Kandungan Logam Berat Pb, Cu, Cd, dan Hg pada Kerang Darah Anadara granosa (Linnaeus, 1758) di Perairan Pesisir Kabupaten Tangerang

KANDUNGAN LOGAM BERAT Pb, Cu, Cd, DAN Hg
PADA KERANG DARAH Anadara granosa (Linnaeus, 1758)
DI PERAIRAN PESISIR KABUPATEN TANGERANG

INGGAR KUSUMA

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa penelitian yang berjudul Kandungan
Logam Berat Pb, Cu, Cd, dan Hg pada Kerang Darah Anadara granosa (Linnaeus,
1758) di Perairan Pesisir Kabupaten Tangerang adalah benar merupakan hasil
karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir usulan

penelitian ini.
Bogor, Juli 2014
Inggar Kusuma
NIM C24100089

ABSTRAK
INGGAR KUSUMA. Kandungan Logam Berat Pb, Cu, Cd, dan Hg pada Kerang
Darah Anadara granosa (Linnaeus, 1758) di Perairan Pesisir Kabupaten
Tangerang. Dibimbing oleh YUSLI WARDIATNO dan ETTY RIANI.
Kerang darah (Anadara granosa) merupakan salah satu sumber daya hayati
yang digunakan masyarakat Indonesia sebagai bahan konsumsi, tetapi biota
tersebut dapat mengakumulasi logam lebih tinggi dibandingkan dengan biota
akutik lainnya karena sifatnya menetap dan filter feeder. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengungkap kandungan logam berat Pb, Cu, Cd, dan Hg yang
terdapat pada kerang darah. Analisis logam berat dilakukan menggunakan Atomic
Absoption Spectrophotometry (AAS). Hasil analisis kandungan logam tertinggi
ditunjukkan oleh Pb sebesar 0,675 mg/kg pada bulan Juni dan 1,860 mg/kg pada
bulan Agustus di Perairan Kronjo, diikuti oleh Cu sebesar 3,440 mg/kg di Perairan
Cituis. Nilai faktor konsentrasi menunjukkan bahwa kerang darah (Anadara
granosa) pada Perairan Kronjo dan Cituis memiliki daya akumulasi yang sedang

terhadap logam Pb dan Cd, namun rendah terhadap logam Cu.
Kata kunci: Cituis, kerang darah (Anadara granosa), Kronjo, logam berat, PTWI

ABSTRACT
INGGAR KUSUMA. Heavy Metal Content Pb, Cu, Cd, and Hg on the Blood
Cockle Anadara granosa (Linnaeus, 1758) in Coastal Tangerang Regency.
Supervised by YUSLI WARDIATNO and ETTY RIANI.
Blood cockle (Anadara granosa) is one of the biological resources that have
been used by Indonesian people. They can accumulate more metals than the other
aquatic animals because they settle and filter their feed. The purpose of this study
is to reveal the metal content of Pb, Cu, Cd, and Hg were found in the blood
cockle. AAS (Atomic Absorbtion spectrophotometry) were used to analyze the
heavy metal concentration. The result showed that the highest metal content of Pb
is 0,675 mg/kg on June and 1,860 mg/kg on August in Kronjo and Cu is 3,440
mg/kg in Cituis. The Bioconcentration Factor (BCF) showed that blood cockle in
Kronjo and Cituis has a moderately accumulation in Pb and Cd, but lower in Cu.
Keywords: Blood cockle (Anadara granosa), Cituis, heavy metals, Kronjo, PTWI

KANDUNGAN LOGAM BERAT Pb, Cu, Cd, DAN Hg
PADA KERANG DARAH Anadara granosa (Linnaeus, 1758)

DI PERAIRAN PESISISR KABUPATEN TANGERANG

INGGAR KUSUMA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi

Nama
NIM

Program Studi

: Kandungan Logam Berat Pb, Cu, Cd, dan Hg pada
Kerang Darah Anadara granosa (Linnaeus, 1758) di
Perairan Pesisir Kabupaten Tangerang
: Inggar Kusuma
: C24100089
: Manajemen Sumber Daya Perairan

Disetujui oleh

Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc
Pembimbing I

Dr Ir Etty Riani, MS
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir M Mukhlis Kamal, Msc

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan judul
“Kandungan Logam Berat Pb, Cu, Cd, dan Hg pada Kerang Darah Anadara
granosa (Linnaeus, 1758) di Perairan Pesisir Kabupaten Tangerang”. Karya
ilmiah ini disusun dan diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
sarjana di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1.
Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan studi untuk
mendapatkan gelar sarjana perikanan
2.
Penelitian yang pembiayaannya bersumber dari dibiayai oleh PT Kapuk
Naga Indah, bekerja sama dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian
kepada Masyarakat (LPPM) dan Departemen Manajemen Sumberdaya
Perairan.

3.
Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc sebagai dosen pembimbing akademik dan ketua
komisi pembimbing.
4.
Dr Ir Etty Riani, MS sebagai anggota komisi pembimbing yang telah
memberi arahan dan masukan dalam penulisan karya ilmiah ini.
5.
Dr Ir Nurlisa A. Butet, MSc selaku penguji tamu dan Inna Puspa Ayu, SPi,
MSi selaku perwakilan komisi pendidikan Departemen Manajemen Sumber
Daya Perairan atas saran dan masukan yang sangat berarti.
6.
Keluarga: Bapak (Anif Fariyanto), Mama (Syarita Hutabarat), Adik (Andika
Dwi Setyawan dan Andi Alfian Kartika Aji) atas kasih sayang, doa, dan
dukungan baik moril ataupun materil.
7.
Teman-teman penelitian Kronjo: Febi, Serli, Andin, Fani, Nina,
Werdhiningtyas, Akrom, Lusita, Dito, Runi, Nisa, Ka Ana, Kang Asep dan
semua yang telah membantu.
8.
Teman-teman MSP angkatan 47 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu,

terima kasih atas segala bentuk bantuan dan dukungan yang telah diberikan.
9.
Teman-teman TPB Puspa Aqmarina, Egi Puspita, Indrayu Wulan Sari
Ritonga, Mugi Lestari, Adhita Puspitasari, Viona Mandalika, Sugih Mahera.
10. Keluarga Besar ORYZA Softball Baseball IPB
11. Teman-teman NF Dita, Nanda, Eca, Ijec, Siella
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat

Bogor, Juli 2014

Inggar Kusuma

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan
METODE

Lokasi dan Waktu
Alat dan Bahan
Prosedur Kerja
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
1
1
2
3
3
3

3
4
5
6
6
12
15
15
19
22

DAFTAR TABEL
1 Batas maksimum cemaran logam berat dalam pangan BSN (2009) dan
WHO (2011)
2 Nilai faktor biokonsentrasi logam (Pb, Cu, dan Cd) pada kerang darah
(Anadara granosa)
3 Kandungan logam berat dalam kerang darah pada beberapa perairan di
Indonesia

5

11
14

DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir perumusan masalah penelitian logam berat (Pb, Cu,Cd,
Hg) pada kerang darah (Anadara granosa) di Perairan Pesisir Kabupaten
Tangerang
2 Lokasi pengambilan contoh kerang darah (Anadara granosa) di Perairan
Kronjo dan Cituis
3 Kerang darah (Anadara granosa)
4 Alat tangkap garok
5 Hasil analisis kandungan logam berat Pb pada insang dan daging kerang
darah (Anadara granosa) di perairan pesisir Kabupaten Tangerang
6 Hasil analisis kandungan logam berat Cu pada insang dan daging kerang
darah (Anadara granosa) di perairan pesisir Kabupaten Tangerang
7 Hasil analisis kandungan logam berat Cd pada insang dan daging kerang
darah (Anadara granosa) di perairan pesisir Kabupaten Tangerang
8 Hasil analisis kandungan logam berat Hg pada insang dan daging kerang
darah (Anadara granosa) di perairan pesisir Kabupaten Tangerang


2
3
4
4
7
8
9
10

DAFTAR LAMPIRAN
1 Analisis kandungan logam berat pada kerang darah (Anadara granosa)
2 Perhitungan jumalah kerang yang boleh dikonsumsi oleh manusia
individu/minggu
3 Faktor biokonsentrasi

19
19
20

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perairan Cituis dan Kronjo yang terletak di pesisir Kabupaten Tangerang
merupakan suatu daerah yang keadaannya cukup rusak akibat abrasi oleh air laut.
Selain itu, pencemaran juga terjadi akibat berbagai aktivitas sekitar pantai. Hal
tersebut membuat keadaan lingkungan beserta biota yang berada di sekitarnya
tercemar. Salah satu di antara bahan yang berpotensi mencemari adalah logam
berat. Logam berat pada lingkungan perairan dapat berasal dari berbagai sumber
alam dan kegiatan antropogenik (Connell dan Miller 1995). Menurut Yonvitner
et al. (2007), wilayah Pesisir Tangerang banyak menerima masukan dan limpahan
bahan organik yang umumnya masuk melalui sungai. Selain bahan organik,
terdapat juga bahan toksik (racun) yang berbahaya bagi biota. Pencemaran
lingkungan perairan oleh logam berat dapat mempengaruhi biota akuatik,
menimbulkan kekhawatiran, dan menimbulkan resiko yang cukup besar terhadap
kesehatan (Amisah et al. 2009). Pencemaran logam berat di Perairan Kronjo dan
Cituis yang dikhawatirkan, di antaranya Pb, Cu, Cd, dan Hg.
Pemantauan dan penelitian logam di lingkungan telah banyak dilakukan
karena kekhawatiran tehadap akumulasi dan efek toksikan, terutama pada
organisme akuatik dan manusia yang mengkonsumsi organisme tersebut (Otchere
2003). Hungspreungs dan Yuangthong (1983) in Everaarts dan Swennen (1987)
menyatakan bahwa salah satu organisme akutik dari filum moluska yang biasa
dikonsumsi oleh manusia adalah oyster (Crassostrea commercialis), kerang darah
(Anadara granosa), dan kerang hijau (Perna viridis). Selain itu, bivalvia sangat
efektif untuk menjadi biomonitor karena kemampuannya yang dapat
mengakumulasi bahan kimia, memiliki masa hidup yang lama, kepadatan yang
tinggi, dan sesil (menetap) (Otchere 2003; Rainbow 2007; Gupta dan Singh 2011).
Banyak penelitian yang telah dilakukan di Pesisir Indonesia. Salah satu penelitian
tersebut adalah kandungan logam berat yang terdapat di ikan (Simbolon et al.
2010) dan kerang (Wulandari 2009; Fauziah et al. 2012; Azhar et al. 2012;
Suprapti 2008; Suryono 2006).
Biota yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerang darah (Anadara
granosa). Kerang darah mampu menyerap cemaran logam berat di lingkungan
yang tercemar oleh logam berat karena bersifat filter feeder dan sessile (menetap).
Logam berat yang terdapat di dalam tubuh kerang dapat terakumulasi secara alami.
Logam berat yang masuk ke dalam tubuh organisme akan mengalami akumulasi.
Akumulasi terjadi karena kecenderungan logam berat membentuk senyawa
kompleks dengan zat-zat organik yang terdapat dalam tubuh organisme, sehingga
logam berat dapat terfiksasi dan tidak segera diekskresikan oleh organisme
bersangkutan. Logam berat dalam air umumnya berbentuk ion dan logam tersebut
diserap oleh kerang secara langsung melalui air yang melewati membran insang
atau melalui makanan. Selain melalui insang, logam berat dapat juga masuk
melalui kulit dan lapisan mukosa, selanjutnya diangkut darah dan dapat tertimbun
dalam jantung dan ginjal kerang (Laws 1981), sehingga kerang darah merupakan
salah satu organisme laut yang dapat digunakan sebagai hewan uji dalam
pemantauan tingkat akumulasi logam berat.

2
Kerang darah juga dimanfaatkan oleh manusia karena mengandung protein,
vitamin, mineral, dan asam lemak tidak jenuh dengan nilai gizi tinggi. Apabila
kerang darah yang terkontaminasi logam berat dikonsumsi oleh manusia, maka
dapat membahayakan kesehatan manusia, sehingga diperlukan penelitian untuk
membuktikan kandungan logam berat (Pb, Cu, Cd, dan Hg) yang terdapat dalam
kerang darah (Anadara granosa).
Perumusan Masalah
Aktivitas manusia di sekitar pesisir seperti kegiatan industri, rumah tangga,
maupun kegiatan pertanian dapat menyebabkan tingginya masukan limbah, baik
organik maupun anorganik ke wilayah pesisir tersebut. Masukan limbah tersebut
dapat menyebabkan terjadinya pencemaran di udara, perairan, dan tanah. Salah
satu limbah yang dapat membahayakan lingkungan, organisme, dan manusia
adalah logam berat. Kerang darah merupakan biota yang dapat digunakan dalam
memonitoring perairan tercemar, terutama akibat cemaran logam berat. Hal ini
dikarenakan mobilitas atau pergerakan kerang darah yang rendah, sehingga
memiliki potensi yang besar dalam mengakumulasi logam berat yang ada di
lingkungannya. Oleh sebab itu, adanya logam berat di dalam tubuh kerang darah
diduga dapat mewakili keberadaan logam berat yang ada di habitatnya. Uraian
tersebut secara ringkas disajikan dalam Gambar 1.






Masukkan air yang
berasal dari
allochthonous dan
autochthonous
Kualitas air
Hidrodinamika

Faktor konsentrasi
yang terdapat
dalam organ insang
dan daging kerang
darah (Anadara
granosa)

Kandungan logam
berat dalam Kerang
darah Anadara granosa

Gambar 1 Diagram alir perumusan masalah penelitian logam berat (Pb, Cu,Cd,
Hg) pada kerang darah (Anadara granosa) di Perairan Pesisir
Kabupaten Tangerang

3
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap kandungan logam berat Pb, Cu,
Cd, dan Hg yang terdapat dalam kerang darah (Anadara granosa).

METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di sepanjang Pesisir Tangerang Kecamatan Cituis
dan Kronjo, Kabupaten Tangerang, Banten. Kegiatan penelitian ini meliputi
pengambilan contoh kerang darah (Anadara granosa) yang dilakukan di Perairan
Cituis dan Kronjo (Gambar 2) pada bulan April 2013 sampai dengan Februari
2014, dan analisis kandungan logam berat dilaksanakan di Laboratorium Bio
Mikro 1, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan dan Laboratorium Pengujian Departemen Teknologi Industri
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.

Gambar 2 Lokasi pengambilan contoh kerang darah (Anadara granosa) di
Perairan Kronjo dan Cituis
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan, yaitu garok (alat penangkap kerang darah), alat
pencatatan, alat pengumpul data, dan Atomic Absorption Spectrophotometer
(AAS). Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini, yaitu kerang darah (Anadara

4
granosa) yang disajikan pada Gambar 3, es batu, dan bahan kimia untuk analisis
kandungan logam berat (Pb, Cu, Cd, dan Hg) pada kerang darah.

Gambar 3 Kerang darah (Anadara granosa)

Prosedur Kerja
Pengambilan dan penyiapan contoh
Contoh kerang darah diambil dari Perairan Cituis dan Kronjo Kabupaten
Tangerang sebanyak tiga kali. Contoh diambil menggunakan garok yang
ditunjukkan pada Gambar 4 selama 15-30 menit, kemudian contoh disimpan pada
plastik klip dan dimasukkan ke dalam cool box yang berisi es batu.

Gambar 4 Alat tangkap garok
Analisis kandungan logam berat
Contoh kerang yang akan dianalisis logamnya terlebih dahulu disortir
dengan ukuran yang seragam sekitar 2-4 cm dengan menggunakan penggaris dan
ditimbang bobotnya menggunakan timbangan digital. Contoh kerang kemudian
dicuci dengan air bersih dan dibedah menggunakan alat bedah steril pada kondisi

5
lingkungan yang steril. Analisis logam dilakukan secara komposit dengan bobot
masing-masing organ sekitar 10 gram berat basah, dan diberi label untuk
mencegah tertukarnya contoh. Setelah itu, contoh organ (insang dan daging)
kerang darah dimasukan ke dalam pendingin, kemudian kandungan logam
beratnya dianalisis di laboratorium.
Penentuan kandungan logam berat pada biota dilakukan sesuai dengan
metode Nitric Acid-Perchloric Acid Digestion, yaitu contoh dioksidasi oleh asam
sehingga logam dalam keadaan terlarut. Proses ini juga disebut juga dengan
destruksi. Pembuatan larutan standar dan dikalibrasi dilakukan sesuai metode
Nitric Acid-Perchloric Acid Digestion. Analisis kandungan logam berat Pb, Cu,
Cd, dan Hg pada contoh dilakukan di laboratorium menggunakan AAS (Atomic
Absoption Spectrophotometer) sesuai dengan metode Direct Air-Acetylene Flame
Method dengan panjang gelombang masing-masing logam secara berturut-turut
adalah 283,3 nm; 324,7 nm; 228,8 nm; sedangkan logam Hg menggunakan
metode Cold-Vapor Atomic Absorption Spectrometric Method dengan panjang
gelombang 253,7 nm (Rice et al. 2012).

Analisis Data
Analisis deskriptif
Hasil analisis kandungan logam berat Pb, Cd, Cu, dan Hg pada contoh biota
dibandingkan dengan batas maksimum cemaran logam berat dalam pangan yang
telah ditetapkan oleh BSN (2009) dan badan kesehatan dunia WHO (2011) yang
ditunjukkan pada Tabel 1, yaitu batas maksimum cemaran logam berat yang
diperbolehkan oleh WHO dan BSN yang diterbitkan pada SNI.
Tabel 1 Batas maksimum cemaran logam berat dalam pangan BSN (2009) dan
WHO (2011)
Parameter
Satuan
Baku Mutu
Timbal (Pb)
mg/kg
0,3
Kadmium (Cd)
mg/kg
0,1
Merkuri (Hg)
mg/kg
0,5
Tembaga (Cu)
mg/kg
2-3 (WHO)
Batas aman logam berat pada manusia
Sumber masukan logam berat ke dalam tubuh manusia salah satunya adalah
makanan. Keracunan logam Pb, Cu, Cd, dan Hg pada manusia dapat dicegah
dengan adanya penetapan batas aman kadar logam berat tersebut. Badan
kesehatan dunia (WHO) dan FAO menetapkan batas pemasukkan logam Cu
PMTDI (Provisional Maximum Tolerable Daily Intake) sebesar 0,05-0,5 mg/kg
berat badan. Standar Nasional Indonesia (SNI) menentukan nilai PTWI
(Provisional Tolerable weekly Intake) logam timbal sebesar 0,025 mg/kg berat
badan, kadmium sebesar 0,007 mg/kg berat badan, dan merkuri sebesar 0,005
mg/kg berat badan. Berikut ini merupakan rumus batas aman konsumsi per

6
minggu (Maximum Weekly Intake) yang diterbitkan WHO dan JEFCA (2011)
untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh logam.
MWI = Berat badana) x PTWIb)
Keterangan:
a)
: untuk asumsi berat badan sebesar 60 kg
b)
: PTWI (angka toleransi batas maksimum per minggu) yang dikeluarkan
lembaga pangan terkait dalam satuan mg/kg berat badan
Setelah MWI dan konsentrasi logam diketahui pada masing-masing biota,
selanjutnya dapat menentukan nilai maximum tolerable intake (MTI) dengan
rumus (Turkemen et al. 2008 in Azhar et al. 2012)
MTI = MWI /Ct
Keterangan :
MWI : Maximum Weekly Intake (orang dengan berat badan 60 kg per minggu)
Ct
: Konsentrasi logam berat yang ditemukan di dalam daging (mg/kg)
Faktor biokonsentrasi
Faktor biokonsentrasi adalah nisbah konsentrasi rata-rata dari suatu bahan
kimia uji yang terakumulasi dalam jaringan organisme yang terpapar terhadap
konsentrasi bahan kimia uji yang terukur di dalam air (Tahir 2012). Faktor
konsentrasi dihitung dengan menggunakan rumus (Carson 1962 in Fu et al. 2009).
K n entra
ga
K n entra
ga
Ket:
BCF

erang g g
ar g

= Faktor biokonsentrasi

Menurut Van Esch 1977 in Siregar (2013), terdapat tiga kategori faktor
konsentrasi, yaitu tingkat akumulasi rendah (1000).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Logam Pb (Timbal)
Manusia menemukan timbal (Pb) lebih dari 8500 tahun yang lalu. Timbal
telah lama digunakan untuk karya seni, pipa, bensin, baterai, dan cat (Whitaker

7
dan Bruce 2002). Penyebaran Pb di bumi sangat sedikit, yaitu 0,0002% dari
seluruh lapisan bumi. Logam Pb yang terdapat di perairan dapat berasal dari
aktivitas manusia, maupun secara alamiah terdapat di dalam kerak bumi (Palar
1994 in Widowati et al. 2008). Pencemaran Pb berasal dari sumber alami maupun
limbah hasil aktivitas manusia dengan jumlah yang terus meningkat, baik di
lingkungan air, udara, maupun darat.
Logam Pb adalah logam yang bersifat toksik terhadap manusia, yang bisa
berasal dari tindakan mengkonsumsi makanan, minuman, atau melalui inhalasi
dari udara, debu yang tercemar Pb, kontak lewat kulit, mata, dan parenteral
(Widowati et al. 2008). Hasil analisis kandungan logam Pb pada insang dan
daging di Perairan Cituis pada bulan Juni dan Agustus memiliki nilai yang sama
sebesar 0,030 mg/kg, Hal ini berbeda dengan hasil analisis kandungan logam Pb
di Perairan Kronjo pada organ insang sebesar 0,675 mg/kg pada bulan Juni dan
1,860 mg/kg pada bulan Agustus, sedangkan pada daging di bulan Juni sebesar
0,529 mg/kg dan 0,215 mg/kg di bulan Agustus (Gambar 5).

Kandungan Pb (mg/kg)

2,000
1,500

Insang

1,000

Daging

0,500

0,000
Juni

Agustus
Cituis

Juni

Agustus

Kronjo
Lokasi dan
Waktu

Gambar 5 Hasil analisis kandungan logam berat Pb pada insang dan daging
kerang darah (Anadara granosa) di perairan pesisir Kabupaten
Tangerang
Standar Nasional Indonesia (SNI) menetapkan batas maksimum logam
yang dapat ditoleransi oleh tubuh per minggu (Provisional Tolerable Weekly
Intake) sebanyak 0,0250 mg/kg per minggu per berat badan (Lampiran 2). Hal
tersebut menunjukkan berat maksimum kerang yang dapat dikonsumsi perminggu
tidak melebihi dari 50000 gr per minggu per 60 kg berat badan untuk daerah
Cituis dan 1183,432-4032,258 gr per minggu per 60 kg berat badan pada daerah
Kronjo. Hasil perhitungan PTWI tersebut dapat diketahui jumlah kerang yang
dapat dikonsumsi sebanyak 22727 individu kerang darah per minggu pada
Perairan Cituis dan 537-1832 individu kerang darah per minggu pada Perairan
Kronjo.

8
Logam Cu (Tembaga)
Menurut Darmono (1995), logam tembaga (Cu) merupakan mineral esensial
yang dibutuhkan oleh tubuh manusia untuk pembentukan hemoglobin. Secara
alamiah, logam Cu masuk ke dalam perairan dari peristiwa erosi, pengikisan
batuan, ataupun dari atmosfer yang dibawa turun oleh air hujan. Logam Cu yang
berasal dari aktivitas manusia, kegiatan industri, pertambangan, maupun industri
galangan kapal, beserta kegiatan dipelabuhan yang dapat mempercepat terjadinya
peningkatan kelarutan Cu di suatu perairan (Widowati et al. 2008). Hasil analisis
kandungan logam berat Cu yang terdapat pada organ insang dan daging di
Perairan Cituis dan Kronjo, Kabupaten Tangerang dapat dilihat pada Gambar 6.
Nilai kandungan logam Cu pada organ insang di Perairan Cituis sebesar 0,0150
mg/kg pada bulan juni dan 1,610 mg/kg pada bulan Agustus, sedangkan pada
daging di bulan Juni sebesar 0,015 mg/kg dan 3,440 mg/kg di bulan Agustus. Hal
ini berbeda dengan nilai kandungan logam Cu pada organ insang di Perairan
Kronjo yaitu 0,015 mg/kg di bulan Juni dan 0,387 mg/kg di bulan Agustus,
sedangkan 0,015 mg/kg di bulan Juni dan 0,215 mg/kg di bulan Agustus pada
organ insang (Lampiran 1).

Kandungan Cu (mg/kg)

4,000
3,000

Insang

2,000

Daging

1,000

0,000
Juni

Agustus
Cituis

Lokasi dan
Waktu

Juni

Agustus
Kronjo

Gambar 6 Hasil analisis kandungan logam berat Cu pada insang dan daging
kerang darah (Anadara granosa) di perairan pesisir Kabupaten
Tangerang
Batas maksimum logam tembaga yang dapat ditoleransi oleh tubuh per hari
(Provisional Maximum Tolerable Daily Intake) berdasarkan batas yang ditetapkan
oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan FAO sebesar 0,05-0,5 mg/kg per
minggu per berat badan. Hal tersebut dapat diperkirakan berat maksimum kerang
yang dapat dikonsumsi tidak lebih dari 1736,613-36923,076 gr per minggu per 60
kg berat badan pada Perairan Cituis dan 14925,373-260869,565 gr per minggu per
60 kg berat badan pada Perairan Kronjo. Hasil perhitungan PMTDI didapatkan
jumlah kerang yang dapat dikonsumsi sebanyak 789-16783 individu kerang darah

9
per hari pada Perairan Cituis dan 6784-118577 individu kerang darah per hari
pada Perairan Kronjo (Lampiran 2).
Logam Cd (Kadmium)
Kadmium (Cd) adalah salah satu logam berat dengan penyebaran yang
sangat luas di alam, logam ini bernomor atom 48, berat atom 112,40 dengan titik
cair 321oC dan titik didih 765oC. Kadmium terdapat sebagai mineral sulfida dan
sering ditemukan di alam bersama logam Pb dan Zn (Hamidah 1980). Kadmium
merupakan logam berwarna putih perak, lunak, mengkilap, tidak larut dalam basa,
mudah bereaksi, serta menghasilkan cadmium oksida bila dipanaskan. Cd
umumnya terdapat dalam kombinasi dengan klor (Cd klorida) atau belerang (Cd
sulfit). Kadmium yang terdapat di dalam lingkungan pada kadar rendah berasal
dari kegiatan penambangan seng (Zn), timah (Pb), dan Kobalt (Co) serta kuprum
(cu), sementara dalam kadar tinggi, logam tersebut berasal dari emisi industri,
antara lain dari hasil sampingan penambangan, peleburan seng (Zn), dan timbal
(Pb). Sumber lain adalah dari penggunaan sisa lumpur kotor sebagai pupuk
tanaman yang kemudian terbawa oleh aliran angin dan air. Kadmium bisa
membentuk ion Cd2+ yang bersifat tidak stabil (Widowati et al. 2008). Menurut
Sorensen (1991), kadmium sebagai polutan kumulatif yang tidak dapat uraikan,
dianggap mampu mengubah tingkat trofik pada air selama berabad-abad. Gambar
7 menunjukkan rata-rata nilai kandungan logam Cd pada organ insang dan daging
di Perairan Cituis dan Kronjo memiliki nilai yang sama dikedua perairan dengan
nilai sebesar 0,005 mg/kg pada bulan Juni dan Agustus.

Kandungan Cd (mg/kg)

0,006

Insang

0,005

Daging

0,004
0,003
0,002
0,001
0,000
Juni

Agustus
Cituis

Lokasi dan
Waktu

Juni

Agustus
Kronjo

Gambar 7 Hasil analisis kandungan logam berat Cd pada insang dan daging
kerang darah (Anadara granosa) di perairan pesisir Kabupaten
Tangerang
Batas maksimum logam kadmium yang dapat ditoleransi oleh tubuh
perminggu (Provisional Tolerable Weekly Intake) yang ditetapkan oleh Standar
Nasional Indonesia (SNI) sebanyak 0,007 mg/kg per minggu per berat badan.
Perkiraan berat maksimum kerang darah yang dapat dikonsumsi perminggu tidak

10
lebih dari 84000 gr per minggu per 60 kg berat badan pada Perairan Cituis dan
Kronjo. Hasil perhitungan PTWI didapatkan jumlah kerang yang dapat
dikonsumsi sebanyak 38181 individu kerang darah pada Perairan Cituis dan
Kronjo.
Logam Hg (Merkuri)
Merkuri (Hg) secara alami tersedia di alam dari hasil proses vulkanik kerak
bumi (El-Moselhy 2006; Widowati et al. 2008). Hg merupakan salah satu logam
yang paling beracun bagi lingkungan termasuk litosfer, hidrosfer, atmosfer, dan
biosfer. Serangkaian tranformasi kimia yang rumit memungkinkan tiga siklus
oksidasi merkuri (Hg0, Hg+1, Hg+2) di lingkungan (Barbosa et al. 2001). Logam
Hg yang masuk ke perairan sangat mudah berikatan dengan klor yang ada dalam
air laut dan membentuk ikatan HgCl yang mudah masuk ke dalam plankton dan
bisa berpindah ke biota laut lain. Merkuri anorganik (HgCl) akan berubah
menjadi merkuri organik (metil merkuri) oleh peran mikroorganisme yang terjadi
pada sedimen di dasar perairan (Widowati et al. 2008). Hasil analisis kandungan
logam berat Hg yang terdapat pada insang dan daging di Perairan Cituis dan
Kronjo, Kabupaten Tangerang ditunjukkan pada Gambar 8.

Kandungan Hg (mg/kg)

0,012
0,010

Insang

0,008

Daging

0,006
0,004
0,002
0,000
Juni

Agustus
Cituis

Juni

Agustus
Kronjo

Lokasi dan
Waktu
Gambar 8 Hasil analisis kandungan logam berat Hg pada insang dan daging
kerang darah (Anadara granosa) di perairan pesisir Kabupaten
Tangerang
Nilai rata-rata kandungan logam Hg pada organ insang dan daging di
Perairan Cituis dan Kronjo (Lampiran 1) memiliki nilai yang sama dikedua
perairan sebesar 0,001 mg/kg pada bulan Juni dan Agustus. Menurut Mukhtasor
(2007), ikan dan kerang mampu membuat logam Hg yang berada di dalam
tubuhnya menjadi tidak beracun melalui proses methilating. Menurut El-Moselhy
(2006), akumulasi Hg pada organisme laut tergantung dari faktor biotik dan abotik,
seperti laju petumbuhan, stadia hidup, supply makanan, kebiasaan makan, jenis
spesies, tingkat psikologi, suhu, salinitas, dan sumber pencemaran. Batas

11
pemasukkan yang ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI) pada logam
merkuri perminggu (Provisional Tolerable Weekly Intake) sebesar 0,005 mg/kg
per minggu per berat badan. Perkiraan berat maksimum kerang darah yang dapat
dikonsumsi perminggu tidak lebih dari 300000 gr per minggu per 60 kg berat
badan pada Perairan Cituis dan Kronjo. Hasil perhitungan PTWI didapatkan
jumlah kerang yang dapat dikonsumsi sebanyak 136363 individu kerang darah
pada Perairan Cituis dan Kronjo (Lampiran 2).
Faktor biokonsentrasi
Faktor biokonsentrasi merupakan suatu ukuran nilai kemampuan biota air
dalam mengambil bahan pencemar langsung dari lingkungan di sekitarnya.
Faktor tersebut menunjukkan adanya kecenderungan biota dalam mengakumulasi
logam berat dalam tubuhnya. Nilai faktor biokonsentrasi dapat diperoleh dengan
membandingkan kemampuan organisme (kerang) dalam menyerap logam dari air.
Nilai faktor biokonsentrasi disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Nilai faktor biokonsentrasi logam (Pb, Cu, dan Cd) pada kerang darah
(Anadara granosa)
Lokasi

Organ
Insang

Cituis

Rata-rata
Daging
Rata-rata
Insang

Kronjo

Rata-rata
Daging
Rata-rata

Faktor Konsentrasi
Pb
Cu
2,884
3,000
2,632
536,666
2,758
269,833
2,885
3,000
2,632
1146,666
2,758
574,833
88,816
3,000
214,615
25,800
151,715
14,400
69,605
3,000
24,807
14,333
47,206
8,666

Cd
5,000
5,000
5,000
5,000
5,000
5,000
5,000
5,000
5,000
5,000
5,000
5,000

Nilai faktor konsentrasi pada logam berat Pb di Perairan Cituis termasuk
kategori rendah karena nilainya yang berada di bawah 100, tetapi pada Perairan
Kronjo faktor konsentrasi logam tersebut termasuk dalam kategori sedang karena
berada diantara 100 hingga 1000. Hal ini menunjukkan bahwa kerang darah
(Anadara granosa) memiliki daya akumulasi yang sedang terhadap logam Pb,
sedangkan pada Perairan Kronjo kerang darah memiliki daya akumulasi yang
sedang. Faktor konsentrasi logam berat Cu termasuk dalam kategori sedang di
Perairan Cituis dan kategori rendah di Perairan Kronjo. Nilai faktor konsentrasi
antara 100-1000 mengindikasikan bahwa daya akumulasi kerang darah pada
logam Cu di Perairan Cituis tergolong sedang, sedangkan daya akumulasi kerang
terhadap logam Cu di Perairan Kronjo tergolong rendah. Nilai faktor konsentrasi
pada logam Cd dikedua daerah termasuk ke dalam kategori rendah. Hal ini

12
menunjukkan bahwa daya akumulasi kerang darah pada logam Cu dikedua
perairan tergolong rendah.

Pembahasan
Kandungan logam berat pada kerang darah (Anadara granosa) dianalisis
pada organ insang dan daging dari Perairan Cituis dan Kronjo. Kerang darah
merupakan salah satu biota dari kelas bivalvia yang biasa digunakan sebagai
indikator biologis karena dapat mengakumulasi logam berat di dalam tubuhnya
(Zahir et al. 2011; Jara-Marini et al. 2013; Jolley et al. 2004; Budiawan 2013).
Bioakumulasi merupakan pengambilan dan penyimpanan bahan-bahan kimia
(polutan) dari sumber eksternal, seperti makanan, air, subtrat, dan udara.
Bioakumulasi terjadi apabila tingkat pengambilan polutan oleh organisme lebih
besar dari tingkat hilangnya polutan dari tubuh organisme (Neff 1997 in
Mukhtasor 2007).
Alam et al. (2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kerang darah
(Anadara granosa) berpotensi untuk menjadi indikator pencemaran dalam
lingkungan laut. Selain itu juga dapat menjadi bioindikator pada air dan sedimen
yang terkontaminasi oleh Cd dan Zn (Abdullah et al. 2007; Rashid et al. 2009).
Menurut Eisler (1981) in Nguyen et al. (2011), kandungan logam berat tertinggi
di estuari biasanya terdapat pada bivalvia. Analisis logam berat menggunakan
Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS). AAS merupakan sebuah mesin
yang lebih sensitif dan dapat mengukur logam sampai tingkat ppb. Cara kerja
mesin ini berdasarkan penguapan larutan contoh dan logam yang terkandung di
dalamnya diubah menjadi atom bebas yang mengabsorbsi radiasi dari sumber
cahaya yang dipancarkan, kemudian banyaknya penyerapan radiasi diukur pada
panjang gelombang tertentu sesuai dengan jenis logamnya (Darmono 1995).
Hasil analisis kandungan logam Pb (Gambar 5) tertinggi terdapat pada
organ insang di Perairan Kronjo sebesar 0,675 mg/kg pada bulan Juni dan 1,860
mg/kg pada bulan Agustus. Selanjutnya kandungan logam Cu tertinggi terdapat
di Perairan Cituis pada organ daging sebesar 3,440 mg/kg di bulan Agustus
(Gambar 6). Kandungan logam Cd dan Hg di bulan Juni dan Agustus pada organ
insang dan daging memiliki nilai yang sama pada kedua daerah dan berada di
bawah batas deteksi Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) sehingga nilai
pada masing-masing logam sebesar 0,005 mg/kg pada logam Cd dan 0,001 mg/kg
pada logam Hg (Gambar 7 dan 8). Pengambilan contoh pada bulan Juni dan
Agustus tidak mempengaruhi hasil analisis kandungan logam. Hal ini disebabkan
tidak adanya perbedaan musim selama pengambilan contoh.
Hasil yang didapatkan kandungan logam berat Pb pada organ insang
memiliki nilai yang cukup tinggi dibandingkan dengan organ daging, sedangkan
kandungan logam Cu tertinggi terdapat pada organ daging. Hal tersebut
disebabkan oleh pola hidup dan cara makan kerang darah. Menurut Darmono
(2001), kerang darah memiliki habitat yang menetap, pergerakan lambat, serta
memiliki cara makan dengan menyaring air (filter feeder), sehingga karakteristik
hidup seperti itu menyebabkan organ insang melakukan kontak langsung dengan
logam Pb. Hal tersebut juga didukung oleh pernyataan Hayton dan Baron (1990)
bahwa insang merupakan organ yang dianggap memiliki efisiensi yang

13
maksimum dalam mengabsorbsi kontaminan yang berasal dari air, sedangkan
akumulasi maksimum terhadap logam berat yang terdapat pada organ daging
terjadi ketika organ insang telah melebihi batas maksimal untuk mengakumulasi
logam berat (Raphael et al. 2011).
Nilai kandungan logam Pb yang tinggi dapat diakibatkan oleh limbah yang
salah satunya dapat berasal dari batu bara akibat pembakaran dari pembangkit
tenaga listrik tersebut. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Darmono (1995)
bahwa batu bara dan minyak merupakan bahan bakar yang banyak digunakan
karena harganya yang relatif murah dan mudah untuk didapatkan. Dilain pihak,
limbahnya cukup berbahaya untuk makhluk hidup di sekitarnya karena dapat
mengandung logam Arsen (As), Kadmium (Cd), timah hitam (Pb), dan Merkuri
(Hg), sedangkan rata-rata kandungan logam Cu yang tinggi dapat disebabkan
buangan limbah industri, tekstil, serta outfall dan pengecatan anti fouling pada
kapal. Selain itu, menurut Mukhtasor (2007), kandungan Cu yang masuk ke laut
juga diakibatkan karena adanya asap pabrik tembaga dan pelapisan logam.
Tingginya kandungan logam berat dalam tubuh kerang darah, menunjukkan
bahwa tingkat akumulasi logam berat tidak terlepas dari tingginya logam berat
dalam habitatnya seperti sedimen. Hal ini didukung berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Muflih (2014), bahwa sebaran kandungan logam Pb dan Cd pada
sedimen di Perairan Cituis dan Kronjo sebesar 0-0,017 mg/kg dan 0,0001 mg/kg,
sedangkan di Perairan Cituis logam Cu dan Hg berturut-turut sebesar 0,002-0,032
mg/kg dan 0,004-0,020 mg/kg, selain itu sebaran logam Cu dan Hg yang terdapat
di Perairan Kronjo masing-masing sebesar 0,002-0,062 mg/kg dan 0,004-0,091
mg/kg. Perbedaan kandungan logam berat pada sedimen dan biota dapat
diketahui bahwa kerang darah memiliki daya lepas yang tinggi terhadap logam Hg
dan daya lepas yang rendah terhadap logam Pb dan Cu. Daya lepas yang rendah
terhadap logam Pb dan Cu ditunjukkan dengan kandungan logam yang terdapat
pada biota lebih tinggi dibandingkan dengan sedimen, sedangkan daya lepas yang
tinggi terhadap logam Hg ditunjukkan dengan kandungan logam yang terdapat
pada biota lebih rendah dibandingkan dengan sedimen.
Perbandingan data kandungan logam dalam kerang darah dapat dilihat pada
Tabel 3 yang digunakan untuk mengetahui seberapa tinggi kontaminasi logam
dalam tubuh kerang darah di Perairan Cituis dan Kronjo Kabupaten Tangerang.
Nilai kandungan logam berat di dalam kerang darah pada beberapa perairan sudah
melebihi batas baku mutu yang telah ditetapkan oleh WHO dan FAO serta SNI
(Tabel 2). Perairan Makasar, Bojonegara, dan Teluk Lada Banten memilki nilai
kandungan logam Cd berkisar 0,077-0,344 mg/kg. Hal tersebut menunjukkan
bahwa perairan tersebut sudah terkontaminasi logam berat karena telah melebihi
batas baku mutu yang telah ditetapkan (Tabel 1). Sementara itu, kandungan
logam Pb (0,255-0,201 mg/kg) dan Hg (0,020-0,288 mg/kg) pada Perairan
Makasar, Bojonegara, dan Teluk Lada Banten masih berada di bawah baku mutu
(Tabel 1), sedangkan untuk Perairan Cituis dan Kronjo nilai kandungan logam
berat Pb memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan perairan lainnya.
Secara baku mutu, logam Pb (timbal) pada perairan tersebut nilainya sudah
melebihi batas baku mutu dan tidak boleh dikonsumsi. Perbedaan kandungan
logam berat yang terdapat pada kerang darah dapat disebabkan oleh beberapa hal.
Menurut Barsytelovjoy (1999) in Salman (2011), akumulasi logam yang
dilakukan oleh bivalvia bervariasi, yaitu menurut umur, jenis kelamin, temperatur,

14
salinitas perairan, sejarah geokimia sedimen (Wang 2002), kegiatan antropogenik,
variasi musim untuk logam, pasokan makanan bagi biota, pertumbuhan, serapan
dan tingkat ekskresi logam oleh biota, perkembangan biologi dan gonad biota (ElMoselhy dan Yassiem 2005), kebiasaan makan, dan habitat biota (Arifin et al.
2012). Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Happy et al. (2012) berdasarkan
penelitiannya bahwa parameter kualitas air seperti pH, suhu, dan debit air juga
mempengaruhi konsentrasi logam berat yang berada di perairan.
Nilai faktor konsentrasi logam Pb di Perairan Kronjo lebih tinggi
dibandingkan dengan Perairan Cituis, sedangkan nilai faktor konsentrasi logam
Cu lebih tinggi di Perairan Cituis dibandingkan dengan Perairan Kronjo dan nilai
faktor konsentrasi logam Cu tergolong rendah pada kedua perairan (Lampiran 3).
Hal ini menindikasikan bahwa jenis logam Pb dan Cu lebih banyak terdapat di
perairan sehingga mudah terakumulasi pada kerang darah. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Hutagalung (1991) bahwa besar kecilnya nilai faktor konsentrasi
tergantung pada jenis logam berat, organisme, lama pemaparan serta kondisi
lingkungan perairan.
Tabel 3 Kandungan logam berat dalam kerang darah pada beberapa perairan di
Indonesia
Waktu
Sampling

Daerah
Bojonegara
(Anggraeny
2010)
Teluk Lada,
Banten (Putri
2010)
Makasar
(Daud et al.
2013)
Cituis
Kronjo
Cituis
Kronjo

Kecil

Pb
0,255

Logam Berat (mg/kg)
Cu
Cd
Hg
0,362
0,026

Besar
Kecil

0,201

-

0,344

0,029

-

-

-