Characterization of Morphology, Anatomy, and Phytochemical Content of Caricature Plant

(1)

KARAKTERISASI MORFOLOGI, ANATOMI, DAN

KANDUNGAN FITOKIMIA TANAMAN HANDEULEUM

(

Graptophyllum Pictum

L. Griff)

DIAN NOVITA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Karakterisasi Morfologi, Anatomi, Dan Kandungan Fitokimia Tanaman Handeuleum (Graptophyllum Pictum L. Griff) adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk karya apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, September 2011

Dian Novita


(3)

ABSTRACT

DIAN NOVITA. Characterization of Morphology, Anatomy, and Phytochemical Content of Caricature Plant (Graptophyllum Pictum L. Griff) supervised by NURUL KHUMAIDA, MUNIF GHULAMAHDI, M. SYAKIR.

Graptophyllum pictum L. Griff, called caricature plant is commonly used as medicinal plant. Caricature plant is indigenous plant as was reported to prosses that can function as uncer, laxative, and menstruation problem. However, there were very limited information about caricature plant accession with high biomass and high phytochemical content. Therefore exploration to habitat of caricature plant or their production site is needed to obtain caricature plant accessions with high biomass and high phytochemical content. The objective of this study was to explore the diversity of caricature plant accessions, morphology, anatomy, and phytochemicals caricature plant. This study also objected to analize and the similarity level of 32 caricature plant accesions, and study the agroecological correlation with morphology, anatomy, and phytochemicals contents of those accessions. The research was conducted in Indonesian Medicinal and Aromatics Crop Research Institute (IMACRI) Cimanggu Bogor. The study was started in June 2008 until September 2009. Plant material use in this study was stem cutting of caricature plant from various locations which previous explorased by KKP3T research team, include West Java, Central Java, East Java, Central Kalimantan, South Kalimantan, Ambon, Papua, and IMACRI collections. This experiment was arranged in completely randomized design with single factor (32 caricature plant accessions based on area of origin) and two replications. One replication consisted of 10 plants. The results showed caricature plants fom different location have similarity with plant morphology include sectional stem cross shape, the surface of the stem, branching, leaf base shape, nervatio, and leaf abaxial surface. The diversity of plant morphology shape of leaves and leaf edges. Leaf anatomy analysis result showed that leaf thickness was similar between handeuleum accessions originated from various locations. In contrast, there was variation in the stomatal density of handeuleum accessions. Phytochemical analysis of caricature plant leaves showed that all of the caricature plant accessions have high alkaloids and glycosides content. There were variations in saponin, tanin, phenolic, flavonoids, triterpenoids, steroid content of caricature plant accessions.

Key words: handeuleum, characterization, alkaloid, stomata


(4)

RINGKASAN

DIAN NOVITA. Karakterisasi Morfologi, Anatomi, dan Kandungan Fitokimia Tanaman Handeuleum (Graptophyllum Pictum L. Griff) Dibimbing oleh NURUL KHUMAIDA, MUNIF GHULAMAHDI, M. SYAKIR.

Graptophyllum pictum L. Griff atau lebih dikenal dengan nama handeuleum merupakan salah satu tanaman obat yang sering digunakan untuk pengobatan. Tanaman handeuleum merupakan tanaman asli Indonesia dan diduga berasal dari Irian Jaya. Tanaman handeuleum menghasilkan daun yang dapat berfungsi sebagai obat seperti wasir, darah tinggi, borok, bisul, pencahar, obat sakit telinga, dan melancarkan haid. Informasi tentang aksesi tanaman handeuleum yang memiliki biomassa, dan kandungan fitokimia tertinggi sampai saat ini masih minim. Untuk itu perlu adanya upaya eksplorasi ke lokasi tumbuh atau sentra produksi tanaman kemudian dilakukan karakterisasi untuk mendapatkan aksesi tanaman handeuleum yang mempunyai biomassa dan kandungan fitokimia tertinggi.

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan keragaman aksesi tanaman handeuleum melalui eksplorasi ke beberapa daerah sentra/lokasi tumbuh, mempelajari karakteristik morfologi, anatomi, dan fitokimia tanaman handeuleum, menganalisis tingkat kemiripan 32 aksesi tanaman handeuleum, dan mempelajari hubungan agroekologi dengan morfologi, anatomi, dan fitokimia tanaman handeuleum.

Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balittro) Cimanggu Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Juni 2008 sampai dengan September 2009. Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian adalah setek tanaman handeuleum dari berbagai lokasi hasil eksplorasi sebelumnya oleh Team Peneliti KKP3T antara lain: Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Ambon, Papua, dan koleksi Balittro. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan faktor tunggal 32 aksesi dari daerah yang berbeda. Perlakuan ini diulang dua kali, dan setiap ulangan terdiri dari 10 tanaman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman handeuleum yang berasal dari berbagai lokasi memiliki kesamaaan morfologi tanaman pada bentuk penampang melintang batang, permukaan batang, percabangan, bentuk pangkal daun, bentuk ujung daun, susunan tulang daun, dan permukaan daun. Keragaman morfologi tanaman terlihat pada bentuk bangun daun dan tepi daun tanaman. Pengamatan terhadap anatomi tanaman memberikan hasil bahwa tanaman handeuleum dari 32 lokasi memiliki tebal daun yang tidak berbeda nyata. Namun demikian peubah jumlah stomata, menunjukkan keragaman pada aksesi yang berasal dari tempat berbeda. Pengamatan terhadap fitokimia 32 aksesi handeuleum menunjukkan bahwa kandungan senyawa alkaloid dan glikosida sangat tinggi pada semua aksesi. Senyawa saponin, tanin, fenolik, flavonoid, triterpenoid, dan steroid pada aksesi yang berasal dari lokasi berbeda, memiliki kandungan fitokimia yang berbeda.


(5)

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta Dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan sebagian besar pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis dalam bentuk apapun tanpa seijin IPB.


(6)

KARAKTERISASI MORFOLOGI, ANATOMI, DAN

KANDUNGAN FITOKIMIA TANAMAN HANDEULEUM

(

Graptophyllum Pictum

L. Griff)

DIAN NOVITA

Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Mayor Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(7)

(8)

Judul Tesis : : Karakterisasi Morfologi, Anatomi, dan Kandungan Fitokimia Tanaman Handeuleum (Graptophyllum Pictum L. Griff) Nama : Dian Novita

NRP : A252070061

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Nurul Khumaida, M.Si. Ketua

Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S. Anggota

Dr. Ir. M, Syakir M.S. Anggota

Diketahui Koordinator Mayor Agronomi dan Hortikultura

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.

Tanggal Ujian: 28 September 2011


(9)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas segala rahmat-Nya penulisan tesis ini berhasil diselesaikan. Tesis ini berjudul Karakterisasi Morfologi, Anatomi, dan Kandungan Fitokimia Tanaman Handeuleum (Graptophyllum Pictum L. Griff). Penelitian ini mendapatkan bantuan pendanaan dari hibah penelitian KKP3T tahun 2009 -2010.

. Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Nurul Khumaida, M.Si., Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S dan Dr. Ir. M, Syakir M.S. atas bimbingannya selama penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Rahmi Yunianti, SP. M.Si selaku dosen penguji luar komisi atas masukan dan saran yang diberikan demi kesempurnaan tesis ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Eny Widajati, MS dari Mayor Agronomi dan Hortikultura.

Penghargaan penulis sampaikan kepada Team KKP3T dan BALITTRO yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini, Ibu Natalini Nova Kristiana, Ibu Tri Lestari, Ibu Dewi Sartiami dan staf kebun, Pak Asep dan Pak Otong. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Penanggung Jawab Laboratorium Ekofisiologi Bapak Prof. Dr. Bintoro Djoefrie, yang telah memberikan izin penggunaan fasilitas laboratorium untuk peng amatan penelitian. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada Pak Joko teknisi laboratorium ekofisiologi yang telah banyak membantu dalam preparasi mikroteknik.

Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada rekan-rekan seperjuangan, ayunda Karlin Agustina, Danner Sagala, Arrin Rosmala, Leo Mualim, Peny Lestari, Joan Joulanda Grace Kailola, Aries Kusumawati, Pienyani Rosawanti, Puji Lestari, Richenly Nanlohy, Odit Ferry, Syukur Karamang, Tisna Prasetyo, mbak Arifah, mbak Selvi, kak Ismadi, kak Alwi, Isnaini, mbak Susi, rekan-rekan mayor AGH, PBT, teman-teman di Jaikers dan Twinhouse serta kepada semua sahabat yang namanya tidak disebutkan namanya satu persatu.

Terakhir penulis mengucapkan terima kasih kepada keluargaku, Bapak, Mom, ayunda Lilia Desnatia, Atika Chandra, Sri Armedia, dan kakanda Adriansyah, adikku Yenny Pusvyta, Barika, Selvita, Anita, Wina, mas Purwasi, Wie dan keponakanku Kiki, Aldi, Kevin dan Athaya Putri, terima kasih atas doa, dukungan dan kasih sayang yang tidak pernah berhenti mengalir. Semoga Karya Ilmiah ini bermanfaat, Amien.

Bogor, September 2011


(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Palembang tanggal 28 November 1973 dari ayah H. Agusnie dan ibu Hj. Kalsum. Penulis merupakan anak bungsu dari lima bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Agronomi Jurusan Budidaya Tanaman Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya, dan lulus tahun 1996.

Penulis bekerja sebagai Dosen PNSD Kopertis Wilayah II Sumatera Bagian Selatan dipekerjakan di Universitas Ratu Samban Bengkulu Utara. Selanjutnya, pada tahun 2007 penulis melanjutkan studi pada Sekolah Pascasarjana IPB mengambil program magister pada mayor Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 3

Hipotesis ... 3

Kerangka Pemikiran ... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Tanaman Handeuleum (Graptophyllum pictum (Linn) Griff.) ... 5

Manfaat Tanaman Handeuleum ... 6

Agroekologi Lingkungan Tumbuh Handeuleum ... 8

Kandungan Fitokimia Handeuleum ... 9

Keragaman Tanaman ... 12

METODE PENELITIAN ... 14

Waktu dan Tempat ... 14

Bahan dan Alat ... 14

Metode Penelitian ... 14

Pelaksanaan Penelitian ... 17

Pengamatan Penelitian ... 17

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

Kondisi Umum ... 22

Morfologi Tanaman Handeleum ... 23

Anatomi Tanaman Handeuleum ... 33

Kandungan Fitokimia ... 35

Produksi Tanaman ... 37

Korelasi Bobot Tanaman, Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun ... 39

Kemiripan Tanaman berdasarkan Karakter Morfologi, Anatomi, dan Fitokimia ... 40

KESIMPULAN DAN SARAN ... 48

Kesimpulan ... 48

Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 49


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Daftar Aksesi Tanaman Handaeleum... 15

2. Tinggi, panjang ruas, diameter batang, dan jumlah cabang handeuleum pada 4 bst ... 27

3. Keragaan peubah daun tanaman handeuleum pada 4 bst ... 31

4. Tebal daun dan kerapatan stomata 32 aksesi handeuleum ... 34

5. Keragaan kandungan fitokimia 32 aksesi handeuleum ... .. 36

6. Bobot tanaman, bobot basah dan bobot kering 32 aksesi handeuleum ... . 38

7. Matrik korelasi tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah daun, berat basah daun dan bobot kering produksi ... 39


(13)

DAFTAR GAMBAR

halaman

1. Diagram alur pemikiran ... 4

2. Ilustrasi lintasan metabolik primer pada tanaman ... 11

3. Skema tahapan penelitian ... 16

4. Bentuk bangun daun ... 18

5. Bentuk pangkal daun ... 18

6. Bentuk ujung daun ... 19

7. Susunan tulang daun ... 19

8. Bentuk tepi daun ... 19

9. Kondisi lingkungan tumbuh penelitian ... 22

10.Keragaan beberapa aksesi handeleum di lokasi penelitian ... 22

11.Keragaan batang 32 aksesi handeleum ... 23

12.Grafik pertumbuhan 32 aksesi handeleum ... 25

13.Keragaan 32 aksesi handeleum ... 28

14.Keragaan bangun daun 32 aksesi handeleum... 29

15.Keragaan pucuk 32 aksesi handeleum ... 32


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

halaman

1. Data klimatologi wilayah Bogor ... 52

2. Sidik ragam tinggi tanaman handeleum ... 53

3. Sidik ragam panjang ruas batang handeleum ... 54

4. Sidik ragam diameter batang tanaman handeleum... 55

5. Sidik ragam jumlah cabang tanaman handeleum ... 56

6. Sidik ragam jumlah ruas tanaman handeleum.. ... 57

7. Sidik ragam jumlah daun tanaman handeleum ... 58

8. Sidik ragam panjang daun daun handeleum... 59

9. Sidik ragam lebar daun tanaman handeleum ... 60

10.Sidik ragam panjang tangkai daun handeleum ... 61

11.Sidik ragam tebal daun tanaman handeuleum ... 62

12.Sidik ragam jumlah stomata ... 63

13.Tahapan penanaman tanaman handeleum ... 64


(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia termasuk salah satu pusat (mega center) keanekaragaman hayati. Meskipun mempunyai keanekaragaman hayati yang melimpah namun sebagian besar belum diketahui manfaatnya. Kekayaan alamnya yang melimpah dan belum termanfaatkan secara optimal, mempunyai potensi yang tinggi untuk digunakan sebagai lahan pengembangan industri herbal medicine dan health food yang berorientasi ekspor (Pusat Studi Biofarmaka IPB 2008).

Indonesia memiliki lebih dari 30.000 spesies tanaman dan 940 species diantaranya diketahui berkhasiat sebagai obat (Pusbalitbangtri 1992). Keanekaragaman hayati Indonesia diperkirakan terkaya kedua setelah Brazil (Fellows 1992). Potensi yang besar ini jika tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya sudah pasti tidak akan mempunyai faedah yang besar, sehingga harus dipikirkan agar penggunaan tanaman obat disertai pula dengan usaha pelestariannya untuk menunjang penggunaan yang berkelanjutan (Padmawinata 1995).

Perkembangan industri herbal medicine dan health food di Indonesia dewasa ini meningkat dengan pesat. Pemanfaatan sumberdaya alam hayati, khususnya dari jenis biofarmaka akan terus berlanjut, sehubungan tradisi kebudayaan memakai obat tradisional. Kecenderungan ini telah meluas ke seluruh dunia dan dikenal sebagai gelombang hijau baru new green wave atau trend gaya hidup kembali ke alam back to nature (Pusat Studi Biofarmaka IPB 2008).

Jika dibandingkan dengan obat alami asal China atau negara-negara lain, obat alami asal Indonesia tidak berkembang sepesat obat alami asal China. Ada beberapa titik lemah, selain faktor kurangnya kepercayaan masyarakat, pengobatan dengan bahan alami Indonesia belum memiliki tradisi pendokumentasian. Hal ini berbeda dengan China yang terdokumentasi melalui proses sosialasi, menciptakan unit disiplin tersendiri untuk kemudian membentuk tradisi keilmuan Timur dengan standard khusus (Maheswari 2002).

Graptophyllum pictum L. Griff atau lebih dikenal dengan nama handeuleum merupakan salah satu tanaman obat yang secara empiris sering digunakan untuk pengobatan. Tanaman handeuleum merupakan tanaman asli


(16)

Indonesia dan diduga berasal dari Irian Jaya (Heyne 1987). Tanaman ini telah banyak dibudidayakan di India dan Malaysia. Di Indonesia tanaman ini belum banyak dibudidayakan dan umumnya dijumpai sebagai tanaman liar, tanaman pagar dan tanaman hias (Isnawati dan Soediro 2003).

Kebutuhan daun handeuleum (Graptophyllum pictum) untuk bahan baku industri obat tradisional Indonesia sekitar 30 ton/tahun. Beberapa perusahaan yang membutuhkan daun tanaman ini antara lain Sidomuncul dan Indo Farma masing-masing satu sampai dua ton daun handeuleum setiap bulan (Pusat Studi Biofarmaka IPB 2008).

Tanaman handeuleum menghasilkan daun yang dapat berfungsi sebagai obat, antara lain untuk obat luar terutama wasir, darah tinggi, borok, bisul, pencahar, obat sakit telinga, dan dapat melancarkan haid (Wijayakesuma et al. 1992). Hasil pengujian tingkat toksisitas menunjukkan bahwa daun tanaman handeuleum tergolong aman dan tidak beracun (Dzulkarnain et al. 1996)

Kandungan kimia handeuleum adalah saponin, flavanoid, tannin, glikosida dan alkaloid. Alkaloid tertentu mempunyai kemampuan mengurangi rasa nyeri dan bersifat sebagai penenang. Efek analgesik ditunjukkan dengan penurunan nilai ambang nyeri setelah pemberian ekstrak etanol daun handeuleum pada dosis 3 mg/kg berat badan. Dosis ini setara dengan pemberian aspirin 125 mg/kg berat badan. Fraksi alkaloid dari ekstrak etanol daun handeuleum bekerja dengan cara menghambat pembentukan prostaglandin. Ada kaitan antara dosis fraksi alkaloid daun ungu dengan hambatan prostaglandin (Kalsum 2008).

Ada beberapa jenis tanaman handeuleum antara lain berdaun ungu, hijau, ungu variegata, dan hijau varigata. Tanaman yang biasanya digunakan sebagai obat adalah jenis handeuleum Graptophyllum pictum (L.) Griff. var luridosanguineum Sim (Dalimarta 2002). Tanaman ini berdaun ungu gelap (Isnawati 2003).

Graptophyllum pictum (L.) Griff dikenal dengan nama daerah handeuleum (Sunda), daun ungu, daun wungu, tulak, demung, tulak keraton, puding perada, poksor dan dungu (Jawa), dangora (Melayu), temen-temen (Bali), karoton (Madura) (Isnawati dan sudiro 2003). Di Sumatera dengan nama pudin (Aceh) (BPPT 2008), kadi-kadi, daun alifu (Maluku-Ternate), daun alifuru (Ambon) dan


(17)

daun nyeri hate (Sumbawa, Nusa Tenggara). Selama ini tanaman handeuleum dijadikan tanaman hias karena daunnya berwarna merah tua dengan helaian daunnya yang lonjong lebar. Handeuleum biasanya ditanam bergerombol di pagar-pagar atau di pot besar. Daunnya indah, ada yang memiliki warna daun kuning bercak putih, ada juga yang berwarna merah berbintik hijau atau coklat sawo matang.

Untuk memenuhi peningkatan kebutuhan bahan tanaman sebagai bahan obat tradisional handeuleum dimasa mendatang, diperlukan informasi yang lebih lengkap tentang budidaya handeuleum (Djazuli dan Fathan 1999). Informasi tentang aksesi tanaman handeuleum mana yang memiliki biomassa, dan kandungan fitokimia tinggi sampai saat ini masih minim. Untuk itu perlu adanya upaya eksplorasi ke lokasi tumbuh atau sentra produksi tanaman kemudian dilakukan karakterisasi untuk mendapatkan aksesi tanaman handeuleum yang mempunyai biomassa dan kandungan fitokimia tinggi.

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah: 1) meningkatkan keragaman aksesi tanaman handeuleum melalui eksplorasi ke beberapa daerah sentra/lokasi tumbuh, 2) mempelajari karakteristik morfologi, anatomi, dan fitokimia tanaman handeuleum, 3) menganalisis pertumbuhan dan pola kemiripan 32 aksesi handeuleum, dan 4) mempelajari hubungan morfologi, anatomi, dan fitokimia tanaman handeuleum.

Hipotesis

Hipotesis penelitian ini yaitu: 1) terdapat perbedaan penampilan morfologi, anatomi, laju pertumbuhan dan kandungan fitokimia tanaman handeuleum yang berasal dari beberapa lokasi berbeda, 2) lokasi asal aksesi akan mempengaruhi kemiripan tanaman handeuleum, dan 3) terdapat hubungan agroekologi dengan morfologi, anatomi, dan fitokimia tanaman handeuleum.


(18)

Kerangka pemikiran

Tanaman handeleum diduga merupakan tanaman asli Indonesia’ memiliki

kandungan bioaktif tinggi dan dapat digunakan sebagai obat. Tanaman handeleum belum banyak dibudidayakan secara intensif. Oleh karena itu perlu dilakukan eksplorasi untuk meningkatkan keragaman tanaman dan untuk mendapatkan tanaman yang memiliki kandungan fitokimia dan biomassa tinggi. Diagram alur pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram alur pemikiran

Kekayaan hayati Indonesia tinggi

Tanaman handeuleum berpotensi untuk dikembangkan sebagai obati wasir dan sudah digunakan untuk industri obat

Mengumpulkan aksesi melalui eksplorasi Perlu dilakukan upaya untuk menambah keragaman

Masalah : belum banyak dibudidayakan, perbanyakan dilakukan secara vegetatif sehingga keragaman sempit,

dan serangan hama tinggi

Upaya untuk meningkatkan keragaman yang nantinya diharapkan akan mendapatkan kandidat aksesi yang mempunyai

kandungan fitokimia dan biomassa tinggi


(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Handeuleum (Graptophyllum pictum (Linn) Griff.)

Handeuleum dikenal sebagai Caricature plant (Inggris), Gertenschriftblatt

(Jerman). Indonesia sendiri memiliki berbagai macam nama daerah: handeuleum,

daun temen-temen (Sunda), daun putri (Ambon), temen (Bali), kabi-kabi

(Ternate) dan dongo-dongo (Tidore). Masyarakat Madura menyebutnya karoton

dan karotong. Daerah Jawa mengenal daun ini dengan nama daun ungu, demung,

tulak, dan wungu (Heyne 1987).

Menurut United States Department of Agriculture (USDA) (2008), taksonomi handeuleum sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Superdivisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Dicotyledonae

Subkelas : Asteridae

Ordo : Scrophulariales

Family : Acanthaceae

Genus : Graptophyllum

Spesies : Graptophyllum pictum (L.) Griff

Handeuleum merupakan tumbuhan perdu yang memiliki batang tegak (BPPT 2008). Tanaman ini berbentuk perdu dan tumbuh lurus dengan ketinggian berkisar antara 1.5-3 m (Heyne 1987). Tanaman ini memiliki batang berkayu, cabang bersudut tumpul, berbentuk galah dan beruas rapat (Lenny 2006).

Daun mempunyai struktur posisi daun yang letaknya berhadap-hadapan. Sebagai tanaman penghasil daun, pemanenan seringkali dilakukan secara bertahap. Pemanenan yang dilakukan dengan pemangkasan bagian vegetatif dapat merangsang pembentukan cabang baru (Dalimarta 2002). Daun tunggal bertangkai pendek, bulat telur sampai lanset. Ujung dan pangkal runcing, tepi


(20)

bergelombang, pertulangan menyirip, panjang 8-20 cm, lebar 3-13 cm, permukaan atas warnanya ungu mengkilap, kulit dan daun berlendir (Lenny 2006).

Pembungaan majemuk, keluar dari ujung batang, tersusun dalam rangkaian berupa tandan yang panjangnya 3-12 cm, berwarna merah keunguan (Lenny 2006). Bunga bersusun dalam satu rangkaian tandan yang berwarna merah tua (Dalimarta 2002). Tumbuhan ini berbunga sepanjang tahun, namun di Jawa jarang sekali menghasilkan buah. Buah berbentuk lonjong, warnanya ungu kecoklatan. Biji kadang-kadang dua, bentuknya bulat, warnanya putih (Dalimarta 2002). Rasa buahnya kurang enak (Lenny 2006).

Penelitian yang dilaksanakan di Balittro Bogor mulai bulan Agustus 1997 sampai Januari 1998 menunjukkan bahwa terdapat interaksi yang nyata antara perlakuan pemupukan dengan pemangkasan terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman handeuleum. Pemupukan NPK dan pupuk kandang meningkatkan produktivitas dan status hara tanaman handeuleum. Perlakuan pemangkasan dapat meningkatkan bobot daun secara nyata. Produktivitas tanaman tertinggi diperoleh pada perlakuan kombinasi pemangkasan dan pemupukan terutama pupuk kandang dan panen awal dengan cara pemangkasan antara umur 2-4 bulan setelah tanam (Djazuli dan Fathan 1999).

Manfaat Tanaman Handeuleum

Komoditas tanaman obat unggulan versi Badan POM (2001) telah ditetapkan yaitu sambilito, pegagan, jati belanda, tempuyung, temulawak, handeuleum, cabe jawa, sanrego, pasak bumi, pace, daun jinten, dan kencur. Teknologi budidaya untuk sebagian komoditas sudah tersedia. Hasil penelitian menjelaskan bahwa fraksi alkaloid dari ekstrak handeuleum memiliki efek analgesik atau anti inflamasi pada hewan percobaan. Efek analgesik ditunjukkan dengan penurunan nilai ambang nyeri setelah pemberian ekstrak alkaloid handeuleum (Kalsum 2008).

Ekstrak etanol daun handeuleum dapat menurunkan kadar total lipid serum darah dari 564 mg/dl menjadi 483 mg/dl dan menurunkan kadar kolesterol LDL serum darah dari 35.4 mg/dl menjadi 24.4 mg/dl. Ekstrak etanol daun handeuleum walau tidak secara nyata berpengaruh terhadap HDL juga dapat menurunkan kadar LDL dari 52.4 mg/dl menjadi 49.8 mg/dl. Kesimpulan dari penelitian ini


(21)

bahwa pemberian ekstrak etanol daun handeuleum mampu menurunkan kadar total lipid dan kolesterol LDL serta tidak berpengaruh terhadap kadar HDL

(Mu’minah 2007).

Penelitian lain yang dilakukan oleh Kumuma (2006) diperoleh hasil bahwa ekstrak etanol daun handeuleum mampu menurunkan kadar kolesterol dan berat badan mencit yang diovariektomi. Pemberian ekstrak etanol daun handeuleum mampu menurunkan kadar kolesterol serum darah dengan kadar kolesterol dari 111.5 mg/dl menjadi 81.7 mg/dl dan menurunkan berat badan mencit yang diovariektomi dari 28.742 g menjadi 27.704 g.

Ekstrak daun handeuleum (Graptophyllum pictum (L.) Griff) pada konsentrasi 0.5 mg/0.05 ml minyak zaitun mempunyai efek estrogenik yang paling baik pada uterus dibandingkan ekstrak daun handeuleum 0.1 mg/0.05 ml minyak zaitun dan ekstrak daun handeuleum 1 mg/0.05 ml minyak zaitun. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan diameter, tebal lapisan mukosa, panjang sel epitel rongga dan kelenjar, tetapi tidak meningkatkan tebal lapisan otot sirkuler. Efek estrogenik ekstrak daun handeleum lebih rendah bila dibandingkan efek estrogenik dari ethinyl estradiol (Suhargo 2005).

Bagian tanaman handeuleum yang digunakan untuk mengobati penyakit wasir atau hemorrhoid antara lain daun, kulit batang dan bunganya. Daun berkhasiat untuk mengatasi wasir (hemorrhoids) dan sembelit (konstipasi), bunganya untuk mengatasi datang haid tidak lancar. Cara pemakaian daun yaitu daun segar sebanyak 10-15 g direbus lalu diminum. Untuk pemakaian luar, daun atau kulit batang secukupnya dibersihkan lalu diperas. Gunakan untuk menutup bisul, borok, luka, sakit telinga, payudara bengkak karena bendungan asi atau bagian tubuh yang bengkak (memar) akibat terbentur benda keras atau terpukul. Air perasan daun untuk sakit telinga. Rebusan daun wungu dapat menghilangkan gejala hemorrhoids) eksternum derajat II (Sardjono et al. dalam Dalimarta 2008).

Agroekologi Lingkungan Tumbuh Handeuleum

Pengembangan obat tradisional juga didukung oleh Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang fitofarmaka, yang berarti perlu adanya pengendalian mutu simplisia yang akan digunakan untuk bahan baku obat atau sediaan galenik. Salah satu cara untuk mengendalikan mutu simplisia adalah dengan melakukan standarisasi simplisia dan ekstrak (sediaan galenik), karena khasiat suatu tanaman tergantung pada kandungan kimianya, dimana kandungan


(22)

kimia ini dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain tempat tumbuh, iklim, curah hujan, dan cara panen.

Pengembangan komoditas pertanian pada wilayah yang sesuai dengan tanaman akan memberikan hasil yang optimal dengan kualitas prima. Selain itu yang tidak kalah pentingnya adalah aspek managemen dalam mengelola lahan yang didasarkan pada sifat-sifat lahan untuk mencapai produktivitas yang berkelanjutan (Djaenudin et al. 2002). Pemilihan lahan yang sesuai untuk diusahakan pada suatu kawasan ditentukan berdasarkan pada keadaan lereng, tekstur, tingkat kemasaman dan suhu (Amien 1997).

Handeuleum cocok tumbuh di daerah dataran rendah sampai ketinggian 1.250 meter di atas permukaan laut (BPPT 2008).Tanaman handeuleum banyak terdapat di daerah subur berhawa panas hingga sejuk. Tanaman ini tumbuh baik pada tempat terbuka yang terkena sinar matahari, dengan iklim kering atau lembab. Tanaman ini tersebar di negara India, Malaysia, Siam, serta hampir tersebar di seluruh Indonesia (Isnawati dan Sudiro 2003).

Semua tanaman berinteraksi satu sama lain dengan lingkungan sejenisnya (tanaman yang sama), dengan tanaman lain dan dengan lingkungan fisik tempat hidupnya. Dalam proses interaksi ini, tanaman saling mempengaruhi satu dengan lainnya dan dengan lingkungan sekitarnya. Demikian pula berbagai faktor lingkungan mempengaruhi kegiatan hidup tanaman (Jumin 2002).

Sistem pertanian yang efisien, berproduksi tinggi dan berkelanjutan dapat dicapai antara lain dengan memanfaatkan sumber daya lahan berdasarkan karakteristik, kemampuan dan kesesuaiannya (Syafrudin et al. 2004). Untuk tumbuh, dan berproduksi tinggi dengan kualitas hasil yang baik, maka tanaman harus dibudidayakan pada lingkungan yang sesuai (Amien 1994).

Dalam kaitannya dengan pengembangan potensi wilayah untuk sektor pertanian, keragaman sifat lahan akan sangat menentukan jenis komoditas yang dapat diusahakan serta tingkat produktivitasnya. Hal ini disebabkan setiap komoditas pertanian memerlukan sifat lahan yang spesifik untuk dapat tumbuh dan berproduksi dengan optimal (Djaenudin et al. 2000).

Kaitan faktor-faktor lingkungan satu sama lainnya mempengaruhi fungsi fisiologis dan morfologis tanaman. Respon tanaman sebagai akibat faktor


(23)

lingkungan terlihat pada penampilan tanaman (performance). Tanaman berusaha menanggapi kebutuhan khususnya selama siklus hidup, kalau faktor lingkungan tidak mendukung. Tanggapan ini dapat terlihat berupa perubahan morfologis ataupun proses fisiolgis. Walaupun genotipenya sama, pada lingkungan yang berbeda, penampilan tanaman akan berbeda pula (Jumin 2002).

Standarisasi diperlukan agar dapat diperoleh bahan baku yang seragam yang akhirnya dapat menjamin efek farmakologi tanaman tersebut. Masalah yang dihadapi adalah bagaimana dapat menentukan keseragaman mutu simplisia dan ekstrak suatu tanaman yang tumbuh dari beberapa daerah yang mempunyai ketinggian, keadaan tanah dan cuaca yang berbeda.

Kandungan Fitokimia Handeuleum

Senyawa fitokimia sebagai senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman mempunyai peranan yang sangat penting bagi kesehatan termasuk fungsinya dalam pencegahan terhadap penyakit degeneratif. Beberapa senyawa fitokimia yang diketahui mempunyai fungsi fisiologis adalah karotenoid, fitosterol, saponin, glikosinolat, polifenol, inhibitor protease, monoterpen, fitoestrogen. sulfida, dan asam fitat. Kandungan kimia handeuleum adalah saponin, flavanoid, tannin, glikosida dan alkaloid. Alkaloid tertentu mempunyai kemampuan mengurangi rasa nyeri dan bersifat sebagai penenang (Badan POM 2001).

Pemeriksaan terhadap golongan senyawa kimia menunjukkan adanya golongan antosianin, leukoantosianin. Pemeriksaan secara kualitatif dengan reaksi warna dan kromatografi kertas ditemukan tanin galat, sedangkan pemeriksaan asam fenolat dari ekstrak 95 % menggunakan kromatografi kertas dua dimensi diduga mengandung asam protokatekuat. Pemeriksaan lebih lanjut dengan kromatografi kertas preparatif yang kemudian dikarakteristik dengan

spektofotometer ultra violet diduga adanya flavon dan flavonol (3-hidroksi tersubtitusi) (Isnawati dan Soediro 2003).

Batang handeleum mengandung kalsium oksalat, asam forlat dan lemak. Kandungan zat tersebut mengakibatkan tanaman bersifat diurietik atau meluruhkan kencing, mempercepat pemasakan bisul, mempunyai pencahar yang


(24)

memperlancar buang air besar (mild laxative) dan melembutkan kulit (emolien). Handeuleum mengandung senyawa yang memiliki manfaat untuk mengobati berbagai penyakit, diantaranya wasir, memperlancar peredaran darah dan bersifat antiinflamasi. Zat yang diduga berperan mengobati penyakit tersebut adalah golongan glikosida, steroid, dan flavonoid. Hasil analisis korelasi menunjukkan khlorofil tidak berkorelasi dengan glikosida, steroid, dan flavonoid. Tetapi berkorelasi dengan anthosianin (Lestari 2011).

Metabolisme primer pada tanaman menghasilkan prekursor bagi metabolisme sekunder untuk membentuk metabolisme sekunder. Jika metabolisme tanaman terhambat, maka prekursor bagi metabolisme sekunder berkurang sehingga kandungan bahan bioaktif menurun. Wibowo (2000) menyebutkan bahwa handeuleum mampu hidup pada ketinggian 800 m dpl. Semakin tinggi dataran tersebut, semakin tua warna daun handeuleum. Hal ini terjadi karena peningkatan senyawa flavonoid yang dikandungnya. (Kristina dan Mardiningsing 2008).

Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan kandungan saponin dalam tanaman handeuleum sangat bervariatif. Saponin merupakan senyawa yang diduga memiliki efek seperti esterogen (Taylor 2004). Fungsi Saponin yang telah diketahui antara lain anti kanker dan anti oksidan (dihasilkan oleh komponen senyawa glikosenosides) (Park et al. 2005), obat penenang dan pereda kegelisahan (antianxiety) (Anonimous 2005) dan menghasilkan madecocassoside yang dapat memacu produksi kolagen. Seperti diketahui bahwa kolagen tersebut berperan besar dalam meregenerasi sel, termasuk sel telur (ovum) pada wanita dan sel sperma pada pria (Aninomous 2006).

Komposisi metabolit sekunder tanaman berbeda diantara tanaman dan didalam jaringan tanaman. Genotipe (kultivar atau varietas) adalah penentu utama komposisi metabolisme sekunder tanaman. Walau ekspresinya dipengaruhi secara kuat oleh tekanan lingkungan, iklim, paparan sinar ultaviolet (Dixon dan Paiva 1995). Pada gambar 2 disajikan ilustrasi lintasan metabolik primer pada tanaman.


(25)

Gambar 2. Ilustrasi lintasan metabolik primer pada tanaman (Kaufman et al.

1999)

Dalam proses produksinya, lintasan metabolisme sekunder fitokimia yang satu seringkali memiliki jalur lintasan terkait dengan jenis lainnya. Jalur lintasan metabolime sekunder dapat merupakan turunan atau kelanjutan dari jalur lintasan metabolit sekunder lainnya. Metabolit sekunder ini juga dapat memiliki prekursor yang sama, namun memiliki lintasan yang berbeda. Inilah yang menyebabkan peningkatan konsentrasi satu jenis metabolit sekunder akan menurunkan atau turut meningkatkan konsentrasi metabolit sekunder lainnya (Cseke et al. 2006).

CO2 Chlorophylls Monoterpens Sesquiterpens Diterpens Triterpens Tetraterpens (β-carotene) Polyterpens Tetrapyrrol Polyketides Steroids Malonic acid DOP/MEP pathway Mevalonic acid Terpenoids pathway Solar Energy

C3 & C4 photosynthesis with Calvin Cycle

Carbohydrates Pentose phosphate pathway Erythrose 4-phosphate Shicimic acid

Aromatic amino acid

Nitrogen-containing secondary product Phenylpropanoids pathway Anthocyanin Glycolysis Pyruvic acid Acetyl CoA Tricarboxylic acid cycle Aliphatic amino acid S-adenosyl methionine Phenolic compounds


(26)

Senyawa lain yang terdapat pada tanaman handeleum adalah steroid. Kandungan steroid dalam penelitian ini sangatlah bervariatif, dari nol sampai dengan skor 4. Menurut Vickery dan Vickery (1981) steroid adalah bahan bioaktif yang termasuk dalam kelompok tetrasiklik triterpenoid. Selanjutnya dikatakan bahwa asam mevalonat merupakan prekursor bagi steroid atau yang termasuk ke dalam kelompok kolesterol. Pada tanaman handeulum, kandungan fitokimia tanaman yang menjadi penanda tanaman ini adalah vomivoliol termasuk dalam kelompok triterpenoid.

Keragaman Tanaman

Dalam proses pemuliaan tanaman ada beberapa hal penting yang umum dilakukan, yaitu: 1) mengenali karakter morfologi dan fisiologi serta respon secara patologi dari suatu species tanaman yang penting untuk adaptasi terhadap lingkungan, hasil dan kualitas tanaman tersebut, 2) merancang teknik yang akan mengevaluasi potensi genetik untuk karakter-karakter tersebut dalam proses penapisan spesies yang diinginkan, 3) mencari sumber-sumber gen untuk karakter yang diinginkan yang bisa digunakan dalam program pemuliaan tanaman dan mengkombinasikan potensi genetik untuk karakter-karakter ini ke dalam varietas atau kultivar baru (Poehlman 1983).

Berbagai usaha untuk membedakan dan mengklasifikasikan tanaman dengan dasar karakter morfologi telah dilakukan. Penanda morfologi digunakan dalam deskripsi taksonomi karena lebih mudah, lebih cepat, sederhana dan lebih murah. Disamping itu prosesnya tidak membutuhkan teknologi yang mahal. Sifat-sifat morfologi yang diamati haruslah yang memiliki nilai heritabilitas yang tinggi dan stabil pada beberapa lokasi percobaan, karena umumnya penampakan sifat yang nampak pada morfologi tanaman sangat dipengaruhi lingkungan (Maxted, et al.

1997).

Setiap spesies tanaman mempunyai deskripsi morfologi yang spesifik. Deskripsi morfologi tanaman telah diterbitkan oleh International Board of Plant Genetic Resources (IBPGR 1984) dan International Plant Genetic Resources Institute (IPGRI 1996) untuk mempermudah dalam identifikasi karakter morfologi dan agronomi tanaman.


(27)

Penanda morfologi ini telah lama dan banyak digunakan terutama untuk mengatasi masalah duplikasi plasma nutfah di lapang (Sismon dan Sherperd 1955) Disamping itu juga digunakan untuk identifikasi kekerabatan dan keragaman genetik antar klon/kultivar dan masih terus digunakan sampai saat ini di luar maupun di dalam negeri seperti dilakukan oleh Vuylsteke et al. (1988) yang melihat keragaman genetik berdasarkan fenotipe terhadap tanaman. Identifikasi variasi fenotipe juga telah digunakan untuk membuat pengelompokkan plasma nutfah yang dilakukan oleh Ortiz et al. (1993).

Kekerabatan secara fenotipe merupakan kekerabatan yang didasarkan pada analisis sejumlah penampilan fenotipe dari suatu organisme. Hubungan kekerabatan antara dua individu atau populasi dapat diukur berdasarkan kesamaan sejumlah karakter dengan asumsi bahwa karakter-karakter berbeda disebabkan oleh adanya perbedaan susunan genetik. Karakter pada makhluk hidup dikendalikan oleh gen. Gen merupakan potongan DNA yang hasil aktivitasnya (ekspresinya) dapat diamati melalui perubahan karakter morfologi yang dapat diakibatkan oleh pengaruh lingkungan (Hadiati 2003).


(28)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balittro) Cimanggu Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Juni 2008 sampai dengan September 2009. Analisis fitokimia dilakukan di Laboratorium Balittro, sedangkan analisis anatomi daun dilakukan di laboratorium Ekofisiologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB.

Bahan dan Alat

Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian adalah setek tanaman handeuleum dari berbagai lokasi hasil eksplorasi Team Peneliti KKP3T antara lain: Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Ambon, Papua, dan koleksi Balittro. Koleksi aksesi disajikan pada Tabel 1. Bahan lain yang digunakan antara lain polybag dengan volume 10 Kg, media tanam, pupuk kandang sapi, pupuk urea, insektisida, kutek, dan bahan kimia untuk analisis fitokimia.

Peralatan yang digunakan meliputi: cangkul, sekop, ember. Alat-alat yang digunakan untuk pengamatan adalah timbangan, mistar, jangka sorong, oven, pisau silet, pinset, selotip, gelas objek, sigmat mikrometer, mikroskop cahaya, kamera, dan alat-alat laboratorium untuk analisis fitokimia,.

Metode Penelitian

Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), yang terdiri dari satu faktor perlakuan yaitu aksesi yang berasal dari lokasi berbeda (32 aksesi). Setiap perlakuan diulang 2 kali dan setiap ulangan terdiri dari 10 tanaman.

Model linier aditif yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Y ij = µ + Ti+ єij

dimana : i = perlakuan j = ulangan

Yij = respon atau nilai pengamatan dari perlakuan ke i, ulangan ke j µ = nilai tengah umum

Ti = pengaruh perlakuan ke i


(29)

Hasil penelitian yang berupa data kuantitatif dianalisis dengan

menggunakan analisis ragam (uji F) pada taraf nyata (α) 5 % menggunakan

program SAS. Apabila hasil uji F nyata, dilanjutkan dengan uji Duncan

(Duncan’s Multiple Range Test-DMRT). Analisis kemiripan dan korelasi

dilakukan dengan menggunakan program Minitab versi 14. Hasil analisis kemiripan disajikan dalam bentuk dendogram. Daftar daerah asal aksesi yang digunakan dalam penelitian ini disajikan dalam Tabel 1. Skema tahapan penelitian disajikan pada Gambar 3.

Tabel 1. Daftar Aksesi Tanaman Handaeleum

N0 Asal lokasi Bentuk dan warna daun Batang

01 Bogor Jawa Barat oval, ungu ungu

02 Manoko Jawa Barat oval, ungu ungu

03 Sukamenak Pengalengan Jawa Barat oval, ungu ungu 04 Rumah Itam Pengalengan Jawa Barat oval, ungu ungu

05 Ciwidey Jawa Barat oval, ungu ungu

06 Margamukti Pengalengan Jawa Barat oval, ungu ungu

07 Jawa Timur oval, ungu ungu

08 Kalimantan Tengah oval, ungu ungu

09 Kalimantan Selatan oval, ungu ungu

10 Soabali 1 Maluku oval, ungu ungu

11 Soabali 2 Maluku oval, ungu ungu

12 Salahutu Maluku oval, ungu ungu

13 Leihitu Maluku oval, ungu ungu

14 BTN Maluku oval, ungu ungu

15 Urimesing Maluku oval, ungu ungu

16 Waena Papua oval, ungu ungu

17 Angkasa Dok V Jayapura Papua oval, ungu ungu 18 Pengunungan Cyclops Sentani Papua oval, ungu ungu

19 Cigombong Papua oval, ungu ungu

20 Menteng Bogor panjang, variegata hijau-putih hijau 21 Cigombong Papua panjang, variegata hijau-putih coklat 22 Angkasa Dok V Jayapura Papua panjang, variegata hijau-putih coklat 23 Bogor Jawa Barat panjang, variegata hijau-putih putih 24 Kalimantan Selatan panjang, variegata hijau-putih putih 25 Cigombong Papua panjang, variegata hijau-putih putih 26 Lusikaya Maluku oval, variegata hijau-kuning (daun

muda), variegata hijau-putih-pink (daun tua)

merah, agak ungu 27 Cigombong Papua oval, variegata hijau-kuning (daun

muda), variegata hijau-putih-pink (daun tua)

merah, agak ungu 28 Angkasa Dok V Jayapura Papua oval, variegata hijau-kuning (daun

muda), variegata hijau-putih-pink (daun tua)

merah

29 Waena Papua oval, variegata hijau-kuning (daun muda), variegata hijau-putih-pink (daun tua)

merah

30 Abepura Pantai Papua Oval, ungu ungu kecoklatan 31 Waena Papua Oval, hijau agak ungu merah 32 Malabar Pengalengan Jawa Barat ungu ungu


(30)

Gambar 3. Skema tahapan penelitian Koleksi plasma nutfah Balittro

(18 aksesi)

Eksplorasi di Jawa Barat, Papua, dan Pulau Maluku

Tanaman Induk (32 aksesi)

Perbanyakan

Persemaian

Pengamatan morfologi, anatomi, laju pertumbuhan, dan kandungan fotokimia

Tanaman ditumbuhkan dibawah paranet 70 %


(31)

Pelaksanaan Penelitian

Bahan tanam yang diteliti terdiri atas 32 aksesi, yang berasal dari koleksi Balittro (18 aksesi), ditambah dengan aksesi baru hasil eksplorasi dari Jawa Barat (Pengalengan), Maluku, dan Papua. Bahan tanam berupa setek batang dari masing-masing aksesi berukuran 3-5 ruas dan memiliki 2 daun. Setek disemaikan di dalam bak pasir dan disungkup dengan plastik selama 2 minggu.

Setelah setek berakar, tanaman dipindahkan ke polybag ukuran 0,5 Kg untuk selanjutnya diaklimatisasi selama 2 minggu. Selanjutnya tanaman dipindahkan ke dalam polybag ukuran 10 Kg dan ditumbuhkan di bawah paranet 70 persen. Media tanam yang digunakan adalah tanah dan pupuk kotoran sapi dengan perbandingan 2:1 dan diinkubasi selama satu minggu.

Pemeliharaan yang dilakukan meliputi penyiraman, serta pengendalian hama dan penyakit. Pengendalian hama dilakukan dengan melakukan penyemprotan insektisida setiap minggu.

Pengamatan Penelitian Peubah yang diamati dalam penelitian ini antara lain : A. Peubah Morfologi

1. Bentuk penampang melintang batang, dikategorikan : a. bulat

b. bersegi c. pipih

2. Permukaan batang, dikategorikan : a. licin (rata)

b. beralur

3. Percabangan pada batang, dikategorikan : a. monopodial (batang pokok terlihat jelas) b. simpodial (batang pokok sukar ditentukan)

c. menggarpu (batang setiap kali menjadi dua cabang yang sama besarnya) 4. Tinggi tanaman (cm). Pengukuran dilakukan satu bulan setelah transplanting

(BST) sampai dengan tanaman berumur 4 BST, dengan cara mengukur pangkal batang sampai dengan titik tumbuh yang terletak di ujung batang utama.


(32)

5. Diameter batang (mm). Pengukuran dilakukan setiap bulan dari awal penanaman sampai berumur 4 BST. Pengukuran dilakukan di bagian tengah buku pada pangkal batang yang berada 5 cm diatas permukaan tanah.

6. Warna batang. Diamati pada batang bagian bawah dan batang bagian atas tanaman pada saat tanaman berumur 4 BST.

7. Jumlah buku. Penghitungan dilakukan dari pangkal batang sampai pucuk tanaman. Pengukuran dilakukan setiap bulan tanaman berumur 4 BST.

8. Bobot batang (gram). Pengukuran dilakukan pada saat tanaman berumur 5 BST.

9. Bentuk bangun daun (Gambar 4), dikategorikan : a. bulat telur

b. memanjang c. jorong d. lanset

a b c d Gambar 4. Bentuk bangun daun

10.Panjang daun (cm). Pengamatan dilakukan dengan mengukur panjang daun kedua yang telah mekar sempurna.

11.Lebar daun (cm). Pengamatan dilakukan dengan mengukur lebar daun kedua yang telah sempurna

12.Panjang tangkai daun

13.Bentuk pangkal daun (Gambar 5), dikategorikan : a. meruncing

b. tumpul c. membulat

a b c Gambar 5. Bentuk pangkal daun


(33)

14. Bentuk ujung daun (Gambar 6), dikategorikan : a. bulat

b. tumpul c. menajam d. tajam e. meruncing f. bersepatu

a b c d e f Gambar 6. Bentuk ujung daun

15. Bentuk susunan tulang daun (Gambar 7), dikategorikan : a. membusur

b. menjari c. sejajar d. menyirip e. seperti jaring

a b c d e Gambar 7. Susunan tulang daun

16. Bentuk tepi daun (Gambar 8), dikategorikan a. rata

b. bergelombang c. bergerigi kecil d. biserrate e. denticulate f. lainnya

a b c d e Gambar 8. Bentuk tepi daun


(34)

17. Permukaan daun, dikategorikan : a. licin

b. gundul c. kasap

18. Bobot daun. Pengukuran dilakukan pada saat tanaman berumur 5 BST. Peubah bentuk penampang melintang batang, permukaan batang, percabangan pada batang, bentuk bangun daun, bentuk pangkal daun, bentuk ujung daun, bentuk susunan tulang daun, bentuk tepi daun, permukaan daun, dikategorikan menurut Tjitrosoepomo (1989).

B. Peubah Anatomi :

1. Ketebalan daun (mm). Dihitung dengan mengukur tebal daun kedua dari pucuk tanaman.

2. Kerapatan stomata (jumlah stomata/luas bidang pandang). Pengamatan dilakukan dengan menghitung kerapatan stomata yang ada pada daun bagian bawah.

C. Peubah Kandungan Fitokimia :

Analisa fitokimia. Dilakukan untuk mengetahui kandungan flavonoid, alkaloid, saponin, tanin, steroid secara kualitatif. Analisa ini dilakukan pada saat tanaman berumur 5 BST.

Pengujian kandungan fitokimia tanaman dilakukan sesuai prosedur pada laboratorium kimia analitik sebagai berikut:

1. Pembuatan ekstrak : 10 g sampel kering yang sudah dihaluskan direndam dalam 100 ml metanol selama 24 jam pada suhu kamar. Setelah didapatkan ekstrak kemudian disaring dan diuapkan dengan alat rotavapor (suhu 30o C-40oC) hingga didapatkan residunya.

2. Pengujian alkaloid : 2 mg residu dari sampel kering yang telah diekstrak ditambahkan 10 ml khloroform-amoniak kemudian disaring. Larutan hasil saringan (filtrat) ditambah beberapa tetes H2SO4 2 M kemudian dikocok sampai terbentuk 2 lapisan yaitu lapisan keruh dan lapisan tidak berwarna. Lapisan yang tidak berwarna dipipet ke dalam tabung reaksi lalu dibagi menjadi dua bagian. Masing-masing larutan ditambah beberapa tetes reagen Dragondorf, Mayer, dan Wagner. Uji positif alkaloid bila menghasilkan


(35)

endapan berwarna jingga setelah ditambah reagen Dragendorf, putih kekuningan untuk reagen Mayer dan endapan coklat setelah ditambah reagen Wagner.

3. Pengujian triterpenoid: 2 mg residu dari sampel kering yang telah diekstrak dilarutkan dalam dietil eter sampai larut. Fraksi yang larut dalam dietil eter ditambahkan pereaksi Liebermann-Buchard (3 tetes asam asetat anhidrat + 1 tetes H2SO4 pekat). Bila dihasilkan warna hijau menandakan positif adanya steroid, sedangkan warna merah atau ungu, positif adanya triterpenoid. 4. Pengujian saponin, flavonoid dan tanin: 2 mg residu dari sampel kering yang

telah diekstrak ditambahkan aquades secukupnya, kemudian dipisahkan kira-kira 3 ml filtrat ke dalam 3 tabung reaksi. Pada tabung pertama ditambahkan logam Mg, beberapa tetes HCl pekat dan larutan amil alkohol, kemudian dikocok. Timbulnya warna kuning kemerahan pada fraksi amil alkohol menandakan uji positif flavonoid. Pada tabung kedua dilakukan uji saponin, larutan dalam tabung dikocok secara vertikal, bila timbul busa yang stabil setinggi + 1 cm selama 10 menit menandakan positif adanya saponin. Pada tabung reaksi ketiga, filtrat ditambahkan FeCl3 1% bila menghasilkan warna biru-hitam menandakan positif adanya tanin (Harbone 1987).


(36)

HASIL DAN PEMBAHASAN

KONDISI UMUM

Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balittro Cimanggu Bogor Jawa Barat. Lokasi berada pada lahan dengan ketinggian + 225 m diatas permukaan laut. Selama penelitian berlangsung suhu udara rata-rata 25,5 oC, curah hujan rata-rata perbulan sebesar 187,5 mm, kelembaban nisbi 83,8 persen. Data iklim selama penelitian disajikan pada Lampiran 1. Keadaan lingkungan tumbuh dan pertumbuhan keragaan beberapa aksesi berturut-turut disajikan pada Gambar 9 dan 10.

Gambar 9. Kondisi lingkungan tumbuh penelitian

Analisis Karakter Agronomi


(37)

Morfologi Tanaman

Tinggi Tanaman, Panjang Ruas, Diameter Batang, dan Jumlah Cabang Handeuleum mempunyai penampang melintang batang berbentuk bulat dengan permukaan batang licin. Batang memiliki buku yang merupakan tempat duduknya daun. Sistem percabangan handeuleum adalah monopodial. Bentuk batang 32 aksesi handeuleum dapat dilihat pada Gambar 11.

1 2 3 4 5 6

7 8 9 10 11 12

13 14 15 16 17 18

19 20 21 22 23 24 25

26 27 28 29 30 31 32 Gambar 11. Keragaan batang 32 aksesi handeuleum. Aksesi 1. Bogor Jawa Barat, 2. Manoko Jawa

Barat, 3. Sukamenak Pengalengan Jawa Barat, 4. Rumah Itam Pengalengan Jawa Barat, 5. Ciwidey Jawa Barat, 6. Margamukti Pengalengan Jawa Barat, 7. Jawa Timur, 8. Kalimantan Tengah, 9. Kalimantan Selatan, 10. Soabali 1 Maluku, 11. Soabali 2 Maluku, 12. Salahutu Maluku, 13. Leihitu Maluku, 14. BTN Maluku, 15. Urimesing Maluku, 16. Waena Papua, 17. Angkasa Dok V Jayapura Papua, 18. Pengunungan Cyclops Sentani Papua, 19. Cigombong Papua, 20. Menteng Bogor, 21. Cigombong Papua, 22. Angkasa Dok V Jayapura Papua, 23. Bogor Jawa Barat, 24. Kalimantan Selatan, 25. Cigombong Papua, 26. Lusikaya Maluku, 27. Cigombong Papua, 28. Angkasa Dok V Jayapura Papua, 29. Waena Papua, 30. Abepura Pantai, 31. Waena Papua, 32. Malabar Pengalengan Jawa Barat


(38)

Berdasarkan hasil pengukuran tinggi tanaman pada umur satu bulan setelah transplanting (1 BST) aksesi paling tinggi berasal dari Jawa Timur (24,32 cm). Tinggi aksesi ini tidak berbeda nyata dengan aksesi dari Ciwidey Jawa Barat, Waena Papua, Malabar Pengalengan Jawa Barat, Bogor, Manoko, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Cigombong Papua, Sedangkan aksesi paling pendek adalah aksesi 21 yang berasal dari Angkasa Dok V Papua (8.26 cm).

Pada dua BST, aksesi tertinggi berasal dari Jawa Timur (31.38 cm). Tinggi aksesi ini tidak berbeda nyata dengan aksesi dari Bogor, Ciwidey, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Waena Papua, Cigombong Papua, dan Malabar Pengalengan. Aksesi terpendek berasal dari Angkasa Doc V Papua (17.74 cm)

Pada tiga BST, aksesi tertinggi berasal dari Jawa Timur (45.10 cm). Tinggi aksesi ini tidak berbeda nyata dengan tinggi aksesi dari Kalimantan Tengah, Bogor, Manoko, Ciwidey Jawa Barat, Rancamanyar Margamukti Pengalengan, Waena Papua, Pengunungan Cyclops Sentani Papua, Malabar Pengalengan. Aksesi yang paling pendek adalah aksesi yang berasal dari Cigombong Papua (15.80 cm).

Pada empat BST aksesi tertinggi berasal dari Kalimantan Tengah. Tinggi tanaman ini tidak berbeda nyata dengan tinggi tanaman yang berasal dari Bogor Jabar, Manoko Jabar, Ciwidey Jabar, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Soabali Maluku & Pegunungan Cyclops Sentani Papua. Aksesi yang berasal dari Cigombong Papua. Data pengamatan tinggi tanaman disajikan pada Lampiran 2.

Dinyatakan oleh Harjadi (1991), pertumbuhan tanaman ditunjukkan oleh pertambahan ukuran dan berat kering yang tidak dapat balik. Pertambahan ukuran dan berat kering dari organisme mencerminkan bertambahnya protoplasma yang mungkin terjadi karena ukuran dan jumlah sel bertambah. Faktor luar yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman adalah, 1) tanah, 2) energi penyinaran, dan 3) udara. Faktor lainnya seperti gulma, serangan hama dan penyakit secara langsung mengurangi potensi produksi. Ketersediaan unsur hara, kerapatan tanaman, arah daun, varietas, dan lebar barisan juga dapat mempengaruhi dan menaikkan potensi hasil tanaman. Grafik pertumbuhan 32 aksesi handeuleum selama empat bulan disajikan pada Gambar 12.


(39)

Gambar 12. Grafik pertumbuhan tinggi tanaman 32 aksesi handeuleum

Untuk peubah panjang ruas, aksesi 3 dari Kalimantan Selatan memiliki ruas terpanjang (8.5 cm). Panjang ruas yang dimiliki aksesi ini tidak berbeda nyata dengan panjang ruas aksesi dari Jawa Timur, Bogor, Manoko Jawa Barat, Rumah Itam Pengalengan Jawa Barat, dan Waena Papua. Aksesi dari Cigombong Papua memiliki ruas terpendek (22.2 cm). Data pengamatan panjang ruas selama 4 bulan disajikan pada lampiran 3.

Diameter batang tanaman 32 aksesi handeuleum menunjukkan perbedaan yang nyata. Pada 1 dan 2 BST, aksesi 2 yang berasal Jawa timur memiliki diameter tertinggi. Pengamatan pada 3 dan 4 BST, aksesi 1 dari Bogor Jawa Barat memiliki diameter batang tertinggi (8.75 mm). Diameter batang aksesi ini tidak berbeda nyata dengan diameter batang aksesi dari Manoko Jawa Barat, Sukamenak Pengalengan Jawa Barat, Rumah Itam Pengalengan Jawa Barat, Ciwidey Jawa Barat, Margamukti Pengalengan Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Soabali 1 Maluku, Soabali 2 Maluku, Leihitu Maluku, BTN Maluku, Urimesing Maluku, Waena Papua, Angkasa Dok V Jayapura Papua, Pengunungan Cyclops Sentani Papua, Lusikaya Maluku, Waena Papua, Malabar Pengalengan Jawa Barat. Aksesi 24 yang berasal dari daerah Kalimantan Selatan memiliki diameter batang paling kecil (4.89 mm). Data pengamatan diameter batang tanaman disajikan pada Lampiran 4.

0 10 20 30 40 50 60 70 80

1 2 3 4

Bulan Setelah Tanam (BST)

T ing g i T an ama n ( cm). 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 Aksesi


(40)

Jumlah cabang terbanyak pada 1 BST dimiliki aksesi 21 yang berasal dari Cigombong Papua. Pengamatan pada 2, 3 dan 4 BST, aksesi 32 yang berasal dari Malabar Pengalengan Jawa Barat memiliki jumlah cabang tertinggi. Jumlah cabang yang dimiliki aksesi ini tidak berbeda nyata dengan jumlah cabang yang dimiliki aksesi dari Malabar Pengalengan Jawa Barat, BTN Maluku, Cigombong Papua, Angkasa Doc V Papua, Waena Papua, Bogor Jawa Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Leihitu Maluku, Pegunungan Cyclops Papua, dan Jawa Timur. Jumlah cabang paling sedikit pada 4 BST dimiliki aksesi 15 yang berasal dari Urimesing Maluku (3.8). Data pengamatan jumlah cabang pada 1 sampai 4 BST disajikan pada Lampiran 5.

Pengamatan pada 1, 2, dan 4 BST terhadap peubah jumlah ruas memberikan hasil tertinggi pada aksesi 32 yang berasal dari Malabar Pengalengan Jawa Barat. Jumlah ruas pada aksesi ini tidak berbeda nyata dengan jumlah ruas pada aksesi 31 dari Waena Papua, aksesi 5 Ciwidey Jawa Barat, aksesi 25 Cigombong Papua dan aksesi 29 Waena Papua. Aksesi 6 dari Margamukti Pengalengan Jawa Barat dan aksesi 15 dari Urimesing Maluku memiliki jumlah ruas paling sedikit. Data hasil pengamatan jumlah ruas disajikan pada Lampiran 6. Berdasarkan pengamatan tinggi tanaman pada 4 BST, diperoleh hasil tertinggi pada aksesi 8 dari Kalimantan Tengah (74.4 cm). Tinggi aksesi ini tidak berbeda nyata dengan tinggi tanaman dari Kalimantan Selatan, Bogor, Jawa Timur, Manoko Jawa Barat, Ciwidey Jawa Barat, Pegunungan Cyclops Sentani Papua. Aksesi 21 dari Cigombong Papua merupakan aksesi terpendek (23.9 cm).

Pengamatan diameter batang menunjukan, aksesi 1 dari Bogor Jawa Barat memiliki diameter batang tertinggi (8,75 cm). Diameter batang aksesi ini tidak berbeda nyata dengan aksesi dari Manoko Jawa Barat, Sukamenak Pengalengan Jawa Barat, Rumah Itam Pengalengan Jawa Barat, Ciwidey Jawa Barat, Margamukti Pengalengan Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Soabali 1 Maluku, Soabali 2 Maluku, Leihitu Maluku, BTN Maluku, Urimesing Maluku, Waena Papua, Angkasa Dok V Jayapura Papua, Pengunungan Cyclops Sentani Papua, Lusikaya Maluku, Cigombong Papua, Waena Papua, Malabar Pengalengan Jawa Barat. Tanaman terpendek adalah aksesi 24 yang berasal dari Kalimantan Selatan. Data tinggi tanaman, panjang ruas, diameter batang dan jumlah cabang handeuleum pada 4 BST disajikan pada Tabel 2.


(41)

Tabel 2. Tinggi tanaman, panjang ruas, diameter batang dan jumlah cabang handeuleum pada 4 BST.

No Lokasi asal Tinggi

tanaman Panjang ruas Diameter batang Jumlah cabang ..cm.. ..cm.. ..mm..

1 Bogor Jawa Barat 68.9 a-c 7.3 a-c 8.75 a 7.5 a-h 2 Manoko Jawa Barat 62.9 a-e 6.7 a-d 6.81 a-i 6.0 d-j 3 Sukamenak Pengalengan Jawa

Barat

57.3 c-f 4.8 e-h 6.69 a-i 6.0 d-j 4 Rumah Itam Pengalengan Jawa

Barat

58.7 c-f 6.6 a-e 7.87 a-f 5.7 e-j 5 Ciwidey Jawa Barat 63.4 a-e 4.7 e-h 6.96 a-i 6.2 d-j 6 Margamukti Pengalengan Jawa

Barat

57.9 c-f 4.3 f-h 7.77 a-f 5.5 f-j 7 Jawa Timur 67.9 a-d 7.9 ab 8.45 a-c 7.7 a-h 8 Kalimantan Tengah 74.3 a 6.4 b-f 8.12 a-e 6.7 a-j 9 Kalimantan Selatan 73.2 ab 8.5 a 8.40 a-d 6.3 c-j 10 Soabali 1 Maluku 54.6 ef 4.3 f-h 7.28 a-g 4.3 ij 11 Soabali 2 Maluku 59.3 c-f 4.4 f-h 6.88 a-i 5.0 g-j 12 Salahutu Maluku 56.6 d-f 4.5 f-h 6.42 c-i 5.2 f-j 13 Leihitu Maluku 57.5 c-f 4.9 d-h 8.45 a-c 7.0 a-i 14 BTN Maluku 53.7 ef 5.6 c-g 6.89 a-i 9.2 a-c 15 Urimesing Maluku 55.2 ef 4.9 d-h 6.76 a-i 3.8 j 16 Waena Papua 59.7 c-f 7.5 a-c 7.46 a-g 6.5 b-j 17 Angkasa Dok V Jayapura Papua 62.7 b-e 5,0 d-h 7.52 a-f 6.2 d-j 18 Pengunungan Cyclops Sentani

Papua

63.8 a-e 4.7 e-h 7.83 a-f 7.3 a-h 19 Cigombong Papua 58.3 c-f 7.7 a-d 6.31 d-i 5.5 f-j 20 Menteng Bogor 40.4 gh 5.0 d-h 5.79 f-i 4.3 ij 21 Cigombong Papua 23.9 j 3.2 hi 5.09 hi 6.7 a-j 22 Angkasa Dok V Jayapura Papua 32.2 h-j 3.2 hi 5.89 f-i 4.8 h-j 23 Bogor Jawa Barat 27.3 ij 3.4 hi 6.15 e-i 5.5 f-j 24 Kalimantan Selatan 28.7 ij 4.7 e-h 4.89 i 5.0 g-j 25 Cigombong Papua 34.5 h-j 2.1 i 5.39 g-i 4.8 h-j 26 Lusikaya Maluku 41.7 gh 4.7 e-h 6.68 a-i 9.5 a 27 Cigombong Papua 38.4 g-i 3.61 g-i 7.04 a-h 8.8 a-d 28 Angkasa Dok V Jayapura Papua 39.9 gh 4.2 gh 6.61 b-i 8.5 a-e 29 Waena Papua 32.3 h-j 3.5 g-i 6.49 c-i 7.8 a-g 30 Abepura Pantai Papua 40.0 gh 3.1 hi 6.18 e-i 5.0 g-j 31 Waena Papua 47.9 fg 4.1 g-i 7.25 a-g 8.0 a-f 32 Malabar Pengalengan Jawa Barat 57.3 c-f 3.5 hi 8.66 ab 9.3 ab Keterangan: angka-angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada kolom

peubah yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 0.05


(42)

Keragaan 32 aksesi handeuleum yang berasal dari berbagai lokasi disajikan pada Gambar 13.

1 2 3 4 5 6 7 8

9 10 11 12 13 14 15 16

17 18 19 20 21 22 23 24

25 26 27 28 29 30 31 32

Gambar 13. Keragaan tajuk 32 aksesi handeuleum . Aksesi 1. Bogor Jawa Barat, 2. Manoko Jawa Barat, 3. Sukamenak Pengalengan Jawa Barat, 4. Rumah Itam Pengalengan Jawa Barat, 5. Ciwidey Jawa Barat, 6. Margamukti Pengalengan Jawa Barat, 7. Jawa Timur, 8. Kalimantan Tengah, 9. Kalimantan Selatan, 10. Soabali 1 Maluku, 11. Soabali 2 Maluku, 12. Salahutu Maluku, 13. Leihitu Maluku, 14. BTN Maluku, 15. Urimesing Maluku, 16. Waena Papua, 17. Angkasa Dok V Jayapura Papua, 18. Pengunungan Cyclops Sentani Papua, 19. Cigombong Papua, 20. Menteng Bogor, 21. Cigombong Papua, 22. Angkasa Dok V Jayapura Papua, 23. Bogor Jawa Barat, 24. Kalimantan Selatan, 25. Cigombong Papua, 26. Lusikaya Maluku, 27. Cigombong Papua, 28. Angkasa Dok V Jayapura Papua, 29. Waena Papua, 30. Abepura Pantai Papua, 31. Waena Papua, 32. Malabar Pengalengan Jawa Barat

Daun

Daun handeuleum mempunyai bentuk pangkal daun meruncing, bentuk ujung daun meruncing, susunan tulang daun menyirip, permukaan daun licin. Keragaman terlihat pada karakter bentuk bangun daun. Sebagian besar aksesi


(43)

mempunyai bentuk bangun daun bulat telur, kecuali aksesi dari Cigombong Papua, Menteng Bogor, Angkasa Dok V Jayapura Papua (Gambar 14). Perbedaan ini dapat terjadi karena aksesi ini merupakan varietas yang berbeda dengan aksesi lainnya. Bentuk daun 32 aksesi disajikan pada Gambar 14.

1 2 3 4 5 6 7

8 9 10 11 12 13 14

15 16 17 18 19 20

21 22 23 24 25 26

27 28 29 30 31 32

Gambar 14. Keragaan bangun daun 32 aksesi handeuleum. Aksesi 1. Bogor Jawa Barat, 2. Manoko Jawa Barat, 3. Sukamenak Pengalengan Jawa Barat, 4. Rumah Itam Pengalengan Jawa Barat, 5. Ciwidey Jawa Barat, 6. Margamukti Pengalengan Jawa Barat, 7. Jawa Timur, 8. Kalimantan Tengah, 9. Kalimantan Selatan, 10. Soabali 1 Maluku, 11. Soabali 2 Maluku, 12. Salahutu Maluku, 13. Leihitu Maluku, 14. BTN Maluku, 15. Urimesing Maluku, 16. Waena Papua, 17. Angkasa Dok V Jayapura Papua, 18. Pengunungan Cyclops Sentani Papua, 19. Cigombong Papua, 20. Menteng Bogor, 21. Cigombong Papua, 22. Angkasa Dok V Jayapura Papua, 23. Bogor Jawa Barat, 24. Kalimantan Selatan, 25. Cigombong Papua, 26. Lusikaya Maluku, 27. Cigombong Papua, 28. Angkasa Dok V Jayapura Papua, 29. Waena Papua, 30. Abepura Pantai Papua, 31. Waena Papua, 32. Malabar Pengalengan Jawa Barat


(44)

Aksesi pada penelitian ini terdiri dari empat varietas, yaitu 22 aksesi memiliki daun berwarna ungu polos (Grapthopyllum pictum varietas

luridosanguineum Sim), 3 aksesi berdaun hijau varigata putih (Graptophyllum pictum var alba variga), 3 aksesi berdaun putih kekuningan (Grapthopyllum pictum var auria variaga) dan 4 aksesi berdaun varigata hijau putih kemerahan (Graptophyllum pictum var purpureum variagatum).

Menurut Darmawan dan Baharsjah (2010), daun merupakan organ tanaman yang memiliki fungsi utama sebagai tempat terjadinya fotosintesis dan mengekspor hasilnya ke seluruh bagian tanaman. Ditambahkan oleh Jongschaap

et al. (2007), pertumbuhan ukuran daun dibutuhkan untuk menentukan penerimaan radiasi matahari dan kebutuhan transpirasi. Pengukuran ukuran daun yang dapat dilakukan dengan cepat dan mudah juga diperlukan untuk mengukur kebutuhan air, efisiensi penggunaan air, menentukan evapotranspirasi aktual dan over potensial evapotranspiration.

Pengamatan daun handeuleum pada 1 BST, dipeoleh hasil aksesi 25 dari Cigombong Papua memiliki daun paling banyak (13,2). Jumlah daun yang dimiliki aksesi ini tidak berbeda nyata dengan aksesi 5 dari Ciwidey Jawa Barat (11,60). Jumlah daun paling sedikit dimiliki aksesi 6 yang berasal dari Margamukti Pengalengan Jawa Barat (4.40). Pada 2 BST dan 3 BST, aksesi 32 yang berasal dari Malabar Pengalengan Jawa Barat memiliki jumlah daun tertinggi. Data pengukuran jumlah daun disajikan pada Lampiran 7.

Pengukuran terhadap panjang daun pada 1 BST, diperoleh hasil aksesi 16 yang berasal dari Waena Papua memiliki daun terpanjang (14.14 cm) Panjang daun aksesi ini tidak berbeda nyata dengan panjang daun aksesi 20 yang berasal dari Menteng Bogor, aksesi 32 dari Malabar Pengalengan Jawa Barat, aksesi 1 dari Bogor Jawa Barat, aksesi 14 dari BTN Maluku, 17 dari Angkasa Dok V Jaya pura Papua, 19 dari Cigombong Papua. Daun paling pendek dimiliki aksesi 25 yang berasal dari Cigombong Papua. Pengamatan pada 2, 3, 4 BST menunjukkan hasil, aksesi 20 yang berasal dari Menteng Bogor memiliki daun terpanjang. Data pengukuran panjang daun disajikan pada Lampiran 8

Pengamatan 4 BST dapat dilihat pada Tabel 3. Jumlah daun terbanyak terdapat pada aksesi 26 dari Lusikaya Maluku sebanyak 83 lembar. Jumlah daun yang dimiliki aksesi ini tidak berbeda nyata dengan jumlah daun aksesi dari Malabar Pengalengan Jawa Barat, Cigombong Papua, Angkasa Dok V Jayapura Papua, Waena Papua, Bogor Jawa Barat, Kalimantan Selatan, BTN Maluku,


(45)

Waena Papua, Angkasa Dok V Jayapura Papua, Pengunungan Cyclops Sentani Papua, Menteng Bogor. Aksesi yang berasal dari Urimesing Maluku memiliki jumlah daun paling sedikit sebanyak 49 lembar. Pengamatan daun tanaman handeuleum pada 4 BST disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Keragaan peubah daun tanaman handeuleum pada 4 BST

No Lokasi asal Jumlah

daun Panjang daun Lebar daun Panjang tangkai daun .. cm.. .. cm.. ...cm.. 1 Bogor Jawa Barat 70.8 a-e 17.6 b-d 8.62 a-d 0.70 b-e 2 Manoko Jawa Barat 58.3 b-f 16.4 b-i 8.80 a-d 0.75 bc 3 Sukamenak Pengalengan Jawa

Barat

57.0 c-f 17.2 b-f 9.03 a-c 0.75 bc 4 Rumah Itam Pengalengan Jawa

Barat

60.2 b-f 16.8 b-h 8.45 b-e 0.63 c-g 5 Ciwidey Jawa Barat 58.5 b-f 16.0 c-k 8.83 a-d 0.68 b-f 6 Margamukti Pengalengan Jawa

Barat

56.3 d-f 18.0 ab 9.08 a-c 0.63 c-g 7 Jawa Timur 67.8 a-f 17.4 b-e 9.13 ab 0.68 b-f 8 Kalimantan Tengah 61.3 b-f 17.6 a-d 9.50 a 0.68 b-f 9 Kalimantan Selatan 63.5 a-f 17.7 a-c 9.52 a 0.67 b-f 10 Soabali 1 Maluku 49.2 f 17.2 b-f 8.65 a-d 0.72 b-d 11 Soabali 2 Maluku 54.7 ef 16.9 b-h 9.15 ab 0.77 b 12 Salahutu Maluku 58.2 b-f 16.6 b-i 8.98 a-c 0.72 b-d 13 Leihitu Maluku 67.8 a-f 16.1 c-k 8.58 a-e 0.72 bc 14 BTN Maluku 74.8 a-e 15.0 i-m 7.43 fg 0.63 c-g 15 Urimesing Maluku 47.5 f 14.9 i-m 8.63 a-d 0.65 b-f 16 Waena Papua 62.3 a-f 16.2 c-i 8.25 b-f 0.60 d-h 17 Angkasa Dok V Jayapura Papua 62.2 a-f 15.7 e-k 8.22 b-f 0.60 d-h 18 Pengunungan Cyclops Sentani

Papua

67.5 a-f 16.5 b-i 8.00 d-f 0.62 d-h 19 Cigombong Papua 64.7 a-f 16.7 b-i 8.10 c-f 0.67 b-f 20 Menteng Bogor 63.0 a-f 19.3 a 5.92 i 0.88 a 21 Cigombong Papua 74.3 a-e 15.6 e-k 3.05 l 0.68 b-f 22 Angkasa Dok V Jayapura Papua 58.5 b-f 17.1 b-g 3.43 l 0.57 f-h 23 Bogor Jawa Barat 70.7 a-e 10.6 n 4.48 k 0.50 hi 24 Kalimantan Selatan 72.8 a-e 10.2 n 5.02 jk 0.43 i 25 Cigombong Papua 76.8 a-d 11.8 n 5.60 ij 0.50 hi 26 Lusikaya Maluku 82.8 a 14.3 lm 6.92 gh 0.60 d-h 27 Cigombong Papua 77.8 a-c 13.8 lm 6.87 gh 0.58 e-h 28 Angkasa Dok V Jayapura Papua 78.0 a-c 14.3 k-m 6.82 gh 0.58 e-h 29 Waena Papua 67.5 a-f 13.8 m 6.33 hi 0.52 f-i 30 Abepura Pantai Papua 56.0 d-f 14.7 k-m 7.02 gh 0.62 d-h 31 Waena Papua 75.3 a-d 15.8 d-k 7.93 d-f 0.63 c-g 32 Malabar Pengalengan Jawa Barat 79.2 ab 15.3 g-l 7.65 efg 0.62 d-h Keterangan: angka-angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada kolom


(46)

Pengamatan tangkai daun memberikan hasil, aksesi 20 dari Menteng Bogor memiliki tangkai daun terpanjang (0,88 cm). Aksesi 24 dari Kalimantan Selatan memiliki tangkai daun terpendek (0.43 cm). Berikut ini adalah gambar bagian pucuk 32 aksesi handeleum (Gambar 15).

1 2 3 4 5 6 7

8 9 10 11 12 13 14

15 16 17 18 19 20

21 22 23 24 25 26

27 28 29 30 31 32 Gambar 15. Keragaan pucuk 32 aksesi handeuleum. Aksesi 1. Bogor Jawa Barat, 2. Manoko Jawa

Barat, 3. Sukamenak Pengalengan Jawa Barat, 4. Rumah Itam Pengalengan Jawa Barat, 5. Ciwidey Jawa Barat, 6. Margamukti Pengalengan Jawa Barat, 7. Jawa Timur, 8. Kalimantan Tengah, 9. Kalimantan Selatan, 10. Soabali 1 Maluku, 11. Soabali 2 Maluku, 12. Salahutu Maluku, 13. Leihitu Maluku, 14. BTN Maluku, 15. Urimesing Maluku, 16. Waena Papua, 17. Angkasa Dok V Jayapura Papua, 18. Pengunungan Cyclops Sentani Papua, 19. Cigombong Papua, 20. Menteng Bogor, 21. Cigombong Papua, 22. Angkasa Dok V Jayapura Papua, 23. Bogor Jawa Barat, 24. Kalimantan Selatan, 25. Cigombong Papua, 26. Lusikaya Maluku, 27. Cigombong Papua, 28. Angkasa Dok V Jayapura Papua, 29. Waena Papua, 30. Abepura Pantai Papua, 31. Waena Papua, 32. Malabar Pengalengan Jawa Barat


(47)

Untuk peubah panjang daun, aksesi dari Menteng Bogor memiliki daun terpanjang, (19.30 cm). Panjang daun aksesi ini tidak berbeda nyata dengan aksesi yang berasal dari Margamukti Pengalengan Jawa Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan. Aksesi 24 yang berasal dari Kalimantan Selatan memiliki daun terpendek (10.21 cm).

Untuk peubah lebar daun, pada bulan pertama, aksesi 16 yang berasal dari Waena Papua memiliki daun terlebar (6.25). Pada pengamatan 2, dan 3 BST, aksesi 8 dari Kalimantan Tengah memiliki daun terlebar. Pada 4 BST, aksesi 9 dari Kalimantan Selatan memiliki daun terlebar (9.52 cm). Data pengukuran lebar daun disajikan pada Lampiran 9.

Pengukuran panjang tangkai daun pada Lampiran 9 memperlihatkan bahwa aksesi 20 dari Mentang Bogor memiliki tangkai daun terpanjang. Dan tangkai daun terpendek pada aksesi 25 yang berasal dari Cigombong Papua. Data pengukuran panjang tangkai daun disajikan pada Lampiran 10.

Variasi genetik yang luas merupakan hal yang pokok dan penting dalam upaya pemuliaan suatu tanaman, sehingga koleksi dan pemeliharaan plasma nutfah merupakan hal yang penting (Frey 1981). Keragaman fenotipe yang terlihat dan terdapat dalam satu jenis (species) disebabkan oleh faktor lingkungan dan keragaman genetik umumnya berinteraksi satu sama lainnya dalam mempengaruhi penampilan fenotipe tanaman (Makmur 1992).

Anatomi Tanaman Handeuleum

Di dalam daun terdapat aktifitas fotosintesis berupa kloropas. Informasi tentang tentang anatomi daun handeuleum sangat diperlukan. Dalam penelitian ini, karakter anatomi yang diamati adalah tebal daun dan kerapatan stomata tanaman.

Pengamatan terhadap tebal daun memberikan hasil, aksesi 32 yang berasal dari Malabar Pengalengan Jawa Barat memiliki daun paling tebal 8,6 µm). Tebal daun yang dimiliki aksesi ini tidak berbeda nyata dengan tebal daun yang dimiliki aksesi 16 dari Waena Papua, aksesi 5 dari Ciwidey Jawa Barat, aksesi 25 dari Cigombong Papua, aksesi 29 dan 31 dari Waena Papua. Daun yang paling tipis terdapat pada aksesi 6 yang berasal dari Margamukti Pengalengan Jawa Barat dan aksesi 20 dari Menteng bogor (4.8 µm). Data pengamatan tebal daun pada 1 sampai 3 BST disajikan pada lampiran 11.


(48)

Pengamatan terhadap kerapatan stomata diperoleh hasil Aksesi 22 dari daerah Angkasa Dok V Papua mempunyai kerapatan stomata tertinggi (117.3). Kerapatan stomata aksesi ini tidak berbeda nyata dengan aksesi dari Salahitu Maluku, Cigombong Papua, Waena Papua, Bogor, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Manoko Jawa Barat. Aksesi 20 dari Menteng Bogor memiliki jumlah stomata paling sedikit (50). Pengukuran tebal daun dan kerapatan stomata pada daun bagian bawah disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Tebal daun dan kerapatan stomata 32 aksesi handeuleum

No Lokasi asal Tebal daun Kerapatan

stomata

... mm ….. buah / mm2

1 Bogor Jawa Barat 0.187 a 53.8 f-h

2 Manoko Jawa Barat 0.185 ab 90.7 a-f

3 Sukamenak Pengalengan Jawa Barat 0.183 ab 57.3 e-h 4 Rumah Itam Pengalengan Jawa Barat 0.185 ab 74.7 b-h

5 Ciwidey Jawa Barat 0.183 ab 77.8 b-h

6 Margamukti Pengalengan Jawa Barat 0.178 ab 76.8 b-h

7 Jawa Timur 0.167 ab 71.5 b-h

8 Kalimantan Tengah 0.177 ab 86.0 a-h

9 Kalimantan Selatan 0.160 ab 76.5 b-h

10 Soabali 1 Maluku 0.167 ab 70.0 b-h

11 Soabali 2 Maluku 0.176 ab 64.8 c-h

12 Salahutu Maluku 0.165 ab 81.0 a-h

13 Leihitu Maluku 0.175 ab 60.5 c-h

14 BTN Maluku 0.183 ab 51.0 gh

15 Urimesing Maluku 0.177 ab 57.7 d-h

16 Waena Papua 0.183 ab 58.0 d-h

17 Angkasa Dok V Jayapura Papua 0.175 ab 61.7 c-h 18 Pengunungan Cyclops Sentani Papua 0.170 ab 50.3 h

19 Cigombong Papua 0.173 ab 69.3 b-h

20 Menteng Bogor 0.182 ab 50.0 h

21 Cigombong Papua 0.180 ab 105.7 ab

22 Angkasa Dok V Jayapura Papua 0.182 ab 117.3 a

23 Bogor Jawa Barat 0.178 ab 93.5 a-e

24 Kalimantan Selatan 0.178 ab 99.5 abc

25 Cigombong Papua 0.177 ab 105.5 ab

26 Lusikaya Maluku 0.168 ab 60.3 d-h

27 Cigombong Papua 0.178 ab 77.5 b-h

28 Angkasa Dok V Jayapura Papua 0.173 ab 88.8 a-g

29 Waena Papua 0.170 ab 88.3 a-h

30 Abepura Pantai Papua 0.170 ab 95.8 a-d

31 Waena Papua 0.180 ab 77.0 b-h

32 Malabar Pengalengan Jawa Barat 0.167 ab 74.0 b-h Keterangan: angka-angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada kolom peubah


(1)

Lampiran 9. Sidik ragam lebar daun tanaman handeleum

Parameter DB JK KT F Hit KK Pr>F

bulan 1 31 146.74 4.73 9.77 15.01 <0.0001 bulan 2 31 241.43 7.79 10.39 16.14 <0.0001 bulan 3 31 451.51 14.56 25.04 11.52 <0.0001 bulan 4 31 553.30 17.85 34.80 9.47 <0.0001

No

Lokasi asal Bulan ke

1 2 3 4

... cm ..

1 Bogor Jawa Barat 5.58 a-c 6.06 a-f 7.72 a-d 8.62 a-d

2 Manoko Jawa Barat 5.24 a-d 6.44 a-e 7.45 b-d 8.80 a-d

3 Sukamenak Pengalengan Jawa Barat

4.28 d-f 6.18 a-f 7.60 a-d 9.03 a-c 4 Rumah Itam Pengalengan Jawa

Barat

4.60 c-f 6.00 a-f 7.40 b-d 8.45 b-e

5 Ciwidey Jawa Barat 4.06 e-g 5.30 d-h 7.02 dc 8.83 a-d

6 Margamukti Pengalengan Jawa Barat

4.60 c-f 6.72 a-c 7.87 a-d 9.08 a-c

7 Jawa Timur 5.28 a-d 6.34 a-f 7.43 b-d 9.13 ab

8 Kalimantan Tengah 5.16 a-d 7.26 a 8.62 a 9.50 a

9 Kalimantan Selatan 4.68 c-f 6.42 a-e 7.97 a-c 9.52 a

10 Soabali 1 Maluku 4.82 b-e 5.96 b-h 7.62 a-d 8.65 a-d

11 Soabali 2 Maluku 5.12 a-d 5.90 b-h 8.31 ab 9.15 ab

12 Salahutu Maluku 5.38 a-c 5.70 c-h 7.73 a-d 8.98 a-c

13 Leihitu Maluku 5.50 a-c 6.20 a-f 7.72 a-d 8.58 a-e

14 BTN Maluku 5.40 a-c 5.02 f-h 7.07 cd 7.43 fg

15 Urimesing Maluku 4.82 b-e 5.82 b-h 7.83 a-d 8.63 a-d

16 Waena Papua 6.26 a 5.4 c-h 7.53 b-d 8.25 b-f

17 Angkasa Dok V Jayapura Papua 5.78 ab 7.12 ab 7.30 b-d 8.22 b-f 18 Pengunungan Cyclops Sentani

Papua

5.56 a-c 6.56 a-d 8.22 ab 8.00 d-f

19 Cigombong Papua 5.60 a-c 5.08 e-h 6.87 de 8.10 c-f

20 Menteng Bogor 4.30 d-f 5.14 e-h 5.1 f-h 5.92 i

21 Cigombong Papua 2.40 i 2.26 l 2.68 j 3.05 l

22 Angkasa Dok V Jayapura Papua 3.0 hi 2.34 l 2.85 j 3.43 l

23 Bogor Jawa Barat 2.92 hi 3.74 i-k 3.88 i 4.48 k

24 Kalimantan Selatan 3.18 g-i 3.54 jk 4.40 hi 5.02 jk

25 Cigombong Papua 2.42 i 3.12 kl 4.71 g-i 5.60 ij

26 Lusikaya Maluku 4.52 c-f 5.02 f-h 5.75 f 6.92 gh

27 Cigombong Papua 4.80 b-e 4.78 f-h 6.03 ef 6.87 gh

28 Angkasa Dok V Jayapura Papua 4.72 b-f 4.64 h-j 5.85 f 6.82 gh

29 Waena Papua 4.56 c-f 4.78 f-h 5.5 g 6.33 hi

30 Abepura Pantai Papua 3.76 fg 5.14 e-h 5.93 f 7.02 gh

31 Waena Papua 4.86 b-e 5.80 c-h 6.91 c-e 7.93 d-f

32 Malabar Pengalengan Jawa Barat

5.26 a-d 5.92 b-h 7.02 cd 7.65 efg

Keterangan: angka-angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 0.05


(2)

Lampiran 10. Sidik ragam panjang tangkai daun tanaman handeleum

Parameter DB JK KT F Hit KK Pr>F

bulan 1 31 2.676 0.086 7.14 25.5 <0.0001 bulan 2 31 0.894 0.0288 0.029 23.62 <0.0001 bulan 3 31 1.156 0.0469 4.87 17.73 <0.0001 bulan 4 31 1.469 0.0474 6.31 13.47 <0.0001 No

Lokasi asal Bulan ke

1 2 3 4

… cm..

1 Bogor Jawa Barat 0.46 c-f 0.50 a-e 0.60 a-d 0.70 b-e 2 Manoko Jawa Barat 0.42 c-g 0.50 a-e 0.62 a-d 0.75 bc 3 Sukamenak Pengalengan Jawa Barat 0.42 c-g 0.52 a-d 0.67 ab 0.75 bc 4 Rumah Itam Pengalengan Jawa Barat 0.48 c-e 0.56 a-c 0.57 a-f 0.63 c-g 5 Ciwidey Jawa Barat 0.42 c-g 0.50 a-e 0.55 b-g 0.68 b-f 6 Margamukti Pengalengan Jawa Barat 0.42 c-g 0.56 a-c 0.58 a-e 0.63 c-g 7 Jawa Timur 0.44 c-g 0.50 a-e 0.53 b-g 0.68 b-f 8 Kalimantan Tengah 0.38 d-h 0.44 b-g 0.67 ab 0.68 b-f 9 Kalimantan Selatan 0.36 d-h 0.50 a-e 0.57 a-f 0.67 b-f 10 Soabali 1 Maluku 0.44 c-g 0.42 b-g 0.55 b-g 0.72 b-d 11 Soabali 2 Maluku 0.44 c-g 0.52 a-d 0.62 a-d 0.77 b 12 Salahutu Maluku 0.46 c-f 0.44 b-g 0.67 ab 0.72 b-d 13 Leihitu Maluku 0.40 c-h 0.44 b-g 0.62 a-d 0.72 bc 14 BTN Maluku 0.38 d-h 0.46 a-f 0.65 a-c 0.63 c-g 15 Urimesing Maluku 0.40 c-h 0.44 b-g 0.58 a-e 0.65 b-f 16 Waena Papua 0.50 c 0.46 a-f 0.58 a-e 0.60 d-h 17 Angkasa Dok V Jayapura Papua 0.42 c-g 0.56 ab 0.58 a-e 0.60 d-h 18 Pengunungan Cyclops Sentani Papua 0.38 d-h 0.54 a-c 0.63 a-d 0.62 d-h 19 Cigombong Papua 0.44 c-g 0.42 b-g 0.63 a-d 0.67 b-f 20 Menteng Bogor 0.98 a 0.58 a-c 0.70 a 0.88 a 21 Cigombong Papua 0.30 f-h 0.40 c-g 0.53 b-g 0.68 b-f 22 Angkasa Dok V Jayapura Papua 0.36 d-h 0.44 b-g 0.50 d-g 0.57 f-h 23 Bogor Jawa Barat 0.32 d-h 0.46 a-f 0.43 f-i 0.50 hi 24 Kalimantan Selatan 0.28 gh 0.28 g 0.38 hi 0.43 i 25 Cigombong Papua 0.24 h 0.32 fg 0.37 i 0.50 hi 26 Lusikaya Maluku 0.44 c-g 0.36 d-g 0.42 g-i 0.60 d-h 27 Cigombong Papua 0.42 c-g 0.44 b-g 0.45 e-i 0.58 e-h 28 Angkasa Dok V Jayapura Papua 0.38 d-h 0.42 b-g 0.45 e-i 0.58 e-h 29 Waena Papua 0.32 d-h 0.32 e-g 0.42 g-i 0.52 f-i 30 Abepura Pantai Papua 0.42 c-g 0.44 b-g 0.53 b-g 0.62 d-h 31 Waena Papua 0.56 c 0.46 a-f 0.55 b-g 0.63 c-g 32 Malabar Pengalengan Jawa Barat 0.72 b 0.62 a 0.52 c-g 0.62 d-h Keterangan: angka-angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada kolom yang sama


(3)

Lampiran 11. Sidik ragam tebal daun tanaman handeuleum

Parameter DB JK KT F Hit KK Pr>F

bulan 2 31 0.042 0.0013 1.27 13.86 <0.0001 bulan 3 31 0.094 0.0030 4.42 12.85 <0.0001 bulan 4 31 0.086 0.0028 0.88 10.08 <0.0001

No Lokasi asal Bulan ke

1 2 3

.. µm ..

1 Bogor Jawa Barat 6.2 b-f 8.0 b-e 6.2 b-f

2 Manoko Jawa Barat 6.0 b-f 8.33 b-e 6.0 b-f

3 Sukamenak Pengalengan Jawa Barat

6.2 b-f 7.67 b-e 6.2 b-f 4 Rumah Itam Pengalengan Jawa

Barat

6.0 b-f 7.0 c-e 6.0 b-f

5 Ciwidey Jawa Barat 7.6 ab 10.0 ab 7.6 ab

6 Margamukti Pengalengan Jawa Barat

4.8 f 7.33 c-e 4.8 f

7 Jawa Timur 6.4 b-f 8.33 b-e 6.4 b-f

8 Kalimantan Tengah 5.4 ef 8.0 b-e 5.4 ef

9 Kalimantan Selatan 5.6 d-f 8.0 b-e 5.6 d-f

10 Soabali 1 Maluku 5.6 d-f 7.33 c-e 5.6 d-f

11 Soabali 2 Maluku 5.6 d-f 8.0 b-e 5.6 d-f

12 Salahutu Maluku 12.0 f 7.67 b-e 12.0 f

13 Leihitu Maluku 5.8 c-f 7.0 c-e 5.8 c-f

14 BTN Maluku 6.0 b-f 7.67 b-e 6.0 b-f

15 Urimesing Maluku 5.2 f 7.33 c-e 5.2 f

16 Waena Papua 6.2 b-f 8.67 a-e 6.2 b-f

17 Angkasa Dok V Jayapura Papua 5.8 c-f 7.0 c-e 5.8 c-f 18 Pengunungan Cyclops Sentani

Papua

6.0 b-f 9.0 a-c 6.0 b-f

19 Cigombong Papua 5.8 c-f 6.67 de 5.8 c-f

20 Menteng Bogor 4.8 f 7.0 c-e 4.8 f

21 Cigombong Papua 7.0 b-e 9.33 a-c 7.0 b-e

22 Angkasa Dok V Jayapura Papua 6.4 b-f 6.33 e 6.4 b-f 23 Bogor Jawa Barat 5.8 c-f 7.33 c-e 5.8 c-f 24 Kalimantan Selatan 6.0 b-f 7.67 b-e 6.0 b-f 25 Cigombong Papua 7.4 a-c 7.0 c-e 7.4 a-c

26 Lusikaya Maluku 5.6 d-f 8.40 b-e 5.6 d-f

27 Cigombong Papua 6.4 b-f 8.80 a-d 6.4 b-f

28 Angkasa Dok V Jayapura Papua 6.0 b-f 10.2 ab 6.0 b-f

29 Waena Papua 7.2 a-d 8.20 b-e 7.2 a-d

30 Abepura Pantai Papua 5.4 ef 7.60 b-e 5.4 ef

31 Waena Papua 7.6 ab 9.60 a-c 7.6 ab

32 Malabar Pengalengan Jawa Barat 8.6 a 11.0 a 8.6 a Keterangan: angka-angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada kolom


(4)

Lampiran 12. Sidik ragam jumlah stomata

DB JK KT F Hit KK Pr>F

31 34957.47 1127.66 2.62 27.76 <0.0003

No Lokasi asal Jumlah Stomata

1 Bogor Jawa Barat 53.75 fgh

2 Manoko Jawa Barat 90.67 abcdef

3 Sukamenak Pengalengan Jawa Barat 57.25 efgh 4 Rumah Itam Pengalengan Jawa

Barat

74.67 bcdefgh

5 Ciwidey Jawa Barat 77.75 bcdefgh

6 Margamukti Pengalengan Jawa Barat

76.75 bcdefgh

7 Jawa Timur 71.50 bcdefgh

8 Kalimantan Tengah 86.0 abcdefgh

9 Kalimantan Selatan 76.50 bcdefgh

10 Soabali 1 Maluku 70.00 bcdefgh

11 Soabali 2 Maluku 64.75 cdefgh

12 Salahutu Maluku 81.0 abcdefgh

13 Leihitu Maluku 60.50 cdefgh

14 BTN Maluku 51.0 gh

15 Urimesing Maluku 57.67 defgh

16 Waena Papua 58.00 defgh

17 Angkasa Dok V Jayapura Papua 61.67 cdefgh 18 Pengunungan Cyclops Sentani

Papua

50.33 h

19 Cigombong Papua 69.33 bcdefgh

20 Menteng Bogor 50.00 h

21 Cigombong Papua 105.67 ab

22 Angkasa Dok V Jayapura Papua 117.25 a

23 Bogor Jawa Barat 93.5 abcde

24 Kalimantan Selatan 99.50 abc

25 Cigombong Papua 105.50 ab

26 Lusikaya Maluku 60.25 defgh

27 Cigombong Papua 77.50 bcdefgh

28 Angkasa Dok V Jayapura Papua 88.75 abcdefg

29 Waena Papua 88.25 abcdefgh

30 Abepura Pantai Papua 95.75 abcd

31 Waena Papua 77.0 bcdefgh

32 Malabar Pengalengan Jawa Barat 74.0 bcdefgh

Keterangan: angka-angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 0.05


(5)

Lampiran 13. Tahapan penanaman tanaman handeleum

Tanaman Induk Persiapan penyemaian Setek batang

Penyemaian Di polybag kecil Media tanam

Pendewasaan Panen produksi Bagian yang dipanen


(6)

Lampiran 14. Denah lokasi penelitian

18 17 34 01

19 16 33 02

20 15 32 03

21 14 31 04

22 13 30 05

23 12 29 06

24 11 28 07

25 10 27 08

26 09 26 09

27 08 25 10

28 07 24 11

29 06 23 12

30 05 22 13

31 04 21 14

32 03 20 15

33 02 19 16