Respon Tanggap Kebal Bebek terhadap Vaksin AI H5N1 Monovalen (Clade 2.3.2) dan Vaksin AI H5N1 Bivalen (Clade 2.1.3 dan Clade 2.3.2)

RESPON TANGGAP KEBAL BEBEK TERHADAP
VAKSIN AI H5N1 MONOVALEN (CLADE 2.3.2) DAN
VAKSIN AI H5N1 BIVALEN (CLADE 2.1.3 DAN CLADE 2.3.2)

AHMAD MUSTOFA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Respon Tanggap
Kebal Bebek terhadap Vaksin AI H5N1 Monovalen (Clade 2.3.2) dan Vaksin AI
H5N1 Bivalen (Clade 2.1.3 dan Clade 2.3.2)” adalah benar karya saya dengan
arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Ahmad Mustofa
NIM B04100121

ABSTRAK
AHMAD MUSTOFA. Respon Tanggap Kebal Bebek terhadap Vaksin AI H5N1
Monovalen (Clade 2.3.2) dan Vaksin AI H5N1 Bivalen (Clade 2.1.3 dan Clade
2.3.2). Dibimbing oleh RETNO DAMAYANTI SOEJOEDONO dan NI LUH
PUTU IKA MAYASARI
Bebek merupakan salah satu unggas air yang dikenal sebagai reservoir virus
Avian Influenza (AI). Bebek yang terinfeksi tidak memperlihatkan gejala klinis
dan memiliki titer antibodi yang rendah. Tujuan dari penelitian ini adalah
mengetahui titer antibodi bebek yang divaksinasi menggunakan vaksin monovalen
dan bivalen. Sembilan puluh bebek dibagi menjadi 3 kelompok dan setiap
kelompok berisi 30 ekor. Kelompok pertama adalah bebek yang divaksinasi
dengan AI H5N1 monovalen (clade 2.3.2), kelompok kedua adalah bebek yang
divaksinasi dengan AI H5N1 bivalen (clade 2.1.3 dan 2.3.2), dan ketiga adalah
kontrol. Vaksinasi dilakukan pada hari ke-10 dan 31. Sepuluh sampel serum dari
masing-masing kelompok dikoleksi pada hari ke-17, 21, 28, 31, 38 dan 42

dilanjutkan dengan uji Hemaglutinasi Inhibisi. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa vaksin monovalen dapat menginduksi titer antibodi yang lebih tinggi dari
pada vaksin bivalen pada bebek.
Kata kunci: bebek, hemaglutinasi inhibisi, vaksin, monovalen, bivalen.

ABSTRACT
AHMAD MUSTOFA. Immune Response of Duck against AI H5N1 Monovalent
Vaccine (Clade 2.3.2.) and AI H5N1 Bivalent Vaccine (Clade 2.1.3 and Clade
2.3.2). Supervised by RETNO DAMAYANTI SOEJOEDONO and NI LUH
PUTU IKA MAYASARI
Duck is one of waterfowl which is known as a reservoir of Avian
Influenza (AI) virus. Infected ducks show asymptomatic sign of AI and low
antibody titer. The aim of this research was to determine the antibody titer of
ducks post vaccination. Ninety ducks were divided into 3 groups and each group
contains 30 ducks. The first group was AI H5N1 monovalent (clade 2.3.2)
vaccinated ducks, second group was AI H5N1 bivalent (clade 2.1.3 and 2.3.2)
vaccinated ducks, and third was control. Vaccination was performed on day 10
and 31. Ten serum samples of each group were collected on day 17, 21, 28, 31, 38
and 42 followed by Haemagglutination Inhibition Test. The result showed that
monovalent vaccine induced higher of antibody titer than bivalent vaccine in

ducks.
Keywords: duck, haemagglutination inhibition, vaccine, monovalent, bivalent.

RESPON TANGGAP KEBAL BEBEK TERHADAP
VAKSIN AI H5N1 MONOVALEN (CLADE 2.3.2) DAN
VAKSIN AI H5N1 BIVALEN (CLADE 2.1.3 DAN CLADE 2.3.2)

AHMAD MUSTOFA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


Judul Skripsi

:

Respon Tanggap Kebal Bebek terhadap Vaksin AI
H5N1 Monovalen (Clade 2.3.2) dan Vaksin AI H5N1
Bivalen (Clade 2.1.3 dan Clade 2.3.2)

Nama
NIM

:
:

Ahmad Mustofa
B04100121

Disetujui oleh

Prof Dr Drh Retno D Soejoedono, MS

Dosen Pembimbing I

Dr Drh Ni Luh Putu Ika Mayasari
Dosen Pembimbing II

Diketahui oleh

Drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet
Wakil Dekan

Tanggal Lulus :

PRAKATA

1.
2.

3.
4.


5.
6.
7.
8.

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas
segala nikmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Respon Tanggap Kebal Bebek terhadap Vaksin AI H5N1 Monovalen
(Clade 2.3.2) dan Vaksin AI H5N1 Bivalen (Clade 2.1.3 dan Clade 2.3.2)”.
Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu baik secara langsung maupun secara tidak langsung khususnya kepada:
Prof Dr Drh Retno D Soejoedono MS selaku dosen pembimbing I yang selalu
memberikan pengarahan kepada penulis
Dr Drh Ni Luh Putu Ika Mayasari selaku dosen pembimbing II yang telah
memberikan dukungan, motivasi sarana dan prasarana penelitian, waktu, tenaga,
dan arahan selama penelitian dan penulisan.
Bapak Bayu Febram, M.Si. Apt selaku dosen pembimbing akademik yang telah
membimbing selama menuntut ilmu di FKH.
Mamak Kasmi, Bapak Sartono, Adik Sitti Nurkhasanah, beserta seluruh keluarga
tercinta atas doa, dorongan, motivasi tiada henti baik berupa material maupun

spiritual.
Pak Nur, Pak Lukman, Mas Wahyu, Mba Ade, dan Mba Selyn yang telah
membantu dalam penelitian.
Dedek Haryanto sebagai rekan kerja penelitian.
Saras, Laras, Rizka umi, Fahmi, Faris beserta kolega Acromion 47 yang selalu
dihati
Sahabat Senior Resident angkatan 49 dan 50 yang selalu menginspirasi.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan. Saran dan kritik
yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Bogor, Agustus 2014
Ahmad Mustofa

DAFTAR ISI

ABSTRAK
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
PRAKATA
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL, GAMBAR, DAN LAMPIRAN

PENDAHULUAN
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Sistem Kekebalan pada Unggas
Avian Influenza
Vaksin
MATERI DAN METODE
MATERI
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan Uji Laboratorium
Hewan Percobaan
Pakan dan Air Minum
Kandang dan Perlengkapannya
Alat
METODE
Vaksinasi
Penyediaan Sel Darah Merah 5%
Koleksi Serum
Uji Hemaglutinasi

Uji Hemaglutinasi Inhibisi
Penghitungan Rataan Titer Antibodi
Prosedur Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

i
ii
iii
iv
v
vi
1
2
2
2
2

3
5
5
5
5
6
6
6
6
6
6
7
7
7
7
7
8
8
9
13

13
17
18

DAFTAR TABEL
1. Rataan titer antibodi bebek kelompok monovalen dan kelompok bivalen dengan
antigen AI H5N1 clade 2.1.3
2. Rataan titer antibodi bebek kelompok monovalen dan kelompok bivalen dengan
antigen AI H5N1 clade 2.3.2

9
10

DAFTAR GAMBAR
1. Rataan titer antibodi bebek kelompok monovalen dan kelompok bivalen dengan
antigen AI H5N1 clade 2.1.3
2. Rataan titer antibodi bebek kelompok monovalen dan kelompok bivalen dengan
antigen AI H5N1 clade 2.3.2
3. Rataan titer antibodi bebek kelompok monovalen dengan antigen penguji AI
H5N1 clade 2.1.3 dan clade 2.3.2
4. Rataan titer antibodi bebek kelompok bivalen dengan antigen penguji AI H5N1
clade 2.1.3 dan clade 2.3.2

10
11
12
12

DAFTAR LAMPIRAN
1. Jadwal Penelitian

17

PENDAHULUAN
Tubuh makhluk hidup mempunyai mekanisme yang berperan melakukan
perlawanan terhadap mikroorganisme asing (antigen) yang masuk ke dalam tubuh.
Peran pertahanan ini dilakukan oleh sistem imun yang memproduksi antibodi.
Antibodi merupakan protein (immunoglobulin) yang dihasilkan oleh tubuh
sebagai respon terhadap masuknya antigen. Antibodi dapat mengenali dan
mengikat antigen secara spesifik. Antigen adalah suatu senyawa atau substansi
yang dapat menggertak sistem imun pada individu. Setiap antigen memiliki
daerah spesifik yang disebut dengan determinant antigenic atau epitop. Bagian ini
dapat dikenali oleh antibodi (Radji 2010).
Virus Avian Influenza (AI) merupakan salah satu virus yang dapat
menyebabkan penyakit menular dari hewan ke manusia atau sebaliknya yang
dikenal dengan zoonosis (Dharmayanti et al. 2005). Virus Influenza terdiri atas
tiga tipe A, B, dan C. Perbedaan dari ketiga virus tersebut berdasarkan karakter
protein M dari amplop virus dan nukleoprotein virus. Salah satu dari ketiga genera
ini, tipe A, dapat menginfeksi berbagai hewan piaraan seperti ayam, itik, kalkun,
burung puyuh, babi dan kuda. Virus tipe ini menyerang unggas dengan
menginfeksi saluran pencernaan dan pernapasan (Fenner et al. 1995; Murphy et
al. 2006). Virus AI tidak menyebabkan penyakit yang nyata pada unggas air
(asymptomatic), titer antibodi sangat rendah terhadap virus AI, serta tidak
memiliki sialic acid (sialiloligosacarida) pada dinding permukaan sel tubuhnya.
Hal ini sesuai dengan Charlton (1996), Cardona (2005), WHO (2005), dan
Dharmayanti et al. (2006) yang menyatakan bahwa unggas air juga sebagai
reservoir alami virus AI.
Menurut Tumpey et al. (2003), Chen et al. (2004), dan Suarez et al. (2004),
virus AI lebih banyak dideteksi pada unggas air dibandingkan dengan ayam
kampung. Virus AI tersebut tidak menyebabkan penyakit yang nyata pada unggas
air, namun virus AI pada unggas air dapat menjadi sumber penyebaran penyakit
AI yang efektif sehingga dapat bertahan lama di alam (Stephenson dan Zanbon
2002; Kementan 2005)
Salah satu cara yang digunakan untuk melindungi tubuh terhadap paparan
penyakit adalah vaksinasi. Vaksinasi merupakan tindakan yang dengan sengaja
memasukkan agen penyakit yang berupa suspensi, substansi atau toksin
mikroorganisme yang sudah dimatikan atau dilemahkan ke dalam tubuh hewan
sehat agar merangsang pembentukan daya tahan atau daya kebal tubuh terhadap
suatu penyakit tertentu, bersifat aman, serta tidak menimbulkan penyakit (Radji
2010; Akoso 2006).
Vaksin monovalen pernah digunakan pada tahun 2009 di Amerika Serikat
untuk mencegah wabah dari virus flu babi H1N1 (Bateman et al. 2013).
Penggunaan vaksin bivalen pernah digunakan pada manusia untuk mencegah
Human Papiloma Virus (HPV). Kombinasi vaksin yang digunakan adalah vaksin
inaktif HPV 16 dengan HPV 18. Vaksin bivalen tersebut berhasil merangsang
antibodi terhadap salah satu dari ke dua antigen homolog dari tipe virus tersebut
(Safeian et al. 2013). Menurut Uraki et al. (2013) penggunaan vaksin bivalen
efektif digunakan karena mempunyai kemungkinan mendeteksi antigen homolog
yang sesuai terhadap infeksi virus.

2
Perumusan Masalah

Bebek merupakan reservoir alami virus Avian Influenza. Berdasarkan hal
tersebut ingin diketahui respon tanggap kebal bebek terhadap vaksin monovalen
dan vaksin bivalen serta perbedaan respon tanggap kebal bebek antara vaksin
monovalen dan vaksin bivalen.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengetahui respon tanggap kebal bebek terhadap
vaksin monovalen dan vaksin bivalen serta mengetahui perbedaan respon tanggap
kebal bebek terhadap pemberian vaksin monovalen dan vaksin bivalen.

Manfaat Penelitian
Penelitian yang telah dilakukan diharapkan mampu memberikan informasi
tentang respon tanggap kebal bebek terhadap pemberian vaksin AI H5N1
monovalen (clade 2.3.2) dan bivalen (clade 2.1.3 dan 2.3.2).

TINJAUAN PUSTAKA
Sistem Kekebalan pada Unggas

Bebek berasal dari kingdom animalia, filum chordata, subfilum vertebrata,
kelas aves, ordo anseriformes (Swartzentrover 2008). Bebek merupakan salah satu
ternak yang berpotensi sebagai reservoir dalam penyebaran virus AI (Laudert et
al. 1993; Sturm-Ramirez et al. 2004). Virus AI lebih banyak dideteksi pada
unggas air dibandingkan dengan ayam (Tumpey et al. 2003; Chen et al. 2004;
Suarez et al. 2004). Virus AI tersebut tidak menyebabkan penyakit yang nyata
pada unggas air, namun unggas air dapat menjadi sumber penyebaran virus AI
yang efektif sehingga dapat bertahan lama di alam (Stephenson dan Zanbon 2002;
Kementan 2005).
Secara umum sistem kekebalan pada unggas tidak berbeda jauh dengan
sistem kekebalan pada manusia dan mamalia. Unggas memiliki dua organ limfoid
primer, yaitu timus dan bursa Fabricius. Bursa Fabricius berfungsi sebagai tempat
pematangan dan diferensiasi bagi sel B (Tizard 2004). Unggas yang baru menetas
memiliki antibodi asal induk. Penghambatan respon pembentukan antibodi oleh
antibodi asal induk berlangsung sampai antibodi tersebut habis, yaitu sekitar 10
sampai 20 hari setelah menetas (Tizard 2004).
Antibodi merupakan protein (immunoglobulin) yang dihasilkan oleh tubuh
sebagai respon terhadap masuknya antigen. Antibodi dapat mengenali dan

3
mengikat antigen secara spesifik. Terdapat 5 kelas utama immunoglobulin dalam
serum, yaitu IgG, IgA, IgM, IgD dan IgE. Struktur dasar immunoglobulin terdiri
atas 2 rantai berat (H-chain) identik dan 2 rantai ringan (L-chain) yang juga
identik. Setiap rantai ringan terikat pada rantai berat melalui ikatan disulfida (S –
S). Fragmen antigen binding (Fab), berfungsi mengikat antigen, oleh karena itu
susunan asam amino di bagian ini berbeda antara molekul immunoglobulin satu
dengan yang lain dan bervariasi sesuai dengan variabilitas antigen yang
merangsang pembentukannya. Sebaliknya, constant region merupakan bagian dari
antibodi yang konstan. Bagian ini tidak mempunyai kemampuan mengikat
antigen tetapi dapat bersifat sebagai antigen (determinant antigenic). Bagian ini
merupakan efektor sekunder dan menjadi tempat untuk melekat pada sel, serta
fiksasi komplemen (Black 2011).
Antigen (antibody generating substances) adalah suatu senyawa atau
substansi yang dapat menggertak sistem imun pada inang atau individu. Antigen
dapat berupa polisakarida, protein, lemak, asam inti atau lipopolisakarida, maupun
lipoprotein (Guyton dan Hall 2007). Setiap antigen memiliki daerah spesifik yang
disebut dengan determinant antigenic atau epitop. Bagian ini dapat dikenali oleh
antibodi (Radji 2010).
Antigen yang masuk ke dalam tubuh sebagai benda asing akan
mendapatkan respon kekebalan. Materi yang telah diketahui sebagai bahan asing,
kemudian oleh makrofag disampaikan ke sel limfosit melalui pembentukan
berbagai sitokin ke sistem pembentuk antibodi atau ke sistem kebal berperantara
sel. Sistem kekebalan ini menyimpan “ingatan” sehingga pada paparan berikutnya
dengan antigen yang sama, respon yang ditimbulkan akan jauh lebih efisien
(Tizard 2004). Antibodi bekerja melalui dua cara yang berbeda untuk
mempertahankan tubuh terhadap agen penyakit yaitu: (1) dengan cara langsung
menginaktivasi agen penyebab penyakit, (2) dengan mengaktifkan sistem
komplemen yang akan menghancurkan agen penyakit tersebut (Hartati 2005).

Avian Influenza

Virus AI merupakan salah satu virus yang dapat menyebabkan penyakit
menular dari hewan ke manusia atau sebaliknya yang dikenal dengan zoonosis
(Dharmayanti et al. 2005). Virus AI merupakan virus RNA, yaitu Orthomyxovirus
tipe A dari famili Orthomyxoviridae. Virus Influenza terdiri dari tiga tipe A, B,
dan C. Perbedaan dari ketiga virus tersebut berdasarkan pada karakter protein M
dari amplop virus dan nukleoprotein virus. Ketiga genera ini, tipe A dapat
menginfeksi hewan piaraan seperti ayam, itik, kalkun, burung puyuh, babi dan
kuda. Virus tipe ini menyerang unggas dengan menginfeksi saluran pencernaan
dan pernapasan (Fener et al. 1995; Murphy et al 2006). Penyakit ini menjadi isu
global pada saat ditemukan di manusia pada 1997 di Hongkong. Penyakit ini
menyebabkan 18 orang dirawat di rumah sakit dan 6 orang diantaranya meninggal
dunia pada awal terjadinya (WHO 2005). Hingga saat ini kasus yang ada di
Indonesia mencapai 193 kasus dengan kematian mencapai 161 (WHO 2013)
Virion dari virus Influenza tipe A adalah bulat diameter 100 nm, terdapat
delapan senyawa genom, lima diantaranya merupakan genom yang berstruktur

4
sedangkan tiga lainnya merupakan protein virus struktural yang berkaitan dengan
enzim RNA polymerase. Protein terbanyak adalah protein matriks (M1). Protein
ini tersusun dari banyak monomer kecil yang serupa. Monomer ini terikat dengan
permukaan bagian dalam dari lapisan ganda lemak amplopnya (envelope). Protein
M2 adalah protein kecil yang menonjol sebagai pori-pori atau kanal ion yang
melalui membran. Virus ini mempunyai dua antigen permukaan yang disebut
haemaglutinin (HA) dan neuraminidase (NA). Antigen ini merupakan molekul
glikoprotein. Molekul HA berbentuk trimer batang, sedangkan molekul NA
tetramer bentuk seperti jamur. Kedua antigen ini digunakan sebagai penanda
dalam identifikasi subtipe virus karena membawa epitope khusus (Fenner et al.
1995).
Virus Influenza tipe A mempunyai 18 antigen H (hemaglutinin) yaitu H1–
H18 dan 11 antigen NA (neuraminidase) yaitu N1–N11 (Tong 2013). Kombinasi
antigen HA dan NA akan menghasilkan lebih dari 144 kombinasi subtipe virus
AI, seperti H5N1, H7N9 dan kombinasi lainnya. Diantara 18 subtipe virus AI
hanya H5 dan H7 yang bersifat ganas (virulen) pada unggas (Tong 2013).
Berdasar pada tingkat keganasannya virus Influenza ini digolongkan menjadi dua
yaitu Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI) dan Low Pathogenic Avian
Influenza (LPAI) (Dharmayanti et al. 2006; Soejoedono dan Handharyani 2005;
Akoso 2006).
Virus Influenza yang menyebar di kawasan Asia merupakan keturunan dari
virus AI tipe A (H5N1) yang dibagi menjadi dua clades antigenic. Clade satu
meliputi isolat manusia dan burung dari Vietnam, Thailand, Kamboja, Laos dan
Malaysia, sedangkan clade dua pertama kali diidentifikasi pada isolat burung dari
Cina, Indonesia, Jepang, dan Korea Selatan (WHO 2005).
Virus AI mempunyai kemampuan untuk menghindar dari respon humoral
hospes melalui fenomena antigenic drift. Mutasi protein akan mengarah pada
perubahan asam amino glikoprotein permukaan HA (Plotkin dan Dushoff 2003).
Antigenic drift adalah perubahan secara periodik akibat mutasi genetik struktur
protein permukaan virus AI sehingga antibodi yang terbentuk oleh tubuh akibat
vaksinasi sebelumnya tidak dapat mengenali keberadaan virus tersebut (Munch et
al. 2001). Selain itu virus juga mampu menghindari respon imun bawaan dan
dapatan dengan reasorsi melalui fenomena antigenic shift (Coleman 2007)
Menurut Soejoedono dan Handharyani (2005) salah satu sifat virus AI
adalah dapat mengaglutinasi sel darah merah unggas dan ditemukan pada dinding
pembuluh darah inang. Virus juga peka terhadap lingkungan panas (50 °C, 30
menit), pH yang ekstrim (pH 3), kondisi nonisotonik, udara kering, relatif tidak
tahan terhadap inaktivasi pelarut lemak seperti deterjen, selain itu virus juga dapat
diinaktivasi dengan larutan ammonium 25%, LISOL 1–2%, kresol 0.1% dan
formalin 20%. Virus Influenza mampu bertahan di lingkungan dengan suhu ruang
selama tujuh hari dan di dalam feses pada 4 °C selama 30–35 hari. Berdasarkan
analisis genetik dari virus ini terdapat tiga clade yang berbeda beserta
penyebarannya. Clade 2.1.3 beredar di Vietnam dan Kamboja, clade 2.2 beredar
di India, Bangladesh dan Mesir serta clade 2.3.2 beredar di negara-negara Asia
meliputi China, Hongkong, Korea,Vietnam dan Laos (WHO 2013; ECDGH
2012).
Gejala klinis yang bisa diamati dari unggas terinfeksi virus AI adalah
anoreksia, emisiasi, depresi, produksi telur menurun, sesak napas yang disertai

5
dengan eksudat yang keluar dari hidung, edema daerah wajah, konjungtivitis,
jengger dan pial berwarna kebiruan. Beberapa tempat di bawah kulit mengalami
perdarahan seperti tungkai dan apabila dilakukan pemeriksaan lebih lanjut terlihat
adanya peradangan pada langit-langit mulut, trakea, dan laring. Pemeriksaan
histopatologi terlihat adanya akumulasi sel-sel radang (limfosit) pada jengger
ayam yang terinfeksi (Soejoedono dan Handharyani 2005).

Vaksin

Kata vaksin berasal dari bahasa latin vacca (sapi) dan vaccinia (cacar sapi).
Vaksin merupakan bahan yang berasal dari mikroorganisme tertentu, yang dapat
merangsang pembentukan kekebalan terhadap penyakit yang disebabkan oleh
mikroorganisme tersebut (Malole 1988).
Vaksin dibedakan menjadi dua yaitu vaksin aktif dan vaksin inaktif. Vaksin
aktif merupakan vaksin hidup yang mengandung mikroorganisme yang telah
dilemahkan virulensinya (atenuasi), sedangkan vaksin inaktif adalah vaksin yang
terkandung virus yang sudah mati melalui proses inaktivasi. Virus yang
terkandung dalam vaksin inaktif telah kehilangan sifat infektifnya, namun
antigenitasnya masih dipertahankan untuk menginduksi sistem kekebalan tubuh
(Fenner et al. 1995).
Vaksin monovalen merupakan vaksin dengan antigen yang telah
dilemahkan dari strain virus Influenza yang memiliki karakteristik yang sama
untuk menanggulangi wabah serta dikombinasikan dengan adjuvan minyak dalam
air, minyak emulsi, sterol serta tocopherol. Vaksin ini terdapat satu strain virus AI
(Hanon dan Stephenne 2009). Vaksin bivalen adalah vaksin yang terdiri atas dua
strain virus AI, sebagai contoh strain pertama memiliki hemaglutinin subtipe H5
maka strain kedua menggunakan hemaglutinin subtipe H7 dan salah satunya
memiliki neuraminidase subtipe N4 atau neuraminidase N1 (Kumar dan Duran
2009).

MATERI DAN METODE
MATERI
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari Juli 2013 sampai dengan Maret 2014
bertempat di kandang hewan coba Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian
Bogor (FKH IPB) dan Laboratorium Terpadu bagian Mikrobiologi Medik,
Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner FKH
IPB.

6
Bahan Uji di Laboratorium
Vaksin AI H5N1 monovalen (clade 2.3.2), vaksin AI H5N1 bivalen (clade
2.1.3 dan 2.3.2), antigen AI H5N1 clade 2.3.2, antigen AI H5N1 clade 2.1.3,
alkohol 70%, Phosphate Buffer Saline 1× pH 7.2 (PBS), suspensi sel darah merah
(SDM) 5%, virus antigen standar 4 HAU, serum kebal AI dan SDM 1%

Hewan Percobaan
Hewan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bebek umur satu hari,
day old duck (DOD) sebanyak 90 ekor tanpa pemberian vaksin AI sebelumnya.
Bebek tersebut dibagi menjadi tiga kelompok. Setiap kelompok terdiri atas 30
ekor. Kelompok A diberikan vaksin monovalen, kelompok B diberikan vaksin
bivalen, serta satu kelompok lagi sebagai kontrol. Kelompok kontrol digunakan
sebagai acuan terhadap pengaruh pemberian vaksin monovalen dan vaksin
bivalen.
Pakan dan Air Minum
Pakan yang diberikan adalah pakan konsentrat komersial diberikan setiap
pagi dan sore. Air minum untuk hewan tersedia ad libitum.

Kandang dan Perlengkapannya
Penelitian ini menggunakan tiga kandang dengan ukuran 1×3 m terbuat dari
tripleks serta dibatasi dengan kawat ram yang beralaskan sekam padi. Tempat
minum dan tempat pakan dibersihkan setiap harinya. Kandang juga dilengkapi
dengan lampu listrik.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pelat mikro, spuit, tabung
reaksi, sentrifus, dan tabung mikro.

METODE
Vaksinasi
Vaksinasi dalam penelitian ini dilaksanakan sesuai jadwal yang tercantum
pada Lampiran I. Vaksinasi dilakukan dua kali selama proses penelitian.
Vaksinasi pertama pada saat bebek berumur 10 hari dengan dosis 0.2 mL/ekor
secara subkutan dan vaksinasi kedua pada umur 31 hari dengan dosis 0.5 mL/ekor
secara intramuskular. Pemeriksaan titer antibodi setelah vaksinasi dilakukan pada
hari ke-17, 21, 28, 31, 38 dan 42.

7
Penyediaan Sel Darah Merah 5%
Darah utuh diambil dari ayam donor, ditambahkan antikoagulan Natrium
Sitrat 3.8% dengan perbandingan 4:1, kemudian disentrifugasi selama 10–15
menit dengan kecepatan 1500–2000 rpm. Supernatan yang terbentuk dibuang,
sedangkan endapannya dibilas dengan PBS kemudian disetrifugasi kembali.
Proses ini dilakukan sebanyak tiga kali hingga terbentuk SDM murni, selanjutnya
diencerkan menjadi 5%. Sel darah merah 5% diencerkan menjadi 1% untuk Uji
Hemaglutinasi (HA) dan Uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI).
Koleksi Serum
Koleksi serum darah maternal antibodi dilakukan pada bebek umur 1 hari.
Koleksi serum selanjutnya dilakukan pada hari ke-17, 21, 28, 31, 38 dan 42
setelah vaksinasi (Lampiran I). Setiap 10 ekor bebek diambil secara acak pada
masing-masing kandang untuk dikoleksi serum kemudian dilanjutkan dengan uji
HI.
Pengambilan darah dari jantung untuk DOD dan dari vena brachialis atau
vena axilaris untuk bebek yang berumur lebih dari 10 hari. Spuit yang berisi darah
bebek diletakkan secara mendatar untuk memperluas bidang permukaan serta
dibiarkan pada suhu ruang hingga darah membeku secara sempurna. Serum darah
yang terbentuk dipisahkan ke dalam tabung mikro 1.5 mL dan diberi label serta
disimpan pada suhu -20 °C.
Uji Hemaglutinasi
Uji Hemaglutinasi dilakukan dengan menggunakan pelat mikro berdasar V.
Sebanyak 25 μL PBS dimasukkan ke dalam sumur A2 sampai A12. Sebanyak 50
μL antigen dimasukkan ke dalam sumur A1, kemudian 25 μL antigen dipindahkan
dari sumur A1 ke sumur A2 dan dihomogenkan. Prosedur yang sama dilakukan
pada sumur A3 sampai sumur A11. Sebanyak 25 μL SDM 1% ditambahkan ke
semua sumur dan digoyang agar semua komponen yang dimasukkan homogen.
Pelat mikro kemudian dibiarkan selama 30 menit pada suhu ruang (25 °C).
Pengamatan dilakukan ketika kontrol negatif (A12) telah mengendap. Pembacaan
dilakukan pada sumur yang menampakkan terjadinya aglutinasi sempurna. Titer
HA unit dihitung berdasarkan pengenceran tertinggi yang memperlihatkan
aglutinasi sempurna (OIE 2008).
Uji Hemaglutinasi Inhibisi
Sebanyak 25 μL PBS dimasukkan ke semua sumur pada pelat mikro
dengan dasar V. Sumur pada kolom pertama diisi 25 μL serum dan diencerkan
bertingkat kelipatan dua sampai sumur ke-12. Sebanyak 25 μL antigen (4 HAU)
dimasukkan ke dalam semua sumur, kemudian dihomogenkan 10–15 detik dan
diinkubasi pada suhu ruangan selama 15 menit atau 4 °C selama 45 menit.
Sebanyak 25 μL suspensi SDM 1% ditambahkan ke dalam semua sumur, pelat
mikro digoyang-goyangkan agar homogen kemudian diinkubasi pada suhu ruang
selama 30 menit. Hasil uji HI positif ditandai dengan adanya endapan pada dasar

8
pelat mikro, tidak ada aglutinasi. Titer HI dihitung berdasarkan pengenceran
tertinggi serum darah berikatan dengan isolat virus yang dapat mengendapkan
SDM 1% (OIE 2008).

Penghitungan Rataan Titer Antibodi
Rataan titer antibodi dapat dihitung dengan menggunakan Geometric Mean
Titre (GMT) dengan rumus:

Keterangan:
: jumlah contoh serum yang diamati
: titer antibodi pada pengenceran tertinggi (yang masih dapat
menghambat aglutinasi sel darah merah)
S
: jumlah contoh serum yang bertiter t
n
: titer antibodi pada sampel ke-n
N
t

Prosedur Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif menggunakan perangkat
lunak MS Exel 2007 dengan metode analisis statistika Analysis of Variance
(ANOVA): single factor. dengan selang kepercayaan 95% dan dilanjutkan dengan
uji Duncan apabila nilai p