciri yang ada menunjukkan
bahwa kedua isolat termasuk ke dalam genus
Bacillus.
endospora

a

b

0
0

12

24

36

48

60

72

96

Waktu (Jam)
Log Jumlah Sel
Aktivitas Spesifik Kitinase

Gambar 2 Pertumbuhan dan aktivitas spesifik
enzim isolat I.5 pada medium
produksi pH 7 dan suhu 37oC yang
disuplementasi dengan koloidal
kitin.
Nilai log jumlah sel isolat I.21 tertinggi
pada waktu inkubasi 12 jam yaitu sebesar
14.409 sel/ml kemudian menurun menjadi
12.933 sel/ml setelah 96 jam.
Sedangkan nilai unit aktivitas enzim
maksimum terjadi pada jam ke-36 sebesar
0.481 U/ml, aktivitas spesifik sebesar 0.114
U/mg protein dan mulai menurun setelah jam
ke-60 (Gambar 3, Lampiran 6).
Log Jumlah Sel

Tabel 1 Indeks kitinolitik dan proteolitik dari
lima isolat uji
Kode
Indeks
Indeks
Isolat
kitinolitik
proteolitik
I.25
0.58
0.79

Aktivitas Spesifik Kitinase
(Unit/mg)

Hasil
Indeks
Proteolitik
dan
Indeks
Kitinolitik. Peremajaan isolat pada media NA
dilakukan terlebih dahulu agar diperoleh
inokulum yang baik. Dari 49 isolat yang
tersedia, dua puluh lima isolat diantaranya
memiliki kemampuan kitinolitik (Lampiran
2). Dari 25 isolat kitinolitik diseleksi lima
isolat yang memiliki kemampuan kitinolitik
dan proteolitik paling baik secara kualitatif
(Lampiran 5). Dua dari lima isolat kitinolitik
yang memiliki IP dan IK paling besar yaitu
isolat I.5 masing– masing sebesar 1.0 dan
0.94, sedangkan pada isolat I.21 masing–
masing sebesar 1.21 dan 0.75 (Tabel 1).

15
14.5
14
13.5
13
12.5
12
11.5

0.12
0.1
0.08
0.06
0.04
0.02
0
0

12

24

36

48

60

72

Aktivitas Spesifik
Kitinase (Unit/mg)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penentuan Kurva Tumbuh dan Uji
Aktivitas Enzim. Penentuan kurva tumbuh
kedua isolat dan pengujian aktivitas kitinase
dilakukan setiap 12 jam selama 96 jam.
Pertumbuhan kedua isolat I.5 dan I.21 pada
medium produksi pH 7, suhu 37oC
menunjukkan bahwa pada jam ke-12 terjadi
kenaikan angka rapat optis yang diukur pada
panjang gelambang 600 nm.
Nilai log jumlah sel dari isolat I.5 tertinggi
pada waktu inkubasi 12 jam sebesar 12.326
sel/ml dan mengalami fase stasioner pada jam
ke-36, sedangkan aktivitas kitinase maksimum
terjadi pada jam ke-36 yaitu sebesar 0.4785
U/ml dan aktivitas spesifiknya sebesar 0.110
U/mg protein kemudian menjadi tidak ada
aktivitasnya setelah 72 jam (Gambar 2,
Lampiran 6).
Log Jumlah Sel

Hasil perlakuan diinkubasi selama 3 hari
pada suhu kamar (26oC). Selanjutnya
dilakukan pengamatan mikroskopik dengan
metode whole mount (preparat sediaan utuh)
terhadap kemungkinan perubahan struktur
morfologi eksoskeleton kutu kebul akibat
perlakuan.

96

Waktu (Jam)
Log Jumlah Sel
Aktivitas Spesifik Kitinase

Gambar 1 Hasil pewarnaan Gram isolat I.5 (a)
dan I.21 (b) masing – masing
dengan perbesaran mikroskop
1000x.

Gambar 3 Pertumbuhan dan aktivitas spesifik
enzim isolat I.21 pada medium
produksi pH 7 dan suhu 37oC yang
disuplementasi dengan koloidal
kitin.

Aktivitas Spesifik
Kitinase (U/mg)

Karakterisasi Kitinase. Kitinase ekstrak
kasar dikarakterisasi berdasarkan pengaruh
suhu dan pH (Lampiran 7 & 8). Kitinase isolat
I.5 menunjukkan aktivitas tertinggi pada suhu
30oC sebesar 0.489 U/ml dengan aktivitas
spesifik 0.113 U/mg protein (Gambar 4,
Lampiran 7).
0.12
0.1
0.08
0.06
0.04
0.02
0
30

35

40

45

50

55

1
0.5
0
4

5

6

7

8

9

10

60

Gambar 4 Pengaruh suhu terhadap aktivitas
kitinase isolat I.5 pada pH 7.
Kitinase isolat I.21 menunjukkan aktivitas
tertinggi pada suhu 55oC yaitu sebesar 0.489
U/ml dengan aktivitas spesifik 0.116 U/mg
protein (Gambar 5, Lampiran 7).
Aktivitas spesifik
Kitinase (U/mg)

1.5

Gambar 7 Pengaruh pH terhadap aktivitas
kitinase isolat I.21 pada suhu
55oC.
Suhu (o C)

2.5

2
Kitinase
Kitinase
isolat I.5 memiliki aktivitas
1.5
1
0.5
0
25

30

35

40

45

50

55

60

Suhu (o C)

Gambar 5 Pengaruh suhu terhadap aktivitas
kitinase isolat I.21 pada pH 7.
Kitinase isolat I.5 memiliki aktivitas
tertinggi pada pH 7 dengan nilai 0.489 U/ml
(0.113 U/mg) dan pH 6 dengan nilai 0.474
U/ml (0.082 U/mg) (Gambar 6, Lampiran 8).
Kitinase isolat I.21 memiliki aktivitas
tertinggi pada pH 7 dengan nilai sebesar 0.364
U/ml dan aktivitas spesifik 0.086 U/mg
protein (Gambar 7, Lampiran 8).
2.5
2
(U/mg)

2

pH

25

Aktivitas Spesifik Kitinase

Aktivitas Spesifik Kitinase
(U/mg)

4

1.5
1
0.5
0
4

5

6

7

8

9

10

pH

Gambar 6 Pengaruh pH terhadap aktivitas
kitinase isolat I.5 pada suhu 30oC.

Uji Kitinase terhadap Kutu Kebul.
Aplikasi kultur isolat dan kitinase ekstrak
kasar pada kutu kebul menunjukkan adanya
perbedaan apabila dibandingkan antara
sampel kutu kebul yang diberi perlakuan
dengan kontrol (tanpa perlakuan).
Perubahan struktur segmen – segmen
bagian tubuh kutu kebul yang telah mendapat
perlakuan dengan kitinase I.21 tampak tidak
jelas (kabur), bahkan bagian abdomen kutu
terlihat transparan yang menandakan bahwa
isi dari abdomen kutu kebul telah keluar
akibat rusaknya eksoskeleton serangga
tersebut (Gambar 8). Demikian pula dengan
segmen kutu kebul yang telah ditetesi kultur
isolat I.5, I.21 dan enzim I.5 memperlihatkan
jumlah segmen pada toraks dan abdomen
yang kurang terlihat jelas bila dibandingkan
dengan kontrol. Hal tersebut menunjukkan
bahwa kultur sel maupun enzim ekstrak kasar
dari isolat I.5 dan I.21 memiliki kemampuan
dalam mendegradasi eksoskeleton kutu kebul
(Bemisia tabaci) pada konsentrasi 0.001
mg/ml) dengan masa inkubasi tiga hari pada
suhu kamar (26oC).
Pembahasan
Isolat PGPR sebelum diinolkulasi ke
dalam medium produksi, ditumbuhkan pada
medium agar – agar susu skim dan agar - agar
kitin untuk penghitungan indeks proteolitik
dan kitinolitiknya. Isolat I.5 memiliki IP
sebesar 1.0 dan I.21 sebesar 1.21. Perolehan
nilai IP yang cukup tinggi memberikan
informasi bahwa kedua isolat ini memiliki
peluang dalam mendegradasi berbagai
substrat yang mengandung protein. Indeks
kitinolitik dari kedua isolat ini pun merupakan
yang tertinggi daripada isolat lainnya dengan
nilai IK I.5 sebesar 0.94 dan I.21 sebesar 0.75.

5

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)
Gambar 8 Pengamatan mikroskopik preparat
kutu kebul kontrol/tanpa perlakuan
(a), dengan pemberian kultur sel I.5
(b), enzim I.5 (c), kultur sel I.21
(d), dan enzim I.21 (e). Waktu
inkubasi selama 3 hari, perlakuan
pada suhu ruang (± 26oC)
(perbesaran mikroskop 100X).
Meskipun IP dan IK dari kedua isolat
merupakan nilai tertinggi, namun tidak selalu
ada korelasi korelasi antara diameter zona
bening pada medium agar – agar dengan

kemampuan
mikroorganisme
dalam
memproduksi enzim dalam kultur cair. Hal ini
disebabkan setiap enzim hanya dapat
teraktivasi oleh adanya substrat yang spesifik
(Lehninger 1994).
Berdasarkan hasil pewarnaan Gram, kedua
isolat pilihan tersebut termasuk ke dalam
genus Bacillus. Taufik et al. (2005)
melaporkan adanya galur bakteri yang berasal
dari genus Bacillus dan Pseudomonas yang
biasa dimanfaatkan sebagai agen kontrol
biologi karena kemampuannya dalam
menghambat pertumbuhan penyakit tanaman
dengan menginduksi sistem resistensi.
Aeromonas caviae WS7b dilaporkan mampu
menghasilkan
kitinase
yang
mampu
menghambat
perkembangan
Fusarium
oxysporum sehingga berpotensi sebagai
antifungi (Wiendi et al. 2005).
Pada medium yang disuplementasi dengan
koloidal kitin, kedua isolat mensekresikan
protein yang memiliki aktivitas kitinase.
Aktivitas kitinase isolat I.5 tertinggi diperoleh
pada waktu produksi jam ke-36 yaitu pada
saat densitas sel kedua isolat mengalami
penurunan.
Suhu optimum aktivitas enzim I.5 yaitu
pada 30oC dengan pH 7. Pada waktu produksi
yang sama, aktivitas kitinase isolat I.21 juga
mencapai nilai tertinggi dari hasil inkubasi
enzim pada suhu 55oC dengan pH 7 selama 30
menit. Purwani (2002) melaporkan bahwa
kitinase dari mikrob termofilik mempunyai
ketahanan terhadap panas yang baik yaitu dari
suhu 20-80oC. Barboza - Corona et al. (2003)
melaporkan bahwa enzim kitinase asal B.
thuringiensis memiliki kisaran pH optimum 4
– 9 serta suhu optimum 57.2oC saat diinkubasi
pada pH 6. Selain itu, telah dilakukan pula
purifikasi dan karakterisasi termostabil
kitinase dari B. licheniformis yang memiliki
kisaran pH luas dan stabil pada suhu tinggi
(Toharisman 2004).
Eksoskeleton serangga tersusun atas tiga
lapisan meliputi lapisan pelindung yang
waterproof, epikutikula tempat disintesisnya
protein, dan prokutikula yang merupakan
tempat disintesisnya kitin (Moussian et al.
2006). Wang & Chang (1996) melaporkan
bahwa pada umumnya 80 % komponen
eksoskeleton serangga merupakan senyawa
kitin. Kitinase dihasilkan serangga untuk
proses morfogenesis. Kitin penyusun kutikula
tua didegradasi oleh kitinase, kemudian
diganti dengan kitin yang baru hasil sintesis
enzim kitin sintase. Proses ini berlangsung
selama pertumbuhan serangga pada fase pradewasa.

6

Kitinase adalah enzim yang menghidrolisis
ikatan glikosidik β-1,4 senyawa kitin sehingga
terbentuk oligomer kitin yang lebih sederhana
dan lebih mudah didegradasi. Berdasarkan
aktivitasnya kitinase dibedakan menjadi
endokitinase dan eksokitinase. Sedangkan
eksokitinase terbagi menjadi dua golongan,
yaitu kitobiosidase dengan hasil potongan
berupa dimer dan β-N-asetilglukosaminidase
dengan hasil pemotongan berupa monomer Nasetil glukosamin (Cohen-Kupiec 1998).
Pengamatan mikroskopis terhadap sampel
kutu kebul dewasa yang telah diberi perlakuan
enzim dan kultur sel isolat yang dilakukan
setelah hari ke-3 inkubasi menunjukkan
adanya
kerusakan
pada
bagian
eksoskeletonnya. Hal ini menimbulkan
dugaan bahwa enzim dan kultur sel bakteri
isolat I.5 dan I.21 memiliki aktivitas
kitinolitik yang mampu mendegradasi
senyawa kitin penyusun eksoskeleton. Hasil
degradasi eksoskeleton kutu kebul yang paling
optimal teramati pada preparat kutu kebul
yang telah diberi perlakuan enzim I.21. Hal ini
menunjukkan bahwa kitin pada kutu kebul
merupakan substrat yang dapat dihidrolisis
oleh enzim I.21. Selain itu, aktivitas spesifik
kitinase I.21 pada substrat koloidal kitin pun
lebih tinggi dibandingkan kitinase 1.5 pada
waktu inkubasi 36 jam.
Kutu kebul yang telah diinkubasi dengan
diberi perlakuan kitinase pada suhu kamar
(±26oC) menunjukkan adanya degradasi
eksoskeleton kutu kebul. Kemampuan enzim
I.21 dalam menghidrolisis kitin kutu kebul ini
terjadi bukan pada suhu optimalnya (55oC),
melainkan pada suhu kamar. Hal ini terjadi
karena
enzim
kitinase
I.21
dapat
menghidrolisis kitin kutu kebul sebagai
substrat yang spesifik pada suhu kamar.
Vaaje-Kolstad (2005) melaporkan bahwa situs
aktif pengikat protein pada polimer kitin
(chitin-binding
protein)
mempengaruhi
perubahan struktur kitin dan mampu
meningkatkan penggunaan kitin sebagai
substrat. Hal ini menguatkan alasan bahwa
efektivitas kitinase dari kedua isolat dalam
mendegradasi kitin kutu kebul terkait pada
non-katalitik chitin- binding protein pada
kutikula kutu kebul.
Aplikasi kitinase dalam pengendalian
serangga dapat dilakukan dengan beberapa
cara, diantaranya melalui kloning gen kitinase.
Barboza-Corona et al. (2003) melaporkan
kloning gen chi asal Bacillus thuringiensis
pada genom Eschericia coli, dapat
mengekspresikan kitinase dengan aktivitas
enzim dua kali lebih tinggi akibat adanya

sinergisme antara kitinase dengan endotoksin.
Aplikasi kitinase juga dapat dilakukan secara
tidak langsung melalui penaburan kitin ke
tanah sekitar tanaman untuk menginduksi
disekresikannya
kitinase
oleh
mikrob
kitinolitik (Metcalfe et al. 2002). Efektivitas
pengendalian hama tanaman menggunakan
gen kitinase akan sangat bergantung pada
kesesuaian substrat yang akan didegradasi
(Leger et al. 1996).
SIMPULAN
Isolat bakteri PGPR yang berasal dari
perakaran cabai (isolat I.5 dan I.21)
menghasilkan enzim kitinase ekstraseluler.
Aktivitas enzim kitinase dari isolat bakteri I.5
optimum pada suhu 30oC dan pH 7, dan
mampu bekerja pada kisaran pH 4–10.
Sedangkan yang berasal dari isolat I.21
menunjukkan aktivitas optimum pada suhu
55oC dan pH 7, dan mampu bekerja pada
kisaran pH 6–8. Enzim kitinase dari kedua
isolat PGPR tersebut memiliki kemampuan
merusak eksoskeleton kutu kebul.
SARAN
Perlu dilakukan penelitian lanjutan
mengenai waktu inkubasi optimum saat
kitinase maupun kultur sel I.21 mulai
menguraikan kitin kutu kebul.

DAFTAR PUSTAKA
Ajit NS, Verma R, Shanmugam V. 2006.
Extracellular chitinases of flourescent
Pseudomonads antifungal to Fusarium
oxysporum f. sp. Dianthi causing
carnation wilt. Curr Microbiol 52 (4):
310-6.
Barboza-Corona JE et al. 2003. Cloning,
sequencing, and expression of the
chitinase gene chi A74 from Bacillus
thuringiensis. Appl Environ Microbiol 69:
1023-1029.
Bashan Y, De-Bashan LE. 2002. Protection of
tomato seedlings against infection by
Pseudomonas syringae pv. tomato by
using the plant growth-promoting
bacterium Azospirillum brasilense. Appl
Environ Microbiol 68(6):2637-43.
Bradford MM. 1976. A rapid and sensitive
method for quantification of microgram
quantities of protein utilizing the
principle of protein-dye-binding. Anal
Biochem 72: 248-254.

7

Cohen-Kupiec R, Chet I. 1998. The molecular
Biology of chitin digestion. Curr Opinion
Biotechnol 9: 270-277.
[Deptan] Departemen Pertanian. 2006.
Produktivitas cabe menurut provinsi
tahun
2002

2006.
http://setjen.deptan.go.id/deptan/infoekse
kutif/horti/EIS07/Produktivitas%20Cabe4
.htm [26 Des 2007].
Harman GE, Broadway RM, Tronsmo A, dan
Lorito M, penemu. 1992. Purified
chitinases and use thereof. US Patent 5
173 419.
Leger RJST, Joshi L, Bidochka MJ, Rizzo
NW, Roberts DW. 1996. Characterization
and ultrastructural localization of
chitinases from Metharizium anisopliae,
M. flavoviride and Beauveria bassiana
during fungal invasion of a host
(manduca sexta) cuticle. Appl Environ
Microbiol 62: 907-912.
Lehninger A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia I.
Thenawidjaja M, penerjemah. Jakarta:
Erlangga. Terjemahan dari : Principles of
Biochemistry.
Manti I. 2006. Ancaman penyakit virus pada
tani
cabe
di
Sumbar
usaha
http://sumbar.litbang.deptan.go.id.html
[26 Jun 2006].
Metcalfe AC, Krsek M, Gooday GW, Prosser
J, Wellington EMH. 2002. Molecular
analysis of a bacterial chitinolytic
community in an upland pasture. Appl
Environ Microbiol 68:5042-5050.
Moussian B, Christof S, Ursula M, Jurgen B,
Heinz S. 2006. Cuticle differentiation
during
Drosophila
embryogenesia.
Matrix Biol 26:337-347.
Nugroho et al. 2003. Isolasi dan karakterisasi
sebagian kitinase Trichoderma viridae
TNJ63. J Nat Indonese 5(2):101-106.
Pardede H. 2006. Penggunaan rhizobakteri
untuk proteksi cabai keriting terhadap
infeksi CMV dan Chi VMV: pengaruh
infeksi tunggal dan ganda terhadap
komponen hasil cabai [skripsi]. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.
Pechenik JA. 2005. Biology of the
Invertebrates. Edisi ke - 5. New York:
McGraw-Hill.
Purwani EY. 2002. Karakteristik enzim
kitinase
termostabil
dari
bakteri
termofilik Bacillus sp. 13.26 [tesis].
Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Samiyappan R. 2003. Molecular mechanism
involved in the PGPR mediated
suppression of insect pests and plant
pathogens attacking major agricultural

and horticultural crops in India. 6th
International PGPR Workshop. Calcuta,
[5-10 Oktober 2003].
Spindler KD. 1997. Chitinase and chitosanase
assays from Muzarelli RAA and MG
Peter,
editor.
Chitin
Handbook.
Grottammare: Alda Tecnografica p.229235.
Sukamto. 2005. Mengenali virus tanaman
cabai. http://www.beritaiptek.com/2berita
-berita iptek-2005-07-13- MengenaliVirus- Tanaman-Cabai. Shtml[18 Jan
2008].
Taufik M, Hidayat SH, Suastika G, Sumawar
SM, dan Sujiprihati S. 2005. Kajian Plant
Growth Promoting Rhizobacteria sebagai
agen proteksi cucumber mosaic virus dan
chilli veinal mottle virus pada cabai.
Hayati 12: 139-144.
Tenuta M. 2005. Plant growth promoting
rhizobacteria: prospects for increasing
nutrient acquisition and disease control.
[terhubungberkala]
www.umanitoba.ca/afs/agronomists_conf
/2003/pdf/tenuta_rhizobacteria.pdf[3Okto
ber 2006].
Toharisman A. 2004. Purification and
characterization
of
thermostable
chitinases from Bacillus licheniformis
MS-2
[disertasi].
Bogor:
Institut
Pertanian Bogor.
Vaaje-Kolstad G, Svein JH, Daan MF,
Bjornar S, Vincent GH. 2005. The noncatalitic chitin-binding protein CBP21
from Serratia marcescens is essential for
chitin degradation. Biol Chem 280:2849228497.
Wang SL, Chang WT. 1996. Purification and
characterization of two bifunctional
chitinases/lysozimes
extracellularly
produce by Pseudomonas aeruginosa K187 in a shrimp and crab shellpowder
medium. Appl Environ Microbiol 63:380386.
Wiendi NM. 2005. Konstruksi fusi transkripsi
gen kitinase asal Aeromonas caviae
WS76 dan ekspresinya pada tanaman
kentang kultivar Desiree [disertasi].
Bogor: Institut Pertanian Bogor.

8

Lampiran 1 Media – media yang digunakan dalam penelitian ini
• Media peremajaan
Nutrient Agar (Difco) 2.8 g dalam 100 ml aquades
• Media agar – agar susu skim (100 ml)
Komposisi:
Susu skim
0.5 g
Nutrient agar (Difco) 2.8 g
• Media agar – agar kitin (100 ml)
Komposisi:
0.01g
MgSO4.7H2O
0.1 g
K2HPO4
NaCl
0.1 g
Ekstrak khamir
0.7 g
Agar Bacto
1.5 g
Koloidal kitin
1.0 g
• Media produksi kitinase (100 ml)
Komposisi:
0.01g
MgSO4.7H2O
0.1 g
K2HPO4
NaCl
0.1 g
Ekstrak khamir
0.7 g
Agar Bacto
1.5 g
Koloidal kitin
0.3 g

9

Lampiran 2 Data isolat bakteri yang tumbuh pada media agar - agar kitin
28 I.23
Isolat Kemampuan
Ciri koloni
29 I.24
No.
tumbuh
II.10
+
Warna
:
Putih
30 I.25
1

+

Tepian :Licin
Elevasi: Datar

2
3

II.9
II.8

+

4

II.7

+

5
6
7
8
9
10
11
12

II.6
II.5
II.4
II.3
II.2
II.1
II.20
II.34

13

II.17

14

II.16

15

II.15

+

+

+

+

16

II.14

+

17

II.13

+

18

II.12

+

19

II.11

+

20

I.33

+

21

I.34

+

22
23
24
25
26

I.17
I.18
I.19
I.20
I.21

+

27

I.22

-

Warna : orange
Tepian : bergerigi
Elevasi: datar
Warna :
kekuningan
Tepian : bergerigi
Elevasi: datar

Warna : Kuning
muda
Tepian : bergerigi
Elevasi: rata
Warna : orange
kemerahan
Tepian : licin
Elevasi: rata
Warna :
kekuningan
Tepian : cembung
Elevasi:
bergelombang
Warna :
kekuningan
Tepian : bergerigi
Elevasi: datar
Warna : putih keruh
Tepian : bergerigi
Elevasi: datar
Warna : putih keruh
Tepian : licin
Elevasi: datar
Warna : putih
Tepian : bergerigi
Elevasi: datar
Warna : putih
Tepian :
bergelombang
Elevasi: datar
Warna : putih
Tepian :
bergelombang
Elevasi: datar
Warna : putih
transparan
Tepian : bercabang
Elevasi: datar

Warna : putih keruh
Tepian : bergerigi
Elevasi: cembung

31

I.26

+

32
33

I.27
I.28

+

34
35
36
37

I.29
I.31
I.32
I.1

+

38

I.2

+

39

I.3

+

40

I.4

+

41

I.5

+

42

I.8

+

43
44
45
46
47

I.10
I.11
I.12
I.13
I.14

+

48

I.15

+

49

I.16

-

Warna : Bening
Tepian : bercabang
Elevasi: datar
Warna :
kekuningan
Tepian : bergerigi
Elevasi: datar
Warna : kecoklatan
Tepian : bergerigi
kecil
Elevasi: datar

Warna : putih
Tepian : bercabang
Elevasi: datar
Warna : putih
Tepian : bercabang
Elevasi: datar
Warna : putih
Tepian : bercabang
Elevasi: datar
Warna : putih
Tepian :licin
Elevasi: datar
Warna : putih
Tepian : bercabang
Elevasi: datar
Warna : putih
Tepian
:bergelombang
Elevasi:datar

Warna : kecoklatan
Tepian : bergerigi
Elevasi: cembung
Warna : kecoklatan
Tepian : seperti
bunga
Elevasi: datar

Keterangan : + = isolat tumbuh
- = isolat tidak tumbuh

10

Lampiran 3 Metode pengukuran aktivitas kitinase (Spindler 1997)
Sebanyak 5 ml kultur disentrifuse dengan kecepatan 10000 rpm selama 10 menit.

Bahan
Substrat koloidal kitin
Bufer fosfat
Enzim

Sampel (µl)
900
450
450

Kontrol (µl)
900
450
-

Kont-E (µl)
450

diinkubasi pada suhu 55oC selama 30 menit,
reaksi dihentikan pada suhu 100oC selama 5 menit,
campuran didinginkan selama 10 menit, kemudian Kont-E dicampurkan pada kontrol.

disentrifuse pada 10000 rpm (8400 g), selama 5 menit.

Bahan
Campuran enzim
Akuades
Reagen Schales

Sampel (µl)
600
1500
3000

Kontrol (µl)
600
1500
3000

Blanko (µl)
2100
3000

direbus 10 menit, suhu 100oC.
ukur pada = 420 nm
Rumus:
• Aktivitas enzim
Y (absorbansi) = (Ab-As)-(Ab-Ac)
X
= konsentrasi (ppm)
Unit/ml = ppm x fp
BM x V x t
• Aktivitas spesifik
Unit/mg = Aktivitas enzim (U/ml)
Kadar protein (mg/ml)
Keterangan:
U
: Unit aktivitas 1 ml enzim yang membebaskan GlcNac sebesar 1 mol/ menit
As
: Absorbansi sampel
Ab
: Absorbansi blanko
Ac
: Absorbansi kontrol
BM
: Berat Molekul NaGlc (221,2 Dalton)
V
: Volume enzim yang digunakan
T
: Waktu inkbasi (30 menit)

11



Data standar N-asetil glukosamin
Konsentrasi
(ppm)



Absorbansi
(420 nm)

0

0.495

100

0.456

200

0.415

300

0.365

400

0.319

Kurva standar N- asetil glukosamin

Absorbansi (420 nm)

0.6
y = -0.0005x + 0.5005
R2 = 0.9974

0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0

100

200

300

400

Konsentrasi N-Asetilglukosamin (ppm)

500

600

12

Lampiran 4 Metode pengukuran kadar protein (Bradford 1976)
Pereaksi
Standar Protein (Tirosin 5 mM)
Akuades
Enzim
Reagen Bradford

Blanko (ml)
0
0.1
0
5

Standar (ml)
0.1
0
0
5

Dikocok kuat dengan vortex, didiamkan selama 20 menit
Campuran diukur pada 595 nm



Reagen Bradford
Komposisi
Comassie Blue G-250
Etanol 95%
H3PO4
H2O

10 mg
5 ml
10 ml
85 ml

disaring dengan kertas saring

diencerkan dengan H2O (1 : 5)



Larutan Stok Protein
Bovin serum albumin
Akuades

10 mg
10 ml

Kurva standar protein

Absorbansi (595 nm)



y = 0.356x + 0.026

0.45
0.4
0.35
0.3
0.25

2

R = 0.9684

0.2
0.15
0.1
0.05
0
0

0.2

0.4

0.6

0.8

Konsentrasi Protein (mg/ml)

1.0

Sampel (ml)
0
0
0.1
5

13

Lampiran 5 Pembentukan zona kitinolitik (a) dan zona proteolitik (b)

a

Zona Bening

b

Zona Bening

Isolat pada media susu
skim

Isolat pada media agar kitin

Lampiran 6 Data pengukuran absorbansi sel ( 600 nm ) dan aktivitas kitinase pada pH 7


Isolat I.5

Waktu (jam)

0

12

24

36

48

60

72

96

2.548

12.326

11.880

9.728

11.342

11.584

12.178

10.954

Aktivitas kitinase (U/ml)

0

0

0

0.479

0.242

0.238

0

0

Aktivitas spesifik (U/mg)

0

0

0

0.110

0.056

0.059

0

0

Absorbansi



Isolat I.21
0

12

24

36

48

60

72

96

12.540

14.409

14.060

13.626

13.369

13.335

13.644

12.933

Waktu (jam)
Absorbansi
Aktivitas kitinase (U/ml)

0

0.479

0.486

0.4805

0.232

0.244

0.238

0.228

Aktivitas spesifik (U/mg)

0

0.109

0.113

0.114

0.056

0.0585

0.058

0.050

Keterangan : Suhu inkubasi sel : 37oC
Suhu inkubasi kitinase : 55oC
Data standar pertumbuhan sel


Isolat I.5
1:1

1:2

1:4

1:8

1:16

Absorbansi

0.014

0.025

0.052

0.156

0.218

Log Jumlah Sel

9.792

10.093

10.394

10.635

10.996

Rasio



Kurva standar pertumbuhan sel isolat I.5

Absorbansi 600 nm

0.25

0.15
0.1
0.05
0
-0.05



y = 0.0539x - 0.0687
2
R = 0.9039

0.2

9.792

10.093

10.394
Log Jumlah sel

10.635

10.996

14



Isolat 1.21
1:1

1:2

1:4

1:8

1:16

Absorbansi

0.022

0.044

0.083

0.254

0.366

Log Jumlah Sel

6.164

6.465

6.767

7.068

7.369

Rasio



Kurva standar pertumbuhan sel isolat 1.21
0.4
y = 0.298x - 1.8627
R2 = 0.9007

Absorbansi 600 nm

0.35
0.3
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
-0.05 6

6.2

6.4

6.6

6.8

7

7.2

7.4

7.6

Log Jumlah Sel

Lampiran 7 Data pengaruh suhu terhadap aktivitas kitinase pada pH 7


Isolat I.5
o

Suhu ( C)

25

30

35

40

45

50

55

60

Aktivitas kitinase (U/ml)

0

0.489±0

0

0

0

0

0.484±0.008

0.488±0.013

Aktivitas spesifik (U/mg)

0

0.113

0

0

0

0

0.111±0.001

0.112±0.001



Isolat I.21
o

Suhu ( C)

25

30

35

40

45

50

55

60

Aktivitas kitinase (U/ml)

0

0

0

0

0

0.466±0.033

0.489±0

0

Aktivitas spesifik (U/mg)

0

0

0

0

0

0.111±0.004

0.116±0

0

: 420 nm

15

Lampiran 8 Data pengaruh pH terhadap aktivitas kitinase


Isolat I.5

pH

4

5

6

7

8

9

10

Aktivitas kitinase (U/ml)

0.122±0.173

0.334±0.219

0.474±0.022

0.489±0

0.357±0.169

0.122±0.173

0.238±0

aktivitas spesifik (U/mg)

0.028±0.019

0.077±0.024

0.109±0.002

0.113±0

0.082±0.018

0.0281±0.019

0.055±0



Isolat I.21

pH

4

5

6

7

8

9

10

Aktivitas kitinase (U/ml)

0

0

0.122 ±0.173

0.364±0.177

0.122±0.173

0

0

aktivitas spesifik (U/mg)

0

0

0.029±0.019

0.086±0.020

0.029±0.019

0

0

Keterangan : Suhu inkubasi sel : 37oC
Suhu inkubasi kitinase : 55oC
: 420 nm

ISOLASI ENZIM KITINASE DARI BAKTERI PERAKARAN TANAMAN
CABAI DAN APLIKASINYA PADA KUTU KEBUL

IRNI MAHAGIANI

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

ABSTRAK
IRNI MAHAGIANI. Isolasi Enzim Kitinase dari Bakteri Perakaran Tanaman Cabai dan
Aplikasinya pada Kutu Kebul. Dibimbing oleh NISA RACHMANIA MUBARIK dan SUGENG
SANTOSO.
Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) merupakan bakteri perakaran yang dapat
memacu pertumbuhan tanaman dan menginduksi ketahanan tanaman terhadap patogen. Beberapa
jenis PGPR juga diketahui mampu menghasilkan enzim kitinase. Tujuan penelitian ini ialah
menapis PGPR penghasil enzim kitinase yang berasal dari perakaran tanaman cabai serta
melakukan uji aktivitas kitinolitiknya terhadap kitin kutu kebul (Bemisia tabaci). Di antara 25
isolat kitinolitik yang berhasil diisolasi, isolat I.5 dan I.21 memiliki indeks kitinolitik tertinggi.
Indeks kitinolitik dan aktivitas spesifik tertinggi isolat I.5 masing-masing sebesar 0,94 dan 0,11
U/mg protein. Produksi maksimum kitinase isolat I.5 terjadi pada jam ke-36 kultivasi pada suhu
30oC dan pH 7. Sedangkan indeks kitinolitik dan aktivitas spesifik tertinggi isolat I.21 masingmasing 0,75 dan 0,114 U/mg protein. Produksi maksimum kitinase isolat I.21 terjadi pada jam ke36 kultivasi pada suhu 55oC dan pH 7. Berdasarkan morfologi sel dan sifat Gram-nya, kedua
isolat diidentifikasi sebagai genus Bacillus. Eksoskeleton kutu kebul yang diberi perlakuan
dengan kultur sel maupun enzim kitinase dari isolat I.21 mengalami degradasi.

ABSTACT
IRNI MAHAGIANI. Isolation of Chitinase from Pepper Rhizosphere and Its Application on
Whitefly. Supervised by NISA RACHMANIA MUBARIK and SUGENG SANTOSO.
Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) is rhizobacteria which can promote plant
growth. Several kinds of PGPR also have been known producing kitinase. The aims of this
experiments were to screen PGPR which can produce chitinase from pepper rhizosphere and test
their chitinolytic activity to degrade exosceleton of whitefly (Bemisia tabaci). Among isolated 25
chitinolytic bacteria, strains I.5 and I.21 showed highest chitinolytic index. The highest
chitinolytic index and specific activity of strain I.5 were 0.94 and 0.11 U/mg proteins,
respectively. Maximum production of I.5 chitinase was occured after 36 hours cultivation under
30oC and pH 7. The highest chitinolytic index and specific activity of strain I.21 were 0.75 and
0.114 U/mg proteins, respectively. Maximum production of I.21 chitinase was occured after 36
hours cultivation under 55oC and pH 7. Based on their Gram and morphological properties, both
of them were identified as Bacillus. Exosceleton of whitefly treated either by cell culture or
chitinase of strain I.21 was degraded.

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Di Indonesia buah cabai (Capsicum
annuum L.) merupakan salah satu komoditas
pertanian yang penting dan bernilai ekonomi
tinggi. Produktivitas cabai di Indonesia
mencapai 5.79 ton/ha dan pada tahun yang
sama harga jualnya mencapai Rp. 12.000 per
kg
(Deptan 2006). Namun angka
produktivitas cabai ini bersifat fluktuatif,
salah satunya diakibatkan oleh serangan hama
dan penyakit. Berbagai hama dari golongan
serangga dan tungau diketahui banyak
menyebabkan kerugian.
Berbagai jenis
patogen, antara lain virus, cendawan, dan
bakteri juga diketahui menyerang dan
menimbulkan kerugian ekonomi pada
tanaman cabai. Serangan penyakit virus
kuning keriting per Desember 2004 terjadi
pada luas lahan ± 984.6 ha (Sukamto 2005).
Salah satu jenis hama yang paling
merugikan pada tanaman cabai ialah kutu
kebul
Bemisia
tabaci
(Homoptera:
Aleyrodidae). Kutu kebul merupakan hama
yang dapat menyebabkan kerugian secara
langsung serta menjadi vektor virus kuning
keriting yang merupakan patogen tanaman
cabai.
Plant Growth Promoting Rhizobacteria
(PGPR) merupakan rhizobakteri yang dapat
meningkatkan pertumbuhan tanaman. PGPR
telah diketahui berasosiasi dengan berbagai
jenis tanaman. Pardede (2006) berhasil
mengisolasi beberapa isolat PGPR dari
perakaran tanaman cabai. Organisme ini juga
dilaporkan dapat menginduksi ketahanan
tanaman. Antibiotik yang diproduksi oleh
PGPR mampu mencegah perkembangan
patogen yang menyerang tanaman cabai
(Tenuta 2005). Perlakuan PGPR pada cabai
dapat meningkatkan kemampuan tanaman
yang terinfeksi dalam mempertahankan bobot
buah yang dihasilkan (Taufik et al. 2005).
Samiyyapan (2003) melaporkan bahwa PGPR
dapat menghasilkan senyawa antibiotik, asam
sianida (HCN), siderofor dan enzim litik
seperti kitinase.
Genus
Pseudomonas,
Bacillus,
Streptomyces,
dan Agrobacterium adalah
bakteri yang telah banyak diteliti dan
dikembangkan sebagai biokontrol terhadap
patogen tanaman (Samiyyapan 2003). Genus
ini selain mampu menghambat perkembangan
penyakit tanaman dengan menginduksi sistem
resistensi, juga mampu memproduksi enzim
kitinase. Kitinase yang dihasilkan mampu
mengonversi kitin menjadi monomer atau

oligomernya (Wen et al. 2002 dan Tsujibo et
al. 2003 dalam Nugroho et al. 2003). Wiendi
(2005) berhasil membentuk fusi transkripsi
gen chi dari Aeromonas caviae dan
ekspresinya pada tanaman kentang varietas
Desiree sebagai usaha merakit tanaman yang
resisten terhadap cendawan dan nematoda
patogen. Ajit (2006) melaporkan bahwa
Pseudomonas
fluoresens
memiliki
kemampuan
menghasilkan
kitinase
ekstraseluler yang berperan sebagai antiFusarium oxysporum, penyebab penyakit layu
jaringan.
Kemampuan berbagai jenis PGPR untuk
menginduksi ketahanan tanaman terhadap
serangan patogen, dan juga kemampuannya
untuk
menghasilkan
enzim
kitinase
memberikan peluang bagi kita untuk
menjadikan PGPR sebagai salah satu alternatif
untuk mengurangi kerugian akibat hama dan
penyakit tanaman. Penggunaan PGPR tidak
akan
menimbulkan
pengaruh
negatif
sebagaimana
yang
ditimbulkan
oleh
penggunaan pestisida yang tidak bijaksana,
seperti arsenat, sulfur, da