Kerang Bulu (Anadara Inflata) Sebagai Bioindikator Pencemaran Logam Berat Timbal (Pb) Dan Cadmium (Cd) Di Muara Sungai Asahan

(1)

KERANG BULU (Anadara inflata) SEBAGAI BIOINDIKATOR

PENCEMARAN LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) DAN

CADMIUM (Cd) DI MUARA

SUNGAI ASAHAN

T E S I S

Oleh

ERNAWATI

087030007

PROGRAM STUDI MAGISTER BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

KERANG BULU (Anadara inflata) SEBAGAI BIOINDIKATOR

PENCEMARAN LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) DAN

CADMIUM (Cd) DI MUARA

SUNGAI ASAHAN

T E S I S

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Oleh

ERNAWATI

087030007

PROGRAM STUDI MAGISTER BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(3)

Judul Penelitian : KERANG BULU (Anadara inflata) SEBAGAI

BIOINDIKATOR PENCEMARAN LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) DAN CADMIUM (Cd) DI MUARA SUNGAI ASAHAN

Nama : ERNAWATI

NIM : 087030007

Program Studi : PASCASARJANA BIOLOGI

Mengetahui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ing. Ternala A. Barus M.Sc Prof.Dr. Syafruddin Ilyas M.BioMed

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan FMIPA

Prof.Dr.Dwi Suryanto, MSc Dr.Sutarman, M.Sc


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 14 Agustus 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ing. Ternala A. Barus M.Sc

Anggota : 1. Prof. Dr. Syafruddin Ilyas M.BioMed

2. Prof. Dr. Retno Widhiastuti MS 3. Dr. Suci Rahayu


(5)

PERNYATAAN

KERANG BULU (Anadara inflata) SEBAGAI BIOINDIKATOR PENCEMARAN LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) DAN

CADMIUM (Cd) DI MUARA SUNGAI ASAHAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Agustus 2010 Penulis

Ernawati


(6)

PENGHARGAAN

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penelitian yang berjudul “Kerang Bulu (Anadara Inflata) Bioindikator

Pencemaran Logam Berat Timbal (Pb) Dan Cadmium (Cd) Di Perairan Muara Asahan”. Dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Magister Biologi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ing. Ternala Alexander Barus, M.Sc sebagai Dosen Pembimbing I dan Prof. Dr. Syafruddin Ilyas M.Bio.Med selaku Dosen Pembimbing II Penulis yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan selama penulis melaksanakan penelitian sampai selesainya penyusunan hasil penelitian ini.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof.Dr.Retno Widhiastuti, M.Si, sebagai Dosen Penguji yang telah memberikan arahan dan masukan dalam penyempurnaan penyusunan hasil penelitian ini.

2. Dr.Suci Rahayu, M.Sc, sebagai Dosen Penguji yang telah memberikan arahan

dan masukan dalam penyempurnaan penyusunan hasil penelitian ini.

3. Prof.Dr.Dwi Suryanto, M.Sc., sebagai Ketua Program Studi Magister Biologi pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.


(7)

4. Gubernur Provinsi Sumatera Utara dan Kepala Bapeda Sumatera Utara yang telah memberikan beasiswa S2 kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Studi S2.

5. Bapak Drs. Agus Ismadi Kuncoro, sebagai Kepala SMAN 5 Binjai yang telah

memberikan dukungannya bagi penulis.

6. Suamiku (Mukhlizar Mukhtar), Ayahanda dan Ibunda terkasih (Imran Hadi dan Almh.Dahwiah Alwi) dan anak-anakku tercinta (Hilman, Yudha, dan Luthfi) serta saudara-saudaraku tersayang (Danial, Alisan, Iwan, Eli, Juhri, Fitri dan Minah) yang telah memberiku doa dan dukungannya.

7. Teman-teman dalam tim penelitian yang telah banyak memberikan motivasi dan dukungannya dalam penyelesaian tesis ini.

Akhir kata semoga Allah SWT memberikan rahmatNya dalam kita mengejar ilmu dan semoga penelitian ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Agustus 2010


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Teluk Nibung Tanjung Balai Asahan pada tanggal 25 Maret 1969. Anak Kedua dari Tujuh bersaudara dari pasangan Ayahanda Imran Hadi dan Ibunda Dahwiah Alwi. Menikah pada tanggal 9 Februari 1992 dengan Drs. Mukhlizardi Mukhtar, anak keempat dari enam bersaudara dari pasangan Bapak Mukhtar (Alm.) dan Ibu Nursilam (Alm.). Telah dikaruniai 3 orang putra-putri : M.Hilman Zarkasih, M.Yudha, dan Luthfi Lizardi.

Adapun riwayat pendidikan penulis :

1. SD Negeri Pematang Pasir Tanjung Balai Asahan Tahun 1983 2. SMP Negeri 1 Tanjung Balai Asahan Tahun 1986

3. SMA Negeri 1 Tanjung Balai Asahan Tahun 1989

4. D3 Jurusan Kependidikan Biologi FMIPA USU Tahun 1992.

5. S1 Jurusan Biologi FMIPA UNIMED Pada tahun 1997

6. S2 Tahun 2008 mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan Program Magister (S2) di Program Studi Biologi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dengan beasiswa dari Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.

Riwayat Pekerjaan

1. Tahun 1993 diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil di SMA Negeri 1 Gebang

Kabupaten Langkat.

2. Tahun 2000 pindah tugas ke SMA Negeri 5 Binjai dan bertugas di sekolah


(9)

ABSTRAK

KERANG BULU (Anadara inflata) SEBAGAI BIOINDIKATOR

PENCEMARAN LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) DAN CADMIUM

(Cd) DI MUARA SUNGAI ASAHAN

Muara Sungai Asahan adalah kawasan yang mendapat pengaruh langsung

aliran massa air dari Sungai Asahan yang berasal dari Danau Toba dan perairan Laut Selat Malaka. Berbagai aktivitas masyarakat di perairan tersebut dapat mempengaruhi kualitas perairan termasuk logam beratnya.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kandungan logam berat Pb dan Cd pada daging kerang bulu (Anadara inflata), air dan sedimen. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2009 di muara Sungai Asahan. Pengamatan dilakukan pada 3 stasiun dengan masing-masing 3 ulangan. Stasiun 1 lokasinya di mulut muara, stasiun II 4 mil lepas pantai, dan stasiun III 5 mil lepas pantai. Metode yang digunakan untuk pengambilan sampel adalah ”Purpossive Random Sampling”.

Analisa kandungan logam berat Timbal (Pb) dan Cadmium (Cd) dilakukan di

Laboratorium Bapedalda Sumatera Utara dengan menggunakan alat AAS (Atomic

Absorption Spectrophotometer) tipe Shimadzu, series AA.6200 dengan batas deteksi Cd≥0,004 ppm, Pb≥0,01 ppm.

Hasil pengukuran kandungan logam berat Pb daging kerang bulu (Anadara inflata) rata-rata 0,0021-0,0187 ppm, kandungan logam berat Cd daging kerang bulu (Anadara inflata) rata-rata 0,0049-0,0146 ppm. Nilai konsentrasi logam berat Pb dan Cd daging kerang bulu belum melebihi batas baku mutu yang ditetapkan oleh Keputusan Dirjen Pom No.03725/B/SK/VII/1989 sebesar 2 ppm Pb dan 0,2 ppm Cd.

Nilai konsentrasi Pb dalam badan air rata-rata 0,0027-0,0065 ppm, kandungan Cd dalam badan air rata-rata 0,0076-0,0264 ppm. Nilai konsentrasi logam berat Pb dalam badan air belum melebihi batas baku mutu air air laut untuk biota laut yang ditetapkan Kep.Men LH No.51/2004 sebesar 0,008 ppm Pb dan 0,001 ppm Cd. Nilai konsentrasi Pb pada sedimen rata-rata 0,0403-0,0569 ppm sedangkan nilai konsentrasi logam Cd pada sedimen rata-rata 0,0120-0,0384 ppm. Nilai konsentrasi kandungan logam berat Pb dan Cd dalam sedimen masih dibawah batas alamiah yang telah direkomendasikan oleh Reseau National d’Observation (RNO, 1981 dalam

Ahmad, 2009) sebesar 10-70 ppm Pb dan 0,1-2 ppm Cd.


(10)

ABSTRACT

COCKLE SHELL (ANADARA INFLATE) AS BIO-INDICATOR

IN POLLUTED HEAVY METAL (PB) AND

CADMIUM (CD) ON MOUTH RIVER OFASAHAN

The Asahan river’s mouth is an area got directly influence in massive flowing of water from Asahan River sourced from Danau Toba and Malacca Strait’s sea waters. Variously activities of community on that waters can influence the quality of waters including its heavy metal.

The objective of this study is to know the content of heavy metal Pb and Cd on the flesh of cockle shell (Anadara inflate), water and sediment. This study was conducted on August 2009 on Asahan River’s mouth. The survey was done on 3 stations with 3 repetitions of each. Station I located on the end of mouth, station II 4 miles seashore, and station III of 5 miles seashore. The method used in taking the sample known as purposive random sampling.

To analyze the content of its heavy metal (Pb) and Cadmium (Cd) was completed on Laboratory of Bapedalda Sumatera Utara adopting the Atomic Absorption Spectrophotometer type Shimadzu, series AA.6200 with detection limit Cd ≥ 0.004 ppm, Pb ≥ 0.01 ppm.

The assessment to the content of heavy metal Pb on flesh of cockle shell (Anadara inflate) resulted average 0.0021-0.0187 ppm, content of heavy metal Cd on the flesh is average 0.0049-0.0146 ppm. The concentrated rate of heavy metal Pb and Cd the flesh do not exceed yet limit of quality standard as defined by government decree Dirjen POM No.03725/B/SK/VII/1989 with 2 ppm Pb and 0.2 ppm Cd.

The concentrated rate Pb within water body average 0.0027-0.0065 ppm, the content CD within water body average 0.0076-0.0264 ppm. The concentrated rate of heavy metal Pb within water body do not exceed limit of quality standard on sea water for marine biota as defined by government decree Kep.Men LH No.51/2004 of 0.008 ppm Pb and 0.001 ppm Cd. The concentrated rate of Pb on sediment average 0.0403-0.0569 ppm whereas the concentrated rate of Cd metal on sediment average of 0.0120-0.0384 ppm. The concentrated rate of content heavy metal Pb and Cd in

sediment is still underestimate as has been recommended by Reseau National

d’Observation (RNO, 1981 in Ahmad, 2009) of 10-70 ppm Pb and 0.1-2 ppm Cd. ]keywords : cockle shell, bio-indicator, heavy metal.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

PENGHARGAAN ... i

RIWAYAT HIDUP ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Hipotesis ... 5

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Pencemaran Laut... 7

2.1.1 Pengertian Logam Berat... 9

2.1.2 Karakteristik Logam berat... 10

2.1.3 Dampak Negatif Logam Berat Bagi Manusia... 13

2.2 Kasus Pencemaran Logam Berat Di Indonesia... 15

2.3 Pencemaran Logam Berat Pada Wilayah Pesisir ... 16

2.4 Sumber Logam Berat Pb dan Cd di Perairan ... 20

2.5 Bioindikator Pencemaran Logam Berat ... 22

2.6 Biologi Kerang Bulu (Anadara inflata) ... 24

2.7 Spektroskopi Serapan Atom (SSA)... 27

2.8 Faktor Fisik Kimia Perairan ... 28

BAB III BAHAN DAN METODE... 32

3.1 Waktu dan Tempat ... 32

3.2 Metoda Penelitian ... 32

3.3 Deskripsi Area ... 32

3.4 Alat dan Bahan... 33

3.5 Metode Pengambilan Sampel... 34

3.5.1 Kerang Bulu (Anadara inflata) ... 34

3.5.2 Air ... 35


(12)

3.6 Pengukuran Faktor Fisika, Kimia, dan Biologi Perairan ... 36

3.7  Analisis data ... 39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

4.1 Kandungan Logam Berat pada Daging Anadara inflata ... 41

4.1.1 Timbal (Pb) ... 41

4.1.2 Cadmium (Cd)... 45

4.2 Kandungan Logam Berat Dalam Badan Air ... 48

4.2.1 Timbal (Pb) ... 48

4.2.2 Cadmium (Cd)... 52

4.3 Kandungan Logam Berat Dalam Sedimen Di Perairan Muara Sungai Asahan ... 57

4.3.1 Timbal (Pb) ... 57

4.3.2 Cadmium (Cd)... 60

4.4 Korelasi Antara Pb atau Cd Daging Kerang dengan Pb atau Cd Air dan Sedimen pada Stasiun I, II, dan III ... 64

4.4.1 Korelasi Antara Pb atau Cd Daging Kerang dengan Pb atau Cd Air dan Sedimen pada Stasiun I ... 64

4.4.2 Korelasi Antara Pb atau Cd Daging Kerang dengan Pb atau Cd Air dan Sedimen pada Stasiun II ... 66

4.4.3 Korelasi Antara Pb atau Cd Daging Kerang dengan Pb atau Cd Air dan Sedimen pada Stasiun III... 69

4.4.4 Korelasi Antara Pb atau Cd Daging Kerang dengan Pb atau Cd Air dan Sedimen pada Stasiun I, II Dan III... 71

4.5 Faktor Fisika Kimia Perairan Muara Sungai Asahan ... 72

4.5.1 Temperatur (Suhu) ... 73

4.5.2 Kecerahan (Penetrasi Cahaya) ... 74

4.5.3 Padatan Tersuspensi Total (TSS) ... 75

4.5.4 Kandungan Organik Substrat (KO Substrat) ... 76

4.5.5 Tipe Substra ... 77

4.5.6 Derajat Keasaman (pH) atau Konsentrasi ion Hidrogen... 78

4.5.7 Salinitas ... 79

4.5.8 Kebutuhan Oksigen Kimia (COD)... 80

4.5.9 BOD5... 81

4.5.10 Oksigen Terlarut (DO) ... 82

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 84

5.1 Kesimpulan ... 84

5.2 Saran ... 86


(13)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

2.1. Kadar Normal dan Kadar Maksimum Logam Berat yang Masuk

ke Lingkungan Laut ... 19 2.2 Indikator Biologi dan Jenis-jenis Indikator... 24 3.1. Alat dan Bahan yang Digunakan dalam Penelitian... 34 3.2. Alat dan Satuan yang dipergunakan dalam Pengukuran Faktor

Fisika/Kimia dan Biologi Perairan ... 39 4.1. Hasil Analisa Kandungan Logam Pb pada Daging Kerang Bulu

(Anadara inflata)... 41 4.2. Hasil Analisa Kandungan Logam Berat Cd di Dalam Daging

Kerang Bulu (Anadara inflata) ... 45 4.3 Kandungan Kadmium (Cd) dalam Beberapa Jenis Air Buangan... 48 4.4. Hasil Analisa Konsentrasi Logam Pb (ppm) dalam Badan Air di

Perairan Muara Sungai Asahan ... 49 4.5. Perbandingan Logam Berat Timbal (Pb) ppm Dalam Perairan

Muara Sungai Asahan dan Perairan lain di Indonesia ... 51 4.6. Hasil Analisa Konsentrasi Logam Cd (ppm) dalam Badan Air di

Perairan Muara Sungai Asahan... 52 4.7. Persentase Kandungan Cd yang Masuk ke Teluk New York ... 53 4.8. Perbandingan Kadar Logam Berat Cadmium dalam Air Laut di

Perairan Muara Sungai Asahan dan Perairan lain di Indonesia ... 54 4.9 Hasil Pengukuran Kadar Logam Berat Pb dalam Sedimen di

Perairan Muara Sungai Asahan... 57 4.10 Perbandingan Kadar Logam Berat Timbal (Pb) ppm dalam

Sedimen di Perairan Muara Sungai Asahan dengan Perairan lain

di Indonesia ... 60 4.11 Hasil Pengukuran Kadar Logam Berat Cd dalam Sedimen di

Perairan Muara Sungai Asahan... 61 4.12 Perbandingan Kadar Cd di Perairan Muara Sungai Asahan

dengan Perairan di Indonesia lainnya ... 63 4.13 Korelasi Antara Pb atau Cd Daging Kerang Dengan Pb atau Cd

Air dan Sedimen pada Stasiun I ... 64 4.14 Korelasi Antara Pb atau Cd Daging Kerang Dengan Pb atau Cd

Air dan Sedimen pada Stasiun II... 67 4.15 Korelasi Antara Pb atau Cd Daging Kerang Dengan Pb atau Cd

Air dan Sedimen pada Stasiun III ... 69 4.16. Nilai Rata-rata Parameter Fisika Kimia Perairan pada Masing-


(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

A. Prosedur Analisa Logam Berat Pb dan Cd Dalam Kerang Bulu

(Anadara inflata)... 93

B. Prosedur Analisa Logam Berat (Terlarut) Pb dan Cd dalam Contoh Air 94 C. Prosedur Analisa Pb dan Cd dalam sedimen... 95

D. Surat Hasil Uji dan Analisis Logam Pb, Cd pada kerang, Air dan Sedimen dengan Uji AAS dari Laboratorium Bapedalda Sumatera Utara ... 96

E. Surat Hasil Analisis Substrat Organik, COD, TDS, dan TSS Puslit Sumatera Utara ... 97

F. Kepmen KLH No.51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut ... 98

G. Bagan Kerja Metode Winkler Untuk Mengukur Kelarutan Oksigen (DO) ... 100

H. Bagan Kerja Metode Winkler Untuk Mengukur BOD5... 101

I. Bagan Kerja Pengukuran COD dengan Metode Refluks ... 102

J. Bagan Kerja Untuk Mengukur Kadar Organik Substrat ... 103

K. Peta Lokasi Penelitian ... 104

L. Foto Stasiun Penelitian... 105

M. Alat Penangkap Kerang... 107

N. Foto Alat AAS (Atomic Absorbtion Spectrophotometer) Tipe Shimadzu, Series AA 6200 ... 108

O. Foto Alat Eeckman Grab ... 109


(16)

ABSTRAK

KERANG BULU (Anadara inflata) SEBAGAI BIOINDIKATOR

PENCEMARAN LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) DAN CADMIUM

(Cd) DI MUARA SUNGAI ASAHAN

Muara Sungai Asahan adalah kawasan yang mendapat pengaruh langsung

aliran massa air dari Sungai Asahan yang berasal dari Danau Toba dan perairan Laut Selat Malaka. Berbagai aktivitas masyarakat di perairan tersebut dapat mempengaruhi kualitas perairan termasuk logam beratnya.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kandungan logam berat Pb dan Cd pada daging kerang bulu (Anadara inflata), air dan sedimen. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2009 di muara Sungai Asahan. Pengamatan dilakukan pada 3 stasiun dengan masing-masing 3 ulangan. Stasiun 1 lokasinya di mulut muara, stasiun II 4 mil lepas pantai, dan stasiun III 5 mil lepas pantai. Metode yang digunakan untuk pengambilan sampel adalah ”Purpossive Random Sampling”.

Analisa kandungan logam berat Timbal (Pb) dan Cadmium (Cd) dilakukan di

Laboratorium Bapedalda Sumatera Utara dengan menggunakan alat AAS (Atomic

Absorption Spectrophotometer) tipe Shimadzu, series AA.6200 dengan batas deteksi Cd≥0,004 ppm, Pb≥0,01 ppm.

Hasil pengukuran kandungan logam berat Pb daging kerang bulu (Anadara inflata) rata-rata 0,0021-0,0187 ppm, kandungan logam berat Cd daging kerang bulu (Anadara inflata) rata-rata 0,0049-0,0146 ppm. Nilai konsentrasi logam berat Pb dan Cd daging kerang bulu belum melebihi batas baku mutu yang ditetapkan oleh Keputusan Dirjen Pom No.03725/B/SK/VII/1989 sebesar 2 ppm Pb dan 0,2 ppm Cd.

Nilai konsentrasi Pb dalam badan air rata-rata 0,0027-0,0065 ppm, kandungan Cd dalam badan air rata-rata 0,0076-0,0264 ppm. Nilai konsentrasi logam berat Pb dalam badan air belum melebihi batas baku mutu air air laut untuk biota laut yang ditetapkan Kep.Men LH No.51/2004 sebesar 0,008 ppm Pb dan 0,001 ppm Cd. Nilai konsentrasi Pb pada sedimen rata-rata 0,0403-0,0569 ppm sedangkan nilai konsentrasi logam Cd pada sedimen rata-rata 0,0120-0,0384 ppm. Nilai konsentrasi kandungan logam berat Pb dan Cd dalam sedimen masih dibawah batas alamiah yang telah direkomendasikan oleh Reseau National d’Observation (RNO, 1981 dalam

Ahmad, 2009) sebesar 10-70 ppm Pb dan 0,1-2 ppm Cd.


(17)

ABSTRACT

COCKLE SHELL (ANADARA INFLATE) AS BIO-INDICATOR

IN POLLUTED HEAVY METAL (PB) AND

CADMIUM (CD) ON MOUTH RIVER OFASAHAN

The Asahan river’s mouth is an area got directly influence in massive flowing of water from Asahan River sourced from Danau Toba and Malacca Strait’s sea waters. Variously activities of community on that waters can influence the quality of waters including its heavy metal.

The objective of this study is to know the content of heavy metal Pb and Cd on the flesh of cockle shell (Anadara inflate), water and sediment. This study was conducted on August 2009 on Asahan River’s mouth. The survey was done on 3 stations with 3 repetitions of each. Station I located on the end of mouth, station II 4 miles seashore, and station III of 5 miles seashore. The method used in taking the sample known as purposive random sampling.

To analyze the content of its heavy metal (Pb) and Cadmium (Cd) was completed on Laboratory of Bapedalda Sumatera Utara adopting the Atomic Absorption Spectrophotometer type Shimadzu, series AA.6200 with detection limit Cd ≥ 0.004 ppm, Pb ≥ 0.01 ppm.

The assessment to the content of heavy metal Pb on flesh of cockle shell (Anadara inflate) resulted average 0.0021-0.0187 ppm, content of heavy metal Cd on the flesh is average 0.0049-0.0146 ppm. The concentrated rate of heavy metal Pb and Cd the flesh do not exceed yet limit of quality standard as defined by government decree Dirjen POM No.03725/B/SK/VII/1989 with 2 ppm Pb and 0.2 ppm Cd.

The concentrated rate Pb within water body average 0.0027-0.0065 ppm, the content CD within water body average 0.0076-0.0264 ppm. The concentrated rate of heavy metal Pb within water body do not exceed limit of quality standard on sea water for marine biota as defined by government decree Kep.Men LH No.51/2004 of 0.008 ppm Pb and 0.001 ppm Cd. The concentrated rate of Pb on sediment average 0.0403-0.0569 ppm whereas the concentrated rate of Cd metal on sediment average of 0.0120-0.0384 ppm. The concentrated rate of content heavy metal Pb and Cd in

sediment is still underestimate as has been recommended by Reseau National

d’Observation (RNO, 1981 in Ahmad, 2009) of 10-70 ppm Pb and 0.1-2 ppm Cd. ]keywords : cockle shell, bio-indicator, heavy metal.


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Perairan Bagan Asahan yang terletak pada koordinat 03° 01' 00” LU dan 99° 51' 30” BT perairan tersebut penting di Sumatera Utara. Selain terletak di bibir Selat Malaka, Bagan Asahan adalah kawasan muara Sungai Asahan, sungai yang berhulu dari Danau Toba. Sungai Asahan mengalir melewati Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Asahan dan Kota Tanjung Balai. Sejumlah sungai kecil bermuara ke Sungai Asahan, sehingga semakin mendekati muaranya, debit air Sungai Asahan makin besar. Lebar Sungai Asahan di kawasan muara sekitar 1 kilometer.

Secara kasat mata, terutama yang terlihat di bagian sungai yang melewati Kota Tanjung Balai, Sungai Asahan telah tercemar. Air sungai selalu keruh dan sering pula terlihat tumpahan sisa minyak pelumas tergenang di sungai. Sejumlah industri di Asahan dan Tanjung Balai, terutama yang terdapat di sepanjang Sungai Asahan sekitar 10 kilometer sebelum muara, atau persisnya sejak pusat Kota Tanjung Balai, sisi kiri sungai merupakan tangkahan (pelabuhan pendaratan kapal ikan) yang setiap hari disinggahi sekitar 1.500 kapal, boat dan sampan nelayan (PT. Pelabuhan Indonesia 1, 2010).

Di pinggir Sungai Asahan terdapat Pelabuhan Teluk Nibung, yakni pelabuhan ekspor impor barang dan penumpang tujuan dalam dan luar negeri. Kemudian, di muara Sungai Asahan terdapat Pelabuhan Bagan Asahan. pelabuhan pelabuhan ini


(19)

letaknya berhadapan langsung dengan pelabuhan negara tetangga Malaysia atau Port Klang. Pelabuhan tersebut dimanfaatkan untuk pendaratan perahu maupun kapal nelayan, diantaranya adalah kapal nelayan penangkap kerang.

Tanjung Balai memang dikenal sebagai penghasil kerang bulu (Anadara

inflata) utama di Sumatera Utara, sehingga dikenal dengan sebutan sebagai kota kerang. Penangkapan kerang dilakukan secara tradisional maupun dengan peralatan tangkap modern. Hasilnya dijual ke berbagai kota di Sumatera Utara, seperti Medan, Binjai, Tanah Karo, Pematang Siantar, Kisaran, Rantau Prapat dan Padang Sidempuan.

Muara Sungai Asahan mendapat pengaruh langsung aliran massa air dari Sungai Asahan yang berasal dari Danau Toba dan perairan laut Selat Malaka. Di sepanjang Sungai Asahan banyak terdapat aktivitas manusia antara lain Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Asahan, pariwisata, pemukiman, rumah sakit, pabrik es (cold storange), pabrik kapur, industri tapioka, gudang-gudang penyimpanan barang, gudang-gudang ikan, tambak udang dan lalu lintas kapal mempunyai potensi membuang limbah khususnya logam berat ke Sungai Asahan. Perilaku masyarakat yang cendrung membuang limbah industri, limbah rumah tangga dan minyak sisa kapal ke Sungai Asahan akan dapat menyebabkan perairan muara Sungai Asahan tercemar logam berat seperti Kadmium (Cd), Plumbum (Pb).

Menurut Kementrian Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup (1990) sifat toksisitas logam berat dapat dikelompokan ke dalam 3 kelompok, yaitu bersifat toksik tinggi yang terdiri dari atas unsur-unsur Hg, Cd, Pb, Cu, dan Zn. Bersifat


(20)

toksik sedang terdiri dari unsur-unsur Cr, Ni, dan Co, sedangkan bersifat tosik rendah terdiri atas unsur Mn dan Fe (PPLH-IPB,1997; Sutamihardja et al., 1982, dalam

Marganof, 2003).

Logam berat berbahaya karena umumnya memiliki rapat massa tinggi dan sejumlah konsentrasi kecil dapat bersifat racun dan berbahaya, yang termasuk golongan logam berat adalah seluruh elemen logam kimia. Merkuri atau raksa (Hg), kadmium (Cd), arsen (As), kromium (Cr), talium (Tl), dan timbal (Pb) adalah beberapa contoh logam berat berbahaya. Logam berat merupakan komponen alami tanah. Elemen ini tidak dapat didegradasi maupun dihancurkan (Supriharyono, 2006).

Logam berat memiliki beberapa sifat, diantaranya yang pertama sulit didegradasi, sehingga mudah terakumulasi dalam lingkungan dan keberadaannya secara alami sulit terurai (dihilangkan). Kedua, dapat terakumulasi dalam organisme termasuk kerang dan ikan, dan akan membahayakan kesehatan manusia yang mengkonsumsi organisme tersebut. Ketiga, mudah terakumulasi di sedimen, sehingga konsentrasinya selalu lebih tinggi dari konsentrasi logam dalam air (PPLH, IPB, 1997; Sutamiharjda et al., 1982 dalam Marganof, 2003).

Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Dirjen POM) Nomor. 03725/B/SK/VII/1989 tentang batas Maksimum Cemaran Logam dalam makanan untuk biota laut dan hasil olahan sebesar 2 mg/kg (ppm). Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai kandungan logam berat timbal (Pb) dan cadmium (Cd) pada tersebut.


(21)

1.2Perumusan Masalah

Perairan muara Sungai Asahan dikenal sebagai penghasil kerang bulu (Anadara inflata) utama di Sumatera Utara. Kawasan tersebut juga muara dari limbah industri, kapal, rumah tangga dan minyak pelumas sisa kapal ke Sungai Asahan, terutama dari kawasan sepanjang 10 kilometer yakni dari Kota Tanjung Balai hingga ke perairan muara Sungai Asahan.

Melihat tingginya aktivitas masyarakat di sepanjang perairan muara Sungai Asahan seperti pembuangan limbah industri, rumah tangga, transportasi serta sisa pelumas dari kapal-kapal nelayan dapat menyebabkan terjadinya pencemaran logam berat pada perairan muara Sungai Asahan seperti cadmium (Cd) dan Plumbum (Pb). Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan No.03725/B/SK/VII/1989 tentang batas Maksimum Cemaran Logam dalam makanan untuk Biota laut dan hasil olahan sebesar 2 mg/kg(ppm).

Dampak negatif pencemaran di perairan muara Sungai Asahan menyebabkan

perubahan populasi biota laut, khususnya kerang bulu (Anadara inflata). Untuk mengetahui sejauh mana kandungan logam berat Cd dan Pb pada kerang, sedimen dan air yang terdapat di perairan muara Sungai Asahan perlu dilakukan penelitian. Ini dilakukan karena kerang bulu (Anadara inflata) adalah salah satu spesies biota laut yang merupakan bioindikator pencemaran (Palar, 2004).

1.3Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui kadar logam berat Pb dan Cd pada daging kerang bulu


(22)

2. Untuk mengetahui kandungan logam berat Pb dan Cd di beberapa lokasi perairan muara Sungai Asahan.

3. Untuk mengetahui kandungan logam berat Pb dan Cd pada sedimen di

beberapa lokasi perairan muara Sungai Asahan.

4. Untuk menganalisa korelasi kadar Pb dan Cd daging kerang bulu (Anadara inflata) terhadap kandungan Pb dan Cd di beberapa lokasi perairan muara Sungai Asahan (sedimen dan air).

1.4Hipotesis

1. Adanya perbedaan kandungan logam berat Pb dan Cd daging kerang bulu

(Anadara inflata) yang hidup pada beberapa lokasi di perairan muara Sungai Asahan.

2. Adanya perbedaan kandungan logam berat Pb dan Cd pada beberapa lokasi perairan muara Sungai Asahan.

3. Adanya perbedaan kandungan logam berat Pb dan Cd pada sedimen di

beberapa lokasi perairan muara Sungai Asahan.

4. Adanya korelasi kadar Pb dan Cd daging kerang bulu (Anadara inflata) terhadap kandungan Pb dan Cd di beberapa lokasi perairan muara Sungai Asahan (sedimen dan air).

1.5Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi bagi masyarakat mengenai kelayakan kerang bulu


(23)

2. Untuk mengetahui tingkat kontaminasi logam berat dalam air, sedimen dan kerang bulu sebagai informasi bagi Pemkab Asahan, Kodya Tanjung Balai dan Departemen Perikanan dan Kelautan dalam kaitanya dengan usaha pemanfaatan sumberdaya perikanan daerah tersebut.

3. Sebagai informasi bagi Bapeldalda dalam kaitanya dalam masalah penyusunan AMDAL dan ANDAL bagi industri yang menghasilkan limbah logam berat.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Pencemaran Laut

Laut Indonesia memiliki luas lebih kurang 5,6 juta km2 dengan garis pantai sepanjang 81.000 km, dengan potensi sumberdaya, terutama perikanan laut yang cukup besar, baik dari segi kuantitas maupun diversitasnya. Di sisi lain, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memacu terjadinya pencemaran lingkungan baik pencemaran air, tanah dan udara. Pencemaran air yang diakibatkan oleh dampak perkembangan industri harus dapat dikendalikan, karena bila tidak dilakukan sejak dini akan menimbulkan permasalahan yang serius bagi kelangsungan hidup manusia maupun alam sekitarnya. Salah satu hal yang perlu dilakukan dalam pengendalian dan pemantauan dampak lingkungan adalah melakukan analisis unsur-unsur dalam ikan air laut, terutama kadmium (Cd) dan timbal (Pb).

Pencemaran logam-logam tersebut dapat mempengaruhi dan menyebabkan penyakit pada konsumen, karena di dalam tubuh unsur yang berlebihan akan mengalami detoksifikasi sehingga membahayakan manusia. Logam berat umumnya bersifat racun terhadap makhluk hidup walaupun beberapa diantaranya diperlukan dalam jumlah kecil. Melalui berbagai perantara, seperti udara, makanan, maupun air yang terkontaminasi oleh logam berat, logam tersebut dapat terdistribusi ke bagian tubuh manusia dan sebagian akan terakumulasikan. Jika keadaan ini berlangsung terus menerus, dalam jangka waktu lama dapat mencapai jumlah yang membahayakan kesehatan manusia


(25)

Pencemaran logam berat merupakan permasalahan yang sangat serius untuk ditangani, karena merugikan lingkungan dan ekosistem secara umum. Sejak kasus merkuri di Minamata Jepang pada 1953, pencemaran logam berat semakin sering terjadi dan semakin banyak dilaporkan. Agen Lingkungan Amerika Serikat (EPA) melaporkan, terdapat 13 elemen logam berat yang diketahui berbahaya bagi lingkungan. Diantaranya arsenik (As), timbal (Pb), merkuri (Hg), dan kadmium (Cd).

Logam merupakan unsur esensial yang sangat dibutuhkan setiap makhluk hidup, namun beberapa diantaranya (dalam kadar tertentu) bersifat racun. Di alam, unsur ini biasanya terdapat dalam bentuk terlarut atau tersuspensi (terikat dengan zat padat) serta terdapat sebagai bentuk ionik. Dampak dari pencemaran logam berat ini sering dilaporkan.

Logam berat yang masuk ke sistem perairan, baik di sungai maupun lautan akan dipindahkan dari badan airnya melalui tiga proses yaitu pengendapan, adsorbsi, dan absorbsi oleh organisme-organisme perairan (Bryan, 1976 dalam Purnomo, 2008). Pada saat buangan limbah industri masuk ke dalam suatu perairan maka akan terjadi proses pengendapan dalam sedimen. Hal ini menyebabkan konsentrasi bahan pencemar dalam sedimen meningkat.

Logam berat yang masuk ke dalam lingkungan perairan akan mengalami pengendapan, pengenceran dan dispersi, kemudian diserap oleh organisme yang hidup di perairan tersebut. Pengendapan logam berat di suatu perairan terjadi karena adanya anion karbonat hidroksil dan klorida (Hutagalung, 1984 dalam Purnomo, 2008). Logam berat mempunyai sifat yang mudah mengikat bahan organik dan


(26)

mengendap di dasar perairan dan bersatu dengan sedimen sehingga kadar logam berat dalam sedimen lebih tinggi dibanding dalam air (Hutagalung, 1991 dalam Purnomo, 2008).

2.1.1 Pengertian Logam Berat

Logam merupakan bahan pertama yang dikenal oleh manusia dan digunakan sebagai alat-alat yang berperan penting dalam sejarah peradaban manusia (Darmono, 1995 dalam Purnomo, 2008). Logam berat masih termasuk golongan logam dengan kriteria-kriteria yang sama dengan logam lain. Perbedaannya terletak dari pengaruh yang dihasilkan bila logam berat ini berikatan dan atau masuk ke dalam organisme hidup. Berbeda dengan logam biasa, logam berat biasanya menimbulkan efek-efek khusus pada mahluk hidup (Palar, 2008).

Dapat dikatakan semua logam berat dapat menjadi tahan racun yang akan meracuni tubuh mahluk hidup. Sebagai contoh adalah logam air raksa (Hg), cadmium (Cd), timah hitam (Pb) dan khrom (Cr). Meskipun semua logam berat dapat mengakibatkan keracunan atas mahluk hidup, sebagian dari logam berat tersebut tetap dibutuhkan oleh mahluk hidup. Kebutuhan tersebut berada dalam jumlah yang sedikit, tetapi bila kebutuhan dalam jumlah yang sangat kecil itu tidak terpenuhi, maka dapat berakibat fatal terhadap kelangsungan hidup dari setiap mahluk hidup. Karena dibutuhkan dalam tubuh maka disebut logam esensial, logam beresensial ini adalah tembaga (Cu), seng (Zn) dan nikel (Ni) (Palar, 2008).


(27)

Logam berat adalah unsur-unsur kimia dengan bobot jenis lebih besar dari 5 gr/cm3, terletak di sudut kanan bawah sistem periodik, mempunyai afinitas yang tinggi terhadap unsur S dan biasanya bernomor atom 22 sampai 92 dari perioda 4 sampai 7 (Miettinen, 1977 dalam Purnomo, 2008). Sebagian logam berat seperti timbal (Pb), kadmium (Cd), dan merkuri (Hg) merupakan zat pencemar yang berbahaya. Afinitas yang tinggi terhadap unsur S menyebabkan logam ini menyerang ikatan belerang dalam enzim, sehingga enzim bersangkutan menjadi tak aktif. Gugus karboksilat (-COOH) dan amina (-NH2) juga bereaksi dengan logam berat. Kadmium, timbal, dan tembaga terikat pada sel-sel membran yang menghambat proses transpormasi melalui dinding sel. Logam berat juga mengendapkan senyawa fosfat biologis atau mengkatalis penguraiannya (Manahan, 1977 dalam Marganof 2003).

2.1.2 Karakteristik Logam berat

Berdasarkan daya hantar panas dan listriknya, semua unsur kimia yang terdapat dalam susunan berkala unsur-unsur dapat dibagi atas dua golongan yaitu logam dan non logam. Golongan logam mempunyai daya hantar panas dan listrik yang tinggi, sedangkan golongan non logam mempunyai daya hantar panas dan listrik yang rendah. Berdasarkan densitasnya, golongan logam di bagi atas dua golongan, yaitu golongan logam ringan dan logam berat. Golongan logam ringan (light metals) mempunyai densitas <5, sedangkan logam berat (heavy metal) mempunyai densitas >5 (Hutagalung, 2004).


(28)

Menurut Palar (2008) karakteristik dari logam berat adalah sebagai berikut: 1. Memiliki spesifikasi gravitasi yang sangat besar (>4).

2. Mempunyai nomor atom 22-34 dan 40-50 serta unsur lantinada dan aktanida. 3. Mempunyai respon biokimia (spesifik)pada organisme hidup.

Berbeda dengan logam biasa,logam berat biasanya menimbulkan efek-efek khusus pada mahkluk hidup. Dapat dikatakan bahwa semua logam berat dapat menjadi racun yang akan meracuni tubuh mahkluk hidup. Namun demikian sebagi logam-logam berat tersebut tetap dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit, tetapi apabila tidak terpenuhi berakibat fatal terhadap kelangsungan hidup dari setiap mahkluk hidup.

Salah satu polutan yang paling berbahaya bagi kesehatan manusia adalah logam berat. WHO (World Health Organization) atau Organisasi Kesehatan Dunia

dan FAO (Food Agriculture Organization) atau Organisasi Pangan Dunia

merekomendasikan untuk tidak mengkomsumsi makanan laut (seafood) yang

tercemar logam berat. Logam berat telah lama dikenal sebagai suatu elemen yang mempunyai daya racun yang sangat potensil dan memiliki kemampuan terakumulasi dalam organ tubuh manusia. Bahkan tidak sedikit yang menyebabkan kematian. Di antara logam berat yang berbahaya Cadmium (Cd) dan Timbal atau Plumbum (Pb). 1. Kadmium

Kadmium (Cd) menjadi populer sebagai logam berat yang berbahaya setelah timbulnya pencemaran sungai di wilayah Kumamoto Jepang yang menyebabkan keracunan pada manusia. Pencemaran kadmium pada air minum di Jepang


(29)

menyebabkan penyakit “itai-itai”. Gejalanya ditandai dengan ketidak-normalan tulang dan beberapa organ tubuh menjadi mati. Keracunan kronis yang disebabkan oleh Cd adalah kerusakan sistem fisiologis tubuh seperti pada pernapasan, sirkulasi darah, penciuman, serta merusak kelenjar reproduksi jantung dan kerapuhan tulang (Friberg, et al, 1974 dalam Palar, 2008).

Kadmium telah digunakan secara meluas pada berbagai industri antara lain pelapisan logam, peleburan logam, pewarnaan, baterai, minyak pelumas, bahan bakar. Bahan bakar dan minyak pelumas mengandung Cd sampai 0,5 ppm, batubara mengandung Cd sampai 2 ppm, pupuk superpospat juga mengandung Cd bahkan ada yang sampai 170 ppm.

Limbah cair dari industri dan pembuangan minyak pelumas bekas yang mengandung Cd masuk ke dalam perairan laut serta sisa-sisa pembakaran bahan bakar yang terlepas ke atmosfir dan selanjutnya jatuh masuk ke laut. Konsentrasi Cd pada air laut yang tidak tercemar adalah kurang dari 1 mg/l atau kurang dari 1 mg/kg sedimen laut. Konsentrasi Cd maksimum dalam air minum yang diperbolehkan oleh Depkes RI dan WHO adalah 0,01,mg/l. Sementara batas maksimum konsentrasi atau kandungan Cd pada daging makanan laut mg/kg. Sebaliknya Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan merekomendasikan tidak lebih dari 2,0 mg/kg.

3 Timbal (Pb)

Timah hitam (Pb) adalah jenis logam yang lunak dan berwarna coklat kehitaman, serta mudah di murnikan. Dalam pertambangan logam ini berbentuk


(30)

sulfide logam (Pbs) yang sering disebut galena (Darmono, 1995, dalam Afrizal 2000). Timbal masuk keperairan melalui pengendapan, jatuhan debu yang mengandung Pb yaitu dari hasil pembakaran bensin yang mengandung tetra etil, erosi dan limbah industri (Saeni, 1989, dalam Afrizal 2000). Pada hewan dan manusia timbal dapat masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan minuman yang di komsumsi serta melalui pernafasan dan penetrasi pada kulit. Di dalam tubuh manusia, di dalam tubuh manusia, dapat menghambat aktivitas enzim yang terlibat dalam pembentukan haemoglobin yang dapat menyebabkan anemia. Gejala yang di akaibatkan dari keracunan logam timbal adalah kurangya nafsu makan, kejang-kejang, muntah dan pusing-pusing. Timbal dapat juga menyerang susunan saraf dan mengganggu system reproduksi, kelainan ginjal dankelainan jiwa (Palar, 2008).

2.1.3 Dampak Negatif Logam Berat Bagi Manusia

Masing-masing logam berat memiliki dampak negatif terhadap manusia jika dikonsumsi dalam jumlah yang besar dan waktu yang lama. Dampak tersebut antar lain :

1. Timbal (Pb)

Dalam peredaran darah dan otak dapat menyebabkan gangguan sintesis hemoglobin darah, gangguan neurologi (susunan syaraf), gangguan pada ginjal, sistem reproduksi, penyakit akut atau kronik sistem syaraf, dan gangguan fungsi paru-paru. Keluhan sakit kepala, gelisah, gugup, lemas dan mudah tersinggung,


(31)

beberapa tanda yang mendahului efek keracunan sebelum terjadinya koma, kemudian kematian (Palar, 2008)

2. Kadmium (Cd)

Jika berakumulasi dalam jangka waktu yang lama dapat menghambat kerja paru-paru, bahkan mengakibatkan kanker paru-paru, mual, muntah, diare, kram, anemia, dermatitis, pertumbuhan lambat, kerusakan ginjal dan hati, dan gangguan

kardiovaskuler. Kadmium dapat pula merusak tulang (osteomalacia,

osteoporosis) dan meningkatkan tekanan darah. Gejala umum keracunan Kadmium adalah sakit di dada, nafas sesak (pendek), batuk – batuk, dan lemah (Palar, 2008)

3. Merkuri (Hg)

Dapat berakumulasi dan terbawa ke organ-organ tubuh lainnya, menyebabkan bronchitis, sampai rusaknya paru-paru. Gejala keracunan Merkuri tingkat awal, pasien merasa mulutnya kebal sehingga tidak peka terhadap rasa dan suhu, hidung tidak peka bau, mudah lelah, gangguan psikologi (rasa cemas dan sifat agresif), dan sering sakit kepala. Jika terjadi akumulasi yang tinggi mengakibatkan kerusakan sel-sel saraf di otak kecil, gangguan pada luas pandang, kerusakan sarung selaput saraf dan bagian dari otak kecil. Gejala lain kesulitan menelan, buta tuli, lumpuh kelainan fungsi ginjal, cacat lahir dan membawa kematian (Agusnar, 2008).


(32)

2.2Kasus Pencemaran Logam Berat Di Indonesia

Teluk Buyat, terletak di Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, adalah lokasi pembuangan limbah tailing (lumpur sisa penghancuran batu tambang) milik PT. Newmont Minahasa Raya (NMR). Sejak tahun 1996, perusahaan asal Denver, AS, tersebut membuang sebanyak 2.000 ton limbah tailing ke dasar perairan Teluk Buyat setiap harinya. Sejumlah ikan ditemui memiliki benjolan semacam tumor dan mengandung cairan kental berwarna hitam dan lendir berwarna kuning keemasan. Fenomena serupa ditemukan pula pada sejumlah penduduk Buyat, dimana mereka memiliki benjol-benjol di leher, payudara, betis, pergelangan, pantat dan kepala.

Sejumlah laporan penelitian telah dikeluarkan oleh berbagai pihak sejak 1999 hingga 2004. Penelitian-penelitian ini dilakukan sebagai respon atas pengaduan masyarakat nelayan setempat yang menyaksikan sejumlah ikan mati mendadak, menghilangnya beberapa jenis ikan, serta keluhan kesehatan pada masyarakat. Dari laporan-laporan penelitian tersebut, ditemukan kesamaan pola penyebaran logam-logam berat seperti Arsen (As), Antimon (Sb), dan Merkuri (Hg) dan Mangan (Mn), dimana konsentrasi tertinggi logam berbahaya tersebut ditemukan di sekitar lokasi pembuangan tailing Newmont.

Hal ini mengindikasikan bahwa pembuangan tailing Newmont di Teluk Buyat merupakan sumber pencemaran sejumlah logam berbahaya. Namun demikian, sejumlah Menteri, diantaranya Menteri Lingkungan Hidup Nabiel Makarim, mengeluarkan pernyataan bahwa Teluk Buyat tidak tercemar. Menteri Kesehatan Achmad Sujudi bahkan mengatakan seolah-olah penyakit yang diderita oleh masyarakat Teluk Buyat adalah penyakit kulit dan akibat kekurangan gizi.


(33)

2.3Pencemaran Logam Berat Pada Wilayah Pesisir

Wilayah pesisir daerah pertemuan antara darat dan laut, ke arah darat meliputi bagian daratan, baik kering mapun terendam air yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut,dan pembebasan air asin sedangkan ke arah laut meliputi bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia seperti sedimentasi dan aliran air tawar maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia seperti pencemaran (Dahuri et al,.1996). Jadi wilayah pesisir merupan ekosistem yang paling rawan terkena dampak kegiatan manusia. Menurut Sutamiharja et al, (1982), dalam Zubayr (2009), faktor-faktor penyebab pencemaran adalah :

1. Erosi dan sedimentasi yang disebabkan oleh rusaknya hutan di daerah hulu sungai yang bermuara ke laut serta penggalian pasir dan kerikil di sungai-sungai

tersebut.

2. Limbah pertanian berupa sisa pestisida dan pupuk yang digunakan dalam usaha peningkatan produksi pertanian yang masuk ke dalam sistem perairan dan akhirnya sampai keperairan laut.

3. Air selokan dari kota yang mengandung berbagai bahan, yang kemudian masuk melalui sungai dan bermuara keperairan.

4. Permasalahan yang pokok dari aktivitas perminyakan yang dapat menimbulkan pencemaran adalah :


(34)

a. Masalah operasional berupa ceceran minyak dan buangan secara kontinyu; pembuangan air bekas pencucian tanki dan kapal.

b. Masalah kecelakaan berupa gangguan transortasi seperti pecahnya pipa-pipa penyalur tanki penimbunan, kandasnya kapal tanki, dan tumpahan minyak yang berasal dari kegiatan di pelabuhan.

5. Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), berupa air panas yang berasal dari air pendingin yang dibuang ke perairan sehingga akan meningkatkan suhu perairan, akibat pembuangan air panas tersebut akan menimbulkan masalah lingkungan terutama bagi organisme akuatik yang hidup di sekitar perairan tersebut.

6. Industri, peningkatan jumlah industri yang pesat disamping memberi dampak positif terhadap peningkatan perekonomian penduduk, juga menimbulkan masalah terhadap lingkungan, akibat limbah yang di hasilkan oleh industri.

Logam berat masuk kedalam perairan melalui air hujan, aliran air permukaan, erosi korofikasi batuan mineral, dan berbagai kegiatan manusia seperti aktivitas industri, pertambangan, pengolahan atau penggunaan logam dan bahan yang mengandung logam. Kelarutan logam berat dalam air bisa berubah menjadi lebih tinggi atau lebih rendah, tergantung kondisi lingkungan perairan. Pada perairan yang kekurangan oksigen akibat tingginya konsentrasi bahan organik, kelarutan beberapa jenis logam, seperti Zn, Cd, Pb dan Hg, semakin rendah dan lebih mudah mengendap. Logam berat yang masuk ke sistem perairan baik di sungai maupun lautan akan dipindahkan dari badan airnya melalui tiga proses yaitu pengendapan, adsorbsi, dan absorbsi oleh organisme-organisme perairan (Bryan, 1976 dalam Zubayr, 2009).


(35)

Dalam perairan, logam berat dapat ditemukan dalam bentuk terlarut dan tidak terlarut. Logam berat terlarut adalah logam yang membentuk komplek dengan senyawa organik dan anorganik, sedangkan logam berat yang tidak terlarut merupakan partikel-partikel yang berbentuk koloid dan senyawa kelompok metal yang teradsorbsi pada partikel-partikel yang tersuspensi (Razak, 1980 dalam Zubayr 2009). Masuknya logam berat ke dalam tubuh organisme perairan dapat melalui rantai makanan dan difusi melalui kulit dan insang selanjutnya di dalam tubuh biota perairan akanterjadi bioakumulasi dan biomagnifikasi logam berat hal ini mengakibatkan “factor concentrate” (rasio konsentrasi logam berat dalam tubuh organisme dan konsentrasi dalam badan air semakin meningkat) (Hutagalung et al., 1999 dalam Zubayr, 2009).

Secara alamiah logam berat terdapat dalam laut namun kadarnya sangat rendah, yaitu berkisar 10-5-10-2 ppm. Dalam kondisi alamiah ini logam berat dibutuhkan organisme hidup untuk pertumbuhan dan perkembangan hidupnya (Philips, 1980

dalam Hutagalung, 1997). Bahkan kadar logam berat yang rendah dalam suatu perairan dapat menyababkan berbagai organisme yang hidup didalamnya menderita defisiensi (Bryan, 1976 dalam Hutagalung, 1991). Pencemaran logam berat terhadap alam lingkungan estuaria merupakan suatu proses yang erat hubunganya dengan penggunaan logam tersebut oleh manusia. Pada air laut di lautan lepas kontaminasi logam berat biasanya terjadi secara langsung dari atmosfer atau karena tumpahan minyak dari kapal tanker yang melaluinya. Sedangkan di daerah sekitar pantai kontaminasi logam kebanyakan berasal dari mulut sungai yang terkontaminasi oleh limbah buangan industri atau pertimbangan (Darmono,1995 dalam Afrizal 2000).


(36)

Tabel 2.1. Kadar Normal dan Kadar Maksimum Logam Berat yang Masuk ke Lingkungan Laut

Kadar (ppm) Unsur

Normal (A) Maksimum (B)

Cadmium (CD) Timah hitam (Pb) Tembaga (Cu) Seng (Zn)

0.0003 0.00011

0.002 0.002

0.05 0.01 0.05 0.1 Keterangan : (A) Waldichuk,1974

(B) Environmental Protection Agency (EPA),1973 dalam

Hutagalung,1991.

Menurut Lhacher dan Goldstein (1996 dalam Bahri 2003), logam berat secara alami berasal dari proses geologi secara alami, pertambangan dan aktivitas industri. Selanjutnya Clark (1986 dalam Bahri 2003) membagi logam untuk kepentingan Biologi dalam tiga kelompok yaitu :

1. Logam ringan (seperti natrium, kalium, kalsium dan sebagainya), biasanya di angkut sebagai kation aktif di dalam larutan encer.

2. Logam transisi (seperti besi, tembaga, kobal dan mangan), diperlukan dalam konsentrasi yang tinggi

3. Logam berat dan metalloid (raksa, timah hitam, selenium dan arsen) umumnya tidak diperlukan dalam kegiatan metabolism dan dapat menjadi bahan yang beracun pada sel dan organisme tertentu walaupun pada konsentrasi rendah.

Logam berat adalah unsur yang mempunyai densitas, lebih besar dari 5 gram cm-3 mempunyai nomor atom lebih besar dari 21 dan terdapat pada bagian

tengah dari faktor unsur-unsur periodik (Bahri, 2003). Diketahui ada 18 logam berat sebagai bahan pencemar, tetapi ada beberapa yang bersifat esensial untuk kehidupan


(37)

organisme, misalnya Cu dan Zn tetapi dalam jumlah berlebih dapat bersifat racun bagi organisme (Bryan, 1976;Valke dan Walker, 1970 dalam Afrizal 2000). Dalam kenyataannya logam berat Cd dan Pb juga sangat berbahaya bagi kehidupan organisme walaupun dalam konsentrasi yang sangat rendah.

Logam berat ini mempunyai sifat “Biomagnifikasi” artinya dapat berakumulasi dalam jaringan organisme dan melalui rantai makanan akhirnya membahayakan kehidupan manusia (Dahuri, 2003). Logam yang berbahaya dapat menyebabkan toksin dan bersifat agak permanen dan mempunyai waktu paruh yang lama adalah Cadmium(Cd), Plumbum(Pb) dan air raksa (Palar, 2008).

2.4 Sumber Logam Berat Pb dan Cd di Perairan

Timbal (Pb) dan persenyawaan dapat berada di dalam badan perairan secara alamiah dan sebagai dampak dari aktivitas manusia. Menurut Palar, (2008) Pb dapat masuk ke badan perairan melalui penkristalan Pb di udara dengan bantuan air hujan, di samping itu proses porosifikasi dalam bantuan mineral akibat hempasan ombak dan angin, juga merupakan salah satu jalur sumber Pb yang akan masuk kedalam badan perairan. Timbal (Pb) yang masuk kedalam perairan sebagai dampak dari aktifitas kehidupan manusia ada berbagai macam bentuk, diantaranya adalah air buangan (limbah) dari industri yang berkaitan dengan Pb, air buangan dari pertambangan biji timah hitam dan buangan sisa industri baterai. Buangan-buangan tersebut akan jatuh pada jalur-jalur perairan seperti anak-anak sungai dan kemdian akan di bawa terus menuju lautan. Umumnya jalur buangan dari bahan sisa


(38)

perindustrian yang menggunakan Pb akan merusak tata lingkungan perairan yang di masukinya menjadikan sungai dan alurnya tercemar.

Logam kadmium (Cd) mempunyai penyebaran yang sangat luas di alam. Penggunaan Cd yang paling utama adalah sebagai stabiliser (penyeimbang) dan pewarna plastik dan elektroplating (penyepuh/pelapisan logam). Selain itu di gunakan pula penyolderan dan pencampuran logam serta indusri baterai. Akumulasinya dalam air tanah antara lain diakibatkan oleh kegiatan elektroplating (pelapisan emas dan perak), pengerjaan bahan-bahan dengan menggunakan pigmen/zat warna lainnya, tekstil dan industri kimia (Darmono, 1995). Selanjutnya Palar, (2008) logam cadmium dan bermacam-macam bentuk persenyawaan dapat masuk kelingkungan, terutama seali merupakan efek samping dari aktivitas yang dilakukan manusia. Boleh dikatakan bahwa semua industri yang melibatkan Cd dalam proses opreasional industrinya menjadi sumber pencemaran Cd. Logam Cd membawa sifat racun yang sangat merugikan bagi bagi semua organisme hidup, bahkan juga sangat berbahaya untuk manusia.

Dalam badan perairan, kelarutan Cd dalam konsentrasi tertentu dapat membunuh biota perairan. Secara sederhana dapat diketahui bahwa kandungan logam Cd akan dapat dijumpai di daerah-daerah penimbunan sampah dan aliran air hujan, selain dalam air buangan. Penelitian yang pernah dilakukan untuk mengetahui sumber dari beberapa logam berat Cd dalam perairan Teluk New York, dimana hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa sumber Cd dalam badan perairan yang dikontribusi dari air limbah industri sangat sedikit, 0,6% dari total kandungan Cd yang ada,


(39)

Jumlah yang paling besar dikontribusi oleh limbah padat yaitu 82% (Palar, 2008). Selanjutnya Warlina, (2004) bahan buangan padat adalah bahan buangan yang berbentuk padat, baik yang kasar atau yang halus, misalnya sampah, buangan tersebut bila dibuang ke air menjadi pencemaran dan akan menimbulkan pelarutan, pengendapan ataupun pembentukan koloidal.

2.5 Bioindikator Pencemaran Logam Berat

Dalam lingkungan perairan ada tiga media yang dapat dipakai sebagai indikator pencemaran logam berat, yaitu air, sedimen dan organisme hidup. Pemakaian organisme hidup sebagai indikator pencemaran inilah yang disebut bioindikator (Fitriati, 2004).

Setiap lingkungan perairan alami dihuni oleh berbagai organisme hidup dan semua organisme hidup ini berada dalam suatu sistem trofik (trophic level). Masuknya bahan cemaran ke dalam perairan akan membunuh organisme yang paling sensitif. Bila bahan cemaran terus masuk, maka organisme yang paling sensitif berikutnya akan terbunuh. Demikian seterusnya, dan penambahan bahan cemaran

terakhir akanm membunuh moluska kelompok “filter feeder” pemakan serasah.

Pemasukan bahan cemaran ke lingkungan perairan dapat juga mengganggu daur pakan (food cycle) (Fitriati, 2004)

Dalam penelitian pencemaran perairan laut, agar didapatkan data yang betul-betul mewakili perairan yang diteliti, maka dari semua organisme hidup yang ada dalam perairan tersebut harus dipilih organisme mana yang paling bisa


(40)

menggambarkan kondisi lingkungan sebenarnya. Sebagai contoh, fitoplankton walaupun memiliki kemampuan yang besar untuk mengakumulasi logam berat, namun pemakaian fitoplankton sebagai bio-indikator kurang menggambarkan kondisi lingkungan yang sebenarnya. Hal ini disebabkan gerakan fitoplankton sangat dipengaruhi oleh arus dan gelombang laut. Pemakaian jenis-jenis ikan juga kurang tepat karena gerakannya sangat luas. Kecuali kalau ikan tersebut tetap berada dalam lingkungan perairan tertentu (tidak bermigrasi) seperti ikan baji-baji, Platycephalus bassensis, atau Platycephalus indicus (Philips, 1980 dalam Fitriati, 2004).

Dalam pemilihan organisme laut sebagai bioindikator pencemaran, (Philips, 1980 dalam Fitriati, 2004) memberikan beberapa kriteria sebagai berikut:

1. Harus dapat mengakumulasi bahan cemaran tanpa dia sendiri mati terbunuh. 2. Harus terdapat dalam jumlah yang banyak di seluruh daerah penelitian.

3. Terikat pada suatu tempat yang keras agar bisa mewakili daerah yang diteliti. 4. Hidup dalam waktu yang lama untuk memungkinkan sampling lebih dari satu

tahun jika dibutuhkan.

5. Mudah diambil dan tidak mudah rusak. Philips (1980 dalam Fitriati, 2004) menambah pedoman tersebut dengan hal-hal sebagai berikut:

Mempunyai toleransi terhadap air payau untuk memungkinkan penelitian di daerah estuaria. Harus ada korelasi antara kadar bahan cemaran dalam air dan organisme. Philips (1980 dalam Fitriati, 2004) menyatakan bahwa jenis kerang (molusca, bivalvia) dan makro-algae merupakan bioindikator yang paling tepat dan efisien. Dari jenis kerang yang merupakan pilihan pertama adalah kerang biru


(41)

(Mytilus edulis). Kerang biru menjadi pilihan pertama karena disamping memenuhi kriteria di atas, juga merupakan “highly specialized filterfeeder” dan mempunyai toleransi yang besar terhadap perubahan lingkungan.

Pilihan kedua adalah tiram raksasa (Crassostrea gigas), karena merupakan “filter feeder” dan makanannya terutama serasah yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan hewan. Kerang biru (Mytilus edulis) telah dipakai sebagai bioindikator pencemaran logam berat di negara-negara Eropa dan Amerika (Philip, 1980 dalam

Fitriati).

Tabel 2.2 Indikator Biologi dan Jenis-jenis Indikator Indikator Biologi Jenis-Jenis Indikator

Phytoplanton (jenis plankton tanaman)

Besi (Fe), Kobal (Co), Nikel (Ni), Plutonium (Pu), Cesium (Cs), Ytrum (Y), Tritum (H3)

Zooplankton (jenis plankton hewan)

Ytrium (Y), Kobalt (Co), Besi (Fe), Mangan (Mn), Srontium (Sr), Nikel (Ni), Zirkonium (Zr)

Mollusca (jenis kerang-kerangan)

Seng (Zn), Nikel (Ni), Tembaga (Cu), Kadmium (Kd), Cromium (Cr), Mangan (Mn), Cesium (Cs), Kobal (Co), Timbal (Pb).

Crustacea (udang-udangan)

Strintium (Sr), Tritium (H3), Ytrium (Y), Cesium (Cs), Kobal (Co), Seng (Zn), Mangan (Mn)

Ikan dan jenisnya Kadmium (Kd), Kromium (Cr), Mangan (Mn), Cesium (Cs),

Seng (Zn), Besi (Fe), Kobalt (CO)

2.6 Biologi Kerang Bulu (Anadara inflata)

Sistimatika kerang Anadara menurut Olsson (1961) adalah sebagai berikut:

Filum : Mollusca

Kelas : Pelecypoda (Lamellibranchiata) Sub kelas : Fillibranchiata


(42)

Ordo : Eutaxodontida Super famili : Arcacea Famili : Arcidae Sub famili : Anadarinae Genus : Anadara

Spesies : Anadara inflata

Gambar. 2.1. Kerang bulu (Anadara inflata)

Ciri-ciri kelas Pelecypoda adalah mempunyai dua belah cangkang yang simetris, mempunyai engsel dan ligamen pada bagian dorsal, mempunyai satu atau dua pasang otot aduktor dan memiliki kaki berbentuk kapak. Ciri-ciri super famili Arcacea pada umumnya mempunyai cangkang yang lonjong hampir pipih, menempel pada substrat keras atau hidup infauna (Arnold dan Birtles, 1989 dalam Dody 1998).


(43)

Reinhard (1935) dalam Dody (1998) menerangkan bahwa ciri-ciri famili Arcidae ialah memiliki dua otot aduktor yang hampir sama dalam ukuran, siphon tidak ada palial-line biasanya ada dan lenkap engsel terletak pada bagian dorsal dan dilengkapi dengan gigi yang melintang serta mempunyai insang. Tekstur cangkang seperti porselen dan pada beberapa bagian sangat halus seperti mutiara. Pada sebagian besar pustaka genus Anadara disebut cockle, mangrove-cockle atau bloodv-cockle.

Menurut Hanada (1975), dalam Dody (1998), bivalvia bentik umumnya

melekat pada substrat dengan bysus pada stasiun larva, sedangkan yang dewasa bergerak hampir bebas tanpa menempel pada substrat. Anadara (Scarpharca) mengikuti pola dan oleh karena itu spatnya dapat dikumpulkan dengan kolektor. Selanjutnya menurut Nishikawa (1977) Anadara dapat melekatkan dirinya pada segala benda yang tersedia karena mempunyai byssus. Larva Anadara mulai hidup sesil pada waktu juncture-nya 230 sampai 300 mikron atau 190 mikron ukuran panjang cangkang (Dody, 1998).

Menurut Kira (1975), dalam Dody (1998) ciri-ciri Anadara sp adalah memiliki cangkang setangkup kokoh dengan bentuk memanjang arah posterior-ventral. Lapisan luar cangkang berbulu dan memiliki 38 lekukan (radial ribs). Anadara biasanya ditemukan di sepanjang pantai yang ditumbuhi pohon bakau, itu sendiri maupun diluarnya. Anadara hidup di daerah tropic pada lumpur halus atau kadang-kadang pasir berlumpur dan terlindung atau berasosiasi dengan pohon-pohon bakau.


(44)

2.7 Spektroskopi Serapan Atom (SSA)

Metode spektroskopi serapan atom (SSA) pertama kali diperkenalkan oleh Wals pada tahun 1953. Alat ini kemudian dikembangkan di Exhibition Melbourne of Physical Institute dan dipublikasi pada tahun 1954. Wals menyatakan bahwa unsur logam lebih mudah dan akurat ditentukan kadarnya dengan proses atomik dibandingkan dengan proses emisi. Metode ini dapat menentukan 67 unsur logam.

Spektroskopi Serapan Atom (SSA) dan Flame Emision Spectrophotometer (FES) adalah dua instrumen yang sangat potensial untuk menganalisa mineral. Meskipun kegunaannya sama, masing-masing instrumen bekerja dengan prinsip yang berbeda dan dengan kepekaan yang berbeda pula. Di dalam penetapan mineral suatu bahan pangan dengan instrumen ini, terlebih dahulu bahan pangan harus diabukan kemudian mineralnya diekstrak dengan asam. Larutan sampel yang mengandung mineral kemudian dapat dianalisa langsung dengan SSA maupun FES (Vesilin et al.

1994)

Dalam analisis logam dengan menggunakan sistem flame, sampel diatomisasi pada alat atomizer melalui nyala api dengan bahan bakar asetilen murni. Biasanya logam yang dianalisis dengan flame AAS adalah Ca, Cd, Cu, dan Cr. Sedangkan untuk analisis Hg dilakukan tanpa nyala, tetapi larutan sampel harus direduksi lebih dahulu dengan SnCl. Uap hasil reduksi ditampung dalam tabung bercendela yang diletakkan di atas atomizer.


(45)

Metode spektroskopi serapan atom berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada unsurnya (Hutabarat, 1987).

2.8 Faktor Fisik Kimia Perairan

Faktor fisik dan kimia merupakan dua faktor pembatas distribusi populasi selain faktor tingkah laku dan interaksi antara organisme. Setiap organisme mempunyai kisaran toleransi faktor fisik dan kimia tertentu dalam menunjang kehidupannya tergantung spesies dan lingkungannya serta keterkaitan antara keduanya. Beberapa faktor fisik dan kimia antara lain:

1. Suhu

Suhu air di daerah estuaria biasanya memperlihatkan fluktuasi annual dan diurnal yang lebih besar daripada di laut, terutama apabila estuaria tersebut dangkal dan air yang masuk (pada saat pasang naik) ke perairan estuaria tersebut kontak dengan daerah yang subtratnya terekspos (Supriharyono, 2006). Suhu merupakan salah satu parameter penting dalam pertumbuhan dan perkembangan bivalvia. Kerang Anodonta woodiana menyukai lingkungan dengan temperatur 24 – 29 °C. (Thana, 1976 dalam Suwignyo, 1981). Selanjutnya menurut Winanto (2004) suhu yang baik untuk kelangsungan hidup mutiara berkisar 25 – 30 °C. Suhu air pada kisaran 27 – 31 °C juga dianggap cukup layak untuk kehidupan tiran mutiara (japing-japing).


(46)

2. Kecerahan

Kejernihan air sangat ditentukan oleh partikel-partikel terlarut. Semakin banyak partikel atau bahan organik terlarut maka kekeruhan akan meningkat. Kekeruhan atau konsentrasi bahan tersuspensi dalam perairan akan menurunkan efisiensi makan dari organisme pemakan suspensi (Levinton, 1982). Selanjutnya menurut Romimohtarto (1991), kekeruhan tidak hanya membahayakan ikan tetapi juga menyebabkan air tidak produktif karena menghalangi masuknya sinar matahari untuk fotosintesa.

3. Biological Oxygen Demand (BOD)

Nilai BOD menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerobik dalam proses penguraian senyawa organik yang diukur pada temperatur 20 °C. Pengukuran yang umum dilakukan adalah pengukuran selama 5 hari atau

BOD5 (Forstner, 1990 dalam Barus, 2004). Angka BOD tinggi menunjukkan

terjadinya pencemaran organik di perairan. Brower et al (1990) menyatakan nilai konsentrasi BOD5 menunjukkan kualitas suatu perairan masih tergolong baik apabila konsumsi O2 selama 5 hari berkisar sampai 5 mg/l.

4. Chemical Oxygen Demand (COD)

Yaitu kebutuhan oksigen kimia untuk reaksi oksidasi terhadap bahan buangan di dalam air, atau jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada di dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia (Wardhana, 2001).


(47)

5. Salinitas

Salinitas merupakan nilai yang menunjukkan jumlah garam-garam terlarut dalam satuan volum air biasanya dinyatakan dalam satuan per mil ‰. Berdasarkan nilai salinitas air diklasifikasikan sebagai berikut: air tawar <0,5 ‰, air payau (0,5 – 30 ‰) laut (30 – 40 ‰) dan hiperhialin (>40 ‰) (Barus, 2004). Selanjutnya komponen fauna di estuaria berdasarkan salinitasnya dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yakni fauna air tawar, payau dan laut (Dahuri, 2003). Menurut Romimohtarto, (1985) menyatakan pada salinitas 18‰ keberhasilan menempel kerang darah (Anadara granosa) lebih tinggi. Tiram dapat hidup dalam perairan dengan salinitas yang lebih rendah daripada salinitas untuk kerang hijau dan kerang darah.

6. pH

Nilai pH menyatakan konsentrasi ion hydrogen dalam suatu larutan. pH sangat penting sabagai parameter kualitas air karena mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi di dalam air. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme pada umumnya antara 7-8,5. Kodisi perairan yang sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi (Barus, 2004). Menurut Romimohtarto (1985), pH permukaan laut Indonesia pada umumnya antara 6,0– 8,5. Perubahan nilai pH mempunyai akibat buruk terhadap kehidupan biota laut.


(48)

7. Substrat

Hewan bivalvia sebagai makrozobentos umumnya hidup pada dasar perairan. Substrat yang disukai, berpasir dan berlumpur. Pennak (1989) dalam Prihatini (1999) menyatakan bahwa lingkungan yang disukai kerang famili Anodontidae adalah substrat pasir atau campuran dengan material lain, namun beberapa jenis Anodonta menyukai lumpur.

8. Oksigen terlarut (Disolved Oxigen)

Distribusi oksigen terlarut di laut dikendalikan oleh 1) pertukaran dengan atmosfir secara difusi, 2) proses fotosintesis oleh fitoplankton oleh tumbuhan air, 3) respirasi oleh organisme autotrof dan heterotrof serta proses perombakan bahan organik (Levinton, 1982).


(49)

BAB III

BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2009 di Muara Sungai Asahan, Tanjung Balai, Kabupaten Asahan, yang secara geografis terletak pada 03o01’00”LU dan 99o51’30” BT.

3.2 Metoda Penelitian

Metode yang digunakan dalam penentuan lokasi sampling untuk pengambilan sampel ikan adalah ”Purposive Random Sampling” pada 3 (tiga) stasiun pengamatan. Pada masing-masing stasiun dilakukan 3 kali ulangan pengambilan sampel.

3.3 Deskripsi Area

Di perairan Muara Sungai Asahan ini banyak terdapat aktivitas, seperti pelabuhan, pemukiman, daerah mangrove, dan berbagai aktivitas lain yang dapat berpengaruh terhadap perairan.

3.3.1 Stasiun 1

Stasiun ini secara geografis terletak pada 0,3o3,33,8”LU dan 99o51’22,3” BT, daerah ini merupakan muara berjarak 3 mil dari pantai. Denah dan lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran I.


(50)

3.3.2 Stasiun 2

Stasiun ini secara geografis terletak pada 3o5’00,3”LU dan 99o50’18,1” BT Daerah ini berjarak 4 mil dari pantai. Denah dan lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran H.

3.3.3 Stasiun 3

Stasiun ini secara geografis terletak pada 3o4’15’7”LU dan 99o50’2,6” BT. Daerah ini berjarak 5 mil dari pantai. Denah dan lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran H.

3.4 Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerang bulu (Anadara inflata),contoh air dan lumpur dari setiap stasiun dan bahan-bahan kimia untuk analisa dan pengawet sampel. Alat penelitian yang digunakan mencakup alat-alat lapangan dan laboratorium, untuk mengambil sedimen digunakan Birge-Ekman Grab. Adapun alat dan bahan yang digunakan untuk penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.1.


(51)

Tabel 3.1. Alat dan Bahan yang Digunakan dalam Penelitian

No Alat dan Bahan Dosis (%) Kegunaan Keterangan

1. 2. 3. 4. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Perahu/Sampan Garuk Lamnot Eckman Grabb Plastik Ember Timbangan Hot plate Botol polypropilen BAHAN KIMIA Air suling

HNO3 dan HClO4 Kamera Digital -- -- - - -- -- -- -- -- Secukupnya Transportasi

Alat Pengambil Kerang Pengambil air kedalaman Pengambilan Substrat Tempat Kerang

Pengambil air permukaan Mengukur massa kerang Pemanas sampel

Tempat sampel air Pengawet sampel Pengawet sampel

Pengambilan Foto sampel

Pb dan Cd

3.5 Metode Pengambilan Sampel 3.5.1 Kerang Bulu (Anadara inflata)

Pengambilan sampel kerang bulu dilakukan masing-masing 3 kali ulangan dan menggunakan alat penangkap kerang (garuk), alat ini biasa digunakan oleh nelayan. Pada setiap stasiun sebanyak 3 kali ulangan. Alat penangkap kerang (garuk) dimasukkan ke dasar perairan, kemudian diseret sedemikian rupa, lalu ditarik ke atas permukaan lalu disaring. Sampel kerang yang didapatkan dibersihkan dan disortir, kemudian dimasukkan ke plastik dan diberi label. Sampel dibawa ke laboratorium Bappedalda Sumatera Utara.

Pengukuran Cd dan Pb dalam daging kerang dilakukan di laboratorium Bapedalda (Sumut). Kerang Bulu dicuci dan dipisahkan daging dari kulitnya. Setelah itu ke dalam sampel daging kerang bulu ditambahkan 25 ml aqua dan 10 ml HNO3 (p). Lalu dipanaskan di atas hot plate dengan suhu 120°C selama kurang lebih 30


(52)

menit atau sampai volume menjadi 10 ml dan didinginkan. Kemudian ditambahkan HNO3 (p) sebanyak 5 ml dan HClO4 sebanyak 3 ml sampai timbul asap putih dan filtrate jernih. Setelah asap putih timbul, teruskan pemanasan lebih kurang 30 menit, lalu didinginkan dan disaring. Kemudian masukkan ke dalam labu ukur 50 ml sampai tanda tera (tanda batas). Selanjutnya diukur kadar Cd dan Pb dengan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer).

3.5.2 Air

Untuk pengambilan sampel air pada permukaan dilakukan dengan menggunakan ember, sedangkan untuk pengambilan sampel air pada kedalaman 1,2 m, 1,5 m dilakukan dengan menggunakan lamnot. Panjang tali lamnot disesuaikan dengan kedalaman yang diinginkan kemudian dimasukkan ke dalam badan air untuk mendapatkan sampel air. Sampel air yang diperoleh dituang ke dalam botol alkohol. Kemudian botol alkohol ditutup dan diberi label. Sampel air di bawa ke laboratorium.

Pengukuran Cd dan Pb air dilakukan di laboratorium Bapedalda (Sumut).

Pengukuran logam berat digunakan dengan metoda AAS (Atomic Absorbtion

Spectrophotometer) tipe Shimadzu, series AA-6200. Alat ini dapat mendeteksi kandungan logam berat dalam contoh dengan batas deteksi untuk masing-masing logam berat adalah: Cd ≥ 0.004 ppm,Pb ≥ 0,01 ppm.

3.5.3 Sedimen

Sampel lumpur/sedimen diambil dengan menggunakan eckman grabb. Alat tersebut diturunkan ke dasar perairan dengan gigi-gigi katup yang dibiarkan terbuka.


(53)

Setelah alat mencapai dasar, maka pemberat dilepaskan yang menyebabkan katup akan menutup rapat, sehingga substrat yang sudah terperangkap di dalam rongga ekcman grabb tidak akan terlepas lagi. Selanjutnya alat tersebut ditarik ke permukaan. Sampel dibawa ke laboratorium.

Pengukuran Cd dan Pb lumpur/sedimen dilakukan di laboratorium Bapedalda (Sumut). Contoh lumpur dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C sampai bobotnya konstan. Kemudian digerus sampai halus dan disaring dengan saringan yang berukuran 0,2 mm. Contoh yang telah disaring ditimbang sebanyak 1 g, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml, terus ditambahkan HCl pekat sebanyak 10 ml dan diuapkan sampai uap putih hilang. Bila uap putih sudah hilang, lalu ditambahkan 5 ml HNO3 (p) dan HClO4, kemudian diuapkan lagi sampai kering. Lalu sebanyak 5 ml HCl pekat ditambahkan lagi ke dalam labu ukur dan dipanaskan sampai kering. Setelah dingin lalu diencerkan dengan air suling sampai volumenya 10

ml, selanjutnya baru diukur Cd dan Pbnya dengan AAS (Atomic Absortion

Spectrophotometer).

3.6 Pengukuran Faktor Fisika, Kimia, dan Biologi Perairan

Faktor fisik dan kimia perairan yang diukur mencakup : 1. Temperatur

Sampel air diambil dari dasar perairan dengan menggunakan ember, kemudian dituang ke dalam erlenmeyer dan diukur temperatur dengan menggunakan termometer air raksa yang dimasukkan ke dalam air ± 10 menit kemudian dibaca skalanya (Suin, 2002).


(54)

2. Penetrasi Cahaya

Diukur dengan menggunakan keping secchi yang dimasukkan ke dalam badan air sampai keping secchi tidak terlihat, kemudian diukur panjang tali yang masuk ke dalam air (Barus, 2004)

3. Intensitas Cahaya

Diukur dengan menggunakan lux meter yang diletakkan ke arah datangnya cahaya, kemudian dibaca angka yang tertera pada lux meter tersebut (Suin, 2002).

4. pH (Derajat Keasaman)

pH diukur dengan menggunakan pH meter dengan cara memasukkan pH meter ke dalam sampel air yang diambil dari dasar perairan sampai pembacaan pada alat konstan dan dibaca angka yang tertera pada pH meter tersebut (Barus, 2004). 5. Salinitas

Salinitas diukur dengan menggunakan refraktometer dengan cara meneteskan sampel air ke kaca refraktometer, dan dibaca skala salinitas yang tertera (Suin, 2002).

6. Oksigen Terlarut (DO = Disolved Oxygen)

Disolved Oxygen (DO) diukur dengan menggunakan metoda winkler. Sampel air diambil dari dasar perairan dan dimasukkan ke dalam botol winkler kemudian dilakukan pengukuran oksigen terlarut. Bagan kerja terlampir (Lampiran I).


(55)

7. BOD5 (Biologycal Oxygen Demand)

Pengukuran BOD5 dilakukan dengan menggunakan metoda winkler. Sampel air yang diambil dari dasar perairan dimasukkan ke dalam botol winkler. Bagan kerja terlampir (Lampiran J).

8. COD (Chemycal Oxygen Demand)

Pengukuran COD dilakukan dengan metoda refluks di Laboratorium Kimia Pusat Penelitian Lingkungan Universitas Sumatera Utara Medan. Bagan kerja terlampir (Lampiran K).

9. Kandungan Organik Substrat

Pengukuran kandungan organik substrat dilakukan dengan metoda analisa abu, dengan cara substrat diambil, ditimbang sebanyak 100 gr dan dimasukkan ke dalam oven dengan temperatur 450C sampai beratnya konstan (2-3 hari), substart yang kering digerus di lumpang dan dimabukkan kembali ke dalam oven dan dibiarkan selama 1 jam pada temperatur 450C agar substrat benar-benar kering. Kemudian ditimbang 25 gr dan diabukan dalam tanur dengan temperatur 7000C selama 3,5 jam. Kemudian substrat yang tertinggal ditimbang berat akhirnya, dan dihitung kandungan organik substrat dengan rumus:

KO = x100%

A B

A

dengan:

KO = Kandungan organik

A = Berat konstan substrat


(56)

Tabel 3.2. Alat dan Satuan yang dipergunakan dalam Pengukuran Faktor Fisika/Kimia dan Biologi Perairan

No. Parameter

Fisik – Kimia Satuan Alat

Tempat Pengukuran Fisika Air 1 2 3 4 Suhu Air Penetrasi Cahaya TSS Kandungan Organik Substrat 0 C Cm mg/l %

Termometer Air Raksa Keping Secchi

Spektrofotometri Oven dan Tanur

In-situ In-situ

Laboratorium Laboratorium

5 Tipe substrat Visual In-situ

Kimia Air 6 7 8 9 10 11 12 pH Air Salinitas DO BOD5 COD Cd Pb -0 /00 mg/l mg/l mg/l ppm ppm pH meter Refraktometer Metoda Winkler

Metoda Winkler & Inkubasi Metoda Refluks AAS AAS In-situ In-situ In-situ Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium Analisa kandungan organik substrat dilakukan di Laboratorium Kimia Pusat Penelitian Lingkungan Universitas Sumatera Utara Medan. Bagan kerja terlampir (Lampiran L).

3.7 Analisis data

Untuk mengetahui perbedaan kandungan logam berat Cd dan Pb di kerang, air dan sedimen pada berbagai pengamatan (stasiun) digunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) melalui uji koefisien regresi secara bersama-sama (uji F) satu arah. Data diuji distribusinya dan homogenitasnya. Jika dari distribusi normal dan homogen maka dilanjutkan dengan Anova pada taraf 5%. Jika data tidak berdistribusi normal dan atau tidak homogen maka dianalisa dengan uji Freadman, jika terjadi


(57)

perbedaan yang nyata, maka dilanjutkan Post Hoc Test (Benferroni) untuk melihat data dan yang berbeda. Untuk melihat korelasi antara kadar Cd atau Pb kerang bulu dengan kandungan Cd atau Pb pada beberapa lokasi perairan muara Asahan (sedimen dan air) digunakan uji pearson (distribusi data normal dan homogen) atau uji Speraman (distribusi data tidak normal dan tidak homogen) (Santoso, 1997). Analisa data statistik dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 16.00.


(58)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Kandungan Logam Berat pada Daging Anadara inflata 4.1.1 Timbal (Pb)

Kerang mendapatkan makanan dengan menjaring (filter feed) jasad-jasad renik terutama plankton nabati antara hewani, sehingga apabila lingkungan tempat kerang tersebut tercemar logam berat, maka pada tubuh kerang akan terakumulasi logam berat dalam jumlah tinggi, terlihat pada tabel di bawah ini (Tabel 4.1)

Tabel 4.1. Hasil Analisa Kandungan Logam Pb pada Daging Kerang Bulu (Anadara inflata)

Kandungan logam Pb (ppm) No Stasiun

U1 U2 U3 Rata-rata±SD

1 2 3 ST1 ST2 ST3 0,0250 0,0078 0,0040 0,0174 0,0059 0,0021 0,0136 0,0059 0,0002 0,0187±0,0058a 0,0065±0,0011b 0,0021±0,0019b Keterangan:

SD = Standart deviasi, Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kelompok perlakuan (lajur yang sama) berbeda tidak signifikan pada taraf uji 5% (huruf kecil) dan berdasarkan uji Benferroni.

Pada tabel di atas dapat dilihat kadar Pb daging Anadara inflata rata-rata 0,0021-0,0187 ppm, kadar Pb rata-rata tertinggi dijumpai pada stasiun I yaitu 0,0187 ppm, berbeda nyata dengan stasiun II (0,0065 ppm) dan stasiun III (0,0021 ppm), sedangkan antara stasiun II dan III tidak berbeda nyata. Tingginya kandungan logam berat pb pada daging Anadara inflata di stasiun I dibandingkan dengan stasiun II dan III kemungkinan letak lokasi stasiun I lebih dekat dengan pelabuhan kapal-kapal


(59)

bongkar muat, kapal ikan, pabrik-pabrik, dan galangan kapal serta pemukiman penduduk. Selain itu, di sepanjang hulu sungai juga terdapat banyak pabrik industri dan lahan pertanian, memungkinkan adanya limbah buangan air yang di buang ke sungai terbawa air sungai dan berakhir di muara sungai dan menjadi tempat berkumpulnya zat-zat cemaran yang dibawa oleh aliran sungai tersebut.

Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Rochyatun dan Rozak, (2007) penyebab utama logam berat menjadi bahan pencemar berbahaya karena tidak dapat dihancurkan oleh organisme di lingkungan dan terakumulasi ke lingkungan terutama mengendap di perairan membentuk senyawa kompleks bersama bahan organik dan anorganik secara absorbsi dan kombinasi. Selanjutnya menurut Suprapti, (2008) banyaknya kandungan Pb ini disebabkan oleh sifat dari kerang bulu (Anadara inflata) termasuk hewan sedentari yang hidupnya relatif menetap di dasar perairan dan merupakan hewan deposit feeder, sehingga mampu mengakumulasi logam berat Pb yang terdapat di lokasi tersebut.

Penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan pada lokasi yang sama ditemukan timbal (Pb) pada daging Anadara inflata sebesar 0,7086-1,4387 ug/g (ppb), (Afrizal, 2000), sedangkan pada kerang darah (Anadara granulosa) ditemukan kandungan logam berat Timbal (Pb) sebesar 0,186 ppb (Murtini et al., 2004). Namun bila dibandingkan dengan penelitian yang sama di lokasi yang berbeda yakni di

perairan Belawan kandungan Pb Anadara inflata 0,1625 ppm dan kerang darah

sebesar 0,2798 ppm (Siagian, 2004), selanjutnya penelitian kandungan logam berat Pb pada mollusca jenis siput laut (Telescopium telescopium) di perairan Dumai,


(60)

(Amin et al., 2004) diperoleh hasil 1,73-10,78 ug/g, jauh lebih tinggi dari perairan muara Sungai Asahan. Walaupun demikian keadaan di atas memberi petunjuk bahwa muara Sungai Asahan tercemar logam berat Timbal (Pb) yang terakumulasi dalam daging kerang bulu (Anadara inflata) tersebut.

Kandungan logam Pb yang terendah, terdapat di stasiun III sebesar 0,0021 ppm, lokasi ini 5 mil dari lepas pantai, dari besarnya jumlah kandungan logam Pb pada daging kerang bulu (Anadara inflata) di stasiun III sudah mengarah ke laut diduga adanya pengaruh turbulen dan arus laut yang sangat mempengaruhi pemekatan, pengenceran dan penyebaran logam di perairan muara tersebut. Faktor lain yang mempengaruhi adalah pasang surut air laut masuk ke muara dan bergerak ke tepi sehingga logam banyak menuju kearah tepi atau mendekati pantai, sedangkan pada saat surut pergerakan air laut banyak terdapat di tengah atau di muara yang menyababkan logam-logam berat juga berada di tengah. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Karimah et al., (2002) bahwa yang mempengaruhi fluktuasi kadar logam berat timbal dalam sampel selain pasang surut air laut, interaksi logam timbal dengan semua senyawa kimia lain, adukan turbulensi dan arus laut juga dipengaruhi oleh lingkungan dan musim yang tidak menentu.

Kontaminasi logam Pb lebih besar diduga adanya pembuangan limbah industri yang mengandung Pb lebih besar serta terjadi pengendapan di dasar perairan. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh saeni, (1989) dalam Bahri, (2003) Timbal (Pb) masuk ke perairan melalui pengendapan, jatuhnya debu yang mengandung Pb tetraetil, erosi limah industri. Selanjutnya (Bryan, 1976 dalam Bahri,


(61)

2003) menyatakan bahwa pengendapan logam berat Pb di perairan terjadi karena adanya anion klorida dan hidroksil yang membentuk PbCl+, PbCl2, PbOH+ dan ada

kemungkinan lain yaitu adanya H2S sehingga Pb akan mengendap karena senyawa sulfida sukar larut.

Dari data kandungan logam Pb yang diperoleh rata-rata 0,0021 ppm – 0,00187 ppm pada daging kerang bulu (Anadara inflata) menunjukkan bahwa kadar logam Pb tersebut belum melebihi batas yang ditetapkan yaitu 2 ppm untuk logam Pb sesuai keputusan dirjen Pom No.03725/B/SK/VII/89, Supriyanto et al., (2007). Selanjutnya menurut Australia Health and Medical Research Counsil kandung Pb maksimum dalam makanan laut 2 ug Pb/g (Afrizal, 2000).Walaupun kandungan logam berat Pb

pada daging kerang bulu (Anadara inflata) masih layak dikonsumsi, namun

keberadaannya dapat mempengaruhi biota dan manusia yang berinteraksi di wilayah tersebut. Jika timbal (Pb) masuk ke dalam tubuh manusia melebihi batas ambang yang ditentukan akan mengakibatkan keracunan akut atau kronis (Palar, 2008).

Menurut Nybaken (1992) logam berat merupakan salah satu bahan kimia beracun yang dapat memasuki ekosistem bahari. Bahan-bahan kimia ini seringkali memasuki rantai makanan di laut dan mempengaruhi pada hewan-hewan, serta dari waktu ke waktu dapat berpindah-pindah dari sumbernya, keaadaan tersebut menyebabkan sulit sekali untuk memperkecil pengaruh bahan kimia tersebut, terutama apabila pengaruh terulang kembali pada tahun-tahun berikutnya. Beberapa biota laut tertentu juga dapat mempengaruhi toksik sebagai unsur kimia karena memiliki kemmampuan untuk mengakumulasi zat tersebut ditubuhnya jauh melebihi yang terkandung di perairan sekitarnya.


(62)

4.1.2 Cadmium (Cd)

Bivalvia dapat mengakumulasi Cd sampai 352 kali lebih tinggi dari kadar Cd yang terdapat dalam airnya. Akumulasi yang tinggi berhubungan erat dengan sifatnya sebagai hewan dasar yang mengambil makanan dengan cara menyaring air atau “filter feeder” (Inswiasri et al., 1993). Menurut Gani, (1997), dalam Karimah et al., (2002), daging dan tulang molluska merupakan bagian tubuh hewan yang banyak mengakumulasi logam. Pada filum mollusca cangkang merupakan bagian tubuh yang strukturnya sama dengan tulang (Gusneer, 1997, dalam Karimah et al., 2002). Hasil analisa kandungan logam berat Cd pada daging kerang bulu (Anadara inflata) dapat dilihat pada Tabel 4.2

Tabel 4.2. Hasil Analisa Kandungan Logam Berat Cd di Dalam Daging Kerang Bulu (Anadara inflata)

Kandungan Cd (ppm) No Stasiun

U1 U2 U3 Rata-rata±SD

1 2 3 ST1 ST2 ST3 0,0158 0,0065 0,0059 0,0144 0,0083 0,0050 0,0137 0,0047 0,0038 0,0146±0,0011a 0,0065±0,0018b 0,0049±0,0011b Berdasarkan hasil yang diperoleh, kandungan cadmium pada daging kerang bulu (Anadara inflata) di stasiun I rata-rata 0,0146 ppm, stasiun II 0,0065 ppm dan stasiun III 0,005 ppm, dari ketiga stasiun tersebut kandungan kadmium tertinggi terdapat pada stasiun I sedangkan yang terendah di stasiun III. Nilai rata-rata logam Cd pada daging kerang bulu yang dijumpai antara stasiun I (0,0146 ppm) dengan stasiun II (0,0065 ppm) dan stasiun III (0,0049 ppm) terlihat berbeda nyata sedangkan pada stasiun II dan III tidak berbeda nyata. Secara keseluruhan kandungan kadmium


(63)

pada daging Anadara inflata belum melebihi batas yang ditetapkan sebesar 0,2 ppm (Pom No.03725/B/SK/VII/89, Supryanto et al., 2007).

Rata-rata kandungan Cd yang tinggi di stasiun I karena adanya cemaran logam berat Cadmium (Cd) di perairan muara Sungai Asahan kemungkinan karena adanya aliran dari Sungai Asahan yang membawa bahan-bahan hasil buangan dari aktivitas industri di daerah aliran sungai. Bahan-bahan buangan terutama yang mengandung cadmium (Cd) terakumulasi terlebih dahulu pada jarak 3 mil (stasiun), seterusnya ke 4 dan 5 mil dari tepi pantai. Dibanding dengan penelitian sebelumnya di lokasi yang sama kandungan logam cadmium pada daging kerang bulu (Anadara inflata) berfluktuasi. Hasil kandungan logam berat cadmium pada daging kerang bulu sebesar 1,6916-6,4739 (ug/g berat kering) Afrizal, (2000) dan 23,2ppb (Murtini et al., 2004). Sedangkan penelitian yang sama dilakukan di lokasi lain kandungan logam berat Cd pada kerang bulu berkisar antara 1,61-3,97 ppm dengan rata-rata 2,47-0,79 ppm (Sari dan Keman, 2002), dan penelitian yang sama terhadap mollusca (Telescopium telescopium) di perairan Dumai, (Amin et al., 2004) diperoleh hasil kandungan logam berat Cd berkisar rata-rata 0,33-0,69 u/g, Ini menunjukkan kandungan yang diperoleh masih lebih rendah dari penelitian sebelumnya baik di lokasi yang sama maupun di lokasi lain.

Dari tabel 4.2 terlihat kadar maksimum Cd yang terdeteksi berfluktuasi untuk kerang bulu. Hal ini mungkin disebabkan karena sampel kerang yang diambil dari perairan muara Sungai Asahan tidak diperhatikan besarnya (ukurannya) atau


(64)

akumulasi logam dalam kerang disebabkan oleh faktor-faktor individu yang bervariasi misalnya ukuran kerang. Selanjutnya Hutagalung, (1989) dalam Insswiasri (1993) menyebutkan bahwa kadar logam Hg dan Cd dalam kerang hijau selalu menurun secara bermakna dengan naiknya ukuran kerang.

Selanjutnya Afrizal, (2000) menyatakan kandungan logam dalam mollusca bivalvia dipengaruhi oleh kandungan logam berat dalam badan air, sedimen dan sifat oraganisme (jenis, umur dan ukuran), serta lamanya pemaparan terhadap logam berat. Akumulasi logam berat dalam tubuh organisme tergantung pada konsentrasi logam berat dalam air/lingkungan, suhu, keadaan spesies dan aktivitas fisiologis (Connel dan Miller, 1995 dalam Yudha, 2007).

Dari data yang dihasilkan dapat menunjukkan muara Sungai Asahan sudah tercemar logam berat Cd, namun masih di bawah ambang batas aman dikonsumsi,

The National Food Authority (NFA) dalam Murtini et al., (2004) mengizinkan tingkat kandungan Kandmium (Cd) dalam crustaceae di bawah 2 mg/kg (2ppm). Jika dikaitkan dengan ketentuan ILO/WHO (Sari dan Keman, 2002) menyatakan bahwa kandungan logam Cadmium yang diperolehkan dalam tubuh hewan laut yang dikomsumsi oleh manusia dalam hal ini kerang bulu maka dapat dikatakan angka tersebut belum melebihi ketentuan yang ada sebesar 0,1 ppm.

Berdasarkan tabel 4.2 kandungan logam Cd pada daging kerang bulu (Anadara inflata) masih dibawah ambang batas yang ditentukan sebesar 0,2 ppm. Kandungan kadmium pada daging kerang bulu (Anadara inflata) disebabkan limbah buangan dari kegiatan aktivitas manusia, antara lain limbah rumah tangga,


(1)

Pabrik Pengolahan Udang di Tepi Muara Sungai Asahan

Gorong-Gorong Pembuangan Limbah dari Pabrik Pengolahan Udang di Tepi Muara Sungai Asahan


(2)

Pelabuhan Kapal ke Malaysia di Tepi Muara Sungai Asahan


(3)

Air Balasan Kapal Ikan di Tepi Muara Sungai Asahan


(4)

Pabrik Pembuatan Tepung Tapioka di Tepi Muara Sungai Asahan


(5)

Pelabuhan Kapal ke Luar Negeri di Tepi Muara Sungai Asahan


(6)

Pabrik Pengolahan Ikan di Tepi Muara Sungai Asahan


Dokumen yang terkait

Ikan Batak (Neolissochillus sumatranus) Sebagai Bioindikator Pencemaran Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) di Perairan Sungai Asahan

0 59 69

Analisis Logam Berat Cadmium (Cd), Cuprum (Cu), Cromium (Cr), Ferrum (Fe), Nikel (Ni), Zinkum (Zn) Pada Sedimen Muara Sungai Asahan Di Tanjung Balai Dengan Metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

5 89 98

Pemanfaatan kerang hijau, Perna viridis Linn. sebagai bioindikator pencemaran logam timbal(Pb) di perairan Kamal Muara, Teluk Jakarta

1 5 27

Kandungan Logam Berat (Pb, Cd, dan Hg) pada Kerang Bulu (Anadara antiquata) di Perairan Kronjo dan Cituis, Kabupaten Tangerang

0 4 30

PENCEMARAN LOGAM BERAT TIMBAL PB DI UDAR

0 0 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Sungai - Ikan Batak (Neolissochillus sumatranus) Sebagai Bioindikator Pencemaran Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) di Perairan Sungai Asahan

2 21 16

Ikan Batak (Neolissochillus sumatranus) Sebagai Bioindikator Pencemaran Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) di Perairan Sungai Asahan

1 7 15

DEPURASI KANDUNGAN LOGAM BERAT Pb DAN Cd PADA KERANG BULU (Anadara antiquata) DENGAN FILTER YANG BERBEDA Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 83

POTENSI PENGGUNAAN CANGKANG KERANG SEBAGAI FILTER DALAM PROSES DEPURASI TERHADAP KANDUNGAN LOGAM BERAT KADMIUM (Cd) PADA KERANG BULU (Anadara antiquata)

0 0 87

Korelasi Ukuran Dengan Konsentrasi Logam Berat Timbal (Pb) pada Kerang Bulu (Anadara Antiquata) di Pelabuhan Potere Makassar - Repositori UIN Alauddin Makassar

0 2 73