Pertumbuhan Kalus Stevia Rebaudiana Bertoni Dari Eksplan Daun Dan Ruas Batang Dengan Periode Subkultur Berbeda

PERTUMBUHAN KALUS Stevia rebaudiana Bertoni DARI
EKSPLAN DAUN DAN RUAS BATANG DENGAN PERIODE
SUBKULTUR BERBEDA

YUSANTI SETYA PUTRI

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pertumbuhan Kalus
Stevia rebaudiana Bertoni dari Eksplan Daun dan Ruas Batang dengan Periode
Subkultur Berbeda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2015
Yusanti Setya Putri
NIM G34110087

ABSTRAK
YUSANTI SETYA PUTRI. Pertumbuhan Kalus Stevia rebaudiana Bertoni dari
Eksplan Daun dan Ruas Batang dengan Periode Subkultur Berbeda. Dibimbing
oleh DIAH RATNADEWI dan SUMARYONO.
Stevia merupakan tanaman pemanis non-kalori yang daunnya mengandung
steviosida dengan tingkat kemanisan mencapai 300 kali dari gula tebu. Steviosida
aman digunakan oleh penderita diabetes dan berpotensi untuk dijadikan sebagai
obat hipoglikemik dan kardiovaskular, serta antimikroba. Salah satu cara
perbanyakan tanaman stevia adalah dengan teknik kultur jaringan melalui
multiplikasi tunas, organogenesis dan embriogenesis somatik. Embriogenesis
somatik stevia dilakukan dengan pembentukan kalus terlebih dahulu. Penelitian
mengenai pengaruh periode subkultur terhadap pertumbuhan kalus stevia belum
banyak dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan
pertumbuhan kalus stevia pada periode subkultur dua, tiga dan empat minggu.

Kalus diinisiasi dari eksplan daun dan ruas batang pada medium MS dengan
tambahan 2,4-D 2,5 μM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan periode
subkultur berpengaruh terhadap intensitas pertumbuhan kalus stevia. Ruas batang
sebagai sumber eksplan dengan periode subkultur tiga minggu merupakan
kombinasi terbaik untuk pertumbuhan kalus stevia, yang ditandai dengan
pertambahan ukuran diameter selama 12 minggu sebesar 2,83 mm serta persentase
kalus remah yang dihasilkan mencapai 26,7 %.
Kata kunci: Stevia rebaudiana, periode subkultur, ruas batang, pertumbuhan kalus

ABSTRACT
YUSANTI SETYA PUTRI. Callus Growth of Stevia rebaudiana Bertoni from
Leaf and Internode Explants with Different Subculture Periods. Supervised by
DIAH RATNADEWI and SUMARYONO.
Stevia is a non-caloric sweetener plant which its leaves contain stevioside
that is 300 times sweeter than that of cane sugar. Stevioside can be used safely by
person with diabetic and has potential to be used as hypoglycemic and
cardiovascular drugs, and antimicrobial agent. One of the propagation means of
stevia is by tissue culture technique through shoot multiplication, organogenesis
or somatic embryogenesis. Research on the effect of subculture period on callus
growth of stevia has not been done yet. This study aimed to determine differences

in the growth of stevia callus by different subculture periods every two, three and
four weeks. Callus was initiated from leaf and internode explants on MS medium
with 2.5 μM 2,4-D. The results showed that subculture periods affected the
growth of stevia callus. Internode as explants source with three-week period of
subculture was the best combination for callus growth of stevia. It was
characterized by the increase of callus size by 2.83 mm in diameter for 12 weeks
and the friable callus percentage was 26.7 %.
Keywords: Stevia rebaudiana, subculture period, internode, callus growth

PERTUMBUHAN KALUS Stevia rebaudiana Bertoni DARI
EKSPLAN DAUN DAN RUAS BATANG DENGAN PERIODE
SUBKULTUR BERBEDA

YUSANTI SETYA PUTRI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biologi


DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang
berjudul Pertumbuhan Kalus Stevia rebaudiana Bertoni dari Eksplan Daun dan
Ruas Batang dengan Periode Subkultur Berbeda. Penelitian dilaksanakan sejak
bulan Maret hingga Juni 2015 di Laboratorium Biak Sel dan Mikropropagasi
Tanaman, Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia, Bogor – Jawa
Barat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Diah Ratnadewi dan
Bapak Ir Sumaryono, MSc selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan
penulis sampaikan kepada Mbak Masna Maya Sinta, SSi dan Mbak Rizka
Tamania S, SSi yang telah banyak memberi saran dan bimbingan selama
penelitian, serta seluruh staf dan teknisi Laboratorium Biak Sel dan

Mikropropagasi Tanaman. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah
Setiyo Raharjo, Bunda Endang Sukestiwi, serta Adik Indah Karunia Setiyo Putri,
atas segala doa dan kasih sayangnya. Penulis menyampaikan terima kasih kepada
keluarga besar Biologi 48 atas doa dan dukungannya, serta kerjasama dan
semangatnya. Tak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak
Ivan Permana Putra, MSi selaku dosen penguji atas saran yang telah diberikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2015
Yusanti Setya Putri

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi


DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

METODE

2

Waktu dan Tempat

2

Bahan dan Alat

2


Inisiasi Kalus Stevia

2

Pengamatan Pertumbuhan Kalus pada Periode Subkultur Berbeda

2

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

3

Ukuran Diameter Kalus Stevia

3


Perubahan Warna Kalus Stevia

5

Karakter Fisik Kalus Stevia

8

SIMPULAN DAN SARAN

10

Simpulan

10

Saran

10


DAFTAR PUSTAKA

10

LAMPIRAN

13

RIWAYAT HIDUP

14

DAFTAR TABEL
1 Pengaruh perbedaan periode subkultur terhadap pertumbuhan kalus per
periode subkultur dan total pertumbuhan kalus hingga minggu ke-12
2 Pengaruh perbedaan periode subkultur terhadap warna kalus stevia pada
minggu ke-12
3 Pengaruh perbedaan periode subkultur terhadap karakter fisik kalus
stevia pada minggu ke-12


4
6
9

DAFTAR GAMBAR
1 Grafik perubahan kelas warna kalus stevia dari minggu ke-0 hingga
minggu ke-12
2 Karakter fisik kalus stevia
3 Persentase karakter fisik kalus dari eksplan daun dan ruas batang pada
minggu ke-12

7
8
9

DAFTAR LAMPIRAN
1 Komposisi media dasar MS
2 Kelas warna kalus stevia

13

13

PENDAHULUAN
Stevia (Stevia rebaudiana Bertoni) dikenal sebagai tanaman pemanis alami
non-kalori. Tanaman ini berasal dari dataran tinggi Paraguay di Amerika Selatan.
Stevia termasuk famili Asteraceae, merupakan tanaman tahunan dengan habitus
semi herba yang tingginya mencapai dua meter. Tanaman ini mengandung
glikosida jenis steviosida terutama pada daun dengan tingkat kemanisan 100-300
kali lebih manis daripada gula pasir (Das et al. 2006; Madan et al. 2010). Rasa
manis yang dihasilkan stevia dapat memiliki berbagai manfaat dalam kehidupan
manusia. Sebagai pemanis, steviosida aman digunakan dan cocok untuk penderita
diabetes karena secara klinis dapat mempertahankan kadar gula dalam darah.
Selain itu, stevia juga berpotensi untuk dijadikan obat hipoglikemik,
kardiovaskular, antimikroba, tonik pencernaan, serta perawatan gigi dan kulit
(Geuns et al. 2004; Das et al. 2006; Gauchan et al. 2014).
Manfaat stevia sebagai pemanis berpotensi untuk mensubstitusi sebagian
penggunaan gula tebu di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari semakin
berkembangnya pembudidayaan dan pengolahan tanaman stevia. Budidaya stevia
secara komersial saat ini terdapat di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah dan
Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Untuk pengembangan stevia dilakukan
perbanyakan tanaman secara generatif maupun vegetatif. Perbanyakan secara
vegetatif dilakukan dengan menggunakan anakan, berupa tunas atau bonggol, stek
batang dan melalui teknik kultur jaringan. Namun demikian, masih terdapat
kendala dalam pengembangan stevia, di antaranya adalah perbanyakan bibit
dalam jumlah besar dan harganya yang belum kompetitif (Djajadi 2014).
Perbanyakan tanaman menggunakan teknik kultur jaringan dapat menghasilkan
bahan tanam unggul secara massal dan cepat. Kultur jaringan stevia umumnya
dilakukan melalui multiplikasi tunas, organogenesis dan embriogenesis somatik
(Sumaryono dan Sinta 2011).
Penelitian mengenai perbanyakan stevia secara in vitro telah banyak
dilakukan, di antaranya mikropropagasi dengan sumber eksplan meristem apikal
atau meristem aksilar, atau melalui kalogenesis (pembentukan kalus) dengan
sumber eksplan daun, buku mupun ruas batang (Ali et al. 2010). Hampir semua
metode pembentukan kalus stevia menggunakan media Murashige Skoog (MS)
(Banerjee dan Sarkar 2008). Hasil penelitian Guruchandran dan Sasikumar (2013)
mengenai protokol yang efisien untuk organogenesis pada stevia menunjukkan
bahwa induksi kalus stevia tertinggi terjadi dari eksplan daun yang dilakukan
selama 30 hari pada media MS dengan penambahan 1,5 mg/L 2,4-D dengan
kombinasi 0,5 mg/L BAP. Ketersediaan protokol untuk perbanyakan secara in
vitro memiliki peranan penting dalam mendukung pengembangan embriogenesis
somatik melalui pembentukan kalus embriogenik. Penelitian Filho et al. (1993)
berhasil menginduksi embrio somatik secara langsung dari eksplan daun pada hari
ke-15 setelah diinisiasi pada media dengan konsentrasi sukrosa tinggi dengan
penambahan 2,4-D dan sitokinin.
Selain komposisi media, periode subkultur juga diketahui berpengaruh
terhadap pertumbuhan kalus embriogenik pada Dendrobium (Rachmawati et al.
2014). Penelitian mengenai pengaruh periode subkultur pada pertumbuhan kalus
stevia belum banyak dilakukan, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

2
perbedaan pertumbuhan kalus stevia pada periode subkultur berbeda. Dari
penelitian ini diharapkan dapat diketahui periode subkultur yang optimal bagi
pertumbuhan kalus stevia sehingga dapat digunakan selanjutnya baik untuk
perbanyakan kalus maupun pembentukan kalus embriogenik yang kemudian akan
menjadi embrio somatik. Perbanyakan stevia melalui embrio somatik diharapkan
dapat memenuhi kebutuhan bibit stevia dalam jumlah besar. Embrio somatik
dapat terbentuk melalui dua jalur, yaitu secara langsung dari jaringan eksplan dan
tidak langsung melalui pembentukan kalus embriogenik terlebih dahulu. Kalus
embriogenik dicirikan oleh sel yang berukuran kecil, sitoplasma padat, inti besar,
vakuola kecil, dan mengandung butir pati (Purnamaningsih 2002).

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga Juni 2015 di
Laboratorium Biak Sel dan Mikropropagasi Tanaman, Pusat Penelitian
Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia, Bogor – Jawa Barat.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah planlet Stevia rebaudiana
Bertoni klon lokal koleksi Laboratorium Biak Sel dan Mikropropagasi Tanaman,
planlet berusia empat sampai lima minggu dari subkultur terakhir, media kultur
MS (Murashige dan Skoog 1962) dan zat pengatur tumbuh 2,4-D. Peralatan yang
digunakan antara lain peralatan diseksi, cawan Petri diameter 5 cm, Laminar Air
Flow Cabinet (LAFC), autoklaf, pH meter, dan beberapa peralatan umum
laboratorium kultur jaringan.

Inisiasi Kalus Stevia
Inisiasi kalus dilakukan dengan penanaman eksplan berupa helai daun utuh
berukuran lebar sekitar 0,5 cm dengan panjang 0,7-1 cm dan potongan ruas batang
berukuran sekitar 0,5-1 cm pada media. Bahan eksplan berasal dari planlet in vitro
steril. Media yang digunakan adalah media inisiasi MS dengan penambahan 2,4-D
2,5 μM, sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya. Inisiasi kalus dilakukan
selama empat minggu untuk kemudian disubkultur.

Pengamatan Pertumbuhan Kalus pada Periode Subkultur Berbeda
Setelah dilakukan inisiasi kalus selama empat minggu, kalus disubkultur
pada media yang sama untuk kemudian diamati pertumbuhannya. Pengamatan
pertumbuhan dilakukan untuk periode subkultur berbeda, yaitu setiap dua minggu,
setiap tiga minggu dan setiap empat minggu. Masing-masing periode subkultur

3
terdiri dari sepuluh ulangan berupa sepuluh cawan petri untuk masing-masing
sumber eksplan. Terdapat lima rumpun (clump) kalus per cawan. Pengamatan
pertumbuhan kalus dilakukan selama 12 minggu dengan parameter yang diamati
adalah ukuran, warna dan karakter fisik kalus. Kultur diinkubasi dalam ruang
gelap pada suhu 25±1 ˚C hingga akhir rangkaian penelitian.
Pengamatan ukuran kalus dilakukan dengan pengukuran rata-rata diameter
rumpun kalus dari dua sisi, yaitu sisi terbesar dan sisi terkecil. Pengukuran
dilakukan dengan menggunakan jangka sorong.
Pengamatan warna kalus dilakukan dengan menggunakan skala kelas warna
kalus, yaitu 1 adalah putih gading, 2 adalah krem, 3 adalah krem kekuningan, 4
adalah kuning kecoklatan, dan 5 adalah coklat (Lampiran 2). Setiap rumpun kalus
disejajarkan dengan skala kelas warna, kelas warna kalus ditentukan dari nilai
kelas warna yang terdekat dengan warna rumpun kalus.
Pengamatan karakter fisik kalus dilakukan dengan mengamati struktur kalus
di bawah mikroskop stereo. Karakter kalus dibagi menjadi tiga kelas di antaranya
kelas 1 adalah kalus kompak, 2 adalah kalus campuran dan 3 adalah kalus remah.
Kalus campuran merupakan rumpun kalus yang terdiri atas kalus kompak dan
kalus remah sekaligus.
Pengamatan ini hanya dilakukan setiap waktu subkultur. Ukuran, kelas
warna dan karakter fisik kalus untuk masing-masing perlakuan diambil dari ratarata seluruh rumpun kalus pada tiap ulangan.

Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Penelitian dirancang menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap
(RAL). Data yang diperoleh diolah dengan analisis keragaman menggunakan
program SPSS versi 21. Apabila terdapat faktor perlakuan yang berbeda nyata
kemudian diolah dengan uji jarak berganda Duncan dengan selang kepercayaan α
≤ 0,05.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kalus mulai terinduksi pada hari ke tujuh baik pada eskplan daun maupun
ruas batang yang ditanam pada media MS. Kalus yang muncul dari eksplan
berupa helai daun utuh ditandai dengan membengkaknya permukaan daun
sehingga helai daun menggulung. Sedangkan kalus dari eskplan potongan ruas
batang muncul dari bagian batang yang terpotong. Kalus dibiarkan tumbuh selama
empat minggu sehingga persentase penutupan permukaan eksplan oleh kalus
mencapai lebih dari 80% kemudian disubkultur untuk perlakuan periode subkultur.
Ukuran Diameter Kalus Stevia
Percobaan pada pertumbuhan kalus stevia dengan kombinasi eksplan dan
perbedaan periode subkultur, secara uji statistik memberikan hasil yang berbeda
nyata. Pertambahan ukuran diameter kalus per periode subkultur tertinggi
diperoleh pada kalus dari eksplan ruas batang dengan periode empat minggu yaitu

4
0,89 mm, diikuti dengan periode tiga minggu yaitu 0,71 mm dan eksplan daun
periode tiga minggu yaitu 0,66 mm, sedangkan nilai terendah diperoleh pada kalus
dari eksplan daun dengan periode subkultur dua minggu yaitu 0,24 mm.
Pertambahan total ukuran diameter kalus selama 12 minggu tertinggi diperoleh
pada kalus dengan sumber eksplan sama yaitu ruas batang pada periode subkultur
dua minggu dan tiga minggu dengan nilai yang sama yaitu 2,83 mm, diikuti
dengan periode empat minggu yaitu 2,67 mm dan eksplan daun periode tiga
minggu yaitu 2,65 mm. Nilai terendah diperoleh pada kalus dari eksplan daun
dengan periode subkultur empat minggu yaitu 1,25 mm (Tabel 1). Hal ini
menunjukkan bahwa kalus dari eksplan ruas batang dapat merespon positif
perbedaan periode subkultur yang diberikan.
Tabel 1 Pengaruh perbedaan periode subkultur terhadap pertumbuhan kalus per
periode subkultur dan total pertumbuhan kalus hingga minggu ke-12
Sumber
eksplan

Daun

Ruas batang

Periode
subkultur
(minggu)
2
3
4
2
3
4

Rerata ukuran
diameter kalus
minggu ke-0
(mm)
5,29
5,46
5,30
5,02
5,35
5,34

Rerata pertambahan
ukuran diameter
kalus per periode
subkultur (mm)
0,24 c
0,66 ab
0,42 bc
0,47 bc
0,71 ab
0,89 a

Rerata total
pertambahan
ukuran diameter
kalus (mm)
1,41 bc
2,65 ab
1,25 c
2,83 a
2,83 a
2,67 ab

a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Hasil ini sesuai dengan penelitian Uddin et al. (2006) yang menyatakan
bahwa potongan ruas batang dapat menginisiasi kalus lebih cepat daripada daun
utuh. Hal ini dikarenakan terdapat luka bekas potongan pada batang. Menurut
Bustami (2011), adanya bekas potongan ini memudahkan 2,4-D yang terkandung
dalam media berdifusi ke dalam jaringan eksplan dan membantu auksin endogen
menstimulus pembelahan sel terutama sel-sel yang berada di sekitar daerah
terluka. Hal tersebut sesuai dengan hasil percobaan yang menunjukkan bahwa
pertumbuhan kalus dari eksplan ruas batang lebih baik daripada kalus dari eksplan
daun. Hal ini dikarenakan eksplan daun yang digunakan berupa helai daun utuh
sehingga tidak terdapat bekas luka potongan.
Pada beberapa penelitian lain, penggunaan daun sebagai sumber eksplan
dalam kalogenesis memberikan hasil yang lebih baik daripada ruas batang (Huda
et al. 2007; Ali et al. 2010). Selain daun dan ruas batang, buku batang juga telah
digunakan sebagai sumber eksplan untuk perbanyakan stevia (Das et al. 2011;
Mehta et al. 2012). Hasil penelitian Uddin et al (2006) menunjukkan bahwa
eksplan ruas batang mampu menginduksi kalus lebih cepat daripada eksplan daun
dan buku batang. Penelitian Huda et al. (2007) menunjukkan ukuran kalus yang
dihasilkan dari eksplan daun jauh lebih besar daripada yang dihasilkan dari ekspan
ruas batang, dilihat dari bobot basah kalus, kalus dari eksplan daun mencapai
271,20 mg, sedangkan yang berasal dari ruas batang hanya mencapai 78,65 mg.
Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa ukuran kalus yang dihasilkan dari

5
eksplan ruas batang lebih tinggi daripada yang berasal dari eksplan daun, yaitu
bertambah rata-rata 0,89 mm setiap empat minggu pada kalus dari eksplan ruas
batang dan yang berasal dari daun hanya bertambah rata-rata 0,42 mm.
Kalus yang berasal dari ruas batang dengan periode subkultur empat minggu
merupakan kalus dengan ukuran diameter tertinggi per periode subkulturnya
namun bukan yang tertinggi pada total pertambahan ukuran diameternya selama
12 minggu. Begitu pun dengan kalus dari eksplan daun dengan periode subkultur
yang sama, pertambahan ukuran diameter per periodenya cukup besar namun total
pertambahannya terendah. Hal ini dapat diakibatkan oleh menurunnya sesaat
kemampuan kalus untuk berproliferasi setelah dipindah ke media yang baru
(Khumaida dan Handayani 2010).
Periode subkultur tiga minggu baik untuk pertumbuhan kalus stevia tidak
sesuai dengan hasil dari Pancaningtyas (2013) pada kalus kakao, yang
menyatakan bahwa semakin sering dilakukan subkultur maka semakin tinggi
massa kalus yang dihasilkan. Melalui penelitiannya, Das et al. (2006)
mendapatkan ukuran diameter kalus mencapai 1,80 cm dari eksplan daun stevia
yang ditanam pada media MS dengan penambahan 2,4-D dan kinetin selama 30
hari yang disubkultur setiap 16 hari. Mehta et al. (2012) mendapatkan ukuran
kalus stevia mencapai 3,20 cm pada minggu ke tujuh dari eksplan daun yang
ditanam pada media MS dengan penambahan 2.4-D dan kinetin yang disubkultur
setiap tiga minggu.
Beberapa faktor yang diketahui dapat mempengaruhi pembentukan kalus
adalah konsentrasi hormon, jenis asam amino, genotipe, faktor fisik (cahaya, suhu,
dll), rasio auksin dan sitokinin, serta keseimbangan nutrisi pada media (Warnita et
al. 2011). Selain itu waktu kultur juga dapat mempengaruhi kualitas kalus. Hasil
penelitian Purnamaningsih (2006) pada kalus padi menunjukkan apabila lebih dari
40 hari tidak dipindahkan ke media baru maka daya regenerasinya akan menurun
bahkan hilang. Menurunnya daya regenerasi kultur dapat dikarenakan oleh
semakin berkurangnya kadar oksigen terlarut dalam media atau meningkatnya
kadar karbondioksida sehingga mempengaruhi pertumbuhan maupun
produktivitas kultur (Vasil dan Thrope 1994). Hasil percobaan yang berbeda nyata
pada ketiga periode subkultur yang diberikan menunjukkan bahwa periode
subkultur berpengaruh terhadap pertumbuhan kalus stevia, dengan periode
subkultur terbaik untuk pertumbuhan kalus yang berasal dari eksplan daun dan
ruas batang adalah tiga minggu.

Perubahan Warna Kalus Stevia
Selain berpengaruh terhadap pertambahan ukuran diameter kalus, perbedaan
periode subkultur diduga juga dapat mempengaruhi perubahan warna kalus.
Periode subkultur berbeda yang di antaranya dua minggu, tiga minggu dan empat
minggu pada kalus yang berasal dari eksplan daun dan ruas batang, secara uji
statistik memberikan hasil yang tidak berbeda nyata antara periode yang satu
dengan lainnya pada minggu ke-0 dan minggu ke-12. Kalus yang berasal dari
eksplan ruas batang menunjukkan hasil yang tidak terlalu berbeda nyata dengan
nilai kelas warna tertinggi pada periode dua minggu yaitu 0,46 dan terkecil pada
periode tiga minggu yaitu -0,26. Periode subkultur dikatakan berpengaruh karena

6
pada minggu ke-0 kelas warna kalus berbeda antara yang berasal dari eksplan
daun dan ruas batang dan kemudian masing-masing kalus mengalami perubahan
warna hingga pada minggu ke-12 seluruhnya menghasilkan kelas warna yang
cenderung sama (Tabel 2). Perubahan nilai kelas warna yang menurun ini
menunjukkan bahwa kalus merespon perbedaan periode subkultur yang diuji.
Total nilai perubahan warna yang positif menunjukkan bahwa perubahan warna
kalus terjadi dari warna yang lebih gelap menjadi warna yang lebih terang. Hal
tersebut mengindikasikan bahwa produksi kalus remah meningkat, sedangkan
nilai perubahan yang negatif menunjukkan perubahan warna kalus menjadi lebih
gelap dari warna awal perlakuan seperti yang terjadi pada kalus dari eksplan ruas
batang dengan periode subkultur tiga minggu.
Tabel 2 Pengaruh periode subkultur terhadap warna kalus stevia hingga minggu
ke-12
Sumber
eksplan
Daun

Ruas batang

Periode
subkultur
(minggu)
2
3
4
2
3
4

Kelas warna kalus (1-5)
Minggu ke-0
5,00
5,00
5,00
3,58
2,90
3,05

Minggu ke-12
3,22
3,21
3,25
3,12
3,16
2,88

Total nilai
perubahan
warna kalus
1,78 a
1,79 a
1,75 a
0,46 b
-0,26 c
0,18 bc

a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).
Kelas warna kalus: 2 = kuning muda, 3 = kuning, 4 = kuning kecoklatan, 5 = coklat (Lampiran 2)

Meskipun total perubahan warna kalus dari awal perlakuan hingga minggu
ke-12 bernilai kecil, namun perubahan warna kalus setiap minggunya terlihat
bervariasi (Gambar 1). Perubahan warna kalus dari eksplan daun terlihat lebih
besar dibanding dengan kalus dari eksplan ruas batang. Hal ini dikarenakan sejak
awal perlakuan warna kalus dari eksplan daun adalah coklat atau bernilai lima,
sedangkan kalus dari eksplan ruas batang memiliki nilai sekitar tiga atau berwarna
kuning pada awal perlakuan. Namun pada akhir perlakuan di minggu ke-12,
seluruh kalus memiliki nilai kelas warna yang cenderung menurun dan seragam.
Kalus dari eksplan daun pada awal perlakuan berwarna coklat atau
mengalami pencoklatan. Pencoklatan dapat terjadi akibat adanya metabolisme
senyawa fenol yang berasal dari bagian eksplan yang luka. Hal ini dikarenakan
daun stevia memiliki kandungan senyawa fenol berupa tanin yang tinggi.
Konsentrasi tanin yang tinggi dalam jaringan eksplan diketahui dapat
mengakibatkan penghambatan pertumbuhan (Tadhani dan Subhash 2006; Hutami
2008). Penghambatan terjadi akibat oksidasi tanin menjadi quinon. Hasil oksidasi
ini menyebabkan pencoklatan dan dapat bersifat toksik sehingga memungkinkan
terjadinya kematian sel (Ozyigit et al. 2007). Perubahan warna kalus yang tidak
stabil dapat diakibatkan oleh terjadinya degradasi fisiologis atau menurunnya
tingkat fisiologi tanaman akibat kekurangan unsur hara ketika berada pada media
kultur dalam waktu yang lama. Warna kalus berubah menjadi lebih terang pada
tiap minggunya, diduga karena terjadi peningkatan proliferasi sel yang ditandai

7
dengan peningkatan ukuran diameter kalus. Pertumbuhan sel-sel pada kalus
mengakibatkan terlihatnya perubahan warna menjadi lebih terang karena sel-sel
yang baru tumbuh berwarna lebih cerah.

Kelas warna kalus

5

4
2 minggu
3 minggu

3

4 minggu

minggu

2
0

2

4

6
Daun

8

10 12

0

2

4

6

8 10 12

Ruas Batang

Gambar 1 Grafik perubahan kelas warna kalus stevia dari minggu ke-0 hingga
minggu ke-12
Warna yang terlihat merupakan warna cahaya yang paling banyak
dipantulkan oleh suatu benda. Pigmen merupakan zat yang menyerap cahaya
tampak. Pigmen pada sel tumbuhan umumnya terdapat pada plastid. Plastid
adalah tempat pembuatan dan penyimpanan senyawa kimia penting yang
digunakan oleh sel. Salah satu jenis plastid yang paling dikenal adalah kloroplas,
yang mengandung pigmen klorofil yang berguna untuk fotosintesis. Pigmen ini
menyerap cahaya tampak biru dan merah sehingga memantulkan cahaya hijau
(Mlodzinska 2009). Warna kalus merupakan gambaran visual yang dijadikan
sebagai indikator perkembangan eksplan pada budidaya in vitro sehingga dapat
diketahui bahwa kultur kalus yang terbentuk sel-selnya masih aktif membelah
atau mati. Beberapa pendapat menyatakan bahwa kalus yang berkualitas berwarna
hijau karena memiliki kandungan klorofil yang tinggi. Namun, warna kalus pada
percobaan ini tidak hijau karena perubahan kloroplas menjadi etioplas akibat tidak
adanya pencahayaan (Philippar et al. 2006). Hal ini dikarenakan kultur diinkubasi
dalam keadaan gelap kontinyu. Dalam kaitannya dengan pembentukan embio
somatik, kalus embriogenik dicirikan dengan warna yang putih kekuningan
dengan permukaan yang mengkilat (Yelnititis 2012). Maka kalus yang memiliki
nilai akhir kelas warna sekitar tiga atau berwarna kekuningan diduga dapat
diarahkan untuk membentuk kalus embriogenik untuk kemudian menjadi embrio
somatik. Berdasarkan penelitian Sari et al. (2013) salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi warna kalus adalah keberadaan zat pengatur tumbuh dalam media
atau juga dapat disebabkan oleh variasi epigenetik (Warnita et al. 2011).

8
Karakter Fisik Kalus Stevia
Selain warna, struktur atau karakter fisik kalus juga merupakan salah satu
penanda kualitas kalus. Secara umum karakter fisik kalus dapat dibedakan
menjadi kalus remah, kalus kompak dan kalus campuran (Gambar 2). Kalus
dengan kualitas yang baik ditandai dengan karakter fisik yang remah. Ciri kalus
yang remah adalah sel-selnya mudah untuk dipisahkan menjadi sel-sel tunggal.
Secara visual, kalus remah ikatan antar selnya tampak renggang dan mudah
melekat pada pinset saat dipisahkan. Kalus kompak memiliki susunan sel-sel yang
lebih padat dan sulit untuk dipisahkan, sedangkan kalus campuran adalah kalus
yang terdiri dari gabungan kalus remah dan kalus kompak dalam satu rumpun
kalus. Pierik (1997) menyatakan bahwa struktur kalus dapat bervariasi dari
kompak hingga remah, tergantung pada jenis tanaman, komposisi nutrien media,
zat pengatur tumbuh, dan kondisi lingkungan kultur.

Gambar 2 Karakter fisik kalus stevia. (A) kalus kompak (B) kalus campuran
(B1: kalus kompak, B2: kalus remah) (C) kalus remah
Perlakuan periode subkultur kalus stevia dari eksplan daun dan ruas batang
secara uji statistik memberikan hasil yang tidak berbeda nyata antara perlakuan
untuk kelas karakter fisik kalus di minggu ke-12 (Tabel 3). Namun berdasarkan
kelas karakter fisiknya, kalus yang berasal dari eksplan ruas batang dengan
periode subkultur empat minggu merupakan kalus dengan nilai kelas karakter
fisik terbaik yaitu 2,10 atau merupakan kalus campuran. Nilai kelas karakter kalus
yang terendah diperoleh pada kalus dari eksplan ruas batang dengan periode dua
minggu yaitu 1,76. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan periode subkultur tidak
berpengaruh besar terhadap karakter fisik kalus. Namun dapat dilihat bahwa kalus
yang berasal dari eksplan ruas batang dengan periode subkultur tiga dan empat
minggu memiliki kecenderungan berkarakter campuran hingga remah. Hal ini
dapat dikarenakan kalus yang muncul dari bekas luka potongan batang dapat
tumbuh dengan baik dan mampu menyerap nutrisi dari media untuk tumbuh.
Sehingga kualitas kalusnya dapat dikatakan lebih baik karena memiliki struktur
yang remah. Dalam kaitannya dengan embrio somatik, Lizawati (2012)
menyatakan bahwa kalus embriogenik ditandai dengan kalus yang berwarna putih
kekuningan, mengkilat dan remah. Maka kalus remah yang berasal dari eksplan

9
daun dan ruas batang dengan periode subkultur tiga dan empat minggu, dapat
diarahkan untuk membentuk kalus embriogenik.
Tabel 3 Pengaruh periode subkultur terhadap karakter fisik kalus stevia pada
minggu ke-12
Sumber eksplan

Periode subkultur (minggu)
2
3
4
2
3
4

Daun

Ruas batang

Rerata kelas karakter fisik
kalus (skala 1-3)
1,79 a
1,96 a
1,90 a
1,76 a
2,04 a
2,10 a

a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).
Kelas karakter fisik kalus: 1= kompak, 2 = campuran, 3 = remah

Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa kalus yang dihasilkan baik yang
berasal dari eksplan daun maupun ruas batang dengan berbagai periode subkultur
masih cenderung memiliki tekstur kalus yang kompak hingga campuran.
Persentase kalus remah tertinggi terdapat pada kalus yang berasal dari eksplan
ruas batang dengan periode subkultur tiga minggu yaitu sebesar 26,7 %. Begitu
juga pada kalus yang berasal dari eksplan daun, persentase kalus remah tertinggi
dihasilkan pada kalus dengan periode subkultur 3 minggu yaitu sebesar 24,2 %
yang setara dengan kalus yang berasal dari ruas batang dengan periode subkultur
empat minggu yaitu 24,4 % (Gambar 3).
100%

5,2

5,4
24,2

15,2
26,7

24,4

80%
60%

63,6

70,7
45,2

55,6
55,0

51,3

40%

Remah
Campur
Kompak

20%
24,1

30,6

29,3

minggu

30,9
18,3

24,4

0%
2

3
Daun

4

2

3

4

Ruas Batang

Gambar 3 Persentase karakter fisik kalus dari eksplan daun dan ruas batang
pada minggu ke-12

10
Hasil penelitian Keng et al. (2008) pada Melastoma malabathricum
menunjukkan bahwa subkultur berkelanjutan pada media inisiasi juga dapat
meningkatkan produktivitas kalus remah dengan periode subkultur setiap empat
minggu. Berdasarkan nilai kelas karakter fisik kalus, kalus yang disubkultur
dengan periode dua minggu baik pada kalus yang berasal dari daun dan ruas
batang, memiliki nilai yang lebih rendah, yang artinya lebih kompak, dibanding
dengan yang disubkultur dengan periode lebih lama. Hal ini diduga akibat waktu
kultur yang terlalu singkat sehingga sel-sel pada kalus belum menyerap nutrisi
dari media secara optimal namun segera dipindahkan kembali ke media baru.
Apabila dikaitkan dengan pertumbuhan kalusnya, hasil ini dapat dikatakan
sesuai dengan hasil penelitian Jin dan Keng (2013) pada tanaman Artemisia annua,
dimana kalus yang remah menunjukkan tingkat produksi yang lebih cepat dan
konsisten. Berarti jika kalus yang dihasilkan bersifat remah maka kalus dapat
berproliferasi dengan cepat. Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa kalus yang
berasal dari eksplan ruas batang dengan periode subkultur tiga minggu, dengan
persentase kalus remah tertinggi. Kalus ini ke depannya diharapkan dapat
menghasilkan kalus embriogenik. Keighobadi et al. (2014) berhasil menginduksi
kalus remah dari eksplan biji stevia. Embriogenesis somatik diperoleh dari
eksplan floret stevia yang dikulturkan pada media MS dengan tambahan 2,4-D
dan sitokinin, sedangkan embrio somatik terbentuk secara langsung pada hari ke15 setelah diinisiasi dari eksplan daun pada media dengan konsentrasi sukrosa
tinggi dengan penambahan 2,4-D dan sitokinin (Filho dan Hattori 1997; Filho et
al. 1993). Hasil percobaan ini belum dapat menghasilkan kalus embriogenik,
diduga karena media percobaan hanya menggunakan 2,4-D.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Periode subkultur dapat mempengaruhi pertumbuhan kalus stevia.
Penggunaan ruas batang sebagai sumber eksplan dengan periode subkultur tiga
minggu merupakan kombinasi terbaik untuk meningkatkan pertumbuhan kalus
stevia.

Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait modifikasi periode subkultur
dengan berbagai sumber eksplan sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan
kalus stevia terutama pada karakter fisik kalus untuk diarahkan kepada
pembentukan kalus embriogenik. Hal tersebut mungkin dapat dilakukan dengan
menambahkan sitokinin dalam media MS pada penelitian lanjutan sehingga dapat
menghasilkan embrio somatik.

11

DAFTAR PUSTAKA
Ali A, Gull I, Naz S, Afghan S. 2010. Biochemical investigation during different
stages of in vitro propagation of Stevia rebaudiana. Pak J Bot. 42(4):28272837.
Banerjee M, Sarkar P. 2008. In vitro callusing in Stevia rebaudiana Bertoni using
cyanobacterial media – a novel approach to tissue culture. IJIB. 3(3):163-168.
Bustami MU. 2011. Penggunaan 2,4-D untuk induksi kalus kacang tanah. Media
Litbang Sulteng. 4(2):137-141.
Das A, Gantait S, Mandal N. 2011. Micropropagation of an elite medical plant:
Stevia rebaudiana Bert. Int J Agric Res. 6(1):40-48.
Das K, Dang R, Rajasekharan PE. 2006. Establishment and maintenance of callus
Stevia rebaudiana Bertoni under aseptic environment. Nat Product Radiance.
5(5):373-376.
Djajadi. 2014. Pengembangan tanaman pemanis Stevia rebaudiana (Bertoni) di
Indonesia. Perspektif. 13(1):25-33.
Filho JCB, Hashimoto JM, Vieira LGE. 1993. Induction of somatic
embryogenesis from leaf explants of Stevia rebaudiana. R Bras Fisiol Veg.
5(1):51-53.
Filho JCB, Hattori K. 1997. Embryogenic callus formation and histological
studies from Stevia rebaudiana (Bert.) Bertoni floret explants. R Bras Fisiol
Veg. 9(3):185-188.
Gauchan DP, Dhakal A, Sharma N, Bhandari S, Maskey E, Shrestha N, Gautam R,
Giri S, Gurung S. 2014. Regenerative callus induction and biochemical
analysis of Stevia rebaudiana Bertoni. J Adv Lab Res Biol. 5(3):41-45.
Geuns JMC, Buyse J, Vankeirsbilck A, Temme L. 2004. About the safety of
stevioside used as sweetener. JFAE. 2(3):290-291.
Guruchandran V, Sasikumar C. 2013. Organogenic plant regeneration via callus
induction in Stevia rebaudiana Bert. Int J Curr Microbiol App Sci. 2(2):56-61.
Huda MN, Ahmed A, Mandal C, Alam KA, Reza MSH, Wadud A. 2007. In vitro
morphogenic responses of different explants of stevia (Stevia rebaudiana Bert.).
Int J Res. 2(12):1006-1013.
Hutami S. 2008. Ulasan: masalah pencoklatan pada kultur jaringan. J AgroBiogen.
4(2):83-88.
Jin CS, Keng CL. 2013. Factors affecting the selection of callus cell lines and the
preparation of the cell suspension culture of Artemisia annua L. Plant Tissue
Cult & Biotech. 23(2):157-163.
Keighobadi K, Golabadi M, Mortazeenezhad F. 2014. Effect of different culture
media and plant growth regulators on callus induction of Stevia rebaudiana.
Intl J Farm Alli Sci. 3(7):782-785.
Keng CL, See KS, Hoon LP, Lim BP. 2008. Effect of plant growth regulations
and subculture frequency on callus culture and the establishment of Melastoma
malabathricum cell suspension cultures for the production of pigments.
Biotechnol. 7(4):678-685.
Khumaida N, Handayani T. 2010. Induksi dan proliferasi kalus embriogenik pada
beberapa genotipe kedelai. J Agron Indonesia. 38(1):19-24.

12
Madan S, Ahmad S, Singh GN, Kohli K, Kumar Y, Singh R, Garg M. 2010.
Stevia rebaudiana (Bert.) Bertoni – A Review. Indian J Nat Prod Resour.
1(3):267-286.
Mehta J, Khan S, Bisht V, Syedy M, Rathore R, Bagari L. 2012. High frequency
multiple shoot regeneration and callus induction an anti diabetic plant – Stevia
rebaudiana Bertoni. – an important medical plant. Am J PharmTech Res.
2(6):19-27.
Mlodzinska E. 2009. Survey of plant pigments: molecular and environmental
determinant of plant colors. Acta Biol Cracoviensia. 51(1):7-16.
Murashige T, Skoog F. 1962. A revised medium for rapid growth and bio assays
with tobacco tissue culture. Physiol Plant. 15:473-497.
Ozyigit II, Kahraman MV, Ercan O. 2007. Relation between explant age, total
phenol and regenartion response in tissue cultured cotton (Gossypium hirsutum
L.). Afr J Biotechnol. 6(1):3-8.
Pancaningtyas S. 2013. Evaluasi kuantitas dan hiperhidrisitas embrio somatik
kakao pada kultur padat, kultur cair, dan subkultur beruntun. Pelita
Perkebunan. 29(1):10-19.
Philippar K, Geis T, Ilkavets I, Oster U, Schwenkert S, Meurer J, Soll J. 2006.
Chloroplast biogenesis: the use of mutants to study the etioplast-chloroplast
transition. PNAS. 104(2):678-683.
Pierik RLM. 1997. In Vitro Culture in Higher Plants. Netherlands (NL): Springer.
Purnamaningsih R. 2002. Regenerasi tanaman melalui embriogenesis somatik dan
beberapa gen yang mengendalikannya. Buletin AgroBio. 5(2):51-58.
Purnamaningsih R. 2006. Induksi kalus dan optimasi regenerasi empat varietas
padi. Jurnal AgroBiogen. 2(2):74-80.
Rachmawati F, Purwito A, Wiendi NMA, Mattjik NA, Winarto B. 2014.
Perbanyakan massa anggrek Dendronium Gradita 10 secara in vitro melalui
embriogenesis somatik. J Hort. 24(3):196-209.
Sari N, Ratnasari E, Isnawati. 2013. Pengaruh penambahan berbagai kombinasi
konsentrasi 2,4-dikhlorofenoksiasetat (2,4-D) dan 6-bensil aminopurin (BAP)
pada media MS terhadap tekstur dan warna kalus eksplan batang jati (Tectona
grandis Linn. F.) “JUL”. LenteraBio. 2(1):69-73.
Sumaryono, Sinta MM. 2011. Peningkatan laju multiplikasi tunas dan keragaan
planlet Stevia rebaudiana pada kultur in vitro. Menara Perkebunan. 79(2):4956.
Tadhani M, Subhash R. 2006. Preliminary studies on Stevia rebaudiana leaves:
proximal composition, mineral analysis and phytochemical screening. J Med
Sci. 6(3):321-326.
Uddin MS, Chowdhury MSH, Khan MMMH, Uddin MB, Ahmed R, Baten MA.
2006. In vitro propagation of Stevia rebaudiana Bert in Bangladesh. Afr J
Biotechnol. 5(13):1238-1240.
Vasil IK, Thrope TA. 1994. Plant Cell and Tissue Culture. Dordrecht (NL):
Kluwer Academic Publishers.
Warnita, Hervani D, Yanti Y. 2011. Pertumbuhan kalus kentang pada beberapa
zat pengatur tumbuh. Jerami. 4(3):169-174.
Yelnititis. 2012. Pembentukan kalus remah dari eksplan daun ramin (Gonystylus
bancanus (Miq) Kurz.). J Pemuliaan Tan Hut. 6(3):181-194.

13
Lampiran 1 Komposisi media dasar MS (Murashige dan Skoog 1962)
Bahan Kimia
Hara Makro
NH4NO3
KNO3
CaCl2∙H2O
MgSO4∙7H2O
KH2PO4
Na2EDTA∙2H2O
FeSO4∙7H2O
Hara Mikro
MnSO4∙4H2O
ZnSO4∙7H2O
H3BO3
KI
NaMoO4∙2H2O
CuSO4∙5H2O
Co2Cl∙6H2O
Suplemen Organik
Glisin
Adenin Sulfat
L-glutamin
Asam Nikotinat
Pirodoksin HCl
Tiamin HCL
Myo-inositol
Sukrosa
pH media: 5.6 – 5.8
Lampiran 2 Kelas warna kalus stevia

Keterangan:

1 : Putih gading
2 : Krem
3 : Krem kekuningan
4 : Kuning kecoklatan
5 : Coklat

Konsentrasi media MS (mg/L)
1650
1900
440
370
170
37.3
27.8
22.3
8.6
6.2
0.83
0.25
0.025
0.025
2
50
200
0.5
0.5
0.1
100
30000

14

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 22 Februari 1994 dari ayah
Setiyo Raharjo dan ibu Endang Sukestiwi. Penulis adalah putri pertama dari dua
bersaudara. Tahun 2011 penulis lulus dari SMA Eka Wijaya Cibinong – Bogor
dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor
(IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN)
dan diterima di Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Genetika
Dasar pada tahun ajaran 2012/2013, asisten praktikum Ekologi Dasar pada tahun
ajaran 2013/2014, asisten praktikum Fisiologi Tumbuhan pada tahun ajaran
2014/2015, dan asisten praktikum Kultur Jaringan Tanaman pada tahun ajaran
2014/2015. Penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan yang diselenggarakan di
IPB maupun kegiatan eksternal kampus.
Selama menempuh studi di Departemen Biologi, penulis melakukan
penelitian dalam Studi Lapangan dengan judul Isolasi Aktinomiset Asal Rizosfer
Pegagan (Centella asiatica) di Taman Wisata Alam Telaga Warna dan Potensinya
sebagai Penghasil Senyawa Antimikrob pada tahun 2013. Bulan Juni – Juli 2014
penulis melaksanakan Praktik Lapangan di PT. Ambar Graha Sejahtera dengan
judul Manajemen Proyek dan Sanitasi Perumahan Ambar Waringin Elok di PT.
Ambar Graha Sejahtera Bojong Gede – Jawa Barat.