Analisis kebutuhan luas lahan pertanian pangan dalam pemenuhan kebutuhan pangan penduduk Kabupaten Lampung Barat

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN
PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN
PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT

SUMARLIN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Kebutuhan Luas Lahan
Pertanian Pangan dalam Pemenuhan Kebutuhan Pangan Penduduk Kabupaten
Lampung Barat adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.


Bogor, Februari 2009
Sumarlin
NRP. I.153070015

ABSTRACT
SUMARLIN. Food Agricultural Land Size Requirement Analysis in Fulfilling
Food Requirement of Population in Lampung Barat District. Under supervision
from YAYUK FARIDA BALIWATI and ERNAN RUSTIADI.
Food is the basic need of every people that has to be filled in order to create
food security. The different population growth can differ the food requirement
that has to be fulfilled by self production. Thus, this also differ food agricultural
land size requirement. The general objective of this research was to analyze food
agricultural land size requirement in fulfilling food requirement of population in
Lampung Barat District. This research was conducted by using retrospective
design and secondary data which then analyzed descriptively. The research used
some data, they were: 1) demography data year 2001-2007 from Central Bureau
of Statistics, 2) food balance sheet data year 2007 from Food Security Board of
Lampung Barat District, 3) food consumption data year 2007 from Agriculture
and Food Security Office of Lampung Province, 4) production data, productivity
data, and plant index year 2002-2007 from Crops and Horticulture Office of

Lampung Barat District, and 5) land potential of food agricultural development
year 2004 from National Mapping and Survey Coordination Board. The result of
the research indicates that rice requirement in Lampung Barat District until year
2012 can be fulfilled by production with land size utilized for rice planting in
2007. In other hand, to reach ideal cassava production, it needs 489 hectare land
size increasing with land productivity 20,22 ton/ha, per capita consumption 41,33
kg/year and population growth 1,683% per year.
Keywords: food requirement; agricultural land size requirement; staple food.

RINGKASAN
SUMARLIN. Analisis Kebutuhan Luas Lahan Pertanian Pangan dalam
Pemenuhan Kebutuhan Pangan Penduduk Kabupaten Lampung Barat. Dibimbing
oleh YAYUK FARIDA BALIWATI dan ERNAN RUSTIADI.
Pangan merupakan kebutuhan dasar setiap penduduk yang harus dipenuhi
dalam mewujudkan ketahanan pangan yang mantap. Tinggi rendahnya laju
pertumbuhan penduduk suatu wilayah akan mengakibatkan perbedaan terhadap
tingkat kebutuhan pangan yang antara lain dapat dipenuhi melalui produksi
sendiri. Hal ini mengakibatkan adanya perbedaan terhadap kebutuhan luas lahan
pertanian pangan yang harus tersedia guna memproduksi pangan yang dibutuhkan
penduduk. Tujuan penelitian ini yaitu: 1) menganalisis kebutuhan produksi

pangan penduduk Kabupaten Lampung Barat tahun 2008 – 2012, 2) menganalisis
kebutuhan luas lahan pertanian pangan dalam pemenuhan pangan penduduk
Kabupaten Lampung Barat tahun 2008 – 2012, dan 3) menganalisis pemenuhan
kebutuhan luas lahan pertanian pangan dari potensi lahan pertanian yang ada di
Kabupaten Lampung Barat.
Desain penelitian adalah retrospektif dengan menggunakan data sekunder.
Data diolah dengan menggunakan rumus matematis sederhana mengacu pada
metode penyusunan neraca bahan makanan (NBM) dan rumus produktivitas
lahan, kemudian dianalisis secara deskriptif. Data yang digunakan yaitu: 1) data
kependudukan 2001-2007 bersumber dari BPS, 2) data neraca bahan makanan
tahun 2007 bersumber dari Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Lampung Barat,
3) data konsumsi pangan tahun 2007 bersumber dari Dinas Pertanian dan
Ketahanan Pangan Provinsi Lampung tahun 2007, 4) data produksi, produktivitas,
dan indeks pertanaman tahun 2002-2007 bersumber dari Dinas Tanaman Pangan
dan Hortikultura Kabupaten Lampung Barat, dan 5) data potensi lahan
pengembangan pertanian pangan tahun 2004 bersumber dari Bakosurtanal.
Kebutuhan produksi pangan didasarkan pada kebutuhan konsumsi dan
ketersediaan pangan ideal, diutamakan pada pangan pokok yaitu beras dan ubi
kayu. Kebutuhan ketersediaan beras ideal Kabupaten Lampung Barat tahun 2007
sebesar 47.456,08 ton di bawah kebutuhan ketersediaan beras aktual yang

mencapai 55.792,96 ton. Kebutuhan ketersediaan ubi kayu ideal Kabupaten
Lampung Barat tahun 2007 sebesar 18.674,21 ton lebih tinggi dari kebutuhan
ketersediaan ubi kayu aktual yang hanya 8.584,11 ton. Hal ini menunjukkan
tingginya ketergantungan penduduk Kabupaten Lampung Barat terhadap beras.
Kondisi ini dapat menghambat penganekaragaman konsumsi pangan.
Kebutuhan produksi pangan pokok padi ideal penduduk Kabupaten
Lampung Barat pada tahun 2012 dengan jumlah penduduk 446.468 jiwa mencapai
103.711 ton gabah kering panen (GKP) dan kebutuhan produksi ubi kayu ideal
Kabupaten Lampung Barat tahun 2012 mencapai 21.136 ton. Kebutuhan produksi
pangan ini membutuhkan luas lahan padi sawah guna memenuhi kebutuhan
produksi ideal yaitu 13.320 hektar dan kebutuhan luas lahan ubi kayu mencapai
1.054 hektar.
Pemenuhan kebutuhan ideal luas lahan padi sawah tahun 2012 yaitu 13.320
hektar masih dapat dipenuhi dari luas lahan padi sawah yang telah dimanfaatkan.

Potensi lahan padi sawah yang sesuai yaitu 21.791,2 hektar merupakan peluang
bagi Pemerintah Kabupaten Lampung Barat untuk terus mengupayakan
peningkatan produksi padi sawah dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan
secara mandiri dan mendukung penyediaan lahan pertanian pangan berkelanjutan
di Kabupaten Lampung Barat. Potensi ini harus dilindungi agar tidak terkonversi

menjadi non sawah dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten
Lampung Barat.
Pemenuhan kebutuhan ideal luas lahan ubi kayu tahun 2012 yaitu 1.054
hektar di atas luas lahan yang telah dimanfaatkan pada tahun 2007 (565 hektar)
dan masih dapat dipenuhi dari potensi luas lahan yang sesuai bagi pengembangan
ubi kayu di Kabupaten Lampung Barat (3.843,3 hektar). Luasnya potensi yang
dimiliki ini memberikan peluang bagi Pemerintah Kabupaten Lampung Barat
untuk dapat meningkatkan produksi ubi kayu melalui perluasan areal tanam dalam
rangka mewujudkan kemandirian pangan. Tingginya kebutuhan lahan ubi kayu
dapar diperkecil dengan upaya penganekaragaman produksi dan konsumsi jenis
pangan dalam kelompok pangan umbi-umbian.
Kata Kunci: kebutuhan pangan; kebutuhan luas lahan pertanian; pangan pokok.

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN
PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN
PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT

SUMARLIN

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Profesional pada
Program Studi Manajemen Ketahanan Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Dodik Briawan, M.C.N.


Judul Tesis : Analisis Kebutuhan Luas Lahan Pertanian Pangan dalam
Pemenuhan Kebutuhan Pangan Penduduk Kabupaten Lampung
Barat
Nama
: Sumarlin
NRP
: I153070015

Disetujui,
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Yayuk Farida Baliwati, M.S.
Ketua

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr.
Anggota

Diketahui,


Ketua Program Studi
Manajemen Ketahanan Pangan

Dekan Sekolah Pasca Sarjana

Dr. Ir. Budi Setiawan, M.S.

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

Tanggal Ujian : 13 Februari 2009

Tanggal Lulus : 3 Maret 2009

PRAKATA
Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah ini
berdasarkan hasil penelitian dengan judul “Analisis Kebutuhan Luas Lahan
Pertanian

Pangan


Pokok dalam Pemenuhan Kebutuhan Penduduk

Kabupaten Lampung Barat” yang dilaksanakan sejak Bulan November –
Desember 2008 di Kabupaten Lampung Barat.
Terpenuhinya kebutuhan pangan merupakan hak asasi seluruh manusia yang
harus dipenuhi melalui produksi dalam negeri maupun impor pangan. Peningkatan
produksi pangan harus dapat mengejar laju pertumbuhan kebutuhan pangan dan
gizi penduduk, serta laju degradasi dan konversi lahan yang kian marak terjadi.
Banyak hal yang perlu dipertimbangkan dalam peningkatan produksi pangan
seperti kebutuhan pangan, ketersediaan lahan, produktivitas lahan dan intensitas
tanam serta kemungkinan terjadinya gagal panen.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Yayuk F. Baliwati, MS dan
Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr selaku dosen pembimbing. Disamping itu, ucapan
terima kasih penulis sampaikan kepada berbagai dinas terkait di lingkungan
Pemerintah Kabupaten Lampung Barat atas segala bentuk bantuan yang telah
diberikan kepada penulis dalam mengumpulkan data-data yang diperlukan untuk
penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga penulis sanjungkan kepada bapak, ibu,
isteri serta anakku (Azzahrah dan Ghifary) tercinta, atas segala do’a dan dukungan
kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2009
Sumarlin

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN
PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN
PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT

SUMARLIN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Kebutuhan Luas Lahan
Pertanian Pangan dalam Pemenuhan Kebutuhan Pangan Penduduk Kabupaten

Lampung Barat adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2009
Sumarlin
NRP. I.153070015

ABSTRACT
SUMARLIN. Food Agricultural Land Size Requirement Analysis in Fulfilling
Food Requirement of Population in Lampung Barat District. Under supervision
from YAYUK FARIDA BALIWATI and ERNAN RUSTIADI.
Food is the basic need of every people that has to be filled in order to create
food security. The different population growth can differ the food requirement
that has to be fulfilled by self production. Thus, this also differ food agricultural
land size requirement. The general objective of this research was to analyze food
agricultural land size requirement in fulfilling food requirement of population in
Lampung Barat District. This research was conducted by using retrospective
design and secondary data which then analyzed descriptively. The research used
some data, they were: 1) demography data year 2001-2007 from Central Bureau
of Statistics, 2) food balance sheet data year 2007 from Food Security Board of
Lampung Barat District, 3) food consumption data year 2007 from Agriculture
and Food Security Office of Lampung Province, 4) production data, productivity
data, and plant index year 2002-2007 from Crops and Horticulture Office of
Lampung Barat District, and 5) land potential of food agricultural development
year 2004 from National Mapping and Survey Coordination Board. The result of
the research indicates that rice requirement in Lampung Barat District until year
2012 can be fulfilled by production with land size utilized for rice planting in
2007. In other hand, to reach ideal cassava production, it needs 489 hectare land
size increasing with land productivity 20,22 ton/ha, per capita consumption 41,33
kg/year and population growth 1,683% per year.
Keywords: food requirement; agricultural land size requirement; staple food.

RINGKASAN
SUMARLIN. Analisis Kebutuhan Luas Lahan Pertanian Pangan dalam
Pemenuhan Kebutuhan Pangan Penduduk Kabupaten Lampung Barat. Dibimbing
oleh YAYUK FARIDA BALIWATI dan ERNAN RUSTIADI.
Pangan merupakan kebutuhan dasar setiap penduduk yang harus dipenuhi
dalam mewujudkan ketahanan pangan yang mantap. Tinggi rendahnya laju
pertumbuhan penduduk suatu wilayah akan mengakibatkan perbedaan terhadap
tingkat kebutuhan pangan yang antara lain dapat dipenuhi melalui produksi
sendiri. Hal ini mengakibatkan adanya perbedaan terhadap kebutuhan luas lahan
pertanian pangan yang harus tersedia guna memproduksi pangan yang dibutuhkan
penduduk. Tujuan penelitian ini yaitu: 1) menganalisis kebutuhan produksi
pangan penduduk Kabupaten Lampung Barat tahun 2008 – 2012, 2) menganalisis
kebutuhan luas lahan pertanian pangan dalam pemenuhan pangan penduduk
Kabupaten Lampung Barat tahun 2008 – 2012, dan 3) menganalisis pemenuhan
kebutuhan luas lahan pertanian pangan dari potensi lahan pertanian yang ada di
Kabupaten Lampung Barat.
Desain penelitian adalah retrospektif dengan menggunakan data sekunder.
Data diolah dengan menggunakan rumus matematis sederhana mengacu pada
metode penyusunan neraca bahan makanan (NBM) dan rumus produktivitas
lahan, kemudian dianalisis secara deskriptif. Data yang digunakan yaitu: 1) data
kependudukan 2001-2007 bersumber dari BPS, 2) data neraca bahan makanan
tahun 2007 bersumber dari Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Lampung Barat,
3) data konsumsi pangan tahun 2007 bersumber dari Dinas Pertanian dan
Ketahanan Pangan Provinsi Lampung tahun 2007, 4) data produksi, produktivitas,
dan indeks pertanaman tahun 2002-2007 bersumber dari Dinas Tanaman Pangan
dan Hortikultura Kabupaten Lampung Barat, dan 5) data potensi lahan
pengembangan pertanian pangan tahun 2004 bersumber dari Bakosurtanal.
Kebutuhan produksi pangan didasarkan pada kebutuhan konsumsi dan
ketersediaan pangan ideal, diutamakan pada pangan pokok yaitu beras dan ubi
kayu. Kebutuhan ketersediaan beras ideal Kabupaten Lampung Barat tahun 2007
sebesar 47.456,08 ton di bawah kebutuhan ketersediaan beras aktual yang
mencapai 55.792,96 ton. Kebutuhan ketersediaan ubi kayu ideal Kabupaten
Lampung Barat tahun 2007 sebesar 18.674,21 ton lebih tinggi dari kebutuhan
ketersediaan ubi kayu aktual yang hanya 8.584,11 ton. Hal ini menunjukkan
tingginya ketergantungan penduduk Kabupaten Lampung Barat terhadap beras.
Kondisi ini dapat menghambat penganekaragaman konsumsi pangan.
Kebutuhan produksi pangan pokok padi ideal penduduk Kabupaten
Lampung Barat pada tahun 2012 dengan jumlah penduduk 446.468 jiwa mencapai
103.711 ton gabah kering panen (GKP) dan kebutuhan produksi ubi kayu ideal
Kabupaten Lampung Barat tahun 2012 mencapai 21.136 ton. Kebutuhan produksi
pangan ini membutuhkan luas lahan padi sawah guna memenuhi kebutuhan
produksi ideal yaitu 13.320 hektar dan kebutuhan luas lahan ubi kayu mencapai
1.054 hektar.
Pemenuhan kebutuhan ideal luas lahan padi sawah tahun 2012 yaitu 13.320
hektar masih dapat dipenuhi dari luas lahan padi sawah yang telah dimanfaatkan.

Potensi lahan padi sawah yang sesuai yaitu 21.791,2 hektar merupakan peluang
bagi Pemerintah Kabupaten Lampung Barat untuk terus mengupayakan
peningkatan produksi padi sawah dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan
secara mandiri dan mendukung penyediaan lahan pertanian pangan berkelanjutan
di Kabupaten Lampung Barat. Potensi ini harus dilindungi agar tidak terkonversi
menjadi non sawah dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten
Lampung Barat.
Pemenuhan kebutuhan ideal luas lahan ubi kayu tahun 2012 yaitu 1.054
hektar di atas luas lahan yang telah dimanfaatkan pada tahun 2007 (565 hektar)
dan masih dapat dipenuhi dari potensi luas lahan yang sesuai bagi pengembangan
ubi kayu di Kabupaten Lampung Barat (3.843,3 hektar). Luasnya potensi yang
dimiliki ini memberikan peluang bagi Pemerintah Kabupaten Lampung Barat
untuk dapat meningkatkan produksi ubi kayu melalui perluasan areal tanam dalam
rangka mewujudkan kemandirian pangan. Tingginya kebutuhan lahan ubi kayu
dapar diperkecil dengan upaya penganekaragaman produksi dan konsumsi jenis
pangan dalam kelompok pangan umbi-umbian.
Kata Kunci: kebutuhan pangan; kebutuhan luas lahan pertanian; pangan pokok.

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN
PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN
PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT

SUMARLIN

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Profesional pada
Program Studi Manajemen Ketahanan Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Dodik Briawan, M.C.N.

Judul Tesis : Analisis Kebutuhan Luas Lahan Pertanian Pangan dalam
Pemenuhan Kebutuhan Pangan Penduduk Kabupaten Lampung
Barat
Nama
: Sumarlin
NRP
: I153070015

Disetujui,
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Yayuk Farida Baliwati, M.S.
Ketua

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr.
Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi
Manajemen Ketahanan Pangan

Dekan Sekolah Pasca Sarjana

Dr. Ir. Budi Setiawan, M.S.

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

Tanggal Ujian : 13 Februari 2009

Tanggal Lulus : 3 Maret 2009

PRAKATA
Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah ini
berdasarkan hasil penelitian dengan judul “Analisis Kebutuhan Luas Lahan
Pertanian

Pangan

Pokok dalam Pemenuhan Kebutuhan Penduduk

Kabupaten Lampung Barat” yang dilaksanakan sejak Bulan November –
Desember 2008 di Kabupaten Lampung Barat.
Terpenuhinya kebutuhan pangan merupakan hak asasi seluruh manusia yang
harus dipenuhi melalui produksi dalam negeri maupun impor pangan. Peningkatan
produksi pangan harus dapat mengejar laju pertumbuhan kebutuhan pangan dan
gizi penduduk, serta laju degradasi dan konversi lahan yang kian marak terjadi.
Banyak hal yang perlu dipertimbangkan dalam peningkatan produksi pangan
seperti kebutuhan pangan, ketersediaan lahan, produktivitas lahan dan intensitas
tanam serta kemungkinan terjadinya gagal panen.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Yayuk F. Baliwati, MS dan
Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr selaku dosen pembimbing. Disamping itu, ucapan
terima kasih penulis sampaikan kepada berbagai dinas terkait di lingkungan
Pemerintah Kabupaten Lampung Barat atas segala bentuk bantuan yang telah
diberikan kepada penulis dalam mengumpulkan data-data yang diperlukan untuk
penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga penulis sanjungkan kepada bapak, ibu,
isteri serta anakku (Azzahrah dan Ghifary) tercinta, atas segala do’a dan dukungan
kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2009
Sumarlin

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Nakau Lampung Utara pada tanggal 11 Maret 1974
dari Bapak Syarkani Senuddin dan Ibu Yaurida Abdul Halim. Penulis merupakan
putra ketiga dari enam bersaudara. Pada tahun 1986, penulis lulus dari SD IV
Rantau Jaya, Bandar Jaya, Lampung Tengah dan lulus SMP Negeri 1 Poncowati,
Lampung Tengah tahun 1989. Penulis lulus SMA Negeri Poncowati, Lampung
Tengah tahun 1992 dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas
Bengkulu (UNIB) melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN)
di Program Studi Agronomi, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah Klimatologi
Dasar, Dasar-dasar Ilmu Tanah, Kesuburan Tanah dan Rancangan Percobaan pada
tahun ajaran 1993/1994 sampai dengan 1996/1997. Pada tahun 2007 penulis
melanjutkan studi Program Magister Profesional di Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor (IPB) pada Program Studi Manajemen Ketahanan Pangan
melalui izin belajar atas biaya Pemerintah Kabupaten Lampung Barat.
Sejak tahun 2000, penulis mengabdi sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS)
pada Pemerintah Kabupaten Lampung Barat sebagai staf Kecamatan Balik Bukit.
Tahun 2004-2005 penulis menjabat sebagai Kepala Seksi Pemerintahan
Kecamatan Lemong, tahun 2005-2008 sebagai Kepala Seksi Perencanaan Dinas
Perkebunan, tahun 2008 sebagai Kepala Subbagian Perencanaan, Monitoring,
Evaluasi dan Pelaporan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, dan Agustus
2008 hingga saat ini menjabat sebagai Kepala Sub Bidang Pertanian, Kelautan
dan Perikanan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten
Lampung Barat.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ..........................................................................................

xi

DAFTAR GAMBAR .....................................................................................

xii

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................

xiii

PENDAHULUAN
Latar Belakang ......................................................................................
Perumusan Masalah ..............................................................................
Tujuan Penelitian ....................................................................................
Kegunaan Penelitian ...............................................................................

1
4
4
5

TINJAUAN PUSTAKA
Ketahanan Pangan ..................................................................................
Kemandirian Pangan ...............................................................................
Kebutuhan Pangan .................................................................................
Lahan Pertanian Pangan ........................................................................
Kebutuhan Lahan Pertanian Pangan ......................................................

6
16
18
20
25

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran ..............................................................................

28

METODE PENELITIAN
Desain, Tempat dan Waktu.....................................................................
Jenis dan Cara Pengumpulan Data .........................................................
Pengolahan dan Analisa Data .................................................................
Keterbatasan dan Asumsi dalam Penelitian ............................................
Definisi Operasional ...............................................................................

30
30
31
39
41

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian ..........................................................
Kebutuhan Produksi Pangan Pokok .......................................................
Kebutuhan Luas Lahan Pertanian Pangan .............................................
Rasio Pemenuhan Kebutuhan Luas Lahan ............................................

43
50
61
64

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan ................................................................................................
Saran .....................................................................................................

72
72

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................

74

LAMPIRAN .....................................................................................................

80

x

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian .........................

30

2

Faktor Pengali Sprague (FPS) untuk memecah kelompok umur
demografi menjadi umur tunggal ...............................................................

32

3

Pengelompokkan umur kecukupan gizi ....................................................

33

4

Luas wilayah, jumlah rumah tangga, penduduk dan kerapatan per
kilometer ...................................................................................................

44

Pertumbuhan penduduk Kabupaten Lampung Barat tahun 2001 – 2007
menurut jenis kelamin ................................................................................

45

Rata-rata pertumbuhan produksi, produktivitas lahan, dan luas panen
komoditas pangan padi sawah, padi ladang dan jagung di Kabupaten
Lampung Barat Tahun 2002 - 2007 ...........................................................

48

Rata-rata pertumbuhan produksi, produktivitas lahan, dan luas panen
komoditas pangan ubi kayu, ubi jalar dan kentang di Kabupaten
Lampung Barat tahun 2002 - 2007 ............................................................

49

Pemanfaatan dan potensi lahan untuk pengembangan pertanian di
Kabupaten Lampung Barat ........................................................................

50

Komposisi penduduk Kabupaten Lampung Barat menurut jenis kelamin
dan kelompok umur tahun 2007 ................................................................

51

10 Angka kecukupan dan ketersediaan energi menurut kelompok pangan
berdasarkan angka kecukupan energi (AKE) regional Kabupaten
Lampung Barat tahun 2007 .......................................................................

52

11 Selisih antara ketersediaan energi (aktual) terhadap ketersediaan energi
regional (ideal) menurut kelompok pangan Kabupaten Lampung Barat
tahun 2007 .................................................................................................

52

12 Selisih antara konsumsi energi (aktual) terhadap kecukupan energi
regional (ideal) menurut kelompok pangan Kabupaten Lampung Barat
tahun 2007 .................................................................................................

53

13 Kontribusi konsumsi energi masing-masing komoditas pangan pada
kelompok pangan padi-padian dan umbi-umbian penduduk Kabupaten
Lampung Barat tahun 2007 ........................................................................

55

14 Perhitungan kebutuhan konsumsi pangan pokok : beras dan ubi kayu
ideal maupun aktual tahun 2007 dalam gram/kapita/hari ......................... .

56

15 Perhitungan kebutuhan ketersediaan pangan pokok beras dan ubi kayu
untuk konsumsi tahun 2007 .......................................................................

57

5
6

7

8
9

xi

16 Kebutuhan produksi padi gabah kering panen Kabupaten Lampung
Barat tahun 2007 ........................................................................................

60

17 Penyediaan kebutuhan luas lahan padi sawah Kabupaten Lampung Barat
tahun 2012 ..................................................................................................

68

18 Penyediaan kebutuhan luas lahan ubi kayu Kabupaten Lampung Barat
tahun 2012 ..................................................................................................

70

xii

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan .........................................

10

2 Skema kerangka pemikiran penelitian analisis kebutuhan luas lahan
pertanian pangan dalam pemenuhan kebutuhan pangan penduduk
Kabupaten Lampung Barat ..........................................................................

29

3 Grafik pertumbuhan penduduk tahun 2001 – 2007 Kabupaten Lampung
Barat ............................................................................................................

45

4 Proyeksi jumlah penduduk Kabupaten Lampung Barat tahun 2007 – 2012
(laju pertumbuhan 1,683%) .........................................................................

46

xiii

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Jumlah penduduk Kabupaten Lampung Barat tahun 2007 berdasarkan
usia kebutuhan gizi ......................................................................................

80

2 Penyediaan kebutuhan luas lahan pertanian pangan padi sawah
Kabupaten Lampung Barat tahun 2008 – 2012 (skenario I) .......................

81

3 Penyediaan kebutuhan luas lahan pertanian pangan padi sawah
Kabupaten Lampung Barat tahun 2008 – 2012 (skenario II) .....................

82

4 Penyediaan kebutuhan luas lahan pertanian pangan padi sawah
Kabupaten Lampung Barat tahun 2008 – 2012 (skenario III)....................

83

5 Penyediaan kebutuhan luas lahan pertanian pangan padi sawah
Kabupaten Lampung Barat tahun 2008 – 2012 (skenario IV) ...................

84

6 Penyediaan kebutuhan luas lahan pertanian pangan ubi kayu Kabupaten
Lampung Barat tahun 2008 – 2012 (skenario I dan II) ...............................

85

7 Penyediaan kebutuhan luas lahan pertanian pangan ubi kayu Kabupaten
Lampung Barat tahun 2008 – 2012 (skenario III dan IV) ...........................

86

xiv

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan pertanian sebagai bagian dari pembangunan nasional selama
ini mempunyai tugas utama untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat,
menyediakan kesempatan kerja, serta meningkatkan nilai tambah produk-produk
pertanian guna meningkatkan kesejahteraan penduduk terutama petani dan
nelayan. Keberhasilan pembangunan pertanian saat ini selalu dilihat dari
kemampuannya dalam menyediakan kebutuhan pangan pokok di dalam negeri.
Kondisi ini menjadikan ketangguhan sektor pertanian merupakan tumpuan dalam
mewujudkan ketahanan pangan suatu wilayah. Komitmen Indonesia untuk
mewujudkan ketahanan pangan tertuang pada Undang-Undang (UU) No. 7 tahun
1996 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP) No. 68
tentang Ketahanan Pangan.
Pertumbuhan penduduk yang tinggi sekitar 1,49% per tahun serta semakin
maraknya konversi lahan pertanian merupakan permasalahan yang harus dihadapi
dalam pembangunan pangan. Kondisi ini menurut Suryana (2002) akan
mengakibatkan terjadinya kompetisi dalam pemanfaatan lahan untuk usaha,
permukiman, penyediaan sarana dan prasarana publik. Kompetisi yang tidak
terkendali akan mengakibatkan terjadinya degradasi lingkungan terutama
penurunan kualitas lahan pertanian. Menurut data BPS selama kurun waktu 1983 1993 total konversi lahan pertanian di Indonesia mencapai 1,28 juta hektar.
Kondisi ini mengisyaratkan pentingnya pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi
manusia dalam mewujudkan ketahanan pangan yang mantap.
Permasalahan ketahanan pangan lain yang dihadapi adalah masih tingginya
konsumsi pangan penduduk Indonesia yang dominasi oleh sumber karbohidrat
kelompok pangan padi-padian. Berdasarkan data SUSENAS tahun 2005 bahwa
konsumsi aktual penduduk Indonesia pada kelompok pangan padi-padian
mencapai 1241 kkal/kapita/hari dengan anjuran hanya 1000 kkal/kapita/hari atau
124%, sementara konsumsi kelompok pangan umbi-umbian 60,83%, pangan
hewani 57,92%, dan kacang-kacangan 67% dari kecukupan idealnya (Martianto et
al., 2007). Menurut Sinulingga (2002) diacu dalam Syafruddin (2006) adalah

2
adanya konsumsi pangan masyarakat yang masih didominasi oleh sumber
karbohidrat beras serta sumber protein nabati. Kebijakan pengembangan pangan
yang selama ini terfokus pada beras, telah mengurangi penggalian dan
pemanfaatan potensi sumber pangan karbohidrat lain berasal dari umbi-umbian
serta menghambat pengembangan usaha penyediaan bahan pangan sumber protein,
sumber zat gizi mikro serta potensi lokal.
Hal ini sejalan dengan kajian sebelumnya (Martianto & Ariani, 2004;
Manoewoto & Martianto, 2002 diacu dalam Martianto et al. 2007) yang
menyatakan bahwa: a) ketergantungan konsumsi pangan masyarakat terhadap
sumber karbohidrat, khususnya beras masih sangat tinggi (lebih dari 60%), dan
peran pangan hewani, sayuran dan buah serta kacang-kacangan masih sangat
rendah; b) skor Pola Pangan Harapan (PPH) yang mencerminkan keanekaragaman
pangan masih rendah dan cenderung fluktuatif seiring perkembangan keadaan
ekonomi nasional; c) terjadinya peningkatan kontribusi pangan berbasis impor
seperti terigu dan produk olahannya; d) adanya peningkatan konsumsi makanan
siap saji/makan di luar rumah, khususnya fast food yang dikelola perusahaan multi
nasional; e) upaya peningkatan nilai organoleptik pangan lokal (umbi-umbian,
kacang-kacangan, dll) yang didukung pengembangan teknologi sederhana untuk
usaha kecil dan menengah terbukti mampu meningkatkan preferensi konsumen
pangan lokal; dan f) alokasi dana penelitian di bidang pertanian dan pangan masih
sangat bias pada padi, dan kurang diarahkan pada pangan lokal lainnya.
Menurut Karsin (2004) upaya pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi
penduduk dapat dicapai melalui peningkatan produksi dan ketersediaan pangan,
kebijakan harga dan cadangan pangan, industri pangan, pengawasan industri
pangan, serta partisipasi masyarakat. Selain itu menurut Ariani (2003) peningkatan
produksi dan ketersediaan pangan dipengaruhi oleh luas lahan yang tersedia,
produktivitas lahan, intensitas pertanaman, harga pangan, dan harga sarana
produksi.
Penggolongan makanan di Indonesia sesuai dengan pola makan masyarakat
yang mencerminkan perilaku rumah tangga dalam menyusun hidangan sehari-hari
menurut Baliwati & Roosita (2004) dikelompokkan menjadi pangan pokok (beras,
jagung, ubi, terigu dan singkong), lauk-pauk (daging, ikan, telur tahu dan tempe),

3
sayuran, buah dan susu. Penggolongan ini sering dikenal dengan empat sehat lima
sempurna dan merupakan salah satu jabaran dari pedoman gizi seimbang.
Penggolongan makanan tersebut apabila dilihat dalam sembilan kelompok
pangan yang digunakan FAO dalam Pola Pangan Harapan, maka kelompok pangan
pokok terdiri dari kelompok pangan padi-padian dan umbi-umbian. Kelompok
pangan yang lainnya adalah pangan hewani, minyak dan lemak, buah/biji
berminyak, kacang-kacangan, gula, sayur dan buah serta lain-lain (minuman dan
bumbu) (Karsin, 2004).
Adanya kebutuhan pangan pokok penduduk dalam pencapaian ketahanan
pangan

juga

berimplikasi

terhadap

infrastruktur

pertanian

untuk

dapat

memproduksi pangan yang dibutuhkan. Beberapa sarana pertanian menurut
Baliwati (2008) diantaranya adalah lahan pertanian, saluran irigasi, bibit, pupuk,
tenaga kerja, serta berbagai sarana prasarana penunjang lainnya termasuk modal.
Ketersediaan lahan merupakan faktor penting dalam produksi pangan guna
mewujudkan ketahanan pangan sebagai akibat pertumbuhan permintaan yang lebih
cepat dari pertumbuhan penyediaan (Suryana, 2002). Oleh karena itu, salah satu
Kebijakan Umum Ketahanan Pangan 2006 -2009 adalah meningkatkan land-manratio melalui penyediaan lahan abadi untuk produksi pangan. Peraturan Pemerintah
Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional juga
menyebutkan perlunya ketersediaan lahan abadi untuk mewujudkan ketahanan
pangan nasional.
Kabupaten Lampung Barat dengan jumlah penduduk tahun 2007 sebesar
410.723 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk tahun 2002 - 2007 sebesar
1,683% (BPS, 2008). Tingginya laju pertumbuhan penduduk tersebut di atas
pertumbuhan nasional (1,49%) menyebabkan tekanan terhadap kemampuan
memproduksi sendiri penyediaan kebutuhan pangan penduduk Kabupaten
Lampung Barat.
Luas wilayah Kabupaten Lampung Barat 495.040 ha yang meliputi 76,78%
atau 380.092,37 ha merupakan taman nasional, suaka alam, hutan produksi
terbatas dan hutan lindung dan 23,22% (114.947,63 ha) merupakan lahan budidaya
pertanian termasuk pemukiman dan infrastruktur (BPS, 2008). Luas lahan yang
sangat terbatas ini merupakan faktor penting yang mempengaruhi kemampuan

4
Kabupaten Lampung Barat dalam meningkatkan ketersediaan pangan melalui
produksi dalam daerah sebagai upaya terwujudnya ketahanan pangan yang
mandiri.
Untuk mengetahui seberapa besar kemampuan produksi pangan pokok
Kabupaten Lampung Barat dan luasan lahan yang dibutuhkan agar mampu
memproduksi pangan dan gizi sesuai kebutuhan pangan dan gizi penduduknya,
maka perlu dilakukan analisis terhadap kebutuhan luas lahan pertanian pangan
Kabupaten Lampung Barat dalam pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi terutama
pangan pokok penduduknya.
Perumusan Masalah
Berdasarkan hal-hal di atas, maka ada beberapa permasalahan yang ingin
diketahui melalui penelitian ini yaitu:
1.

Bagaimana kebutuhan pangan penduduk Kabupaten Lampung Barat tahun
2007 - 2012?

2.

Bagaimana kebutuhan luas lahan pertanian pangan dalam pemenuhan
kebutuhan pangan penduduk Kabupaten Lampung Barat tahun 2007 - 2008?

3.

Apakah kebutuhan luas lahan pertanian pangan dalam pemenuhan kebutuhan
pangan dan gizi penduduk dapat dipenuhi dari potensi lahan pertanian yang
ada di Kabupaten Lampung Barat?
Tujuan

Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebutuhan luas lahan pertanian
pangan dalam pemenuhan kebutuhan pangan penduduk Kabupaten Lampung
Barat.
Tujuan Khusus
1. Menganalisis kebutuhan produksi pangan pokok penduduk Kabupaten
Lampung Barat tahun 2008 – 2012.
2. Menganalisis kebutuhan luas lahan pertanian pangan dalam pemenuhan
pangan dan gizi penduduk Kabupaten Lampung Barat tahun 2008 – 2012.
3. Menganalisis pemenuhan kebutuhan luas lahan pertanian pangan dari potensi
lahan pertanian yang ada.

5
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi Pemerintah
Kabupaten Lampung Barat maupun pihak terkait lainnya dalam membuat
kebijakan dan perencanaan program kegiatan pembangunan daerah yang
berkelanjutan agar berlandaskan pada terwujudnya ketahanan pangan wilayah
yang mandiri dengan terpenuhinya kebutuhan pangan dan gizi penduduk. Selain
itu, juga sebagai masukan bagi pembuat kebijakan distribusi pangan di daerah
maupun kebijakan pembangunan lainnya yang berdampak pada kebijakan
anggaran pembangunan daerah dalam mencapai tujuan pembangunan serta
sebagai pertimbangan dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kabupaten Lampung Barat tahun 2009.

TINJAUAN PUSTAKA
Ketahanan Pangan
Definisi Ketahanan Pangan
Declaration of Human Right 1998 menyatakan bahwa pemenuhan
kebutuhan pangan merupakan salah satu hak asasi manusia (HAM). Hal ini berarti
bahwa negara (pemerintah dan masyarakat) bertanggungjawab memenuhi
kebutuhan pangan bagi penduduk yang tidak mampu memenuhi kebutuhan
pangannya baik akibat adanya kondisi pangan yang sulit diperoleh penduduk dan
rendahnya daya beli masyarakat (baik karena pendapatan rendah atau kebijakan
harga-harga pangan).
Ketahanan pangan pada awalnya terfokus pada kondisi pemenuhan
kebutuhan pangan pokok. Perserikatan Bangsa-bangsa (1975) mendefinisikan
ketahanan pangan adalah ketersediaan cukup makanan utama pada setiap saat dan
mengembangkan konsumsi pangan secara konsisten dan dapat mengimbangi
fluktuasi produksi dan harga (Maxwell & Smith, 1992). FAO (1983) menyatakan
bahwa ketahanan pangan dapat dicapai hanya jika semua rumah tangga
mempunyai kemampuan untuk membeli pangan dan pada tahun 1986 World Bank
mendefinisikan ketahanan pangan adalah akses terhadap cukup pangan oleh
penduduk agar dapat melakukan aktivitas dan kehidupan yang sehat (Maxwell &
Smith, 1992).
Selanjutnya berdasarkan kesepakatan pada International Food Submit dan
International Conference of Nutrition 1992 (FAO, 1997) pengertian ketahanan
pangan diperluas menjadi kondisi tersedianya pangan yang memenuhi kebutuhan
setiap orang setiap saat untuk hidup sehat, aktif dan produktif. Ketahanan pangan
pada tingkat nasional diartikan sebagai kemampuan suatu bangsa untuk menjamin
seluruh penduduknya memperoleh pangan yang cukup, mutu, yang layak.
Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap
rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah
maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau (Undang-undang Nomor 7 Tahun
1996). Hal ini berarti bahwa ketahanan pangan mengandung aspek ketersediaan,
distribusi dan konsumsi. Tersedianya pangan yang cukup merupakan syarat

7
terpenuhinya kebutuhan pangan dan gizi penduduk yang jumlahnya terus
bertambah.
Berbagai tantangan yang muncul menurut Rustiadi (2008) adalah untuk
membangun sistem ketahanan pangan nasional yang lebih baik, antara lain upaya
untuk tetap mempertahankan stabilitas kesetimbangan ketersediaan pangan antara
kebutuhan dan pemenuhannya dengan laju pertumbuhan penduduk, permasalahan
degradasi lingkungan dan alih fungsi lahan. Untuk itu pengembangan dan
pemantapan ketahanan pangan mempunyai perspektif pembangunan yang
mendasar dan strategis dalam pembangunan nasional, karena: 1) akses terhadap
pangan

dengan

gizi

seimbang

bagi

penduduk

merupakan

hak

asasi,

2) keberhasilan dalam pengembangan kualitas sumberdaya manusia sangat
ditentukan oleh keberhasilan pemenuhan kecukupan dan konsumsi pangan dan
gizi, dan 3) ketahanan pangan merupakan basis atau pilar utama dalam
mewujudkan ketahanan ekonomi dan ketahanan nasional yang berkelanjutan.
Permasalahan internal maupun eksternal dalam pembangunan ketahanan
pangan menurut Nainggolan (2008) dikelompokan dalam tiga kelompok yaitu:
1) masalah ketersediaan pangan diupayakan sekuat-kuatnya dari dalam negeri;
2) masalah distribusi guna melancarkan alir pangan dari sentra-sentra produksi ke
sentra konsumsi; dan 3) masalah akses pangan agar rumah tangga dalam
memenuhi standaar konsumsi gizi untuk hidup sehat dan produktif. Permasalahan
tersebut dalam rapat Dewan Ketahanan Pangan (DKP) dirumuskan kedalam tujuh
fokus masalah strategis menyangkut ketahanan pangan nasional, yaitu:
1) ketersediaan pangan pokok harus dapat mengejar laju konsumsi akibat masih
tingginya laju pertumbuhan penduduk, 2) masalah lambatnya penganekaragaman
pangan menuju gizi seimbang, 3) masalah keamanan pangan, 4) kerawanan
pangan dan gizi buruk yang masih memprihatinkan, 5) masalah alih fungsi lahan
pertanian dan konservasi lahan dan air, 6) pengembangan infrastruktur pedesaan,
dan 7) belum berkembangnya kelembagaan ketahanan pangan baik struktural,
maupun kelembagaan pangan masyarakat.
Sistem Ketahanan Pangan
Menurut Suryana (2002) ketahanan pangan merupakan perwujudan hasil
kerja suatu sistem ekonomi pangan yang terdiri dari tiga subsistem yaitu

8
subsistem penyediaan, distribusi dan subsistem konsumsi yang saling berinteraksi
secara berkesinambungan. Pembangunan subsistem penyediaan mencakup
pengaturan kestabilan dan kesinambungan penyediaan pangan baik yang berasal
dari dalam negeri, cadangan, maupun dari luar negeri. Pembangunan subsistem
distribusi mencakup pengaturan untuk menjamin aksesibilitas penduduk secara
fisik dan ekonomis terhadap pangan antar wilayah dan antar waktu, serta stabilitas
harga pangan strategis. Pembangunan subsistem konsumsi mencakup pengelolaan
pangan ditingkat daerah maupun rumah tangga untuk menjamin setiap individu
memperoleh pangan dalam jumlah, mutu gizi, keamanan, keragaman, dan
keterjangkauan sesuai kebutuhan dan pilihannya.
Maxwell

& Smith

(1992) mengatakan bahwa ketahanan pangan

menunjukkan adanya akses setiap individu untuk dapat memenuhi kebutuhan
pangan setiap waktu. Hal ini berarti ketahanan pangan memiliki empat dimensi
yaitu (a) kecukupan pangan, yang ditunjukkan oleh tingkat kecukupan energi
untuk aktif dan hidup sehat; (b) akses pangan, yang berarti adanya kemampuan
untuk memproduksi, membeli pangan maupun menerima pemberian pangan;
(c) jaminan, yaitu adanya jaminan untuk memperoleh cukup pangan; dan
(d) waktu, yaitu adanya jaminan untuk memperoleh cukup pangan secara
berkelanjutan.
Suryana (2004) mengemukakan bahwa keberhasilan pembangunan ketiga
subsistem ketahanan pangan tersebut perlu didukung oleh faktor-faktor input
berupa sarana, prasarana dan kelembagaan produksi, distribusi, pemasaran,
pengolahan dan sebagainya. Disamping itu perlu juga didukung oleh faktor-faktor
penunjang seperti kebijakan, peraturan, pembinaan dan pengawasan pangan.
Ketahanan pangan dilaksanakan oleh banyak pelaku seperti produsen, pengolah,
pemasar dan konsumen yang dibina oleh berbagai instansi sektoral, sub sektoral
serta dipengaruhi interaksi antar wilayah. Output yang diharapkan dari
pembangunan ketahanan pangan adalah terpenuhinya hak asasi manusia akan
pangan, meningkatnya kualitas sumberdaya manusia, meningkatnya ketahanan
ekonomi dan ketahanan nasional.
Menurut Soetrisno (1995) dua komponen penting dalam ketahanan pangan
adalah ketersediaan dan akses terhadap pangan. Tingkat ketahanan pangan suatu

9
negara/wilayah dapat bersumber dari kemampuan produksi, kemampuan ekonomi
untuk menyediakan pangan dan kondisi yang membedakan tingkat kesulitan dan
hambatan untuk akses pangan. Selanjutnya Sawit & Ariani (1997) menyatakan
bahwa penentu ketahanan pangan di tingkat rumah tangga adalah akses terhadap
pangan, ketersediaan pangan dan risiko yang terkait dengan akses serta
ketersediaan pangan tersebut.
Frankenberger (1997) menyatakan bahwa dua kelompok indikator
ketahanan pangan yaitu indikator proses, menggambarkan situasi pangan yang
ditunjukkan oleh ketersediaan (produksi pertanian, iklim, akses terhadap
sumberdaya alam, praktek pengelolaan lahan) dan akses pangan (sumber
pendapatan, akses terhadap modal) serta indikator dampak meliputi indikator
langsung (konsumsi dan frekuensi pangan) maupun tak langsung (penyimpanan
pangan dan status gizi).
Ketahanan pangan dihasilkan oleh suatu sistem pangan yang terdiri atas tiga
subsistem, yaitu: 1) ketersediaan pangan dalam jumlah dan jenis yang cukup
untuk seluruh penduduk, 2) distribusi pangan yang lancar dan merata, dan
3) konsumsi pangan setiap individu yang memenuhi kecukupan gizi dan kaidah
kesehatan (DKP, 2006). Ketersediaan pangan dibangun melalui peningkatan
kemampuan produksi di dalam negeri, peningkatan pengelolaan cadangan, serta
impor untuk mengisi kesenjangan antara produksi dan kebutuhan. Distribusi
pangan dilakukan untuk menjamin stabilitas pasokan dan harga pangan antar
wilayah dan waktu, yang memungkinkan masyarakat seluruh pelosok dapat
mengakses pangan secara fisik dan ekonomi. Konsumsi pangan dibangun dengan
meningkatkan kemampuan rumah tangga mengakses pangan yang cukup melalui
kegiatan ekonomi produktifnya, baik dari usaha agribisnis pangan atau dari usaha
lainnya yang menghasilkan pendapatan untuk membeli pangan, serta peningkatan
pengetahuan dan kesadaran dalam mengkonsumsi pangan yang beragam, bergizi
dan berimbang.
Ketahanan pangan merupakan suatu konsep yang kompleks yang terkait
dengan mata rantai sistem pangan dan gizi mulai dari produksi, distribusi,
konsumsi dan status gizi. Faktor yang berpengaruh terhadap ketahanan pangan
adalah faktor-faktor yang mempengaruhi ketiga komponen ketahanan pangan

10
yaitu ketersediaan pangan, akses pangan dan pemanfaatan pangan yang
terangkum dalam sebuah kerangka ketahanan pangan (Gambar 1.) (Chung 1997
diacu dalam Setiawan 2004) yang diuraikan sebagai berikut: Aspek ketersediaan
dan stabilitas pangan bergantung pada sumberdaya (alam, manusia dan sosial)
serta produksi (on farm dan off farm). Aspek akses pangan menunjukkan jaminan
bahwa setiap rumah tangga dan individu mempunyai sumberdaya yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan pangan sesuai dengan norma gizi.

Kondisi ini

tercermin dari kemampuan rumah tangga untuk meningkatkan pendapatan dan
produksi pangan rumah tangga. Kondisi ini tergantung pada tingkat harga pangan
maupun tingkat sumberdaya dalam keluarga yaitu tenaga kerja, modal, dan
pengetahuan atau dimensi sumberdaya manusia serta sumberdaya sosial. Aspek
pemanfaatan pangan merupakan cerminan kemampuan tubuh untuk mengolah
pangan dan mengubahnya ke dalam bentuk energi yang dapat digunakan untuk
menjalankan aktivitas sehari-hari atau disimpan. Pemanfaatan pangan meliputi
konsumsi pangan dan status gizi. Perwujudan ketahanan pangan rumah tangga
perlu memperhatikan faktor ketersediaan pangan, daya beli dan pengetahuan gizi.
FOOD Security

Food Access

Food Availability

Resaurces :
 Natural
 Physical
 Human

Production :
 Farm
 Nonfarm

Income :
 Farm
 Nonfarm

Food Utilization

Consump-tion :
 Food
 Nonfood

Nutri-tional
status

Gambar 1 Faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan (Chung 1997 diacu
dalam Setiawan 2004).
Kemampuan penduduk untuk mengakses pangan terkait kemampuan
produksi pangan tingkat rumah tangga, kesempatan kerja, dan pendapatan
keluarga. Hal ini berarti pangan bukan hanya beras dan komoditas tanaman
pangan, tetapi termasuk makanan dan minuman yang berasal dari tumbuhan dan
hewan termasuk ikan, baik produk primer maupun turunannya. Selanjutnya
pangan yang cukup tidak hanya dalam jumlah tetapi juga keragamannya sebagai
sumber asupan zat gizi makro (karbohidrat, protein dan lemak) dan zat gizi mikro

11
(vitamin dan mineral), untuk pertumbuhan, kesehatan, daya tahan fisik,
kecerdasan dan produktivitas manusia (Suryana, 2004).
Subsistem ketersediaan pangan. Subsistem ketersediaan pangan dapat
diartikan bahwa pangan tersedia cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh
penduduk, baik jumlah maupun mutunya, serta aman. Ketersediaan pangan
bergantung pada sumberdaya alam, fisik, dan manusia. Pemilikan lahan yang
ditunjang iklim yang mendukung disertai SDM yang baik akan menjamin
ketersediaan pangan yang kontinyu. Akses pangan hanya dapat terjadi bila rumah
tangga berpenghasilan cukup. Konsumsi pangan akan amat menentukan apakah
seluruh anggota rumah tangga bisa mencapai derajat kesehatan optimal
(Khomsan, 2003).
Komponen ketersediaan pangan menurut Baliwati & Roosita (2004)
meliputi kemampuan produksi, cadangan maupun impor pangan dengan
memperhitungkan ekspor dan berbagai penggunaan lain seperti bibit, pakan
ternak, industri makanan/nonpangan dan tercecer. Komponen produksi pangan
dapat dipenuhi dari produksi pertanian dan atau industri pangan sehingga
ketersediaan pangan pada tingkat rumah tangga dapat dipenuhi dari produksi dan
cadangan pangan sendiri maupun produksi dan cadangan kelompok.
Kemampuan suatu wilayah dalam menyediakan pangan masyarakat yang
ada di wilayahnya diukur berdasarkan tingkat ketersediaan pangannya dalam
kurun waktu tertentu baik yang diperoleh dari produksi sendiri, cadangan pangan
ataupun melalui impor. Kemampuan produksi pangan merupakan hasil kerjasa