Evaluasi Model Kebijakan Pengelolaan Hutan Rakyat Berkelanjutan Di Kabupaten Bogor

EVALUASI MODEL KEBIJAKAN PENGELOLAAN
HUTAN RAKYAT BERKELANJUTAN
DI KABUPATEN BOGOR

TATAN SUKWIKA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bawa disertasi berjudul Evaluasi Model Kebijakan
Pengelolaan Hutan Rakyat Berkelanjutan di Kabupaten Bogor adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.


Bogor, 25 November 2016
Tatan Sukwika
NRP P062110181

RINGKASAN
TATAN SUKWIKA. Evaluasi Model Kebijakan Pengelolaan Hutan Rakyat
Berkelanjutan di Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh DUDUNG DARUSMAN, CECEP
KUSMANA dan DODIK RIDHO NURROCHMAT.
Hutan rakyat di Kabupaten Bogor mempunyai peranan yang sangat penting bagi
kehidupan masyarakat di sekitar hutan. Manfaat hutan rakyat bisa lebih dirasakan apabila
hutan rakyat dapat terjamin keberlanjutannya, sehingga hutan rakyat benar-benar dapat
berfungsi secara optimal. Selanjutnya, fungsi-fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial dari
hutan rakyat memberikan peranan nyata apabila pengelolaan sumber daya hutan (SDH)
secara berkelanjutan. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir sejak tahun 2014, kondisi
hutan di Kabupaten Bogor cukup memprihatinkan, bahkan menuju situasi kritis. Di lain
pihak, kondisi hutan rakyat ini secara kepentingan lingkungan mendekati hutan negara,
yaitu sebagai hutan yang utuh artinya hutan rakyat bisa berfungsi mendekati hutan yang
sesungguhnya. Namun begitu, ternyata hutan rakyat di Kabupaten Bogor masih memiliki
masalah-masalah krusial terutama terkait aspek ekologi, ekonomi, dan sosial yaitu seperti

masalah kondisi kemiskinan di sekitar hutan, pendapatan rumah tangga petani hutan
rakyat yang rendah, tarik menarik posisi tawar petani hutan rakyat dan para aktor
pemanfaat hasil hutan rakyat, pembangunan wilayah yang kurang berkembang, program
pembangunan kehutanan yang kurang optimal, dan lain sebagainya.
Studi ini membahas keberlanjutan pengelolaan hutan rakyat skala kecil di
Kabupaten Bogor. Tujuan penelitian adalah menganalisis kondisi exsisting status
keberlanjutan pengelolaan hutan rakyat di Kabupaten Bogor; mengidentifikasi peran
aktor yang terlibat kelembagaan hutan rakyat di Kabupaten Bogor; menganalisis
hubungan pengaruh model kebijakan keberlanjutan hutan rakyat di Kabupaten Bogor;
memformulasikan skenario strategi pengembangan kebijakan keberlanjutan hutan rakyat
ke depan di Kabupaten Bogor.
Penelitian dilaksanakan di tiga area zona wilayah (barat, tengah dan timur)
Kabupaten Bogor. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi lapangan, wawancara
mendalam (in depth interview), telaah dokumen dan kajian literatur. Analisis data
menggunakan analisis deskriptif kualitatif, analisis isi, analisis struktural kuantitatif, dan
analisis prospektif (ex-ante). Penentuan sampel responden dari key informan dilakukan
secara purposive sampling dan dengan teknik snowball sampling. Penunjang penelitian,
dilakukan juga pengambilan sampel responden secara purposive sampling dari petani
hutan rakyat yang tergabung ke dalam kelompok tani hutan (KTH).
Menjawab tujuan pertama penelitian ini menggunakan indeks keberlanjutan MDS

untuk menganalis lima dimensi. Pengukuran atributnya menggunakan skala ordinal.
Selanjutnya dengan menggunakan skala indeks keberlanjutan maka tingkat keberlanjutan
masing-masing dimensi dapat diestimasi. Pada tujuan kedua dilakukan analisis isi
kelembagaan dan dilanjutkan dengan menemu-kenali peran aktor di ruang hutan rakyat
dengan pendekatan struktur hirarki hasil analisis ISM-VAXO. Selanjutnya, di tujuan
ketiga dianalisis pengaruh variable dimensi-dimensi terhadap variable keberlanjutan yang
dibangun dari atribut yang menjadi faktor pengungkit MDS dengan pendekatan uji sidik
lintas. Perumusan model kebijakan untuk tujuan keempat menggunakan menggunakan
analisis prospektif. Tahap akhir dari analisis ini adalah mengembangkan skenario model

kebijakan stategis pengelolaan hutan rakyat berkelanjutan melalui beberapa variabel
kunci yang memungkinkan terjadi di masa yang akan datang.
Hasil analisis menunjukkan terdapat dua dimensi yang cukup berkelanjutan yaitu
dimensi ekologi dan dimensi legal dan kelembagaan. Sementara dimensi ekonomi,
dimensi sosial dan budaya, dan dimensi aksesibilitas dan teknologi tidak berlanjut.
Berdasarkan lima indeks keberlanjutan tersebut, studi ini menyimpulkan bahwa rataan
tingkat keberlanjutan pengelolaan hutan di Kabupaten Bogor tidak berkelanjutan (48,47).
Dalam penelitian ini digunakan 63 indikator atribut dan dihasilkan 21 atribut yang
menjadi faktor pengungkitnya. Keluaran model ISM-VAXO menunjukkan struktur
hirarki hubungan antar sub-elemen pendukung yang dihasilkan sebanyak 7 level. Pada

sub-elemen sektor II (Independent), ditemukan tujuh aktor dominan, dan aktor kunci
(paling domiman) dalam pengelolaan hutan rakyat berkelanjutan di Kabupaten Bogor
adalah BP3K dan Pemilik lahan dari luar desa menempati level tertinggi (level 7) dengan
total DP (driven power) terbesar. Berdasarkan hasil perhitungan seluruh nilai koefisien
langsung (direct effect) dan tidak langsung (indirect effect) pada variabel
multidimensional, diperoleh nilai koefisien total pengaruh (total effect) terkuat berasal
dari dimensi ekologi yaitu 0,895, sekaligus merupakan variabel yang berpengaruh
dominan terhadap keberlanjutan hutan rakyat di Kabupaten Bogor. Terakhir, berdasarkan
hasil simulasi skenario alternatif, ditunjukkan bahwa skenario II menjadi pilihan paling
realisitis, skenario ini sudah dianggap dapat meningkatkan nilai indeks keberlanjutan dari
46,35 (tidak berkelanjutan) menajdi 52,52 (cukup berkelanjutan). Studi ini
merekomendasikan perlu melakukan strategi pengembangan dengan melibatkan semua
pemangku kepentingan memilih kebijakan yang paling sesuai untuk memperbaiki
keberlanjutan pengelolaan hutan rakyat skala kecil di Kabupaten Bogor.
Kata kunci: indeks keberlanjutan, kelembagaan, PLS-SEM, analisis prospektif, skenario

SUMMARY
TATAN SUKWIKA. Evaluation of Sustainable Private-Forest Management Policy
Model, Bogor Regency, West Java. Supervised by oleh DUDUNG DARUSMAN,
CECEP KUSMANA and DODIK RIDHO NURROCHMAT.

Private-Forest in Bogor Regency has an important role for the people that live
around the forest. The forest’s benefit for the people will be optimized if sustainability of
the forest could be assured. Moreover, the sustainability of forest’s resource management
will ensure the significant role of the forest’s functions, in terms of ecological, economic,
and social aspect. Within the last five years since the year of 2014, the condition of
forests in Bogor regency has been in a state of apprehensive, even towards critical
situations. On the other hand, in the perspective of environmental interest, the privateforest function is quite close to that of state-forest (or nature-forest). However, privateforests in Bogor Regency are still surrounded by crucial problems related to the aspects
of ecology, economy and social. The problems consist of or related to poverty, low level
of forest-farmer income, bargaining position of forest-farmer against other forest-related
agents, low level of regional development quality, less-optimal forest development
program, and others.
This study addresses the sustainability of small-scale private-forest management
in Bogor regency. The purposes of the study are to analyze the sustainability aspect of
existing condition of private-forest management in Bogor regency; to identify the roles of
actors involved in institutions related to private-forest in Bogor regency; to analyze interaspects relationships in model of private-forest sustainability policy in Bogor regency; to
formulate strategies and policies in private-forest sustainability development in Bogor
regency.
The study was carried out in three areas of the territory zone (west, central and
east) Bogor regency. Data was collected through in-depth interviews, field observations,
and literatures review. Both qualitative and quantitative approachs were employed in data

analysis, by using descriptive and content analysis, structural analysis, and prospective
analysis (ex-ante). Sample of key informants were determined through purposive and
snowball sampling. In addition, samples of farmers that aviliated to forest farmers
association (KTH), were also drew through purposive sampling approach.
First objective of this study was addressed by formulating sustainability index
using MDS technique, in order to analyze five dimensions. The attributes was measured
by using ordinal scale. Therefore, sustainability index was used to estimate sustainability
level of each dimension. Second objective was addressed by using institutional analysis,
and then followed by identification of forest-related actors’ roles. In this respect, ISMVAXO approach in analyzing hierarchical structure was employed. The third objective
was addressed by analyzing the effect of dimension variables on the sustainability
variables. For the fourth objective, formulation of policy model was carried out by
employing prospective analysis. The final stage of this analysis was to develop scenarios
of strategic policy model for private-forests sustainability management in the future.
The analysis showed that, based on the sustainability index level, there were two
dimensions—ecological; and legal and institutional—that stated as “quite sustainable”.
Meanwhile, the other three dimensions—economic; social and culture; accessibility and
technology—were stated as “less sustainable”. Based on the above results, the study

concluded that the level of sustainability of forest management in Bogor regency is “not
sustainable” (48,47). In this study, 63 indicators were used and resulting 21 leverageattributes. ISM-VAXO model output indicates there were 7 levels hierarchical structure

of relationship among supporting sub-elements. In sector II (Independent) sub-elements,
7 dominant actors and key actors in sustainable private-forest management in Bogor
Regency were revealed. The key actors were BP3K and non-domestic land owner that
reach highest level (7th level) with biggest DP (driven power). Calculation of all direct
and indirect effect coefficients on multidimensional variables has revealed that strongest
total effect coefficient (0.895) was revealed from ecological dimension. The dimension
has also most dominant effect on the sustainability of private-forest in Bogor Regency.
Finally, the simulation has concluded that scenario II was the most realistic option. This
scenario has been able to increase the sustainability index from 46.35 (less sustainable) to
52.52 (quite sustainable). This study recommended that conducting development strategy
that involve all stakeholders is the most appropriate policy options in order to improve
the sustainability of small-scale private-forest management in Bogor Regency.
Keywords: sustainability index, institutional, PLS-SEM, prospective analysis, scenario

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam
bentuk apapun tanpa ijin IPB.

EVALUASI MODEL KEBIJAKAN PENGELOLAAN
HUTAN RAKYAT BERKELANJUTAN
DI KABUPATEN BOGOR

TATAN SUKWIKA

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016


Ujian Tertutup
Dilaksanakan pada : Kamis, 29 September 2016
Penguji Luar Komisi : 1. Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS
2. Dr Ir Adjat Sudradjat, MS

Ujian Terbuka
Dilaksanakan pada : Kamis, 3 November 2016
Penguji Luar Komisi : 1. Dr Ir Adjat Sudradjat, MS
2. Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS

Judul Disertasi
Nama
NRP

: Evaluasi Model Kebijakan Pengelolaan Hutan Rakyat
Berkelanjutan di Kabupaten Bogor
: Tatan Sukwika
: P062110181

Disetujui :

Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Dudung Darusman, MA
Ketua

Prof Dr Ir Cecep Kusmana, MS
Anggota

Dr Ir Dodik Ridho Nurrochmat, MScFTrop
Anggota

Diketahui :
Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumber Daya Alam
dan Lingkungan

Prof Dr Ir Cecep Kusmana, MS

Tanggal Ujian : 29 September 2016


Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
karunia-Nya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2014 ini ialah kebijakan
keberlanjutan pengelolaan hutan rakyat, dengan judul Evaluasi Model Kebijakan
Pengelolaan Hutan Rakyat Berkelanjutan di Kabupaten Bogor.
Selain menghasilkan disertasi, hasil penelitian telah menghasilkan artikel yang
diterima untuk dipublikasikan pada Journal of Biological Diversity/Biodiversitas
(terideks Scopus) dan Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Publik (JEKP) DPR RI
(terakreditasi LIPI).
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang
tinggi kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, MA selaku ketua komisi pembimbing berserta
anggota komisi pembimbing, yaitu Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS, dan Dr. Ir.
Dodik Ridho Nurrochmat, MScF.Trop, yang telah memberikan bimbingan dan
arahan kepada penulis sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik.
2. Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS selaku Ketua Program Studi Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan.
3. Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS dan Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT, selaku penguji
pada ujian kualifikasi yang telah memberikan masukan dan saran.
4. Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS dan Dr. Ir. Adjat Sudradjat, MS, selaku penguji
luar pada ujian tertutup yang telah banyak memberikan kritik dan saran.
5. Dr. Ir. Adjat Sudradjat, MS dan Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS, selaku penguji
luar pada ujian terbuka dan sidang promosi yang memberikan arahan dan saran.
6. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB beserta staf yang telah memberikan pelayanan
administrasi akademik dengan baik.
7. Para pihak yang telah membatu selama pengumpulan data, khususnya narasumber
pakar dan responden masyarakat, Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup RI,
Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, Bappeda Kabupaten Bogor, Balai
Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Kabupaten Bogor.
8. Orangtua dan seluruh keluarga atas doa dan dukungannya.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas semua bantuan
yang diberikan.
Akhirnya penulis persembahkan karya ilmiah ini kepada Bangsa Indonesia. Semoga
tulisan ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukannya. Wassalam.

.

Bogor, November 2016
Tatan Sukwika

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN

i
iv
vii

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kerangka Pemikiran
Kebaruan (Novelty)

1
1
4
7
8
8
12

2

TINJAUAN PUSTAKA
Sejarah dan Bentuk-Bentuk Hutan Rakyat
Pengertian, Ciri, dan Manfaat Hutan Rakyat
Tinjauan Hutan Rakyat dalam Kelembagaan

13
13
13
16

3

METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Metode Sampling
Teknik Pengumpulan Data
Teknik Analisa Data
Rancangan Penelitian
Tujuan 1: Menganalisis kondisi existing status keberlanjutan pengelolaan
hutan rakyat di Kabupaten Bogor
Tujuan 2: Menganalisis pengembangan kelembagaan di sekitar kawasan
hutan rakyat di Kabupaten Bogor
Tujuan 3: Menganalisis pengaruh model kebijakan keberlanjutan hutan
rakyat di Kabupaten Bogor
Tujuan 4: Memformulasikan skenario strategi pengembangan kebijakan
keberlanjutan hutan rakyat ke depan di Kabupaten Bogor

19
19
20
21
22
22
22

KEADAAN UMUM HUTAN RAKYAT
Pendahuluan
Karakteristik Biofisik Wilayah
Luas Wilayah dan Penggunaan Lahan
Potensi Pengembangan Wilayah
Rencana Pengembangan Wilayah
Situasi Pengelolaan Lahan
Hidrologi dan Iklim
Kondisi Sosial Ekonomi dan Pemerintahan
Situasi Agro-ekonomi
Situasi Sosial Budaya
Situasi Kepemerintahan Lokal

53
53
53
55
56
57
57
59
59
61
62
63

4

32
37
46

5

KONDISI EXSISTING STATUS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN
HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN BOGOR
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

65
65
65
67
80

6

PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DI SEKITAR KAWASAN HUTAN 81
RAKYAT DI KABUPATEN BOGOR
Pendahuluan
81
Metode Penelitian
83
Hasil dan Pembahasan
84
Simpulan
130

7

HUBUNGAN PENGARUH MODEL KEBIJAKAN KEBERLANJUTAN
HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN BOGOR
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Dimensi Ekonomi Terhadap Keberlanjutan Hutan Rakyat
Dimensi Sosial & Budaya Terhadap Keberlanjutan Hutan Rakyat
Dimensi Ekologi Terhadap Keberlanjutan Hutan Rakyat
Dimensi LBG dan ATK Terhadap Keberlanjutan Hutan Rakyat
Simpulan

131

STRATEGI PENGEMBANGAN KEBERLANJUTAN HUTAN RAKYAT
BERDASARKAN SKENARIO-SKENARIO YANG MUNGKIN AKAN
TERJADI DI MASA YANG AKAN DATANG DI KABUPATEN BOGOR
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Pengembangan Pengelolaan Hutan Rakyat Berkelanjutan
Keadaanya yang Mungkin Terjadi pada Faktor Kunci di Masa Depan
Skenario Pengembangan Kebijakan Pengelolaan Berkelanjutan Hutan Rakyat
Alternatif Skenario Pengembangan Kebijakan Pengelolaan Berkelanjutan
Hutan Rakyat
Simpulan

165

PEMBAHASAN UMUM
Kebijakan Hutan Rakyat dalam Pendekatan Falsafah Ilmu
Evaluasi Model-Model Kebijakan
Ekonomi Komparatif dalam Model Hutan Rakyat
Pengelolaan Hutan Rakyat Berkelanjutan Berpusat pada Rakyat
Aplikasi Model BSC-HR (Business Service Center Hutan Rakyat)

191
191
192
196
199
203

8

9

131
133
137
148
153
156
160
163

165
165
166
166
178
179
182
189

10 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

211
211
213

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

215
229
237

DAFTAR TABEL

1 Indikator-indikator dan skor keberlanjutan hutan rakyat
2 Kategori penilaian berdasarkan nilai indeks keberlanjutan
3 Kategori faktor yang berpengaruh dan dominan terhadap status indeks
keberlanjutan
4 Presisi analisis monte carlo dan Rap-Pforest, nilai stress dan koefisien
determinasi (r2) pada keberlanjutan hutan rakyat di Kabupaten Bogor
5 Simbol VAXO hubungan kontekstual
6 Hubungan kontekstual antar sub-elemen pengembangan
7 Klasifikasi sub-elemen berdasarkan driver power dan dependence
8 Variabel laten dan manifes model persamaan struktural kebijakan pengelolaan
hutan rakyat berkelanjutan di Kabupaten Bogor
9 Pengaruh langsung antar faktor dalam pengelolaan hutan rakyat berkelanjutan
10 Variabel-variabel kunci dan beberapa keadaan yang mungkin terjadi di masa
yang akan datang
11 Jenis data, sumber, cara pengumpulan data, metoda analisis dan output
12 Luas hutan rakyat berdasarkan pembagian administratif berdasarkan zona
wilayah Kabupaten Bogor
13 Sebaran kelerengan Kabupaten Bogor
14 Potensi keadaan tanaman hutan rakyat di kabupaten
15 Potensi produksi tanaman hutan rakyat di Kabupaten Bogor
16 Keadaan kegiatan penanaman tanaman hutan rakyat di Kabupaten Bogor
17 Rekapitulasi luas areal dan produksi kayu rakyat berdasarkan zona area
admisnistrasi Kabupaten Bogor
18 Jumlah dan kepadatan penduduk saat ini dan proyeksinya 5 periode tahun
2011-2015
19 Fasilitas pendidikan yang tersedia di Kabupaten Bogor
20 Jumlah penduduk miskin per kecamatan
21 Kategori penilaian berdasarkan nilai indeks status keberlanjutan
22 Nilai indeks keberlanjutan multi-dimensi hutan rakyat di Kabupaten Bogor
23 Faktor pengungkit per dimensi keberlanjutan hutan rakyat di Kabupaten
Bogor
24 Perbedaan nilai indeks keberlanjutan analisis Rap-Pforest dan analisis monte
carlo hutan rakyat di Kabupaten Bogor
25 Nilai stress dan nilai determinasi (R2) hasil Rap-Pforest hutan rakyat di
Kabupaten Bogor
26 Atribut komunitas petani hutan rakyat di Kabupaten Bogor
27 Strata hak kepemilikan lahan dan kelompok masyarakat petani hutan rakyat
28 Sumber pendapatan keluarga petani responden dari kegiatan pertanian dan
kegiatan tambahan di hutan rakyat kabupaten Bogor
29 Kebutuhan hidup layak petani hutan rakyat
30 Rekapitulasi data kelompok tani hutan tahun 2014 Kabupaten Bogor
31 Sebaran responden petani kelompok tani hutan Kabupaten Bogor
32 Uji relibilitas dan validasi variabel dimensi keberlajutan hutan rakyat
33 Uji koefisien jalur: sample, mean, STDEV, t-statistik, p-values
34 Discriminant validity: cross loading

25
29
30
32
36
37
37
46
47
49
50
54
54
57
58
58
58
60
62
63
66
76
78
79
79
86
88
90
91
92
134
138
140
141

Uji signifikansi nilai weight, t-statistik, p-values
Koefisien determinasi (r2) sebelum (original) dan setelah trimming
Hasil perhitungan pengaruh antar variabel setelah trimming
Hasil perhitungan pengaruh variabel terhadap indikator pengungkit
Hasil perhitungan pengaruh EKN ke KHR setelah trimming
Hasil perhitungan pengaruh SOS ke KHR setelah trimming
Hasil perhitungan pengaruh EKL ke KHR setelah trimming
Hasil perhitungan pengaruh LBG & ATK ke KHR setelah trimming
Pengaruh langsung, pengaruh tidak langsung, dan pengaruh total
Faktor Pengungkit dimensi keberlanjutan pengelolaan hutan rakyat
Penyuluh kehutanan berdasarkan penugasan di wilayah kerja UPTD BP3K
Tingkat kebutuhan penyelenggara penyuluhan
Keadaan faktor kunci dan kemungkinan perubahan ke depan dalam
pengelolaan berkelanjutan hutan rakyat
48 Nilai indeks dan status keberlanjutan hasil pengembangan kebijakan skenario I
(pesimis), skenario II (moderat), dan skenario III (optimis)
49 Karakteristik ekonomi liberalisasi dan ekonomi komparatif
50 Perbandingan paradigma pembangunan yang berorientasi pada produksi
dengan yang berpusat pada rakyat
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47

143
144
145
146
149
153
158
160
161
167
175
176
180
182
199
201

DAFTAR GAMBAR

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Perkembangan hutan negara dan hutan rakyat Kabupaten Bogor 2008, 2011
dan 2012
Perkembangan produksi kayu hutan rakyat tahun 2008-2012 di Kabupaten
Bogor
Kerangka perumusan masalah penelitian opsi-opsi model kebijakan
pengelolaan hutan rakyat berkelanjutan
Kerangka pemikiran evaluasi model kebijakan pengelolaan hutan rakyat di
Kabupaten Bogor
Lokasi penelitian pengelolaan hutan rakyat berkelanjutan di tiga area zona
Kabupaten Bogor
Tahapan analisis Rap-Pforest
Posisi titik pengelolaan hutan rakyat
Ilustrasi diagram layang-layang indeks keberlanjutan setiap dimensi
pengelolaan hutan rakyat berkelanjutan di Kabupaten Bogor
Contoh visual hasil perhitungan analisis leverage
Kerangka analisis pengembangan kelembagaan pengelolaan hutan rakyat
berkelanjutan di Kabupaten Bogor
Model persamaan struktural analisis kebijakan pengelolaan hutan
berkelanjutan di Kabupaten Bogor
Tahapan pada analisis prospektif
Tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor dalam skenario
pengembangan kebijakan pengelolaan berkelanjutan hutan rakyat

1
2
10
11
19
28
29
29
31
34
42
47
48

14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50

Kerangka pemecahan masalah (flow chart)
Peta topografi Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat skala 1 : 150.0000
Nilai indeks keberlanjutan dimensi ekologi hutan rakyat
Hasil analisis leverage dimensi ekologi hutan rakyat
Nilai indeks keberlanjutan dimensi ekonomi hutan rakyat
Hasil analisis leverage dimensi ekonomi hutan rakyat
Nilai indeks keberlanjutan dimensi sosial dan budaya hutan rakyat
Hasil analisis leverage dimensi sosial dan budaya hutan rakyat
Nilai indeks keberlanjutan dimensi legal dan kelembagaan hutan rakyat
Hasil analisis leverage dimensi legal dan kelembagaan hutan rakyat
Nilai indeks keberlanjutan dimensi aksesibiltas dan teknologi hutan rakyat
Hasil analisis leverage dimensi aksesibiltas dan teknologi hutan rakyat
Diagram layang-layang indeks keberlanjutan multi-dimensi hutan rakyat
Indeks keberlanjutan hutan rakyat di Kabupaten Bogor
Strata kepemilikan lahan oleh petani hutan rakyat
Kontribusi sumber pendapatan terhadap rumah tangga petani hutan rakyat
Peta sebaran lokasi 12 UPTD BP3K di Kabupaten Bogor
Jumlah penyuluh di setiap UPTD BP3K
Peta rencana sebaran usaha kayu rakyat di Kabupaten Bogor
Tingkat pengaruh dan ketergantungan aktor dalam pengelolaan hutan rakyat
berdasarkan hasil ISM-VAXO
Proyeksi kontribusi produksi kayu rakyat (m3) Kabupaten Bogor 2010-2020
Pemilik dan pekerja di hutan rakyat Kabupaten Bogor 2013-2019
Struktur hirarki sub-elemen kelembagaan pengelolaan hutan rakyat
berdasarkan aktor yang berpengaruh hasil ISM-VAXO
Alasan tebang butuh petani hutan rakyat di Kabupaten Bogor
Alokasi petani menanam kayu hutan rakyat di Kabupaten Bogor
Skema pembangunan berkelanjutan pada pertemuan tiga pilar
Model Mediasi
Sebaran responden petani kelompok tani hutan Kabupaten Bogor
Model strategi causal steps
Diagram jalur struktural keberlanjutan hutan rakyat di Kabupaten Bogor hasil
PLS-SEM algoritma
Diagram jalur struktural keberlanjutan hutan rakyat di Kabupaten Bogor hasil
PLS-SEM algoritma (setelah trimming)
Diagram jalur struktural keberlanjutan hutan rakyat di Kabupaten Bogor hasil
bootstrapping
Diagram jalur struktural ekonomi terhadap keberlanjutan hutan rakyat di
Kabupaten Bogor hasil PLS-SEM algoritma
Diagram jalur struktural ekonomi terhadap keberlanjutan hutan rakyat di
Kabupaten Bogor hasil bootstrapping
Diagram jalur struktural sosial & budaya terhadap keberlanjutan hutan rakyat
di Kabupaten Bogor hasil (a) PLS-SEM algoritma dan (b) bootstrapping
Diagram jalur struktural ekologi terhadap keberlanjutan hutan rakyat di
Kabupaten Bogor hasil bootstrapping
Diagram jalur struktural sosial & budaya terhadap keberlanjutan hutan rakyat
di Kabupaten Bogor hasil (a) PLS-SEM algoritma dan (b) bootstrapping

51
55
68
69
70
71
71
72
73
73
74
75
76
77
87
89
93
93
112
114
115
117
120
121
122
132
133
135
137
139
142
142
150
150
154
157
160

51 Diagram pengaruh total variabel dimensional terhadap keberlanjutan hutan
rakyat di Kabupaten Bogor hasil (a) ekologi, (b) ekonom, (c) sosial & budaya,
(d), legal & kelembagaan, dan (e) aksesibilitas & teknologi
52 Tingkat kepentingan faktor-faktor yang berpengaruh dalam sistem
pengelolaan berkelanjutan hutan rakyat di Kabupaten Bogor
53 Saluran pemasaran kayu hutan rakyat sampai ke industri penggergajian
54 Persepsi kemiskinan di sekitar hutan rakyat di Kabupaten Bogor
55 Struktur organisasi BKP5K Kabupaten Bogor
56 Diagram layang-layang peningkatan indeks per dimensi keberlanjutan hasil
skenario pengembangan kebijakan hutan rakyat
57 Persepsi tingkat kesejahteraan rumah tangga poktan hutan rakyat menurut
jenis variabel kesejahteraan di Kabupaten Bogor
58 Tingkat kebutuhan penyelenggara penyuluhan di sektor kehutanan Kabupaten
Bogor
59 Hubungan antar paradigma pembangunan
60 Model BSC-HR (business service center hutan rakyat)

162

168
171
174
177
181
184
186
200
205

DAFTAR LAMPIRAN

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Rekapitulasi data kelompok tani hutan tahun 2014 Kabupaten Bogor
Data komoditas unggulan Kabupaten Bogor 2014
Indeks pembangunan manusia (IPM) per kecamatan Kabupaten Bogor 2014
Deskripsi faktor external petani hutan rakyat di Kabupaten Bogor
Deskripsi faktor internal petani hutan rakyat di Kabupaten Bogor
Deskripsi patisipasi petani hutan rakyat di Kabupaten Bogor
Produksi rataan komoditas kayu hutan rakyat di Kabupaten Bogor
Situasi rental pengguna hasil hutan kayu rakyat di Kabupaten Bogor
Situasi lokasi penelitian hutan rakyat di Kabupaten Bogor
Informan kunci dan responden petani hutan rakyat di Kabupaten Bogor
Monte carlo scatter plot multidimensi hutan rakyat di Kabupaten Bogor

229
230
231
232
233
233
234
234
235
236
237

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan. Manfaat hutan
bisa dirasakan apabila hutan terjamin keberlanjutannya, sehingga hutan benar-benar
dapat berfungsi secara optimal. Selanjutnya, fungsi-fungsi ekologi, ekonomi dan sosial
dari hutan akan memberikan peranan nyata apabila pengelolaan sumber daya hutan
(SDH) secara berkelanjutan. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, kondisi hutan di
Kabupaten Bogor cukup memprihatinkan, bahkan menuju situasi kritis. Data Distanhut
(2014) Kabupaten Bogor menunjukkan, bahwa kondisi lahan dan hutan yang kritis
sekitar 31.800 hektar di wilayah Kabupaten Bogor. Lahan dan hutan kritis tersebut
tersebar di 40 kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor. Dalam laporan Distanhut
tersebut menyebutkan juga, bahwa kerusakan ini terjadi diakibatkan diantaranya oleh
adanya alih fungsi lahan hutan, eksploitasi sumberdaya alam untuk akselerasi
pertumbuhan pembangunan ekonomi, dan ada juga dikarenakan oleh perambahan
masyarakat yang tergantung pada SDH setempat. Besarnya luasan lahan kritis tersebut
di atas, tentunya akan memberikan dampak ekternalitas negatif lingkungan hutan itu
sendiri.
Berdasarkan Data Monografi Pertanian dan Kehutanan (2008; 2011) Kabupaten
Bogor menyebutkan, bahwa luas kawasan hutan negara di Kabupaten Bogor pada tahun
2008 seluas 79.437 hektar, dan pada tahun 2011 mengalami penurunan menjadi 74.521
hektar. Sedangkan luas areal hutan rakyat di Kabupaten Bogor tahun pada 2008 adalah
11.379 hektar dan pada tahun 2011 bertambah luasnya yaitu seluas 15.222 hektar,
begitu pula pada tahun 2012 terus meningkat seluas 16.945 hektar. Dengan tingkat
produktivitas rataan sebesar 20 m3/ha. Keberadaan hutan di Kabupaten Bogor tersebar
di tiga wilayah, yaitu Wilayah Bogor Barat, Wilayah Bogor Tengah, dan Wilayah
Bogor Timur.

80000

18000
16000
14000
12000
10000
8000
6000
4000
2000
0

Hutan Negara (ha)

79000
78000
77000
76000
75000
74000
73000
72000
2008

2011

Hutan Rakyat (ha)

Perkembangan Hutan Negara dan Hutan Rakyat Kabupaten
Bogor 2008, 2011 dan 2012

2012

Tahun
Hutan Rakyat

Hutan Negara

Sumber: Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat 2013

Gambar 1 Perkembangan hutan negara dan hutan rakyat Kabupaten Bogor 2008, 2011
dan 2012

2

Dari uraian di atas, maka gambaran awal yang diperoleh adalah dengan kondisi
potensi hutan negara yang rusak seluas 31.800 hektar dan luas kawasan hutan negara
yang juga mengalami penurunan, ternyata bersamaan dengan itu masih terdapat hutan
rakyat yang sedang berkembang, baik secara luasan maupun kualitasnya. Perkembangan
luasan hutan rakyat di Kabupaten Bogor menunjukkan kondisi terus bertambah setiap
tahunnya (Gambar 1). Perkembangan produksi kayu hutan rakyat di Kabupaten Bogor
menunjukkan kondisi terus membaik setiap tahunnya, selengkapnya disajikan pada
Gambar 2.
Perkembangan Produksi Kayu Hutan Rakyat Kabupaten Bogor
Tahun 2008-2012
160000
140000
120000

m3

100000
80000
60000
40000
20000
0
Produksi

2008
22607

2009
31318

2010
30103

2011
28885

2012
139087

Sumber: Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat 2013

Gambar 2 Perkembangan produksi kayu hutan rakyat di Kabupaten Bogor tahun 20082012
Kondisi hutan rakyat ini secara kepentingan lingkungan mendekati hutan negara,
yaitu sebagai hutan yang utuh artinya hutan rakyat bisa berfungsi mendekati hutan yang
sesungguhnya. Namun begitu, ternyata hutan rakyat di Kabupaten Bogor masih
memiliki masalah-masalah krusial terutama terkait aspek ekologi, ekonomi, dan sosial
yaitu seperti masalah kondisi kemiskinan di sekitar hutan, pendapatan petani hutan
rakyat, rendahnya posisi tawar petani hutan rakyat, pembangunan wilayah yang kurang
berkembang, dan lain sebagainya.
Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Kehutanan disebutkan, luas kepemilikan
hutan rakyat di Kabupaten Bogor berkisar antara 0,25–4 hektar dengan status
kepemilikan lahan terbesar yaitu milik sendiri. Petani yang memiliki lahan kurang dari
0,25 hektar, secara rataan lebih banyak daripada kepemilikan dengan kisaran luas lahan
0,25–1 hektar. Lahan milik petani murni luasannya relatif kecil, tetapi pola pemanfaatan
dan budidaya lahannya bisa dan sudah berjalan. Sedikit banyak mereka ini telah
merasakan manfaat ekonomis dari pengelolaan hutan rakyatnya.
Terkait golongan masyarakat sekitar kawasan hutan, mengacu pada data
monografi Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor Tahun 2008 tercatat bahwa, dari
seluruh penduduk Kabupaten Bogor yang berjumlah 4.215.436 jiwa terdapat penduduk
miskin sekitar 33 persen tinggal di dalam dan sekitar kawasan hutan.

3

Kondisi kemiskinan menjadi indikator keberhasilan dari sebuah kebijakan
pembangunan, di mana pembangunan berkelanjutan tanpa strategi pengurangan
kemiskinan akan menemui kegagalan. Oleh karena itu, kesejahteraan masyarakat bisa
diukur dengan keterpenuhan ekonomi hidup masyarakat di suatu wilayah model
pemanfaatan sumberdaya hutan secara berkelanjutan. Pernyataan ini dilandaskan
informasi dari beberapa hasil kajian (Nurrochmat 2004; Hastuti 2007; Susilowati 2007;
Suyanto et al. 2007; Sunderlin et al. 2008), di mana kondisi kesejahteraan yang
membaik mendorong masyarakat di sekitar hutan akan menjaga keberadaan hutannya.
Pengembangan hutan rakyat di Kabupaten Bogor bisa terintegrasi dengan
perencanaan pembangunan kehutanan yang melibatkan masyarakat kehutanan rakyat
dalam rangka pengembangan wilayah. Dalam Renstra Dinas Pertanian dan Kehutanan
(2013) menyebutkan, bahwa sasaran sektor kehutanan yaitu terjaganya dan
terpeliharanya kemampuan konservasi sumber daya alam dan berkurangnya lahan kritis.
Indikator sasarannya adalah rehabilitasi hutan dan lahan kritis, kerusakan kawasan
hutan, kontribusi sektor kehutanan terhadap PDRB Kabupaten Bogor.
Dengan adanya program peralihan pengelolaan kehutanan yang terintegrasi dalam
pelestarian hutan rakyat, nantinya bisa semakin meningkatkan nilai manfaat ekonomi,
sosial, dan lingkungan kepada masyarakat. Di dalam hasil penelitian yang dilakukan
oleh Suharjito dan Purwawangsa (2014) menyebutkan peralihan pengelolaan kehutanan
bukan hanya untuk membangun kembali hutan saja, tapi mengurangi kemiskinan
masyarakat dan pembangunan pedesaan.
Dalam mencapai pemanfaatan sumberdaya secara optimal, baik manfaat yang
berwujud (tangible) maupun manfaat yang tidak berwujud (intangible), kedua manfaat
tersebut perlu dikelola dengan seimbang agar dapat memberikan manfaat secara
berkelanjutan. Indikator-indikator seperti aspek ekologi, ekonomi, dan sosial bisa
dijadikan sebagai alat penilaian status keberlanjutannya. Ketiga aspek tersebut
merupakan indikator yang paling mendasar untuk mengukur sebuah status keberlanjutan
sumberdaya yang telah dikelola. Kemudian, nantinya akan diperoleh nilai manfaatmanfaat secara ekologi, ekonomi, dan sosial atau manfaat tangible dan intangible.
Beberapa penelitian yang menyoroti manfaat tangible dan intangible dari hutan
menyebutkan, bahwa manfaat-manfaat tersebut akan sangat ditentukan oleh cara atau
proses manfaat sumberdaya tersebut diperoleh, dan mengklasifikasi nilai berdasarkan
cara penilaian (Davis dan Johnson 1987; Darusman 1991; Pearce 1992; Munasinghe
1993; dan Gera et al. (2012). Selanjutnya, Vanhanen et al. (2005) dalam Buku Forest in
the Global Balance – Changing Paradigm menyebutkan, bahwa hutan memberikan
kontribusi ekonomi langsung dan tidak langsung kepada masyarakat seluruhnya bagi
kehidupan dan kualitas hidup. Terkait manfaat langsung, Utari (2012) menuliskan
kembali hasil kajian dari Darusman (1999) dan Simangunsong (2003) yang
memaparkan, bahwa secara ekonomi, manfaat langsung dari penebangan kayu hanya
berperan kurang dari 10 persen saja dari seluruh manfaat hutan yang didalamnya
tentunya mencakup pula nilai sosial dan ekologi.
Keberadaan hutan rakyat dapat memberi manfaat baik secara ekologi maupun
sosial ekonomi bagi masyarakat. Manfaat secara ekologi antara lain perbaikan tata air
Daerah Aliran Sungai (DAS), konservasi tanah dan perbaikan mutu lingkungan.
Sedangkan manfaat ekonomi dan sosial berupa peningkatan pendapatan petani dari
hutan rakyat dan kesejahteraan. Namun demikian, manfaat-manfaat tersebut perlu di
lihat lebih jauh keterkaitannya, oleh karena itu, maka diperlukan aspek kelembagaan
sebagai faktor pengaitnya.

4

Penerapan strategi kebijakan melalui sebuah kelembagaan dapat mewujudkan
kelestarian usaha dan kelestarian hutan rakyat, misalnya melalui sistem agroforestri.
Pemilihan sistem agroforestri tersebut sudah cukup familiar bagi petani hutan rakyat.
Adapun pemasalahan yang dominan di hutan rakyat adalah pola pengelolaan yang
masih sederhana, teknologi yang rendah dan harga pasar yang murah.
Usaha hutan rakyat dengan sistem agroforestri diyakini dapat memberikan
kesempatan kepada para petani memperoleh pendapatan sejak awal waktu mereka
mengusahakan hutan rakyat. Agar sistem agroforestri petani ini berjalan dengan baik
dan sejalan dengan arah kebijakan pembangunan Kabupaten Bogor, maka diperlukan
insentif-insentif tertentu untuk menunjang kegiatan usahanya. Penelitian terkait sistem
agroforestri di hutan rakyat dengan sudut pandang ekonomi, ekologi, dan sosial yang
berbeda sudah dilakukan oleh Darusman dan Hardjanto (2006), Darusman dan
Wijayanto (2007), Nurrochmat dan Abdulah (2014) dan Nurrochmat et al. (2014).
Berdasarkan uraian di atas, pengeloaan hutan rakyat–yang terintegrasi dalam
pembangunan kehutanan kabupaten secara seimbang–dapat dijadikan sebagai strategi
terpenting untuk menangani masalah potensi hutan negara yang semakin menurun dan
terwujudnya pengelolaan hutan rakyat yang lebih baik secara berkelanjutan. Dengan
strategi ini, persoalan masalah-masalah seperti sosial, ekonomi, dan ekologi secara
umum dapat diinternalisasikan dalam proses pembangunan kehutanan secara
terintegrasi. Oleh karena itu, menjadi penting dilakukan kajian pengelolaan hutan rakyat
berkelanjutan yang lestari yang mempertimbangkan kepada aspek-aspek keberlanjutan
yaitu aspek sosial, ekologi, dan ekonomi. Untuk mengatasi pengelolaan SDH yang
semakin mengancam pada aspek-aspek keberlanjutan tersebut, maka penelitian ini
mencoba mencari salah satu arah solusinya, yaitu dengan merumuskan evaluasi model
kebijakan pengelolaan hutan rakyat berkelanjutan.
Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat hubungan antara hutan rakyat
berkelanjutan dengan program pembangunan Kabupaten Bogor melalui instrumen
kebijakan kehutanan dan pembangunan wilayah.
Perumusan Masalah
Undang-Undang No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menyatakan, luas hutan di
suatu wilayah harus lebih besar dari 30 persen. Di Kabupaten Bogor, dari luas lahan
yang mencapai 293.838,30 hektar, tercatat yang menjadi kawasan hutan hanya ada
37.509,89 hektar, atau sekitar 12,55 persennya. Kuatnya dorongan pembangunan
wilayah di Kabupaten Bogor telah mengubah kawasan hutan untuk pemanfaatan lain.
Secara berkala, rencana program pengelolaan kehutanan pemerintah Kabupaten
Bogor tersedia dalam dokumen-dokumen legal seperti RPJMD dan Renstra Dinas
Pertanian dan Kehutanan (Distanhut) Kabupaten Bogor. Tanpa menafikan adanya
perbaikan kualitas sumberdaya dan lingkungan, namun secara umum dapat dikatakan,
bahwa upaya mempertahankan fungsi lingkungan dan pemanfaatan sumber daya alam
secara lestari masih jauh dari yang diharapkan. Hal ini terlihat dari kondisi kehutanan
yang terus mengalami penurunan, baik secara luasan yang semakin menurun maupun
kualitas lahan kritis yang cenderung meningkat, situasi ini seperti telah diulas di sub bab
Latar Belakang.
Pembangunan kehutanan di Kabupaten Bogor yang melambat terlihat dari laporan
SKPD (satuan kerja perangkat daerah) antara lain, menurunnya kontribusi sektor
kehutanan terhadap PDRB, serta kemitraan usaha kehutanan dan penguatan

5

kelembagaan pelaku utama dan pelaku usaha kehutanan yang belum tercapai. Salah satu
kendala pembangunan kehutanan di Kabupaten Bogor berakar dari minimnya alokasi
dana APBD ke sektor ini. Dilain sisi, hutan rakyat dengan segala keterbatasannya masih
mampu menunjukkan performa yang cukup baik, seperti luas lahan hutan rakyat yang
terus bertambah dan pertumbuhan produksi hasil hutannya yang terus meningkat setiap
tahunnya.
Data Dinas Kehutanan Jawa Barat menyebutkan hutan rakyat di Jawa Barat cukup
luas 1,4 juta hektar, dan 17 ribu hektar diantaranya berada di Kabupaten Bogor. Namun
demikian bukan berarti tidak ada permasalahan hutan rakyat di Kabupaten Bogor.
Banyak faktor yang menyebabkan kerusakan hutan rakyat di Kabupaten Bogor, namun
kerusakan ini jika ditinjau sisi pengelolaan hutan, umumnya banyak dikarenakan belum
mengacu kepada aspek-aspek manajemen hutan. Sebagai contoh, penanaman kayu di
hutan rakyat dapat dilakukan kapan saja meskipun tidak dilakukan penebangan, dan
sebaliknya penebangan dapat dilakukan kapan saja sesuai kebutuhan (tebang butuh).
Ada juga permasalahan dari sisi teknis dan kelayakan finansial.
Hambatan lain dalam pengelolaan hutan rakyat yang terjadi selama ini, hampir
secara umum bukan disebabkan oleh faktor teknis semata, namun lebih disebabkan oleh
faktor sosial. Dan hingga saat ini, tantangan terberat dalam mengembangkan
pengelolaan hutan berkelanjutan adalah masalah kemiskinan. Dengan proporsi
penduduk miskin yang masih relatif besar, khususnya dikhawatirkan yang berada di
sekitar kawasan hutan, pengelolaan hutan berkelanjutan berpotensi menurunkan laju
pertumbuhan ekonomi dan menambah kemiskinan. Padahal mindset ini mestinya
dibalik, bagaimana inisiatif yang berbasis pengelolaan hutan berkelanjutan dari
masyarakat desa hutan rakyat, justru dapat menciptakan pertumbuhan baru,
menciptakan lapangan kerja baru dan mengurangi kemiskinan.
Laporan Distanhut (2012) terkait kemiskinan, Kabupaten Bogor, menyebutkan
sebagian besar penduduk desa sekitar hutan merupakan masyarakat miskin, karena
sebagian besar dari mereka bermatapencarian sebagai petani dan buruh tani. Dengan
keadaan tersebut, kebutuhan hidup mereka sehari-hari sering dipenuhi dari hutan.
Situasi seperti ini sudah dibuktikan pula melalui kajian-kajian yang pernah dilakukan
oleh Andryani (2002); Birgantoro dan Nurrochmat (2007); dan Plencovich (2014).
Upaya-upaya kebijakan pemerintah menerapkan konsep pembangunan
berkelanjutan di sektor kehutanan masih kurang berhasil, terutama terkait yang dengan
upaya pengurangan kemiskinan melalui program pengembangan wilayah dan disertai
dengan kondisi hutan rakyat berkelanjutan. Dalam beberapa dokumen dan laporan legal
pemerintah Kabupaten Bogor, permasalahan kurang berhasilnya karena faktor kapasitas
kelembagaan dan kapabilitas sumberdaya manusia yang sangat bervariasi baik dari sisi
keahlian maupun pengalaman.
Selain kemiskinan, beberapa permasalahan terkait persoalan sosial ekonomi di
sekitar hutan rakyat, antara lain, seperti pendapatan masyarakat yang relatif rendah yang
disebabkan oleh kepemilikan lahan yang sempit, tingkat pendidikan yang rendah, dan
tidak memiliki keterampilan lain di luar sektor pertanian dan kehutanan. Ada juga
persoalan berupa hambatan pembangunan masyarakat desa di sekitar hutan, yaitu
seperti kurang tersedianya usaha pengolahan hasil hutan atau industri kehutanan skala
kecil, skala rumah tangga yang beroperasi di pedesaan. Bahkan hasil kajian Suharjito
dan Purwawangsa (2014) menemukan problem lain, dimana program pembangunan
masyarakat pedesan hanya berhenti di usaha produksi hutan saja. Hasil kajian ini pun
juga sangat terkait dengan hambatan-hambatan yang sering ditemui di hutan rakyat

6

seperti modal fisik (Febriani et al. 2012), insentif pasar dan pengusahaan hutan rakyat
(Wijayanto 2007; Suryawati et al. 2011; Wolosin et al. 2012; Silas 2014), dan pasar
hasil kayu serta smallholder (Mutaqin 2008; Wollenberg 2014).
Peranan desa hutan dalam pembangunan wilayah tentunya sangat penting, karena
banyak potensi yang dimilikinya. Pengembangan desa hutan perlu mempertimbangkan
potensi desa itu sendiri, seperti keberadaan hutan rakyat. Hutan rakyat yang mempunyai
fungsi produksi dan konservasi kurang mendapatkan atensi yang layak, yaitu seperti
ketersediaan insentif harga kayu ditingkat petani dan/atau insentif penunjang lainnya.
Fasilitas insentif pasar sangat krusial karena persoalan harga kayu ditingkat petani bisa
menjadi akar pemasalahan kemiskinan di pedesaan, terutama akibat permainan harga
dari tengkulak.
Terkait pembangunan wilayah di pedesaan, selama ini pengembangan hutan
rakyat di Kabupaten Bogor masih bersifat parsial dan belum terintegrasi dengan
perencanaan pembangunan kehutanan secara utuh dalam rangka pengembangan
wilayah. Padahal ini sangat penting bagi pemerintah untuk menjaga dan memastikan
keberadaan hutan rakyat, agar tidak tergangu oleh kegiatan program pengembangan
wilayah disekitar hutan atau terpengaruh oleh dampak pengembangan wilayah itu
sendiri, misalnya karena akibat terjadinya kenaikan tingkat imbalan (returns) dari tiap
satuan luas lahan, petani terdorong melakukan alih fungsi lahan dari peruntukan
kehutanan (hutan rakyat) ke peruntukan lain yang lebih ‘produktif’. Sehingga perlu
dipastikan bahwa rencana pembangunan kehutanan rakyat yang akan dijalankan tidak
menimbulkan permasalahan baru yang lebih serius dari persoalan awal yang tidak kalah
rumit seperti sosial, ekonomi, ekologi, dan kelembagaan.
Bila situasi tersebut di atas dikaitkan dengan fungsi ganda kehutanan
(multifunctionally of forestry), yaitu manfaat-manfaat kehutanan yang tidak dapat
diperdagangkan, seperti; fungsi perlindungan ekosistem (Burge 2009; Pinho et al. 2014;
Verkerka et al. 2014), pelestarian lingkungan (Hock 2014; Manzo-Delgado et al. 2014),
kesempatan kerja pedesaan (Dev et al. 2003; Mayrowani dan Ashari 2011; Bwalya
2013; Estruch dan Rapone 2013; Hogarth et al. 2013), dan ketahanan pangan melalui
kegiatan agroforestry (Kumar 2006; Mayrowani dan Ashari 2011; Dawson et al. 2013;
Mulugeta 2014). Maka permasalahannya menjadi tidak sederhana. Fungsi ganda
kehutanan saling terkait dengan manfaat-manfaat masyarakat, budaya, lingkungan,
perekonomian daerah secara keseluruhan, dan sebagainya. Dengan demikian, alih fungsi
lahan bisa menimbulkan persoalan baru terhadap efisiensi ekonomi, pertumbuhan
ekonomi, kelestarian lingkungan hidup, dan pengurangan kemiskinan.
Jadi, ketika pemerintah akan menjalankan kebijakan pengelolaan hutan dalam
kerangka pembangunan wilayah, maka harus disesuaikan atau diselaraskan dengan
keadaan lokal, dimana di dalamnya mencakup pengetahuan lokal (indegenous
knowledge) (Anwar dan Rustiadi 2000; Kajembe et al. 2005; Sumardjo 2012; Adam
2014; Plencovich 2014), kondisi ekonomi serta keadaan sosial-budaya masyarakat
(Nurrochmat 2005; Walelign 2013; Baumgartner dan Stojanovska 2014; Chia et al.
2014; Febryano et al. 2014), dan memperhatikan keadaan biofisik hutan (Purnomo
2000; Wollenberg et al. 2001; Cahyono 2002; Gunawan dan Subiandono 2013;
Weihreter 2014). Terkait kondisi biofisik hutan rakyat di Kabupaten Bogor, ada upayaupaya penanganan yang sudah dilakukan namun belum teratur, sehingga perlu
penanganan yang lebih serius khususnya pengelolaan lahan dan air. Padahal jika kondisi
biofisik itu membaik, selain dapat menjaga atau memulihkan fungsi ekologis, juga bisa

7

mendukung perekonomian dan sosial budaya masyarakat yang hidup dalam dan/atau di
sekitar hutan (Palma et al. 2007).
Hutan yang memberikan nilai manfaat ekonomi secara berkelanjutan diyakini bisa
memengaruhi masyarakat setempat menjadi lebih semangat untuk mengembangkan
usaha hutan rakyatnya. Selanjutnya, tersedianya aktivitas ekonomi dan lapangan kerja
berbasis pengelolaan hutan yang berkelanjutan, selain dapat meningkatkan pendapatan
masyarakat di sekitar hutan juga dapat mencegah konversi lahan hutan. Tentunya
pemerintah Kabupaten Bogor bisa memperoleh dampak positifnya ketika pengelolaan
hutan rakyat berkelanjutan ini mampu menjawab dan memperbaiki kerusakan
lingkungan yang terjadi selama ini, dan akhirnya diharapkan dapat berimplikasi positif
pada peningkatan pendapatan, pengurangan kemiskinan, dan pertumbuhan ekonomi
wilayah. Hal ini tentunya perlu didukung juga oleh adanya regulasi yang efektif untuk
pelaksana dan pelaku kebijakan, serta penguatan kelembagaan.
Berkaitan dengan persoalan pengelolaan keberlanjutan hutan rakyat di Kabupaten
Bogor, pokok permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana status keberlanjutan pengelolaan hutan rakyat saat ini?.
2. Bagaimana peran aktor terhadap situasi kelembagaan di hutan rakyat?.
3. Bagaimana pengaruh model kebijakan terhadap keberlanjutan hutan rakyat?.
4. Bagaimana strategi pengembangan keberlanjutan hutan rakyat di Kabupaten Bogor
di masa yang akan datang?.
Kerangka perumusan masalah selengkapnya disajikan pada Gambar 3.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah seperti tersebut di atas, tujuan penelitian ini dipilah
menjadi tujuan umum dan tujuan khusus, sebagai berikut:
Tujuan Umum. Terdapat 4 (empat) tujuan umum dalam penelitian ini, yaitu:
1. Menganalisis kondisi exsisting status keberlanjutan pengelolaan hutan rakyat di
Kabupaten Bogor.
2. Mengidentifikasi peran aktor yang terlibat kelembagaan hutan rakyat di Kabupaten
Bogor.
3. Menganalisis hubungan pengaruh model kebijakan keberlanjutan hutan rakyat di
Kabupaten Bogor.
4. Memformulasikan skenario strategi pengembangan kebijakan keberlanjutan hutan
rakyat ke depan di Kabupaten Bogor.
Setiap tujuan umum dalam tulisan ini, masing-masing menjadi sebuah tema Bab
tersediri. Di mana, di dalam setiap Bab-nya terdapat tujuan yang lebih spesifik atau
disebut dengan tujuan khusus, pembahasan, dan simpulan tersendiri.
Tujuan Khusus. Dari keempat tema Bab di atas, maka dapat dirumuskan kembali
tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Dua tujuan khusus pada Bab dari tujuan umum yang pertama adalah: (1) mengidentifikasi
status keberlanjutan hutan rakyat di Kabupaten Bogor dari dimensi ekologi,
ekonomi, sosial dan budaya, legal dan kelembagaan, serta dimensi aksesibilitas dan
teknologi; dan (2) memilah atribut indikator multidimensional yang berkategori
sebagai faktor pengungkit (leverage factor).

8

2. Empat tujuan khusus pada Bab dari tujuan umum yang kedua adala