Produksi Tanaman Stevia (Stevia rebaudiana Bertoni M)Dengan Perlakuan Setek Dan Auksin
STEVIA
ISSN No. 2087-6939 Vol. I No. 01-Januari 2011
Produksi Tanaman Stevia (Stevia rebaudiana Bertoni M) Dengan Perlakuan Setek Dan Auksin
Lisa Mawarni
Departemen Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian USU
ABSTRACT
The objective of this experiment is to investigate the influence of length of cuttings as the stevia plant material and concentration levels of IBA (indolyl-3-butyric acid) that are used to the production of stevia plant. Used two-factor factorial design arranged in randomized block design with 3 replications. The first factor is the length of cuttings that is 3 cm, 5 cm, 7 cm and 9 cm. The second factor is the concentration of IBA were 0, 300 ppm and 600 ppm.
Statistical analysis showed that differences in length of cuttings significantly affected plant height, leaf number and leaf dry weight. IBA concentration level was significantly different only on the number of roots. While the interaction of the two showed significant differences on plant height and leaf dry weight. Production of the stevia leaf dry weight was best obtained in treatment 5 cm long cuttings with IBA concentration of 600 ppm.
Keywords: stevia, the length of cuttings, Indolyl-3-butyric acid
Pendahuluan
Salah satu tanaman yang dapat menghasilkan pemanis alami adalah stevia (Stevia rebaudiana Bertoni M), yakni dari ekstrak daunnya. Di daerah asalnya Paraguay Amerika Selatan, penduduk asli (Indian) telah lama menggunakan tanaman ini sebagai bahan pemanis dan obat (Liz,1984). Tanaman ini termasuk suku Astereacea, tanaman tahunan, berbentuk perdu basah dengan tinggi 60-80 cm dan bercabang banyak. Tanaman stevia adalah tanaman hari pendek yang akan cepat berbunga bila panjang hari kurang dari 12 jam. Di Indonesia stevia tumbuh pada ketinggian antara 800-1500 m dpl, suhu udara 20-24oC, curah hujan 1500 - 3000 mm/tahun (Wardhana, 1986;
Wikipedia, 2008). Jenis tanah tempat asal tumbuhnya adalah terra-rosa dan latosol yang keduanya berkandungan fosfat rendah (Kawatani et.al, 1973). Stevia di Indonesia berasal dari Jepang dan Korea (Anonimus, 2008)
Melalui proses ekstraksi daun stevia kering dihasilkan kristal glikosida yang terdiri dari beberapa komponen yaitu steviosida, steviolbiosida dan rebaudiosida A-E. Keseluruhan komponen ini disebut gula stevia atau steviose. Rahasia kemanisan stevia terletak pada molekul kompleksnya yang disebut steviosida yang merupakan glikosida disusun dari glukosa, sophorose dan steviol. Komponen utama stevisioda memiliki 200-300 kali kemanisan dari sukrose
[1]
(gula tebu) bersifat rendah kalori dan
non karsiogenik (Tjasadihardja, 1982 ;
Atmawinata dkk, 1984). Sehingga
tanaman ini dikenal dengan nama daun
gula. Penelitian medis juga
menunjukkan manfaat dari stevia dalam
mengobati obesitas, tekanan darah,
mencegah dan melawan diabetes, dan
memiliki sifat anti-virus. Stevia lazim
berfungsi sebagai pemanis alami untuk
orang diet karbohidrat. Namun
keengganan beberapa negara
menggunakan stevia sebagai pemanis
alami yang aman dicurigai ada unsur
melindungi bisnis aspartam. Saat ini,
rebiana merupakan nama dagang paten
untuk gula stevia. Merupakan
kerjasama The Coca-Cola Company dan
Cargill, sebagai bahan aditif makanan di
USA sejak 2009. Sementara di Jepang
sudah lama digunakan. Stevia lebih
manis dari pada pemanis merek Equal.
Hanya terasa sedikit pahit bila terlalu
banyak (Maiti and Purohit, 2008)
Dirjen Perkebunan pada tahun 1984
pernah memproyeksikan bila produksi
stevia sebesar 2000 kg daun
kering/tahun/ha dengan kandungan
pemanis 3 - 7 % maka produksi 1
hektar
stevia/tahun
dapat
menggantikan 2,5 – 6 ha tebu.
Masalah yang menyangkut
budidaya tanaman ini diantaranya
adalah perbanyakan. Perbanyakan
tanaman stevia dapat dilakukan dengan
biji, setek batang, pembelahan rumpun
dan kultur jaringan (Farida, 1986).
Perbanyakan dengan setek menjadi
penting untuk mempertahankan klon
unggul secara mudah dan sederhana,
apabila bahan tanaman terbatas.
Tirtoboma (1983) mengemukakan
bahan tanaman yang terbaik untuk
bahan setek adalah bagian pucuk
sepanjang 4-6 ruas dengan tidak
dirompes dan potongan batang
dicelupkan terlebih dahulu ke dalam
STEVIA
ISSN No. 2087-6939 Vol. I No. 01-Januari 2011
larutan IBA 600 ppm. Di lapangan, setek yang berasal dari 4 sampai 6 ruas akan membentuk pertanaman yang sangat bervariasi. Maka perlu diteliti panjang setek yang terbaik dalam ukuran sentimeter sehingga menjamin pertanaman yang lebih seragam.
Dalam penyetekan tanaman stevia diperlukan kelembaban dan suhu yang tinggi yakni antara 87-97 % dan suhu 25-29 oC sehingga dilakukan penutupan dengan sungkup plastik dan naungan (Balai Informasi Pertanian Ciawi, 1982)
Persoalan paling utama dalam penyetekan adalah terbentuknya akar. Makin banyak akar yang terbentuk maka bibit yang diperoleh makin kuat (Harjadi, 1983).
Faktor-faktor yang mempengaruhi perakaran adalah : 1) faktor tanaman yang mencakup kondisi fisiologis dan umur dari tanaman induk, adanya tunas dan daun pada setek, kandungan bahan makanan setek, kandungan zat tumbuh dan pembentukan kalus, 2) kondisi lingkungan selama penyetekan seperti media perakaran, air, temperatur udara dan tanah, kelembaban dan cahaya, 3) faktor pelaksanaan seperti perlakuan sebelum pengambilan setek, waktu pengambilan, pelukaan setek, penggunaan zat tumbuh dan fungisida serta kebersihan dan pemeliharaan setek (Rochiman dan Harjadi, 1973; Hartmann dan Kester, 1983). Selanjutnya Hartmann dan Kester (1983) menyatakan bahwa pemberian auxin pada setek dapat mengakibatkan pengembangan dan pembelahan sel-sel cortex, phloem dan kambium sehingga lapisan sel sclerenchym akan rusak dan akar mudah menembus ke luar. Auxin alami yang paling umum adalah asam indolasetat (IAA). Auxin sintetis seperti NAA dan IBA terbukti lebih efektif daripada IAA, karena mereka tidak dirusak oleh IAA oksidase atau enzim
[2]
lain sehingga lebih bertahan lama (Salisbury & Ross, 1978).
Sehubungan dengan hal-hal di atas perlu diketahui pengaruh panjang setek dan konsentrasi IBA serta interaksi keduanya terhadap produksi tanaman stevia dimana produksi stevia umumnya dalam bentuk daun kering.
Bahan dan Metode
Percobaan dilakukan di Desa Suka Makmur, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang dengan ketinggian tempat 950 m dpl. Bahan tanaman yang digunakan berupa setek cabang stevia klon BPP 72 dengan ukuran sesuai perlakuan, IBA, tanah berupa top soil : pupuk kandang ayam = 3:1, Urea, TSP dan Z, polibag ukuran 28 x 20 cm (terlipat) dan pestisida Curater 3 G dan Dithane M-45. Alat yang digunakan alat-alat pertanian, sungkup plastik, alat tulis, gelas ukur, oven Memmert Tipe B 30, timbangan digital.
Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama adalah panjang setek yaitu 3 cm, 5 cm, 7 cm dan 9 cm. Faktor kedua adalah konsentrasi IBA yaitu 0, 300 ppm dan 600 ppm. Potongan seteksetek diikat secukupnya kemudian dicelupkan bagian pangkalnya sesuai perlakuan selama 10 menit lalu dicelupkan sesaat pada larutan Dithane M-45 2 g/l air.
Ulangan ada 3 dimana tiap ulangan digunakan 3 polibag. Sehingga secara keseluruhan ada 12 x 3 x 3 = 108 polibag yang seluruhnya menjadi sampel yang diletakkan dalam sungkup. Pada hari ke-14 setelah tanam sungkup dibuka selama 2 jam pada pagi hari. Selanjutnya 4 jam pada hari ke-15, 6 jam pada hari ke-16 dan 8 jam pada hari ke-17. Mulai hari ke-18 sungkup dibuka seterusnya. Panen dilakukan saat
STEVIA
ISSN No. 2087-6939 Vol. I No. 01-Januari 2011
pertanaman 25% berbunga yang terjadi
pada hari ke-50 setelah tanam atau hari
ke-32 sejak sungkup dibuka. Parameter
yang diamati adalah jumlah
cabang/tanaman,
jumlah
daun/tanaman, jumlah akar/tanaman
dan berat kering daun (g/plot) setelah dioven 70oC selama 24 jam. Analisis
data dengan uji F dilanjutkan uji jarak
Duncan.
Hasil dan Pembahasan
Hasil pengamatan jumlah
cabang/tanaman,
jumlah
daun/tanaman, jumlah akar/tanaman,
berat kering daun (g/plot) dapat dilihat
pada Tabel 1 berikut.
Hasil analisis statistik dari data
menunjukkan bahwa perbedaan
panjang setek berpengaruh nyata
terhadap semua parameter. Tingkat
konsentrasi IBA hanya berbeda nyata
terhadap jumlah akar. Sedangkan
interaksi keduanya menunjukkan
perbedaan yang nyata terhadap tinggi
tanaman dan berat kering daun.
Dari data dapat dilihat bahwa
panjang setek 5 cm memberikan hasil
terbaik sedangkan panjang setek 3 cm
menunjukkan hasil terkecil. Hal ini
dimungkinkan karena panjang setek 5
cm adalah ukuran yang optimal dimana
bahan makanan yang dikandungnya
dapat
segera
membentuk
pertumbuhan. Sedangkan panjang setek
7 cm dan 9 cm lebih panjang sehingga
pembentukan akar tidak segera karena
setek masih banyak mengandung bahan
makanan.
[3]
STEVIA
ISSN No. 2087-6939 Vol. I No. 01-Januari 2011
Tabel 1. Pengaruh panjang setek dan konsentrasi IBA terhadap rata-rata tinggi tanaman umur 28 hari (cm), jumlah daun/tanaman, jumlah akar/tanaman, berat kering daun (g/plot)
Perlakuan
Tinggi
Jlh daun/ Jlh akar/ Brt
tanaman Tanaman tanaman kering
28 hari
daun (g/plot)
(cm)
Panjang setek
a 1 = 3 cm
20,87 c 53,56 b 17,76 c 1,66 c
a 2 = 5 cm
25,78 a 104,81 a 34,15 a 3,00 a
a 3 = 7 cm
24,76 b 83,37 a 29,30 b 2,41 ab
a 4 = 9 cm
24,95 ab 84,57 a 26,45 b 2,20 b
Konsentrasi IBA
b0 = 0 ppm 23,19 tn 76,83 t 17,82 a 2,25 tn
n
b1 = 300 ppm 24,14
82,78
28,61 b 2,23
b2 = 600 ppm 24,86
85,22
34,31 c 2,47
Kombinasi
a1b0
15,94 c 43,89 t 12,61 e 1,20 tn
n
a1b1
23,24 b 51,89
19,00 de 1,82
a1b2
23,35 ab 60,89
21,67 cd 1,96
a2b0
25,83 ab 102,22
24,67 cd 3,37
a2b1
23,78 ab 80,00
37,11 b 1,92
a2b2
27,72 a 131,22
46,22 a 3,69
a3b0
26,13 ab 86,34
15,56 a 2,45
a3b1
22,75 b 95,78
34,32 ba 2,63
a3b2
25,25 ab 68,00
38,00 ab 2,15
a4b0
24,72 ab 73,89
18,46 de 1,97
a4b1
27,22 a 99,45
29,56 be 2,55
a4b2
22,89 b 80,39
31,33 bc 2,09
Keterangan : Notasi yang berbeda pada satu kolom
menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5 %
Tinggi tanaman dari panjang setek 5 cm ternyata menjadi tidak berbeda nyata dengan tinggi tanaman yang berasal dari 7 cm dan 9 cm pada saat menjelang berbunga (28 hari). Artinya, dengan menggunakan panjang setek 5 cm pada akhirnya tinggi tanaman sama dengan panjang setek 7 dan 9 cm. Sehingga dapat disarankan penggunaan setek cukup 5 cm saja untuk menghemat bahan tanaman. Dari 4 sampai 6 ruas teratas bisa diperoleh setidaknya 2 setek.
Jumlah daun dan berat kering daun pada panjang setek 3 cm berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Jadi dapat dikatakan adanya hubungan antara tinggi tanaman, jumlah daun dan berat kering daun. Seperti yang disebutkan
Buana dan Gunadi (1985) bahwa pada
umumnya sampai batas tertentu makin
tinggi tanaman, makin banyak jumlah
daun sehingga makin tinggi pula berat
kering daun.
Tingkat konsentrasi IBA ternyata
hanya menambah jumlah akar atau
pertumbuhan ke bawah tetapi tidak
mempengaruhi
secara
nyata
pertumbuhan bagian atas tanaman.
Heddy (1996) menyebutkan konsentrasi
auksin yang merangsang pertumbuhan
akar akan sangat rendah untuk
merangsang pertumbuhan batang
demikian pula sebaliknya. Perlakuan
terbaik adalah konsentrasi IBA sebesar
600 ppm.
Interaksi antara perlakuan panjang
setek dan konsentrasi IBA menunjukkan
adanya perbedaan yang nyata terhadap
tinggi tanaman dan jumlah akar. Dapat
dilihat pula bahwa perlakuan a2b2
adalah perlakuan kombinasi yang
terbaik. Hal ini disebabkan panjang
setek 5 cm adalah yang terbaik dan
perlakuan konsentrasi IBA 600 ppm
adalah yang terbaik.
Panjang setek berhubungan dengan
bahan makanan yang dikandung
dimana bahan ini akan mempengaruhi
pertumbuhan tunas dan akar.
Sedangkan IBA merangsang
terbentuknya akar lebih banyak.
Hartmann dan Kester (1983)
menyatakan bahwa pertumbuhan tunas
yang baik menyebabkan pertumbuhan
daun juga baik sehingga proses
fotosintesa akan baik, akibatnya
karbohidrat yang dihasilkan lebih
banyak. Karbohidrat ini sebagian
digunakan untuk pembentukan akar
sehingga terbentuknya akar yang baik
menyebabkan penyerapan unsur hara
dan air akan lebih banyak sehingga
pertumbuhan tunas akan baik pula.
[4]
Kesimpulan dan Saran
Produksi stevia yakni berat kering daun yang terbaik diperoleh pada perlakuan panjang setek 5 cm dengan konsentrasi IBA 600 ppm. Maka dapat disarankan penggunaan setek cukup 5 cm saja untuk menghemat bahan tanaman. Dari 4 sampai 6 ruas teratas bisa diperoleh setidaknya 2 setek.
Daftar Pustaka
Atmawinata ,O, Tamzil Muhammad, Darnoko dan Soewarno T. Soekarto. 1984. Tingkat
Manisnya Gula Stevia Terhadap Sukrose, Menara Perkebunan 52(2): 52-56
Balai Informasi Pertanian Ciawi, 1982. Mengenal Pemanis Alami Stevia rebaudiana Bertoni M.
Buana, L dan DH.Goenadi, 1985. Studi
Tentang
Korelasi
Antara
Pertumbuhan Dan Produksi
Tanaman Stevia, Menara
Perkebunan 53(3):68-71
Dirjen Perkebunan Jakarta, 1984. Program Peningkatan Produksi Stevia di Masa Mendatang , Bahan untuk pertemuan Teknis Penelitian dan Pengembangan Stevia di Bogor
Farida, 1986. Menanam Stevia Manis,Trubus No.196/Thn.XVII 1 Maret 1986
Hartmann,HT and Dale E.Kester, 1983. Plant Propagation Principles and Practices, Prentice-Hall, Inc. Englewood Cliffs, New Jersey.
Harjadi, S.S. Agronomi, Jakarta
1983. Penerbit
Pengantar Gramedia
Heddy, S. 1986. Hormon Tumbuhan, Penerbit Rajawali Jakarta
STEVIA
ISSN No. 2087-6939 Vol. I No. 01-Januari 2011
Kawatani, T.Kaneki and Tanase T. 1973. Cultivation of Stevia rebaudiana Bertoni M., Japan Journal Tropical Agriculture 17(2): 125-130
Liz, 1984. Stevia atau Cae-he-he, Intisari Juni 1984
Maiti, RK and S.S. Purohit . 2008. Stevia a miracle plant for human health, Agrobios India
Salisbury, FB and Cleon W.Ross. 1978. Plant Physiology, Wadsworth PublishingCompany, Inc, Balmont, California
Tirtoboma . 1983. Konsep Pemikiran Tentang Budidaya Tanaman Stevia rebaudiana
Bertoni M. Pertemuan regular Staf Peneliti dan Teknis BPP Bogor, 4 Juni 1983
Tjasadihardja. 1982. Stevia rebaudiana Bertoni M, Sumber Daya Pemanis Baru, BPP Bogor Ceramah N0.13/1982.
Rochiman, K dan S.Setyati Harjadi.
1973.
Pembiakan Vegetatif,
Pengantar Agronomi Fakultas
Pertanian IPB
Wardhana. 1986. Stevia Sumber Bahan Pemanis Alami, Asri No.43: 1-31 Oktober 1986
Wikipedia, 2008. wikipedia+stevia
http://
[5]
ISSN No. 2087-6939 Vol. I No. 01-Januari 2011
Produksi Tanaman Stevia (Stevia rebaudiana Bertoni M) Dengan Perlakuan Setek Dan Auksin
Lisa Mawarni
Departemen Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian USU
ABSTRACT
The objective of this experiment is to investigate the influence of length of cuttings as the stevia plant material and concentration levels of IBA (indolyl-3-butyric acid) that are used to the production of stevia plant. Used two-factor factorial design arranged in randomized block design with 3 replications. The first factor is the length of cuttings that is 3 cm, 5 cm, 7 cm and 9 cm. The second factor is the concentration of IBA were 0, 300 ppm and 600 ppm.
Statistical analysis showed that differences in length of cuttings significantly affected plant height, leaf number and leaf dry weight. IBA concentration level was significantly different only on the number of roots. While the interaction of the two showed significant differences on plant height and leaf dry weight. Production of the stevia leaf dry weight was best obtained in treatment 5 cm long cuttings with IBA concentration of 600 ppm.
Keywords: stevia, the length of cuttings, Indolyl-3-butyric acid
Pendahuluan
Salah satu tanaman yang dapat menghasilkan pemanis alami adalah stevia (Stevia rebaudiana Bertoni M), yakni dari ekstrak daunnya. Di daerah asalnya Paraguay Amerika Selatan, penduduk asli (Indian) telah lama menggunakan tanaman ini sebagai bahan pemanis dan obat (Liz,1984). Tanaman ini termasuk suku Astereacea, tanaman tahunan, berbentuk perdu basah dengan tinggi 60-80 cm dan bercabang banyak. Tanaman stevia adalah tanaman hari pendek yang akan cepat berbunga bila panjang hari kurang dari 12 jam. Di Indonesia stevia tumbuh pada ketinggian antara 800-1500 m dpl, suhu udara 20-24oC, curah hujan 1500 - 3000 mm/tahun (Wardhana, 1986;
Wikipedia, 2008). Jenis tanah tempat asal tumbuhnya adalah terra-rosa dan latosol yang keduanya berkandungan fosfat rendah (Kawatani et.al, 1973). Stevia di Indonesia berasal dari Jepang dan Korea (Anonimus, 2008)
Melalui proses ekstraksi daun stevia kering dihasilkan kristal glikosida yang terdiri dari beberapa komponen yaitu steviosida, steviolbiosida dan rebaudiosida A-E. Keseluruhan komponen ini disebut gula stevia atau steviose. Rahasia kemanisan stevia terletak pada molekul kompleksnya yang disebut steviosida yang merupakan glikosida disusun dari glukosa, sophorose dan steviol. Komponen utama stevisioda memiliki 200-300 kali kemanisan dari sukrose
[1]
(gula tebu) bersifat rendah kalori dan
non karsiogenik (Tjasadihardja, 1982 ;
Atmawinata dkk, 1984). Sehingga
tanaman ini dikenal dengan nama daun
gula. Penelitian medis juga
menunjukkan manfaat dari stevia dalam
mengobati obesitas, tekanan darah,
mencegah dan melawan diabetes, dan
memiliki sifat anti-virus. Stevia lazim
berfungsi sebagai pemanis alami untuk
orang diet karbohidrat. Namun
keengganan beberapa negara
menggunakan stevia sebagai pemanis
alami yang aman dicurigai ada unsur
melindungi bisnis aspartam. Saat ini,
rebiana merupakan nama dagang paten
untuk gula stevia. Merupakan
kerjasama The Coca-Cola Company dan
Cargill, sebagai bahan aditif makanan di
USA sejak 2009. Sementara di Jepang
sudah lama digunakan. Stevia lebih
manis dari pada pemanis merek Equal.
Hanya terasa sedikit pahit bila terlalu
banyak (Maiti and Purohit, 2008)
Dirjen Perkebunan pada tahun 1984
pernah memproyeksikan bila produksi
stevia sebesar 2000 kg daun
kering/tahun/ha dengan kandungan
pemanis 3 - 7 % maka produksi 1
hektar
stevia/tahun
dapat
menggantikan 2,5 – 6 ha tebu.
Masalah yang menyangkut
budidaya tanaman ini diantaranya
adalah perbanyakan. Perbanyakan
tanaman stevia dapat dilakukan dengan
biji, setek batang, pembelahan rumpun
dan kultur jaringan (Farida, 1986).
Perbanyakan dengan setek menjadi
penting untuk mempertahankan klon
unggul secara mudah dan sederhana,
apabila bahan tanaman terbatas.
Tirtoboma (1983) mengemukakan
bahan tanaman yang terbaik untuk
bahan setek adalah bagian pucuk
sepanjang 4-6 ruas dengan tidak
dirompes dan potongan batang
dicelupkan terlebih dahulu ke dalam
STEVIA
ISSN No. 2087-6939 Vol. I No. 01-Januari 2011
larutan IBA 600 ppm. Di lapangan, setek yang berasal dari 4 sampai 6 ruas akan membentuk pertanaman yang sangat bervariasi. Maka perlu diteliti panjang setek yang terbaik dalam ukuran sentimeter sehingga menjamin pertanaman yang lebih seragam.
Dalam penyetekan tanaman stevia diperlukan kelembaban dan suhu yang tinggi yakni antara 87-97 % dan suhu 25-29 oC sehingga dilakukan penutupan dengan sungkup plastik dan naungan (Balai Informasi Pertanian Ciawi, 1982)
Persoalan paling utama dalam penyetekan adalah terbentuknya akar. Makin banyak akar yang terbentuk maka bibit yang diperoleh makin kuat (Harjadi, 1983).
Faktor-faktor yang mempengaruhi perakaran adalah : 1) faktor tanaman yang mencakup kondisi fisiologis dan umur dari tanaman induk, adanya tunas dan daun pada setek, kandungan bahan makanan setek, kandungan zat tumbuh dan pembentukan kalus, 2) kondisi lingkungan selama penyetekan seperti media perakaran, air, temperatur udara dan tanah, kelembaban dan cahaya, 3) faktor pelaksanaan seperti perlakuan sebelum pengambilan setek, waktu pengambilan, pelukaan setek, penggunaan zat tumbuh dan fungisida serta kebersihan dan pemeliharaan setek (Rochiman dan Harjadi, 1973; Hartmann dan Kester, 1983). Selanjutnya Hartmann dan Kester (1983) menyatakan bahwa pemberian auxin pada setek dapat mengakibatkan pengembangan dan pembelahan sel-sel cortex, phloem dan kambium sehingga lapisan sel sclerenchym akan rusak dan akar mudah menembus ke luar. Auxin alami yang paling umum adalah asam indolasetat (IAA). Auxin sintetis seperti NAA dan IBA terbukti lebih efektif daripada IAA, karena mereka tidak dirusak oleh IAA oksidase atau enzim
[2]
lain sehingga lebih bertahan lama (Salisbury & Ross, 1978).
Sehubungan dengan hal-hal di atas perlu diketahui pengaruh panjang setek dan konsentrasi IBA serta interaksi keduanya terhadap produksi tanaman stevia dimana produksi stevia umumnya dalam bentuk daun kering.
Bahan dan Metode
Percobaan dilakukan di Desa Suka Makmur, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang dengan ketinggian tempat 950 m dpl. Bahan tanaman yang digunakan berupa setek cabang stevia klon BPP 72 dengan ukuran sesuai perlakuan, IBA, tanah berupa top soil : pupuk kandang ayam = 3:1, Urea, TSP dan Z, polibag ukuran 28 x 20 cm (terlipat) dan pestisida Curater 3 G dan Dithane M-45. Alat yang digunakan alat-alat pertanian, sungkup plastik, alat tulis, gelas ukur, oven Memmert Tipe B 30, timbangan digital.
Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama adalah panjang setek yaitu 3 cm, 5 cm, 7 cm dan 9 cm. Faktor kedua adalah konsentrasi IBA yaitu 0, 300 ppm dan 600 ppm. Potongan seteksetek diikat secukupnya kemudian dicelupkan bagian pangkalnya sesuai perlakuan selama 10 menit lalu dicelupkan sesaat pada larutan Dithane M-45 2 g/l air.
Ulangan ada 3 dimana tiap ulangan digunakan 3 polibag. Sehingga secara keseluruhan ada 12 x 3 x 3 = 108 polibag yang seluruhnya menjadi sampel yang diletakkan dalam sungkup. Pada hari ke-14 setelah tanam sungkup dibuka selama 2 jam pada pagi hari. Selanjutnya 4 jam pada hari ke-15, 6 jam pada hari ke-16 dan 8 jam pada hari ke-17. Mulai hari ke-18 sungkup dibuka seterusnya. Panen dilakukan saat
STEVIA
ISSN No. 2087-6939 Vol. I No. 01-Januari 2011
pertanaman 25% berbunga yang terjadi
pada hari ke-50 setelah tanam atau hari
ke-32 sejak sungkup dibuka. Parameter
yang diamati adalah jumlah
cabang/tanaman,
jumlah
daun/tanaman, jumlah akar/tanaman
dan berat kering daun (g/plot) setelah dioven 70oC selama 24 jam. Analisis
data dengan uji F dilanjutkan uji jarak
Duncan.
Hasil dan Pembahasan
Hasil pengamatan jumlah
cabang/tanaman,
jumlah
daun/tanaman, jumlah akar/tanaman,
berat kering daun (g/plot) dapat dilihat
pada Tabel 1 berikut.
Hasil analisis statistik dari data
menunjukkan bahwa perbedaan
panjang setek berpengaruh nyata
terhadap semua parameter. Tingkat
konsentrasi IBA hanya berbeda nyata
terhadap jumlah akar. Sedangkan
interaksi keduanya menunjukkan
perbedaan yang nyata terhadap tinggi
tanaman dan berat kering daun.
Dari data dapat dilihat bahwa
panjang setek 5 cm memberikan hasil
terbaik sedangkan panjang setek 3 cm
menunjukkan hasil terkecil. Hal ini
dimungkinkan karena panjang setek 5
cm adalah ukuran yang optimal dimana
bahan makanan yang dikandungnya
dapat
segera
membentuk
pertumbuhan. Sedangkan panjang setek
7 cm dan 9 cm lebih panjang sehingga
pembentukan akar tidak segera karena
setek masih banyak mengandung bahan
makanan.
[3]
STEVIA
ISSN No. 2087-6939 Vol. I No. 01-Januari 2011
Tabel 1. Pengaruh panjang setek dan konsentrasi IBA terhadap rata-rata tinggi tanaman umur 28 hari (cm), jumlah daun/tanaman, jumlah akar/tanaman, berat kering daun (g/plot)
Perlakuan
Tinggi
Jlh daun/ Jlh akar/ Brt
tanaman Tanaman tanaman kering
28 hari
daun (g/plot)
(cm)
Panjang setek
a 1 = 3 cm
20,87 c 53,56 b 17,76 c 1,66 c
a 2 = 5 cm
25,78 a 104,81 a 34,15 a 3,00 a
a 3 = 7 cm
24,76 b 83,37 a 29,30 b 2,41 ab
a 4 = 9 cm
24,95 ab 84,57 a 26,45 b 2,20 b
Konsentrasi IBA
b0 = 0 ppm 23,19 tn 76,83 t 17,82 a 2,25 tn
n
b1 = 300 ppm 24,14
82,78
28,61 b 2,23
b2 = 600 ppm 24,86
85,22
34,31 c 2,47
Kombinasi
a1b0
15,94 c 43,89 t 12,61 e 1,20 tn
n
a1b1
23,24 b 51,89
19,00 de 1,82
a1b2
23,35 ab 60,89
21,67 cd 1,96
a2b0
25,83 ab 102,22
24,67 cd 3,37
a2b1
23,78 ab 80,00
37,11 b 1,92
a2b2
27,72 a 131,22
46,22 a 3,69
a3b0
26,13 ab 86,34
15,56 a 2,45
a3b1
22,75 b 95,78
34,32 ba 2,63
a3b2
25,25 ab 68,00
38,00 ab 2,15
a4b0
24,72 ab 73,89
18,46 de 1,97
a4b1
27,22 a 99,45
29,56 be 2,55
a4b2
22,89 b 80,39
31,33 bc 2,09
Keterangan : Notasi yang berbeda pada satu kolom
menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5 %
Tinggi tanaman dari panjang setek 5 cm ternyata menjadi tidak berbeda nyata dengan tinggi tanaman yang berasal dari 7 cm dan 9 cm pada saat menjelang berbunga (28 hari). Artinya, dengan menggunakan panjang setek 5 cm pada akhirnya tinggi tanaman sama dengan panjang setek 7 dan 9 cm. Sehingga dapat disarankan penggunaan setek cukup 5 cm saja untuk menghemat bahan tanaman. Dari 4 sampai 6 ruas teratas bisa diperoleh setidaknya 2 setek.
Jumlah daun dan berat kering daun pada panjang setek 3 cm berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Jadi dapat dikatakan adanya hubungan antara tinggi tanaman, jumlah daun dan berat kering daun. Seperti yang disebutkan
Buana dan Gunadi (1985) bahwa pada
umumnya sampai batas tertentu makin
tinggi tanaman, makin banyak jumlah
daun sehingga makin tinggi pula berat
kering daun.
Tingkat konsentrasi IBA ternyata
hanya menambah jumlah akar atau
pertumbuhan ke bawah tetapi tidak
mempengaruhi
secara
nyata
pertumbuhan bagian atas tanaman.
Heddy (1996) menyebutkan konsentrasi
auksin yang merangsang pertumbuhan
akar akan sangat rendah untuk
merangsang pertumbuhan batang
demikian pula sebaliknya. Perlakuan
terbaik adalah konsentrasi IBA sebesar
600 ppm.
Interaksi antara perlakuan panjang
setek dan konsentrasi IBA menunjukkan
adanya perbedaan yang nyata terhadap
tinggi tanaman dan jumlah akar. Dapat
dilihat pula bahwa perlakuan a2b2
adalah perlakuan kombinasi yang
terbaik. Hal ini disebabkan panjang
setek 5 cm adalah yang terbaik dan
perlakuan konsentrasi IBA 600 ppm
adalah yang terbaik.
Panjang setek berhubungan dengan
bahan makanan yang dikandung
dimana bahan ini akan mempengaruhi
pertumbuhan tunas dan akar.
Sedangkan IBA merangsang
terbentuknya akar lebih banyak.
Hartmann dan Kester (1983)
menyatakan bahwa pertumbuhan tunas
yang baik menyebabkan pertumbuhan
daun juga baik sehingga proses
fotosintesa akan baik, akibatnya
karbohidrat yang dihasilkan lebih
banyak. Karbohidrat ini sebagian
digunakan untuk pembentukan akar
sehingga terbentuknya akar yang baik
menyebabkan penyerapan unsur hara
dan air akan lebih banyak sehingga
pertumbuhan tunas akan baik pula.
[4]
Kesimpulan dan Saran
Produksi stevia yakni berat kering daun yang terbaik diperoleh pada perlakuan panjang setek 5 cm dengan konsentrasi IBA 600 ppm. Maka dapat disarankan penggunaan setek cukup 5 cm saja untuk menghemat bahan tanaman. Dari 4 sampai 6 ruas teratas bisa diperoleh setidaknya 2 setek.
Daftar Pustaka
Atmawinata ,O, Tamzil Muhammad, Darnoko dan Soewarno T. Soekarto. 1984. Tingkat
Manisnya Gula Stevia Terhadap Sukrose, Menara Perkebunan 52(2): 52-56
Balai Informasi Pertanian Ciawi, 1982. Mengenal Pemanis Alami Stevia rebaudiana Bertoni M.
Buana, L dan DH.Goenadi, 1985. Studi
Tentang
Korelasi
Antara
Pertumbuhan Dan Produksi
Tanaman Stevia, Menara
Perkebunan 53(3):68-71
Dirjen Perkebunan Jakarta, 1984. Program Peningkatan Produksi Stevia di Masa Mendatang , Bahan untuk pertemuan Teknis Penelitian dan Pengembangan Stevia di Bogor
Farida, 1986. Menanam Stevia Manis,Trubus No.196/Thn.XVII 1 Maret 1986
Hartmann,HT and Dale E.Kester, 1983. Plant Propagation Principles and Practices, Prentice-Hall, Inc. Englewood Cliffs, New Jersey.
Harjadi, S.S. Agronomi, Jakarta
1983. Penerbit
Pengantar Gramedia
Heddy, S. 1986. Hormon Tumbuhan, Penerbit Rajawali Jakarta
STEVIA
ISSN No. 2087-6939 Vol. I No. 01-Januari 2011
Kawatani, T.Kaneki and Tanase T. 1973. Cultivation of Stevia rebaudiana Bertoni M., Japan Journal Tropical Agriculture 17(2): 125-130
Liz, 1984. Stevia atau Cae-he-he, Intisari Juni 1984
Maiti, RK and S.S. Purohit . 2008. Stevia a miracle plant for human health, Agrobios India
Salisbury, FB and Cleon W.Ross. 1978. Plant Physiology, Wadsworth PublishingCompany, Inc, Balmont, California
Tirtoboma . 1983. Konsep Pemikiran Tentang Budidaya Tanaman Stevia rebaudiana
Bertoni M. Pertemuan regular Staf Peneliti dan Teknis BPP Bogor, 4 Juni 1983
Tjasadihardja. 1982. Stevia rebaudiana Bertoni M, Sumber Daya Pemanis Baru, BPP Bogor Ceramah N0.13/1982.
Rochiman, K dan S.Setyati Harjadi.
1973.
Pembiakan Vegetatif,
Pengantar Agronomi Fakultas
Pertanian IPB
Wardhana. 1986. Stevia Sumber Bahan Pemanis Alami, Asri No.43: 1-31 Oktober 1986
Wikipedia, 2008. wikipedia+stevia
http://
[5]