Dinamika Pengelolaan Hutan Rakyat dan Strategi Pengembangannya di Kabupaten Bogor

DINAMIKA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT
DAN STRATEGI PENGEMBANGANNYA
DI KABUPATEN BOGOR

AHMAD SYAHRU MAULUDI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis berjudul Dinamika Pengelolaan
Hutan Rakyat dan Strategi Pengembangannya di Kabupaten Bogor adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada Perguruan Tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir Tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Ahmad Syahru Mauludi
NIM E151100071

RINGKASAN
AHMAD SYAHRU MAULUDI. Dinamika Pengelolaan Hutan Rakyat dan
Strategi Pengembangannya di Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh HARDJANTO
dan YULIUS HERO.
Usaha hutan rakyat telah berlangsung sejak lama dan tetap berjalan sampai
saat ini. Tujuan penelitian ini untuk mengungkap perkembangan pengelolaan
hutan rakyat dari masa ke masa dalam konteks kebijakan, praktek pengelolaan dan
strategi pengembangannya di Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilaksanakan
selama 7 bulan pada bulan Maret–September 2013. Perkembangan kebijakan
pengelolaan hutan rakyat diperoleh dengan analisis isi dan kecenderungan
terhadap dokumen/data sekunder yang memuat kebijakan pengelolaan hutan
rakyat. Metode sejarah digunakan untuk mengidentifikasi perkembangan
pengelolaan hutan rakyat di Kabupaten Bogor. Strategi pengembangan
pengelolaan hutan rakyat dihasilkan dari analisis SWOT dan QSPM.
Hasil penelitian perkembangan kebijakan pengelolaan hutan rakyat

menunjukkan bahwa kegiatan “Gerakan Karang Kitri” (1952–1958) merupakan
langkah awal pemerintah Indonesia dalam mendorong terbentuknya hutan rakyat
terutama di Jawa. Gerakan ini bersifat instruksi agar masyarakat menanam
bibit pohon pada lahan milik masyarakat (pekarangan) yang tidak produktif.
Kegiatan utama penanaman yang bersifat instruksi berlanjut dengan kegiatan
Deptan 001–022 (1966–1973), RAKGANTANG (1972–1975), Inpres
Penghijauan (1974–1983), Sengonisasi (1988–1993), dan GERHAN (2003–
2007). Sedangkan kegiatan persemaian dan bantuan kredit sampai tahun 2007
merupakan kegiatan pendukung. Kegiatan persemaian yang menjadi kegiatan
utama adalah Kebun Bibit Rakyat dimulai tahun 2010 sampai saat ini.
Berdasarkan perkembangan pengelolaan hutan rakyat, keberadaan
dudukuhan (tegakan pohon yang didominasi buah-buahan) di masa Orde Lama
tidak mendorong munculnya industri kayu. Karena kebutuhan sehari-hari
masyarakat hanya sebatas kayu bakar dan perumahan sederhana dan sudah
terpenuhi dari dudukuhan. Program penghijauan tahun 1952 sampai tahun 1980an belum banyak mendorong masyarakat dalam usaha hutan rakyat.
Meningkatnya harga kayu rakyat tahun 1990-an dan sengonisasi telah mendorong
masyarakat untuk menanam sengon. Kemudian tahun 2000-an banyak lahan
pertanian dan dudukuhan berubah menjadi hutan rakyat sengon karena usaha
pertanian tidak lagi menguntungkan dan kebutuhan industri kayu yang semakin
meningkat. Hal tersebut semakin menarik investor perorangan dan korparasi

untuk melakukan kemitraan dengan petani dalam usaha produksi hutan rakyat.
Berdasarkan hasil analisis SWOT dan QSPM dapat dirumuskan strategi
pengembangan pengelolaan hutan rakyat di Kabupaten Bogor, yaitu: 1)
Membangun pondasi ekonomi petani yang kuat dengan pola agroforestry; 2)
Meningkatkan kapasitas kelompok petani dalam pengembangan komoditas
unggulan pada lahan-lahan non produktif; 3) Pola pengembangan hutan rakyat
melalui subsidi ini masih perlu dilakukan; dan 4) Meningkatkan peran
pemerintah dalam memfasilitasi peningkatan kemitraan hutan rakyat dalam
produksi hutan rakyat.
Kata kunci: hutan rakyat, kebijakan, metode sejarah, strategi pengembangan

SUMMARY
AHMAD SHAHRU MAULUDI. Dynamics of Community Forest
Management and Development Strategies in the Bogor Regency. Supervised by
HARDJANTO and YULIUS HERO.
Community forest businesses have existed for a long time and are still
running up to now. This research aims to expose the development s of community
forest management in the course of time, in the context of policies, management
practices and development strategies in the Bogor Regency. This research was
conducted over seven months from March–September 2013. Developments of

community forest management policies are obtained through content and tendency
analyses of secondary documents/data which contain policies of community forest
management. The historical method is used to identify the developments of
community forest management in the Bogor Regency. Development strategies of
community forest management are obtained through SWOT and QSPM analyses.
Research findings of the development of community forest management
policies indicate that activities of “Gerakan Karang Kitri”—Karang Kitri
Movement (1952–1958) were the initial steps of the Indonesian Government in
pushing for the establishment of community forests, especially on Java. This
movement was in the form of an instruction so that the people would grow tree
seedlings on community-owned fields (their own gardens) which were not
productive. The main activity of planting based on instruction continued with
actions from the Department of Agriculture 001-022 (1966–1973), Presidential
Instruction on Greening (1974–1983), Sengon-ization (1988–1993) and
GERHAN—Movement of Forest and Land Rehabilitation (2003–2007).
Meanwhile, nursery activities and loan support until 2007 were auxiliary activities.
Nursery activities, which was the main program of Kebun Bibit Rakyat
(Community Seedling Gardens) started in 2010 and are continuing up to now.
Based on community forest management developments, the existence of
dudukuhan (the tree stands are dominated by fruit trees) during the Orde Lama

(Old Order) period did not lead to the emergence of the wood industry, because he
people’s daily needs were limited to firewood and simple housing, which were
already fulfilled with dudukuhan. The greening program from 1952 to the 1980ies was not much to push the people towards community forest businesses. The
price increase of community wood in the 1990-ies and the sengon-ization program
stimulated the people to plant sengon trees (Parasarianthes falcataria). Then in
the year 2000 and up, many agricultural fields and dudukuhan changed into
sengon community forests, as the agricultural business was not profitable
anymore and demand for wood industry was on the increase. This matter
increasingly attracted individual investors and corporations to establish
partnerships with farmers in the community forest business.
Based on the SWOT and QSPM analyses, development strategies of
community forest management in the Bogor Regency can be formulated as
follows: 1) Develop a strong farmers economic foundation with the agro-forestry
pattern; 2) Increase the capacity of farmers groups to develop prime commodities
on non-productive land; 3) The pattern of community forest development through
this subsidy is still to be done; and 4) Increase the Government’s role in
facilitating an increase of community forest partnership in community forest
production.
Key words: community forests, policies, historical method, development strategies


©Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

DINAMIKA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT
DAN STRATEGI PENGEMBANGANNYA
DI KABUPATEN BOGOR

AHMAD SYAHRU MAULUDI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada

Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian7HVLV: Dr.Ir.Leti Sundawati, M.Sc.F.Trop.

Judul Tesis : Dinamika
Pengelolaan
Hutan
Rakyat
Pengembangannya di Kabupaten Bogor
Nama
: Ahmad Syahru Mauludi
NIM
: E151100071

dan


Strategi

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Hardjanto, MS
Ketua

Dr. Ir. Yulius Hero, M.Sc.F.Trop.
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Pengelolaan Hutan

Dr.Tatang Tiryana, S.Hut, M.Sc.

Tanggal Ujian: 18 Juli 2014


Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini
dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 sampai dengan September 2013 yang
berjudul Dinamika Pengelolaan Hutan Rakyat dan Strategi Pengembangannya di
Kabupaten Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Hardjanto, MS dan
Bapak Dr Ir Yulius Hero, MScFTrop selaku pembimbing, serta Ibu Dr Ir Leti
Sundawati, MScFTrop yang telah banyak memberi saran. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Ida Manik dari Dinas Pertanian dan
Kehutanan Kabupaten Bogor, Bapak Demus Silaen, Bapak Arta Kasmin, dan
Bapak Haerudin Penyuluh Kehutanan dari BKP5K Kabupaten Bogor, Bapak
Dondi (Bagian Program BKP5K), Bapak Diding Suhardiwan, Bapak Nana

Rusnawan, dan Bapak Beny dari BP2HP Wil VII, Bapak Maman S dari BPDAS
Citarum Ciliwung, Bapak H. Sahir, Alm, Bapak Nurjen dan Bapak Odjim (Leuwi
Batu Rumpin), Bapak Enjen (Jugalajaya Jasinga), H Halim (Parung Panjang), H.
Encep (Gunung Bunder), Usa (Situ Udik) dan lain-lain yang telah membantu
selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah,
ibu, istri serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014
Ahmad Syahru Mauludi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
DAFTAR AKRONIM ....................................................................................
1 PENDAHULUAN ....................................................................................
Latar Belakang .........................................................................................
Perumusan Masalah ...................................................................................
Tujuan Penelitian .......................................................................................

Manfaat Penelitian .....................................................................................
2 METODOLOGI PENELITIAN ................................................................
Kerangka Pemikiran Penelitian ................................................................
Metode Penelitian ......................................................................................
Analisis Isi dan Kecenderungan ...........................................................
Metode Sejarah .....................................................................................
Analisis Strategi Pengembangan ..........................................................
3 PERKEMBANGAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN
HUTAN RAKYAT ...................................................................................
Kerangka Konsep Perkembangan Kebijakan Pengelolaan Hutan Rakyat
Substansi Perkembangan Kebijakan Pengelolaan Hutan Rakyat ..............
Tinjauan sebelum Kemerdekaan...........................................................
Masa Orde Lama (1945–1965) .............................................................
Periode Direktorat Jenderal Kehutanan di Orde Baru (1966–1983) ....
Periode Departemen Kehutanan di Orde Baru (1984–1997)................
Masa Reformasi (1998 – sekarang) ......................................................
Kecenderungan Kebijakan Pengelolaan Hutan Rakyat .............................
4 PERKEMBANGAN PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT ...................
Kerangka Konsep Perkembangan Pengelolaan Hutan Rakyat ..................
Kelola Sumberdaya ...................................................................................
Masa sebelum Kemerdekaan ...............................................................
Masa Orde Lama (1945–1965) .............................................................
Periode Direktorat Jenderal Kehutanan di Orde Baru (1966–1983) ....
Periode Departemen Kehutanan di Orde Baru (1984–1997)................
Masa Reformasi (1998 – sekarang) ......................................................
Kelola Produksi .........................................................................................
Masa sebelum Kemerdekaan ...............................................................
Masa Orde Lama (1945–1965) .............................................................
Periode Direktorat Jenderal Kehutanan di Orde Baru (1966–1983) ....
Periode Departemen Kehutanan di Orde Baru (1984–1997)................
Masa Reformasi (1998 – sekarang) ......................................................
Kelola Sosial..............................................................................................
Masa sebelum Kemerdekaan ...............................................................
Masa Orde Lama (1945–1965) .............................................................
Periode Direktorat Jenderal Kehutanan di Orde Baru (1966–1983) ....
Periode Departemen Kehutanan di Orde Baru (1984–1997)................
Masa Reformasi (1998 – sekarang) ......................................................

v
vi
vii
vii
1
1
2
2
2
2
2
3
3
4
6
8
8
8
8
11
13
23
27
33
34
34
37
37
39
40
42
42
43
43
44
44
45
48
54
54
54
55
55
56

Kelola Ekologi ..........................................................................................
Masa sebelum Kemerdekaan ...............................................................
Masa Orde Lama (1945–1965) ............................................................
Periode Direktorat Jenderal Kehutanan di Orde Baru (1966–1983) ....
Periode Departemen Kehutanan di Orde Baru (1984–1997) ...............
Masa Reformasi (1998 – sekarang) .....................................................
5 STRATEGI PENGEMBANGAN PENGELOLAAN HUTAN
RAKYAT ..................................................................................................
Kerangka Konsep Strategi Pengembangan Pengelolaan Hutan Rakyat ...
Identifikasi Faktor Berdasarkan Aspek Sumberdaya Lahan.....................
Identifikasi Faktor Berdasarkan Aspek Produksi Hutan Rakyat ..............
Identifikasi Faktor Berdasarkan Aspek Sosial Hutan Rakyat ...................
Strategi Pengembangan Pengelolaan Hutan Rakyat .................................
SIMPULAN DAN SARAN...........................................................................
SIMPULAN ..............................................................................................
SARAN .....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
LAMPIRAN ..................................................................................................
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................

57
57
58
58
58
59
60
60
60
63
64
67
70
70
70
71
76
84

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21

Kategori Responden .............................................................................
Matrik faktor internal dan eksternal .....................................................
Matriks QSPM ......................................................................................
Substansi kebijakan pengelolaan hutan rakyat .....................................
Luas DAS dan lahan kritis di Provinsi Jawa Barat ..............................
Prosentase luas lahan kritis di Provinsi Jawa Barat .............................
Realisasi tanaman penghijauan DAS Ciliwung/Cisadane (Deptan 018)
Realiasi ‘RAKGANTANG’ Provinsi Jawa Barat tahun 1972–1975 ..
Program Bantuan Inpres Penghijauan (Penanaman) di Kab. Bogor ....
Rencana dan Realisasi Penghijauan di Provinsi Jawa Barat ................
Hasil Pemeriksaan Realisasi Penghijauan di Kab. Bogor (Pelita III) ..
Proyek pengembangan penghijauan dengan Pola Panawangan ...........
Kegiatan Kelompok Penghijauan Seksi Pengembangan
Hutan Rakyat Tahun 1996–1998 .........................................................
Kegiatan tanaman hutan rakyat dalam GERHAN 2005–2007 ............
Kerangka analisis perjalanan pengelolaan hutan rakyat .......................
Penggunaan lahan kering di Kabupaten Bogor tahun 1989–1989 .......
Perkembangan industri pengolahan kayu (primer dan sekunder)
di Kabupaten Bogor..............................................................................
Unit usaha industri penggergajian tahun 2008 di Kabupaten Bogor ....
Sortimen dan harga kayu Sengon sampai di industri ...........................
Luas penggunaan lahan kering di Bogor di Kabupaten Bogor
Tahun 2011 ...........................................................................................
Jumlah lahan kritis menjadi peluang untuk dijadikan hutan rakyat
di Kabupaten Bogor..............................................................................

4
6
7
8
15
16
16
17
19
20
21
22
26
30
36
46
51
52
53
61
62

22 Perkembangan komoditas unggulan kayu rakyat tahun 2005–2012
di Kabupaten Bogor .............................................................................
23 Perkembangan kelembagaan pemerintah terkait hutan rakyat .............
24 Banyaknya kelompok tani binaan penyuluh kehutanan Kab Bogor ....
25 Faktor strategis dalam pengembangan pengelolaan hutan rakyat ........
26 Matriks analisis SWOT perumusan alternative strategi
pengembangan pengelolaan hutan rakyat ............................................
27 Prioritas strategi pengembangan hutan rakyat di Kabupaten Bogor
berdasarkan analisis QSPM .................................................................

64
65
66
67
68
69

DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka Pemikiran Penelitian............................................................
2 Perkembangan bentuk program/kegiatan pengelolaan hutan rakyat....
3 Perkembangan sifat dari bentuk program/kegiatan pengelolaan
hutan rakyat ..........................................................................................
4 Perkembangan penggunaan lahan hutan rakyat di Kabupaten Bogor..
5 Perubahan luas hutan rakyat era reformasi di Kabupaten Bogor .........
6 Perkembangan luas hutan rakyat yang tumbuh tanaman bambu dan
berkayu di Kabupaten Bogor ...............................................................
7 Perkembangan produksi kayu rakyat di Kabupaten Bogor ..................
8 Skema pemasaran kayu rakyat di Kabupaten Bogor ...........................
9 Kerangka Analisis Strategi Pengembangan Hutan Rakyat .............

3
33
34
46
48
50
51
53
60

DAFTAR LAMPIRAN
1 Kebijakan pemerintah pada era Orde Lama. ...................................
2 Kebijakan pemerintah pada era Orde Baru........................................
3 Target penyelenggaraan kebijakan GERHAN tingkat nasional ......

77
78
81

DAFTAR AKRONIM
AIK
Balitbang Pertanian
BPS Kab. Bogor
BRLKT
Dephut
Dishut Jabar
Dishutbun Bogor

:
:
:
:
:
:
:

Akademi Ilmu Kehutanan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor
Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah
Departemen Kehutanan
Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Barat
Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten
Bogor
Diskop Perindag Bogor : Dinas
Koperasi
Usaha
Kecil
Menengah
Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor
Distanhut Bogor
: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor
Ditjen
: Direktorat Jenderal

Ditjen RRL
Dit PT
Dit RR
FAO
HGU
KanwilhutJabar
KOGM
KTH
P3RP DAS
PHTA
PLP
PPN
PPTK
PRP Djabar
RAKGANTANG
UP-UPSA
UUPA
UUPK
VOC

: Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi
Lahan
: Direktorat Penggunaan Tanah
: Direktorat Reboisasi dan Rehabilitasi
: Food and Agriculture Organization Of The United
Nations
: Hak Guna Usaha
: Kantor Wilayah Departemen Kehutanan Propinsi
Jawa Barat
: Kegiatan Operasi Gerakan Makmur
: Kelompok Tani Hutan
: Proyek Perencanaan dan Pembinaan Reboisasi dan
Penghijauan Daerah Aliran Sungai
: Penyelamatan Hutan Tanah dan Air
: Petugas Lapangan Penghijauan
: Pekan Penghijauan Nasional
: Percobaan Perusahaan Tanah Kering
: Projek Reboisasi dan Penghidjauan Propinsi Djawa
Barat
: Gerakan Gandrung Tatangkalan
(Gerakan Cinta Pepohonan)
: Unit Percontohan Usaha Pelestarian Sumberdaya
Alam
: Undang-Undang Pokok Agraria
: Undang-Undang Pokok Kehutanan
: Vereenig-de Oots-Indische Compagnie

1

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Besarnya laju kerusakan hutan dan melemahnya dunia usaha sektor
kehutanan berbasis hutan produksi 1 pada dasarnya merupakan potret sejarah
panjang pengelolaan hutan di Indonesia. Dimulai jaman penguasaan para raja,
kemudian penjajahan Belanda (1819–1942), dilanjutkan penguasaan Jepang
(1942–1945) adalah masa suram pengelolaan hutan di Indonesia. Eksploitasi
besar-besaran terjadi pada periode penguasaan Belanda dan Jepang untuk
kepentingan ekonomi kerajaan Belanda dan sarana pendukung perang bagi Jepang
pada waktu itu (Dephut 1986).
Eksploitasi hutan terjadi juga pada masa orde baru dan masa reformasi.
Berdasarkan catatan FAO (2010) Indonesia mengalami penurunan luas hutan
terbesar ketiga setelah Brasil dan Australia selama tahun 2000–2010. Menurut
Nurjaya (2005) penurunan luas tersebut terjadi karena kebijakan pemberian
konsesi pengusahaan hutan yang tidak terbuka, tidak seletif, dan lemahnya aspek
pengawasan dan penegakan hukum. Dalam kondisi keterpurukan kelestarian
hutan produksi, usaha hutan rakyat yang telah berlangsung sejak lama tetap
berjalan sampai saat ini.
Bertahannya usaha hutan rakyat ini telah menjadi pembahasan banyak
pihak. Sampai saat ini keberadaannya semakin diakui terutama di Pulau Jawa.
Keberadaannya tidak semata-mata faktor alami antara komponen biofisik, tetapi
karena adanya praktek pengelolaan hutan rakyat oleh masyarakat dan berbagai
kebijakan pemerintah dalam penghijauan lahan milik (Mardikanto 1995).
Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu Kabupaten yang
memiliki potensi hutan rakyat cukup baik. Keberadaannya sebagai dampak dari
kebijakan dan praktek pengelolaan hutan rakyat belum banyak terungkap.
Studi dinamika pengelolaan hutan rakyat untuk mengungkap
keberadaannya di masa lalu dan bagaimana perjalanan sejarah pengelolaan hutan
rakyat sangatlah penting dilakukan. Kemudian, perkembangan pengelolaan hutan
rakyat dari waktu ke waktu dalam konteks kelola produksi, sosial dan ekologi
belum terungkap terutama terkait dengan kegiatan pengelolaan hutan yang ada di
masyarakat. Semuanya itu penting untuk dilakukan penelusuran sejarah tentang
praktek-praktek pengelolaan hutan rakyat oleh masyarakat. Selain itu, berbagai
kebijakan yang telah mendorong praktek-praktek pengelolaan hutan rakyat oleh
masyarakat merupakan hal yang tidak kalah penting untuk diungkap. Penelusuran
sejarah ini merupakan salah satu upaya yang dapat membantu pengembangan
hutan rakyat, terutama dalam menyusun strategi pengembangannya. Strategi ini
ditujukan untuk pemerintah pusat dan daerah dalam pengembangan pengelolaan
hutan rakyat di Kabupaten Bogor.

1

Hutan yang pengurusannya oleh negara dan diusahakan dalam bentuk hak pengusahaan hutan
oleh perusahaan yang padat modal yaitu BUMN dan BUMS.

2

Perumusan Masalah
Dalam perjalanannya pengelolaan hutan rakyat dihadapkan oleh
perkembangan berbagai peristiwa (kebijakan dan non kebijakan) penting dari
waktu ke waktu. Perkembangan peristiwa penting seperti perubahan program
penghijauan, perubahan tataniaga kayu, krisis moneter, otonomi daerah
merupakan faktor-faktor kebijakan dan non kebijakan yang telah membawa
perubahan pengelolaan hutan rakyat.
Keberadaan hutan rakyat yang saat ini semakin diakui merupakan hasil
sejarah panjang pengelolaan hutan rakyat. Tidak bisa dipungkiri bahwa
kebijakan pemerintah yang merupakan kebijakan publik dan adanya praktekpraktek pengelolaan hutan rakyat oleh masyarakat yang telah berlangsung cukup
lama telah membawa dampak pada keberadaan hutan rakyat. Bagaimana
gambaran perkembangan kebijakan terkait pengelolaan hutan rakyat,
bagaimana perkembangan pengelolaan hutan rakyat dari waktu ke waktu,
bagaimana merumuskan strategi pengembangannya merupakan pertanyaan
yang akan dijawab dalam penelitian ini.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi perkembangan isi
substansi dan kecenderungan kebijakan terkait pengelolaan hutan rakyat,
mengidentifikasi perkembangan pengelolaan hutan rakyat dari waktu ke waktu di
Kabupaten Bogor dan merumuskan strategi pengembangan dan mengajukan
rekomendasi strategi pilihan terhadap pengelolaan hutan rakyat ke depannya.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk para pembuat kebijakan
dan pelaku usaha hutan rakyat sebagai media pembelajaran dan pemahaman
praktek pengelolaan hutan dari masa lalu dan juga bermanfaat bagi peningkatkan
pemahaman secara kualitatif tentang permasalahan pengelolaan hutan rakyat,
guna membantu mencari solusi pengelolaan hutan rakyat yang ideal.

2 METODOLOGI PENELITIAN
Kerangka Pikir Penelitian
Secara
nasional
pemerintah
melaksanakan
program-program
pembangunan hutan rakyat yang dimulai tahun 1950-an sampai sekarang
dengan cara penanaman pohon di lahan milik. Program tersebut menurut
Wirakusumah (1964) telah membantu mendorong usaha pengelolaan hutan
rakyat. Oleh karena itu di Jawa terdapat dua bentuk hutan rakyat, yaitu hutan
rakyat akibat dorongan progam pemerintah dan hutan rakyat hasil swadaya

3

masyarakat (Hardjanto 2003). Maka, dalam pembahasan ini, segala aktifitas
usaha vegetatif kehutanan oleh pemerintah yang berada pada tanah milik
merupakan kebijakan pengelolaan hutan rakyat.

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian.
Perkembangan kebijakan pengelolaan hutan rakyat diperoleh dengan
menggunakan analisis isi dan kecenderungan terhadap dokumen/data sekunder
yang memuat tujuan kebijakan, program atau kegiatan pemerintah dan
implementasi program/kegiatan terkait pengelolaan hutan rakyat dari tahun ke
tahun dalam bentuk periodisasi. Bentuk periodisasi diawali periode tinjauan
sebelum kemerdekaan, periode Orde Lama (1945–1966), periode Direktorat
Jenderal Kehutanan di Orde Baru (1966–1983), periode Departemen
Kehutanan di Orde Baru (1983–1997), masa reformasi (1998–sekarang).
Metode sejarah digunakan untuk melihat perkembangan pengelolaan hutan
rakyat di Kabupaten Bogor dari waktu ke waktu. Strategi pengembangan
pengelolaan dihasilkan dari analisis SWOT dan QSPM.

Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 7 bulan (Maret – September 2013).
Metode penelitian terbagi dalam tiga bagian, yaitu: 1) Analisis isi dan
kecenderungan, 2) Metode sejarah dan 3) Analisis strategi pengembangan.
Analisis Isi dan Kecenderungan
Analisis isi menggunakan sumber data berupa buku dan artikel yang
memuat tentang kebijakan terkait pengelolaan hutan rakyat. Menurut Eriyanto
(2011) analisis isi dapat hanya menggambarkan secara detail deskripsi dari suatu

4

isi atau melakukan perbandingan antarwaktu dan antarsituasi yang berbeda.
Desain analisis isi untuk menjaring data tentang 3 karakteristik subtansi kebijakan
terkait pengelolaan hutan rakyat dari satu ke waktu yang lain. Substansi tersebut,
yaitu: (1) Tujuan kebijakan, (2) Bentuk/metode program atau kegiatan
(persemaian, penanaman, dan bantuan kredit) (3) Sifat program/kegiatan
(instruksi, pemberdayaan masyarakat, kampanye, dan bantuan). Selanjutnya
dilakukan analisis kecenderungan untuk melihat kecenderungan tujuan, bentuk
dan sifat kebijakan pengelolaan hutan rakyat.
Metode Sejarah
Metode sejarah atau disebut juga metode penelitian sejarah memiliki empat
tahapan, yaitu heuristik, kritik sumber sejarah, interpretasi dan historiografi
(Pranoto 2010).
1. Heuristik (Pengumpulan Sumber)
Heuristik (heuristic) berasal dari bahasa yunani heuristiken yang artinya
mengumpulkan atau menemukan sumber. Jadi heuristik adalah mengumpulkan
atau menemukan sejumlah materi sejarah yang tersebar dan teridentifikasi
(Pranoto 2010). Selanjutnya menurut Pranoto (2010), sumber sejarah merupakan
bahan penulisan sejarah yang mengandung evidensi (bukti) baik lisan maupun
tertulis. Langkah awal yang dilakukan dalam penelusuran sejarah adalah
mengumpulkan sumber sejarah yang relevan dan berhubungan dengan
permasalahan penelitian berupa sumber tulisan dan lisan dan data yang
dikumpulkan berbentuk data primer dan sekunder.
Pengumpulan sumber tertulis menggunakan teknik studi literatur sebagai
salah satu teknik dalam pengumpulan data. Data yang dikumpulkan berasal dari
sumber buku, jurnal, disertasi, tesis, skripsi, dokumen, maupun artikel yang terkait
permasalahan penelitian. Dalam proses ini, penelusuran sumber tertulis dilakukan
di berbagai perpustakaan, instansi pemerintah pusat dan daerah seperti
Kementerian Kehutanan, Dinas Pertanian dan Kehutanan (Distanhut) Kab. Bogor,
Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyulahan Pertanian Perikanan dan
Kehutanan (BKP5K) Kab. Bogor, Balai Pemantauan dan Pemanfaatan Hutan
Produksi (BP2HP) Wilayah VII, Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
(BPDAS) Citarum Ciliwung dan Perpustakaan Museum Manggala Wanabakti.
Tabel 1 Kategori responden.
Metode
Jumlah
Pengumpulan Responden (orang)
Pelaku Usahaa
snow ball
21
Informan kunci
BPDAS, BP2HP, Distanhut, BKP5K snow ball
11
Informan Biasa
Masyarakat sekitar hutan
snow ball
a
Pelaku usaha (pemilik lahan, petani, buruh, tengkulak/pengumpul, pelaku industri).
Jenis Responden

Kategori Pekerjaan

Pengumpulan sumber tidak tertulis atau sumber lisan dilakukan dengan
metode wawancara. Sebelum kegiatan wawancara, terlebih dahulu dilakukan
observasi di wilayah barat Kabupaten Bogor dengan merekam kegiatan yang
relevan sebagai sumber data dan dilanjutkan kegiatan mencari narasumber yang
akan diwawancara. Informasi dari kantor dinas kehutanan dan pertanian dan
penyuluh kehutanan di Kabupaten Bogor untuk dapat dijadikan informan kunci
dan informan biasa di tiap kecamatan sebagai sumber lisan dengan kategorisasi
responden dapat dilihat pada Tabel 1. Jumlah responden ditentukan di lapangan

5

sesuai dengan kecukupan data dan informasi (efek bola salju bergulir/ snow ball
effect).
Teknik wawancara menggunakan instrumen terbuka atau semi terstruktur,
yang artinya jawaban secara mendalam dari narasumber sesuai format kerangka
pertanyaan yang telah ditetapkan.
2. Kritik (Verifikasi)
Kritik sumber sejarah adalah upaya untuk mendapatkan otensitas dan
kredibilitas sumber, sehingga sumber yang diperoleh dapat dipercaya (credible),
penguatan saksi mata (eyewitnes), benar (truth), tidak dipalsukan (unfabricated)
dan handal (reliable) (Pranoto 2010).
Kritik sumber sejarah terdiri dari kritik eksternal dan kritik internal. Kritik
eskternal adalah usaha mendapatkan otensitas sumber dengan melakukan
penelitian fisik terhadap suatu sumber. Kritik internal adalah kritik yang mengacu
pada kredibilitas sumber artinya apakah isi dokumen ini terpercaya, tidak
dimanipulasi, mengandung bias, dikecohkan, dan sebagainya (Pranoto 2010).
Kritik sumber data dan informasi merupakan tahap lanjutan dari heuristik,
dengan maksud melakukan proses penyelidikan kesesuaian, keterkaitan, dan
keobjektifannya secara eskternal dan internal. Kritik sumber tertulis menggunakan
kajian perbandingan antara sumber-sumber tertulis lainya. Adapun kritik terhadap
sumber lisan dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1) Verifikasi usia dari
sumber pada waktu periode tersebut berlangsung; 2) Verifikasi latar belakang
narasumber, seperti apakah sesuai dengan peristiwa yang diceritakan, atau apakah
terlibat langsung atau tidak langsung atau menurut orang lain; 3) Melihat kondisi
kesehatan narasumber pada waktu tersebut, seperti hilang ingatan, pelupa, dan
sebagainya. 4) Melihat tabiat/gelagat informan seperti apakah melakukan
‘gerakan tutup mulut’ dan ‘antipati’.
Proses perbandingan antara sumber tertulis dengan sumber lisan merupakan
tahapan selanjutnya. Tahapan ini bertujuan untuk memilah-milah data dan
informasi sebagai fakta yang sesuai dengan permasalahan penelitian, sehingga
membantu dalam proses selanjutnya yaitu interpretasi.
3. Interpretasi (Penafsiran)
Interpretasi atau tafsir dilakukan untuk menghasilkan cerita sejarah dari
fakta yang sudah dikumpulkan. Interpretasi dapat dilakukan dengan analesis dan
sitensis (Pranoto 2010). Menganalesis sama dengan menguraikan setiap kejadian
untuk diambil kesimpulan. Sitesis berbeda dengan anelisis, dimana menurut
Pranoto (2010) sintesis adalah menyatukan kejadian-kejadian atau sebab-sebab
sejarah. Dengan kata lain sintesis adalah pengelompokan faktor-faktor yang
berbeda dihubungkan menjadi suatu kesimpulan
Interpretasi dalam penelitian dilakukan dengan analisis untuk menjelaskan
dan menjawab bagaimana gambaran perkembangan pengelolaan hutan rakyat dari
waktu ke waktu di Kabupaten Bogor.
4. Historiografi
Historiografi adalah tahap terakhir dari metode sejarah, yaitu tahap
penulisan sejarah sesuai ketentuan sebuah karya ilmiah dengan kronologis bahasa
yang menarik mengenai perjalanan sejarah pengelolaan hutan rakyat.

6

Analisis Strategi Pengembangan
Tahapan analisis strategi pengembangan diawali dengan analisis strategi
internal eksternal yang merupakan bagian dari analisis SWOT (Strenght,
Weakness, Opportunity, Threat). Menurut Bungin (2011) analisis SWOT sering
kali dimanfaatkan dalam penelitian kualitatif untuk menganalisis masalahmasalah administrasi, kebijakan publik, manajemen dan kinerja perusahaan. Hasil
analisis faktor internal dan faktor eksternal dilanjutkan dengan analisis SWOT
untuk merumuskan berbagai alternatif strategi. Strategi prioritas pengembangan
pengelolaan hutan rakyat di Kabupaten Bogor diperoleh dari analisis QSPM
(Quantitative Strategic Planning Matrix).
1. Analisis Faktor Strategi Internal Eksternal
Analisis faktor strategis internal eksternal dilakukan untuk memperoleh nilai
bobot dari masing-masing faktor untuk selanjutnya digunakan dalam matriks QSPM,
dengan langkah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi dan mengelompokkan faktor strategi dalam faktor internal
dan eksternal.
b. Menentukan derajat kepentingan relatif (bobot) setiap faktor. Penentuan bobot
faktor internal dilakukan dengan memberikan penilaian atau pembobotan
angka pada masing-masing faktor oleh 7 responden pemangku kebijakan.
Penilaian angka pembobotan adalah sebagai berikut: 5 jika faktor “sangat
penting”, 4 jika faktor “penting”, 3 jika faktor “biasa saja”, 2 jika faktor
“kurang penting”, 1 jika faktor “tidak penting”.
c. Rataan dari bobot dibandingkan dengan total bobot masing-masing faktor
internal dan eksternal merupakan nilai bobot.
d. Nilai bobot ini digunakan sebagai faktor tertimbang dalam analisis QSPM
Tabel 2 Matrik faktor internal eksternal
No.

Faktor Internal/
Eksternal
Faktor kekuatan/
Peluang

R1

R2

R3

R4

R5

Bobot
R6 R7

Rataan
Bobot
(a)

Nilai
Bobot
(b)=(a)/ ∑ (a)

1
2
3

Faktor Kelemahan/
Ancaman
1
2
3


Total
∑ (a)
Keterangan: R1, R2, …., R7 = pembobotan oleh responden 1, dan seterusnya

1.00

2. Analisis SWOT
Analisis SWOT menghasilkan empat alternatif strategi yaitu:
a. Strategi kekuatan-peluang. Strategi ini berusaha memanfaatkan kekuatan yang
ada untuk merebut dan memanfaatkan peluang secara optimal.
b. Strategi kekuatan-ancaman. Strategi ini berusaha untuk memanfaatkan
kekuatan yang ada untuk menghadapai ancaman yang datang.

7

c. Strategi kelemahan-peluang. Strategi ini digunakan untuk memanfaatkan
peluang yang ada untuk meminimalkan kelemahan yang dimiliki.
d. Strategi kelemahan-ancaman. Strategi ini merupakan strategi defensif yang
berusaha untuk meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman.
3. Analisis QSPM
Tahap keputusan digunakan untuk menentukan strategi alternatif mana yang
paling baik untuk dipilih dan teknik yang digunakan adalah QSPM. Tahapannya
adalah:
a. Memberikan bobot untuk setiap faktor internal dan eksternal. Bobot ini
identik dengan yang digunakan dalam matriks IFE dan matriks EFE. Bobot
dituliskan dalam kolom di sebelah kanan faktor sukses kritis internal dan
eksternal.
b. Memeriksa matriks SWOT dan mengidentifikasi alternatif strategi yang harus
dipertimbangkan untuk diimplementasikan. Catat semua strategi ini di baris
teratas dari matriks QSPM.
c. Menetapkan nilai daya tarik (Attractiveness Score = AS) dan menentukan nilai
yang menunjukkan daya tarik relatif dari setiap alternatif strategi. Nilai daya
tarik ditetapkan dengan memeriksa setiap faktor internal dan eksternal satu per
satu, dengan mengajukan pertanyaan, apakah faktor ini mempengaruhi strategi
pilihan yang dibuat? Nilai daya tarik itu adalah 1 = tidak menarik, 2 = agak
menarik, 3 = secara logis menarik, dan 4 = sangat menarik.
d. Menghitung total nilai daya tarik (Total Attractiveness Score = TAS). Total
nilai daya tarik ditetapkan sebagai hasil perkalian bobot dengan nilai daya
tarik dalam setiap baris (Tabel 3). Total nilai daya tarik menunjukkan daya
tarik relatif dari setiap strategi alternatif, hanya mempertimbangkan dampak
dari faktor sukses kritis internal dan eksternal di baris tertentu. Semakin tinggi
total nilai daya tarik, semakin menarik strategi alternatif itu.
Tabel 3 Matriks QSPM
No.

Faktor Strategi

Nilai
Bobot
(a)

Alt. Strategi 1
AS
TAS
(b) (c)=(a)x(b)

Alt. Strategi 2
AS
TAS
(b) (c)=(a)x(b)

Total∑ TAS1

Total∑ TAS2

AS
(b)

dst
TAS
(c)=(a)x(b)

Kekuatan (Strenght)
1
2
3

Kelemahan (Weakness)
1
2
3

Peluang (Opportunity)
1
2
3

Ancaman (Threat)
1
2
3


Total∑ TAS dst

8

3 PERKEMBANGAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN
RAKYAT
Kerangka Konsep Perkembangan Kebijakan Pengelolaan Hutan Rakyat
Studi perkembangan kebijakan difokuskan pada implementasi kebijakan
yang menyangkut hutan rakyat. Wahab (2004) mengutip penjelasan Daniel A.
Mazmanian dan Paul A Sabatier tentang makna implementai kebijakan:
memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah program dinyatakan berlaku
atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijakan, yakni
kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya
pedoman-pedoman kebijakan publik, yang mencakup baik usaha-usaha untuk
mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada
masyarakat atau kejadian-kejadian.
Berdasarkan pandangan tersebut maka implementasi kebijakan merupakan
segala peristiwa dan kegiatan yang terjadi setelah kebijakan publik disahkan.
Menurut Wahab (2004) segala peristiwa yang terjadi atau sedang berlangsung
bukanlah terjadi secara alami, atau sebagai sesuatu yang terjadi karena proses
yang normal, melainkan kebijakan publik (public policy) yang sesungguhnya telah
memberikan warna terhadap berbagai peristiwa di sekitar kita disadari atau tidak,
mengerti atau tidak.
Berbekal analisis isi dan kecenderungan terhadap dokumen/artikel yang
memuat kebijakan pengelolaan hutan rakyat, maka akan diuraikan khasanah baru
dalam pengetahuan yang sebelumnya tidak pernah menjadi perhatian banyak
pihak untuk mengungkapnya. Perkembangan atau perjalanan kebijakan
pengelolaan hutan rakyat yang memuat tujuan/latar belakang, bentuk/metode,
sifat, dan implementasinya serta kecenderungan kebijakan pengelolaan hutan
rakyat dari waktu ke waktu dalam bentuk periodesasi. Periodesasi terbagi dalam
masa sebelum kemerdekaan, Orde Lama (1945–1966), periode Direktorat
Jenderal Kehutanan di Orde Baru (1966–1983), Periode Departemen
Kehutanan di Orde Baru (1984–1997), masa Reformasi (1998–sekarang).

Subtansi Perkembangan Kebijakan Pengelolaan Hutan Rakyat
Subtansi perkembangan kebijakan terkait pengelolaan hutan rakyat dapat
diuraikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Substansi kebijakan pengelolaan hutan rakyata.
Bentuk Program/
Kegiatan
Instruksi

Pemberdayaan
masyarakat

Kampanye

Bantuan

1. Tinjauan sebelum kemerdekaan
Penjajahan Belanda & Jepang
Untuk kepentingan ekonomi penjajah

Bantuan
Kredit

Tujuan Kebijakan

Penanaman

Nama
Kebijakan

Persemaian

Periode/Tahun

Sifat program/
kegiatan

-

-

-

-

-

-

-

9

Tabel 4 Substansi kebijakan pengelolaan hutan rakyata (lanjutan)
Bentuk
Program/
Kegiatan
Instruksi

Pemberdayaan
masyarakat

Kampanye

Bantuan

2. Masa Orde Lama
Perang Kemerdekaan (1945–1950
Demokrasi Liberal (1950–1959)
1951-1955
PPTK
Pencegahan erosi
1956
Arboy Day
Pencegahan erosi
1952-1958
Gerakan Karang
Pengendalian erosi &penanaman
Kitri
tanah kosong
Demokrasi Terpimpin (1960–1965)
1961-1965
PPN I–V
Kampanye Penghijauan
3. Periode Ditjen Kehutanan di Orde Baru
Pra Pelita(1966–1969)
1966-1969
Deptan 001
Rehabilitasi DAS tanah kritis
1966
PPN VI
Kampanye Penghijauan
1967
PPN VII
Kampanye Penghijauan
1968
PPN VIII
Kampanye Penghijauan
Pelita I (1969–1973)
1969-1973
Deptan 002-022
Rehabilitasi DAS tanah kritis di luar
kawasan hutan
1969-1973
PPN
Kampanye Penghijauan
1972-1975
RAKGANTANG Penghijauan merata di Jawa Barat
Pelita II (1974-1978)
1976-1978
Inpres
Rehabilitasi DAS tanah kritis
Penghijauan
1976-1978
PPN
Kampanye Penghijauan
Pelita III (1979-1983)
1979
Inpres
Rehabilitasi DAS tanah kritis
Penghijauan
1979
Inpres
Rehabilitasi DAS tanah kritis
Penghijauan
1980-1983
Inpres
Rehabilitasi DAS tanah kritis dan
Penghijauan
peningkatan pendapatan masyarakat
1981-1983
Pilot
Mendukung usaha swasembada
Demontration
pangan dan peningkatan partisipasi
Farm
masyarakat dalam penamanan
Panawangan
pohon
1979-1983
PPN
Kampanye Penghijauan
4. Periode Depertamen Kehutanan di Orde Baru
Pelita IV
Penghijauan
Rehabilitasi DAS tanah kritis dan
(1984-1988)
peningkatan pendapatan masyarakat
Pelita V (1988-1993)
1988-1993
Sengonisasi
Peningkatan pendapatan masyarakat
dan pemenuhan bahan baku industri
1989-1990
Kredit Usaha
Peningkatan pendapatan dan
Tani Konservasi
partisipasi masyarakat dalam
penamanan pohon
Pelita VI (1994-1997)
1994-1997
Kebun Bibit
Pendukung pengembangan hutan
Desa
rakyat
1997
Kredit Usaha
Peningkatan pendapatan masyarakat
Hutan Rakyat

Bantuan
Kredit

Tujuan Kebijakan

Penanaman

Nama
Kebijakan

Persemaian

Periode/Tahun

Sifat program/
kegiatan

-

-

-

-

-

-

-

V

-

V
V
V

-

V
-

-

-

V
V
V

-

V

-

V

-

V

-

-

-

V
V
V
V

-

V
-

-

V
V
V

-

-

V

-

V

-

-

-

V

V
V

-

V

-

V
-

-

V

-

V

V

-

-

V

-

-

V

V

V

-

V

V

-

-

V

V

-

V

V

-

-

V

V

-

V

V

-

-

V

V

-

V

V

-

-

-

V

-

-

V

V

V

-

V

V

-

-

-

V

-

V

V

-

-

-

-

V

-

V

-

V

-

-

-

-

V

-

-

-

-

V

-

-

-

V

-

-

-

V

10

Tabel 4 Substansi kebijakan pengelolaan hutan rakyata (lanjutan)
Bentuk
Program/
Kegiatan

2010sekarang
2010-sekarang

One Billian Indonesia
Trees
Kebun Bibit Rakyat

a

Bantuan

One Man One Tree

Kampanye

2008-2009

Pemberdayaan
masyarakat

GNRHL/GERHAN

Instruksi

2005-2009

Peningkatan pendapatan
masyarakat
Kampanye pembinaan
cinta lingkungan bagi
anak-anak
Peningkatan pendapatan
masyarakat
Rehabilitasi lahan kritis
Kampanye penanaman
pohon
Kampanye penanaman
pohon
Peningkatan pendapatan
masyarakat
Rehabilitasi lahan kritis

-

V

-

-

V

-

V

-

V

-

-

-

V

-

-

V

-

V

-

V

V

-

V

-

-

-

V

-

-

V

-

-

-

V

-

V

V

-

-

V

-

V

Bantuan
Kredit

5. Masa reformasi (1998-sekarang)
2001- 2004
Pembuatan dan
pemeliahraan hutan rakyat
2004-2009
KMDN

Tujuan Kebijakan

Penanaman

Nama
Kebijakan

Persemaian

Periode/Tahun

Sifat program/
kegiatan

Analisis isi dokumen yang memuat kebijakan pengelolaan hutan rakyat.

Tinjauan sebelum Kemerdekaan
Pada masa VOC (Vereenig-de Oots-Indische Compagnie) 2 dan
Pemerintahan Hindia Belanda di beberapa wilayah Indonesia, hutan banyak
dibuka untuk dijadikan perkebunan rakyat (kopi, lada dan cengkeh) yang dari
segi pengawetan tanah dilakukan secara gegabah (Kartasapoetra et al. 1987).
Masa pendudukan Jepang terhadap sumberdaya hutan di wilayah Bogor
diperkirakan mulai tahun 1942. Pembatasan akses penduduk lokal untuk
memanfaatkan hutan diberlakukan di tiap daerah termasuk Bogor.
Pembatasan akses warga pribumi dalam memanfaatkan hutan tidak serta
merta meningkatnya tutupan hutan. Berdasarkan catatan yang ada,
penebangan yang berlebihan telah dilakukan Jepang untuk mendukung
kemenangan perang Jepang di Asia Timur (Dephut 1986) dan belum
memasyarakatnya pemanfaatan penggarapan lahan dengan baik dan terpadu,
menimbulkan peningkatan lahan kritis secara pesat (Djajapertjunda 2003).
Soepardja (1991) menyatakan bahwa masa pendudukan Jepang mengalami
sulitnya mendapatkan bahan bakar minyak, akibatnya tanaman lamtoro
sebagai penguat teras digali sampai keakarnya, kemudian dijadikan pengganti
bahan bakar minyak. Kondisi tersebut menimbulkan kerusakan pada
sengkedan-sengkedan lahan serta mengancam terjadinya erosi yang cukup
besar.
Permasalahan erosi akibat degredasi hutan terjadi di mana-mana pada
era 1930-an. Menurut DR. Ch. Coster diacu dalam Soepardja (1991)
mengemukakan bahwa sejak 1931 perhatian dunia banyak tercurah pada
2

VOC memegang kendali eksploitasi hutan di Indonesia tahun 1650 – 1800, selanjutnya diganti
oleh Jawatan Kehutanan yang dibentuk Belanda, namun sampai dengan 1930 masyarakat masih
menyebut jawatan tersebut dengan sebutan kompeni/VOC. Karena para pemegang jabatan masih
tetap orang-orang lama dan tetap pula melakukan cara-cara lama (Ricklefs 2005)

11

bahaya erosi yang terjadi di mana-mana, bahkan di seluruh dunia. Pada waktu
tersebut, tanah yang menderita erosi di Yogyakarta, Surakarta dan Semarang
mencapai 1.602.500 ha (Dephut 1986). Berdasarkan laporan survey dampak
lingkungan Saguling oleh lembaga UNPAD bahwa tingkatan erosi selama
periode 1911–1977 pada beberapa DAS di Jawa sebesar 0,25–9,0 mm/tahun.
Balai Penyelidikan Bogor mengatakan tanah subur setebal 20 cm di daerah
Yanlapa (Jasinga-Bogor) hanyut oleh erosi selama ± 60 tahun (Dephut 1986;
Kartasapoetra et al. 1987). Artinya di wilayah Jasinga erosi secara besarbesaran sudah terjadi sejak tahun 1926-an. Angka yang lebih mengejutkan
lagi, bahwa menurut Balai Penyelidikan Tanah diacu dalam Dephut (1966)
sebelum masa perang, erosi menyebabkan hilangnya tanah sebanyak 5 ton/ha
(tanah vulkanis) dan 65 ton/ha (formasi kapur) tiap tahun. Ini berarti di Jawa
setiap tahun tidak kurang dari 200 juta ton tanah subur dihanyutkan ke dasar
laut.
Masa Orde Lama (1945 – 1965)
Sepeningalan Jepang yaitu jaman perang kemerdekaan tahun 1945–1949
(Dephut 1986), pemerintah RI memberikan perhatian besar terhadap erosi ini
terutama pada lahan-lahan kritis. Bangsa Indonesia pun dihadapkan pada
keadaan hutan dan lahan yang memerlukan rehabilitasi berat, akibat
pendudukan Jepang serta kondisi yang berat mempertahankan kemerdekaan
dan memenangkan perjuangan melawan Belanda yang ingin menjajah kembali
(Dephut 1986). Pendudukan kantor-kantor pemerintahan termasuk jawatan
kehutanan oleh tentara Inggris yang diboncengi tentara Belanda selama 1945–
1949 berakibat pada tidak efektifnya pembangunan kehutanan. Menurut
Kartasapoetra at al. (1987), Agresi Militer Belanda II (1948) menghentikan
kegiatan pembangunan Waduk Lakbok (Jawa Barat) dalam usaha konservasi
tanah dan air. Selanjutnya, satu-satunya pembangunan yang berhasil berkaitan
dengan bidang konservasi tanah dan air adalah pembangunan waduk Sragen
yang dapat diselesaikan tahun 1948. Melihat situasi tersebut Pemerintah RI
mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 59 tahun 1948 tentang
Militerisasi Jawatan Kehutanan dengan maksud pegawai kehutanan berperan
aktif dalam perang gerilya melawan agresi Belanda II (Dephut 1986). Wilayah
Bogor Barat adalah garis demarkasi pertahanan, selain dijadikan tempat dan
markas pasukan tentara, sekaligus menjadi benteng pertahanan bagi daerah
keresidenan Banten.
Memasuki jaman Demokrasi Liberal (1950–1959), Kartasapoetra et al.
(1987) dan Soepardja (1991) menyatakan bahwa pada tahun 1951–1955
dilaksanakan program Rencana Kesejahteraan Istimewa (RKI). RKI disusun
oleh Kasimo cs, seorang kawakan Ajunct Landbouw Consulent. Realisasi RKI
berupa Kegiatan Operasi Gerakan Makmur (KOGM) dalam usaha pencegahan
tanah larut yang dilaksanakan oleh Jawatan Pertanian Rakyat. Metode kerja
KOGM adalah pembuatan sengkedan dan persemaian untuk penghijauan dan
Percobaan Perusahaan Tanah Kering (PPTK). Lahan untuk PPTK di Provinsi
Jawa Barat sudah disiapkan, dan pengelolaannya oleh Dinas Pertanian
Wilayah, karena tidak ada biaya dalam pelaksanaannya, lahan PPTK tersebut
menjadi tidak jelas fungsinya dan menjadi terkatung-katung yang akhirnya
berhenti tanpa menghasilkan apa-apa (Soepardja 1991).

12

Tidak hanya Jawatan Pertanian Rakyat, pada masa demokrasi liberal
Jawatan Kehutanan pun mulai menasionalisasikan lahan kehutanan yang
semula dikuasai Belanda. Selain usaha pemerintah dalam nasionalisasi
pengelolaan hutan dan perkebunan eks Belanda, usaha pemerintah untuk
penyelematan tanah tandus dan kritis dari tahun ke tahun merupakan
kebijakan pokok pemerintah. Misalnya tahun 1956 pemerintah mencetuskan
Arbor Day (hari keteduhan/pohon) pada Kongres Kehutanan di Bandung
(Kartasapoetra et al. 1987; Soepardja 1991). Kegiatan-kegiatan pengawetan
tanah dan air dirasa tidak cukup mengurangi aliran sungai di permukaan (runoff) dan erosi, karena masih banyaknya lahan-lahan yang kosong. Lahan-lahan
kosong di wilayah Bogor banyak berasal dari lahan perkebunan teh yang
ditinggalkan Belanda yang tidak dilanjutkan pengelolaannya.
Selanjutnya untuk menyelenggarakan penanaman tanah-tanah