Karakterisasi Fragmen Dna Dari Bakteri Antagonis Yang Terlibat Dalam Aktivitas Antifungi Ganoderma Boninense

KARAKTERISASI FRAGMEN DNA DARI BAKTERI
ANTAGONIS YANG TERLIBAT DALAM AKTIVITAS
ANTIFUNGI Ganoderma boninense

JEKMAL MALAU

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Karakterisasi Fragmen
DNA dari Bakteri Antagonis yang Terlibat Dalam Aktivitas Antifungi Ganoderma
boninense adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing Prof Dr
Ir Antonius Suwanto, MSc serta Dr Maria Sugiharti dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
ditesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2015
Jekmal Malau
P051130061

RINGKASAN
JEKMAL MALAU. Karakterisasi Fragmen DNA dari Bakteri Antagonis yang
Terlibat Dalam Aktivitas Antifungi Ganoderma boninense. Dibimbing oleh
ANTONIUS SUWANTO dan MARIA SUGIHARTI.
Kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq) merupakan salah satu tanaman
komoditi yang telah digunakan secara luas dalam industri makanan, farmasi dan
kosmetik. Indonesia merupakan negara yang telah dianugrahi dengan iklim, kondisi
lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan kelapa sawit dan luas areal yang
menyebabkan Indonesia menjadi negara dengan perkebunan kelapa sawit terbesar
di dunia. Namun demikian, budidaya kelapa sawit menghadapi beberapa ancaman
yang dapat mengurangi tingkat produksi. Busuk pangkal batang (BPB) oleh
Ganoderma boninense merupakan ancaman serius pada perkebunan kelapa sawit.
Pengendalian penyakit tersebut hingga saat ini telah banyak dilakukan, namun
belum menunjukkan hasil yang memuaskan.

Pengembangan ketersediaan agen pengendali hayati merupakan solusi yang
sangat baik dalam menekan infeksi BPB. Lebih lanjut lagi bahwa pendekatan
berbasis bioteknologi molekuler atau penemuan baru senyawa antifungi diperlukan
untuk strategi pengendalian yang lebih baik.
Pada penelitian ini, 198 isolat bakteri berhasil diisolasi dari tiga jenis sumber
isolasi yang berbeda. Empat puluh satu isolat menunjukkan efek penghambatan
yang berbeda-beda terhadap miselium G. boninense. Enam belas isolat dipilih
untuk diuji lebih lanjut berdasarkan kemampuan percentage inhibiton of radial
growth (PIRG) lebih dari 50%. Perbedaan yang signifikan ditunjukkan pada uji
kultur ganda (Dual culture assay) pada p>0.05, dimana isolat G.1.22 menunjukkan
aktivitas penghambatan tertinggi yaitu 87.86%. Hasil uji filtrat menunjukkan bahwa
isolat G.1.22 tahan terhadap pemanasan. Sebaliknya isolat K.3.2 sensitif terhadap
pemanasan dan penambahan proteinase K sehingga diasumsikan memiliki senyawa
antifungi berupa protein. Hasil identifikasi gen penyandi 16S rRNA menunjukan
bahwa isolat G.1.22 dan K.3.2 memiliki tingkat kemiripan 100% dengan
Pseudomonas aeruginosa strain B13 (accession number KM588370) dan Bacillus
amyloliquefaciens strain SCDB1439 (accession number KM922581).
Metode shotgun cloning digunakan untuk kloning sejumlah fargmen DNA
kromosom Bacillus amyloliquefaciens JR02. Berdasarkan uji antagonis
keseluruhan E. coli T0P 10 rekombinan dengan suspensi G. boninense belum

menunjukkan adanya ekspresi gen antifungi. Disamping itu, karakterisasi DNA
pengapit mutan transposon mini-Tn5KmR (BglK226) dengan teknik genome
walking berhasil dilakukan. Berdasarkan hasil analisis pengurutan DNA dan
blasting diperoleh bahwa DNA pengapit memiliki tingkat kemiripan 99% dengan
sebagian gen beta-ketoacyl shyntase asal Bukholderia gladioli BSR3.
Kata kunci: bakteri antagonis, busuk pangkal batang, Ganoderma boninense,
genome walking, shotgun cloning

SUMMARY
JEKMAL MALAU. Characterization of DNA Fragment of Antagonistic Bacteria
Contribute for Anti-fungal Activity Against Ganoderma boninense. Supervised by
ANTONIUS SUWANTO and MARIA SUGIHARTI.
Elaeis guineensis Jacq. is one of the most important commodities plants that
have been used widely in the food, pharmaceutical and cosmetics industry. Our
country was blessed with a great climate and other suitable condition for palm oil
growth as well as extensive land allows giant plantation. Indonesia has became the
largest producer that supplies almost 47% palm oil in the world. Nevertheless, palm
oil cultivation faces several threats that reduce production levels. Basal Stem Rot
(BSR) disease caused by Ganoderma boninense is a serious threat in oil palm
plantations. Many control effort was developed to solve this problem but no one

was successful.
The available agent of biological control is an excellent solution to reduce
the disease due to its ability to exert an effective anti-fungal compound.
Furthermore, other approaches by molecular biotechnology or discovery novel antifungal are required for better control strategies.
In this study, 198 bacteria were isolated from bag-log medium (culture
material of edible fungi), soil and oil palm empty fruit bunches. Forty-one isolates
showed inhibitory effect by retarding the growth of the fungal mycelia. Sixteen
isolates were selected for further study based on their percentage inhibition of radial
growth (PIRG) of more than 50%. Significant difference was shown in inhibitory
activity (p>0.05) for dual culture test. The highest of PIRG values showed by
isolate G.1.22, with an average of 87.86 %. Culture filtrate test showed different
result, i.e. G.1.22 has stable activities after boiling. Whereas with K.3.2 was
sensitive to proteinase K and heating, suggesting that these isolate might have
protein-based anti fungal. Full 16S rRNA gene sequences showed that G.1.22 and
K.3.2 were closely related to Pseudomonas aeruginosa strain B13 (accession
number KM588370) and Bacillus amyloliquefaciens strain SCDB1439 (accession
number KM922581), respectively.
Shotgun cloning method was used to clone Bacillus amyloliquefaciens JR02
chromosomal DNA. Based on antagonistic assay, we found no transformant
showed antifungal activity. On the other hand, genome walking method was

successful to characterize flanking DNA mutant BglK226. Sequence analysis of the
flanking DNA showed high similarity to beta-ketoacyl synthase gene of
Burkholderia gladioli BSR3 (accession number CP0025991).
Keywords: Antagonistic bacteria, basal stem rot, Ganoderma boninense, genome
walking, shotgun cloning

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KARAKTERISASI FRAGMEN DNA DARI BAKTERI
ANTAGONIS YANG TERLIBAT DALAM AKTIVITAS
ANTIFUNGI Ganoderma boninense

JEKMAL MALAU


Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
Pada
Program Studi Bioteknologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Utut Widyastuti, MSi

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2014 hingga bulan Juli
2015 ini ialah Karakterisasi Fragmen DNA dari Bakteri Antagonis yang Terlibat
dalam Aktivitas Antifungi Ganoderma boninense.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Antonius Suwanto,
MSc dan Ibu Dr Maria Sugiharti selaku pembimbing atas segala arahan, saran, dan
solusi selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Terima
kasih kepada Ibu Dr Utut Widyastuti, MSi selaku penguji luar komisi atas saran
yang diberikan pada saat ujian tesis. Di samping itu, penulis mengucapkan terima
kasih kepada DIKTI melalui program beasiswa unggulan tahun 2013/2014, yang
telah memberikan dana perkuliahan selama studi penulis di IPB.
Terima kasih kepada seluruh pegawai serta rekan-rekan di laboratorium R&D
PT Wilmar Benih Indonesia Cikarang atas bantuan selama pelaksanaan penelitian.
Terima kasih kepada teman-teman seperjuangan Natalia, Nabilah, Albert, Arif dan
Tira, atas segala motivasi dan keceriaan selama masa studi. Terima kasih yang
spesial buat Retno Tri Astuti telah menjadi partner terbaik dalam penelitian ini.
Ungkapan terima kasih tak terhingga juga disampaikan kepada Ayah, Ibu, serta
seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2015
Jekmal Malau

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
METODE

Diagram Alur Penelitian
Waktu dan Tempat Penelitian
Kultur Cendawan, Bakteri, Plasmid dan Media
Prosedur Penelitian
HASIL
Isolasi, Penapisan dan Identifikasi Bakteri Potensial
Shotgun Cloning Bacillus amyloliquefaciens JR02
Identifikasi Fragmen DNA Pengapit Mutan BglK226
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

1
1
2
2
2

3
4
9
9
10
10
10
16
16
19
20
26
26
26
27
31
32

DAFTAR TABEL
1

2
3
4

Primer yang digunakan untuk amplifikasi DNA pengapit
transposon
Aktivitas penghambatan isolat potensial
Aktivitas penghambatan ekstrak kasar lima bakteri terpilih
Aktivitas penghambatan isolat B. gladioli JR01 tipe liar dan
mutan

14
16
18
21

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Penampakan serangan infeksi G. boninense
Penampakan tubuh buah G. boninense
Peta fisik plasmid pUTmini-Tn5KmR
Diagram protokol genom walker
Urutan nukleotida Genome walkerTM dan primer adaptor
Diagram alur penelitian
Peta fisik vektor pRK415
Peta fisik vektor pGEM-T Easy
Aktivitas penghambatan bakteri antagonis pada hari ke 10
Hasil amplifikasi 16S Rdna
Pemotongan DNA kromosom JR02 secara parsial
Verifikasi sisipan plasmid pRK415 rekombinan
Penghambatan pertumbuhan miselium G. boninense oleh mutan
Strategi amplifikasi fragmen DNA pengapit transposon miniTn5Kmr
Hasil amplifikasi genome walking menggunakan primer ASP2
dan GSP2
Peta plasmid rekombinan pJR226-01
Peta verifikasi fragmen DNA pengapit hasil amplifikasi genome
walking
Posisi mini-Tn5KmR pada gen KAS dari Burkholderia gladioli
BSR3
Hasil analisis parsial urutan DNA mutan BglK226 pengapit
Pensejajaran sekuen asam amino KAS prokariot dan eukariot

5
5
7
8
8
9
12
14
17
18
19
20
21
21
22
22
23
23
24
25

DAFTAR LAMPIRAN
1

Pembuatan sel kompeten dengan perlakuan CaCl2

31

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa sawit (Elaeis guineensis) merupakan tanaman monokotil yang
memiliki nilai ekonomi penting. Tanaman ini termasuk kedalam famili Arecaceae,
subfamili cocosoideae (Corley & Tinker 2003). Pada awalnya tanaman kelapa
sawit berasal dari Afrika barat dan tengah, tetapi kemudian mengalami
penyebaran hingga ke daerah tropis termasuk Indonesia (Ariffin et al. 2000;
Darmono 2000). Sejak dua dekade terakhir terjadi perkembangan luas areal
perkebunan kelapa sawit yang sangat pesat. Perkembangan tersebut tidak hanya di
Sumatra, tetapi meluas hingga di Kalimantan, Sulawesi, Irian jaya (Susanto et al.
2005).
Perkembangan dan perluasan wilayah perkebunan kelapa sawit tidak
selalu dibarengi dengan peningkatan produksi hasil yang signifikan. Hal ini
disebabkan karena adanya serangan patogen pada tanaman. Penyakit busuk
pangkal batang (BPB) merupakan penyebab utama penurunan produksi yang
mengakibatkan kerugian besar pada budidaya kelapa sawit terutama di Indonesia
dan Malaysia (Miller et al. 1999; Darmono 2000; Wong et al. 2012). Penyakit
tersebut disebabkan oleh infeksi cendawan Ganoderma boninense (Sariah et al.
1994; Pilotti 2005).
Status infeksi penyakit busuk pangkal batang (BPB) tidak hanya
menyerang tanaman tua, namun kemudian diketahui juga dapat menyerang
tanaman yang masih muda. Penampakan gejala penyakit muncul lebih awal pada
tanaman kelapa sawit yang lebih banyak mengalami penanaman ulang
(replanting). Semakin sering suatu areal perkebunan mengalami peremajaan maka
semakin tinggi persentase kejadian penyakit BPB (Soepena et al. 2000). Hal ini
terjadi karena setelah cendawan menginfeksi tanaman, areal perkebunan akan
terus terpapar dan inokulum patogen akan menjadi tuan rumah sejalan dengan
semakin seringnya dilakukan penanaman kelapa sawit (Susanto et al. 2005).
G. boninense merupakan cendawan yang memiliki sifat patogen tular
tanah (Turner 1981; Wong et al. 2012). Memiliki struktur khusus yang berdampak
pada kemampuan bertahan dan menginfeksi tanaman target seperti spora istirahat
berupa klamidospora dan struktur pseudosklerotia (Darmono 2000; Susanto et al.
2005; Rees et al. 2009).
Hingga saat ini belum ada pengendalian yang dilaporkan efektif mengatasi
serangan G. boninense di lapangan. Pengendalian dengan menggunakan senyawa
kimia belum menunjukkan langkah strategis dalam mencegah infeksi cendawan
G. boninense (Soepena et al. 2000). Hal ini disebabkan karena infeksi hifa yang
tidak kelihatan dan gejala subklinis telah menyerang sebelum dilakukannya
penanggulangan (Bivi et al. 2010). Lebih lanjut, perlakuan dengan menggunakan
bahan kimia dapat merusak komposisi mikroba di dalam tanah, akibatnya
keseimbangan kondisi mikroba tanah terganggu, polusi lingkungan dan adanya
dampak negatif pada tumbuhan dan manusia (Suryanto et al. 2012; Sarim 2013).
Pengendalian secara fisik melalui teknik sanitasi yang telah dilakukan hanya
menunjukkan efek sementara (Bivi et al. 2010; Fee 2011).

2
Penggunaan agen hayati sebagai biokontrol G. boninense diharapkan
menjadi langkah pengendalian yang lebih efektif dengan mengoptimalkan
pengendalian alami yang ada di alam menggunakan organisme antagonis seperti
bakteri yang memiliki aktivitas antifungi (Sarim 2013). Beberapa bakteri yang
telah dilaporkan memiliki kemampuan sebagai agen pengendali hayati terhadap
G. boninense antara lain adalah Pseudomonas (Bivi et al. 2010; Sapak et al. 2008),
Bacillus sp. (Susanto et al. 2005; Suryanto et al. 2012) dan Burkholderia (Buana
et al. 2014). Pencarian bakteri antagonis G. boninense hingga saat ini masih perlu
dilakukan sebagai langkah eksplorasi mikroba potensial dari alam untuk kemudian
digunakan sebagai agen pengendali hayati terhadap cendawan G. boninense dalam
rangka menata kembali keseimbangan ekosistem mikroba di lapangan (Sarim
2013).
Bakteri antagonis umumnya menyandikan senyawa antifungi yang
dipengaruhi oleh gen-gen tertentu. Pemahaman tentang pengaruh gen yang
berkontribusi terhadap aktivitas antifungi penting dipelajari sebagai dasar
pengembangan strategi pengendalian yang lebih baik, yaitu melalui pendekatan
berbasis bioteknologi molekuler.
Pada penelitian ini, dilakukan pencarian kandidat bakteri antagonis
G. boninense yang menghasilkan senyawa antifungi yang diduga berupa protein
serta identifikasi gen yang berperan dalam aktivitas antifungi menggunakan teknik
shotgun cloning. Pada waktu yang bersamaan, dilakukan karakterisasi fragmen
DNA dari mutan transposon BglK226 (Koleksi lab. PT. WBE). Mutan ini
merupakan hasil mutagenesis transposon dari Burkholderia gladioli JR01 yang
menunjukkan peningkatan aktivitas penghambatan terhadap hifa G. boninense.
Perumusan Masalah
Indonesia merupakan negara produsen minyak kelapa sawit terbesar di
dunia, namun penyakit BPB oleh Infeksi G. boninense telah menyebabkan
kerugian besar terhadap produktivitas tanaman kelapa sawit. Bakteri dengan
kemampuan antagonistik terhadap G. boninense memiliki potensi sebagai agen
pengendali hayati terhadap penyakit BPB kelapa sawit, akan tetapi aplikasi bakteri
secara langsung dilapangan relatif belum menunjukkan hasil yang menjanjikan.
Telaah secara bioteknologi molekular terhadap pengembangan strategi
pengendalian hayati melalui karakterisasi dan identifikasi gen yang berkontribusi
dalam aktivitas antifungi G. boninense perlu dilakukan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk isolasi, identifikasi bakteri antagonistik G.
boninense dan kloning sejumlah fragmen DNA bakteri potensial dengan teknik
shotgun cloning serta karakterisasi fragmen DNA mutan BglK226 menggunakan
teknik genome walking.
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini adalah diperoleh bakteri potensial yang mampu
menghambat pertumbuhan G. boninense secara in vitro, sejumlah transforman
yang mengandung fragmen DNA bakteri potensial dan karakterisasi DNA

3
pengapit mutan BglK226 yang merupakan informasi awal dalam pengembangan
pengendalian hayati berbasis molekuler untuk kemudian mampu diaplikasilkan
dalam mengatasi permasalahan penyakit BPB pada areal perkebunan tanaman
kelapa sawit.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini meliputi isolasi bakteri antagonis G.
boninense, identifikasi bakteri potensial menggunakan gen 16S rRNA, kloning
sejumlah fragmen DNA bakteri potensial menggunakan vektor pRK415, Analisis
uji antagonis bakteri rekombinan, karakterisasi DNA pengapit Mutan BglK226,
analisis urutan DNA pengapit transpososon mini-Tn5KmR.

4

2 TINJAUAN PUSTAKA

Kelapa sawit (Elaeis guineensis) merupakan tanaman monokotil, termasuk
kedalam famili Arecaceae (klasifikasi sebelumnya Palmae) (Corley & Tinker
2003). Tanaman tersebut berasal dari Afrika barat dan tengah, tetapi kemudian
mengalami penyebaran hingga keseluruh daerah tropis (Ariffin et al. 2000)
termasuk Indonesia (Darmono 2000). Luas areal perkebunan kelapa sawit di
Indonesia terus mengalami peningkatan. Pada tahun 1997 berkisar 2.463.823 ha,
meningkat menjadi lebih dari 9 juta ha pada tahun 2013 (Darmono 2000;
Ditjenbun 2014). Waktu yang dibutuhkan untuk setiap generasi tanaman produktif
antara 25 dan 30 tahun (Darmono 2000).
Kelapa sawit telah menjadi tanaman komoditi penghasil minyak nabati
terbesar di dunia. Indonesia merupakan negara terbesar penyumbang permintaan
minyak sawit dunia yaitu sebesar 47%. Namun serangan berbagai penyakit pada
perkebunan kelapa sawit menjadi penyebab utama penurunan produksi. Salah satu
penyakit yang menyebabkan kerugian besar adalah infeksi busuk pangkal batang
(BPB) oleh cendawan Ganoderma. Pada beberapa perkebunan di Indonesia,
serangan BPB dapat mencapai 50% pada tanaman yang masih produktif dan status
penyakit BPB tidak hanya menyerang tanaman tua, diketahui juga dapat
menyerang tanaman yang masih muda. Penampakan gejala penyakit muncul lebih
awal pada perkebunan generasi yang lebih banyak mengalami penanaman ulang
(replanting). Semakin sering suatu areal perkebunan mengalami peremajaan maka
semakin tinggi persentase kejadian penyakit BPB (Soepena et al. 2000; Susanto et
al. 2005).
Busuk pangkal batang pertama kali dilaporkan pada tahun 1931 di
Malaysia dan diidentifikasi disebabkan oleh Ganoderma lucidum (Thompson
1931), lebih lanjut diketahui bahwa beberapa spesies Ganoderma dapat
berasosiasi dengan spesies lain pada tanaman yang terserang penyakit BPB yaitu
Ganoderma boninense, G. miniatocinctum, G. zonatum, G. chalceum, G.
xylonoides. Namun demikian, BPB pada areal perkebunan di Indonesia
disebabkan oleh infeksi cendawan G. boninense (Utomo et al. 2005; Cooper et al.
2011).
Ganoderma boninense merupakan cendawan yang termasuk dalam kelas
basidiomycetes, saprofitik dan memiliki tubuh buah, memiliki kisaran inang yang
luas dan juga struktur khusus yang berdampak pada kemampuan bertahan dan
menginfeksi tanaman target seperti spora istirahat berupa klamidospora dan
struktur pseudosklerotia (Darmono 2000; Susanto et al. 2005; Rees et al. 2009).
Gejala dini penyakit BPB sukar dideteksi. Adanya tubuh buah yang
terbentuk, daun pupus yang tidak membuka, nekrotis pada daun tua dimulai dari
bagian bawah dan jatuh menggantung merupakan gejala lanjut yang dapat
menyebabkan kematian pada tanaman dewasa (Gambar 1) (Cooper et al. 2011).
Mekanisme infeksi BPB oleh G. boninense belum sepenuhnya diketahui
namun penularan penyakit dapat terjadi melalui kontak antara akar terinfeksi dan
akar sehat pada areal perkebunan yang memungkinkan adanya kontak hifa,
penetrasi dan kolonisasi pada akar sehat yang kemudian dapat menginfeksi batang
tanaman dan membentuk tubuh buah (Gambar 2). G. boninense termasuk

5
cendawan busuk putih, inokulum yang berada di tanah akan menginfeksi bagian
akar dan mendegradasi komponen lignin pada akar (Paterson 2007).

Gambar 1 Penampakan serangan infeksi G. boninense pada tanaman kelapa sawit
(http://ganodermadisease.blogspot.co.id/)
Penyebaran serangan pada bagian korteks, endoderm, perisikel dan
jaringan pengangkut akan menyebabkan terganggunya transfortasi air dan nutrisi
hingga menyebabkan munculnya gejala penyakit (Sariah et al.1994; Pilotti 2005;
Rees et al. 2009; Cooper et al. 2011). Basidiospora yang menyebar melalui angin
dan air juga diketahui menjadi salah satu faktor penentu yang berkontribusi
terhadap penyebaran inokulum (Rees et al. 2011).

Gambar 2 Penampakan tubuh buah G. boninense pada tanaman kelapa sawit
(http://pupuksawit.nasaorganicsolution.com/ancaman-penyakit-busukpangkal-batang-pada-tanaman-kelapa-sawit. html)
Pengendalian infeksi G. boninense pada kelapa sawit telah banyak
dilakukan antara lain adalah penggunaan fungisida. Kesadaran akan bahaya
penggunaan fungisida sebagai bahan beracun bagi kelangsungan hidup ekosistem
dan atau mahluk hidup, terutama manusia dan hewan, merupakan titik awal
lahirnya konsep pengendalian hayati. Pengendalian berbasis hayati merupakan
pengendalian yang lebih efektif dengan mengoptimalkan pengendalian alami yang
ada di alam menggunakan organisme antagonis seperti bakteri yang memiliki
mekanisme aktivitas antifungi yang bervariasi (Sarim 2013). Beberapa bakteri
yang telah dilaporkan memiliki kemampuan sebagai agen biokontrol terhadap G.

6
boninense antara lain adalah Pseudomonas (Bivi et al. 2010), Bacillus sp.
(Suryanto et al. 2012) dan Burkholderia (Buana et al. 2014).
Perkembangan penemuan teknik dibidang biologi molekular menyebabkan
telaah dan pemahaman tentang gen-gen yang berkontribusi terhadap aktivitas
antifungi bakteri antagonistik G. boninense merupakan penelitian yang penting
untuk dikembangkan. Hal ini dilakukan sebagai salah satu langkah strategi
pengembangan pengendalian hayati untuk menghasilkan produk biologis yang
lebih efektif. Identifikasi dan karakterisasi gen yang terlibat dalam aktivitas
penghambatan hifa G. boninense dapat dilakukan menggunakan shotgun cloning
dan mutagenesis dengan menggunakan transposon.
Shotgun cloning merupakan teknik yang telah diperkenalkan pada tahap
awal munculnya teknologi DNA rekombinan dan bahkan ketika informasi secara
bioinformatik suatu urutan protein target sangat tarbatas dan atau belum diketahui.
Teknik tersebut memiliki tingkat resiko yang lebih sulit dibandingkan dengan
teknik PCR, tetapi mengarah ke hasil yang mengejutkan dengan kemungkinan
menemukan gen baru (Whitehurst & Oort 2010). Prinsip dasar dari teknik tersebut
adalah kloning DNA kromosom, ekstraksi dengan metode standar dan
pemotongan secara parsial menggunakan enzim restriksi. Pemotongan DNA
kromosom akan menghasilkan sejumlah fragmen yang memiliki ukuran bervariasi
dan saling tumpang tindih. Penyambungan antara DNA kromosom dan plasmid
yang diintroduksikan kedalam inang tertentu akan menghasilkan pustaka DNA
(Whitehurst & Oort 2010; Al-bayaty et al. 2012). Identifikasi fragmen yang
mengandung gen target dilakukan dengan seleksi melalui analisis ekspresi dengan
plating pada media selektif.
Optimasi kondisi pada shotgun cloning merupakan hal penting yang
menentukan keberhasilan dalam memperoleh pustaka klon, baik pemilihan enzim
restriksi yang digunakan untuk pemotongan secara parsial maupun pemilihan
vektor dan inang. Sau3A1 merupakan enzim restriksi yang biasa digunakan untuk
pemotongan DNA kromosom. Sistem vektor-inang yang digunakan adalah E. coli
dengan vektor yang mengandung gen lac Z yang dapat mempermudah seleksi
transforman menggunakan seleksi biru putih (Whitehurst & Oort 2010).
Teknik lain yang dapat dilakukan yaitu mutagenesis transposon.
Transposon merupakan suatu fragmen DNA yang memiliki kemampuan untuk
berpindah dari satu situs DNA kebagian DNA yang lain dalam satu sekuen
maupun berbeda sekuen. Peristiwa penyisipan tersebut dikenal dengan transposisi
yang dikatalisis oleh enzim transposase. Salah satu transposon yang sering
digunakan adalah Tn5 yang memiliki ukuran 5700 pb, membawa tiga gen
resistensi antibiotik yaitu kanamisin, bleomisin dan streptomisin (Vizvaryova &
Valkova 2004). Daerah transposon Tn5 dibatasi oleh 19 pb direct repeat
(CTGTCTCTTGATCAGATCT) insite end dan (ACTTGTGTATAAGAGTCAG)
outsite end yang merupakan urutan untuk verifikasi keberhasilan identifikasi DNA
pengapit (DeLorenzo et al. 1990). Salah satu turunan dari Tn5 adalah mini-Tn5,
dimana gen yang menyandikan enzim transposase terletak diluar mini-transposon
yang dikonstruksi pada vektor plasmid (Delorenzo et al. 1990; Herrero et al.
1990).
Mini-Tn5 yang digunakan dalam proses transposon mutagenesis
dikonstruksi dalam plasmid bunuh diri (suicide plasmid) salah satunya adalah
plasmid pUT (Gambar 3), yang membutuhkan protein � sebagai inisiator yang

7
akan menempel pada bagian iteron oriR6K sebagai syarat utama jalannya
replikasi DNA. Plasmid tersebut akan terdegradasi ketika bakteri inang tidak
mampu melakukan replikasi (Ya-bin 1998; Kruger & Filutowicz 2000).
Penggunaan suicide plasmid dalam proses transposisi merupakan faktor
penting. Hal ini disebabkan karena jika plasmid yang digunakan masih terdapat
dalam sel resipien terdapat kemungkinan transposon akan menyisip berulang kali
karena enzim transposase terus diproduksi yang akan sangat mengganggu
kestabilan penyisipan transposon dalam DNA resipien (Herrero et al. 1990).

Gambar 3 Peta fisik plasmid pUTmini-Tn5KmR (Artiguenave et al. 1997)
Mekanisme perpindahan plasmid pUT yang mengandung mini-Tn5 dari
bakteri donor ke resipien terjadi melalui proses konjugasi. Bakteri yang digunakan
sebagai donor harus memiliki faktor F (fertility factor), sehingga proses konjugasi
dapat berlangsung dengan cara biparental mating. Faktor F terdiri dari gen tra dan
oriT (origin of transfer). Komponen gen tra antara lain adalah Dtr (DNA transfer
and replication) dan Mpf (Mating pair formation). Enzim yang termasuk kedalam
kelompok Dtr adalah relaksase yang berfungsi dalam inisiasi pembentukan nick
pada daerah oriT, kemudian membawa DNA melalui pili menuju sel donor,
sementara itu primase berfungsi membantuk primer yang akan digunakan untuk
proses replikasi plasmid di sel resipien dan donor. Komponen Mpf mengandung
enzim yang berfungsi untuk membentuk pillus yang akan digunakan sebagai
jembatan dalam proses konjugasi (Snyder & Champness 2007).
Bakteri transkonjugan yang telah mengalami transposisi dapat diseleksi
dengan menggunakan biomarker yang dibawa oleh transposon yang biasanya
berupa gen resistensi terhadap antibiotik (Vizvaryova & Valkova 2004).
Keacakan penyisipan mini-Tn5 pada sejumlah bakteri transkonjugan dapat
dianalisis dengan menggunakan teknik genome walking, merupakan teknik yang
efisien dan lebih akurat untuk identifikasi daerah sekuen gen yang belum
diketahui informasi urutannya. Teknik tersebut berbasis amplifikasi PCR tanpa
harus membuat kunstruksi pustaka DNA. Lebih lanjut lagi bahwa teknik ini lebih
cocok digunakan untuk mengamplifikasi fragmen DNA target dengan sedikit info
sekuen gen yang dibutuhkan (Clontech 2007).
Genome walking dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai jenis
teknik PCR yaitu, seperti Inverse PCR, TAIL PCR dan PCR berbasis adaptor
(Ashoub & Abdalla 2006; Clontech 2007). Strategi amplifikasi genome walking

8
dengan PCR berbasis adaptor disajikan pada Gambar 4. Sekuen adaptor spesifik
disajikan pada Gambar 5.

Gambar 4 Diagram protokol Genome walker (Clontech 2007). AP (primer
adaptor); GSP (primer spesifik gen)

Gambar 5 Urutan nukleotida Genome walkerTM dan primer adaptor. Genome
walker libraries dibuat dengan ligasi antara adaptor dan kedua ujung
DNA fragmen genom (Clontech 2007)

9

3 METODE PENELITIAN
Kerangka Penelitian
Kerangka penelitian disajikan pada Gambar 6.
Isolasi bakteri
Penapisan bakteri
Identifikasi gen 16S rRNA
Bacillus amyloliquefaciens

Mutan BglK226

DNA kromosom

Pemotongan parsial
dengan Sau3A1

Pemotongan dengan SnaB1,
EcoRV dan Fsp1

Kloning fragmen DNA kromosom
pada vektor pRK415

Penyambungan adaptor

Seleksi
transforman

Pengujian aktivitas
antifungi bakteri
rekombinan

Verifikasi sisipan
vektor pRK415

Amplifikasi dengan primer
ASP dan GSP
Kloning fragmen DNA pengapit
pada vektor pGEM-T Easy
Amplifikasi plasmid dengan
primer ASP2 dan GSP2
Penentuan runutan nukleotida
dan dugaan gen

Gambar 6 Diagram alur penelitian

10
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2014 hingga Juli 2015 di
Laboratorium PT WBE Cikarang, Bekasi.
Kultur Cendawan, Bakteri, Plasmid dan Media
Cendawan G. boninense B29 merupakan isolat koleksi laboratorium WBE
(Purnamasari et al. 2012). Kultur cendawan diremajakan setiap 15 hari pada
media potato dextrose agar (PDA) dengan suhu inkubasi 28ºC. Mutan BglK226
(Koleksi WBE) digunakan untuk karakterisasi DNA pengapit mini-Tn5KmR,
ditumbuhkan pada media LA dengan penambahan kanamisin 50µgmL-1 pada suhu
30 ºC. Plasmid pRK415 (Keen et al. 1988), pGEM-T Easy (Promega, Madison
WI) dan pGEM-T Easy rekombinan diperbanyak pada inang E. coli Top10
(Invitrogen). Media king’s B, PDA, Soil Extract Agar (SEA) dan Luria bertani
agar (LA) dengan atau tanpa penambahan antibiotik digunakan dalam skrining
bakteri dan peremajaan kultur.
Isolasi dan Skrining Bakteri Antagonis
Isolasi bakteri dilakukan dengan teknik pengenceran bertingkat dengan
tiga jenis sumber isolasi yaitu bag-log media tanam cendawan makroskopis
(culture material of edible fungi) cendawan lingzhi (Ganoderma lucidum)
cendawan kuping (Auricularia auriculata), tanah rumah kaca, dan janjangan
kosong kelapa sawit. Isolasi dilakukan pada tiga jenis media agar yaitu media
king’s B, king’s B 10% dan soil extract.
Pemilihan bakteri uji dilakukan berdasarkan kemampuan antagonisnya
terhadap G. boninense secara in vitro pada media PDA. Penapisan bakteri
dilakukan dalam empat tahapan yaitu uji tantang dalam delapan kuadran, uji
tantang dalam empat kuadran dan uji tantang dua kultur sesuai dengan Jinantana
dan Sariah (1997).
Tepi bagian yang aktif tumbuh pada biakan cendawan yang telah berumur
7 hari diambil dengan menggunakan cork borer, diinokulasikan pada media PDA
tepat ditengah-tengah cawan petri. Selanjutnya suspensi bakteri dibuat dengan
standar McFarland dengan konsentrasi ≈ 108 cfu mL-1 (Sapak et al. 2008; Samala
et al. 2011). Suspensi diinokulasikan pada cawan petri yang telah ditumbuhkan
G.boninense dengan teknik streak garis lurus yang berjarak 3cm dari inukulum
cendawan. Akitivitas penghambatan ditentukan berdasarkan zona hambat yang
terbentuk di sekitar koloni. Pengamatan dilakukan setelah sepuluh hari inkubasi.
Persentase penghambatan pertumbuhan radial (PIRG) hifa G. boninense dengan
nilai lebih dari 50% akan dipilih sebagai kandidat inukulum bakteri potensial
untuk uji selanjutnya. Data penghambatan yang ditransformasikan dalam bentuk
persentase menggunakan rumus Jinantana dan Sariah (1998):
R −R
���� =
x 100%
R
Ket: R1= Pertumbuhan radial hifa G. boninense tanpa biokontrol
R2= Pertumbuhan radial hifa G. boninense dengan aplikasi biokontrol

11
Uji aktivitas ekstrak bakteri dilakukan dengan mengacu pada Bivi et al.
(2010) dengan modifikasi protokol WBE yaitu dengan menggunakan tiga
perlakuan, supernatan dengan tanpa pemanasan (diinkubasi pada suhu ruang
28±2oC); supernatan dengan pemanasan pada suhu 950C selama 15 menit;
supernatan dengan penambahan proteinase K. Isolat bakteri E. coli, media kosong
dan aquades digunakan sebagai kontrol negatif sedangkan isolat CP01 (Koleksi
WBE) dan atau fungisida Dithane (Dow Agroselences, Indonesia) digunakan
sebagai kontrol positif.
Identifikasi Gen Penyandi 16S rRNA
Identifikasi spesies bakteri terpilih dilakukan melalui analisis gen penyandi
16S rRNA sesuai deskripsi Marchesi et al. (1998). Genom bakteri diisolasi
dengan protokol standar Wizard Genomic DNA Purification Kit (Promega, USA),
kemudian dilakukan visualisasi dengan elektroforesis pada gel agarosa 1% (w v-1).
Konsentrasi dan kemurnian DNA dianalisis menggunakan NanoDrop 2000
(Thermo Scientific, Wilmington, DE, USA).
Amplifikasi gen penyandi 16S rRNA dilakukan dengan PCR
menggunakan primer 63F (5’-CAGGCCTAACACATGCAAGTC-3’) dan primer
1387R (5-GGGCGGAA/TGTGTACAGGC-3’) (Marchesi et al. 1998). Komposisi
reaksi PCR (total volume reaksi 50 µL) terdiri dari 1 µL DNA genom bakteri (500
ng/µL) sebagai cetakan, 25 µL 2x GoTaq Green PCR mastermix (Promega), 1 µL
(10 picomol) masing-masing primer 63F dan 1387R dan 22 µL dH2O. Gradien
temperatur yang digunakan adalah pradenaturasi pada suhu 95 oC selama 5 menit,
siklus amplifikasi sebanyak 25 siklus yang terdiri dari suhu denaturasi 95 oC
selama 30 detik; penempelan 55 oC selama 30 detik; pemanjangan 72 oC selama
60 detik dan pemanjangan akhir 72 oC selama 5 menit (Clontech 2007). Verifikasi
dilakukan dengan elektroforesis gel agarosa 1% (wv-1), kemudian produk PCR
dimurnikan mengikuti prosedur purifikasi ExoSAP-IT (ExoSAP-IT, USA).
Hasil purifikasi exosap diurutkan dengan PCR cycle dengan prinsip
terminal chain reaction menggunakan tiga primer yaitu 63F, 926R dan 1387R.
Purifikasi akhir hasil PCR cycle dilakukan menggunakan Xterminator purification
kit. Pengurutan nukleotida dilakukan dengan perangkat ABI Prism 3030 Genetic
Analyser (Applied Biosystems, USA). Analisis hasil pengurutan dilakukan dengan
menggunakan software geneious ProTM5.3.4 untuk mendapatkan file fasta,
kemudian dilakukan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) file fasta
urutan nukleotida dari hasil pengurutan gen 16S rRNA dengan data base yang
tersedia pada gene bank.
Shotgun Cloning Bacillus amyloliquefaciens JR02
Pemotongan DNA kromosom secara parsial
Isolasi DNA kromosom dilakukan dengan metode presipitasi etanol
menggunakan Wizard Genomic DNA Purification Kit (Promega, USA).
Pemotongan DNA kromosom JR02 secara parsial menggunakan enzim restriksi
Sau3A1 mengacu pada Tran et al. (1991) dengan modifikasi protokol
laboratorium bioteknologi PT WBE. Sebanyak 5µg DNA kromosom dipotong
secara parsial menggunakan 1U enzim restriksi Sau3A1 (Fermentas), inkubasi

12
pada suhu 370C selama 10 menit, kemudian dielektroforesis pada gel agarosa
0,7%. Pita DNA kromosom hasil elektroforesis dipotong pada ukuran yang
diinginkan (3-8kb), kemudian dimurnikan mengikuti protokol standar QIAquick®
Gel Extraction Kit (Qiagen, Valencia, California).
Kloning fragmen DNA kromosom
Plasmid pRK415 yang merupakan turunan dari pRK404 (Ditta et al. 1985)
dipakai sebagai vektor kloning sejumlah potongan DNA kromosom JR02.
Plasmid tersebut dibuat linear dengan cara memotong pada daerah MCS situs
pengenalan enzim restriksi BamH1 (New England Biolabs. USA). Fragmen DNA
diligasikan pada daerah Multiple Cloning Site (MCS) plasmid pRK415
(Gambar 7). Reaksi ligasi terdiri dari 4 µL fragmen DNA (100 ng µL-1), 0.5 µL
vektor pRK415 (100 ng µL-1), 2 µL bufer ligasi 10X, 1 µL T4 DNA ligase (NEB,
USA), dan 12.5 µL ddH2O. Proses ligasi dilakukan dengan perlakuan inkubasi
selama 16 jam pada suhu 4 oC. E. coli TOP10 kompeten diperoleh dengan
perlakuan CaCl2 (Lampiran 1). Plasmid rekombinan diintroduksikan ke dalam sel
kompeten dengan perlakuan renjatan panas (heat shock) pada suhu 42 oC selama
90 detik. Seleksi bakteri transforman dilakukan dengan seleksi biru putih (blue
white selection) pada media LA+Tc (10 µgml-1) + X-gal (80 µgml-1). Tranforman
dengan koloni warna putih dipanen dan ditumbuhkan pada media LA+Tc.

Gambar 7 Peta fisik vektor pRK415 (Keen et al. 1988)
Uji antagonis dilakukan menggunakan suspensi G. boninense sesuai
dengan protokol laboratorium beneficial microbe PT WBE. Koloni yang
menghasilkan zona penghambatan mengindikasikan bahwa transforman memiliki
kemampuan dalam menghambat pertumbuhan hifa G. boninense dan mampu
mengekspresikan gen antifungi asal isolat JR02.

13
Verifikasi sisipan DNA kromosom pada E. coli TOP 10 rekombinan
Isolasi plasmid rekombinan dari E. coli TOP 10 dilakukan dengan tujuan
untuk melakukan verifikasi sisipan pada vektor rekombinan. Isolasi plasmid
dilakukan pada koloni E. coli TOP10 yang berwarna putih di media Luria Bertani
agar (LA) selektif. Bakteri E. coli TOP10 ditumbuhkan dalam 10 mL media LB
yang mengandung 10 µg mL-1 tetrasiklin pada suhu 37 oC selama 12-16 jam.
Plasmid rekombinan diisolasi dengan mengikuti protokol standar QIAprep Spin
miniprep Kit (Qiagen, Valensia, California). Pemotongan DNA plasmid dilakukan
dengan enzim restriksi Sma1 (NEB, USA) dan dilakukan analisis ukuran sisipan
dengan visualisasi elektroporesis gel agarosa 1%.
Karakterisasi Mutan BglK226
Uji aktifitas mutan
Uji antagonis mutan BglK226 dan Burkholderia gladioli JR01 (tipe asal)
terhadap G. boninense dilakukan untuk mengetahui peningkatan kemampuan
aktivitas antifungi mutan BglK226 setelah disisipi oleh transposon mini-Tn5KmR.
Metode yang digunakan adalah dual culture assay yang mengacu pada Bivi et al.
(2010). Data penghambatan yang ditransformasikan dalam bentuk persentase
menggunakan rumus Jinantana dan Sariah (1998).
Deteksi dan Amplifikasi Sekuen Pengapit Transposon mini-Tn5KmR
Sekuen DNA pengapit transposon diidentifikasi menggunakan teknik
genome walking dengan penambahan adaptor spesifik sesuai protokol Clontech
universal genome walker (Clontech Laboratories Inc, USA). Isolasi DNA
kromosom mutan BglK226 dilakukan dengan metode presipitasi etanol
menggunakan Wizard Genomic DNA Purification Kit (Promega, USA), kemudian
dipotong menggunakan enzim restriksi SnaBI, EcoRV dan FspI (Fermentas,
Ontario, Canada) secara terpisah. Komposisi masing-masing reaksi terdiri dari 5
µL DNA cetakan (1000 ng µL-1), 2 µL bufer 10X, 0.2 µL BSA, 1 µL enzim
restriksi, dan 11.8 µL ddH2O, kemudian diinkubasi selama 16 jam pada suhu yang
disesuaikan. Fragmen-fragmen DNA disambung dengan campuran adaptor
(Clontech, USA) menggunakan T4 DNA ligase (NEB, USA) dan digunakan
sebagai cetakan dalam amplifikasi PCR genome walking. Reaksi ligasi terdiri dari
4 µL fragmen DNA hasil pemotongan, 1.9 µL campuran adaptor, 1.6 µL bufer
ligasi, 0,5 µL T4 DNA ligase (NEB, USA), dan 8 µL ddH2O. Proses ligasi
dilakukan dengan perlakuan inkubasi selama 16 jam pada suhu 16 oC dan
inaktivasi reaksi dilakukan pada suhu 70 oC selama 5 menit.
Kombinasi primer yang digunakan pada saat amplifikasi terdapat pada
Tabel 1. Reaksi PCR dilakukan dalam dua tahapan. Reaksi pertama dilakukan
dengan menggunakan primer spesifik gen 1 (GSP1) dan primer spesifik adaptor
(ASP1). Reaksi PCR pertama dengan volume akhir 20 µL, terdiri dari 10 µL 2x
GoTaq Green PCR mastermix (Promega), 1 µL 10pmol GSP1, 1 µL 10pmol
ASP1 (Clontech, USA), 1 µL DNA cetakan (adaptor yang telah terligasi dengan
DNA), 7 µL ddH2O. Kondisi PCR yang digunakan adalah predenaturasi 94 oC, 3
menit, diikuti dengan 7 siklus (94 oC, 25 detik, 72 oC, 3 menit) 32 siklus (94 oC, 25
detik, 67 oC, 3 menit) dan pemanjangan akhir 67 oC, 7 menit (Clontech 2007).
Produk PCR pertama kemudian digunakan sebagai cetakan pada PCR
kedua sebanyak 1 µL melalui reaksi PCR tersarang (nested PCR) menggunakan

14
primer GSP2 dan ASP2 dengan komposisi reaksi terdiri dari 10 µL 2x GoTaq
Green PCR mastermix (Promega), 1 µL 10pmol GSP1, 1 µL 10pmol ASP1
(Clontech, USA), 1 µL DNA cetakan (produk PCR pertama), 7 µL ddH2O.
Kondisi PCR yang digunakan adalah predenaturasi 94 oC, 3 menit, diikuti dengan
5 siklus (94 oC, 25 detik, 72 oC, 3 menit) 20 siklus (94 oC, 25 detik, 67 oC, 3 menit)
dan pemanjangan akhir 67 oC, 7 menit (Clontech 2007). Kontrol internal
disertakan pada masing-masing amplifikasi untuk mengetahui adanya faktor lain
yang mempengaruhi reaksi. Visualisasi elektroforesis dilakukan pada gel agarosa
1% dengan pewarnaan ethidium bromide (EtBr). Pemurnian gel dilakukan sesuai
Qia Quick Gel Extraction Kit (Qiagen, Valencia, California).
Tabel 1 Primer yang digunakan untuk amplifikasi DNA pengapit transposon
mini-Tn5KmR
Primer
Sekuens (5’ 3’)
Asp1
GTAATACGACTCACTATAGGGC
Asp2
ACTATAGGGCACGCGTGGT
GSP_1F
GCCCGATGCGCCAGAGTTGT
GSP_1R
GGTCTGCGATTCCGACTCCGACTCGTCC
GSP_2F
TATTGATGTTGGACGAGTCGGAATC
GSP_2R
CGTTTCCCGTTGAATATGGCTCAT
Kloning Fragmen DNA Pengapit Transposon
Fragmen DNA hasil amplifikasi yang telah dimurnikan disambungkan
dengan vektor pGEM-T Easy pada daerah Multiple Cloning Site (MCS) (Gambar
8). Reaksi ligasi terdiri dari 2 µL fragmen DNA (50 ng µL-1), 0.5 µL vektor
pGEM-T Easy (50 ng µL-1), 2 µL bufer ligasi 10X, 1 µL T4 DNA ligase (NEB,
USA), dan 14.5 µL ddH2O. Proses ligasi dilakukan dengan perlakuan inkubasi
selama 16 jam pada suhu 16 oC. Plasmid rekombinan diintroduksikan kedalam sel
E. coli TOP10 kompeten dengan metode renjatan panas (heat shock). Seleksi
bakteri transforman dilakukan dengan seleksi biru putih seperti dideskripsikan
oleh Sambrook et al. (1989). Sel E. coli kompeten ditumbuhkan pada media LA
dengan dan tanpa penambahan antibiotik ampisilin sebagai kontrol transformasi.

Gambar 8 Peta fisik vektor pGEM-T Easy (Promega)

15
Analisis pengurutan DNA pengapit
Pengurutan nukleotida DNA pengapit transposon dilakukan menggunakan
perangkat ABI Prism™ 3030 Genetic Analyzer (Applied Biosystems, Foster City,
California). Plasmid rekombinan pJR226-01 digunakan sebagai cetakan, GSP2
dan ASP2 digunakan sebagai primer untuk Cycle sequensing PCR dengan
mengikuti protokol standar BigDyeR Terminator Cycle Sequensing Kit
v3.1(Applied Biosystems, California, USA). Kondisi Cycle sequensing PCR
adalah predenaturasi 96 oC, 5 menit, diikuti dengan 25 siklus PCR (96 oC, 30
detik, 50 oC, 30 detik, 61 oC, 30, detik) dan 72 oC, 10 menit pemanjangan akhir.
Pemurnian produk Cycle sequensing PCR dilakukan mengikuti protokol standar
BigDyeR X-Terminator Purification kit (Applied Biosystems, Foster City,
California) sebelum dirunut menggunakan ABI Prism 3030 Genetic Analysis
(Applied Biosystems, California, USA). Urutan DNA, kesamaan urutan dan
homologi hasil pensejajaran dianalisis menggunakan Software genious ProTM
5.3.4. Identitas dugaan gen DNA pengapit diperoleh dari hasil BLAST-n pada
database genebank (NCBI) setelah dilakukan verifikasi keberadaan mini-Tn5
transfer element.

16

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi, Penapisan dan Identifikasi Bakteri Antagonis G. boninense
Keberadaan mikroba yang melimpah pada suatu ekosistem menjadi bagian
yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan suatu populasi organisme lain
dalam habitat tertentu melalui suatu mekanisme kompleks. Ekplorasi mikroba dari
berbagai habitat menjadi sangat penting untuk mempelajari efektivitasnya dalam
menekan suatu organisme patogen pada tanaman budidaya. Hal ini merupakan
langkah awal dalam usaha pengendalian G. boninense secara biologis
(Susanto et al. 2005). Pada kondisi alami di alam, beberapa mikroba memiliki
kemampuan dalam menekan busuk pangkal batang kelapa sawit yang disebabkan
oleh G. boninense (Bivi et al. 2010).
Pada penelitian ini, 198 isolat bakteri berhasil diisolasi dari tiga jenis sampel
yang digunakan. Perbedaan warna, tipe koloni dan ukuran koloni menjadi dasar
perbandingan untuk analisis keberagaman bakteri dari setiap sumber isolasi yang
digunakan (Bivi et al, 2010). Sebanyak 41 isolat bakteri menunjukkan aktifitas
penghambatan dengan tingkat yang berbeda-beda. Enam belas isolat menunjukkan
nilai Percentage inhibition of radial growh (PIRG) > 50% (Tabel 2). Bakteri yang
memiliki potensi untuk digunakan sebagai agen biokontrol menunjukkan aktivitas
penghambatan PIRG >40% (Sutanto et al. 2005).
Tabel 2 Aktivitas penghambatan isolat potensial terhadap miselium G. boninense
No
Isolat
Aktivitas penghambatan (%)*
1
Akuades
2
Garam fisiologis
3
E. coli
4
CPO1
70.50bc
5
Ko2
74.94b
6
Tn 1.4
78.68ab
7
Tn.1.3
69.78bc
8
Tn.1.23
77.70ab
9
Tn.1.20
73.87b
10
Tn.2.7
61.65c
11
Tn.1.13
77.13b
12
Tn.1.10
69.25bc
13
Tn.1.16
76.79b
14
Tn.1.14
75.98b
15
Tn 1.22
71.76bc
24
G.2.1
81.86ab
25
G.1.7
82.92ab
26
G.1.22
87.86a
27
G.2.12
79.73ab
26
K.3.2
70.21bc
*

Zona hambat setelah inkubasi selama 10 hari
Kontrol negatif yaitu E coli, Akuades, garam fisiologis, dan kontrol positif menggunakan CP01.
Analisis perbedaan yang tidak signifikan didasarkan pada huruf yang sama (P