Proses Pengolahan Asinan Salak Pondoh (Salacca edulis Reinw.)

PROSES PENGOLAHAN ASINAN SALAK PONDOH
(Salacca edulis Reinw.)

MEYTA DWI ARIYANI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Proses Pengolahan Asinan
Salak Pondoh (Salacca edulis Reinw.) adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2014

Meyta Dwi Ariyani
NIM F34090089

ABSTRAK
MEYTA DWI ARIYANI. Proses Pengolahan Asinan Salak Pondoh (Salacca
edulis Reinw.). Dibimbing oleh INDAH YULIASIH.
Salacca edulis Reinw. (salak pondoh) merupakan salah satu komoditi buah
tropis Indonesia yang bersifat mudah rusak dan berumur simpan pendek. Namun
tingkat produksi salak terus meningkat dari tahun ke tahun. Asinan sebagai salah
satu alternatif proses untuk meningkatkan nilai tambah buah salak. Aktivitas air
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi umur simpan buah salak.
Tahapan yang digunakan adalah penentuan konsentrasi larutan garam dan larutan
perendam (gula dan cuka) yang berkaitan dengan aktivitas air pada buah salak dan
asinan salak. Hasil analisis kimiawi dan fisik menunjukkan konsentrasi terbaik
larutan garam dan larutan perendam asinan adalah konsentrasi garam 12%, gula
17%, dan cuka 3.5% dengan nilai akhir pada parameter kekerasan 18.25
(mm/g.det), vitamin C 0.0023 (mg/100 g), total asam 0.015 (ml NaOH 0.1 N/100
g), organoleptik rasa 4.026, dan nilai aktivitas air 0.935. Nilai aktivitas air

menunjukkan formulasi tersebut belum efektif mencegah pertumbuhan bakteri,
khamir, dan kapang perusak produk asinan.
Kata kunci : aktivitas air, asinan, umur simpan

ABSTRACT
MEYTA DWI ARIYANI. Processing Pickle of Pondoh Snakefruit (Salacca
edulis Reinw.). Supervised by INDAH YULIASIH.
Sallacca edulis Reinw. (pondoh snakefruit) is one of Indonesia’s tropical
fruits commodities. It have character easily damage and short shelf life. However,
the level of production snakefruits keeps increasing from year to year. Pickle as
an alternative process for extend added value of salak. Water activity is important
factor that influence shelf life of salak. The stage is determination the
concentration of salt and pickle solution (sugar and vinegar). The results of
chemical and physical analysis from the research showed the best concentration
of salt and pickle solution is salt 12%, sugar 17%, and vinegar 3.5% with
parameter the hardness is 18.25 mm/g.sec, vitamin C 0.0023 (mg/100 g), content
of acid 0.015 (ml NaOH 0.1 N/100 g), value sensory of taste 4.026, dan water
activity is 0.935. The value of water activity showed the formula not effective to
prevent growth destroyed bacteri, yeast, and mold at salak pickle .
Keyword : water activity, pickle, shelf life


PROSES PENGOLAHAN ASINAN SALAK PONDOH
(Salacca edulis Reinw.)

MEYTA DWI ARIYANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

Judul Skripsi : Proses Pengolahan Asinan Salak Pondoh (Salacca edulis Reinw.)
Nama
: Meyta Dwi Ariyani
NIM
: F34090089

Disetujui oleh

Dr Indah Yuliasih, STP, MSi
Pembimbing

Diketahui oleh


Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan berkah
dan rahmat-Nya sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun
untuk memenuhi salah satu syarat penyusunan tugas akhir Departemen Teknologi
Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor dengan
judul Proses Pengolahan Asinan Salak Pondoh (Salacca edulis Reinw.). Penulis
mendapat dukungan dari berbagai pihak selama penelitian dan penulisan skripsi.
Penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada :
1. Dr. Indah Yuliasih, S.TP, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang
membimbing penulis sejak penyusunan proposal hingga penyelesaian skripsi.
2. Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, M.Si dan Dr. Ir. Mulyorini Rahayuningsih, MS
selaku dosen penguji atas masukan dan saran dalam perbaikan skripsi ini.
3. Keluarga tercinta, Bapak Yahmanto dan Ibu Sri Sulasini serta Marvina Prastiwi
dan Ramadhan Tri Pamungkas atas do’a, motivasi, nasehat, dan kasih sayang

kepada penulis.
4. Seluruh laboran Departemen Teknologi Industri Pertanian atas bimbingan
selama penelitian.
5. Seluruh TIN 46 atas bantuan dan semangat selama penulisan skripsi.
6. Saudari-saudari tercinta atas semua perhatian dan pengingatannya : Rahmi D.,
Sri H., Tis’ah A.I, Saraswati, Desi S., Sarah N.A, kakak Dyah R.L., kakak
Ramziah A.; kakak Rhestu I., kakak Maftuh K., kakak Mar’atus S., Putri
M.E.A dan Khoirunnisak.
7. Pihak-pihak lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu atas bantuan
dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan dan
pelaksanaan tugas akhir. Oleh karena itu, penulis dengan terbuka menerima saran
dan kritik yang membangun. Atas bantuan yang diberikan, penulis sampaikan
terima kasih.

Bogor, Mei 2014
Meyta Dwi Ariyani

DAFTAR ISI
Halaman

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2


METODE

2

Bahan

2

Alat

2

Prosedur Penelitian

2

Rancangan Percobaan

4


HASIL DAN PEMBAHASAN

4

Karakteristik Salak Pondoh

4

Proses Pengolahan Asinan Salak Pondoh

5

Penentuan Konsentrasi Larutan Garam

6

Penentuan Konsentrasi Larutan Perendam (Gula dan Cuka)
SIMPULAN DAN SARAN

10

17

Simpulan

17

Saran

17

DAFTAR PUSTAKA

17

LAMPIRAN

19

RIWAYAT HIDUP


24

DAFTAR GAMBAR

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Diagram alir pembuatan asinan salak pondohError! Bookmark not defined.
Anatomi buah salak
4
Hubungan konsentrasi garam dengan kekerasan buah salak
7
Pengaruh perendaman garam terhadap vitamin C pada buah salak
segar
8
Pengaruh perendaman garam terhadap total asam buah salak segar
9
Pengaruh konsentrasi gula terhadap kekerasan asinan salak
10
Pengaruh konsentrasi gula terhadap kandungan vitamin C asinan
salak
11
Pengaruh konsentrasi gula terhadap total asam asinan salak
12
Hubungan konsentrasi gula dengan nilai hedonik asinan salak
13
Pengaruh konsentrasi cuka terhadap kekerasan asinan salak
14
Pengaruh konsentrasi cuka terhadap kandungan vitamin C asinan
salak
14
Pengaruh konsentrasi cuka terhadap total asam asinan salak
15
Hubungan konsentrasi cuka dengan nilai hedonik asinan salak
16

DAFTAR LAMPIRAN

1 Prosedur analisis
2 Hasil analisis pengaruh konsentrasi garam terhadap karakteristik
asinan salak pondoh
3 Hasil analisis pengaruh konsentrasi gula terhadap karakteristik asinan
salak
4 Hasil analisis pengaruh konsentrasi cuka terhadap karakteristik asinan
salak
5 Perhitungan Water Activity (aw)

19
20
21
22
23

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salak pondoh (Salacca edulis Reinw.) merupakan salah satu komoditi buah
tropis yang diminati masyarakat Indonesia karena memiliki rasa manis yang khas.
Bahkan kini buah salak telah berkembang menjadi komoditas ekspor. Produksi
salak terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2010 produksi salak nasional
mencapai 749 876 ton meningkat menjadi 1 082 125 ton pada tahun 2011 dan
pada tahun 2012 mencapai 990 446 ton dan diperkirakan tahun 2013 produksinya
kembali meningkat mencapai 1 018 058 ton. Oleh karena itu salak tetap mendapat
prioritas dikembangkan secara agibisnis terutama di daerah sentra produksi
(Dirjen Hortikultura 2013).
Buah salak mempunyai sifat mudah rusak (perishable) dan berumur simpan
pendek, hal ini didukung oleh iklim tropis yang panas dan lembab menyebabkan
daya simpan buah salak segar akan sangat pendek. Umumnya buah salak segar
hanya dapat bertahan disimpan selama ± 12 hari pada suhu kamar. Kadar air yang
cukup tinggi yaitu sebesar 78% dan kandungan karbohidrat sebesar 20.9%
menyebabkan salak lebih mudah busuk jika disimpan pada suhu ruang (Soetomo
2001).
Salak pondoh sebagai komoditi perdagangan yang prospektif namun
karakternya yang mudah rusak membutuhkan penanganan lebih lanjut untuk
mempertahankan umur simpannya baik dengan metode pengolahan buah minimal
maupun dikembangkan menjadi produk yang memiliki nilai ekonomis lebih tinggi
seperti manisan salak, asinan salak, kripik salak maupun selai salak. Asinan
merupakan salah satu alternatif proses pengolahan buah salak segar dengan proses
fermentasi menggunakan garam ataupun asam sebagai pengawetnya. Bahan yang
dapat diolah menjadi asinan antara lain berbagai sayur dan buah yang dapat
menghasilkan rasa asam karena penambahan cuka dari luar maupun karena proses
fermentasi itu sendiri (Vail et al. 1973). Adanya formulasi larutan garam, gula,
dan cuka akan mempengaruhi nilai aktivitas air (aw) pada asinan salak.
Aktivitas air (aw) adalah jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroba
untuk pertumbuhannya. aw dinyatakan sebagai perbandingan antara tekanan uap
air pada bahan pangan atau larutan dengan tekanan uap air murni pada suhu yang
sama. Air bebas pada bahan pangan dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroba,
terutama untuk proses transportasi nutrisi, media untuk reaksi enzimatis, sintesis
komponen seluler dan berperan dalam reaksi biokimia lainnya (Rahayu dan
Nurwitri 2012). Setiap mikroba memiliki aw minimum, optimum, dan maksimum
untuk pertumbuhannya. aw minimum yang dibutuhkan mikroba untuk
pertumbuhan spora atau memproduksi toksin biasanya lebih tinggi daripada aw
untuk pertumbuhannya. Nilai aw minimum yang dibutuhkan bakteri untuk tumbuh
adalah 0.86-0.97, khamir tumbuh pada aw 0.80-0.90, dan kapang tumbuh pada
rentang 0.75-0.93 (Kusnandar 2010). Menurut hukum Roult, aw berbanding lurus
dengan jumlah molekul di dalam pelarut (solvent) dan berbanding terbalik dengan
jumlah molekul di dalam larutan (solution) (Muchtadi dan Fitriyono 2010). Nilai
aw yang rendah berpengaruh pada keawetan produk asinan karena mencegah
pertumbuhan bakteri, khamir, maupun kapang.

2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mendapatkan formula produk asinan salak pondoh.
2. Mengetahui pengaruh formula produk terhadap water activity (aw) pada
asinan salak pondoh.

METODE
Bahan
Penelitian pengolahan asinan salak menggunakan buah salak pondoh
(Salacca edulis Reinw.), es batu, gula pasir, garam dan cuka makan. Sedangkan
pada pengujian dan analisis laboratorium menggunakan larutan pati 1%, larutan
natrium hidroksida (NaOH) 0.1 N, larutan iodium 0.01 N, indikator fenolftalein
dan aquadest.
Alat
Alat yang digunakan selama penelitian antara lain oven, alat-alat gelas, buret,
kertas saring, jar, penetrometer merk Hach, neraca analitik, dan penangas air.

Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap yaitu (1) penentuan konsentrasi
larutan garam sebagai pencegahan browning pada permukaan daging salak dan
mencegah pertumbuhan mikroba dan (2) penentuan konsentrasi larutan perendam
(gula dan cuka) sebagai bahan pengawet pada asinan agar tidak cepat rusak serta
memberikan cita rasa yang baik pada produk.
1. Penentuan Konsentrasi Larutan Garam
Konsentrasi larutan garam yang diujikan adalah 9 dan 12%. Perendaman pada
larutan garam ditujukan untuk mencegah terjadinya reaksi browning enzimatis
dan mencegah tumbuhnya mikroba pada permukaan daging buah salak. Daging
buah salak tanpa biji yang digunakan tiap perlakuan sebanyak 0.5 kg.
Sedangkan jumlah air sebanyak 500 ml. Perendaman dilakukan selama 5 jam.
Analisis karakteristik pada tahap penentuan konsentrasi larutan garam meliputi
kekerasan daging buah asinan salak, kandungan total asam dan kandungan
vitamin C. Prosedur analisis pada Lampiran 1.
2. Penentuan Konsentrasi Larutan Perendam (Gula dan Cuka)
Konsentrasi larutan garam terpilih digunakan untuk penentuan konsentrasi
larutan perendam asinan (konsentrasi gula dan cuka) yang dilakukan secara
bertahap. Konsentrasi gula yang diujikan adalah 15, 17, 19, dan 21% pada
konsentrasi larutan garam terpilih dan cuka 2.5%. Konsentrasi cuka yang
diujikan adalah 2.0, 2.5, 3.0, dan 3.5% pada konsentrasi larutan gula dan garam

3
terpilih pada tahap sebelumnya. Perendaman pada campuran larutan gula dan
cuka ditujukan untuk memberikan cita rasa yang baik pada produk akhir serta
mencegah pertumbuhan dan perkembangan mikroba perusak yang dapat
menurunkan mutu produk. Analisis karakteristik pada tahap penentuan
konsentrasi larutan perendam gula dan cuka meliputi kekerasan daging buah
asinan salak, total asam dan kandungan vitamin C. Uji organoleptik yang
diujikan pada panelis adalah parameter rasa untuk mengetahui penerimaan
konsumen terhadap formula gula dan cuka pada produk. Proses pembuatan
asinan salak pondoh disajikan pada Gambar 1.

Salak

Pengupasan dan pembelahan
salak
Es batu
Perendaman dalam larutan garam
(selama 5 jam, suhu 22 0C)
Gula pasir

Cuka

Penirisan

Air

Pencampuran

Perendaman dalam larutan asinan
(gula dan cuka)

Pembotolan dan exhausting

Penyimpanan selama 24 jam

Asinan salak

Gambar 1 Diagram alir pembuatan asinan salak pondoh

4
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penentuan konsentrasi larutan
garam dan larutan perendam (gula dan cuka) adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL) 1 faktor perlakuan dengan dua kali ulangan. Analisis statistik
menggunakan uji F, kemudian dilanjutkan dengan uji Newman Keuls pada hasil
karakteristik kimiawi dan fisik. Sedangkan uji Duncan digunakan untuk analisis
hasil uji organoleptik dengan parameter rasa. Kedua uji lanjut menggunakan taraf
nyata 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Salak Pondoh
Salak pondoh merupakan salah satu kultivar salak yang paling populer di
Indonesia. Karena memiliki buah dengan rasa manis meskipun masih muda
(Pardal et al. 2004). Buah salak tersusun atas tiga bagian utama, yaitu kulit,
daging buah dan biji. Bagian kulit terdiri atas sisik yang tersusun seperti genting
yang menyerupai kulit ular dan kulit ari yang langsung menyelimuti daging buah.
Kulit ari berwarna putih transparan (Widyasari 2000). Anatomi buah salak pada
Gambar 2.

Keterangan :
(1) ujung buah
(2) pangkal buah
(3) kulit luar dan sisik
(4) daging buah
(5) kulit ari
(6) biji
(7) embrio
Gambar 2 Anatomi buah salak. Direproduksi dari Sabari (1983) dalam Widyasari
(2000).
Salak digolongkan sebagai buah non-klimakterik karena pola respirasi buah
salak terus menurun tanpa adanya lonjakan produksi CO2 (Widyasari 2000). Buah
non klimakterik tidak akan menunjukkan perubahan ke arah peningkatan mutu
setelah buah dipetik, sehingga pemanenan dilakukan ketika buah matang di
pohon. Tabel 1 merupakan karakteristik kimiawi dari buah salak pondoh.

5
Tabel 1 Karakteristik salak pondoh
Karakteristik
Kadar Air (%)
Kadar Abu (%)
Total Asam ( ml NaOH 0.1 N/100 g )
Vitamin C (mg/100 g)

Kadar
77.20
0.93
0.02
1.70

Pengujian kadar air salak pondoh menunjukkan kandungan air pada bahan
sebesar 77.20%. Nilai ini tidak jauh berbeda dengan nilai kadar air yang diujikan
Soetomo (2001) sebesar 78.20%. Kondisi kadar air yang cukup tinggi mendukung
tumbuhnya mikroba perusak pada buah salak pondoh. Walaupun bukan sebagai
sumber nutrisi, air sangat penting keberadaannya sebagai sarana transportasi
nutrisi, media untuk reaksi enzimatik dan biokimia untuk pembentukan komponen
sel dan energi (Rahayu dan Nurwitri 2012). Kadar abu pada buah salak pondoh
sebesar 0.93%. Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari
bahan organik dan air. Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral. Unsur mineral
juga dikenal sebagai zat organik atau kadar abu (Winarno 2008). Pada proses
pembakaran, bahan-bahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak. Zat
anorganik tersebut yang menghasilkan abu. Buah salak dengan kadar abu yang
relatif rendah tidak termasuk buah penghasil sumber lemak ataupun protein
(Rahmawati 2012). Nilai total asam buah-buahan berhubungan dengan kandungan
asam organik berupa asam sitrat dan asam malat. Tingkat keasaman akan semakin
berkurang seiring dengan meningkatnya kematangan buah. Nilai total asam salak
pondoh sebesar 0.02 (ml NaOH 0.1 N/100 g). Kandungan vitamin C pada buah
salak pondoh sebesar 1.70 (mg/100 g). Vitamin C merupakan vitamin yang
mudah rusak. Selain sangat larut dalam air, vitamin C juga mudah teroksidasi
yang mengakibatkan inaktivasi vitamin C (Winarno 2008).
Proses Pengolahan Asinan Salak Pondoh
Proses pengolahan salak pondoh menitikberatkan proses pengolahan asinan
secara alami tanpa menggunakan bahan pengawet tambahan, namun melalui
formulasi bahan pangan yang umum digunakan yaitu gula, garam, dan cuka.
Tahapan proses pengolahan asinan salak pondoh terdiri dari proses pengupasan
dan pembelahan buah, perendaman dalam larutan garam, perendaman dalam
larutan asinan (campuran gula dan cuka), pembotolan dan exhausting serta
penyimpanan. Berikut uraian proses pengolahan asinan salak pondoh.
1. Pengupasan dan pembelahan buah salak
Buah salak pondoh dibersihkan lalu dikupas kulitnya dan dibersihkan kulit
arinya. Kemudian dibelah menjadi empat bagian yang sama besar. Adanya
pembelahan pada daging buah salak mengakibatkan luka yang dapat
menyebabkan pencoklatan pada permukaan salak. Pada tiap perlakuan buah
salak yang digunakan sebanyak 0.5 kg daging buah salak tanpa biji.
2. Perendaman dalam larutan garam dengan penambahan es batu
Buah salak yang telah dibelah kemudian direndam dalam larutan garam yang

6
ditambahakan es batu dengan lama waktu perendaman 5 jam. Air yang
digunakan sebanyak 500 ml. Garam dapat menarik air keluar dari buah. Proses
perendaman dalam larutan garam ditujukan untuk mencegah terjadinya reaksi
pencoklatan pada permukaan daging salak. Es batu ditambahkan pada larutan
garam untuk menurunkan suhu akibat respirasi yang terjadi pada jaringan buah
salak yang terluka saat proses pembelahan daging buah.
3. Perendaman dalam larutan asinan (gula dan cuka)
Larutan asinan berkaitan erat dengan kualitas rasa yang dihasilkan, sehingga
menjadi aspek yang harus diperhatikan karena berhubungan dengan
penerimaan konsumen. Buckle et al. (1987) menyatakan bila gula ditambahkan
ke dalam bahan pangan dalam konsentrasi tinggi sebagian air menjadi tidak
tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas air (aw) akan
berkurang. Namun bahan berkadar gula tinggi cenderung rusak oleh kapang
dan khamir. Perendaman dilakukan setelah buah salak ditiriskan dari larutan
garam.
4. Pembotolan dan exhausting
Wadah yang baik digunakan untuk penyimpanan produk asinan adalah jar
(botol kaca) karena bersifat inert dan jernih sehingga dapat dipantau secara
langsung kondisi fisik dari asinan salak pondoh. Buah salak yang telah
direndam dalam larutan garam kemudian ditiriskan dan dimasukkan ke dalam
jar lalu ditambahkan larutan gula dan cuka dengan konsentrasi tertentu. Setelah
jar ditutup dilakukan proses exhausting pada air mendidih antara suhu 85-100
0
C selama 15 menit untuk menghilangkan oksigen dari dalam jar yang dapat
memicu terjadinya oksidasi sehingga menyebabkan pencoklatan pada
permukaan asinan salak. Selanjutnya jar diangkat dari air mendidih dan
didinginkan pada suhu ruang.
5. Penyimpanan
Proses penyimpanan dilakukan selama 24 jam agar didapatkan flavor yang baik
dari asinan salak.
6. Asinan salak
Produk asinan salak dengan beberapa konsentrasi larutan perendam dianalisis
secara fisik, kimiawi, dan organoleptik sehingga didapatkan formulasi produk
asinan salak terbaik.
Penentuan Konsentrasi Larutan Garam
Garam merupakan bahan pengawet yang selektif terhadap kontaminasi
mikroba. Jenis mikroba proteolitik maupun mikroba penghasil spora umumnya
mudah dihambat pertumbuhannya walaupun pada konsentrasi garam yang relatif
rendah sekitar 6% (Wijaya et al. 2012). Garam berperan dalam membatasi
ketersediaan air pada bahan pangan sehingga mengeringkan protoplasma dan
penyebab plasmolisis. Analisis kekerasan, vitamin C, total asam, dan organoleptik
rasa pada Lampiran 1.
Reaksi pencoklatan enzimatik pada buah-buahan disebabkan adanya aktivitas
enzim polifenolase yang mengoksidasi fenol atau polifenol membentuk kuinon
akibat adanya memar, pemotongan, atau pengupasan pada jaringan atau daging

7
buah. Salah satu upaya pencegahan reaksi pencoklatan dengan merendam daging
buah pada air untuk mengeluarkan oksigen penyebab oksidasi. Garam juga dapat
digunakan untuk menghambat enzim fenolase pada buah namun kelemahannya
dibutuhkan konsentrasi yang tinggi sehingga menghasilkan cita rasa asin.
Penelitian ini menggabungkan antara perendaman dalam air dengan penambahan
garam dengan konsentrasi tertentu untuk mencegah pencoklatan pada daging
buah. Konsentrasi larutan garam yang diujikan pada buah salak adalah 9 dan
12%. Konsentrasi larutan garam terbaik didapatkan dengan mengevaluasi hasil
pengujian kekerasan, vitamin C dan total asam pada cairan salak dari buah salak
yang telah direndam dalam larutan garam selama 5 jam.
Kekerasan menjadi faktor yang diperhatikan pada produk akhir karena
kekerasan daging buah erat kaitannya dengan kerenyahan daging buah saat
dikonsumsi oleh konsumen. Parameter mutu kekerasan asinan salak diukur
berdasarkan kedalaman jarum penetrometer mampu menembus bahan (salak)
dalam waktu lima detik dengan berat beban pada jarum sebesar 100 g. Semakin
tinggi nilai yang ditunjukkan oleh penetrometer maka semakin dalam pula jarum
menembus salak, yang berarti salak semakin lunak. Hubungan antara tingkat
konsentrasi garam dengan kekerasan daging buah disajikan pada Gambar 3.
Berdasarkan hasil analisis ragam konsentrasi garam tidak berpengaruh nyata
terhadap kekerasan buah salak pada taraf 5%. Nilai kekerasan semakin meningkat
pada konsentrasi larutan garam 12%. Hal ini menunjukkan buah salak semakin
keras. Tingkat kekerasan salak berbanding terbalik dengan nilai yang terbaca.
Semakin tinggi nilai yang terbaca pada jarum penetrometer maka daging buah
salak semakin lunak. Hal ini dapat disebabkan oleh kandungan garam pada daging
salak. Menurut Buckle et al. (1987), garam menarik air dan zat-zat gizi dari
jaringan bahan pangan. Garam yang ditambahkan menghambat pertumbuhan
organisme yang tidak diinginkan dan menunda pelunakan jaringan yang
disebabkan oleh kerja enzim.

Gambar 3 Hubungan konsentrasi garam dengan kekerasan buah salak
Vitamin C adalah vitamin yang paling tidak stabil di antara semua vitamin
dan mudah mengalami kerusakan selama proses pengolahan dan penyimpanan.
Proses kerusakan atau penurunan vitamin C ini menurut Tranggono dan Sutardi

8
(1989) disebut oksidasi. Secara umum reaksi oksidasi vitamin C ada dua macam
yaitu proses oksidasi spontan dan proses oksidasi tidak spontan. Proses oksidasi
spontan adalah proses oksidasi yang terjadi tanpa menggunakan enzim atau
katalisator, sedangkan proses oksidasi tidak spontan yaitu reaksi yang terjadi
dengan adanya penambahan enzim atau katalisator. Pada bahan baku salak
pondoh mengandung 1.70 mg vitamin C/100 g bahan. Gambar 4 menunjukkan
hubungan konsentrasi garam dengan kandungan vitamin C buah salak setelah
perendaman pada larutan garam.

Gambar 4 Pengaruh perendaman garam terhadap vitamin C pada buah salak segar
Berdasarkan hasil analisis ragam konsentrasi garam tidak berpengaruh nyata
terhadap kandungan vitamin C buah salak pada taraf 5%. Nilai kandungan vitamin
C tertinggi pada konsentrasi 9%. Selain sangat larut dalam air, vitamin C mudah
teroksidasi dan proses tersebut dipercepat oleh panas, sinar, alkali, enzim,
oksidator, dan katalis tembaga serta besi sehingga kadar vitamin C berkurang
(Winarno 2008). Setelah dilakukan perendaman pada larutan garam vitamin C
menurun hal ini dikarenakan karakter vitamin C yang sangat larut pada air.
Asam-asam organik adalah komponen utama dari keasaman. Asam organik
yang dominan terdapat pada buah adalah asam sitrat dan asam malat. Asam malat
pada buah salak cenderung menurun pada periode penuaan buah. Hal ini terjadi
karena adanya sintesis asam malat melalui karboksilase asam piruvat oleh enzim
piruvat karboksilase. Aktivitas enzim menurun sejalan dengan kematangan buah
dan penurunan aktivitas enzim juga menyebabkan konsentrasi asam malat juga
menurun (Tranggono dan Sutardi 1989). Nilai asam malat yang rendah
menyebabkan keasaman pada buah berkurang yang berkaitan juga dengan
kandungan vitamin C pada buah.
Total asam pada produk asinan mengalami penurunan pada buah salak tanpa
perendaman dan setelah perendaman. Hubungan konsentrasi garam dengan
kandungan total asam pada buah salak disajikan pada Gambar 5.

9

Gambar 5 Pengaruh perendaman garam terhadap total asam buah salak segar
Berdasarkan hasil analisis ragam konsentrasi garam tidak berpengaruh nyata
terhadap kandungan total asam buah salak pada taraf 5%. Tranggono dan Sutardi
(1989) menyatakan bahwa kebanyakan buah akan mengalami perubahan
metabolik yang konstan, keasaman total banyak buah menurun selama
pematangan, meskipun ada beberapa asam tertentu yang meningkat. Penambahan
garam tidak berpengaruh pada kandungan total asam asinan salak tapi pada
pencegahan tumbuhnya mikroba perusak yang menurunkan mutu asinan salak.
Nilai total asam tertinggi pada konsentrasi garam 12%. Analisa hasil pengujian
kimiawi dan fisik menunjukkan konsentrasi terbaik dari larutan garam dengan
parameter nilai kekerasan, kandungan vitamin C, dan total asam adalah
konsentrasi garam 12% yaitu 18.70 (mm/g.det), 0.0014 (mg/100 g), dan 0.016 (ml
NaOH 0.1 N/100 g).
Nilai aw berperan penting dalam menentukan tingkat stabilitas dan keawetan
pangan, baik yang disebabkan reaksi kimia, aktivitas enzim maupun pertumbuhan
mikroba. Cara untuk meningkatkan keawetan dan stabilitas pangan adalah dengan
melakukan pengendalian aw dengan menurunkan nilai aw pangan hingga berada di
luar kisaran faktor penyebab kerusakan (Kusnandar 2010). Nilai aw pada buah
salak semakin menurun pada konsentrasi 12% dengan penurunan nilai aw sebesar
0.01. Penambahan garam NaCl dapat menurunkan aw karena garam dapat
membentuk interaksi ionik dengan air sehingga air akan terikat dan kemudian
dapat menurunkan jumlah air bebas dan aw bahan (Kusnandar 2010).
Menurut Wijaya et al. (2012) mekanisme pengawetan dengan NaCl dapat
memecahkan membran sel mikroba karena NaCl memiliki tekanan osmotik yang
tinggi. Karakter higrokopisnya dapat menyerap air bebas pada bahan pangan
sehingga aw bahan pangan menjadi rendah. Ion Cl- yang terdisosiasi dari NaCl
dapat meracuni mikroorganisme karena mengurangi kelarutan oksigen, sehingga
mikroba dapat dihambat pertumbuhannya. Kandungan aw yang relatif tinggi pada
buah salak sangat memungkinkan tumbuhnya bakteri perusak karena memiliki
rentang pertumbuhan dengan nilai aw 0.86 sampai 0.94. Konsentrasi garam
terpilih adalah 12% memiliki nilai aw 0.971. Analisis perhitungan nilai aw pada
buah salak dan asinan salak dapat dilihat pada Lampiran 5.

10
Penentuan Konsentrasi Larutan Perendam (Gula dan Cuka)
Konsentrasi larutan garam terbaik yaitu konsentrasi 12%. Konsentrasi garam
terpilih digunakan untuk tahap selanjutnya yaitu penentuan larutan perendam
asinan yang terdiri dari campuran larutan gula dan cuka.
Penentuan Larutan Gula
Gula (khususnya sukrosa) merupakan bahan pemanis yang digunakan secara
luas di dalam pengawetan maupun industri pangan karena memiliki atribut
keamanan, organoleptik, mudah digunakan dan daya simpan yang lama (Wijaya et
al. 2012). Konsentrasi yang diujikan pada formula larutan gula ada 4 taraf yaitu
15, 17, 19, dan 21%. Mahendra (1983) dalam Wijaya et al. (2012) menyebutkan
pengawetan dengan kandungan gula yang tinggi cenderung tidak efektif untuk
menghambat pertumbuhan kapang dan khamir. Analisis kekerasan, vitamin C,
total asam, dan organoleptik rasa pada Lampiran 3.
Konsentrasi larutan gula terbaik didapatkan dengan mengevaluasi hasil
pengujian kekerasan, vitamin C dan total asam pada cairan salak dari buah salak
yang telah direndam selama 24 jam di dalam jar (botol kaca). Selain itu juga
dilakukan uji organoleptik rasa agar diketehui penerimaan panelis pada formula
produk. Penentuan konsentrasi terbaik dipilih dari 4 tingkat konsentrasi gula
dengan penambahan larutan cuka masing-masing sebanyak 2.5% tiap perlakuan.
Buah salak direndam selama 5 jam pada larutan garam konsentrasi 12% sebelum
direndam pada campuran larutan gula dan cuka.
Hubungan konsentrasi gula dengan tingkat kekerasan asinan salak disajikan
pada Gambar 6.

Gambar 6 Pengaruh konsentrasi gula terhadap kekerasan asinan salak

11
Berdasarkan hasil analisis ragam konsentrasi gula berpengaruh nyata terhadap
kekerasan produk asinan salak pada taraf 5%. Kekerasan dengan nilai terbaik pada
konsentrasi konsentrasi larutan gula 21% sebesar 18.25 (mm/g.det). Faktor utama
pembentukan tekstur pada awetan buah adalah kadar gula. Molekul-molekul gula
dapat membentuk ikatan hidrogen dengan dinding sel buah. Menurut Haditjaroko
et al. (1982) bahwa tekstur berubah disebabkan pemutusan rantai panjang
karbohidrat menjadi senyawa gula yang bersifat larut. Kadar gula ini selama
penyimpanan akan mengalami peningkatan dan kemudian turun kembali.
Kekerasan merupakan parameter yang diperhatikan dalam proses pengolahan
asinan salak. Perubahan tekstur daging buah dapat terjadi karena perubahan
fisiologis selama penyimpanan, adanya oksigen mengoksidasi komponen yang
terlarut dalam buah sehingga tekstur daging buah berubah menjadi lebih lunak.
Hal ini sejalan dengan yang disampaikan Setiasih et al. (1999) pada dasarnya
penurunan kekerasan disebabkan oleh perombakan komponen penyusun bahan.
Menurut Eskin (1971) dalam Rahmawati (2012), perubahan komposisi penyusun
buah mempengaruhi perubahan tekstur buah selama penyimpanan. Salah satu
senyawa yang berubah adalah pektin. Pektin merupakan senyawa yang memberi
sumbangan terbesar dalam menentukan perubahan tekstur atau pelunakan
jaringan. Pektin yang tidak larut disebut juga protopektin. Protopektin berfungsi
sebagai perekat antar sel dan terdapat pada buah yang belum masak. Protopektin
akan diubah secara enzimatis menjadi pektin yang larut selama pemasakan,
akibatnya daya rekat sel menjadi berkurang sehingga buah menjadi lunak.
Hubungan konsentrasi gula dengan kandungan vitamin C asinan salak dapat
dilihat pada Gambar 7. Nilai tertinggi ditunjukkan pada konsentrasi gula 17%.

Gambar 7 Pengaruh konsentrasi gula terhadap kandungan vitamin C asinan salak
Berdasarkan hasil analisis ragam konsentrasi gula tidak berpengaruh nyata
terhadap kandungan vitamin C produk asinan salak pada taraf 5%. Kandungan
vitamin C tertinggi pada konsentrasi 17% sebesar 0.0032 (mg/100 g) sama dengan
nilai vitamin C pada konsentrasi garam 9% hal ini disebabkan adanya cuka pada
larutan perendam yang bersifat asam dapat menghambat terjadinya oksidasi pada

12
vitamin C. Salak merupakan contoh buah non-klimakterik. Asam organik buah
non-klimakterik menurun setelah proses pematangan terjadi sehingga rasa asam
berangsur berkurang. Penambahan bahan pengawet berupa gula tidak berpengaruh
pada peningkatan kandungan vitamin C pada asinan salak.
Hubungan konsentrasi gula dengan kandungan total asam pada asinan salak
disajikan pada Gambar 8. Berdasarkan hasil analisis ragam konsentrasi gula tidak
berpengaruh nyata terhadap kandungan total asam produk asinan salak pada taraf
5%. Nilai total asam mengalami penurunan setelah direndam pada larutan garam
konsentrasi 12%. Nilai total asam terpilih adalah konsentrasi gula 17% sebesar
0.014 (ml NaOH 0.1 N/100 g). Gula pasir yang ditambahkan pada bahan pangan
sekitar 40% padatan terlarut akan menurunkan water activity (aw) sehingga
mikroba tidak dapat tumbuh. Selain itu gula juga memberikan rasa yang baik pada
asinan. Panelis telah memiliki persepsi tentang rasa asinan sehingga penambahan
konsentrasi gula tertentu pada asinan selain pencegahan tumbuhnya mikroba juga
harus memberikan persepsi rasa asinan kepada panelis. Salak merupakan contoh
buah non-klimakterik. Asam organik buah non-klimakterik menurun setelah
proses pematangan terjadi sehingga rasa asam berangsur berkurang karena tidak
terjadi peningkatan etilen bila buah telah matang.

Gambar 8 Pengaruh konsentrasi gula terhadap total asam asinan salak
Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui batas penerimaan konsumen
terhadap asinan salak pondoh terhadap taraf konsentrasi gula. Uji kesukaan yang
dilakukan pada produk hanya menggunakan parameter rasa sebagai hasil evaluasi
penerimaan konsumen. Hasil organoleptik rasa pada konsentrasi gula (Gambar 9)
menunjukkan nilai terbaik pada konsentrasi gula 19 % sebesar 4.605 dari skala 7.
Kadar gula yang tinggi biasanya dikombinasikan dengan kadar asam yang tinggi
(pH rendah), pasteurisasi, penyimpanan suhu rendah, dehidrasi, dan penambahan
bahan pengawet lainnya seperti asam benzoat dan SO2 (Wijaya et al. 2012).

13

Gambar 9 Hubungan konsentrasi gula dengan nilai hedonik asinan salak
Nilai aw pada konsentrasi larutan gula menunjukkan penurunan nilai aw
sebesar 0.003 pada tiap tingkat konsentrasi gula dengan nilai aw terendah pada
konsentrasi gula 21 % sebesar 0.937. Gula dapat menurunkan aw bahan karena
bersifat higroskopis karena kemampuannya membentuk ikatan hidrogen dengan
air. Adanya ikatan hidrogen antara air dengan gula menyebabkan penurunan
jumlah air bebas dan nilai aw sehingga tidak dapat digunakan untuk pertumbuhan
mikroba (Kusnandar 2010).
Analisis hasil pengujian kimiawi, fisik, dan organoleptik menjadi acuan
dalam menentukan konsentrasi terbaik yaitu konsentrasi gula 21% dengan nilai
kekerasan 18.25 (mm/g.det), vitamin C sebesar 0.0032 (mg/100 g bahan) pada
konsentrasi 17%, total asam sebesar 0.014 (ml NaOH 0.1 N/100 g) pada
konsentrasi 17%, dan nilai organoleptik tertinggi 4.605 pada konsentrasi 19%.
Hasil evaluasi menentukan konsentrasi terbaik yang dipilih adalah konsentrasi
gula 17% dengan nilai kekerasan 18.70 (mm/g.det), vitamin C sebesar 0.0032
(mg/100 g), total asam sebesar 0.014 (ml NaOH 0.1 N/100 g), dan organoleptik
sebesar 4.42 dari skala 7 dengan nilai aw sebesar 0.94. Nilai aw asinan salak dari
perendaman garam dapat diturunkan sebesar 0.02 setelah direndam pada larutan
garam 12%.
Penentuan Larutan Cuka
Konsentrasi larutan cuka terbaik ditentukan dari 4 tingkat konsentrasi yaitu
2.0, 2.5, 3.0, dan 3.5% dengan konsentrasi larutan gula 17% sebagai larutan
perendam pada masing-masing perlakuan. Menurut Cruess (1958) karakteristik
cuka yang baik digunakan pada pengolahan bahan pangan antara lain : jernih,
aromanya kuat tapi tidak terlalu tajam, mengandung asam asetat paling sedikit
4%, asam formiat 0.5% sedangkan formaldehide, asam mineral dan logam
berbahaya negatif. Analisis kekerasan, vitamin C, total asam, dan organoleptik
rasa pada Lampiran 4.
Gambar 10 menunjukkan hubungan pengaruh konsentrasi cuka dengan
kekerasan produk asinan yang dihasilkan. Berdasarkan hasil analisis ragam
konsentrasi cuka berpengaruh nyata terhadap kekerasan produk asinan salak pada
taraf 5%. Konsentrasi cuka tertinggi yaitu 3.5% sebesar 18.25 (mm/g.det) dapat

14
berfungsi sebagai anti mikroba bersama dengan fungsi gula sebagai larutan
perendam. Hal ini dikarenakan konsentrasi larutan cuka yang pekat menyebabkan
denaturasi pada protein bakteri sehingga mencegah tumbuhnya khamir dan bakteri
pada permukaan daging buah. Selain itu cuka juga berpengaruh pada flavor asinan
salak.

Gambar 10 Pengaruh konsentrasi cuka terhadap kekerasan asinan salak
Nilai kekerasan tertinggi pada konsentrasi larutan cuka 3.5% yaitu 18.25
(mm/g.det). Nilai kekerasan meningkat sebesar 0.45 (mm/g.det) dari konsentrasi
gula 17%. Garam dan asam yang ditambahkan dapat menghambat pertumbuhan
organisme yang tidak diinginkan dan menunda pelunakan jaringan yang
disebabkan oleh kerja enzim (Buckle et al. 1987).
Vitamin C dapat berbentuk sebagai asam L-askorbat dan asam Ldehidroaskorbat yang memiliki keaktifan sebagai vitamin C. Asam askorbat
sangat mudah teroksidasi secara reversibel menjadi asam L-dehidroaskorbat.
Asam L-dehidroaskorbat secara kimia sangat labil dan dapat mengalami
perubahan lebih lanjut menjadi asam L-diketogulonat yang tidak memiliki
keaktifan sebagai vitamin C (Winarno 2008).

Gambar 11 Pengaruh konsentrasi cuka terhadap kandungan vitamin C asinan
salak

15
Hubungan antara vitamin C dan konsentrasi cuka disajikan pada Gambar 11.
Berdasarkan hasil analisis ragam konsentrasi cuka juga tidak berpengaruh nyata
terhadap kandungan vitamin C produk asinan salak pada taraf 5%. Asam yang
dihasilkan cuka berpengaruh pada flavor produk asinan tapi tidak mempengaruhi
jumlah vitamin C pada asinan. Nilai vitamin C tertinggi pada konsentrasi cuka
2.5% sebesar 0.0032 (mg/100 g). Kandungan vitamin C tidak berubah
dibandingkan dengan perendaman pada konsentrasi gula 17%.

Gambar 12 Pengaruh konsentrasi cuka terhadap total asam asinan salak
Hubungan konsentrasi cuka dengan kandungan total asam pada asinan salak
disajikan pada Gambar 12. Berdasarkan hasil analisis ragam konsentrasi cuka
tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan total asam produk asinan salak pada
taraf 5%. Semakin tinggi total asam, maka semakin asam rasa asinan salak
pondoh. Rasa asam yang timbul semakin kuat karena penambahan cuka pada
konsentrasi 3 dan 3.5 % lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi cuka yang
digunakan pada konsentrasi gula yaitu 2.5%. Kandungan total asam dari buah
salak pondoh sendiri cenderung rendah. Nilai total asam terendah pada
konsentrasi 2.5% yaitu 0.008 (ml NaOH 0.1 N/100 g) dan nilai tertinggi pada
konsentrasi 3.0 dan 3.5% sebesar 0.015 (ml NaOH 0.1 N/100 g).
Nilai hedonik tertinggi pada organoleptik rasa dengan konsentrasi cuka 2.5%
sebesar 4.605. Hubungan konsentrasi cuka dengan nilai hedonik asinan salak
dapat dilihat pada Gambar 13.

16

Gambar 13 Hubungan konsentrasi cuka dengan nilai hedonik asinan salak
Cuka yang digunakan sebagai larutan perendam sangat mempengaruhi rasa
yang dihasilkan di produk akhir. Pada konsentrasi cuka 3 dan 3.5% menyebabkan
aroma yang tajam dan rasa sepat pada produk sehingga tidak disukai panelis. Nilai
hedonik tertinggi yaitu cuka 2.5% ditetapakan sebagai penerimaan terbaik oleh
panelis. Nilai aw pada konsentrasi larutan cuka menunjukkan penurunan nilai aw
sebesar 0.002 pada tiap tingkat konsentrasi gula dengan nilai aw terendah pada
konsentrasi cuka 3.5 % sebesar 0.935. Nilai aw mengalami penurunan sebesar 0.02
dibandingkan dengan nilai aw terendah pada konsentrasi gula 21%.
Cuka yang bersifat asam memberikan pengaruh anti-mikroorganisme karena
1) menurunkan pH, dan 2) bersifat racun pada mikroba karena adanya asam yang
tidak terurai sempurna (Buckle et al. 1987). Sistem pengawetan cuka pada larutan
asinan bersifat bakteriostatik karena berpengaruh pada pH larutan yang semakin
rendah akibat penambahan cuka sehingga pembusukan oleh mikoorganisme
patogen dapat dihindari karena jumlah asam yang cukup tinggi dapat
menyebabkan denaturasi protein bakteri (Suhaidi 2003).
Hasil analisis kimiawi dan fisik menunjukkan nilai konsentrasi cuka dengan
parameter nilai kekerasan terbaik pada konsentrasi 3.5% dengan nilai 18.25
(mm/g.det), vitamin C pada konsentrasi 2.5% sebesar 0.0032 (mg/100 g), nilai
total asam konsentrasi 3.0 dan 3.5% sebesar 0.015 (ml NaOH 0.1 N/100 g) serta
nilai organoleptik 4.61 juga pada konsentrasi 2.5% sehingga ditetapkan sebagai
konsentrasi larutan cuka terbaik adalah konsentrasi 3.5% dengan nilai aw 0.935.
Nilai akhir aw pada konsentrasi cuka 3.5% sebesar 0.935 belum efektif untuk
mencegah pertumbuhan bakteri perusak, kapang dan khamir pada produk asinan
salak.

17

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Asinan merupakan salah satu alternatif proses untuk memperpanjang umur
simpan buah salak segar dengan menggunakan prinsip penurunan aktivitas air (aw)
pada produk asinan salak. Hasil dari penelitian menunjukkan karakteristik terbaik
dari larutan garam adalah konsentrasi 12% sedangkan larutan perendam (larutan
gula dan larutan cuka) adalah konsentrasi 17%, dan 3.5%. Konsentrasi terbaik
ditetapkan berdasarkan faktor penerimaan hedonik serta analisis kimiawi dan fisik
pada produk asinan salak.
Saran
Penelitian lanjutan dapat dilakukan untuk mengetahui umur simpan asinan
salak serta meningkatkan konsentrasi garam, gula, dan cuka sehingga efektif
sebagai antimikroba alami dengan menurunkan nilai aw untuk mencegah
pertumbuhan bakteri, khamir, dan kapang perusak.

DAFTAR PUSTAKA
AOAC. 1999. Methods of Analysis. Association of Official Analytical Chemist.
Washington D. C (USA).
Buckle K.A, R.A Edwards, G.H Fleet, dan M. Wotton. 1987. Ilmu Pangan.
Jakarta (ID) : Universitas Indonesia Press.
Cruess. W.V. 1958. Commercial Fruits and Vegetable Products. London (UK):
Mc-Graw Hill book Company Inc.
Dirjen Hortikultura. 2013. Agibisnis Salak. Http: hortikultura.deptan.go.id [20
November 2013].
Eskin, N. A., M.H. Henderson dan R.J. Townsend. 1971. Biochemistry of Food.
New York (USA): Academic Press.
Gardjito, M., Wardana A.S. 2003. Hortikultura Teknik Analisis Pasca Panen.
Yogyakarta (ID): Trans Media Mitra Printika.
Haditjaroko, L., F. G. Winarno, M. Marcoes. 1982. Mempelajari Pengaruh
Pendinginan dan Pengemasan Terhadap Daya Simpan Jambu Bol. Laporan
Penelitian. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Kusnandar, F. 2010. Kimia Pangan : Komponen Makro. Jakarta (ID): Dian
Rakyat.
Mahendra, MS. 1983. Prinsip-Prinsip Pengawetan Pangan. Bogor (ID) : Fateta
IPB.
Muchtadi, Tien R. dan Fitriyono Ayustaningwarno. 2010. Teknologi Proses
Pengolahan Pangan. Bandung (ID) : Alfabeta.
Pardal, Saptowo J., Ika Mariska, E. G. Lestari, dan Slamet. 2004. Regenerasi
tanaman dan transformasi genetik salak pondoh untuk rekayasa buah
partenokarpi. Jurnal Bioteknologi Pertanian. Vol. 9 (2): 49-55.

18
Rahayu, W. P., C.C Nurwitri. 2012. Mikrobiologi Pangan. Bogor (ID) : IPB
Press.
Rahmawati, N. 2012. Formulasi dan Aplikasi Pelapis Gel Lidah Buaya Pada Buah
Salak Pondoh (Sallaca edulis Reinw.). [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Sabari, S.D. 1983. Masalah Pemanenan Buah Salak. Sub Balai Penelitan
Tanaman Pangan. Jakarta (ID).
Setiasih, Purwadaria HK, Apriyanto A. 1999. Quantitative descriptive analysis
and volatile component analysis of minimally processed arumanis mango
coated with edible film. Proceeding the 19th ASEAN/1st APEC Seminar on
Postharvest Technology: Quality Assurance In Agricultural Product,
November 9-12 1999, Ho Chi Minh City, Vietnam.
Soekarto, S.T. 1985. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil
Pertanian. Jakarta (ID): Bhratara Karya Aksara.
Soetomo, M.H.A. 2001. Teknik Bertanam Salak. Bandung (ID): Sinar Baru
Algesindo.
Suhaidi, I. 2003. Pengaruh Lama Perendaman Kedelai dan Jenis Zat Penggumpal
Terhadap Mutu Tahu. [skripsi]. Medan (ID): Universitas Negeri Sumatra
Utara.
Tranggono dan Sutardi. 1989. Biokimia dan Teknologi Pasca Panen. Pusat Antar
Universitas Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta.
Vail, G.E., J.A Phillips, L.O Rust, R.M. Giswald, M.M Justin. 1973. Foods.
Boston (UK): Houghton Mifflin Co.
Wijaya, C.H, Noryawati Mulyono, Frendy Ahmad Afandi. 2012. Bahan
Tambahan Pangan Pengawet. Bogor (ID): IPB Press.
Winarno, F.G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor (ID) : M-Brio Press.
Widyasari, RR. L.E.A. 2000. Aplikasi Edible Film Dari Isolat Protein Kedelai dan
Asam Lemak Untuk Pengawetan Buah Salak Pondoh (Salacca edulis
Reinw.). [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

19
Lampiran 1 Prosedur analisis
1. Kekerasan Buah
Uji kekerasan buah dilakukan dengan menggunakan alat penetrometer
otomatis. Bahan uji diletakkan tepat di bawah jarum. Sebelumnya dipastikan
bahwa jarum penunjuk telah menunjukkan angka nol. Beban ditambahkan sebesar
100 g kemudian ditekan tombol pada penetrometer dan dibaca nilai yang tertera.
Kekerasan buah dinyatakan dalam satuan mm per det dengan berat beban yang
dinyatakan dalam g.
2. Total Asam (AOAC 1999)
Sampel ditimbang sebanyak 100 g, lalu dimasukkan sampel ke dalam labu
takar 250 ml. Sampel diencerkan dengan menambahkan aquades hingga tanda tera
lalu dikocok sampai rata. Setelah homogen, sampel disaring dengan kertas saring
dan diambil sebanyak 25 ml. Sampel ditambah 3 tetes indikator PP
(phenolphthalein) dan dititrasi dengan larutan NaOH 0.1 N. Proses titrasi
dihentikan jika larutan sampel berubah menjadi merah muda. Catat volume NaOH
0.1 N yang digunakan proses titrasi.
V NaOH x N NaOH x FP
Total Asam (ml NaOH 0.1 N/100 g) =
Berat Sampel (g)
Keterangan :
V = Volume tertitrasi (ml NaOH)
N = Normalitas NaOH (0.1 N)
FP = Faktor Pengencer (10x)
3. Kandungan Vitamin C (Gardjito dan Wardana 2003)
Sebanyak 100 g bahan yang sudah dihancurkan dalam blender. Kemudian
dimasukkan dalam labu ukur 250 ml, encerkan sampai tanda tera dengan
menambah air destilata yang digunakan sebagai pembilas blender, selanjutnya
disaring menggunakan kertas saring. Filtrat yang diperoleh sebanyak 25 ml
dimasukkan ke dalam erlenmeyer, ditambahkan 2-3 tetes pati 1%, kemudian
dititrasi dengan larutan iod 0.01 N sampai timbul perubahan warna yang stabil
(biru ungu). Setiap ml iod sebanding dengan 0.88 mg asam askorbat.
Asam askorbat (mg/100 g) = (ml iod x N x FP x 0.88) / (bobot bahan)
FP : Faktor Pengencer
N : Normalitas larutan iod
4.

Uji Organoleptik (Soekarto 1985 dalam Rahmawati 2012)
Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji hedonik yang dilakukan oleh 30
panelis semi terlatih. Atribut mutu yang diuji meliputi rasa sampel. Penilaian
dilakukan dengan menggunakan 7 skala numerik, yaitu sangat suka (7), suka (6),
agak suka (5), netral (4), agak tidak suka (3), tidak suka (2) dan sangat tidak suka
(1)

20
Lampiran 2 Hasil analisis pengaruh konsentrasi garam terhadap karakteristik
asinan salak pondoh
1. Kekerasan (mm/g.det)
Sumber
Perlakuan
Error
Total

df
1
2
3

SS
34.22
4.52
38.75

MS
17.11
2.26

F hitung
7.56

F tabel (5%)
4.12

Uji lanjut Newman Keuls
Perlakuan
Garam
P12
P9

Nilai
18.70
24.55

Notasi
Akhir
a
b

Notasi
a
b

2. Vitamin C (mg/100 g)
Sumber
Perlakuan
Error
Total

df
1
2
3

SS
3.2E-06
2.6E-06
5.8E-06

MS
1.6E-06
1.3E-06

F hitung
1.24

F tabel (5%)
4.12

3. Total Asam (ml NaOH 0.1 N/100 g)
Sumber
Perlakuan
Error
Total

df
1
2
3

SS
0.2E-05
9.3E-05
9.5E-05

MS
0.1E-05
4.6E-05

F hitung
0.02

F tabel (5%)
4.12

21

Lampiran 3 Hasil analisis pengaruh konsentrasi gula terhadap karakteristik asinan
salak
1. Kekerasan (mm/g.det)
Sumber
Perlakuan
Error
Total

df
3
4
7

SS
162.95
6.81
169.76

MS
81.47
1.70

F hitung
47.86

F tabel (5%)
4.12

Uji lanjut Newman Keuls
Perlakuan
Gula
P21
P17
P19
P15

Nilai
18.25
18.70
24.55
29.20

Notasi
Akhir
a
a
b
c

Notasi
a
a
b
c

2. Kandungan Vitamin C (mg/100 g)
Sumber
Perlakuan
Error
Total

df
3
4
7

SS
6.634E-06
4.735E-06
1.137E-05

MS
3.32E-06
1.18E-06

F hitung
2.80

F tabel (5%)
4.12

3. Total Asam (ml NaOH 0.1 N/100 g)
Sumber
Perlakuan
Error
Total

df
3
4
7

SS
3.6E-05
4.8E-05
8.5E-05

MS
1.8E-05
1.2E-05

F hitung
1.50

F tabel (5%)
4.12

4. Organoleptik Rasa
Sumber
Contoh
Panelis
Error
Total

df
3
37
111
151

SS
8.76
130.09
167.99
306.84

MS
2.92
1.51
1.51

F hitung
1.93

F tabel (5%)
1.94

22

Lampiran 4 Hasil analisis pengaruh konsentrasi cuka terhadap karakteristik
asinan salak
1. Kekerasan (mm/g.det)
Sumber
Perlakuan
Error
Total

df
3
4
7

SS
122.36
6.96
129.32

MS
61.18
1.74

F hitung F tabel (5%)
35.19
4.12

Uji lanjut Newman Keuls
Perlakuan
Cuka
P3.5
P2.5
P3.0
P2.0

Nilai

Notasi

Notasi Akhir

a

18.25
24.55
24.60
29.25

a
b
b
c

b
b
c

2. Kandungan Vitamin C (mg/100 g)
Sumber
Perlakuan
Error
Total

df
3
4
7

SS
3.48E-06
4.58E-06
8.06E-06

MS
F hitung
1.74E-06
1.52
1.15E-06

F tabel (5%)
4.12

3. Total Asam (ml NaOH 0.1 N/100 g)
Sumber
Perlakuan
Error
Total

df
3
4
7

SS
9.1E-05
9.7E-05
18.8E-05

MS
4.6E-05
2.4E-05

F hitung
1.89

F tabel (5%)
4.12

4. Organoleptik Rasa
Sumber
Contoh
Panelis
Error
Total

df
3
37
111
151

SS
14.86
157.88
145.89
318.63

MS
4.95
1.31
1.31

F hitung
3.77

F tabel (5%)
1.94

23
Uji lanjut Newman Keuls
Perlakuan
cuka
P2.5
P2.0
P3.5
P3.0

Nilai

Notasi
Akhir

Notasi
a
a
a

3.737
4.026
4.132
4.605

a
a
ab
b

b
b

Lampiran 5 Perhitungan Water Activity (aw) (Muchtadi dan Fitriyono)
1. Konsentrasi Garam
aw bahan =

molaritas air
(molaritas garam + molaritas air)

2. Konsentrasi Gula
aw bahan =

molaritas air
(molaritas garam + molaritas gula + molaritas air)

3. Konsentrasi Cuka
aw bahan =

molaritas air
(molaritas garam + molaritas gula + molaritas cuka + molaritas air)

24

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Meyta Dwi Ariyani, dilahirkan di Ngawi pada
tanggal 22 Mei 1991 merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan
Yahmanto dan Sri Sulasini.
Pendidikan sekolah dasar ditempuh penulis di SD Negeri Mekar Jaya,
Pontianak dan SD Negeri 1 Paron pada tahun 1997 sampai 2003.
Selanjutnya menempuh jenjang SMP di SMP Negeri 2 Ngawi pada tahun
2003 hingga 2006. Penulis lulus dari SMA Negeri 2 Ngawi pada tahun
2009 dan diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis terdaftar sebagai
mahasiswa di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas
Teknologi Pertanian.Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti
berbagai kepanitiaan dan organisasi.
Organisasi yang diikuti penulis adalah Dewan Perwakilan Mahasiswa
(DPM) selama periode 3 tahun berturut-turut dari Tingkat Persiapan
Bersama (TPB) hingga di Fakultas Teknologi Pertanian dari tahun 2009
hingga tahun 2012. Penulis juga tercatat sebagai asisten mata kuliah
Pendidikan Agama Islam (PAI) pada selama 2 periode yaitu tahun
2010/2011 dan 2011/ 2012. Selain itu juga menjadi asi