Isolasi, Pemurnian Parsial, dan Karakterisasi Enzim Kitinase dari Bacillus sp. BPPT CC 2

ISOLASI, PEMURNIAN PARSIAL, DAN KARAKTERISASI
ENZIM KITINASE DARI Bacillus sp. BPPT CC 2

OKI KURNIA SUGIARTO

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Isolasi, Pemurnian
Parsial, dan Karakterisasi Enzim Kitinase dari Bacillus sp. BPPT CC 2 adalah
benar karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Penelitian ini
merupakan bagian dari proyek penelitian atas nama Dr. Ir. Siswa Setyahadi, M. Sc.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan

hak cipta dari karya tulis saya kepada Laboratorium Teknologi Bioindustri,
LAPTIAB, Puspiptek Serpong.
Bogor, Agustus 2013

Oki Kurnia Sugiarto
NIM G84090033

ABSTRAK
OKI KURNIA SUGIARTO. Isolasi, Pemurnian Parsial, dan Karakterisasi Enzim
Kitinase dari Bacillus sp. BPPT CC 2. Dibimbing oleh DJAROT SASONGKO
HAMI SENO dan SISWA SETYAHADI.
Kitinase merupakan enzim yang potensial karena kemampuannya untuk
menghidrolisis kitin menjadi turunannya yang dapat dimanfaatkan secara
komersial dalam berbagai bidang, misalnya pertanian, mikrobiologi, dan kosmetik.
Penelitian ini bertujuan mengisolasi, memurnikan, dan mengkarakterisasi (pH,
suhu, pengaruh ion logam, bobot molekul, dan parameter kinetika) kitinase dari
Bacillus sp. BPPT CC2. Pemurnian enzim dilakukan dengan pengendapan
ammonium sulfat dan dialisis. Setelah dialisis, enzim dikarakterisasi dengan
beberapa parameter seperti pH, suhu, ion logam, bobot molekul, dan parameter
kinetika. Enzim kitinase terendapkan dengan baik menggunakan ammonium sulfat

80%. Kemurnian enzim yang telah didialisis meningkat 6.58 kali dengan aktivitas
spesifik sebesar 0.0924 U/mg. Suhu dan pH optimum untuk kitinase yaitu 55ºC
dan pH 5. Nilai Km dan Vmaks yang diperoleh yaitu 2.705x10-4 mg/L detik dan
0.6959 mg/L. Bobot molekul kitinase diprediksi sebesar 103 kDa. Penambahan
ion logam Mn2+ dan EDTA (5 mM dan 10 mM) berperan sebagai aktivator.
Kata kunci: Bacillus sp. BPPT CC 2, karakterisasi, kitinase, parameter kinetika,
pemurnian

ABSTRACT
OKI KURNIA SUGIARTO. Isolation, Parsial Purification, and Characterization
of Chitinase Enzyme from Bacillus sp. BPPT CC 2. Supervised by DJAROT
SASONGKO HAMI SENO and SISWA SETYAHADI.
Chitinase is a potential enzyme due to its acitvity hydrolyting chitin to its
derivates. Therefore, it can be used for various applications, such as agriculture,
microbiology, and cosmetic. This study aimed to isolate, purify, and characterize
(pH, temperature, metal ion effect, molecular weight, and kinetic parameters)
chitinase of Bacillus sp. BPPT CC 2. Ammonium sulphate precipitation and
dialysis were used for enzyme purification. Enzyme was characaterized its
optimum pH and temperature, metal ions, molecular weight, as well as kinetic
parameters. The results showed that enzyme was well precipitated using 80%

ammonium sulphate. After dialyzed, level of enzyme purity increased 6.58 fold
with specific activity of 0.0924 U/mg. Results showed that the optimum
temperature and pH of chitinase were found at 55ºC and pH 5. Value of Km and
Vmaks values were 2.705x10-4mg/L second and 0.6959 mg/L. Predicted molecular
weight of chitinase was 103 kDa. Addition of metal ions Mn2+and EDTA (5 mM
and 10 mM) act as activators of chitinase.
Keyword: Bacillus sp. BPPT CC 2, characterize, chitinase, kinetic parameter,
purification

ISOLASI, PEMURNIAN PARSIAL, DAN KARAKTERISASI
ENZIM KITINASE DARI Bacillus sp. BPPT CC 2

OKI KURNIA SUGIARTO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biokimia


DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Isolasi, Pemurnian Parsial, dan Karakterisasi Enzim Kitinase dari
Bacillus sp. BPPT CC 2
Nama
: Oki Kurnia Sugiarto
NIM
: G84090033

Disetujui oleh

Dr. Djarot Sasongko Hami Seno, MS
Pembimbing I

Dr. Ir. Siswa Setyahadi, M.Sc
Pembimbing II


Diketahui oleh

Dr.Ir. I Made Artika, M.App.Sc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang senantiasa
memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan skripsi yang
berjudul “Isolasi, Pemurnian Parsial, dan Karakterisasi Enzim Kitinase dari
Bacillus sp. BPPT CC 2” ini dapat diselesaikan. Penelitian ini berlangsung selama
4 bulan dari Januari hingga April 2013 dan dilaksanakan di Laboratorium
Teknologi Bioindustri, LAPTIAB, Puspiptek. Penelitian ini bagian dari proyek
atas nama Dr. Ir. Siswa Setyahadi, M. Sc.
Terima kasih disampaikan kepada Bapak Dr. Djarot Sasongko Hami Seno,
MS dan Bapak Dr. Ir. Siswa Setyahadi, M.Sc, selaku pembimbing dalam skripsi
ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada kak Ruby Setyawan dan staf Divisi
Biokatalis yang telah membantu selama penelitian ini. Ucapan terima kasih juga

penulis sampaikan kepada orang tua, keluarga, dan teman-teman atas doa dan
segala dukungan. Demikianlah skripsi ini disusun, semoga dapat bermanfaat baik
bagi penulis maupun para pembaca.

Bogor, Agustus 2013
Oki Kurnia Sugiarto

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1


METODE

2

HASIL

4

PEMBAHASAN

7

Produksi dan Purifikasi Enzim Kitinase

7

Suhu dan pH Optimum Enzim Kitinase

8


Identifikasi Bobot Molekul Enzim berdasarkan SDS PAGE dan Zimogram

9

Pengaruh Ion Logam terhadap Aktivitas Enzim Kitinase

9

Parameter Kinetika Enzim Kitinase

10

SIMPULAN

11

DAFTAR PUSTAKA

11


LAMPIRAN

14

RIWAYAT HIDUP

23

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Suhu dan pH optimum enzim kitinase
Elektroforegram SDS PAGE dan zimogram
Pengaruh ion logam terhadap aktivitas kitinase
Kurva Michaelis Menten
Kurva konsentrasi substrat terhadap aktivitas enzim


5
5
6
7
7

DAFTAR LAMPIRAN
1 Diagram alir penelitian
2 Kurva standar BSA
3 Kurva standar N-asetilglukosamin
4 Data hasil penentuan aktivitas kitinase berbagai fraksi
5 Data hasil suhu optimum
6 Data hasil pH optimum
7 Pengaruh ion logam
8 Parameter kinetika enzim kitinase

14
15
17

19
19
19
20
21

1

PENDAHULUAN
Enzim merupakan katalis biologis yang berperan dalam reaksi metabolisme
pada makhluk hidup. Enzim masih memiliki aktivitas katalis meskipun di luar sel.
Oleh karena itu, para peneliti telah mempelajari studi tentang karakteristik enzim
secara in vitro. Meskipun hampir semua enzim ditemukan di dalam sel, beberapa
enzim yang dihasilkan mikroba disekresikan ke media produksi yang disebut
sebagai enzim ekstraseluler. Enzim ekstraseluler tersebut perlu diisolasi untuk
dipelajari karakteristiknya secara in vitro. Selain diisolasi, enzim tersebut juga
perlu dimurnikan sebelum diketahui karakteristiknyas (Nelson and Cox 2008).
Kitinase merupakan salah satu enzim yang sangat berpotensi di dunia
industri. Enzim kitinolitik dapat dimanfaatkan di berbagai aplikasi, seperti
produksi kitooligosakarida dan N-asetilglukosamin, persiapan protein sel tunggal,
isolasi protoplas dari jamur, biokontrol jamur patogen, dan berpotensi untuk
mengendalikan larva nyamuk Aedes aegypti (Dahiya et al. 2006). Enzim kitinase
termasuk ke dalam enzim kelas hidrolase karena saat terjadinya reaksi enzimatis
akan diperoleh hasil samping berupa air. Berbagai organisme menghasilkan aneka
jenis kitinase dengan spesifitas substrat dan karakteristik yang bervariasi. Bakteri
menghasilkan kitinase sebagai sarana memperoleh nutrisi dan agen parasitisme,
sedangkan fungi, protozoa, dan invertebrata menghasilkan enzim untuk proses
morfogenesis. Tanaman menghasilkan kitinase untuk mempertahankan diri dari
serangan patogen. Kitinase dari organisme laut berperan dalam proses daur ulang
kitin (Zeki dan Muslim 2010; Dahiya et al. 2006; Thiagarajan et al. 2011).
Enzim kitinase dikelompokkan menjadi dua berdasarkan tempat
dihasilkannya, yaitu endokitinase dan eksokitinase. Endokitinase dapat
menghidrolisis kitin secara acak dari bagian dalam dan menghasilkan
kitooligomer. Eksokitinase terdiri atas β-N-asetilheksoaminidase dan
kitobiohidrolase. Enzim β-N-asetilheksoaminidase dapat menghidrolisis kitin
secara berurutan dari ujung non reduksi menghasilkan N-asetilglukosamin
sedangkan kitobiohidrolase dapat menghidrolisis kitin secara berurutan dari ujung
non reduksi menghasilkan kitobiosa sebagai produk akhir (Patil et al. 2000).
Isolat Bacillus sp. BPPT CC 2 merupakan isolat yang diperoleh dari hasil
penapisan dari air di Sumatera Utara. Isolat ini berbentuk batang dan berpotensi
sebagai penghasil enzim kitinase. Optimasi telah dilakukan untuk produksi Nasetilglukosamin menggunakan enzim kitinase yang berasal dari Bacillus sp.
BPPT CC 2. Rendemen tertinggi sebanyak 99.41% dari hasil hidrolisis 3%
substrat koloidal kitin dengan 0.2 U enzim pada kondisi pH 7.0 dan suhu 37°C
selama 5 hari (Maggadani 2012). Hasil tersebut mengindikasikan bahwa enzim
kitinase dari Bacillus sp. BPPT CC 2 dapat digunakan untuk biokonversi kitin
menjadi N-asetilglukosamin dengan rendemen yang tinggi untuk kepentingan
industri. Pemanfaatan dan potensi isolat Bacillus sp. BPPT CC 2 sebagai
penghasil enzim kitinase sampai saat ini masih terus dilakukan.
Penelitian ini bertujuan memurnikan dan mengkarakterisasi enzim kitinase
dari isolat Bacillus sp. BPPT CC 2. Hipotesis penelitian ini yaitu aktivitas spesifik
enzim kitinase yang dihasilkan oleh isolat Bacillus sp. BPPT CC 2 akan
meningkat setelah dipurifikasi secara parsial. Selain itu, diperoleh kondisi
optimum enzim kitinase, nilai Km dan Vmaks. Penelitian ini diharapkan dapat

2
memberikan informasi mengenai kondisi optimum enzim kitinase sehingga dapat
dimanfaatkan lebih lanjut dalam skala laboratorium maupun skala industri.

METODE
Bahan dan Alat
Penelitian ini menggunakan isolat Bacillus sp. BPPT CC 2 yang berasal dari
Laboratorium Teknologi Bioindustri LAPTIAB Puspiptek. Bahan yang digunakan
untuk produksi enzim adalah media Luria Bertani (pepton 1%, yeast esxtract 0.5%,
dan NaCl 0.5%) dan substrat koloidal kitin 5%. Bahan yang digunakan untuk uji
aktivitas adalah reagen DNS (asam dinitrosalisilat), standar N-asetilglukosamin,
buffer fosfat 0.05 M, dan koloidal kitin 1%. Bahan yang digunakan untuk
purifikasi dan karakterisasi adalah ammonium sulfat, membran tubing selulosa
D9777, bovine serum albumin (BSA), phosphate buffer saline (PBS), buffer
(sitrat, fosfat, dan Tris-Cl), beberapa ion logam (Ca2+, Mg2+, Mn2+, Zn2+), EDTA
(Ethylene Diamine Tetraacetic Acid), air reverse osmosis (RO), dan marker SDS
PAGE.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain erlenmeyer, gelas
piala, labu ukur, hot plate, sentrifuse, pH meter, vortex, thermomixer,
spektrofotometer UV-Vis, rotary shaker inkubator, lemari pendingin, perangkat
elektroforesis, autoklaf, laminar air flow, penangas air, mikropipet, tabung vial
(Eppendorf), dan magnetic stirer.
Metode
Pembuatan Substrat Koloidal Kitin
Serbuk kitin sebanyak 5 gram ditambahkan ke dalam 60 mL HCl pekat dan
diaduk selama 16 jam pada suhu 4ºC. Campuran tersebut dimasukkan ke dalam 2
L etanol 95% dan diaduk selama semalam pada suhu 4ºC. Campuran tersebut
dipisahkan dengan vakum. Endapan yang diperoleh dicuci dengan RO hingga
netral (pH 7). Kemudian larutan koloidal kitin (5%) disimpan pada suhu 4ºC
(Wen et al. 2002).
Produksi Enzim
Sebanyak 2-3 ose kultur Bacillus sp. BPPT CC 2 dari agar miring
diinokulasikan pada media 5 mL LB cair dan diinkubasi pada suhu 37ºC selama
semalam. Hasil inkubasi tersebut diinokulasi sebanyak 1 mL ke dalam 9 mL
media starter LB dan diinkubasi selama 6 jam pada suhu 37ºC. Media starter
tersebut kemudian diinokulasi ke dalam 90 mL media produksi yang mengandung
1% koloidal kitin, 1% pepton, 0.5% yeast extract, dan 0.5% NaCl. Produksi
dilakukan pada suhu 37ºC selama 5 hari dengan kecepatan 150 rpm. Hasil
produksi enzim tersebut disentrifuse dengan kecepatan 13.000 rpm selama 5 menit
pada suhu 4ºC. Supernatan yang dihasilkan merupakan enzim kasar kitinase
(Maggadani 2012; Wen et al. 2002).

3
Analisis Kadar Protein
Pengujian kadar protein dilakukan setelah pembuatan kurva standar. Kurva
standar dibuat dari standar BSA dengan konsentrasi 0-8 mg/mL. Sampel sebanyak
20 µL direaksikan dengan 180 µL larutan PBS dan 2 mL reagen Lowry lalu
divorteks dan diinkubasi selama 10 menit pada 37ºC. Kemudian pereaksi
ditambahkan Follin Ciocalteu 200 µL dan diinkubasi 30 menit hingga terjadi
perubahan warna dari bening menjadi biru. Absorbansi diukur pada panjang
gelombang 750 nm (Lowry 1951).
Pengendapan Ammonium Sulfat
Esktrak enzim kasar yang telah diperoleh diendapkan dengan variasi
konsentrasi dari ammonium sulfat (20%, 40%, 60%, dan 80%). Penambahan
ammonium sulfat dilakukan pada suhu 4ºC dan diaduk selama 1 jam dan
disentrifuse dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit pada suhu 4ºC. Pelet
yang diperoleh diresuspensi dengan buffer fosfat 0,05 M pH 7 dengan
perbandingan 1:2 (b/v) (Baehaki et al. 2012).
Dialisis
Enzim yang telah diendapkan dengan ammonium sulfat kemudian
dimurnikan lebih lanjut dengan dialisis. Membran tubing selulosa yang digunakan
untuk dialisis sebelumnya dicuci dengan air RO untuk menghilangkan
kontaminan seperti gliserol. Enzim yang telah diresuspensi kemudian dimasukkan
ke dalam membran dialisis dengan ukuran 12,4 kDa dan diinkubasi dalam buffer
fosfat 0,05 M pH 7 selama 12-16 jam pada suhu 4ºC (Baehaki et al. 2012).
Uji Aktivitas Enzim
Aktivitas kitinase dianalisis dengan penentuan gula pereduksi. Uji
aktivitas dilakukan dengan mencampurkan 0.3 mL koloidal kitin 1% pH 7 dan 0.3
mL enzim dan diinkubasi selama 30 menit pada suhu 37ºC. Reaksi hidrolisis
dihentikan dan dianalisis dengan penambahan 0.6 mL reagen DNS. Campuran
tersebut kemudian disentrifuse pada kecepatan 14.000 rpm selama 5 menit.
Supernatan kemudian diambil dan diinkubasi pada air mendidih selama 15 menit.
Aktivitas enzim diukur pada panjang gelombang 540 nm. Satu unit aktivitas
kitinase didefinsikan sebagai jumlah enzim yang dibutuhkan untuk menghasilkan
1 µmol gula pereduksi N-asetilglukosamin yang terdeteksi dalam 1 menit (Miller
1959)
Penentuan Suhu dan pH Optimum
Penentuan suhu dan pH optimum dilakukan dengan metode Miller
termodifikasi. Suhu yang digunakan pada penelitian ini yaitu suhu 30-60ºC
dengan interval 5ºC, sedangkan pH yang digunakan yaitu pH 3-9 dengan interval
1 unit (Baehaki et al. 2012).
SDS PAGE dan Zimogram untuk Identifikasi dan Penentuan Bobot Molekul
SDS PAGE dilakukan sesuai dengan metode Laemmli. Standar protein
yang digunakan yaitu standar low molecular weight (LMW) yang terdiri atas
fosforilase b (97 kDa), BSA (66 kDa), ovalbumin (45 kDa), carbonic anhydrous
(29 kDa), inhibitor tripsin (21.5 kDa), dan α-laktalbumin (14,4 kDa). Gel terdiri

4
atas stacking gel (5%) dan separating gel (12%). Gel dielektroforesis dengan
tegangan 150 V dan 100 A selama 90 menit. Setelah itu, gel diwarnai dengan
Page Blue selama 30 menit dan dicuci dengan air RO sampai pita protein terlihat
(Laemmli et al. 1970).
Zimogram dilakukan sebagai berikut: sampel enzim ditambahkan ke
dalam SDS PAGE sampel buffer dan diinkubasi pada suhu optimum selama 1
menit. Gel terdiri atas stacking gel (5%) dan separating gel (12%). Enzim
dipisahkan dengan separating gel yang mengandung 0,1% glikol kitin. Setelah
dielektroforesis, gel direndam dengan 2,5% Triton X-100 selama 1 jam.
Kemudian gel direndam pada buffer dengan suhu dan pH optimum selama 30
menit dan diinkubasi selama 15 menit pada suhu 40C. Pewarnaan gel dilakukan
dengan perendaman menggunakan 0,1% congo red selama 30 menit dan dicuci
dengan NaCl 1 M hingga zona bening terlihat. Setelah itu ditambahkan HCl 1M
(Laemmli et al. 1970; Flint et al. 1994).
Pengaruh Ion Logam dan Penentuan Parameter Kinetika
Ion logam yang digunakan adalah Ca2+, Mg2+, Mn2+, Zn2+, dan EDTA
dengan konsentrasi 5 mM dan 10 mM. Kompleks enzim dan ion logam diinkubasi
pada suhu ruang selama 1 jam dan diuji aktivitasnya dengan metode Miller
termodifikasi. Konsentrasi substrat koloidal kitin yang digunakan untuk
penentuan parameter kinetika divariasikan mulai dari 0.2%; 0.4%; 0.6%; 0.8%;
1%; 1.2%; dan 1.4%. Aktivitas enzim diuji dengan metode Miller termodifikasi
(Baehaki et al. 2012).

HASIL
Isolasi dan Pemurnian Parsial Kitinase
Ekstrak kasar enzim kitinase diperoleh dari isolat Bacillus sp. BPPT CC 2
setelah difermentasi selama 5 hari dalam media LB yang mengandung koloidal
kitin 1% (Sugiarto 2012). Berdasarkan hasil penelitian, aktivitas sepsifik enzim
kasar kitinase yang diperoleh sebesar 0.0140 U/mg. Setelah enzim diisolasi,
kemudian diendapkan menggunakan ammonium sulfat dengan konsentrasi 20%;
40%; 60%; dan 80%. Tabel 1 menunjukkan aktivitas spesifik dan tingkat
kemurnian tertinggi terdapat pada fraksi ammonium sulfat dengan kejenuhan 80%,
masing-masing sebesar 0.0807 U/mg dan 5.75 kali. Langkah selanjutnya yaitu
memurnikan enzim dari fraksi ammonium sulfat 80% dengan dialisis
menggunakan membran tubing selulosa. Aktivitas spesifik dan kemurnian enzim
kitinase meningkat sebesar 0.0924 U/mg dan 6.58 kali setelah dialisis.
Tabel 1Aktivitas kitinase tiap fraksi hasil pemurnian
Fraksi
Kasar
A.s. 20%
A.s. 40%
A.s. 60%
A.s. 80%
Dialisis

Aktivitas
(U/mL)

[Protein]
(mg/mL)

Volume
(mL)

Aktivitas
total (U)

Protein
total (mg)

0.0493
0.0649
0.0594
0.0593
0.0584
0.0619

3,51
2,03
0,99
0,95
0,72
0,67

100
10
10
10
10
3

4.93
0.649
0.594
0.593
0.584
0.619

351
20.3
9.9
9.5
7.2
2.01

*A.s : Ammonium sulfat

Aktivitas
spesifik
(U/mg)
0.0140
0.0319
0.0599
0.0620
0.0807
0.0924

Yield
(%)

Kemurnian
(kali)

100
13.16
12.06
12.04
11.85
3.77

1
2.28
4.27
4.42
5.75
6.58

5
Suhu dan pH Optim
imum Enzim Kitinase
Karakterisasi suhu dan pH diperlukan untuk mendapatka
tkan suhu dan pH
yang optimum untuk enzim kitinase berfungsi secara optimaal dalam proses
katalitik. Suhu yangg digunakan dalam penelitian ini yaitu suhu
uhu 30-60ºC dengan
interval 5ºC. Kondisi
ondisi optimum yang diperoleh dari isolat Bacillus
lus sp. BPPT CC 2
yaitu pada suhu 55ºC (Gambar 1a). Nilai pH yang digunakan pada penelitian ini
yaitu pH 3-9 dengan
an interval 1 unit. Kondisi pH optimum yang
ang diperoleh dari
isolat Bacillus sp. BPP
PPT CC 2 yaitu pada pH 5 (Gambar 1b).
b

120

120

Aktivitas relatif (%)

Aktivitas relatif (%)

a
100
80
60
40
20
0

100
80
60
40
20
0

25 30 35 40 45 50 55 60 65

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Suh (°C)
Suhu

pH

Gambar
bar 1 Suhu (a) dan pH (b) optimum enzim kitina
inase
Identifikasi Bobot M
Molekul Enzim berdasarkan SDS PAGE dan Zimogram
Enzim kasarr da
dan semi murni ditentukan bobot molekulnya
ya dengan metode
SDS PAGE. Pewarna
rnaan Page Blue digunakan untuk pewarnaa
naan SDS PAGE,
sedangkan zimogram
m menggunakan pewarnaan Congo Red. Enzi
nzim kitinase semi
murni yang dihasilka
lkan oleh Bacillus sp. BPPT CC 2 memiliki
iki bobot molekul
sebesar 103 kDa sete
etelah dikonfirmasi dengan menggunakan metode
me
zimogram
(Gambar 2).
1
97 kDa
66 kDa
45 kDa

29 kDa

2

3

4
103 kDa

43 kDa
40,2 kDa
37,8 kDa
30,3 kDa
25,4 kDa

20,1 kDa

23,6 kDa

14,4 kDa

Gambar 2 Elektrofore
oregram sumur (1) marker low molecular weight
ight, (2) ekstrak
kasar, (3)) ha
hasil dialisis, dan (4) zimogram

6

Aktivitas Relatif (%)

Pengaruh Ion Logam
Hasil uji pengaruh penambahan ion logam dan EDTA terhadap aktivitas
enzim kitinase Bacillus sp. BPPT CC 2 disajikan pada Gambar 3. Ion logam yang
digunakan yaitu Mn2+, Mg2+, Zn2+, Ca2+, dan EDTA dengan konsentrasi 5 mM
dan 10 mM. Berdasarkan uji statistik (Lampiran 6) dan Gambar 3, penambahan
ion logam Mg2+ dan Zn2+ dengan konsentrasi 5 mM tidak berpengaruh terhadap
peningkatan aktivitas enzim kitinase. Penambahan ion logam Ca2+ dengan
konsentrasi 5 mM dan 10 mM juga tidak berpengaruh terhadap aktivitas enzim
kitinase. Ion logam Mg2+ (10 mM), Mn2+, Zn2+ (10 mM), dan EDTA dapat
meningkatkan aktivitas enzim kitinase. Peningkatan aktivitas enzim kitinase
tertinggi yaitu dengan penambahan ion logam Mn2+ dengan konsentrasi 10 mM.

200
180
160
140
120
100
80
60
40
20
0

185,11

177,67 174,85
138,63

125,15
100,00

123,74
102,82

101,21

112,88 116,10

[Ion Logam]

Gambar 3 Pengaruh ion logam terhadap aktivitas kitinase

Parameter Kinetika Enzim Kitinase
Pengaruh konsentrasi substrat koloidal kitin terhadap aktivitas spesifik
enzim kitinase dapat dilihat pada kurva Michaelis Menten (Gambar 4). Kurva
tersebut menunjukkan pengaruh konsentrasi substrat koloidal kitin terhadap
aktivitas spesifik enzim kitinase. Berdasarkan hasil tersebut terlihat peningkatan
aktivitas enzim seiring dengan peningkatan konsentrasi koloidal kitin yang
digunakan. Laju peningkatan aktivitas enzim mengalami penurunan secara
progresif setelah penambahan koloidal kitin 0.8%. Kurva Michaelis Menten
tersebut dapat dikonversi ke dalam kurva Lineweaver-Burk sehingga diperoleh
nilai Km dan Vmaks (Gambar 5). Nilai Km dan Vmaks yang dihasilkan dari Bacillus
sp. BPPT CC 2 yaitu 2.705x10-4 mg/L detik dan Km sebesar 0.6959 mg/L.

7

Aktivitas Spesfik (U/mg)

1,2
1
0,8
0,6
0,4
0,2
0
0

0,2

0,4

0,6

0,8

1

1,2

1,4

1,6

[Koloidal kitin] (%)

Gambar 4 Kurva Michaelis Menten
20000
y = 2573x + 3697
R² = 0,992

15000

1/V

10000
1

K

5000
0

-2

v

0

1

2

4

6

-5000
1/[Koloidal Kitin]

Gambar 5 Kurva konsentrasi substrat terhadap aktivitas enzim (Lineweaver Burk)

PEMBAHASAN
Produksi dan Purifikasi Enzim Kitinase
Produksi kitinase dilakukan pada media LB cair yang mengandung 1%
koloidal kitin (Sugiarto 2012). Pemanenan dilakukan dengan cara sentrifugasi
dengan kecepatan 13000 rpm selama 5 menit pada suhu 4ºC. Metode analisis
aktivitas kitinase menggunakan metode DNS (3,5-Dinitrosalicylic acid). Enzim
kitinase akan menghidrolisis koloidal kitin dan menghasilkan gula pereduksi
berupa N-asetilglukosamin. Reaksi ini dihentikan dengan penambahan DNS. Gula
pereduksi (N-asetilglukosamin) akan bereaksi dengan DNS dan menghasilkan
warna kuning kecoklatan.
Setelah enzim kasar diperoleh, proses purifikasi selanjutnya adalah dengan
pengendapan ammonium sulfat. Tahap ini berfungsi untuk meningkatkan
konsentrasi protein enzim, mereduksi volume larutan enzim, dan memisahkan
protein target dari sebagian kontaminan. Kitinase diperoleh dengan cara
sentrifugasi karena enzim akan mengendap. Pelet yang diperoleh dilarutkan
dengan buffer fosfat 0.05 M pH 7 untuk menjaga kestabilan enzim. Tabel 1
menunjukkan bahwa pengendapan enzim yang menghasilkan aktivitas spesifik

8
tertinggi pada fraksi 80%. Hal tersebut dikarenakan pada fraksi 60-80%
kontaminan yang terdapat pada enzim semakin berkurang. Aktivitas spesifik pada
fraksi 60-80% sebesar 0.0807 U/mg dengan tingkat kemurnian 5.75 kali.
Tahap pemurnian selanjutnya adalah dialisis yang memiliki prinsip untuk
memisahkan molekul berdasarkan ukuran molekul melalui membran semi
permeabel. Membran dialisis yang digunakan adalah membran tubing selulosa
dengan MWCO (molecular weight cut off) 12,4 kDa. Penggunaan membran
tubing selulosa ini diharapkan molekul yang berukuran di atas 12,4 kDa tetap
berada dalam membran dialisis sedangkan kontaminan yang berukuran di bawah
12,4 kDa akan keluar dari membran dialisis. Enzim kitinase memiliki bobot
molekul berkisar antara 60 – 168 kDa (Anindyaputri 2010; Songsiriritthigul et
al.2010; Stefanidi dan Vorgias 2008). Pada tahap dialisis ini aktivitas spesifik
yang diperoleh meningkat hingga 0.0924 U/mg. Rendemen yang dihasilkan
sekitar 3.77% dengan tingkat kemurnian 6.58 kali (Tabel 1). Beberapa kitinase
juga mengendap dengan baik menggunakan ammonium sulfat pada konsentrasi
80%, misalnya pada kitinase yang dihasilkan oleh Diospyros kaki dan bakteri
termofilik Ralstonia sp. A-471 (Zhang et al. 2013; Ueda et al. 2005).
Suhu dan pH Optimum Enzim Kitinase
Suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja enzim.
Kebanyakan enzim mengalami denaturasi pada suhu antara 40-70ºC. Gambar 1a
menunjukkan pengaruh suhu terhadap aktivitas kitinase. Kitinase yang dihasilkan
memiliki aktivitas optimum pada suhu 55ºC dengan aktivitas spesifik sebesar
0.2193 U/mg. Aktivitas enzim meningkat pada suhu optimum karena terjadi
peningkatan energi kinetik yang mempercepat gerak rotasi substrat dan enzim
sehingga memperbesar peluang keduanya untuk saling bertumbukan. Suhu yang
lebih besar dari suhu optimum menyebabkan protein enzim mengalami perubahan
konformasi yang menyebabkan aktivitasnya berkurang. Menurut Yurnaliza (2008)
kitinase yang dihasilkan Streptomyces RKt-5 memiliki aktivitas optimum pada
50ºC, Beavuveria bassiana pada suhu 50ºC (Lawati 2013), dan Bacillus sp.
NCTU2 pada suhu 50-60ºC (Wen et al. 2002).
Aktivitas enzim juga sangat bergantung pada pH karena adanya hubungan
antara keadaan ionisasi dari asam amino penyusun enzim dengan sisi aktifnya.
Gambar 1b menunjukkan pengaruh pH terhadap aktivitas kitinase. Kitinase yang
dihasilkan memiliki aktivitas optimum pada pH 5 dengan aktivitas spesifik
sebesar 0.2818 U/mg dan terjadi penurunan aktivitas saat pH 6. Menurut
Yurnaliza (2008) kitinase yang dihasilkan Streptomyces RKt-5 memiliki aktivitas
optimum pada pH 5.5, Beavuveria bassiana pada pH 4 (Lawati 2013), Bacillus sp.
NCTU2 pada pH 7 (Wen et al. 2002), dan Enterobacter sp. NRG4 pada pH 5,5
(Dahiya et al. 2005)
Perubahan pH dapat mengakibatkan perubahan sisi aktif serta struktur
enzim akibat adanya perubahan ionisasi pada asam amino penyusunnya. Saat pH
optimum, struktur dan sisi aktif enzim berada pada keadaan yang paling sesuai
untuk berikatan dengaan substrat dan proses katalisis. Semakin jauh dari pH
optimum maka struktur dan sisi aktif enzim semakin tidak sesuai karena terjadi
perubahan akibat pelipatan pada struktur enzim akibat perubahan ionisasi pada
asam aminonya (Triana 2012).

9
Identifikasi Bobot Molekul Enzim berdasarkan SDS PAGE dan Zimogram
Sampel enzim fraksi dialisis dan ekstrak kasar dianalisis dengan teknik SDS
PAGE. Konsentrasi stacking gel yang digunakan yaitu 5% sedangkan konsentrasi
separating gel yang digunakan sebesar 12%. Gel akrilamid terbentuk akibat
terjadinya proses polimerisasi akrilamida dengan metilenbisakrilamida dan
amonium persulfat sebagai katalisator (Janson dan Ryden 1998). Fungsi
penambahan SDS pada pembuatan gel yaitu untuk mengikat bagian hidrofobik
pada protein, sehingga molekul terurai dari lipatannya dan muatan protein tersebut
sama. Muatan yang sama bertujuan agar protein terpisah berdasarkan perbedaan
bobot molekul (Lawati 2013). Bobot molekul pita protein yang dihasilkan pada
enzim kasar masih banyak karena terdapat kontaminan. Namun setelah proses
dialisis, diperoleh sebanyak 7 pita dengan bobot molekul 103 kDa, 43 kDa, 40.2
kDa, 37.8 kDa, 30.3 kDa, 25.4 kDa, dan 23.6 kDa. Enzim kitinase yang diperoleh
diprediksi memiliki bobot molekul sebesar 103 kDa. Hal ini dapat dibuktikan
dengan hasil zimogram pada Gambar 2. Beberapa penelitian menunjukkan enzim
kitinase memiliki bobot molekul berkisar antara 60 – 168 kDa (Anindyaputri
2010; Songsiriritthigul et al.2010; Stefanidi dan Vorgias 2008).
Zimogram merupakan salah satu teknik elektroforesis yang digunakan untuk
mengidentifikasi aktivitas enzim yang dipisahkan dalam gel poliakrilamida.
Prinsip zimogram hampir sama dengan teknik elektroforesis, namun yang
membedakannya yaitu penggunaan substrat yang disertakan dalam separating gel,
penggunaan buffer renaturasi agar protein sisi katalitik enzim aktif, dan waktu
inkubasi untuk enzim menghidrolisis substrat pada suhu dan pH optimum.
Visualisasi gel umumnya diwarnai dengan congo red dan aktivitas enzim
ditunjukkan dengan adanya zona bening dimana substrat telah didegradasi oleh
enzim (Kleiner dan Stevenson 1997). Substrat yang sering digunakan pada
zimogram kitinase yaitu glikol kitin. Keuntungan penggunaan zimogram yaitu
dapat menganalisa aktivitas enzim secara sederhana, sensitif, dan dapat
dikuantitasi (Leber dan Balkwil 1997).
Pengaruh Ion Logam terhadap Aktivitas Enzim Kitinase
Ikatan inhibitor atau aktivator dengan enzim dapat mengubah kemampuan
daya katalis enzim dalam mengikat substratnya. Interaksi ion dengan residu asam
amino yang terdapat pada sisi aktif dapat mengakibatkan berubahnya
(peningkatan atau penurunan) afinitas enzim terhadap substrat. Interaksi ion
dengan residu asam amino yang mempertahankan konformasi aktif enzim
mengakibatkan berubahnya konformasi enzim menjadi lebih aktif atau nonaktif.
Ion logam yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu Ca2+, Mg2+, Mn2+, Zn2+, dan
EDTA dengan konsentrasi 5 mM dan 10 mM. Enzim diinkubasi dengan ion
logam dan EDTA selama 1 jam pada suhu ruang kemudian diuji aktivitasnya
dengan metode Miller. Berdasarkan hasil yang diperoleh (Gambar 3),
penambahan ion logam Mg2+ dan Zn2+ dengan konsentrasi 5 mM, serta Ca2+
dengan konsentrasi 5 mM dan 10 mM tidak berpengaruh terhadap aktivitas enzim
kitinase. Penambahan ion logam Mg2+ (10 mM), Mn2+, Zn2+ (10 mM), dan EDTA
dapat meningkatkan aktivitas enzim kitinase.

10
Peningkatan aktivitas tertinggi yaitu pada penambahan ion logam Mn2+
dengan konsentrasi 10 mM dan EDTA dengan konsentrasi 5 mM dan 10 mM. Ion
logam Mn2+ dapat berperan sebagai kofaktor yang efektif untuk meningkatkan
aktivitas enzim kitinase dengan aktivitas spesifik sebesar 0.1723 U/mg. Lawati
(2004) juga melaporkan aktivitas enzim kitinase yang dihasilkan oleh Beauveria
bassiana meningkat setelah penambahan ion logam Mn2+ dengan konsentrasi 10
mM. Beberapa bakteri penghasil kitinase seperti isolat bakteri C4 dan Bacillus
MH-1 juga mengalami peningkatan aktivitas setelah penambahan ion logam Mn2+
(Yong et al. 2005; Sakai et al. 1998).
Penambahan EDTA dapat meningkatkan aktivitas kitinase sebesar 0.1131
U/mg. EDTA dapat meningkatkan aktivitas kitinase karena EDTA dapat bersifat
sebagai pengkelat ion logam bivalen yang berikatan pada enzim (metaloenzim),
seperti Hg2+, Cu2+, dan Co2+ sehingga dapat mengaktifkan sisi katalitik enzim
kitinase. Hal ini sesuai dengan beberapa penelitian yang menunjukkan adanya
daya inhibisi dari ion logam Hg2+ terhadap aktivitas kitinase yang dihasilkan oleh
Diospyros kaki, Bacillus sp. DAU101, dan Streptomyces sp. M-20 (Zhang et al.
2013; Lee et al. 2006; Kim et al. 2002). Aktivitas kitinase dari Bacillus sp. Hu1
menurun setelah penambahan ion logam Cu2+ dengan konsentrasi 4 mM,
sedangkan bakteri T5a1 asal terasi menurun setelah penambahan ion logam Cu2+
dan Co2+ dengan konsentrasi 1 mM (Dai et al. 2011; Noviendri et al. 2008).
Purwani (2004) melaporkan bahwa bakteri termostabil Bacillus sp. 13.26 yang
berasal dari Indonesia, memiliki jenis kitinase yang berbeda, karena dapat
diaktivasi dengan kation Mg2+, dihambat dengan Ca2+, dan sangat sensitif dengan
adanya Mn2+ dan Co2+ yang dapat menginaktivasi enzim kitinase dengan
konsentrasi 2 mM.
Parameter Kinetika Enzim Kitinase
Persamaan linier Lineweaver-Burk digunakan untuk menentukan
konstanta kinetika kitinase dari Bacillus sp. BPPT CC 2. Gambar 4 menunjukkan
pengaruh konsentrasi koloidal kitin terhadap aktivitas spesifik kitinase. Aktivitas
enzim pada konsentrasi koloidal kitin rendah meningkat secara liniear terhadap
konsentrasi namun pada konsentrasi melebihi 1.0%, laju peningkatan aktivitas
enzim mengalami penurunan secara progresif terhadap konsentrasi. Konsentrasi
substrat yang amat rendah menyebabkan reaksi amat rendah tetapi kecepatan akan
meningkat dengan meningkatnya konsentrasi substrat. Pada akhirnya akan
tercapai titik batas dan setelah titik ini dilampaui, kecepatan reaksi hanya akan
meningkat sedemikian kecil dengan bertambahnya konsentrasi substrat. Pada
batas inim enzim menjadi jenuh oleh substratnya dan tidak dapat berfungsi lebih
cepat (Nelson and Cox 2008).
Penentuan nilai Km dan Vmaks secara lebih tepat dan mudah dilakukan
dengan memanfaatkan persamaan Lineweaver-Burk (Gambar 5). Persamaan yang
diperoleh adalah y = 2573x + 3697 dengan nilai r2 sebesar 0.987 sehingga
kecepatan maksimum aktivitas kitinase sebesar 2.705x10-4 mg/L detik dan Km
sebesar 0.6959 mg/L. Semakin rendah nilai Km maka semakin kuat ikatan antara
enzim dan substrat. Kecepatan reaksi suatu enzim pada setiap konsentrasi dapat
dihitung dengan mengetahui nilai Km dan Vmaks. Selain itu nilai Km dapat
mengetahui enzim tersebut berikatan kuat dengan substrat atau ikatannya lemah,

11
yang berarti dapat diketahui kesesuaian enzim dengan substrat yang diberikan
(Winarno 1999). Nilai Km yang diperoleh dari enzim Bacillus sp. BPPT CC 2
menunjukkan nilai yang lebih besar jika dibandingkan Km enzim kitinase
Beauveria bassiana sebesar 0.225 mg/L yang telah dilakukan Lawati (2013). Nilai
kitinase dari isolat Bacillus sp. BPPT CC 2 yang lebih besar menunjukkan bahwa
enzim kitinase kurang kompleks terhadap substrat dan afinitas enzim terhadap
substrat lebih kecil.

SIMPULAN
Enzim kitinase yang dihasilkan oleh isolat Bacillus sp. BPPT CC 2
terendapkan dengan baik pada pengendapan 80% amonium sulfat dengan aktivitas
spesifik sebesar 0.0807 U/mg dengan kemurnian 5.75 kali. Suhu dan pH optimum
untuk kitinase yaitu 55ºC dan pH 5. Nilai Km dan Vmaks yang diperoleh yaitu
2.705x10-4 mg/L detik dan 0.6959 mg/L. Bobot molekul kitinase diprediksi
sebesar 103 kDa. Penambahan ion logam Mn2+ dengan konsentrasi 10 mM dapat
meningkatkan aktivitas spesifik kitinase secara optimal.

DAFTAR PUSTAKA
Anindyaputri A. 2010. Identifikasi Molekuler Bakteri Pengurai Kitin Serangga
dan Karakterisasi Enzim Kitinasenya [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Baehaki A, Suhartono MT, Sukarno, Syah D, Sitanggang AB. 2012. Purifikasi
dan Karakterisasi Kolagenase dari Bacillus licheniformis F11.4 [tesis].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Dai DH, Hu WL, Huang GR, Li W. 2011. Purification and charazterization of a
novel extracellular chitinase from thermophilic Bacillus sp. Hu1. African
Journal of Biotechnology 10 (13): 2476-2465.
Dahiya N, Tewari R, Hoondal GS. 2005. Chitinase from Enterobacter sp NRG4:
its purification, characterization, and reaction pattern. Electronic Journal of
Biotechnology 8 (2): 134-145.
Dahiya N, Tewari R, Hoondal GS. 2006. Biotechnological and aspects of
chitinolytic enzymes: a review. Applied Microbiology and Biotechnology 71
(6): 773-782.
Dutta PK, Dutta J, Tripathi VS. 2004. Chitin and chitosan: chemistry, properties,
and application. Journal of Scientific and Industrial Research 63: 20-31.
Flint HJ, Zhang JX, Martin J. 1994. Multiplicity and expression of xylanases in
the rumen cellulolytic bacterium Ruminococcus flavefaciens Curr.
Microbial J. 9: 139-143.
Gohel V, Singh A, Vimal M, Ashwini P, Chhatpar HS. 2006. Bioprospecting and
anti fungal of chitinolytic microorganism. African Journal of Biotechnology
5 (2): 54-72.
Kim KJ, Yang YJ, Kim JG. 2002. Purification and characterization of chitinase
from Streptomyces sp. M-20. J Biochem Mol Biol. 36 (2): 185-189.

12
Kleiner DE, Stevenson WG. 1997. Quantitative zymography: detetction of
picogram quantitive of gelatinases. Anal Biochem 228: 325-329.
Laemmli UK. 1970. Cleavage of structural proteins during the assembly of the
head of bacteriophage T4. Nature 227 (5259): 680–685.
Lawati N. 2012. Pemurnian parsial dan karakterisasi enzim kitinase dari
Beauveria bassiana [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Leber TM, Balwil FR. 1997. Zimography: a single step staining method for
quantitative of proteloytic activity on substrats gel. Biochem 249: 24-28.
Lee YS, Park IH, Yoo JS, Chung SY, Lee YC, Cho YS, Ahn SC, Kim CM, Choi
YL. 2006. Cloning, purification, and characterization of chitinase from
Bacillus sp. DAU101. Biosource Technology 98: 2734-2741.
Lowry OH, Roserbrough NJ, Farr AL, Randall RJ. 1951. Protein measurement
with the folin phenol reagen. J Biol Chem. 5: 265-275.
Maggadani, BP. 2012. Optimasi Produksi N-asetilglukosamin dari Kitin
Menggunakan Kitinase Hasil Isolasi Bakteri [tesis]. Depok (ID): Universitas
Indonesia.
Miller GL. 1959. Use of dinitrosalicylic acid reagent for determination of
reducing sugar. Anal Chem. 31 (2): 426-428.
Nelson LD, Cox MM. 2008. Lehninger: Principles of Biochemistry, 5th Ed. New
York (US): W. H. Freeman and Co.
Noviendri D, Fawzya YN, Chasanah E. 2008. Karakteristik dan sifat kinetika
enzim kitinase dari isolat bakteri T5a1 asal terasi. Jurnal Pascapanen dan
Bioteknologi Kelautan dan Perikanan 3 (2): 123-129.
Patil RS, Ghormade V, DeshpandeMV. 2000. Chitinolytic enzymes: an
exploration. Enzyme and Microbial Technology 26: 473-483.
Puwarni EY, Suhartono MT, Rukayadi Y, Jae KH, Yu RP. 2004. Characteristics
of thermostable chitinase enzymes from the indonesian Bacillus sp. 13.26.
Elsevier
Sakai K, Yakota A, Kuwokawa H, Mamoru W, Mitsuaki M, Moriguchi M. 1998.
Purification and characterization of three thermostable endochitinase of
Bacillus noble strain MH-1 isolated from chitin containing compost. J
Appl Environ Microbiol. 64: 3340-3391.
Songsiriritthigul C, Lapboonrueng S, Pechsrichuang P. 2010. Expression and
characterization of Bacillus licheniformis chitinase (ChiA), suitable for
bioconversion of chitin waste. Bioresource Technology 101: 4096-4103.
Stefanidi E, Vorgias CE. 2008. Molecular analysis of gene encoding a new
chitinase from marine psychrophilic bacterium Moritella marina and
bichemical characterization of recombinant enzyme. Springer 56 (2): 234244.
Sugiarto, OK. 2012. Variasi Media Produksi untuk Optimasi Enzim Kitinase dari
Bacillus sp. BPPT CC 2 [laporan praktik lapang]. Bogor (ID): Institut
Pertaninan Bogor.
Thiagarajan V, Revathi R, Aparajini K, Sivamani P, Girilai M, Priya CS,
Kalaichelven T. 2011. Extra cellular chitinase production by Streptomyces
sp. PTK19 in submerged fermentation and its lytic activity on Fusarium
oxysporum PTK2 cell wall. Intl Journal Sci. 1: 30-44.

13
Triana R. 2013. Pemurnian dan karakterisasi enzim glukosa oksidase dari isolat
lokal Aspergillus niger (IPBCC.08.610) [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Trudel J, Asselin A. 1990. Detection of chitin deacetylase activity after
polyacrilamide gel electrophoresis. Anal Biochem. 189 (2) : 249-253.
Ueda M, Kotani Y, Sutrisno A, Nakazawa M, Miyatake K. 2005. Purification and
characterization of chitinase b from moderately thermophilic bacterium
Ralstonia sp. A-471. Biosci Biotechnol Biochem. 69 (4): 842-844.
Wen CM, Tseng CS, Li YK. 2002. Purification, characterization, and clonning of
a chitinase from Bacillus sp. NCTU2. Biotechnol Appl Bichem. 35: 213-219.
Winarno FG. 1999. Enzim Pangan. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.
Yong T, Hong J, Zhangfu L, Li Z, Xiuqiong D, Shaorong G, Shigui L. 2005.
Purification and characterization of an extracellular chitinase produced by
bacterium C4. Annals of Microbiology 55 (3): 213-218.
Yurnaliza, Margino S, Sembiring L. 2008. Kondisi optimum untuk produksi
kitinase dari Streptomyces Rkt5 dan karakterisasi pH dan suhu enzim. Biota
13 (3): 169-174.
Zeki NH, Muslim SN. 2010. Purification, characterization and antifungal activity
of chitinase from Serratia marcescens isolated from fresh vegetables.Ibn AlHaitham Journal for Pure and Appl Sci. 23(1): 23-30.
Zhang J, Kopparapu NK, Yan Q, Yang S, Jiang Z. 2013. Purification of a novel
chitinase from persimmon (Diospyros kaki) with antifungal activity. Food
Chemistry 138: 1225-1232.

14
Lampiran 1 Diagram alir penelitian
Inokulasi bakteri dari agar miring ke
media starter

Inokulasi bakteri dari media starter
ke media produksi

Isolasi enzim

Presipitasi ammonium sulfat dan
dialisis

Enzim kitinase semi murni

Karakterisasi suhu, pH, dan
pengaruh ion logam

Identifikasi dan penentuan bobot
molekul enzim berdasarkan SDS
PAGE dan zimogram

Penentuan parameter kinetika enzim

15
Lampiran 2 Kurva standar BSA
Data hasil absorban BSA berbagai konsentrasi
Konsentrasi (mg/mL)
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000

A
0
0.164
0.289
0.409
0.496
0.616
0.710
0.769
0.876

1
y = 0,106x - 0,049
R² = 0,988

0,9
0,8

Absorbansi

0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
blanko 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000
[BSA] (mg/mL)

Grafik hubungan antara konsentrasi BSA (mg/mL) dengan absorban

16
Data hasil perhitungan konsentrasi protein berbagai fraksi
Absorban
kontrol

Absorban
rata-rata

Absorban
terkoreksi

[protein] (mg/mL)

Enzim kasar

0.0373

0.3603

0.323

3.51

Ammonium Sulfat 20%

0.0373

0.203

0.166

2.03

Ammonium Sulfat 40%

0.0373

0.093

0.056

0.99

Ammonium Sulfat 60%

0.0373

0.089

0.052

0.95

Ammonium Sulfat 80%

0.0373

0.065

0.027

0.72

Dialisis

0.0373

0.059

0.022

0.67

Fraksi enzim

Persamaan kurva standar: у = 0.106 x – 0,049
keterangan:

y = absorbansi
x = konsentrasi protein (mg/mL)

Contoh absorbansi
= 0.3603
Absorban kontrol
= 0.0373
Absorban terkoreksi = 0.3603 – 0.0373
= 0.323
Contoh Perhitungan:
y
= 0.106 x – 0.049
0.323
= 0.106 x – 0.049
0.106 x
= 0.372
x
= 3.51 mg/mL

17
Lampiran 3 Kurva standar N-asetilglukosamin
Data hasil absorban N-asetilglukosamin berbagai konsentrasi
Konsentrasi (mg/mL)
0
0.083
0.167
0.250
0.333
0.417
0.500
0.583
0.667
0.750

A
0.000
0.005
0.138
0.315
0.499
0.604
0.780
1.013
1.193
1.375

1,6
1,4

y = 1,931x - 0,132
R² = 0,984

1,2

Absorban

1
0,8
0,6
0,4
0,2
0
-0,2 0
-0,4

0,2

0,4

0,6

0,8

[N-asetilglukosamin] (mg/mL)

Grafik hubungan antara konsentrasi N-asetilglukosamin (mg/mL) dengan
absorban

Persamaan kurva standar: у = 1.931 x – 0.132
keterangan:

y = absorbansi
x = konsentrasi N-asetilglukosamin (mg/mL)

Contoh absorbansi
Pengenceran
Waktu inkubasi
BM GlcNAc
Volume enzim

: 0.122
:1x
: 15 menit
: 221.2 g/mol
: 0.3 mL

18
Contoh Perhitungan:
y
= 1.931 x – 0.132
0.122
= 1.931 x – 0.132
x
= 0.1315 mg/mL
• Aktivitas enzim
Aktivitas U/mL =
Aktivitas U/mL =

[Gula pereduksi]

!

# x 1000 μg/mg x Faktor Pengencer

"

BM GlcNAc μg/μmol x Waktu inkubasi x Volume enzim

0.1315 x 1000 x 1
= 0,0660
221.2 x 30 x 0.3

Aktivitas total (U)

= Aktivitas x volume total fraksi
= 0.0660 U/mL x 3 mL
= 0.1981

Protein total (mg)

= Protein x volume total fraksi
= 0.67 mg/mL x 3 mL
= 2.01 mg

Aktivitas spesi:ik ;

Aktivitas total
0.1981 U
U