Study of Supplementation of Dietary Probiotic, Prebiotic, and Synbiotic to Precaution Vibriosis in Polkadot Grouper (Cromileptes altivelis).

KAJIAN PEMBERIAN PROBIOTIK, PREBIOTIK, DAN
SINBIOTIK UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT VIBRIOSIS
PADA IKAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis)

FARIQ AZHAR

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kajian Pemberian
Probiotik, Prebiotik, dan Sinbiotik untuk Pencegahan Penyakit Vibriosis pada
Ikan Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis) adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2014

Fariq Azhar
NIM C151110221

RINGKASAN
FARIQ AZHAR. Kajian Pemberian Probiotik, Prebiotik, dan Sinbiotik untuk
Pencegahan Penyakit Vibriosis pada Ikan Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis).
Dibimbing oleh SUKENDA dan WIDANARNI
Salah satu penyakit yang sering menyerang ikan kerapu bebek adalah
penyakit vibriosis yang disebabkan oleh bakteri V. alginolyticus. Kematian yang
disebabkan oleh serangan V. alginolyticus pada ikan laut dapat mencapai hingga
100 %. Aplikasi probiotik, prebiotik dan sinbiotik melalui pakan diharapkan dapat
menjadi salah satu cara untuk meningkatkan daya tahan tubuh ikan tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh pemberian probiotik, prebiotik,
dan sinbiotik melalui pakan untuk pencegahan infeksi vibriosis dengan
pengamatan respon imun, kelangsungan hidup dan performa pertumbuhan ikan
kerapu bebek.
Penelitian yang dilakukan meliputi tahap persiapan wadah dan media

pemeliharaan, persiapan probiotik, pembuatan prebiotik, persiapan pakan uji,
pengujian probiotik, prebiotik, dan sinbiotik melalui pakan. Terdapat lima
pelakuan dalam penelitian, yakni pemberian pakan tanpa probiotik, prebiotik, dan
sinbiotik serta serta diinjeksi PBS, pemberian pakan tanpa probiotik, prebiotik,
dan sinbiotik serta diinfeksi V. alginolyticus, pemberian pakan dengan probiotik
sebesar 1 % serta diinfeksi V. alginolyticus, pemberian pakan dengan prebiotik
sebesar 2 % serta diinfeksi V. alginolyticus, pemberian pakan dengan probiotik
sebesar 1 % dan prebiotik 2 % serta diinfeksi V. alginolyticus. Uji tantang
dilakukan dengan menyuntikkan V. alginolyticus secara intramuskular. Pengujian
performa pertumbuhan pada akhir perlakuan dilakukan dengan mengukur laju
pertumbuhan harian dan rasio konversi pakan. Pengujian respon imun dilakukan
dengan mengukur total eritrosit, total leukosit, hemoglobin, hematokrit, aktivitas
respiratory burst, aktivitas fagositik dan total bakteri.
Karakterisasi bakteri probiotik dilakukan dengan metode Cowan, hasil uji
menunjukkan bahwa bakteri yang digunakan dalam penelitian merupakan spesies
Bacillus sp. Untuk prebiotik, hasil ekstrak oligosakarida (TPT 5%) ubi jalar yang
digunakan pada penelitian ini mengandung inulin sebesar 1.115%; FOS sebesar
1.015% serta GOS sebesar 1.488%. Pemberian pakan dengan penambahan
probiotik, prebiotik, dan sinbiotik selama 30 hari mampu meningkatkan sintasan,
dan performa pertumbuhan (LPH dan FCR) serta resistensi terhadap penyakit.

Hasil pengamatan semua parameter menunjukkan peningkatan yang signifikan
antara pemberian probiotik, prebiotik, dan sinbiotik terhadap kontrol.
Kata kunci: ikan kerapu bebek, prebiotik, probiotik, sinbiotik, Vibrio alginolyticus

SUMMARY
FARIQ AZHAR. Study of Supplementation of Dietary Probiotic, Prebiotic, and
Synbiotic to Precaution Vibriosis in Polkadot Grouper (Cromileptes altivelis).
Supervised by SUKENDA dan WIDANARNI
Vibriosis was a major bacterial diseases in grouper fingerlings and very
harmful. One of the diseases that often attack the humpback grouper fish was
bacterium V. alginolyticus. V. alginolyticus attack on marine fish could reach up
to 100% mortality. Application of probiotics, prebiotics and synbiotic through
feed was expected to be one of the ways to boost the immune system of the fish.
This study aimed to assess the effect of probiotics, prebiotics, and synbiotic on
humpback grouper feed for vibriosis infection prevention through observation of
immune response, survival and growth performance.
The research covers the preparation stage and the media container
maintenance, preparation of probiotic, preparation of prebiotic, feed preparation,
testing probiotic, prebiotic, and synbiotic through the feed. There were five tests
in the commission of the feed, feeding without probiotic, prebiotic, and synbiotic

and PBS injected, feeding without probiotic, prebiotic, and synbiotic and infected
V. alginolyticus, feeding of 1% with probiotic and infected V. alginolyticus,
feeding of 2% prebiotic and infected V. alginolyticus, feeding with probiotics 1%
and prebiotics 2 % and infected V. alginolyticus. Challenge test was injecting V.
alginolyticus intramuscularly. Testing the performance of growth at the end of
treatment probiotic, prebiotic, and synbiotic by measuring the daily growth rate
and feed conversion ratio. Immune response testing was also conducted by
measuring the total erythrocytes, total leukocytes, hemoglobin, hematocrit,
respiratory burst activity, phagocytic activity and total bacteria.
The characterization of probiotic was conducted by Cowan. The result
showed that the bacterium was Bacillus sp. The result of oligosaccharide
extraction (TPT 5%) used in this study consist of 1.115% inulin; 1.015% FOS and
1.488% GOS. Feeding with the addition of probiotic, prebiotic, and synbiotic for
thirty days can increase the survival rate and growth performance (DGR and FCR)
and resistance to disease. Overall immune response results obtained in this study
showed significant improvement between the administration of probiotics,
prebiotics, and synbiotic to control.
Keyword: humpback grouper, prebiotic, probiotic, synbiotic, Vibrio alginolyticus

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KAJIAN PEMBERIAN PROBIOTIK, PREBIOTIK, DAN
SINBIOTIK UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT VIBRIOSIS
PADA IKAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis)

FARIQ AZHAR

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Akuakultur


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Dinamella Wahjuningrum, SSi, MSi

Judul Tesis : Kajian Pemberian Probiotik, Prebiotik, dan Sinbiotik untuk
Pencegahan Penyakit Vibriosis pada Ikan Kerapu Bebek
(Cromileptes altivelis)
Nama
: Fariq Azhar
NIM
: C151110221

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Sukenda, MSc

Ketua

Dr Ir Widanarni, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Akuakultur

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Widanarni, MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 8 Januari 2014

Tanggal Lulus:


ludul Tesis : Kajian Pemberian Probiotik, Prebiotik, dan Sinbiotik untuk
Pencegahan Penyakit Vibriosis pada Ikan Kerapu Bebek
(Cromileptes altivelis)
: Fariq Azhar
Nama
: C1511l0221
NIM

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing



.

Dr Ir Widanami, MSi
Anggota

Diketahui oleh


Ketua Program Studi
Ilmu Akuakultur

Dr Ir Widanami, MSi

Tanggal Ujian: 8 lanuari 2014

U

J

_!..

1.. r· utt

iIItJ. •• .l

J"

1


I,

••

lft

.

".'1'

Tanggal Lulus:

J

i

l......11

tU,;l


-

-

ヲ。mrャJエセBiLM

1n

-

;.. tlttHttLMotl1..L.M&II ..... _

ap

セ@

201 4

--

.....HU_ ...................................- . - .

- . ...... ...._

•• セ@

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penelitian yang dilaksanakan di Laboratorium Kesehatan Ikan,
Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor pada bulan April – Juni 2013 yang berjudul “Kajian Pemberian
Probiotik, Prebiotik, dan Sinbiotik untuk Pencegahan Penyakit Vibriosis pada
Ikan Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis)” berhasil diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Sukenda, MSc dan Ibu
Dr Ir Widanarni, MSi selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, istri serta seluruh
keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Akhir kata, penyusun berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Maret 2014
Fariq Azhar

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Hipotesis Penelitian

1
1
3
3
3
3

TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit Vibriosis pada Ikan Kerapu Bebek
Probiotik, Prebiotik dan Sinbiotik
Sistem Imun pada Ikan

3
3
4
6

METODE
Persiapan Wadah dan Media Pemeliharaan
Hewan Uji
Persiapan Probiotik
Pembuatan Prebiotik
Persiapan Pakan Uji
Pengujian Probiotik, Prebiotik, dan Sinbiotik Melalui Pakan
Uji Tantang dengan V. alginolyticus
Parameter yang Diamati

7
7
7
7
8
9
9
9
10

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakterisasi Bacillus sp.
Kandungan Oligosakarida Ubi Jalar
Sintasan
Laju Pertumbuhan Harian
Rasio Konversi Pakan
Jumlah Bakteri di Usus
Total Eritrosit, Kadar Hemoglobin dan Kadar Hematokrit
Total Leukosit, Aktifitas Fagositik, dan Respiratory Burst

12
12
13
14
15
16
17
18
20

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

23
23
23

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

23
27
28

DAFTAR TABEL
1 Karakteristik V. alginolyticus (Costinar 2010)
2 Komposisi kimia daging ubi jalar varietas sukuh
3 Perlakuan probiotik, prebiotik, dan sinbiotik pakan pada ikan kerapu
bebek
4 Karakterisasi Bacillus NP5 berdasarkan Cowan (1974)
5 Jumlah koloni bakteri NP5 yang telah diadaptasikan pada media SWC
6 Hasil analisis oligosakarida ubi jalar varietas sukuh dengan HPLC
7 Jumlah bakteri di usus ikan kerapu bebek yang diberikan perlakuan
Pro, Pre, dan Sin.

4
5
9
13
13
14
17

DAFTAR GAMBAR
1 Struktur kimia prebiotik
2 Sintasan ikan kerapu bebek (C. altivelis), sebelum uji tantang V.
alginolyticus ( ); setelah uji tantang V. alginolyticus ( ). Data
rataan dengan huruf berbeda menunjukkan berbeda nyata (Duncan; p
< 0.05) antar perlakuan.
3 Laju pertumbuhan harian ikan kerapu bebek (C. altivelis) selama 30
hari. Data rataan dengan huruf berbeda menunjukkan berbeda nyata
(Duncan; p < 0.05) antar perlakuan.
4 Rasio konversi pakan ikan kerapu bebek (C. altivelis) selama 30 hari.
Data rataan dengan huruf berbeda menunjukkan berbeda nyata
(Duncan; p < 0.05) antar perlakuan.
5 Total eritrosit, hemoglobin, dan hematokrit ikan kerapu bebek (C.
altivelis) pasca uji tantang dengan V. alginolyticus. Data rataan
dengan huruf berbeda menunjukkan berbeda nyata (Duncan; p < 0.05)
antar perlakuan
6 Total leukosit, aktivitas fagositik, respiratory burst pada ikan kerapu
bebek (C. altivelis) pasca uji tantang dengan V. alginolyticus. Data
rataan dengan huruf berbeda menunjukkan berbeda nyata (Duncan; p
< 0.05) antar perlakuan.

5

14

15

17

19

22

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Uji kualitas air
Analisa pakan
Ikan yang terserang V. alginolyticus
Bentuk karakterisasi Bacillus sp.

27
27
27
27

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kerapu bebek (Cromileptes altivelis) merupakan salah satu jenis ikan
karang yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan telah menjadi komoditas ekspor
penting terutama ke Hong Kong, Jepang, Singapura dan Cina. Produksi ikan
kerapu pada tahun 2012 mencapai 10,200 ton (KKP 2013). Upaya untuk
meningkatkan produksi budidaya ikan ini masih terkendala dengan adanya
serangan penyakit terutama oleh bakteri dan pertumbuhan ikan kerapu yang relatif
lambat.
Vibriosis merupakan penyakit bakterial utama pada benih kerapu dan sangat
merugikan. Beberapa spesies vibrio patogen pada ikan kerapu adalah Vibrio
anguillarum, V. alginolyticus, V. parahaemolyticus dan V. marinus. Salah satu
jenis vibrio yang sering menyerang ikan kerapu bebek adalah V. alginolyticus. V.
alginolyticus dapat menyerang ikan kerapu pada berbagai stadia mulai dari larva
hingga dewasa. Kematian yang disebabkan oleh serangan V. alginolyticus pada
ikan laut dapat mencapai hingga 100 % (Austin dan Austin 2007).
Penanggulangan penyakit bakterial pada ikan biasanya dilakukan dengan
pemberian antibiotik, penggunaan fitofarmaka, dan vaksin. Pemberian antibiotik
secara terus menerus dapat berakibat terjadinya resistensi bakteri terhadap jenis
antibiotik tersebut. Selain itu, efek samping pemberian antibiotik dapat
meninggalkan residu yang nantinya akan membahayakan manusia dan lingkungan.
Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya lain untuk meningkatkan kekebalan tubuh
ikan kerapu agar tahan terhadap serangan patogen, serta lebih ramah terhadap
manusia dan lingkungan. Aplikasi probiotik, prebiotik dan sinbiotik melalui pakan
diharapkan dapat menjadi salah satu cara untuk meningkatkan daya tahan tubuh
ikan tersebut.
Probiotik merupakan mikroba tambahan yang memberikan pengaruh
menguntungkan bagi inangnya melalui peningkatan nilai nutrisi pakan dan
memperbaiki respon inang terhadap penyakit serta meningkatkan kualitas
lingkungan (Verschuere et al. 2000). Penelitian tentang probiotik telah banyak
dilakukan untuk peningkatan produksi akuakultur sebagai suplemen makanan,
peningkatan resistensi terhadap penyakit, serta peningkatan kinerja pertumbuhan
(Nayak 2010). Konsep probiotik diterapkan untuk memelihara dan menjaga
kesehatan secara preventif melalui perbaikan keseimbangan mikroflora usus.
Probiotik menekan pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme patogen di
dalam usus. Selain itu, pemberian probiotik dalam kadar yang optimal juga
mampu merangsang pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme sejenis
yang menguntungkan (Aly et al. 2008). Probiotik juga mampu berperan sebagai
imunostimulan, meningkatkan rasio konversi pakan, mempunyai daya hambat
pertumbuhan bakteri patogen, menghasilkan antibiotik, serta peningkatan kualitas
air (Watson et al. 2008).
Prebiotik merupakan bahan pangan yang tidak dapat dicerna oleh inang
tetapi memberikan efek yang menguntungkan bagi inang dengan cara merangsang
pertumbuhan mikroflora normal di dalam saluran pencernaan inang
(Schrezenmeir dan Vrese 2001). Prebiotik merupakan karbohidrat yang

2
diklasifikasikan menurut ukuran molekul atau derajat polimerisasi dan terdiri dari
monosakarida, oligosakarida, dan polisakarida yang mampu memberikan asupan
makanan bagi pertumbuhan bakteri (Ringo et al. 2010). Prebiotik yang diberikan
akan berperan dalam meningkatkan pertumbuhan, tingkat kelangsungan hidup,
sistem kekebalan tubuh, efisiensi pakan, serta komposisi bakteri yang
menguntungkan dalam saluran pencernaan ikan (Merrifield et al. 2010). Akan
tetapi penelitian tentang prebiotik masih perlu dilakukan untuk peningkatan
industri akuakultur (Ringo et al. 2010).
Penggunaan sinbiotik merupakan cara yang paling efektif dalam
meningkatkan sistem imun ikan melalui pakan. Menurut Schrezenmeir dan Vrese
(2001) sinbiotik merupakan kombinasi seimbang dari probiotik dan prebiotik
dalam mendukung kelangsungan dan pertumbuhan bakteri menguntungkan dalam
saluran pencernaan makhluk hidup. Penelitian tentang sinbiotik telah
menunjukkan keuntungan dalam penggunaanya untuk peningkatan laju
pertumbuhan, konversi pakan, dan kondisi tubuh ikan (Daniels et al. 2010).
Penggunaan sinbiotik juga dapat meningkatkan kelangsungan hidup, merangsang
pertumbuhan, meningkatkan sistem imun dan kondisi inang (Cerezuela et al.
2011). Hasil pemberian FOS sebagai prebiotik dan Bacillus subtilis sebagai
probiotik pada pakan ikan yellow croaker mampu memberikan efek yang
menguntungkan dengan adanya peningkatan pertumbuhan, kelangsungan hidup,
respon imun, dan resistensi terhadap V. harveyi (Ai et al. 2011). Penelitian yang
sama juga dilakukan pada ikan salmon, terlihat adanya peningkatan resistensi
penyakit, kondisi tubuh dan keseimbangan mikroba dalam usus (Merrifield et al.
2010).
Penelitian tentang efek penggunaan Bacillus sebagai probiotik telah
dilakukan sebelumnya. Gastesoupe (1999) menyatakan bahwa terdapat jenis
bakteri dari gram positif yang dapat dijadikan sebagai kandidat probiotik seperti
dari genus Bacillus, Lactococcus, Micrococcus, Carnobacterium, Enterococcus,
Lactobacillus, Streptcoccus dan Weisslla. Bakteri yang digunakan sebagai
kandidat probiotik dalam penelitian ini adalah NP5 yang merupakan bakteri yang
berasal dari genus Bacillus. Bakteri tersebut mampu meningkatkan kinerja
pertumbuhan pada ikan nila (Putra 2010). Bacillus diketahui mempunyai sifat
proteolitik yang dapat mensekresikan enzim protease, lipotilik yang dapat
mensekresikan enzim lipase, serta amilolitik yang dapat mensekresikan enzim
amilase, sehingga dapat meningkatkan efisiensi pakan dan pertumbuhan. Selain
itu, pemberian probiotik dari B. subtilis juga diketahui mampu meningkatan
pertumbuhan, rasio konversi pakan, sistem imun dan resistensi terhadap penyakit
V. harveyi (Ai et al. 2011). Hasil penelitian tentang Bacillus coagulans yang diuji
tantang dengan
Aeromonas veronii
menunjukkan adanya efek sinergis
peningkatan sistem imun dan resistensi terhadap ikan koi (Lin 2012). Hal tersebut
mengindikasikan bahwa probiotik tersebut potensial untuk digunakan.
Penelitian ini menggunakan probiotik Bacillus NP5 dan prebiotik hasil
ekstraksi ubi jalar varietas sukuh baik secara terpisah maupun bersamaan melalui
pakan ikan kerapu. Pemberian sinbiotik menghasilkan pertumbuhan ikan nila
yang lebih baik jika dibandingkan penggunaan probiotik atau prebiotik saja (Putra
2010). Pemberian prebiotik yang berasal dari ubi jalar diharapkan mampu
memberi efek yang menguntungkan bagi Bacillus NP5 untuk meningkatkan

3
resistensi terhadap penyakit vibriosis serta performa pertumbuhan pada ikan
kerapu.
Perumusan Masalah
Masalah yang ditemui dalam budidaya ikan kerapu bebek adalah masalah
penyakit yang sering timbul dalam proses tersebut. Pemberian antibiotik akan
menimbulkan dampak yang negatif bagi manusia maupun lingkungan karena
residu yang ada pada bahan tersebut akan mengumpul di dalam tubuh ikan. Salah
satu alternatif untuk mengatasi masalah tersebut yakni dengan menggunakan
probiotik, prebiotik, dan sinbiotik melalui pakan yang dapat digunakan untuk
mencegah serangan patogen yang sering muncul, selain itu juga dapat
meningkatkan respon imun dan resistensi terhadap penyakit.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh pemberian probiotik,
prebiotik, dan sinbiotik melalui pakan untuk pencegahan infeksi vibriosis dengan
pengamatan respon imun, kelangsungan hidup dan performa pertumbuhan ikan
kerapu bebek.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah penggunaan probiotik, prebiotik, serta
sinbiotik diharapkan dapat digunakan sebagai alternatif pengganti obat kimia
dalam pengendalian infeksi V. alginolyticus pada ikan kerapu bebek.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah pemberian probiotik, prebiotik, dan
sinbiotik pada pakan dapat meningkatkan imunitas, kelangsungan hidup dan
performa pertumbuhan ikan kerapu bebek.

TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit Vibriosis pada Ikan Kerapu Bebek
Penyakit vibriosis pada ikan kerapu bebek terutama disebabkan oleh bakteri
Vibrio alginolyticus. Penyakit ini sering menyerang ikan, udang, dan komoditas
air laut yang lain. Stadia yang diserang mulai dari juvenil sampai dengan dewasa.
Kematian yang disebabkan oleh penyakit vibriosis dapat mencapai 100% (Austin
dan Austin 2007). Gejala ikan yang ditandai adanya serangan tersebut yakni
perubahan warna kulit yang menjadi buram, tidak aktif berenang, tidak nafsu
makan, terdapat exopthalmia, timbulnya hemoragi pada tubuh dan lemas. Bakteri

4
V. alginolyticus mempunyai sifat halofilik yang sering ditemukan sebagai
penyebab penyakit pada ikan laut seperti ikan, udang dan moluska. Penyebaran V.
alginolyticus banyak ditemukan di air laut dan air payau, khususnya pada daerah
budidaya. V. alginolyticus memiliki mempunyai sifat Gram negatif, berbentuk
koma/melengkung, dan mempunyai panjang 2-3 µm. V. alginolyticus dicirikan
dengan mobilitas tinggi karena terdapat flagela tunggal. V. alginolyticus tumbuh
pada suhu 10o-40oC, pH 7-9 dan tumbuh pada konsentrasi garam tinggi (Mustapha
2013). Karakteristik V. alginolyticus dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Karakteristik V. alginolyticus (Costinar 2010)
Uji
βgalaktosidase
Arginine dihydrolase
Lysine decarbocxylase
Ornithine decarboxylase
Citrat Utilazion
H2S production
Urease
Tryptophane deaminase
Indole production
Voges Proskauer
Gelatinase

Reaksi
+
+
+

Uji
Fermentation/oxidation
Glucose
Manitol
Inositol
Sorbiol
Rhamnose
Saccharose
Melibiose
Amygdalin
Arabinose
Cytochrome oxidase

Reaksi
+
+
+
+

Probiotik, Prebiotik dan Sinbiotik
Probiotik merupakan mikroorganisme hidup yang ketika diberikan dalam
jumlah yang memadai akan memberikan efek yang menguntungkan bagi inangnya
(Tremaroli dan Bäckhed 2012). Probiotik dalam akuakultur mempunyai efek
sebagai alternatif untuk obat antimikroba, selain itu juga dapat meningkatkan
kelangsungan hidup ikan, pertumbuhan, ketahanan stres, dan sistem imun.
Probiotik juga membantu dalam efisiensi konversi pakan dan pertambahan bobot
tubuh serta memberi perlindungan terhadap patogen dengan kompetisi pada
tempat penempelan di usus, produksi asam organik (asam format, asam asetat dan
asam laktat), hidrogen peroksida dan beberapa senyawa lain seperti antibiotik,
bakteriosin, lisozim dan juga mengatur proses fisiologis dan respon imun pada
ikan (Nayak 2010). Penggunaan bakteri yang dapat digunakan sebagai kandidat
probiotik harus memiliki sifat antara lain: probiotik seharusnya tidak merugikan
inang, dapat diterima oleh inang, dapat mencapai lokasi target penempelan,
mempunyai efek yang sama dalam uji in vitro maupun in vivo, dan tidak
mengandung gen yang resisten (Verschuere et al. 2000). Bacillus spp. telah
terbukti memiliki kemampuan adhesi, menghasilkan bakteriosin (peptida
antimikroba) dan memberikan imunostimulasi (Watson et al. 2008).
Prebiotik merupakan bahan makanan yang tidak dapat dicerna dan
mempunyai pengaruh yang menguntungkan bagi inang dengan cara merangsang
pertumbuhan dan aktivitas bakteri yang berada di dalam usus (Ringo et al. 2010).
Bahan makanan yang dapat dijadikan prebiotik harus memiliki sifat yang tahan
terhadap asam lambung, dapat difermentasi oleh mikrobiota usus dan secara

5
selektif merangsang pertumbuhan dan aktivitas bakteri yang menguntungkan di
dalam usus (Gibson et al. 2004). Sebagian besar penelitian tentang prebiotik telah
difokuskan pada fruktan seperti inulin, fruktooligosakarida (FOS) dan
galaktooligosakarida (GOS) yang diproduksi dengan biaya yang relatif rendah
karena dapat diekstrak dari tanaman atau diproduksi oleh sintesis enzimatik.
Bahan lain yang dapat diklasifikasikan sebagai prebiotik antara lain: laktulosa,
xylooligosakarida (XOS) dan mannanoligosakarida (MOS) (Delgado et al. 2011).
Struktur kimia prebiotik dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Struktur kimia prebiotik

Prebiotik yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari ubi jalar varietas
sukuh. Umbi dari varietas sukuh ini berbentuk lonjong membulat. Kulit umbi
berwarna kuning dan daging umbi berwarna putih. Nilai gizi ubi jalar secara
kualitatif selalu dipengaruhi oleh varietas, lokasi dan musim tanam. Pada musim
kemarau dari varietas yang sama akan menghasilkan tepung yang relatif tinggi
dari pada musim penghujan (Syamsir dan Honestin 2009). Komposisi kimia
daging ubi jalar varietas sukuh dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Komposisi kimia daging ubi jalar varietas sukuh
Komposisi
Kadar Air (% bb)
Kadar Abu (% bk)
Kadar Protein (% bk)
Kadar Lemak (% bk)
Kadar Karbohidrat (% bk)

Hasil analisis
61,48
1,87
3,35
0,49
94,29

6
Sinbiotik merupakan suplemen nutrisi yang menggabungkan antara
probiotik dan prebiotik dalam bentuk sinergisme, sehingga dapat memberikan
efek yang menguntungkan bagi inang (Cerezuela et al. 2011). Penelitian tentang
penggunaan probiotik dan prebiotik yang bekerja secara sinergis telah dilakukan
Daniels et al. (2010), dimana bakteri probiotik Bacillus spp. dan
mannanoligosakarida (MOS) secara signifikan dapat meningkatkan pertumbuhan,
tingkat kelangsungan hidup, dan mikroba yang ada di dalam usus. Penelitian yang
hampir sama juga dilakukan Ai et al. (2011) yang menunjukkan bahwa FOS
sebagai prebiotik dan Bacillus subtilis sebagai probiotik pada pakan ikan yellow
croaker mampu memberikan efek yang menguntungkan dengan adanya
peningkatan pertumbuhan, kelangsungan hidup, respon imun, dan resistensi
terhadap penyakit.
Sistem Imun pada Ikan
Sistem imun merupakan sistem interaktif komplek dari beragam jenis sel
imunokompeten yang bekerjasama dalam proses identifikasi dan eliminasi
mikroorganisme patogen dan zat–zat berbahaya lainnya yang masuk ke dalam
tubuh. Sistem imun yang terdapat pada ikan terdiri dari dua macam yakni sistem
imun spesifik dan sistem imun non-spesifik. Sistem imun yang mempunyai
mekanisme awal dalam menghambat serangan patogen merupakan mekanisme
dari sistem imun non-spesifik. Sistem imun non-spesifik timbul sebagai reaksi
terhadap serangan mikroorganisme patogen dan zat asing lainnya melalui
fagositosis oleh neutrofil dan monosit (makrofag). Sistem imun spesifik meliputi
sistem imun selular dan humoral. Leukosit khususnya limfosit berperan penting
dalam sistem imun spesifik. Sistem imun seluler memberikan pertahanan terhadap
mikroorganisme intra dan ekstraseluler melalui sekresi limfokin seperti interferon
dan interleukin. Sedangkan sistem imun humoral memberi pertahanan melalui
produksi antibodi terhadap antigen (Uribe et al. 2011).
Proses pertahanan tubuh melawan serangan mikroorganisme patogen dan
zat asing berbahaya lainnya pada respon imun non spesifik melibatkan fagositosis
oleh neutrofil dan monosit (makrofag). Makrofag berperan penting dalam
pertahanan badan melawan infeksi dan penting dalam pengaturan kondisi fisiologi.
Makrofag berperan dalam proses fagositosis, pengaturan respon imun, sekresi dan
sebagai scavenger. Karena merupakan sel-sel fagosit, makrofag mampu menelan
dan menghancurkan patogen yang tidak dapat secara efektif dikontrol neutrofil,
terutama organisme intraseluler dan yang menyebabkan respon inflamasi (Uribe et
al. 2011).
Selama fagositosis dan aktivasi, makrofag melepaskan produk toksik seperti
radikal oksigen dan enzim proteolitik ke lingkungan. Penambahan produk toksik
yang terlalu besar mungkin berperan pada timbulnya berbagai penyakit karena
mengakibatkan kerusakan jaringan lokal oleh reaksi inflamasi. Pada pengaturan
respon imun, makrofag dapat bertindak sebagai fagosit profesional dan Antigen
Presenting Cell (APC). Sebagai fagosit, makrofag dan monosit menelan dan
menghancurkan patogen yang dijumpai karena mengandung hidrolase asam dan
peroksidase. Sebagai APC, makrofag membantu aktivasi sel T dengan cara

7
mengikat antigen yang masuk ke badan sebelum dikenal sel limfosit T. APC
memproduksi dan melepaskan sitokin seperti interleukin (Uribe et al. 2011).

METODE
Persiapan Wadah dan Media Pemeliharaan
Wadah yang digunakan dalam penelitian berupa akuarium yang berukuran
50 cm x 40 cm x 35 cm sebanyak 15 buah. Akuarium terlebih dahulu dicuci
dengan deterjen dan dikeringkan. Selanjutnya akuarium didesinfeksi dengan
klorin 30 ppm selama 24 jam, kemudian dibersihkan kembali. Akuarium yang
telah didesinfeksi diisi dengan air laut sebanyak 30 liter pada masing-masing
akuarium. Media pemeliharaan ikan kerapu menggunakan air laut yang berasal
dari Ancol. Air laut terlebih dahulu ditampung dalam tandon dan didesinfeksi
dengan klorin 30 ppm serta dinetralkan dengan Na-Thiosulfat 15 ppm. Sebelum
digunakan, secara berkala dilakukan pengontrolan kadar klorin menggunakan
Clorine test. Setelah persiapan wadah dan media pemeliharan selesai dilakukan
pengujian kualitas air. Uji kualitas air tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1.
Hewan Uji
Ikan kerapu yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan kerapu bebek
(Cromileptes altivelis) yang berasal dari Balai Budidaya Air Payau Situbondo
dengan berat rata-rata 3.0 ± 0.48 g. Ikan kerapu terlebih dahulu dipelihara selama
10 hari dalam akuarium untuk proses adaptasi. Selain itu, dinding akuarium
ditutup plastik hitam agar ikan kerapu tidak stres. Waring juga ditambahkan di
atas akuarium untuk mencegah ikan kerapu keluar dari akuarium. Selama
pemeliharaan ikan kerapu diberi pakan komersil yang mempunyai kadar protein
45% dan feeding rate 7-8% bobot tubuh dengan frekuensi pemberian pakan tiga
kali sehari, yaitu pukul 08.00, 12.00, 16.00 WIB.
Persiapan Probiotik
Bakteri probiotik Bacillus NP5 yang berasal dari saluran pencernaan ikan
nila dikultur pada media TSA. Bakteri yang diperoleh selanjutnya dikultur pada
media SWC (5 g bactopeptone, 1 g yeast extract, 3 ml gliserol, 15 g agar, 750 ml
air laut, dan 250 ml akuades) dengan konsentrasi air laut yang secara bertahap
dinaikkan dari 25%, 50%, dan 75% masing-masing sebanyak tiga kali proses
pengkulturan secara berulang. Selanjutnya bakteri probiotik Bacillus NP5 diberi
penanda berupa resistensi antibiotik rifampicin (Widanarni et al. 2003).
Karakterisasi ulang dilakukan pada isolat NP5 yang diperoleh dengan uji
morfologi, pewarnaan Gram, serta karakterisasi fisiologis dan biokimia (Cowan
1974).
Bakteri probiotik NP5 yang diberikan ke ikan kerapu, sebelumnya dikultur
pada media Sea Water Complete (SWC-agar miring) yang diinkubasi selama 24
jam pada suhu ruang. Kemudian bakteri probiotik NP5 diinokulasikan ke dalam

8
10 ml media SWC cair dan diinkubasi dalam waterbath shaker pada suhu 29-30oC
dengan kecepatan 140 rpm selama 24 jam. Setelah itu, suspensi bakteri
dipindahkan ke dalam tabung corning 25 ml kemudian disentrifuse selama 10
menit dengan kecepatan 5.000 rpm untuk memisahkan padatan sel bakteri dengan
supernatan. Pelet sel bakteri yang diperoleh kemudian dicuci sebanyak dua kali
dengan larutan PBS (Phosphate Buffer Saline) 25 ml, dihomogenisasi dengan
vortex dan disentrifuse selama 10 menit dengan kecepatan 5.000 rpm. Setelah
dilakukan pencucian, PBS dibuang kemudian ditambahkan kembali larutan PBS
sebanyak 10 ml dan dihomogenisasi dengan vortex. Hasil dari vortex ini adalah
probiotik yang akan dicampurkan ke dalam pakan.
Pembuatan Prebiotik
Ubi jalar dibersihkan dan dikupas, lalu diiris menggunakan pisau dengan
ketebalan ±1 mm. Irisan ubi jalar kemudian dikeringkan dalam oven pengering
pada suhu 55oC selama 5 jam hingga irisan ubi dapat dipatahkan dengan tangan.
Irisan ubi jalar kemudian digiling dengan willey mill dan diayak dengan ukuran 60
mesh (Marlis 2008). Sebanyak 500 gram tepung ubi jalar ditambahkan air dengan
perbandingan 1:1 (w/v) dan dikukus pada suhu 100oC selama 30 menit. Hasil
pengukusan tersebut dikeringkan dalam oven pada suhu 55oC selama 18 jam.
Tepung ubi jalar digiling dan disaring dengan ayakan hingga tepung kukus ubi
jalar dapat terkumpul. Pada proses ekstraksi, sebanyak 10 gram tepung kukus ubi
jalar disuspensikan ke dalam 100 ml etanol 70% dan diaduk selama 15 jam
menggunakan magnetic stirer pada suhu ruang. Penyaringan dilakukan dengan
menggunakan kertas saring Whatman no.1 dan residu dibilas dengan
menggunakan etanol 70%. Filtrat yang diperoleh dipekatkan menggunakan
evaporator vakum pada suhu 40oC. Hasil pemekatan disentrifus pada 5000 rpm
selama 10 menit untuk mengendapkan kotoran, sehingga ekstrak mudah
disterilisasi dengan kertas saring (Muchtadi 1989).
Perhitungan total padatan terlarut dilakukan menurut Apriyantono (1989).
Cawan porselen dikeringkan selama 2 jam dalam oven bersuhu 100oC, kemudian
didinginkan dalam desikator hingga diperoleh berat tetap. Cawan tersebut
kemudian ditimbang (a gram). Sebanyak 1 ml ekstrak kasar oligosakarida
ditempatkan ke dalam cawan porselen tersebut dan ditimbang berat larutan
ekstrak kasar oligosakarida (b gram). Cawan yang telah berisi ekstrak kasar
oligosakarida kemudian ditempatkan dalam oven selama sehari semalam. Setelah
kering, cawan berisi sampel ekstrak kasar oligosakarida didinginkan dalam
desikator selama 10 menit atau hingga berat cawan stabil. Berat cawan yang berisi
ekstrak kering kemudian diukur (c gram). Total padatan terlarut dihitung dari hasil
perbandingan berat ekstrak setelah dikeringkan dengan berat ekstrak sebelum
dikeringkan dan dikalikan 100%.
TPT =



x 100%

Hasil ekstraksi ubi jalar varietas sukuh dengan TPT sebesar 5% dilakukan
uji fruktooligosakarida (FOS), galaktooligosakarida (GOS) dan inulin dengan
menggunakan HPLC (High Performance Liquid Chromatograph).

9
Persiapan Pakan Uji
Persiapan pakan uji meliputi tahap kultur bakteri probiotik, persiapan
prebiotik serta pencampuran probiotik dan prebiotik. Pencampuran pakan
dilakukan dengan cara mengkombinasikan probiotik dan prebiotik pada pakan
yang akan diberikan. Dosis probiotik yang digunakan sebesar 1% dari jumlah
pakan yang diberikan (Wang 2007), dan prebiotik sebesar 2% dari jumlah pakan
yang diberikan (Mahious et al. 2006). Pencampuran dilakukan dengan
menambahkan putih telur sebanyak 2% dari total pakan yang berfungsi sebagai
perekat. Sebelum diberikan ke ikan kerapu, pakan dikeringudarakan terlebih
dahulu selama 10-15 menit untuk mengurangi kelembaban. Nilai analisa pakan uji
yang diberikan pada ikan kerapu bebek dapat dilihat pada Lampiran 2.
Pengujian Probiotik, Prebiotik, dan Sinbiotik Melalui Pakan
Pengujian probiotik, prebiotik, dan sinbiotik melalui pakan secara in vivo
pada ikan kerapu bebek dilakukan selama 30 hari yang terdiri dari 5 perlakuan
(Tabel 3).
Tabel 3 Perlakuan probiotik, prebiotik, dan sinbiotik melalui pakan pada ikan
kerapu bebek
Perlakuan Keterangan
Pemberian pakan tanpa probiotik, prebiotik dan sinbiotik serta
Kdiinjeksi PBS
Pemberian pakan tanpa probiotik, prebiotik dan sinbiotik serta
K+
diinfeksi V. alginolyticus
Pemberian pakan dengan probiotik sebesar 1 % serta diinfeksi V.
Pro
alginolyticus
Pemberian pakan dengan prebiotik sebesar 2 % serta diinfeksi V.
Pre
alginolyticus
Pemberian pakan dengan probiotik sebesar 1 % dan prebiotik 2 %
Sin
serta diinfeksi V. alginolyticus.
Uji Tantang dengan V. alginolyticus
Bakteri V. alginolyticus diperoleh dari Balai Budidaya Air Payau Situbondo
kemudian dilakukan identifikasi dengan karakterisasi morfologi, fisiologi, dan
biokimia. Pada akhir pemberian pakan perlakuan, delapan ekor ikan tiap akuarium
dengan masing-masing tiga ulangan disuntikkan V. alginolyticus dengan
konsentrasi 106 CFU/ml sebanyak 0.1 ml/ekor ikan secara intramuskular
sedangkan pada kontrol negatif disuntikkan PBS 0,1 ml/ekor ikan. Pengamatan
ikan dilakukan selama tujuh hari.

10
Parameter yang Diamati
Sintasan
Sintasan atau tingkat kelangsungan hidup ikan kerapu dapat diketahui dari
jumlah ikan kerapu pada akhir perlakuan dibagi dengan jumlah ikan kerapu awal
(Effendi 2004), dengan rumus sebagai berikut :
SR =

��

��

x 100%

Keterangan :
SR
= Sintasan (%)
Nt
= Jumlah ikan kerapu pada akhir perlakuan (ekor)
No
= Jumlah ikan kerapu pada awal perlakuan (ekor)

Laju Pertumbuhan Harian
Laju pertumbuhan harian dihitung dengan menggunakan rumus (Huissman
1987) :
t

α = [√

Wt

Wo

− ]x

%

Keterangan :
α
= Laju pertumbuhan harian (%)
Wt
= Bobot rata-rata ikan kerapu pada akhir perlakuan (gram)
Wo
= Bobot rata-rata ikan kerapu pada awal perlakuan (gram)
t
= Periode pemeliharaan (hari)

Rasio Konversi Pakan
Rasio konversi pakan selama pemeliharaan dihitung menggunakan rumus
(Zonneveld et al. 1991) :
FCR =

F

Bt+Bm−Bo

Keterangan :
FCR = Rasio konversi pakan
F
= Jumlah pakan (gram)
Bt
= Biomassa ikan kerapu pada saat akhir perlakuan (gram)
Bm
= Biomassa ikan kerapu yang mati saat perlakuan (gram)
Bo
= Biomassa ikan kerapu pada saat awal perlakuan (gram)
Penghitungan Jumlah Bakteri di Usus
Penghitungan jumlah bakteri pada usus (Li et al. 2009) ikan kerapu bebek
meliputi perhitungan total bakteri dan total bakteri NP5. Pengambilan usus

11
dilakukan pada akhir perlakuan probiotik, prebiotik, dan sinbiotik. Usus diambil
dan dihomogenkan dalam larutan phosphat buffer saline (PBS). Penghitungan
bakteri menggunakan metode hitung cawan, dengan menggunakan media spesifik
SWC rifampicin (50 µg/ml) untuk menghitung total bakteri NP5 dan media SWC
untuk menghitung total bakteri pada usus.
Total Eritrosit
Jumlah eritrosit dihitung menurut Blaxhall dan Daisley (1973). Perhitungan
eritrosit dengan cara : sampel darah diambil dengan pipet yang berisi bulir
pengaduk warna merah sampai skala 1, kemudian ditambahkan larutan Hayem’s
sampai skala 101, digoyang atau diayunkan membentuk angka delapan selama 3-5
menit agar bercampur homogen. Tetesan pertama dibuang, berikutnya diteteskan
ke dalam hemasitometer dan ditutup dengan kaca penutup, lalu diamati dibawah
mikroskop. Perhitungan dilakukan pada kotak kecil hemasitometer, Σ eritrosit = Σ
sel eritrosit terhitung x pengencer / volume.
Kadar Hemoglobin (Hb)
Pengukuran kadar hemoglobin dilakukan dengan metode Sahli
menggunakan sahlinometer (Wedemeyer dan Yasutake 1977). Kadar Hb diukur
dengan cara mengkonversikan darah ke dalam bentuk asam hematin setelah darah
ditambah dengan asam klorida. Prosedur perhitungan dilakukan dengan cara :
darah diambil dengan pipet sahli sampai skala 20 mm3 atau skala 0,2 ml, lalu
ujung pipet dibersihkan dengan kertas tisu. Setelah itu darah dalam pipet
dipindahkan dalam tabung Hb-meter yang telah diisi HCl 0,1 N sampai skala 10
(merah), diaduk dan dibiarkan selama 3 sampai 5 menit. Kemudian ditambahkan
akuades sampai warna darah dan HCl tersebut seperti warna larutan standar yang
ada dalam Hb meter tersebut. Kemudian skala dibaca dengan melihat permukaan
cairan dan dicocokkan dengan skala tabung sahli yang dilihat pada skala jalur
gr % (kuning) yang berarti banyaknya hemoglobin dalam gram per 100 ml darah.
Kadar Hematokrit (He)
Kadar hematokrit (He) diukur menurut Anderson dan Siwicki (1993). Kadar
He ditentukan dengan cara: sampel darah dimasukkan dalam tabung
mikrohematokrit sampai kira-kira 3/4 bagian tabung, kemudian ujungnya
disumbat dengan crytoseal sedalam 1 mm. Kemudian disentrifus dengan
kecepatan 5000 rpm selama 5 menit. Kemudian dilakukan pengukuran panjang
darah yang mengendap (a) serta panjang total volume darah yang terdapat didalam
tabung (b). Kadar He dinyatakan sebagai % volume padatan sel darah dan
dihitung dengan cara = (a/b) x 100%.
Total Leukosit
Jumlah leukosit dihitung menurut Blaxhall dan Daisley (1973) yaitu :
sampel darah diambil dengan pipet yang berisi bulir pengaduk berwarna putih
berskala sampai 0,5 ml. Lalu ditambahkan larutan Turk’s sampai skala 11.
Selanjutnya pipet digoyang membentuk angka delapan selama 5 menit agar

12
bercampur homogen. Tetesan pertama dibuang, tetesan berikutnya dimasukkan
ke dalam hemasitometer, lalu ditutup dengan kaca penutup, dan diamati dibawah
mikroskop. Perhitungan dilakukan pada kotak kecil hemasitometer, Σ leukosit = Σ
sel leukosit terhitung x volume / pengencer.
Aktivitas Fagositik
Pengukuran aktivitas fagositik dilakukan menurut Anderson dan Siwicki
(1993). Sebanyak 50 μl darah dimasukkan ke dalam microplate, ditambahkan 50
μl suspensi Staphylococcus aureus dalam PBS (107 sel/ml). Dihomogenkan dan
diinkubasi dalam suhu ruang selama 20 menit. Sebanyak 5 μl dibuat sediaan ulas
dan dikeringkan di udara. Difiksasi dengan metanol selama 5 menit dan
dikeringkan. Direndam dalam pewarna Giemsa selama 15 menit. Dicuci dengan
air mengalir dan dikeringkan dengan tisu. Dihitung jumlah sel yang menunjukkan
proses fagositosis dari 100 sel fagosit yang teramati.
Aktivitas Respiratory Burst
Respiratory burst dianalisis dengan metode yang dilakukan oleh Liu et al.
(2004). Sebanyak 100 µL darah+antikoagulan ditempatkan dalam ependorf yang
sebelumnya sudah ditambahkan 100 µL larutan poly L lysine 0.2 %. Lalu
disentrifus pada 700xg selama 20 menit dan supernatan dibuang. Kemudian
ditambahkan 100 µL larutan HBSS dengan nitroblue tetrazolium 0.3 % dan
didiamkan selama 2 jam agar bereaksi, kemudian disentrifus pada 700 xg selama
10 menit lalu larutan NBTnya dibuang, selanjutnya ditambahkan dengan 100 µL
metanol absolut, dan disentrifus lagi pada 700 xg selama 10 menit lalu dibuang
supernatannya. Kemudian dicuci 2 kali dengan 100 µL metanol 70 % dan
dibiarkan kering udara, lalu dilarutkan dengan formazan (120 µL 2M KOH dan
140 µL dimethyl sulphoxide (DMSO)), kemudian dipindahkan ke dalam
microplate. Terakhir dilihat nilai absorbannya pada panjang gelombang 630 nm.
Analisa Data
Data yang diperoleh diuji dengan software statistik SPSS 21. Jika terdapat
perbedaan yang signifikan pada masing-masing perlakuan, maka digunakan uji
lanjut Duncan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakterisasi Bacillus sp.
Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa bakteri yang digunakan dalam
penelitian merupakan spesies Bacillus sp. Sifat morfologi, fisiologi, dan biokimia
isolat NP5 dapat dilihat pada Tabel 4. Sedangkan bentuk karakterisasi morfologi
dari bakteri Bacillus sp. dapat dilihat pada Lampiran 4.

13
Tabel 4 Karakterisasi Bacillus NP5 berdasarkan Cowan (1974)
Karakterisasi
Bentuk
Pewarnaan Gram
Uji O/F
Glukosa
Oksidase
Katalase
Motilitas
H2S

Reaksi
batang
+
Fermentatif
+
+
+
+
+

Bacillus yang telah diadaptasikan dengan media SCW secara bertahap
menunjukkan adanya kenaikan jumlah bakteri pada media kultur. Hal tersebut
menunjukkan bahwa bakteri Bacillus tersebut mempunyai toleransi yang baik
terhadap air laut. Bentuk karakterisasi Bacillus sp. dapat dilihat pada Lampiran 4.
Jumlah koloni bakteri NP5 yang telah diadaptasikan dengan media SWC secara
bertahap dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Jumlah koloni bakteri NP5 yang telah diadaptasikan pada media SWC
Perlakuan
Kultur 1
Kultur 2
Kultur 3

SWC 25% (CFU/ml)
4.47x107
8.95x107
2.98x107

SWC 50% (CFU/ml)
1.79x108
2.23x108
2.53x108

SWC 75% (CFU/ml)
4.47x108
4.43x108
5.37x108

Genus Bacillus merupakan bakteri yang berbentuk batang dapat dijumpai di
tanah dan air termasuk pada air laut. Beberapa jenis menghasilkan enzim
ekstraseluler yang dapat menghidrolisis protein dan polisakarida kompleks.
Bacillus sp. membentuk endospora, merupakan gram positif, bergerak dengan
adanya flagel peritrikus, dapat bersifat aerobik atau fakultatif anaerobik serta
bersifat katalase positif. Genus Bacillus mempunyai sifat fisiologis yang menarik
karena tiap-tiap jenis mempunyai kemampuan yang berbeda-beda, diantaranya :
(1) mampu mendegradasi senyawa organik seperti protein, pati, selulosa,
hidrokarbon dan agar, (2) mampu menghasilkan antibiotik; (3) berperan dalam
nitrifikasi dan denitrifikasi; (4) pengikat nitrogen; (5) pengoksidasi selenium; (6)
pengoksidasi dan pereduksi mangan (Mn); (7) bersifat khemolitotrof, aerob atau
fakultatif anaerob, asidofilik atau alkalifilik, psikoprifilik, atau termofilik
(Hatmanti 2000).
Kandungan Oligosakarida Ubi Jalar
Kandungan oligosakarida yang telah diuji dengan HPLC menunjukkan
bahwa ubi jalar kualitas sukuh mengandung FOS, GOS, dan inulin. Hasil dari
analisis oligosakarida ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 6.

14
Tabel 6 Hasil analisis oligosakarida ubi jalar varietas sukuh dengan HPLC
No.
1.
2.
3.

Parameter
FOS
GOS
Inulin

Unit
g/100 g
g/100 g
g/100 g

Hasil
1.015
1.488
1.115

Penggunaan fruktooligosakarida (FOS) dalam pakan juvenil red drum
(Sciaenops ocellatus) dapat menstimulasi respon imun non-spesifik seperti
aktivitas lisozim serta produksi secara intraseluler superoxid anion dari makrofage
ginjal. FOS secara kimiawi adalah senyawa β-D-fruktans rantai pendek atau
sedang, yang terikat dengan ikatan β-2-1 glikosidik, yang tidak dapat diuraikan
oleh enzim pencernaan (Buentello et al. 2010).
GOS diproduksi dengan memperpanjang rantai dimer laktosa menggunakan
enzim β-galactosidase. Molekul GOS merupakan hasil sintesis yang
memanfaatkan aktivitas enzim β-galaktosidase dari laktosa yang dikenal dengan
istilah reaksi transgalaktosilasi. β–galaktosidase adalah kelompok enzim hidrolitik
dan telah banyak digunakan oleh berbagai industri produk olahan untuk
menghidrolisis laktosa menjadi glukosa dan galaktosa (Saad et al. 2013).
Penggunaan GOS pada pakan dapat meningkatkan pertumbuhan probiotik strain
Lactobacillus di saluran pencernaan dan kelangsungan hidup bakteri tersebut
(Hernandez et al. 2012).
Sintasan
Sintasan ikan kerapu pada masa pemeliharaan selama 30 hari menunjukkan
nilai 100% pada semua perlakuan. Hasil yang berbeda ditunjukkan pada sintasan
ikan kerapu setelah uji tantang dimana untuk kontrol negatif menunjukkan nilai
100%, perlakuan Pro, Pre, dan Sin masing-masing (91.67%), sedangkan untuk
kontrol positif menunjukkan nilai (33.33%) (Gambar 2). Ikan kerapu bebek yang
100

a

a

a

a

a

a

a

a

a

Sintasan (%)

80
60
b

40
20
0
Kontrol (-)

Kontrol (+)

Pro

Pre

Sin

Perlakuan
Gambar 2 Sintasan ikan kerapu bebek (C. altivelis), sebelum uji tantang V.
alginolyticus ( ); setelah uji tantang V. alginolyticus ( ). Data
rataan dengan huruf berbeda menunjukkan berbeda nyata (Duncan;
p < 0.05) antar perlakuan.

15
terserang vibriosis dapat dilihat pada Lampiran 3.
Berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa penggunaan
probiotik, prebiotik dan sinbiotik secara in vivo terbukti mampu meningkatkan
sintasan ikan kerapu bebek. Penambahan probiotik dalam pakan diduga mampu
menghambat pertumbuhan V. alginolyticus karena probiotik mampu menjadi
pesaing dalam memperoleh nutrisi untuk menghambat patogen yang ada. Selain
itu, penambahan prebiotik ternyata mampu menekan pertumbuan patogen karena
bakteri yang secara alami ada dalam tubuh ikan mampu memanfaatkan prebiotik
yang diberikan untuk mendukung pertumbuhannya. Pemberian sinbiotik pada
pakan ikan kerapu juga dapat menghambat pertumbuhan patogen karena bakteri
probiotik NP5 yang diberikan mampu memanfaatkan prebiotik yang telah tersedia.
Chiu et al. (2010) menyatakan bahwa pemberian bakteri probiotik pada pakan
ikan kerapu lumpur pada tingkat yang berbeda memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap nilai sintasan yakni sebesar 56,6% dibandingkan dengan
kontrol yang mempunyai nilai sebesar 20% selama 144 jam setelah uji tantang.
Hasil penelitian yang lain menunjukkan adanya kesinergisan antara kombinasi
pemberian probiotik yang berupa Bacillus subtilis dengan prebiotik
fruktooligosakarida (FOS) menghasilkan nilai kumulatif mortalitas yang rendah
(Ai et al. 2011).
Laju Pertumbuhan Harian
Laju pertumbuhan harian juga memperlihatkan adanya peningkatan nilai
antara kontrol dan semua perlakuan. Nilai laju pertumbuhan harian tertinggi
diperoleh pada perlakuan Sin sebesar (13,79%), diikuti Pre sebesar (12,59%), Pro
sebesar (12,37%), kemudian kontrol positif sebesar (9.62%/hari) dan kontrol
negatif sebesar (8,97%) (Gambar 3). Keberadaan bakteri probiotik dalam saluran
pencernaan akan sangat menguntungkan bagi ikan karena bakteri tersebut akan
menyumbangkan exogenous enzim (seperti amilase dan protease) pada sistem
pencernaan ikan, sehingga sistem pencernaan ikan menjadi lebih efektif dalam
pembelanjaan energi (expenditure energy) untuk proses pencernaan. Energi yang
seharusnya dikeluarkan akan menjadi lebih sedikit dan selisih energi yang ada
dapat digunakan untuk pertumbuhan.

LPH (%)

15.00
10.00

b

b

Kontrol (-)

Kontrol (+)

a

a

Pro

Pre

a

5.00
0.00
Sin

Perlakuan
Gambar 3 Laju pertumbuhan harian ikan kerapu bebek (C. altivelis) selama
30 hari. Data rataan dengan huruf berbeda menunjukkan berbeda
nyata (Duncan; p < 0.05) antar perlakuan.

16
Pemberian prebiotik pada pakan tidak secara langsung menambahkan
exogenous enzim pada tubuh ikan tetapi memberikan tambahan energi dari hasil
pencernaan dan metabolisme ikan. Prebiotik yang digunakan berasal dari jenis
oligosakarida (FOS dan GOS) yang tidak dapat dicerna oleh tubuh ikan tetapi
dapat dirombak oleh bakteri sehingga menjadi bentuk yang dapat dimanfaatkan
oleh ikan. Pengaruhnya yang lain dalam tubuh ikan yakni dapat membuat
tambahan sumber energi akibat aktivitas bakteri tersebut. Disamping itu, bakteri
alami dalam tubuh ikan akan mendapat tambahan nutrisi untuk mampu hidup
lebih baik dan menghasilkan lebih banyak exogenous enzim, sehingga membuat
pencernaan ikan menjadi lebih efektif.
Penambahan sinbiotik (probiotik dan prebiotik) akan menciptakan sinergi
dalam tubuh ikan. Prebiotik yang diberikan bisa langsung dimanfaatkan oleh
bakteri probiotik Bacillus sp. atau digunakan oleh bakteri alami yang ada dalam
tubuh ikan. Hal tersebut menandakan penggunaan sinbiotik menghasilkan
pertumbuhan yang maksimal pada penelitian ini. Hasil penelitian Lin et al. (2012)
juga memperlihatkan hasil laju pertumbuhan harian yang berbeda signifikan
antara kombinasi pemberian Bacillus coagulans dan citosanoligosakarida (COS)
yakni sebesar 1.66% dibandingkan dengan kontrol yang mempunyai nilai 1.28%.
Adanya kenaikan pertumbuhan pada hewan akuatik yang diberikan pakan
probiotik dapat dikaitan dengan adanya peningkatan aktivitas pencernaan oleh
aktivitas enzimatik dan sintesis vitamin sehingga dapat meningkatkan nilai
kecernaan dan pertambahan bobot (Liu et al. 2009).
Rasio Konversi Pakan
Nilai rasio konversi pakan pada ikan kerapu bebek menunjukkan adanya
perbedaan yang signifikan antara pakan perlakuan terhadap kontrol. Nilai rasio
konversi pakan yang terbaik ditunjukkan oleh perlakuan Sin (1,24), diikuti oleh
Pre (1,29), dan Pro (1,36), kemudian kontrol negatif (1,9) dan kontrol positif
(2,11) (Gambar 4). Perlakuan Pro, Pre, dan Sin tidak memberikan perbedaan yang
nyata antar perlakuan tersebut. Nilai rasio konversi pakan perlakuan Pro, Pre, dan
Sin berbeda nyata (p