Kandungan Logam Berat (Pb, Cd, dan Hg) pada Kerang Bulu (Anadara antiquata) di Perairan Kronjo dan Cituis, Kabupaten Tangerang

1

KANDUNGAN LOGAM BERAT (Pb, Cd, DAN Hg)
PADA KERANG BULU (Anadara antiquata) DI PERAIRAN
KRONJO DAN CITUIS, KABUPATEN TANGERANG

SERLI CHELYA SUSANTY

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kandungan Logam
Berat (Pb, Cd, dan Hg) pada Kerang Bulu (Anadara antiquata) di Perairan Kronjo
dan Cituis, Kabupaten Tangerang adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang

diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.

Bogor, Agustus 2014
Serli Chelya Susanty
NIM C24100062

ABSTRAK
SERLI CHELYA SUSANTY. Kandungan Logam Berat (Pb, Cd, dan Hg) pada
Kerang Bulu (Anadara antiquata) di Perairan Kronjo dan Cituis, Kabupaten
Tangerang. Dibimbing oleh YUSLI WARDIATNO dan ETTY RIANI.
Kerang bulu (Anadara antiquata) merupakan salah satu jenis kerang yang
terdapat di Perairan Pesisir Tangerang. Kerang bulu dapat dijadikan indikator
pencemaran logam berat karena bersifat filter feeder dan hidupnya yang menetap.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kadar logam berat timbal (Pb), kadmium
(Cd), dan merkuri (Hg) dalam daging dan insang kerang bulu (Anadara antiquata)
di Perairan Kronjo dan Cituis. Analisis logam Pb, Cd, dan Hg dilakukan dengan
menggunakan Atomic Absorption Spectrofotometer (AAS). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kandungan Pb, Cd, dan Hg pada kerang bulu di Cituis lebih
besar daripada Kronjo. Kandungan logam Pb lebih tinggi dibandingkan Cd dan

Hg. Faktor konsentrasi (bioconcentration factor/BCF) sebesar 69.08 untuk Pb
dan 1125 untuk Cd.
Kata kunci: BCF, kerang bulu, logam berat, pencemaran, Pesisir Tangerang

ABSTRACT
SERLI CHELYA SUSANTY. Study of Heavy Metals (Pb, Cd, dan Hg) in Ark
Cockle (Anadara antiquata) in Kronjo and Cituis, Kabupaten Tangerang.
Supervised by YUSLI WARDIATNO and ETTY RIANI.
Ark cockle (Anadara antiquata) is one of bivalve species found in
Tangerang Coastal Waters. It is used as indicator of heavy metals pollution
because has filter feeder characteristic and has sedentary life mode. The objective
of this study was to determine the concentration of lead (Pb), cadmium (Cd), and
mercury (Hg) in ark cockle’s flesh and gills in Kronjo and Cituis. Heavy metals
Pb, Cd, and Hg were analyzed by Atomic Absorption Spectrofotometer (AAS).
The results showed that the consentration of Pb, Cd, and Hg in ark cockle in
Cituis was higher than that in Kronjo. Concentration of Pb was higher than Cd
and Hg. Bioconcentration factor (BCF) was 69.08 for Pb and 1125 for Cd.
Keywords: Ark cockle, BCF, heavy metals, pollution, Tangerang Coastal

KANDUNGAN LOGAM BERAT (Pb, Cd, DAN Hg)

PADA KERANG BULU (Anadara antiquata) DI PERAIRAN
KRONJO DAN CITUIS, KABUPATEN TANGERANG

SERLI CHELYA SUSANTY

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Kandungan Logam Berat (Pb, Cd, dan Hg) pada Kerang Bulu
(Anadara antiquata) di Perairan Kronjo dan Cituis, Kabupaten
Tangerang

Nama
: Serli Chelya Susanty
NIM
: C24100062
Program studi : Manajemen Sumber Daya Perairan

Disetujui oleh

Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc
Pembimbing I

Dr Ir Etty Riani, MS
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir M. Mukhlis Kamal, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala yang
atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penyusunan skripsi yang berjudul
“Kandungan Logam Berat (Pb, Cd, dan Hg) pada Kerang Bulu (Anadara
antiquata) di Perairan Kronjo dan Cituis, Kabupaten Tangerang” dapat
diselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
sarjana perikanan pada Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan studi kepada
Penulis.
2. Penelitian yang pembiayaannya bersumber dari PT Kapuk Naga Indah,
bekerja sama dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada
Masyarakat (LPPM) dan Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan.
3. PT Antam yang telah membantu keuangan penulis untuk menyelesaikan
studi.
4. Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc sebagai ketua komisi pembimbing yang telah
memberi arahan dan masukan dalam penulisan karya ilmiah ini.
5. Dr Ir Etty Riani, MS sebagai anggota komisi pembimbing yang telah

memberi arahan dan masukan dalam penulisan karya ilmiah ini.
6. Ali Mashar, SPi MSi selaku pembimbing akademik yang telah
memberikan motivasi selama perkuliahan.
7. Ir Agustinus M. Samosir, MPhil selaku penguji tamu dan Inna Puspa Ayu,
SPi MSi selaku komisi pendidikan Departemen Manajemen Sumber Daya
Perairan atas saran dan masukan yang sangat berarti.
8. Keluarga penulis Bapak Syarif Hidayat, Ibu Emi Suhaemi dan Kakak Selvi
Chelya Susanty beserta keluarga besar Penulis yang telah memberikan
banyak motivasi, doa, dan dukungan kepada Penulis baik moril maupun
materil.
9. Teman seperjuangan penelitian Kronjo: Febi, Inggar, Andini, Fani, Nina,
Werdhiningtyas, Akrom, Lusita, Dito, Runi, Nisa, Kak Ana, Kang Asep,
dan semua yang telah membantu.
10. Teman-teman Victor, Rini, Ayu, Gita, Marina, dan Aisa yang selalu
memberikan semangat dan dukungan.
11. Teman-teman seperjuangan Dwi, Bani, Hesvi, Orin, Noor, Kak Nia, dan
teman-teman MSP angkatan 47 atas semangat, dukungan dan doa.
Demikian skripsi ini disusun, semoga bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014

Serli Chelya Susanty

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kerangka Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Pengumpulan Data
Pengambilan sampel
Analisis kandungan logam berat
Analisis Data
Analisis deskriptif
Faktor konsentrasi (BCF)
Batas aman konsumsi
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Konsentrasi timbal (Pb) pada kerang bulu
Konsentrasi kadmium (Cd) pada kerang bulu
Konsentrasi merkuri (Hg) pada kerang bulu
Faktor konsentrasi
Batas aman konsumsi
Pembahasan
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
1
1
1
2
3
3
3

4
4
4
5
5
5
5
6
6
6
6
7
9
10
10
14
14
20

DAFTAR TABEL

1
2
3
4

Konsentrasi logam berat pada kerang bulu (Anadara antiquata)
Konsentrasi logam berat pada biota lain
Faktor konsentrasi kerang bulu
Batas aman konsumsi kerang bulu yang diperbolehkan untuk seminggu

8
9
9
10

DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka masalah
2 Lokasi pengambilan sampel
3 Konsentrasi timbal (Pb) pada kerang bulu (Anadara antiquata)
di Perairan Kronjo dan Cituis

4 Konsentrasi kadmium (Cd) pada kerang bulu (Anadara antiquata)
di Perairan Kronjo dan Cituis
5 Konsentrasi merkuri (Hg) pada kerang bulu (Anadara antiquata)
di Perairan Kronjo dan Cituis

2
3
6
7
8

DAFTAR LAMPIRAN
1 Metode destruksi
2 Perhitungan faktor konsentrasi
3 Perhitungan batas aman konsumsi kerang bulu (Anadara antiquata)
di Perairan Kronjo dan Cituis
4 Keadaan umum Perairan Kronjo dan Cituis

17
17
18
19

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tangerang merupakan salah satu sentra industri yang ada di Indonesia.
Berkembangnya sektor industri di Tangerang memberikan dampak positif
terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejateraan masyarakat. Di sisi lain,
perkembangan sektor industri memberikan dampak negatif berupa pencemaran
akibat buangan limbah industri.
Limbah industri yang dibuang ke perairan mengandung berbagai jenis
komponen, salah satunya adalah logam berat. Selain limbah industri, sumber
pencemaran logam berat dapat berasal dari run-off daratan, pertanian, maupun
limbah pemukiman (Gupta dan Singh 2011). Keberadaan logam berat di perairan
memberikan pengaruh negatif pada pertumbuhan, reproduksi, dan kelangsungan
hidup biota akuatik. Pengaruh negatif ini berbeda signifikan antara jenis logam
yang berbeda, bentuk ionik dan organik, serta dalam lingkungan akuatik yang
dipengaruhi oleh pH, temperatur, dan kehadiran ion lain (Carvan et al. 2005).
Keberadaan logam berat di lingkungan perairan dapat diketahui dengan
menggunakan biota indikator pencemaran logam berat.
Kerang-kerangan
(bivalvia) kerap dijadikan biota indikator pencemaran logam berat karena mampu
mengakumulasi logam berat dari lingkungan, terdistribusi secara luas, sifat hidup
menetap, dan bersifat filter feeder (Metian et al. 2005; Rittschof dan McClellanGreen 2005; Paul-Pont et al. 2008, Mostafa et al. 2009). Kerang juga dapat
mengakumulasi logam dari makanan (seperti fitoplankton, protozoa kecil, dan
bakteri), air dan sedimen (Wang et al. 2010). Jenis kerang yang biasa digunakan
sebagai indikator pencemaran logam berat antara lain kerang hijau (Baraj et al.
2003; Otchere 2003; Yap, 2009, Ruangwises dan Ruangwises 2011), kerang darah
(Ruangwises dan Ruangwises 2011; Zahir et al. 2011) dan kerang bulu (Arifin et
al. 2010; Sanusi et al. 1985).
Salah satu jenis kerang yang terdapat di Perairan Tangerang adalah kerang
bulu (Anadara antiquata). Kerang bulu menjadi sumber pangan sekaligus sumber
pendapatan ekonomi penduduk di kawasan pantai. Keberadaan logam berat pada
kerang bulu dapat menjadi indikator pencemaran logam berat di Perairan
Tangerang. Oleh karena itu perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut mengenai
kandung logam berat dalam biota akuatik.

Kerangka Masalah
Limbah yang berasal dari aktivitas manusia di daratan maupun di laut,
seperti industri, rumah tangga, penambangan batu bara, dan tumpahan minyak
berpotensi untuk mencemari lingkungan perairan. Limbah tersebut mengandung
logam berat seperti timbal (Pb), merkuri (Hg), dan kadmium (Cd). Logam berat
yang ada di dalam limbah mencemari badan air, mengendap di sedimen, serta
terakumulasi dalam biota akuatik. Keberadaan logam berat dapat diakumulasikan
oleh biota perairan walaupun konsentrasi di kolom air rendah. Bioakumulasi
logam berat pada biota air dipengaruhi oleh jenis logam, jenis biota, lama

2
pemaparan dan ditentukan oleh kondisi lingkungan perairan seperti suhu, pH,
salinitas (Shin dan Lam 2001 in Riani 2012).
Biota akuatik yang umumnya mengakumulasi logam berat dalam tubuhnya
adalah kerang-kerangan, seperti kerang bulu (Anadara antiquata). Hal ini
dikarenakan kerang bulu bersifat filter feeder dan hidup menetap sehingga dapat
mengakumulasi logam berat dalam tubuhnya (Rittschof dan McClellan-Green
2005; Paul-Pont et al. 2008). Oleh karena itu, keberadaaan logam berat dalam
tubuh kerang bulu dapat mengindikasikan keberadaaan logam berat dalam
perairan. Kerangka masalah yang mendasari penelitian terhadap kandungan
logam berat merkuri (Hg), kadmium (Cd), dan timbal (Pb) pada kerang bulu
(Anadara antiquata) di Perairan Kronjo dan Cituis, Kabupaten Tangerang
disajikan dalam Gambar 1.

Aktivitas manusia

Industri

Rumah tangga

Penambangan

Limbah logam berat

Perairan

Terlarut dalam
air

Mengendap
di sedimen

Terakumulasi
dalam biota
Gambar 1 Kerangka masalah

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kadar logam berat Pb, Cd, dan
Hg dalam daging dan insang kerang bulu (Anadara antiquata) di Perairan Kronjo
dan Cituis.

3
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa
informasi mengenai kadar logam berat pada kerang bulu (Anadara antiquata) di
Perairan Kronjo dan Cituis, Kabupaten Tangerang. Hasil penelitian diharapkan
dapat menjadi bahan pertimbangan dalam perumusan kebijakan pengelolaan di
Kabupaten Tangerang.

METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di dua lokasi berbeda, yaitu Perairan Kronjo dan
Cituis, Kabupaten Tangerang, Banten (Gambar 2). Pengambilan contoh kerang
bulu (Anadara antiquata) dilaksanakan pada Juni 2013 hingga bulan Agustus
2013. Kegiatan pembedahan dan pengambilan contoh daging dan insang kerang
bulu (Anadara antiquata) dilakukan di Laboratorium Biologi Mikro I,
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Analisis kandungan logam berat dilakukan di Laboratorium Pengujian
Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB.

Gambar 2 Lokasi pengambilan sampel

4
Pengumpulan Data
Pengambilan sampel
Pengambilan sampel kerang bulu dilakukan pada dua tempat, yaitu
Perairan Kronjo dan Cituis. Sampel kerang bulu diambil dengan menggunakan
alat tangkap garuk yang ditarik oleh kapal dengan kecepatan 3-4 km/jam selama
15-30 menit. Kerang bulu yang diperoleh dimasukkan ke dalam kantong plastik
dan disimpan dalam cool box yang berisi es agar sampel kerang bulu tidak rusak.

Analisis kandungan logam berat
Panjang kerang bulu yang diukur dengan menggunakan penggaris.
Kerang bulu dipisahkan berdasarkan panjang. Kerang bulu yang digunakan untuk
analisis logam berat adalah kerang bulu yang berukuran seragam sekitar 3-4 cm.
Selanjutnya, kerang bulu dibedah dan diambil insang dan daging. Daging dan
insang tersebut dimasukkan ke dalam plastik yang diberi label dan disimpan ke
dalam freezer agar sampel tidak rusak.
Analisa logam berat Pb, Cd, dan Hg memerlukan beberapa tahapan, yaitu
tahap destruksi, pembuatan larutan blanko, pembuatan larutan standar, dan
pengukuran konsentrasi Pb, Cd, dan Hg menggunakan alat Atomic Absorption
Spectrofotometric (AAS). Sampel kerang bulu didestruksi dengan metode Nitric
Acid-Perchloric Acid Digestion, yaitu sampel dioksidasi oleh asam sehingga logam
dalam keadaan terlarut (Lampiran 1).
Prinsip kerja AAS adalah banyaknya energi yang diserap proposional
terhadap konsentrasi logam berat pada sampel (APHA 2005). Konsentrasi logam
berat yang sebenarnya dihitung menggunakan rumus:
Kosentrasi sebenarnya =

D − E x Fp x V
W (g)

Keterangan :
D
= konsentrasi contoh μg/l dari hasil pembacaan AAS
E
= konsentrasi blanko contoh μg/l dari hasil pembacaan AAS
Fp
= faktor pengenceran
V
= volume akhir larutan contoh yang disiapkan (ml)
W
= berat contoh (g)
Prosedur analisis Pb dan Cd menggunakan metode Direct Air-Acetylene
Flame Method sesuai APHA ed. 21th 3111 B (2005). Panjang gelombang yang
digunakan untuk analisis kandungan logam Pb dan Cd sebesar 283.3 nm dan
228.8 nm. Analisis logam Hg menggunakan metode Cold-Vapor Atomic
Absorption Spectrometric Method dengan panjang gelombang sebesar 253.7 nm.

5
Analisis Data
Analisis deskriptif
Data logam berat pada kerang bulu dianalisis secara deskriptif untuk
memperoleh gambaran mengenai keberadaan logam berat dan jumlahnya dalam
insang dan daging kerang bulu. Hasil analisis logam berat pada kerang bulu
tersebut dibandingkan antara Perairan Kronjo dan Cituis.

Faktor konsentrasi (BCF)
Faktor konsentrasi (bioconcentration factor/BCF) adalah kemampuan
organisme dalam mengakumulasi bahan kimia (polutan) dalam tubuhnya yang
didefinisikan sebagai perbandingan antara konsentrasi polutan pada lapisan tubuh
organisme, Ct, dan konsentrasi bahan kimia pada air tempat tereksposnya
organisme tersebut, Cw. Faktor konsentrasi digunakan untuk mengetahui
kemampuan kerang bulu dalam mengakumulasi logam berat dari air. Menurut
Mukhtasor (2007), faktor konsentrasi dapat dihitung sebagai berikut:
BCF = Ct/Cw
Keterangan :
BCF = Faktor konsentrasi (bioconcentration factor/BCF)
Ct
= konsentrasi polutan pada tubuh organisme (mg/kg)
Cw
= konsentrasi polutan pada air (mg/L)

Batas aman konsumsi
Kerang bulu merupakan salah satu jenis kerang yang sering dikonsumsi
sehingga keberadaan logam berat dalam kerang bulu dapat membahayakan
kesehatan manusia. Kandungan logam berat dalam kerang bulu dibandingkan
dengan batas maksimum cemaran logam berat dalam makanan untuk melihat
apakah kerang bulu masih layak untuk dikonsumsi. Batas maksimum cemaran
logam berat dalam makanan menurut SNI (2009) untuk kekerangan (bivalve)
sebesar 1.5 mg/kg untuk Pb dan1 mg/kg untuk Cd dan Hg.
PTWI (Provisional Tolerable Weekly Intake) adalah jumlah asupan
kontaminan logam berat pada makanan yang dapat ditoleransi untuk seminggu
sehingga tidak membahayakan kesehatan. Nilai PTWI sebesar 0.025 mg/kg BB
untuk Pb, 0.007 mg/kg BB untuk Cd dan 0.005 mg/kg BB untuk Hg (SNI 2009).
Penentuan batas aman konsumsi dilakukan dengan mengacu pada nilai PTWI
sehingga diperoleh batas aman kerang bulu yang boleh dikonsumsi. Batas aman
konsumsi kerang bulu ini dapat dihitung sebagai berikut:
Batas aman konsumsi =

Baku mutu
Kadar logam dalam daging

6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Konsentrasi timbal (Pb) pada kerang bulu
Timbal (Pb) merupakan logam berat yang paling banyak masuk ke
lingkungan laut, kemudian diikuti oleh Hg dan Cu. Logam Pb sendiri banyak
digunakan dalam industri modern, seperti fibrikasi baterai dan bahan pembuatan
cat serta pipa tahan korosi (Syakti et al. 2012). Hasil analisis logam Pb dalam
kerang bulu di Perairan Kronjo maupun Cituis disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Konsentrasi timbal (Pb) pada kerang bulu (Anadara antiquata)
di Perairan Kronjo dan Cituis

Kerang bulu (Anadara antiquata) mampu mengakumulasi timbal (Pb)
dalam tubuhnya. Berdasarkan Gambar 3 dapat dilihat bahwa kandungan timbal
pada daging kerang bulu di Perairan Cituis lebih besar dibandingkan Kronjo
dengan nilai masing-masing sebesar 0.6 mg/kg dan 6.5 mg/kg. Kadar timbal pada
insang kerang bulu lebih besar di Perairan Kronjo dibandingkan Perairan Cituis
dengan nilai masing-masing sebesar 0.9 mg/kg dan 0.6 mg/kg.

Konsentrasi kadmium (Cd) pada kerang bulu
Logam Cd dan persenyawaannya banyak dimanfaatkan untuk keperluan di
bidang industri. Semakin banyak limbah industri yang dibuang ke lingkungan
perairan, maka konsentrasi Cd di perairan meningkat. Kerang bulu (Anadara
antiquata) mampu mengakumulasi logam berat dalam tubuhnya, salah satunya

7
adalah kadmium (Cd). Hasil analisis logam Cd dalam kerang bulu di Perairan
Kronjo maupun Cituis disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Konsentrasi kadmium (Cd) pada kerang bulu (Anadara antiquata)
di Perairan Kronjo dan Cituis

Berdasarkan Gambar 4 dapat diketahui bahwa konsentrasi kadmium pada
daging dan insang kerang bulu (Anadara antiquata) di Perairan Cituis lebih tinggi
dibandingkan Perairan Kronjo. Konsentrasi kadmium pada daging kerang bulu di
Kronjo sebesar 0.1 mg/kg dan 2.2 mg/kg di Perairan Cituis. Konsentrasi
kadmium pada insang kerang bulu sebesar 0.3 mg/kg untuk Perairan Kronjo dan
1.8 mg/kg untuk Perairan Cituis.

Konsentrasi merkuri (Hg) pada kerang bulu
Salah satu logam berat yang hingga saat ini belum diketahui manfaatnya
untuk proses fisiologis dalam tubuh adalah merkuri (Hg). Merkuri merupakan
logam berat yang mempunyai daya racun paling tinggi dibandingkan dengan
logam berat lainnya serta mempunyai kemampuan untuk terakumulasi pada
makhluk hidup (CCME 2003 in Riani 2012).
Kerang bulu (Anadara antiquata) mampu mengakumulasi logam berat
merkuri (Hg). Hasil analisis logam Hg dalam kerang bulu di Perairan Kronjo
maupun Cituis disajikan pada Gambar 5.
Berdasarkan Gambar 5 dapat diketahui bahwa konsentrasi merkuri (Hg)
pada daging dan insang kerang bulu di kedua lokasi penelitian. Kandungan
merkuri pada daging kerang bulu di Perairan Cituis lebih besar dibandingkan
Kronjo, yaitu sebesar 4.3 mg/kg dan 0.6 mg/kg. Kadar merkuri pada insang
kerang bulu lebih besar di Perairan Kronjo dibandingkan Perairan Cituis dengan
nilai masing-masing sebesar 1.9 mg/kg dan 1 mg/kg.

8

Gambar 5 Konsentrasi merkuri (Hg) pada kerang bulu (Anadara antiquata)
di Perairan Kronjo dan Cituis

Keberadaan logam berat pada kerang bulu menunjukkan bahwa kerang
bulu dapat mengakumulasi logam berat. Beberapa penelitian sebelumnya telah
menggunakan kerang bulu (Anadara antiquata) untuk mengetahui keberadaan
logam berat seperti yang dicantumkan pada Tabel 1 sebagai perbandingan.

Tabel 1 Konsentrasi logam berat pada kerang bulu (Anadara antiquata)
Konsentrasi logam (ppm)
Timbal
Merkuri
Kadmium
(Pb)
(Hg)
(Cd)

No

Lokasi

1

Muara Angke, Jakarta

2.33

-

2.18

2
3
4

TPI Pasar Ikan, Jakarta
Perairan Gresik
Teluk Banten

0.03
0.125-2.50

0.02
0.125-17.6

0.12
4.49
0.02-0.3

5

Perairan Tangerang

0.60-0.65

0.60-4.30

0.10-2.30

Sumber
Hutagalung dan
Razak (1982)
Sanusi et al. (1985)
Iswani et al. (1995)
Prihatini (2013)
Penelitian ini
(2014)

Berdasarkan Tabel 1 dapat ketahui bahwa kerang bulu (Anadara
antiquata) yang digunakan pada penelitian sebelumnya mampu mengakumulasi
logam berat dalam tubuhnya. Nilai konsentrasi logam berat pada kerang bulu
berbeda-beda tergantung pada lokasi penelitian. Hal ini dikarenakan faktor-faktor
lingkungan mempengaruhi akumulasi logam berat pada biota. Kemampuan
kerang bulu dalam mengakumulasi logam berat menunjukkan bahwa kerang bulu
dapat digunakan sebagai biota indikator pencemaran logam berat di suatu perairan.
Jenis kerang-kerangan lainnya yang sering digunakan untuk mendeteksi
logam berat antara lain kerang hijau, kerang gelatik, dan kerang darah.
Konsentrasi logam berat pada kerang bulu dan beberapa kerang lainnya disajikan
pada Tabel 2.

9
Tabel 2 Konsentrasi logam berat pada biota lain
No

Biota

1

Kerang gelatik
(Anadara pilula)

2
3
4

Konsentrasi logam (mg/kg)
Timbal
Merkuri
Kadmium
(Pb)
(Hg)
(Cd)

Lokasi

Kerang hijau
(Perna viridis)
Kerang hijau
(Perna viridis)
Kerang bulu
(Anadara antiquata)

Perairan
Panimbang,
Banten
Kamal Muara,
Jakarta
Kamal Muara,
Jakarta
Teluk Banten,
Banten

26.79

0.01

2.12

0.05-0.98

-

0.03-0.04

2.65-3.89

-

0.25-1.34

0.13-2.50

0.13-17.60

0.02-0.30

Sumber
Rochyatun
(1995)
Ningtias
(2002)
Fernanda
(2012)
Prihatini
(2013)

Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa nilai logam berat yang dapat
diakumulasi oleh kerang gelatik, kerang bulu, dan kerang hijau berbeda-beda.
Bioakumulasi logam berat pada biota air dipengaruhi oleh jenis logam, jenis biota,
lama pemaparan dan ditentukan oleh kondisi lingkungan perairan seperti suhu, pH,
salinitas (Shin dan Lam 2001 in Riani 2012).

Faktor Konsentrasi
Faktor konsentrasi (bioconcentration factor/BCF) adalah kemampuan
organisme dalam mengakumulasi bahan kimia (polutan) dalam tubuhnya yang
didefinisikan sebagai perbandingan antara konsentrasi polutan pada lapisan tubuh
organisme dan konsentrasi bahan kimia pada air dimana organisme tersebut terekspos (Mukhtasor 2007). Faktor konsentrasi kerang bulu disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Faktor konsentrasi kerang bulu
Tempat

Sampel

Kronjo

Daging
Insang
Daging
Insang

Cituis
Rata-rata

Faktor konsentrasi
Pb
Cd
85.7
100
128.6
300
57
2300
5
1800
69.08
1125

Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa nilai BCF logam Pb dan Cd pada
kerang bulu berbeda. Nilai rata-rata BCF sebesar 69.08 untuk logam Pb dan 1125
untuk logam Cd. Hal ini menunjukkan bahwa nilai BCF logam Cd lebih tinggi
dibandingkan logam Pb (Lampiran 2).

10
Batas Aman Konsumsi
Kerang bulu (Anadara antiquata) merupakan salah satu jenis kerang yang
sering dikonsumsi oleh masyarakat. Keberadaan logam berat yang terdapat pada
kerang bulu akan berbahaya bagi masyarakat yang mengkonsumsi kerang bulu.
Nilai asupan kerang bulu yang diperbolehkan untuk seminggu disajikan pada
Tabel 4.

Tabel 4 Batas aman konsumsi kerang bulu yang diperbolehkan untuk seminggu
Lokasi
Kronjo
Cituis

Batas aman konsumsi per minggu (g/kg bb/minggu)
Pb
Cd
Hg
28.6-44.9
23.5-134.6
0.8-2.8
3.9-40.3
3.1-4
0.4-1.6

Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa batas aman konsumsi kerang bulu
tertinggi sebesar 28.6-44.9 gram/kg/minggu untuk kerang bulu di Perairan Kronjo
dan 3.9-40.3 gram/kg/minggu untuk kerang bulu di Perairan Cituis. Batas aman
konsumsi per minggu sebesar 0.8-2.8 gram/kg/minggu untuk kerang bulu di
Perairan Kronjo dan 0.4-1.6 gram/kg/minggu untuk kerang bulu di Perairan Cituis
(Lampiran 3).

Pembahasan
Pencemaran air diakibatkan oleh masuknya bahan pencemar (polutan)
yang dapat berupa gas, bahan-bahan terlarut, dan partikulat. Pencemar memasuki
badan air dengan berbagai cara, misalnya melalui atmosfer, tanah, limpasan (run
off) pertanian, limbah domestik dan perkotaan, pembuangan limbah industri, dan
lain-lain (Effendi 2003). Salah satu pencemar laut yang paling menarik perhatian
saat ini adalah logam berat, terutama merkuri (Hg), kadmium (Cd), dan timbal
(Pb).
Logam berat yang masuk ke dalam suatu perairan tidak hanya mencemari
badan air namun juga akan mengendap di dalam sedimen dan terakumulasi dalam
tubuh biota. Hal ini akan menganggu kehidupan biota akuatik yang ada di
dalamnya. Logam berat memiliki berbagai macam efek pada pertumbuhan,
reproduksi, dan kelangsungan hidup biota akuatik. Pengaruh ini berbeda
signifikan antara jenis logam yang berbeda, bentuk ionik, dan organik, serta dalam
lingkungan akuatik yang dipengaruhi oleh pH, temperatur, dan kehadiran ion lain
(Carvan et al. 2005).
Kerang bulu (Anadara antiquata) merupakan salah satu jenis kerang
(bivalvia) yang paling popular di Indonesia. Pada umumnya bivalvia hidup di laut
terutama di daerah littoral, beberapa di daerah pasang surut dan air tawar.
Beberapa jenis laut hidup pada kedalaman sampai 5000 meter, umumnya terdapat
di dasar perairan yang berlumpur atau berpasir, beberapa hidup pada substrat yang
lebih keras seperti lempung, kayu atau batu (Suwignyo et al. 2005).

11
Kerang bulu (Anadara antiquata) mampu mengakumulasi logam berat
dalam tubuhnya, antara lain timbal (Pb). Unsur Pb tidak terlalu beracun
dibandingkan dengan logam berat lainnya seperti Hg dan Cd. Menurut Halstead
(1972) unsur Pb diketahui bersifat kronis dan akumulatif. Nilai kandungan timbal
pada daging kerang bulu di Perairan Cituis lebih besar dibandingkan Kronjo
dengan nilai masing-masing sebesar 0.6 mg/kg dan 6.5 mg/kg. Kadar timbal pada
insang kerang bulu lebih besar di Perairan Kronjo dibandingkan Perairan Cituis,
yaitu sebesar 0.9 mg/kg dan 0.6 mg/kg.
Timbal masuk ke perairan melalui pengendapan, jatuhan debu yang
mengandung Pb dari hasil pembakaran bensin yang mengandung timbal tetraetil,
erosi, dan limbah industri (Saeni 1989). Penggunaan dalam jumlah paling besar
adalah untuk bahan produksi baterai pada kendaraan bermotor, elektroda dari aki,
industri percetakan tinta, dan pelapis pipa-pipa sebagai anti-korosif. Timbal juga
digunakan dalam campuran pembuat cat sebagai bahan pewarna karena daya
larutnya yang rendah air (Darmono 1995).
Konsentrasi kadmium pada daging dan insang kerang bulu (Anadara
antiquata) di Perairan Cituis lebih tinggi dibandingkan Perairan Kronjo.
Konsentrasi kadmium pada daging kerang bulu di Kronjo sebesar 0.1 mg/kg dan
2.2 mg/kg di Perairan Cituis. Konsentrasi kadmium pada insang kerang bulu
sebesar 0.3 mg/kg untuk Perairan Kronjo dan 1.8 mg/kg untuk Perairan Cituis.
Keberadaan logam Cd pada kerang bulu sangat berbahaya karena Cd bersifat
toksik bagi organisme. Menurut McKee dan Wolf (1963) in Halstead (1972),
kadmium bersifat lethal untuk kehidupan laut pada nilai 1.01 sampai 1 ppm. Hal
serupa diungkapkan oleh Riani (2012) bahwa Cd pada konsentrasi yang sangat
sedikit dapat bersifat racun dan berbahaya bagi kehidupan.
Logam Cd dan persenyawaannya banyak dimanfaatkan untuk aktivitas
antropogenik, yaitu untuk keperluan di bidang industri. Kadmium banyak
digunakan sebagai bahan pigmen untuk industri cat, enamel, dan plastik.
Kadmium juga banyak digunakan sebagai stabilator pada pembuatan PVC, pelapis
logam, dan pembuatan aki (baterai) Cd-Ni. Pencemaran daratan dan air (air
sungai/laut) oleh kadmium biasanya terjadi karena pembuangan limbah dari
industri penggunaan logam yang tidak terkontrol (pabrik aki/baterai) atau
penggunaan bahan yang mengandung logam itu sendiri (pestisida dan insektisida)
(Darmono 1995).
Merkuri merupakan logam berat yang mempunyai daya racun paling tinggi
dibandingkan dengan logam berat lainnya serta mempunyai kemampuan untuk
terakumulasi pada makhluk hidup (CCME 2003 in Riani 2012). Logam berat Hg
berbahaya karena bersifat biomagnifikasi sehingga dapat terakumulasi dalam
jaringan tubuh organisme melalui rantai makanan. Organisme yang berada pada
rantai yang paling tinggi (top carnivora) memiliki kadar merkuri yang lebih tinggi
dibanding organisme dibawahnya (Hutagalung 1989 in Apriadi 2005).
Kandungan merkuri pada daging kerang bulu di Perairan Cituis lebih besar
dibandingkan Kronjo dengan nilai masing-masing sebesar 4.3 mg/kg dan 0.6
mg/kg. Kadar merkuri pada insang kerang bulu lebih besar di Perairan Kronjo
dibandingkan Perairan Cituis, yaitu sebesar 1.9 mg/kg dan 1 mg/kg. Logam
merkuri banyak digunakan dalam berbagai kegiatan manusia, antara lain pabrik
alat-alat listrik, pabrik klor alkali, pertanian, cat, peralatan kedokteran gigi,
penggunaan di laboratorium, katalis dan farmasi (Darmono 1995).

12
Riani (2008) in Riani (2012) berpendapat bahwa bahan beracun dan
berbahaya (B3) seperti logam berat, terdapat di dalam ekosistem perairan tawar
dan laut bukan hanya berasal dari kegiatan industri, tapi juga berasal dari kegiatan
lain seperti dari limbah domestik, limbah pertanian, limbah rumah sakit, limbah
dari berbagai kegiatan ekonomi lain yang ada di darat dan sebagainya. Selain itu,
dalam ekosistem perairan seperti di laut juga terdapat limbah B3 yang berasal dari
kegiatan yang dilakukan di laut itu sendiri, seperti limbah dari kegiatan pencucian
mesin kapal, limbah dari kapal yang berlabuh, limbah dari operasional kapal
seperti ceceran minyak dan oli, limbah organik dari sampah para penumpang
kapal, B3 dari antifouling dan cat kapal serta limbah dari pembakaran BBM
seperti logam berat, lepasnya emisi NOx, SOx, dan CO2, B3 dari tumpahan minyak
yang berasal dari kapal dan sebagainya.
Nilai logam berat Pb, Cd, dan Hg yang dianalisis dalam daging dan insang
kerang bulu mempunyai nilai yang berfluktuasi. Namun secara garis besar dapat
dilihat bahwa kandungan Pb, Cd, dan Hg pada kerang bulu di Perairan Cituis
lebih besar dibandingkan Perairan Kronjo. Kondisi ini diduga terjadi karena
Perairan Cituis mendapat masukan limbah yang lebih tinggi dibandingkan
Perairan Kronjo. Beberapa faktor yang menyebabkan masukan limbah pada
Perairan Cituis lebih tinggi antara lain aktivitas kapal tinggi, letak Perairan Cituis
lebih dekat dengan Teluk Jakarta, serta mendapat masukan dari Sungai Cirarab.
Nilai konsentrasi logam berat pada kerang bulu di Perairan Kronjo dan
Cituis berbeda dikarenakan faktor-faktor lingkungan mempengaruhi akumulasi
logam berat pada biota. Bioakumulasi logam berat pada biota air dipengaruhi
oleh jenis logam, jenis biota, lama pemaparan dan ditentukan oleh kondisi
lingkungan perairan seperti suhu, pH, salinitas (Shin dan Lam 2001 in Riani 2012)
(Lampiran 4).
Damono (2001) in Kadang (2005) mengemukakan bahwa jaringan yang
paling banyak mengakumulasi logam berat berturut-turut adalah hepatopankreas,
insang, dan daging. Hasil penelitian Kadang (2005) pada kerang darah (Anadara
granosa) menunjukkan bahwa daya akumulasi logam berat tertinggi secara
berturut-turut adalah hepatopankreas, insang, dan daging. Namun hasil penelitian
ini menunjukkan akumulasi logam berat pada daging lebih tinggi dibandingkan
insang di Perairan Cituis lebih tinggi, sementara akumulasi logam berat pada
daging lebih rendah dibandingkan insang di Perairan Kronjo.
Faktor konsentrasi (bioconcentration factor/BCF) rata-rata logam berat Pb
pada kerang bulu sebesar 69.08 sedangkan logam Cd sebesar 1125. Perbedaan
besarnya nilai BCF logam Pb dan Cd dipengaruhi oleh jenis logam berat
(Hutagalung 1984). Menurut Van Esch (1977) in Suprapti (2008), terdapat tiga
kategori nilai BCF sebagai berikut: (1) nilai lebih besar dari 1000 masuk dalam
katagori sifat akumulatif tinggi, (2) nilai BCF 100 s/d 1000 disebut sifat
akumulatif sedang, dan (3) BCF kurang dari 100 dikatagorikan dalam kelompok
sifat akumulatif rendah. Hal ini menunjukkan bahwa nilai BCF kerang bulu
tergolong akumulatif rendah untuk Pb dan akumulatif tinggi untuk Cd.
Nilai BCF Cd lebih tinggi dibandingkan Pb. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Anggraeny (2010) pada kerang darah (Anadara granosa) di Perairan
Bojonegara, Serang. Nilai BCF kerang darah sebesar 13-16 untuk logam Pb dan
61-64 untuk logam Cd. Menurut Hutagalung (1984), nilai BCF untuk makroinvertebrata berkisar 7.000-100.000 untuk Pb dan 82.000-182.000 untuk Cd.

13
Keberadaan logam berat Pb, Cd, dan Hg pada daging dan insang kerang
bulu (Anadara antiquata) menunjukkan bahwa kerang bulu mampu
mengakumulasi logam berat di dalam tubuhnya. Kemampuan mengakumulasi
logam berat membuat kerang bulu dapat dijadikan bioindikator pencemaran logam
berat yang baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Darmono (1995) yang
mengatakan kerang merupakan indikator yang baik dalam memonitor suatu
pencemaran lingkungan oleh logam. Phillips (1980) in Hutagalung (1984) juga
berpendapat bahwa kerang (moluska bivalvia) merupakan bioindikator yang
paling tepat dan efisien. Kerang mempunyai kemampuan mengakumulasikan
logam berat dalam tubuhnya maka kandungan logam berat dalam tubuh kerang
akan meningkat terus bersamaan dengan lamanya kerang tersebut tinggal dalam
perairan yang mengandung logam berat. Bahkan kandungan logam berat dalam
tubuh kerang dapat lebih tinggi dibandingkan dengan lingkungan (Hutagalung dan
Razak 1981 in Suryono 2006).
Baku mutu logam berat Pb, Cd, dan Hg untuk kekerangan (bivalve)
moluska dan teripang berdasarkan SNI (2009) masing-masing sebesar 1.5 mg/kg,
1 mg/kg, dan 1 mg/kg. Kadar Pb dan Cd daging dan insang kerang bulu di
Perairan Kronjo tidak melebihi baku mutu yang ditetapkan. Kadar Hg pada
daging kerang bulu dibawah nilai baku mutu sedangkan kadar Hg pada insang
melebihi baku mutu yakni sebesar 1.9 mg/kg. Kondisi sebaliknya terjadi pada
Perairan Cituis. Kadar logam berat Cd dan Hg pada daging dan insang kerang
bulu telah melebihi baku mutu, sementara kandungan Pb pada insang kerang bulu
masih berada di bawah ambang batas baku mutu yakni sebesar 0.6 mg/kg.
Kerang bulu (Anadara antiquata) merupakan salah satu jenis kerang
konsumsi. Oleh karena itu diperlukan analisis batas aman konsumsi kerang bulu
di Daerah Kronjo dan Cituis yang telah terpapar logam berat. Berdasarkan Badan
Standardisasi Nasional (SNI 7387:2009) tentang batas maksimum cemaran logam
berat dalam pangan dan CODEX STAN 193-1995 tahun 2007 mengenai standar
CODEX untuk kontaminan dan toksik pada makanan, bahwa nilai PTWI
(Provisional Tolerable Weekly Intake/Asupan yang ditoleransi untuk seminggu)
sebesar 0.025 mg/kg untuk Pb, 0.007 mg/kg untuk Cd, dan 0.0016 mg/kg untuk
Hg.
Penentuan batas aman konsumsi bertujuan untuk mengetahui batas
konsumsi kerang bulu yang telah tercemar logam berat sehingga tidak
membahayakan kesehatan dengan mengacu pada baku mutu yang telah ditetapkan.
Batas aman konsumsi untuk logam Pb sebesar 28.6-44.9 g/kg bb/minggu untuk
kerang bulu di Perairan Kronjo dan 3.9-40.3 g/kg bb/minggu untuk kerang bulu di
Perairan Cituis. Batas aman konsumsi untuk logam Cd sebesar 23.5-134.6 g/kg
bb/minggu untuk kerang bulu di Perairan Kronjo dan 3.1-4 g/kg bb/minggu untuk
kerang bulu di Perairan Cituis. Batas aman konsumsi untuk logam Hg sebesar
0.8-2.8 g/kg bb/minggu untuk kerang bulu di Perairan Kronjo dan 0.4-1.6 g/kg
bb/minggu untuk kerang bulu di Perairan Cituis.
Nilai batas aman konsumsi untuk setiap orang berbeda tergantung berat
badan dan kondisi tubuh setiap orang. Kelayakan konsumsi kerang bulu sebesar
0.8-2.8 g/kg bb/minggu untuk kerang bulu di Perairan Kronjo dan 0.4-1.6 g/kg
bb/minggu untuk kerang bulu di Perairan Cituis. Berat badan rata-rata orang
Indonesia adalah 50 kg sehingga tingkat kelayakan konsumsi kerang bulu sebesar
40-140 g/minggu untuk kerang bulu yang berasal dari Kronjo dan 20-80 g/minggu

14
untuk kerang bulu di daerah Cituis. Penetapan tingkat kelayakan konsumsi kerang
bulu bertujuan untuk meminimalkan dampak negatif yang diperoleh dari kerang
bulu yang sudah tercemar logam berat bagi manusia yang mengkonsumsinya.

KESIMPULAN
Kerang bulu (Anadara antiquata) mampu mengakumulasi logam berat
dalam tubuhnya. Kandungan logam berat lebih tinggi dibandingkan insang di
Perairan Cituis lebih tinggi, sementara akumulasi logam berat pada daging lebih
rendah dibandingkan insang di Perairan Kronjo. Kandungan logam berat Pb, Cd,
dan Hg pada kerang bulu lebih besar di Perairan Cituis dibandingkan Kronjo.

DAFTAR PUSTAKA
Anggraeny YA. 2010. Analisis kandungan logam berat Pb, Cd, dan Hg pada
kerang darah (Anadara granosa) di Perairan Bojonegara, Kecamatan
Bojonegara, Kabupaten Serang [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Arifin Z, Situmorang SP, Booij K. 2010. Geochemistry of heavy metals (Pb, Cr
and Cu) in sediments and benthic communities of Berau Delta, Indonesia.
Coastal Marine Science. 34(1):205-211.
[APHA] American Public Health Association. 2005. Standard method for the
examination of water & wastewater ed 21 th 3111B. Eaton AD, Franson
MAH, editor. APHA.
Apriadi D. 2005. Kandungan logam berat Hg, Pb dan Cr pada air, sedimen dan
kerang hijau (Perna viridis L.) di Perairan Kamal Muara, Teluk Jakarta
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Baraj B, Niencheski LF, Corradi C. 2003. Trace metal content trend of mussel
Perna perna (Linnaeus, 1758) from the Atlantic Coast of Southern Brazil.
Water Air Soil Pollution 145(1):2005-214.
Carvan MJ, Heiden TK, Tomasiewicz H. 2005. The utility of zebrafish as a model
for toxicological research. Biochemistry and Molecular Biology of Fishes
vol 6. Editor T. P. Mommsen and T. W. Moon. Elsevier.
CODEX STAN 193-1995 Rev. 3-2007. 2007. CODEX GENERAL STANDARD
FOR CONTAMINANTS AND TOXINS IN FOODS.
Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Jakarta (ID): UIPress.
Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Fernanda L. 2012. Studi kandungan logam berat timbal (Pb), nikel (Ni), kromium
(Cr) dan kadmium (Cd) pada kerang hijau (Perna viridis) dan sifat

15
fraksionasinya pada sedimen laut [skripsi]. Depok (ID): Universitas
Indonesia.
Gupta SK, Singh J. 2011. Evaluation of mollusc as sensitive indicator of heavy
metal pollution in aquatic system: a Review. The IIOAB Journal. 2(1):4957.
Halstead BW. 1972. Toxicity of Marine Organism Caused by Pollutant. Marine
Pollution and Sealife. Editor Mario Ruivo. FAO Fishes News (Book) Ltd.
England.
Hutagalung HP. 1984. Logam berat dalam lingkungan laut. Oseana. 9(1):11-20.
Hutagalung HP, Razak H. 1982. Pengamatan pendahuluan kadar Pb dan Cd dalam
air dan biota di estuaria Muara Angke. Oseanologi di Indonesia. 15:1-10.
Iswani GS, Hidayat F, Zulkarnaen A. 1995. Stripping Voltammetry Glassy
Carbon pada Studi Cemaran Logam Berat Cd dan Pb di Perairan Gresik
dengan Bioindikator Kerang Bulu (Anadara antiquata Linn). Prosiding
Pertemuan dan Presentasi Ilmiah PPNY-BATAN Yogyakarta 25-27 April
1995.
Kadang L. 2005. Analisis status pencemaran logam berat Pb, Cd dan Cu di
Perairan Teluk Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur [tesis]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Metian M, Hedouin L, Barbot Q, Teyssie JL, Fowler SW, Goudard F. 2005. Use
of radiotracer techniques to study subcellular distribution of metals and
radionuclides in bivalves from the Noumea Lagoon, New Caledonia.
Bulletin of Environmental Contamination and Toxicology. 75:89–93.
Mostafa AR, Al-Alimi AK, Barakat AO. 2009. Metals in surface sediments and
marine bivalves of the Hadhramout coastal area, Gulf of Aden, Yamen.
Marine Pollution Bulletin 58(2):308-311
Mukhtasor. 2007. Pencemaran Pesisir dan Laut. Jakarta: Pradnya Paramita.
Ningtias P. 2002. Tingkat akumulasi logam berat Pb, Cd, Cu dan Zn pada kerang
hijau (Perna viridis L.) di Perairan Muara Kamal, Teluk Jakarta [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Otchere FA. 2003. Heavy metals concentrations and burden in the bivalves
(Anadara (Senilia) senilis, Crassostrea tulipa and Perna perna) from
lagoons
in
Ghana:
model
to
describe
mechanism
of
accumulation/excretion. African Journal of Biotechnology. 2(9): 280-287.
Paul-Pont I, Baudrimont M, Gonzalez P, de Montaudouin X. 2008. Seasonal
Modulated MT Synthesis In The Cockle (Cerastoderma edule) After
Parasite and Cadmium Contamination. Marine Pollution: New Research.
Editor Tobias N. Hofer. Hal 161-220. New York. Nova Science Publishers,
Inc.
Prihatini W. 2013. Ekobiologi kerang bulu Anadara antiquata di perairan
tercemar logam berat. Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah Suplemen
16(3):1-10.
Riani E. 2012. Perubahan Iklim dan Kehidupan Biota Akuatik (Dampak pada
Bioakumulasi Bahan Berbahaya dan Beracun & Reproduksi). Bogor (ID):
IPB Press.
Rittschof D, McClellan-Green P. 2005. Molluscs as multidisciplinary models in
environment toxicology. Marine Pollution Bulletin. 50(4): 369–373.

16
Rochyatun E. 1995. Kandungan logam berat dalam daging kerang (Anadara
pilula) dari Perairan Muara Sungai Panimbang Banten. Kimia dalam
Industri dan Lingkungan: Perkembangan Mutakhir dalam Teori,
Instrumentasi dan Aplikasi [internet]. Yogyakarta, 11-12 Desember 1995.
[diunduh 2014 April 25].
Ruangwises S, Ruangwises N. 2011. Concentrations of total and inorganic arsenic
in fresh fish, mollusks, and crustaceans from the Gulf of Thailand.
Journal of Food Protection 74(3):450–455.doi: 10.4315/0362-028X.JFP10-445.
Saeni M. S. 1989. Kimia Lingkungan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Ditjen Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. IPB Bogor.
Sanusi HS, Suwirna S, Sadjirun S. 1985. Kandungan dan Distribusi Logam Berat
pada Berbagai Komoditi Ikan Laut yang Disalurkan Lewat TPI, Jakarta.
Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2009. Batas Maksimum Cemaran Logam Berat
Dalam Pangan. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.
Suprapti NH. 2008. Kandungan chromium pada perairan, sedimen dan kerang
darah (Anadara granosa) di wilayah pantai sekitar Muara Sungai Sayung,
Desa Morosari Kabupaten Demak, Jawa Tengah. BIOMA 10(2):53-56.
Suryono CA. 2006. Bioakumulasi logam berat melalui sistim jaringan makanan
dan lingkungan pada kerang bulu Anadara inflata. Ilmu Kelautan
11(1):19-22.
Suwignyo S, Widigdo B, Wardiatno Y, Krisanti M. 2005. Avertebrata Air Jilid I.
Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Syakti AD, Hidayati NV, Siregar AS. 2012. Agen Pencemaran Laut. Bogor (ID):
IPB Press.
Wang X, Zhou Y, Yang H, Wang Q, Liu S. 2010. Investigation of heavy metals in
sediments and Manila clams Ruditapes philippinarum from Jiaozhou Bay,
China.
Environ
Monit
Assess.
Suplemen
170:631-643.doi:
10.1007/s10661-009-1262-5.
Yap CK, Ismail A, Tan SG. 2009. Effect of body size on heavy metal contents
and concentration green-lipped mussel Perna viridis (Linnaeus) from
Malaysian Coastal Water. Pertanika Journal Science and Technology
17(1):61-68.
Zahir MSM, Kamaruzzaman BY, John, BA, Jalal KCA, Shahbudin S, AlBarwani SM, Goddard JS. 2011. Bioacumulation of selected metals in the
blood cockle (Anadara granosa) from Langkawi Island, Malaysia.
Oriental Journal of Chemistry 27(3):979-984.

17
LAMPIRAN
Lampiran 1 Metode destruksi
Sampel kerang bulu
Aktivitas
ditambahkan
Manusia
asam nitrat 65% sebanyak 10 ml

Sampel dipanaskan hingga uap yang terbentuk berubah warna dari coklat
menjadi putih

Jika uap yang terbentuk masih berwarna coklat, tambahkan asam nitrat
65% ke dalam larutan hingga uap berubah menjadi putih

Sampel didinginkan

Tambahkan asam perklorat 70% sebanyak 2 ml

Tambah akuades hingga sampel menjadi 100 ml

Sampel disaring dengan keratas Whattman nomor 42 dengan porositas
0.45 μm
Sampel siap dianalisis

Lampiran 2 Perhitungan faktor konsentrasi
BCF = Ct/Cw
1. Perairan Kronjo
BCF Pb daging = 0.6/0.007 = 85.7
BCF Pb insang = 0.9/0.007 = 128.6
BCF Cd daging = 0.1/0.001 = 100
BCF Cd insang = 0.3/0.001 = 300
2. Perairan Cituis
BCF Pb daging = 6.5/0.114 = 57
BCF Pb insang = 0.6/0.114 = 5

18
BCF Cd daging = 2.3/0.001 = 2300
BCF Cd insang = 1.8/0.001 = 1800

Lampiran 3 Perhitungan batas aman konsumsi kerang bulu (Anadara antiquata)
di Perairan Kronjo dan Cituis
Berat maksimum kerang yang diperbolehkan dalam seminggu (PTWI):
Baku mutu
PTWI =
Kadar logam dalam daging

1. Logam Pb di Perairan Kronjo
Baku mutu yang ditetapkan SNI (2009) = 0.025 mg/kg BB/ minggu
= 25 μg/kg BB/minggu
Kadar Pb dalam daging = 0.5565 mg/kg = 0.5565 μg/g
25 μg/kg
= 44.9236 g/kg BB/ minggu
PTWI =
0.5565 μg/g

Kadar Pb dalam insang = 0.5565 mg/kg = 0.875 μg/g
25 μg/kg
PTWI =
= 28.5714 g/kg BB/ minggu
0.875 μg/g

Nilai PTWI logam Pb yang diperbolehkan untuk kerang bulu (Anadara
antiquata) di Perairan Kronjo sebesar 28.6 – 44.9 g/kg BB/minggu
2. Logam Cd di Perairan Kronjo
Baku mutu yang ditetapkan SNI (2009) = 0.007 mg/kg BB/ minggu
= 7 μg/kg BB/minggu
Kadar Cd dalam daging = 0.052 mg/kg = 0.052 μg/g
7 μg/kg
= 134.6154 g/kg BB/ minggu
PTWI =
0.052 μg/g

Kadar Cd dalam insang = 0.2975 mg/kg = 0.2975 μg/g
7 μg/kg
= 23.5294 g/kg BB/ minggu
PTWI =
0.2975 μg/g

Nilai PTWI logam Cd yang diperbolehkan untuk kerang bulu (Anadara
antiquata) di Perairan Kronjo sebesar 23.5 – 134.6 g/kg BB/minggu
3. Logam Hg di Perairan Kronjo
Baku mutu yang ditetapkan SNI (2009) = 0.0016 mg/kg BB/ minggu
= 1.6 μg/kg BB/minggu
Kadar Hg dalam daging = 0.5705 mg/kg = 0.5705 μg/g
1.6 μg/kg
PTWI =
= 2.8026 g/kg BB/ minggu
0.5705 μg/g
Kadar Hg dalam insang = 1.9455 mg/kg = 1.9455 μg/g
1.6μg/kg
PTWI =
= 0.8224 g/kg BB/ minggu
1.9455 μg/g

Nilai PTWI logam Hg yang diperbolehkan untuk kerang bulu (Anadara
antiquata) di Perairan Kronjo sebesar 0.8224– 2.8026 g/kg BB/minggu

19
4. Logam Pb di Perairan Cituis
Baku mutu yang ditetapkan SNI (2009) = 0.025 mg/kg BB/ minggu
= 25 μg/kg BB/minggu
Kadar Pb dalam daging = 6.49 mg/kg = 6.49 μg/g
25 μg/kg
= 3.8521 g/kg BB/ minggu
PTWI =
6.49 μg/g

Kadar Pb dalam insang = 0.62 mg/kg = 0.62 μg/g
25 μg/kg
PTWI =
= 40.3226 g/kg BB/ minggu
0.62 μg/g

Nilai PTWI logam Pb yang diperbolehkan untuk kerang bulu (Anadara
antiquata) di Perairan Kronjo sebesar 3.9 – 40.3 g/kg BB/minggu
5. Logam Cd di Perairan Cituis
Baku mutu yang ditetapkan SNI (2009) = 0.007 mg/kg BB/ minggu
= 7 μg/kg BB/minggu
Kadar Cd dalam daging = 2.28 mg/kg = 2.28 μg/g
7 μg/kg
= 3.0702 g/kg BB/ minggu
PTWI =
2.28 μg/g

Kadar Cd dalam insang = 0.175 mg/kg = 0.175 μg/g
7 μg/kg
= 4 g/kg BB/ minggu
PTWI =
0.175 μg/g

Nilai PTWI logam Cd yang diperbolehkan untuk kerang bulu (Anadara
antiquata) di Perairan Kronjo sebesar 3.1 - 4 g/kg BB/minggu
4. Logam Hg di Perairan Cituis
Baku mutu yang ditetapkan SNI (2009) = 0.0016 mg/kg BB/ minggu
= 1.6 μg/kg BB/minggu
Kadar Hg dalam daging = 4.34 mg/kg = 4.34 μg/g
1.6 μg/kg
PTWI =
= 0.3687 g/kg BB/ minggu
4.34 μg/g

Kadar Hg dalam insang = 1.01 mg/kg = 1.01 μg/g
1.6μg/kg
PTWI =
= 1.5842 g/kg BB/ minggu
1.01 μg/g

Nilai PTWI logam Hg yang diperbolehkan untuk kerang bulu (Anadara
antiquata) di Perairan Kronjo sebesar 0.4– 1.6 g/kg BB/minggu

Lampiran 4 Keadaaan umum Perairan Kronjo dan Cituis
No.
FISIKA
1
2
3
4
KIMIA
1
2
3
4
5
6

Parameter

Satuan

Kronjo

Cituis

Kecerahan
Suhu
Kekeruhan
TSS

cm
ᵒC
NTU
mg/L

99.13
28.94
23.41
38.73

125.33
29.54
13.27
32.15

pH
DO
Salinitas
BOD5
Timbal (Pb)
Kadmium (Cd)

mg/L
psu
mg/L
mg/L
mg/L

8.19
6.61
29.75
4.11
0.007