Kajian pemanfaatan ruang dalam kaitannya dengan bencana tanah longsor di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan

KAJIAN PEMANFAATAN RUANG DALAM KAITANNYA
DENGAN BENCANA TANAH LONGSOR
DI KABUPATEN SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN

NANANG FIRMAN SAFARI YUSUF

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Pemanfaatan Ruang
dalam Kaitannya dengan Bencana Tanah Longsor di Kabupaten Sinjai Provinsi
Sulawesi Selatan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.


Bogor,

Juni 2008

Nanang Firman Safari Yusuf
NIM A353060354

ABSTRACT
NANANG FIRMAN SAFARI YUSUF. Study of Relationship between Spatial
Utilization and Landslide Disaster at Sinjai District, Sulawesi Selatan
Province. Under direction of KOMARSA GANDASASMITA and SETIA HADI.
Sinjai district is the part of Sulawesi Selatan Province. At this district landslide
disaster and its impact such as loss of life, damage of public facilities, etc. almost
occurred every rainy season. This phenomenon has been supposed to have a
relation with the management of land use.
Based on those condition, the aims of this study were : a) to analyze between
actual land use with Sinjai Regency Spatial Planning (RTRW); b) to analyze
spreading of landslide hazard and landslide risk; c) to analyze community perception
and participation about landslide disaster and regional spatial planning and d) to
formulate efforts in minimizing the hazard and risk of landslide. GIS method had been

used to analyze landslide risk assessment by using landslide hazard, properties and
vulnerability as parameters. The analysis revealed 1) discrepancy of spatial regional
planning was 44,23% of actual land use; 2) landslide risk map which was classified
into very high and high risk category (11.565 ha), moderate risk (36.774 ha), low
risk (25.537 ha) and very low risk (9.500 ha); 3) majority of inhabitants were lack
of knowledge concerning the location of landslide hazard and spatial arrangement
information, but they will participate in spatial regional planning programmes and 4)
The Sinjai Regency Spatial Planning need to revised by considering actual land use,
the class of inclination and landslide hazard and risk mapping.
Keywords : landslide, hazard, risk, GIS method, land use, community perception

RINGKASAN
NANANG FIRMAN SAFARI YUSUF. Kajian Pemanfaatan Ruang dalam Kaitannya
dengan Bencana Tanah Longsor di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan.
Dibimbing oleh KOMARSA GANDASASMITA dan SETIA HADI.
Kabupaten Sinjai merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi
Sulawesi Selatan. Wilayah Kabupaten Sinjai secara fisik mempunyai tingkat
kerentanan yang cukup tinggi terhadap terjadinya bencana tanah longsor dan
banjir. Pola geologi di sebelah utara daerah ini berupa perbukitan dan
pegunungan yang dibentuk oleh batuan yang telah mengalami pengikisan

(denudasional) berupa batuan sedimen berumur lebih tua dari batuan Gunungapi
Lompobattang dan telah mengalami pelapukan. Selain itu, dari data sekunder
yang ada sebagian wilayahnya mempunyai tingkat kemiringan lereng lebih dari
100 persen dan kondisi penutupan serta penggunaan lahan di lereng-lereng
pegunungan sampai di kawasan Gunungapi Lompobattang yang seharusnya
berfungsi sebagai kawasan lindung menunjukkan indikasi bahwa di beberapa
tempat telah terbuka atau berubah fungsi.
Langkah awal dalam penanggulangan bencana tanah longsor adalah
dengan menyusun informasi keruangan terkini tentang penyebaran lokasi rawan
bencana tanah longsor yang rinci dan komprehensif. Langkah ini diperlukan
untuk meminimalkan kerugian, baik berupa korban jiwa maupun materi, yang
ditimbulkan bencana. Informasi keruangan ini dapat dimulai dari penyusunan
basis data daerah yang berpotensi bahaya tanah longsor dan pembuatan
petanya dengan menggunakan metode sistem informasi geografis (SIG).
Tujuan dari penelitian ini adalah : 1) untuk menganalisis kesesuaian
antara penggunaan lahan saat ini terhadap RTRW; 2) untuk menganalisis
sebaran rawan tanah longsor dan resiko tanah longsor; 3) untuk menganalisis
persepsi dan partisipasi masyarakat terhadap bencana tanah longsor dan
penataan ruang serta 4) merumuskan upaya yang dapat dilakukan untuk
meminimalisir bencana tanah longsor.

Metode untuk menganalisis kesesuaian antara penggunaan lahan saat ini
terhadap RTRW adalah dengan melakukan tumpang tindih antara peta RTRW
dengan peta penggunaan lahan saat ini. Selain itu, baik untuk penggunaan
lahan berdasarkan RTRW maupun penggunaan lahan saat ini, akan dianalisis
berdasarkan kelas lereng yang ada. Analisis sebaran rawan tanah longsor
dilakukan dengan menumpangtindihkan peta yang menjadi parameter pemicu
terjadinya tanah longsor, yaitu kelas lereng, peta penggunaan lahan dan peta
geologi. Parameter tersebut diberi skor sesuai dengan pengaruhnya terhadap
terjadinya tanah longsor. Semakin tinggi skor, maka semakin tinggi juga
pengaruhnya terhadap terjadinya tanah longsor. Sebaran rawan tanah longsor
dibagi menjadi 5 (lima) kelas, yaitu aman, kerawanan rendah, kerawanan
sedang, rawan dan sangat rawan. Untuk menganalisis sebaran resiko tanah
longsor dilakukan dengan menggabungkan peta sebaran rawan tanah longsor,
peta properti dan peta kerentanan. Peta properti merupakan gambaran umum
keadaan suatu wilayah yang dihubungkan dengan nilai ekonomi yang dimiliki
suatu lahan, baik dalam keadaan terlantar maupun dengan berbagai aktivitas
ekonomi di atasnya. Peta kerentanan merupakan gambaran umum mengenai
suatu kondisi dari suatu komunitas yang mengarah atau menyebabkan
ketidakmampuan menghadapi ancaman bahaya. Nilai resiko tanah longsor
merupakan penjumlahan dari nilai kelas rawan tanah longsor, nilai kelas properti

dan nilai kelas kerentanan. Selanjutnya kelas resiko tanah longsor dibagi
menjadi 5 (lima) kelas, yaitu sangat rendah, rendah, sedang, tinggi dan sangat

tinggi. Untuk mengetahui persepsi dan partisipasi masyarakat terhadap
bencana tanah longsor dan penataan ruang dilakukan analisis terhadap hasil
wawancara dan direpresentasikan dalam bentuk tabulasi. Sintesa penelitian ini
berupa rangkuman serta keterkaitan antara analisis yang dilakukan berupa
arahan atau masukan untuk perencanaan tata ruang yang diharapkan dapat
memberikan manfaat yang optimal bagi pengembangan wilayah dan
meminimalisir bencana tanah longsor.
Hasil analisis kesesuaian antara penggunaan lahan saat ini terhadap
RTRW secara umum adalah penggunaan lahan saat ini yang sesuai dengan
RTRW sebesar 55,8%, sedangkan yang tidak sesuai sebesar 44,2%. Selain itu
berdasarkan kelas lereng, baik untuk penggunaan lahan berdasarkan RTRW
maupun penggunaan lahan saat ini, pada umumnya relatif tidak sesuai.
Hasil analisis sebaran rawan tanah longsor memperlihatkan bahwa wilayah
yang termasuk kategori sangat rawan sebesar 10,1%, kategori rawan sebesar
54,3%, kategori kerawanan sedang sebesar 26,0%, kategori kerawanan rendah
sebesar 8,1% dan kategori aman sebesar 1,4%. Kecamatan Sinjai Tengah
merupakan kecamatan dengan luas wilayah yang termasuk ke dalam kategori

kelas rawan tanah longsor sangat rawan terluas, yaitu seluas 3.210 hektar
(hampir seperempat dari luas Kecamatan).
Hasil analisis sebaran resiko tanah longsor memperlihatkan bahwa wilayah
yang termasuk kategori sangat tinggi sebesar 0,1%, kategori tinggi sebesar
13,7%, kategori sedang sebesar 44,1%, kategori rendah sebesar 30,6% dan
kategori sangat rendah sebesar 11,4%. Kecamatan Sinjai Tengah merupakan
kecamatan dengan luas wilayah yang termasuk ke dalam kategori kelas resiko
tanah longsor sangat tinggi dan tinggi terluas, yaitu seluas 6.110 hektar.
Hasil analisis persepsi dan partisipasi masyarakat memperlihatkan bahwa
secara umum persepsi masyarakat responden terhadap bencana tanah longsor
dan penanggulangannya serta terhadap penataan ruang masih relatif rendah.
Akan tetapi masyarakat sudah mengetahui bahwa manusia berperanan terhadap
terjadinya tanah longsor dan sebagian masyarakat responden juga berkeinginan
untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan perencanaan pembangunan.
Beberapa usulan sebagai langkah awal bagi pengembangan wilayah
adalah : 1) RTRW tahun 2006-2016 perlu direvisi sesuai kondisi saat ini dan
Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007, 2) perlunya menyusun basis data yang
lebih lengkap dan rinci mengenai sebaran rawan tanah longsor dan resiko tanah
longsor, 3) perlunya pengendalian dalam pelaksanaan RTRW dan 4) peranan
kelembagaan penanggulangan bencana yang sudah ada perlu ditingkatkan lagi,

khususnya dalam penyebaran secara luas informasi mengenai bencana tanah
longsor dan kaitannya dengan penataan ruang.
Kata kunci : tanah longsor, bencana, metode SIG, penggunaan lahan, persepsi
masyarakat

© Hak cipta milik IPB, tahun 2008
Hak cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumber.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya
ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

KAJIAN PEMANFAATAN RUANG DALAM KAITANNYA
DENGAN BENCANA TANAH LONGSOR
DI KABUPATEN SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN

NANANG FIRMAN SAFARI YUSUF


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Boedi Tjahjono, M.Sc

Judul Tesis

:

Nama

:


Kajian Pemanfaatan Ruang dalam Kaitannya dengan
Bencana Tanah Longsor di Kabupaten Sinjai Provinsi
Sulawesi Selatan
Nanang Firman Safari Yusuf

NIM

:

A353060354

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, M.Sc
Ketua

Dr. Ir. Setia Hadi, M.Si
Anggota


Diketahui

Ketua Program Studi
Ilmu Perencanaan Wilayah

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

Tanggal Ujian: 26 Mei 2008

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2007 ini ialah bencana tanah
longsor, dengan judul Kajian Pemanfaatan Ruang dalam Kaitannya dengan

Bencana Tanah Longsor di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Komarsa
Gandasasmita, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. Setia Hadi, M.Si selaku pembimbing,
serta Dr. Boedi Tjahjono, M.Sc yang telah banyak memberikan saran. Di
samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Ernan
Rustiadi, M.Agr selaku Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Sekolah
Pascasarjana IPB, Pemerintah Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan yang
telah memberikan kesempatan tugas belajar, Pusat Pembinaan, Pendidikan, dan
Pelatihan Perencanaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(Pusbindiklatren Bappenas), staf pengajar dan pengelola Program Studi Ilmu
Perencanaan Wilayah (PWL) Sekolah Pascasarjana IPB serta teman-teman
mahasiswa Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah tahun 2006. Ungkapan
tarima kasih juga disampaikan kepada bapak, mamah, istri, anak, serta seluruh
keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2008
Nanang Firman Safari Yusuf

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 29 Maret 1972 dari ayah Adang
Yusuf dan ibu Mundiyah. Penulis merupakan putra ketiga dari tiga bersaudara.
Sekolah Dasar diselesaikan penulis di SD Pengadilan I di Bogor pada
tahun 1985. Sekolah Menengah Pertama diselesaikan penulis di SMP Negeri IV
Bogor pada tahun 1988. Sekolah Menengah Atas diselesaikan penulis di SMA
Negeri I Bogor pada tahun 1991. Selanjutnya pendidikan sarjana ditempuh pada
Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Institut Pertanian bogor
yang ditamatkan pada tahun 1998. Setelah lulus Sarjana Pertanian, penulis
bekerja di Dinas Perhutanan dan Konservasi Tanah Kabupaten Sinjai Provinsi
Sulawesi Selatan pada tahun 1999 – 2001, kemudian di Dinas Perkebunan dan
Kehutanan Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2001 sampai
sekarang.
Pada tahun 2006, penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan
pendidikan Program Pascasarjana IPB pada Program Studi Ilmu Perencanaan
Wilayah (PWL). Beasiswa pendidikan diperoleh dari Pusat Pembinaan,
Pendidikan dan Pelatihan Perencanaan Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional (Pusbindiklatren Bappenas).

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ..................................................................................

ii

DAFTAR GAMBAR .............................................................................

iv

DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................

vi

PENDAHULUAN..................................................................................
Latar Belakang...............................................................................
Perumusan Masalah ......................................................................
Tujuan dan Manfaat Penelitian.......................................................

1
1
2
4

TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................
Ruang dan Penataan Ruang .........................................................
Tanah Longsor ..............................................................................
Penanggulangan Bencana ............................................................
Analisis Spasial .............................................................................
Sistem Informasi Geografi..............................................................

6
6
8
16
17
18

METODE PENELITIAN........................................................................
Kerangka Pemikiran ......................................................................
Ruang Lingkup Penelitian .............................................................
Lokasi dan Waktu Penelitian ..........................................................
Tahapan Penelitian ........................................................................
Persiapan.......................................................................................
Analisis Penelitian..........................................................................

22
22
22
24
24
25
26

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ..............................................
Administrasi Wilayah dan Kependudukan ......................................
Kondisi Fisik Wilayah .....................................................................
Penggunaan Lahan........................................................................
Pola Arahan Pemanfaatan Ruang..................................................
Bencana Tanah Longsor................................................................

38
38
40
48
49
52

HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................
Kesesuaian Antara Penggunaan Lahan Saat Ini Terhadap RTRW
Sebaran Rawan Tanah Longsor ....................................................
Tingkat Potensi Kerawanan Berdasarkan Parameter .....................
Sebaran Resiko Tanah Longsor.....................................................
Persepsi dan Partisipasi Berbagai Komponen Masyarakat ............
Rumusan Upaya untuk Meminimalisir Bencana Tanah Longsor ....

58
58
63
68
70
76
78

KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................
Kesimpulan ....................................................................................
Saran .............................................................................................

85
85
86

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................

87

LAMPIRAN ..........................................................................................

89

i

DAFTAR TABEL
Halaman
1. Data Korban Bencana Tanah Longsor dan Banjir Bandang
per Kecamatan di Kabupaten Sinjai...............................................

3

2. Data Sekunder yang Digunakan dalam Penelitian ........................

25

3. Skor Parameter Pemicu Tanah Longsor .......................................

28

4. Pembagian Kelas Sebaran Rawan Tanah Longsor........................

29

5. Nilai Skor dan Jarak Buffering dari Jenis
Fasilitas Sosial dan Umum ...........................................................

30

6. Nilai Skor dan Jarak Buffering dari Jenis Infrastruktur....................

31

7. Nilai Skor dari Jenis Penggunaan Lahan .......................................

32

8. Pembagian Kelas Properti ............................................................

32

9. Skor Kerentanan Sosial Kependudukan .......................................

34

10. Skor Kerentanan Penggunaan Lahan ............................................

35

11. Pembagian Kelas Kerentanan ......................................................

35

12. Pembagian Kelas Sebaran Resiko Tanah Longsor .......................

36

13. Pembagian Wilayah Administrasi di Kabupaten Sinjai ..................

38

14. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Sinjai .....................

40

15. Curah Hujan Rata-rata per Stasiun Pengamatan ...........................

41

16. Jenis Batuan di Kabupaten Sinjai ..................................................

44

17. Ketinggian Wilayah Kabupaten Sinjai ............................................

45

18. Kemiringan Lereng di Kabupaten Sinjai .........................................

46

19. Jenis Tanah di Kabupaten Sinjai....................................................

47

20. Penggunaan Lahan di Kabupaten Sinjai ........................................

49

21. Pola Pemanfaatan Ruang Kabupaten Sinjai Tahun 2006-2016 .....

52

22. Kejadian Tanah Longsor pada Tanggal 19-20 Juni 2006 ...............

56

23. Kesesuaian Antara Penggunaan Lahan Saat Ini Terhadap
RTRW ...........................................................................................

58

ii

24. Penggunaan Lahan Saat Ini yang Tidak Sesuai dengan RTRW ....

60

25. Penggunaan Lahan Berdasarkan Kelas Lereng.............................

61

26. Penggunaan Lahan RTRW Berdasarkan Kelas Lereng ................

62

27. Penggunaan Lahan Saat Ini Berdasarkan Kelas Lereng................

63

28. Wilayah Berdasarkan Sebaran Rawan Tanah Longsor..................

64

29. Luasan Sebaran Rawan Tanah Longsor Berdasarkan Kelas
Lereng ..........................................................................................

68

30. Luasan Sebaran Rawan Tanah Longsor Berdasarkan Penggunaan
Lahan ...........................................................................................

69

31. Luasan Sebaran Rawan Tanah Longsor Berdasarkan Satuan
Batuan ..........................................................................................

70

32. Sebaran Wilayah Berdasarkan Nilai Properti ................................

71

33. Sebaran Wilayah Berdasarkan Nilai Kerentanan ..........................

73

34. Sebaran Wilayah Berdasarkan Nilai Resiko Tanah Longsor .........

75

35. Penggunaan Lahan dalam RTRW dengan Kelas Resiko
Tanah Longsor .............................................................................

82

iii

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1. Longsoran Translasi .........................................................................
8
2. Longsoran Rotasi ..............................................................................

9

3. Pergerakan Blok ...............................................................................

9

4. Runtuhan Batu ..................................................................................

9

5. Rayapan Tanah ................................................................................

10

6. Aliran Bahan Rombakan ...................................................................

10

7. Keterkaitan Subsistem Sistem Informasi Geografi .............................

20

8. Diagram Alir Kerangka Pemikiran Penelitian......................................

23

9. Peta Lokasi Penelitian .......................................................................

24

10. Tahapan Analisis Kesesuaian Antara Penggunaan Lahan Saat Ini
Terhadap RTRW................................................................................

27

11. Tahapan Pembuatan Peta Sebaran Rawan Tanah Longsor ..............

29

12. Tahapan Pembuatan Peta Sebaran Resiko Tanah Longsor ..............

36

13. Diagram Alir Tahapan Penelitian .......................................................

37

14. Peta Administrasi Kabupaten Sinjai ...................................................

39

15. Peta Curah Hujan Rata-rata Tahunan................................................

42

16. Peta Geologi Kabupaten Sinjai ..........................................................

45

17. Peta Kelas Lereng Kabupaten Sinjai..................................................

47

18. Peta Jenis Tanah di Kabupaten Sinjai ...............................................

48

19. Peta Penggunaan Lahan di Kabupaten Sinjai....................................

50

20. Peta Rencana Pola Pemanfaatan Ruang Kabupaten Sinjai
Tahun 2006 – 2016............................................................................

53

21. Peta Titik Longsor di Kabupaten Sinjai ..............................................

57

22. Peta Kesesuaian Antara Penggunaan Lahan Saat Ini
Terhadap RTRW................................................................................

59

iv

23. Peta Sebaran Rawan Tanah Longsor ................................................

65

24. Garis Penampang Melintang AB........................................................

66

25. Penampang Melintang Berdasarkan Garis AB ..................................

67

26. Peta Kelas Properti............................................................................

72

27. Peta Kelas Kerentanan ......................................................................

74

28. Peta Lokasi Sebaran Resiko Tanah Longsor .....................................

76

v

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1. Persepsi Masyarakat terhadap Bencana Tanah Longsor ..............

90

2. Persepsi Masyarakat terhadap Penataan Ruang ..........................

92

vi

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sumberdaya alam sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Mahaesa
yang dianugerahkan kepada Bangsa Indonesia merupakan kekayaan alam yang
tak ternilai harganya dan wajib disyukuri. Karunia yang diberikan-Nya dipandang
sebagai amanah, sehingga harus diurus dan dimanfaatkan dengan akhlak yang
mulia dalam rangka beribadah sebagai perwujudan rasa syukur kepada-Nya.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang Pasal 3 menyatakan bahwa penyelenggaraan penataan ruang
bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman,
produktif dan berkelanjutan berdasarkan Wawasan Nusantara dan Ketahanan
Nasional. Upaya untuk mencapai tujuan ruang yang aman, nyaman, produktif
dan berkelanjutan dirasakan masih cukup mendapatkan tantangan yang berat.
Hal ini dapat dilihat dari masih banyaknya permasalahan yang harus tetap
diupayakan pemecahannya.
Ruang adalah tempat untuk melangsungkan pengembangan wilayah
melalui upaya penataan ruang yang mempertimbangkan berbagai aspek
kehidupan.

Sebagai konsekuensi dari pengembangan wilayah, tidak dapat

dihindari adanya penyimpangan pemanfaatan ruang akibat kurangnya kesadaran
dan pengetahuan atau juga penegakan hukum yang tidak tegas, sehingga
berkontribusi terhadap kerusakan lingkungan.
Perilaku manusia dalam pembangunan yang melakukan eksploitasi
sumberdaya alam dengan tidak memperhatikan aspek lingkungan menyebabkan
ruang/wilayah terfragmentasi dan tidak saling mendukung. Di sisi lain, dengan
semakin bertambahnya jumlah penduduk akan semakin meningkatkan tekanan
terhadap sumberdaya alam yang menjadi wadah untuk melakukan berbagai
aktivitas dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup.
Eksploitasi yang dilakukan ini telah menimbulkan perubahan kondisi
lingkungan hidup secara relatif cepat.

Perubahan ini telah mengakibatkan

terganggunya keseimbangan ekologis yang akhirnya dapat menimbulkan
permasalahan lain diantaranya adalah semakin meningkatnya frekuensi dan
cakupan

bencana,

kondisi

lingkungan

pencemaran lingkungan dan sebagainya.

perumahan

kumuh,

kemacetan,

2
Permasalahan yang akhir-akhir ini mendapat perhatian semakin besar
adalah permasalahan bencana alam, terutama tanah longsor sehubungan
dengan kerugian yang ditimbulkan cukup besar, baik berupa korban jiwa,
kerusakan lingkungan permukiman serta hilangnya harta benda dan kerusakan
sarana dan prasarana umum yang ada.
Semakin tingginya frekuensi bencana tanah longsor dan besarnya kerugian
yang ditimbulkan seharusnya telah menyadarkan akan perlunya perubahan
perilaku sumberdaya manusia dalam pemanfaatan ruang.
Langkah awal dalam penanggulangan bencana tanah longsor adalah
dengan menyusun informasi keruangan terkini tentang penyebaran lokasi rawan
bencana tanah longsor yang rinci dan komprehensif.

Langkah ini diperlukan

untuk meminimalkan kerugian, baik berupa korban jiwa maupun materi, yang
ditimbulkan bencana. Informasi keruangan ini dapat dimulai dari penyusunan
basis data daerah yang berpotensi bahaya tanah longsor dan pembuatan
petanya.

Informasi keruangan ini dapat dimulai dari penyusunan basis data

daerah yang berpotensi bahaya tanah longsor adalah dengan menggunakan
teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG).

Penerapan teknologi ini dapat

membantu upaya penanggulangan bencana

dengan melakukan identifikasi

lokasi serta pengkajian masalah yang berkaitan dengan dampak tanah longsor.
Perumusan Masalah
Menurut data Badan Pusat Statistik Kabupaten Sinjai (2006), wilayah
Kabupaten

Sinjai

Provinsi

Sulawesi

Selatan

mempunyai

kondisi

fisik

bergelombang sampai bergunung seluas 25.650 hektar (31,3%), bergunung
sampai jurang seluas 24.220 hektar (29,5%) dan rata sampai berombak seluas
32.120 hektar (39,2%).
Kabupaten Sinjai secara fisik, wilayahnya berpotensi sangat rentan
terhadap terjadinya bencana tanah longsor dan banjir1. Daerah ini mempunyai
pola aliran sungai yang cenderung mengikuti arah kemiringan lereng menyebar
sampai bermuara di laut (pola radial sentripetal). Pola geologi di sebelah utara
daerah ini berupa perbukitan dan pegunungan yang dibentuk oleh batuan yang
telah mengalami pengikisan (denudasional) berupa batuan sedimen berumur

1

http:/www.ristek.go.id/index.php?mod-News&conf-v&id-1223

3
lebih tua dari batuan Gunungapi

Lompobattang yang telah mengalami

pelapukan dan sebagian wilayahnya mempunyai morfologi dengan tingkat
kemiringan lereng lebih dari 100%. Selain itu, kondisi penutupan dan
penggunaan lahan di lereng-lereng pegunungan sampai di kawasan Gunungapi
Lompobattang cukup memprihatinkan, karena gunungapi ini yang seharusnya
berfungsi sebagai kawasan lindung, ternyata dari pengamatan citra menunjukkan
di beberapa tempat terdapat banyak lahan-lahan terbuka.
Pada tanggal 19 dan 20 Juni 2006, di daerah ini telah terjadi bencana
tanah longsor dan banjir bandang yang melanda di hampir semua kecamatan.
Peristiwa ini tercatat sebagai suatu bencana terbesar yang pernah terjadi dengan
menimbulkan korban jiwa sekitar 210 orang, menghancurkan rumah penduduk
dan bangunan lainnya, menghanyutkan dua jembatan di jalan provinsi,
menghancurkan sarana dan prasarana lainnya serta kerugian material lainnya
yang cukup besar. Data korban jiwa dan hilang akibat bencana tanah longsor
dan banjir bandang selengkapnya ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Data Korban Bencana Tanah Longsor dan Banjir Bandang per
Kecamatan di Kabupaten Sinjai
No

Kecamatan

1

2

Jenis Bencana (orang)
Banjir Bandang
Tanah Longsor
Meninggal
Hilang
Meninggal
Hilang
3

4

5

6

7

1.

Sinjai Utara

49

2

-

-

2.

Sinjai Timur

44

6

-

-

3.

Sinjai Tengah

-

-

53

10

4.

Sinjai Barat

-

-

6

-

5.

Sinjai Selatan

2

2

-

-

6.

Sinjai Borong

-

-

52

-

7.

Bulupoddo

-

-

-

-

8.

Tellu Limpoe

-

-

-

-

95

10

111

10

Jumlah

Ket.

Sebanyak 4
orang
ditemukan di
luar wilayah
Kabupaten
Sinjai

Jumlah Total Korban Jiwa ditambah Korban Jiwa yang Ditemukan Di Luar Wilayah
Kabupaten Sinjai adalah 210 orang
Sumber :

Kantor Pengolahan Data dan Informasi Kabupaten Sinjai (diolah), 2006

4

Faktor lain yang berkontribusi

terhadap terjadinya bencana tanah

longsor di Kabupaten Sinjai adalah kurang tegasnya penegakan hukum dalam
pengendalian pemanfaatan ruang serta kurang dipertimbangkannya aspek
lingkungan dalam pemanfaatan ruang.

Selain itu keterbatasan informasi

mengenai antisipasi bencana juga ikut menyumbang besarnya kerugian yang
ditimbulkan akibat bencana tanah longsor.
Data Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Sinjai (2005)
menunjukkan bahwa penyebaran lahan kritis di Kabupaten Sinjai sudah
mencapai 21.340 hektar (26,0% dari luas wilayah) dengan perincian di dalam
kawasan hutan seluas 9.310 hektar (11,4%) dan di luar kawasan hutan seluas
12.030 hektar (14,7%). Disamping itu luas kawasan hutan yang diokupasi di
Kabupaten Sinjai sampai tahun 2005 sudah mencapai 4.260 hektar (22,5%
dari luas kawasan hutan).
Sebagai

implementasi

dari

tindakan

penanggulangan

bencana

penentuan sebaran lokasi yang berpotensi terhadap bencana tanah longsor
sudah seharusnya dilakukan.

Penyebaran lokasi ini perlu dilengkapi juga

dengan data dan informasi keruangan yang rinci, komprehensif dan mudah
dimengerti, baik dari aspek fisik, sosial maupun ekonomi. Hal ini dilakukan
agar Pemerintah dan berbagai komponen masyarakat yang terlibat dalam
pembangunan wilayah mulai dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan
sudah mempertimbangkan faktor bahaya bencana tanah longsor, sehingga
kerugian yang ditimbulkan dapat diminimalisir.

Tujuan dan Manfaat Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
hádala :
1. menganalisis kesesuaian antara penggunaan lahan saat ini terhadap RTRW
di Kabupaten Sinjai.
2. menganalisis lokasi dan sebaran daerah rawan tanah longsor dan resiko
tanah longsor di wilayah Kabupaten Sinjai.
3. menganalisis persepsi dan partisipasi masyarakat terhadap bencana tanah
longsor dan penataan ruang di Kabupaten Sinjai.
4. merumuskan upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir bencana
tanah longsor di Kabupaten Sinjai.

5
Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat bermanfaat untuk :
1. memberikan data dan informasi sebagai bahan pertimbangan kepada
Pemerintah Kabupaten Sinjai dalam perumusan kebijakan pembangunan
secara umum.
2. memberikan bahan pertimbangan bagi masyarakat secara luas agar dapat
mengurangi tindakan yang dapat memicu terjadinya bencana tanah longsor.

TINJAUAN PUSTAKA
Ruang dan Penataan Ruang
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang Pasal 1 menyatakan bahwa ruang adalah wadah yang meliputi
ruang darat, ruang laut dan ruang udara, termasuk di dalam bumi sebagai satu
kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan
dan memelihara kelangsungan hidupnya. Penataan ruang adalah suatu sistem
proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang.

Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk

menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan
penetapan rencana tata ruang.

Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk

mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang
melalui

penyusunan

pelaksanaan

program

beserta

pembiayaannya.

Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata
ruang.
Selanjutnya Pasal 3 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang menyatakan penyelenggaraan penataan ruang
bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman,
produktif dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan
Nasional dengan :
a. terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan.
b. terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumberdaya alam dan
sumberdaya buatan dengan memperhatikan sumberdaya manusia.
c. terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif
terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
Aman mengandung pengertian situasi masyarakat dapat menjalankan
aktivitas kehidupannya dengan terlindungi dari berbagai ancaman.

Nyaman

merupakan keadaan masyarakat dapat mengartikulasikan nilai sosial budaya dan
fungsinya dalam suasana yang tenang dan damai. Produktif merupakan proses
produksi dan distribusi yang berjalan secara efisien, sehingga mampu
memberikan nilai tambah ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat sekaligus
meningkatkan daya saing. Sedangkan berkelanjutan mengandung pengertian
kondisi lingkungan fisik dapat dipertahankan bahkan dapat ditingkatkan,

7
termasuk pula antisipasi untuk mengembangkan orientasi ekonomi kawasan
setelah habisnya sumberdaya alam tak terbarukan.
Rustiadi et al. (2006) menyatakan bahwa secara formal, ekspresi pola
pemanfaatan ruang umumnya digambarkan dalam berbagai bentuk peta. Petapeta kemampuan lahan dan kesesuaian lahan untuk berbagai aktivitas
penggunaan adalah bentuk-bentuk deskripsi umum didalam menggambarkan
daya dukung dan potensi sumberdaya alam. Peta penggunaan lahan (land use
map) dan peta penutupan lahan (land cover map) adalah bentuk deskripsi terbaik
untuk menggambarkan pola pemanfaatan ruang eksisting.
Selanjutnya Rustiadi et al. (2006) juga menyatakan bahwa sejak diberlakukannya
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah berbagai
permasalahan telah muncul ke permukaan. Diantaranya adalah adanya orientasi dari
daerah untuk mendapatkan penerimaan asli daerah (PAD) sebesar-besarnya dengan
melakukan eksploitasi besar-besaran atas sumberdaya alam.

Hal ini dapat

mengakibatkan konflik yang semakin memperparah kondisi sumberdaya alam dan
lingkungan hidup.
Salah satu persoalan besar dalam penataan ruang adalah dalam
pengendalian pemanfaatan ruang. Penyelenggaraan penataan ruang yang tidak
disertai

pengendalian

pemanfaatan

ruang

yang

tegas,

konsisten

dan

berkelanjutan tidak dapat mewujudkan tujuannya secara efektif.
Salah satu yang menjadi perhatian dalam pengendalian pemanfaatan
ruang adalah pemanfaatan ruang dalam kawasan bencana.

Pengendalian

pemanfaatan ruang dalam kawasan bencana dilakukan dengan memperhatikan
kesesuaian antara rencana tata ruang dengan pemanfaatan ruang.
Permasalahan bencana tanah longsor yang terjadi sangat berkaitan
dengan fenomena alam dan perilaku sumberdaya manusianya dalam melakukan
sumberdaya alam sebagai bagian dari ruang.

Konsep dasar yang harus

diperhatikan dalam pengelolaan sumberdaya alam yang berpotensi terjadinya
bencana tanah longsor adalah :
1.

Perlu adanya pemahaman terkait dengan pengertian dan ruang lingkup
keseimbangan

ekosistem

yang

mempunyai

keterbatasan

dalam

pemanfaatannya.
2.

Diperlukan pola pengelolaan ruang kawasan rawan bencana tanah longsor.

3.

Terjadinya penyimpangan terhadap kesesuaian antara rencana tata ruang
dengan pemanfaatannya.

8
Pola pemanfaatan ruang kawasan lindung akan sangat mendukung pemanfaatan
ruang di kawasan rawan bencana tanah longsor.

Bentuk pengendalian

pemanfaatan ruang, baik di pada kawasan hulu maupun hilir, harus bersinergi
satu sama lain sebagai satu kesatuan paket kebijaksanaan. Ketidaksesuaian
antara rencana tata ruang wilayah (RTRW) dengan pemanfaatan ruang
mempunyai kontribusi tinggi sebagai pemicu untuk terjadinya tanah longsor pada
suatu kawasan.
Tanah Longsor
Pengertian tanah longsor menurut Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
Geologi (2007) adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan,
bahan rombakan, tanah atau material campuran tersebut, bergerak ke bawah
atau ke luar lereng. Proses terjadinya tanah longsor dimulai dengan meresapnya
air ke dalam tanah yang akan menambah bobot tanah.

Jika air tersebut

menembus sampai tanah kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir, maka
tanah akan menjadi licin dan tanah pelapukan di atasnya akan bergerak
mengikuti lereng dan ke luar lereng.
Jenis Tanah Longsor
Selanjutnya Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (2007)
membedakan tanah longsor menjadi 6 (enam) jenis :
1. Longsoran translasi, yaitu bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang
gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai (Gambar 1).

Gambar 1. Longsoran Translasi
2. Longsoran rotasi, yaitu bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang
gelincir berbentuk cekung (Gambar 2).

9

Gambar 2. Longsoran Rotasi
3. Pergerakan blok, yaitu perpindahan batuan yang bergerak pada bidang
gelincir berbentuk rata (Gambar 3).

Gambar 3. Pergerakan Blok
4. Runtuhan batu, yaitu bergeraknya sejumlah besar batuan atau material lain
ke bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng yang
terjal, sehingga menggantung terutama di daerah pantai. Batu-batu besar
yang jatuh dapat menyebabkan kerusakan yang parah (Gambar 4).

Gambar 4. Runtuhan Batu
5. Rayapan tanah, yaitu

jenis tanah longsor yang bergerak lambat.

Jenis

tanahnya berupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hampir
tidak dapat dikenali. Setelah waktu yang cukup lama longsor jenis rayapan
ini dapat menyebabkan tiang-tiang telepon, pohon atau rumah miring ke
bawah (Gambar 5).

10

Gambar 5. Rayapan Tanah
6. Aliran bahan rombakan, yaitu longsor yang terjadi ketika massa tanah
bergerak didorong oleh air. Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan
lereng, volume dan tekanan air serta jenis materialnya. Gerakannya terjadi di
sepanjang lembah dan mampu mencapai ratusan meter jauhnya. Di
beberapa tempat dapat mencapai ribuan meter seperti di daerah aliran
sungai di sekitar gunung api (Gambar 6).

Gambar 6. Aliran Bahan Rombakan
Dari keenam jenis longsoran tersebut di atas jenis longsoran translasi dan rotasi
paling banyak terjadi di Indonesia. Sedangkan longsoran yang paling banyak
memakan korban jiwa manusia adalah aliran bahan rombakan.
Faktor Penyebab Tanah Longsor
Pada prinsipnya tanah longsor dapat terjadi bila gaya pendorong pada
lereng lebih besar daripada gaya penahan.

Gaya penahan umumnya

dipengaruhi oleh kekuatan batuan dan kepadatan tanah.

Sedangkan gaya

pendorong dipengaruhi oleh besarnya sudut lereng, air, beban serta berat jenis
tanah batuan.

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (2007)

menyebutkan faktor-faktor penyebab terjadinya tanah longsor ada 14, yaitu :

11
1. Curah Hujan
Musim kemarau yang panjang akan menyebabkan terjadinya penguapan air
di permukaan tanah dalam jumlah besar. Hal itu menyebabkan munculnya
pori-pori atau rongga tanah yang kemudian terjadi retakan dan merekahnya
tanah permukaan. Ketika musim penghujan datang, air akan menyusup ke
bagian yang retak, sehingga tanah dengan cepat akan mengembang
kembali. Intensitas hujan yang tinggi dapat menimbulkan longsor, karena
melalui tanah yang merekah air akan masuk dan terakumulasi di bagian
dasar lereng, sehingga menimbulkan gerakan lateral.
2. Lereng Terjal
Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya pendorong. Lereng
yang terbentuk karena pengikisan air sungai, air laut dan angin.
3. Tanah yang Kurang Padat dan Tebal
Jenis tanah yang kurang padat adalah tanah lempung atau tanah liat dengan
ketebalan lebih dari 2,5 meter. Tanah jenis ini mempunyai potensi untuk
terjadinya tanah longsor terutama jika terjadi hujan.

Selain itu tanah ini

sangat rentan terhadap pergerakan karena menjadi lembek terkena air dan
pecah ketika hawa terlalu panas.
4. Batuan yang Kurang Kuat
Batuan endapan gunung api dan batuan sedimen berukuran pasir dan
campuran antara kerikil, pasir dan lempung umumnya kurang kuat. Batuan
tersebut akan mudah menjadi tanah jika mengalami proses pelapukan dan
umumnya rentan terhadap tanah longsor jika terdapat pada lereng yang
terjal.
5. Jenis Tata Lahan
Tanah longsor banyak terjadi di daerah tata lahan persawahan, perladangan
dan adanya genangan air di lereng yang terjal.

Pada lahan persawahan

akarnya kurang kuat untuk mengikat butir tanah dan membuat tanah menjadi
lembek dan jenuh dengan air, sehingga mudah terjadi longsor. Sedangkan
untuk daerah perladangan penyebabnya adalah karena akar pohonnya tidak
dapat menembus bidang longsoran yang dalam dan umumnya terjadi di
daerah longsoran lama.

12
6. Getaran
Getaran yang terjadi biasanya diakibatkan oleh gempa bumi, ledakan,
getaran mesin dan getaran lalu lintas kendaraan. Akibatnya adalah badan
jalan, lantai dan dinding rumah menjadi retak.
7. Susut Muka Air Danau atau Bendungan
Akibat susutnya muka air yang cepat di danau, maka gaya penahan lereng
menjadi hilang, sehingga mudah terjadi longsor dan penurunan tanah yang
biasanya diikuti oleh retakan.
8. Adanya Beban Tambahan
Adanya beban tambahan seperti beban bangunan pada lereng dan
kendaraan akan memperbesar gaya pendorong terjadinya longsor, terutama
di sekitar tikungan jalan pada daerah lembab.

Akibatnya adalah sering

terjadinya penurunan tanah dan retakan yang arahnya menuju lembah.
9. Pengikisan atau Erosi
Pengikisan banyak dilakukan oleh air sungai ke arah tebing. Selain itu akibat
penggundulan hutan di sekitar tikungan sungai tebing akan menjadi terjal.
10. Adanya Material Timbunan pada Tebing
Untuk mengembangkan dan memperluas lahan pemukiman umumnya
dilakukan pemotongan tebing dan penimbunan lembah.

Tanah timbunan

pada lembah tersebut belum terpadatkan sempurna seperti tanah asli yang
berada di bawahnya, sehingga apabila hujan akan terjadi penurunan tanah
yang kemudian diikuti dengan retakan tanah.
11. Bekas Longsoran Lama
Longsoran lama umumnya terjadi selama dan setelah terjadi pengendapan
material gunung api pada lereng yang relatif terjal atau pada saat atau
sesudah terjadi patahan kulit bumi.

Bekas longsoran lama mempunyai ciri-

ciri :


Adanya tebing terjal yang panjang melengkung membentuk tapal kuda.



Umumnya dijumpai mata air, pepohonan yang relatif tebal karena
tanahnya gembur dan subur.



Daerah badan longsor bagian atas umumnya relatif landai.



Dijumpai longsoran kecil terutama pada tebing lembah.



Dijumpai tebing-tebing relatif terjal yang merupakan bekas longsoran kecil
pada longsoran lama.

13


Dijumpai alur lembah dan pada tebingnya dijumpai retakan dan longsoran
kecil.



Longsoran lama ini cukup luas.

12. Adanya Bidang Diskontinuitas (Tidak Sinambung)
Bidang tidak sinambung ini mempunyai ciri-ciri :


Bidang perlapisan batuan.



Bidang kontak antara tanah penutup dengan batuan dasar.



Bidang kontak antara batuan yang retak-retak dengan batuan yang kuat.



Bidang kontak antara batuan yang dapat melewatkan air dengan batuan
yang tidak melewatkan air (kedap air).



Bidang kontak antara tanah yang lembek dengan tanah yang padat.

Bidang-bidang tersebut merupakan bidang lemah dan dapat berfungsi
sebagai bidang luncuran tanah longsor.
13. Penggundulan Hutan
Tanah longsor pada umumnya terjadi di daerah yang relatif gundul yang
pengikatan air tanah sangat kurang.
14. Daerah Pembuangan Sampah
Penggunaan lapisan tanah yang rendah untuk pembuangan sampah dalam
jumlah banyak dapat mengakibatkan tanah longsor apalagi ditambah dengan
guyuran hujan.
Selanjutnya secara garis besar 2 (dua) penyebab terjadinya gerakan pada
lereng, yaitu faktor alami dan faktor manusia.

Faktor alami yang menjadi

penyebab utama terjadinya longsor antara lain :
1. Kondisi geologi : batuan lapuk, kemiringan lapisan, sisipan lapisan batu
lempung, struktur sesar dan kekar, gempa bumi, stratigrafi dan gunung api.
2. Iklim : curah hujan yang tinggi.
3. Keadaan topografi : lereng yang curam.
4. Keadaan tata air : kondisi drainase yang tersumbat, akumulasi massa air,
erosi dalam, pelarutan dan tekanan hidrostatika.
5. Tutupan lahan yang mengurangi tahan geser.
Sedangkan faktor manusia yang menjadi penyebab terjadinya longsor
adalah :
1. Pemotongan tebing pada penambangan batu di lereng yang terjal.
2. Penimbunan tanah urugan di daerah lereng.
3. Kegagalan struktur dinding penahan tanah.

14
4. Penggundulan hutan.
5. Budidaya kolam ikan hias di atas lereng.
6. Sistem pertanian yang tidak memperhatikan irigasi yang aman.
7. Pengembangan wilayah yang tidak diimbangi dengan kesadaran masyarakat,
sehingga Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) tidak ditaati yang akhirnya
merugikan sendiri.
8. Sistem drainase daerah lereng yang tidak baik.
Selanjutnya Dardak (2006) menyatakan bahwa isu strategis terkait dengan
bencana longsor adalah tingginya laju konversi lahan yang berfungsi lindung,
adanya pengembangan kegiatan yang tidak sesuai dengan karakteristik
kawasan, pola pengelolaan kegiatan yang tidak sesuai dengan karakteristik
kawasan dan kurangnya penyebarluasan informasi yang dibutuhkan masyarakat.
Konversi lahan ini terjadi baik dari kawasan lindung menjadi kawasan
budidaya atau dari kawasan budidaya dengan karakteristik menyerupai kawasan
lindung menjadi kawasan budidaya yang tidak menunjang fungsi konservasi
lingkungan hidup.
Adanya pengembangan kegiatan yang tidak sesuai dengan karakteristik
kawasan seringkali berdasarkan pertimbangan yang menekankan upaya
pemenuhan kebutuhan dengan memaksimalkan hasil yang diperoleh dalam
waktu yang sesingkat mungkin, sehingga aspek lingkungan hidup relatif
terabaikan.

Banyak pengembangan budidaya yang tidak sesuai dengan

karakteristik kawasan, seperti budidaya di kawasan pegunungan dengan
kemiringan di atas 40 persen dan adanya rumah peristirahatan di kawasankawasan pariwisata yang menempati ruang yang memenuhi kriteria sebagai
kawasan lindung.
Pada kawasan yang berfungsi lindung kegiatan pemanfaatan ruang masih
dapat dilakukan dengan dibarengi penerapan standar pengelolaan lingkungan
yang memadai. Dalam konteks ini, selain jenis kegiatannya harus sesuai dengan
karakteristik kawasan, pengelolaan kegiatan tersebut juga harus mengikuti
kaidah-kaidah lingkungan agar potensi kejadian bencana dapat diminimalkan.
Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap upaya konservasi lingkungan
hidup dalam memilih lokasi kegiatan dan kegiatan pembangunan yang kurang
mempertimbangkan aspek lingkungan, menentukan besaran kegiatan dan
menerapkan pola pengelolaan kegiatan juga dipengaruhi oleh penyediaan

15
informasi yang berkaitan dengan hubungan antara aktivitas manusia dengan
potensi kejadian bencana longsor.
Hasil Penelitian Tanah Longsor Sebelumnya
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Alhasanah (2006) di Kecamatan
Sumedang Utara dan Sumedang Selatan Kabupaten Sumedang Provinsi Jawa
Barat, secara umum faktor penyebab bahaya tanah longsor dipengaruhi oleh 4
(empat) faktor, yaitu penggunaan lahan, kelerengan, geologi dan jenis tanah.
Namun faktor penyebab bahaya tanah longsor ini tingkat dominasinya dapat
berbeda antar lokasi.
Pembuatan

peta

rawan

bahaya

longsor

dilakukan

dengan

cara

menggabungkan atau menjumlahkan nilai skor keseluruhan dari hasil tumpang
tindih peta penyebab longsor, yaitu peta penggunaan lahan, kemiringan lereng,
geologi dan peta jenis tanah.

Kemudian wilayah rawan (potensial) longsor

dikelompokkan ke dalam empat kelas, yaitu sangat rawan, rawan, kurang rawan
dan tidak rawan.
Sedangkan Savitri (2007) dalam penelitiannya di Kabupaten Tanah Datar
Provinsi Sumatera Barat menyatakan bahwa metode yang digunakan dalam
pembuatan peta rawan longsor adalah melakukan pengintegrasian data sesuai
dengan kepentingan untuk pembuatan keputusan atau disebut juga dengan Multi
Criteria Evaluation (MCE). Pada metode ini parameter yang menjadi penyebab
tanah longsor diidentifikasi dan dievaluasi terlebih dahulu berdasarkan data
sekunder dan pengamatan lapangan. Selanjutnya dilakukan standarisasi skor
kriteria dengan skala berkebalikan, yaitu parameter yang sangat berpengaruh
akan mempunyai nilai skor yang lebih tinggi dibandingkan dengan parameter
yang kurang berpengaruh.

Parameter yang dipilih adalah kegempaan, curah

hujan, kemiringan lereng, penggunaan lahan, jenis geologi dan jenis tanah.
Persamaan untuk menentukan tingkat kerawanan bahaya tanah longsor
adalah sebagai berikut :
RWN = 0,29SSR + 0,24CH + 0,19LRG + 0,14LU + 0,10GEO + 0,04TNH
Keterangan :
RWN = Tingkat kerawanan
SSR = Kegempaan
CH
= Curah hujan
LRG = Kemiringan lereng
LU
= Penggunaan lahan

16

GEO = Jenis geologi
TNH = Jenis tanah
Selanjutnya untuk menentukan tingkat kelas kerawanan, nilai hasil pembobotan
dikali dengan skor masing-masing parameter dan selanjutnya dibagi menjadi
empat kelas kerawanan, yaitu kelas kerawanan rendah, menengah, tinggi dan
sangat tinggi.
Penanggulangan Bencana
Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007
tentang

Penanggulangan Bencana

Pasal 1

ayat

(5),

penyelenggaraan

penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan
kebijakan

pembangunan

yang

beresiko

timbulnya

bencana,

kegiatan

pencegahan bencana, tanggap darurat dan rehabilitasi.
Pasal

4

Undang-undang

ini

menyatakan

bahwa

tujuan

dari

penanggulangan bencana adalah :
1.

Memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana.

2.

Menyeleraskan peraturan perundang-undangan yang sudah ada.

3.

Menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana,
terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh.

4.

Menghargai budaya lokal.

5.

Membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta.

6.

Membangun semangat gotong royong, kesetiakawanan dan kedermawanan.

7.

Menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
Pasal 18 ayat (2) huruf (b) Undang-undang ini juga menyatakan bahwa

badan penanggulangan bencana pada tingkat kabupaten/kota dipimpin oleh
seorang pejabat setingkat di bawah bupati/walikota atau setingkat eselon IIa.
Badan

Penanggulangan

Bencana

Daerah

terdiri

atas

unsur