Isolasi Dan Uji Bakteri Endofit Akbar Dan Daun Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)Terhadap Ganoderma boninense Pat.

(1)

ISOLASI DAN UJI ANTAGONIS BAKTERI ENDOFIT AKAR DAN DAUN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) TERHADAP

Ganoderma boninense Pat.

SKRIPSI

ASNI MARYATI SEMBIRING 040805021

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2008


(2)

ISOLASI DAN UJI ANTAGONIS BAKTERI ENDOFIT KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) TERHADAP Ganoderma boninense Pat.

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

ASNI MARYATI SEMBIRING 040805021

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2008


(3)

PERSETUJUAN

Judul : ISOLASI DAN UJI ANTAGONIS BAKTERI

ENDOFIT AKAR DAN DAUN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) TERHADAP Ganoderma boninense Pat.

Kategori : SKRIPSI

Nama : ASNI MARYATI SEMBIRING Nomor Induk Mahasiswa : 040805021

Program Studi : SARJANA (S1) BIOLOGI Departemen : BIOLOGI

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA

UTARA Diluluskan di

Medan, Desember 2008 Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Drs. Kiki Nurtjahja, M. Sc. Yurnaliza, S. Si, M. Si.

NIP 132 207 808 NIP 132 240 155

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Biologi FMIPA USU Ketua,

Dr. Dwi Suryanto, M. Sc. NIP 132 089 421


(4)

PERNYATAAN

ISOLASI DAN UJI ANTAGONIS BAKTERI ENDOFIT AKAR DAN DAUN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)

TERHADAP Ganoderma boninense Pat. SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Desember 2008

ASNI MARYATI SEMBIRING 040805021


(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Bapa di Surga, karena atas segala kasih dan karuniaNya saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ISOLASI DAN UJI ANTAGONIS BAKTERI ENDOFIT AKAR DAN DAUN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) TERHADAP Ganoderma boninense Pat.” dalam waktu yang telah ditentukan.

Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Ibu Yurnaliza, S. Si, M. Si dan Bapak Drs. Kiki Nurtjahja, M. Sc, selaku Dosen Pembimbing I dan II yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan, serta waktu dan perhatiannya kepada saya selama menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih juga saya ucapkan kepada Bapak Dr. Dwi Suryanto, M. Sc, selaku Dosen Penguji I sekaligus Ketua Departemen Biologi FMIPA USU dan Ibu Dra. Nunuk Priyani, M. Sc, selaku Dosen Penguji II sekaligus Sekretaris Departemen Biologi FMIPA USU, yang telah banyak memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini. Terima kasih kepada Ibu Dra. Emita Sabri, M. Si, selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah banyak membimbing saya selama pendidikan, dan kepada seluruh Staf Dosen Pengajar Departemen Biologi FMIPA USU atas bimbingannya selama saya mengikuti perkuliahan, juga kepada Ibu Ros, Bang Erwin, Ibu Nurhasni, dan Bapak Sukirmanto selaku pegawai Departemen Biologi FMIPA USU, saya ucapkan terima kasih atas bantuannya selama ini.

Terima kasih yang sedalam-dalamnya saya ucapkan kepada bapak dan ibu tercinta, A.S. Pandia dan Juliani, atas doa, semangat, dukungan, dan perhatian, serta kasih sayang yang tak terhingga kepada saya selama menyelesaikan skripsi ini. Kepada adik-adik tersayang, Budi Andryan Saputra Sembiring, Alexander Gunawan Sembiring, dan Ronnie Jupiter Sembiring, atas doa dan perhatian, serta dukungan yang besar kepada saya selama ini.

Kepada teman-teman satu tim penelitian, Bang Risky Hadi Wibowo, S. Si, Maria F. Ginting, dan Dewi N. Simbolon, saya ucapkan terima kasih banyak atas bantuannya selama mengerjakan penelitian. Kepada rekan-rekan asisten Laboratorium Mikrobiologi, Atika, Siti Patonah, Lydia Sari, Issabelina, Lydia Gustika, Ummi, Gustin, Effendi, dan Kabul. Teman-teman terkasih Lusianna, Agnes, Pita, Irma, Maristella, Mardiah, Irina, dan Julianus, S. Si. Kakak dan abang senior yang telah banyak membantu, Bang Ginta Rio Ginting, S. Si, Bang David, S. Si, Kak Ansen, S. Si, Kak Prasiska, S. Si, Kak Netti, S. Si, dan Kak Erlaniyati, S. Si. Terima kasih juga kepada teman-teman stambuk 2004 dan kepada adik-adik junior, Irfan, Mustika, Santi, Nia, Hilda, Dwi, dan Helen, terima kasih atas semangat yang diberikan. Kepada sahabat-sahabat terkasih, Lestari Sitepu, Lilis Seventina Sirait, Alm. Esty Christianty Gultom, Hotmarasi Gultom, Elfrida Theresia, Anne Meilina Manalu, S.E, Kamalia, dan yang tersayang Frans Seda Agustinus Tarigan, terima kasih banyak atas doa dan dukungannya kepada saya selama ini, dan kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu per satu. Semoga Tuhan Yang Maha Esa akan membalasnya.


(6)

ABSTRAK

Penelitian tentang isolasi dan uji antagonis bakteri endofit akar dan daun kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) terhadap Ganoderma boninense Pat. telah dilakukan mulai bulan Juli 2007 sampai Januari 2008 di Laboratorium Mikrobiologi FMIPA USU Medan. Bakteri endofit diisolasi dari akar dan daun tanaman kelapa sawit yang diperoleh dari 6 lokasi perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara. Isolat bakteri endofit yang diperoleh dikarakterisasi dan diuji antagonis terhadap G. boninense. Dari hasil isolasi, diperoleh 40 jenis bakteri endofit yang berbeda secara morfologi, terdiri dari 28 jenis bakteri dari akar dan 12 jenis bakteri dari daun. Dari total bakteri endofit yang diperoleh, paling banyak ditemukan pada perkebunan rakyat Tanah Jawa, Pematang Siantar yaitu sebanyak 11 isolat, dan paling sedikit ditemukan pada PTPN III Rantau Prapat Utara Kab. Labuhan Batu dan perkebunan rakyat Islamic Centre Medan, masing-masing sebanyak 4 isolat. Hasil pewarnaan Gram, diperoleh sebesar 22,5% Gram positif dan 77,5% Gram negatif. Hasil uji antagonis menunjukkan bahwa dari 40 isolat yang diuji, hampir semua berpotensi menghambat pertumbuhan miselium G. boninense dengan hambatan yang bervariasi, tetapi 3 isolat dipilih berdasarkan zona hambat terbesar yang dihasilkan dan adanya miselium yang mengering serta menipis. Ketiga isolat tersebut yaitu PS34A, PS35A, dan PS38D. Hasil uji perbandingan dengan ketokonazol menunjukkan bahwa ketiga isolat menghambat lebih besar dibandingkan ketokonazol konsentrasi 0,09 mg/ml dan 0,3 mg/ml, tetapi menghambat lebih kecil dibandingkan konsentrasi 0,6 mg/ml, dengan hambatan PS34A dan PS35A sebesar 7,8 mm, dan PS38D sebesar 9,8 mm. Sedangkan ketokonazol konsentrasi 0,09 mg/ml dan 0,3 mg/ml menghambat sebesar 6,8 mm dan konsentrasi 0,6 mg/ml menghambat sebesar 12 mm.


(7)

THE ANTAGONISTIC OF ENDOPHYTIC BACTERIA ISOLATED FROM ROOTS AND LEAVES OF PALM OIL (Elaeis guineensisJacq.) AGAINTS

Ganoderma boninensePat. ABSTRACT

A study of the antagonistic of endophytic bacteria isolated from roots and leaves of palm oil (Elaeis guineensis Jacq.) againts Ganoderma boninense Pat. has been done from July 2007 to January 2008 at Microbiology Laboratory FMIPA USU Medan. Endophytic bacteria were isolated from palm oil roots and leaves of 6 plantations in Sumatera Utara. The results showed 40 different bacterial types consisting of 28 bacterial types from roots and 12 bacterial types from leaves, which were 11 isolates from Tanah Jawa, Pematang Siantar, and few isolates were found from PTPN III Rantau Prapat Utara, Labuhan Batu County and Islamic Centre Medan plantation, with 4 isolates each. Gram staining showed that as many as 22.5% were Gram positive and 77.5% were Gram negative. Almost all isolates had potential to inhibit the mycelium of G. boninense, and 3 isolates showed its ability well in inhibit the mycelium of G. boninense by result the inhibit zone. The isolates were PS34A, PS35A and PS38D. The isolates inhibited the growth of G. boninense with the length of inhibited mycelium is bigger than concentration of ketoconazole 0.09 mg/ml and 0.3 mg/ml, and smaller than 0.6 mg/ml, that was PS34A and PS35A inhibited as many as 7.8 mm, and PS38D inhibited as many as 9.8 mm. Whereas the concentration of ketoconazole 0.09 mg/ml and 0.3 mg/ml inhibited as many as 6.8 mm and 0.6 mg/ml inhibited as many as 12 mm.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak v

Abstract vi

Daftar Isi vii

Daftar Tabel ix

Daftar Gambar x

Daftar Lampiran xi

Bab 1 Pendahuluan 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 2

1.3 Tujuan 3

1.4 Hipotesis 3

1.5 Manfaat 3

Bab 2 Tinjauan Pustaka 4

2.1 Mikroorganisme Endofit 4

2.2 Biodiversitas Endofit 5

2.3 Manfaat Endofit 6

2.4 Kelapa Sawit 7

2.5 Botani Kelapa Sawit 9

2.6 Penyakit Busuk Pangkal Batang Kelapa Sawit 10

Bab 3 Bahan dan Metoda 13

3.1 Waktu dan Tempat 13

3.2 Bahan 13

3.3 Lokasi Pengambilan Sampel 13

3.4 Isolasi Bakteri Endofit dari Akar 14 3.5 Isolasi Bakteri Endofit dari Daun 14 3.6 Karakterisasi Bakteri Endofit Akar dan Daun Kelapa Sawit 15 3.7 Uji Antagonis Bakteri Endofit Akar dan Daun Kelapa Sawit

Terhadap G. boninense 15

Bab 4 Hasil dan Pembahasan 17

4.1 Isolasi Bakteri Endofit dari Akar dan Daun Kelapa Sawit 17 4.2 Karakterisasi Isolat Bakteri Endofit 18 4.3 Kemampuan Antagonis Bakteri Endofit Akar dan Daun

Kelapa Sawit Terhadap G. boninense 22

4.4 Uji Perbandingan Antagonis Isolat Bakteri Endofit Dengan


(9)

Bab 5 Kesimpulan dan Saran 27

5.1 Kesimpulan 27

5.2 Saran 27


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1.1 Karakteristik morfologi koloni isolat bakteri endofit akar dan

daun kelapa sawit 19

Tabel 4.2.1 Hasil pewarnaan Gram bakteri endofit akar dan daun kelapa

sawit 20

Tabel 4.2.2 Hasil uji biokimia metabolisme bakteri endofit akar dan

daun kelapa sawit 21

Tabel 4.4.1 Perbandingan panjang miselium terhambat G. boninense antara


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.5.1 Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) 8 Gambar 2.6.1 Kelapa sawit yang terserang penyakit busuk pangkal

batang 11

Gambar 2.6.2 Ganoderma boninense Pat. 12

Gambar 4.1.1 Kehadiran isolat bakteri endofit pada setiap lokasi

perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara 18 Gambar 4.3.1 Uji antagonis 40 isolat bakteri endofit terhadap

G. boninense pada media NA+YE 1% pada hari ke-7 22 Gambar 4.3.2 Zona hambat yang terbentuk pada uji antagonis pada hari

ke-7 dan pertumbuhan hifa abnormal 24 Gambar 4.4.1 Perbandingan aktivitas antagonis ketiga isolat bakteri

endofit dengan antibiotik ketokonazol terhadap G. boninense


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran A. Alur Kerja Pengambilan Sampel 32

Lampiran B. Alur Kerja Isolasi Bakteri Endofit dari Akar 33 Lampiran C. Alur Kerja Isolasi Bakteri Endofit dari Daun 34 Lampiran D. Alur Kerja Karakterisasi Bakteri Endofit 35 Lampiran E. Alur Kerja Uji Antagonis Bakteri Endofit Terhadap

G. boninense 36

Lampiran F. Lokasi Penelitian 37

Lampiran G. Gambar-Gambar Penelitian 38

Lampiran H. Deskripsi Lokasi Penelitian 39


(13)

ABSTRAK

Penelitian tentang isolasi dan uji antagonis bakteri endofit akar dan daun kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) terhadap Ganoderma boninense Pat. telah dilakukan mulai bulan Juli 2007 sampai Januari 2008 di Laboratorium Mikrobiologi FMIPA USU Medan. Bakteri endofit diisolasi dari akar dan daun tanaman kelapa sawit yang diperoleh dari 6 lokasi perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara. Isolat bakteri endofit yang diperoleh dikarakterisasi dan diuji antagonis terhadap G. boninense. Dari hasil isolasi, diperoleh 40 jenis bakteri endofit yang berbeda secara morfologi, terdiri dari 28 jenis bakteri dari akar dan 12 jenis bakteri dari daun. Dari total bakteri endofit yang diperoleh, paling banyak ditemukan pada perkebunan rakyat Tanah Jawa, Pematang Siantar yaitu sebanyak 11 isolat, dan paling sedikit ditemukan pada PTPN III Rantau Prapat Utara Kab. Labuhan Batu dan perkebunan rakyat Islamic Centre Medan, masing-masing sebanyak 4 isolat. Hasil pewarnaan Gram, diperoleh sebesar 22,5% Gram positif dan 77,5% Gram negatif. Hasil uji antagonis menunjukkan bahwa dari 40 isolat yang diuji, hampir semua berpotensi menghambat pertumbuhan miselium G. boninense dengan hambatan yang bervariasi, tetapi 3 isolat dipilih berdasarkan zona hambat terbesar yang dihasilkan dan adanya miselium yang mengering serta menipis. Ketiga isolat tersebut yaitu PS34A, PS35A, dan PS38D. Hasil uji perbandingan dengan ketokonazol menunjukkan bahwa ketiga isolat menghambat lebih besar dibandingkan ketokonazol konsentrasi 0,09 mg/ml dan 0,3 mg/ml, tetapi menghambat lebih kecil dibandingkan konsentrasi 0,6 mg/ml, dengan hambatan PS34A dan PS35A sebesar 7,8 mm, dan PS38D sebesar 9,8 mm. Sedangkan ketokonazol konsentrasi 0,09 mg/ml dan 0,3 mg/ml menghambat sebesar 6,8 mm dan konsentrasi 0,6 mg/ml menghambat sebesar 12 mm.


(14)

THE ANTAGONISTIC OF ENDOPHYTIC BACTERIA ISOLATED FROM ROOTS AND LEAVES OF PALM OIL (Elaeis guineensisJacq.) AGAINTS

Ganoderma boninensePat. ABSTRACT

A study of the antagonistic of endophytic bacteria isolated from roots and leaves of palm oil (Elaeis guineensis Jacq.) againts Ganoderma boninense Pat. has been done from July 2007 to January 2008 at Microbiology Laboratory FMIPA USU Medan. Endophytic bacteria were isolated from palm oil roots and leaves of 6 plantations in Sumatera Utara. The results showed 40 different bacterial types consisting of 28 bacterial types from roots and 12 bacterial types from leaves, which were 11 isolates from Tanah Jawa, Pematang Siantar, and few isolates were found from PTPN III Rantau Prapat Utara, Labuhan Batu County and Islamic Centre Medan plantation, with 4 isolates each. Gram staining showed that as many as 22.5% were Gram positive and 77.5% were Gram negative. Almost all isolates had potential to inhibit the mycelium of G. boninense, and 3 isolates showed its ability well in inhibit the mycelium of G. boninense by result the inhibit zone. The isolates were PS34A, PS35A and PS38D. The isolates inhibited the growth of G. boninense with the length of inhibited mycelium is bigger than concentration of ketoconazole 0.09 mg/ml and 0.3 mg/ml, and smaller than 0.6 mg/ml, that was PS34A and PS35A inhibited as many as 7.8 mm, and PS38D inhibited as many as 9.8 mm. Whereas the concentration of ketoconazole 0.09 mg/ml and 0.3 mg/ml inhibited as many as 6.8 mm and 0.6 mg/ml inhibited as many as 12 mm.


(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Indonesia dewasa ini merupakan komoditas utama. Luas perkebunan kelapa sawit terus berkembang dan tidak hanya merupakan monopoli perkebunan negara atau swasta. Saat ini perkebunan rakyat pun juga sudah berkembang dengan pesat. Dalam perekonomian Indonesia, komoditas kelapa sawit memegang peranan yang cukup strategis karena komoditas ini mempunyai prospek yang cerah sebagai sumber devisa. Di samping itu, minyak sawit merupakan bahan baku utama minyak goreng yang banyak dipakai di seluruh dunia, sehingga secara terus menerus mampu menjaga stabilitas harga minyak sawit. Komoditas ini juga menciptakan kesempatan kerja yang luas dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Risza, 1994). Untuk itu banyak usaha yang telah dilakukan agar produktivitas dari tanaman ini meningkat. Usaha-usaha yang telah dilakukan seperti perluasan areal kebun dan memanajemen pengolahan kebun yaitu dengan meningkatkan pemupukan dan pengendalian penyakit.

Perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara merupakan perkebunan kelapa sawit yang sudah tua. Banyak masalah yang ditimbulkan pada perkebunan yang berumur tua ini antara lain meningkatnya serangan jamur Ganoderma boninense Pat. penyebab basal stem rot atau penyakit busuk pangkal batang (Semangun, 2000). Salah satu mekanisme pengendalian yang dilakukan terhadap penyakit busuk pangkal batang ini adalah melalui pencabutan tanaman yang diduga terinfeksi penyakit kemudian dilakukan pembakaran. Namun usaha ini kurang efektif karena selain membutuhkan biaya mahal, juga memerlukan lahan yang cukup luas. Pembakaran tunggul batang dan gumpalan akar juga dapat menyebabkan polusi udara. Pemberian


(16)

fungisida sistemik atau peracunan fungi pada tanaman membutuhkan biaya sangat mahal dan dianggap tidak dapat bertahan dalam kurun waktu yang lama.

Alternatif lain yang perlu dilakukan yaitu dengan penggunaan agen pengendali hayati melalui mekanisme hiperparasitik terhadap G. boninense yang dilakukan oleh bakteri endofit seperti Bacillus sp. Hifa G. boninense yang mengalami kontak langsung dengan antibiotik akan mengalami kerusakan dan menyebabkan membran hifa pecah sehingga menjadi tidak silindris lagi dan cairan sel akan keluar (Campbell,

1989 dalam Susanto et al., 2002). Mikroorganisme endofit merupakan

mikroorganisme yang berasosiasi dengan jaringan tanaman sehat yang bersifat netral atau menguntungkan. Hampir setiap tanaman tingkat tinggi memiliki beberapa mikroorganisme endofit yang mampu menghasilkan senyawa biologi atau metabolit sekunder. Bahan aktif yang dihasilkan mikroorganisme endofit ini diperkirakan memiliki kemampuan yang sama dengan bahan aktif yang dihasilkan oleh tanaman induknya. Telah banyak penelitian yang dilakukan untuk mengisolasi mikroorganisme endofit pada beberapa tanaman, misalnya pada tanaman obat (Tan & Zhou, 2001), tanaman perkebunan dan tanaman budidaya seperti padi (Zinniel et al., 2002), buah-buahan seperti stroberi (Moussaif et al., 1997), dan tanaman hutan (Strobel, 2002; Suryanarayanan et al., 2003).

Untuk mengetahui potensi mikroorganisme endofit khususnya bakteri endofit pada tanaman kelapa sawit yang dapat berperan sebagai agen pengendali hayati, masih perlu dilakukan penelitian. Isolasi dan uji antagonis bakteri endofit dari akar dan daun tanaman kelapa sawit melalui aktivitas antagonis, diharapkan akan diperoleh isolat bakteri endofit yang potensial sebagai agen pengendali hayati G. boninense penyebab penyakit busuk pangkal batang.

1.2Permasalahan

Pengetahuan tentang bakteri endofit khususnya pada kelapa sawit masih sangat sedikit, baik dari jenis maupun kegunaannya. Endofit yang berasosiasi dengan


(17)

jaringan tanaman diperkirakan memiliki kemampuan dalam menghasilkan suatu senyawa metabolit sekunder yang potensial atau mekanisme enzim tertentu untuk dapat mengendalikan pertumbuhan G. boninense yang menyebabkan penyakit busuk pangkal batang pada kelapa sawit. Keanekaragaman bakteri endofit kelapa sawit perlu digali terutama juga untuk membantu meningkatkan produktivitas kelapa sawit dan dalam hal mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh G. boninense.

1.3Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis bakteri endofit yang terdapat pada tanaman kelapa sawit dan menguji aktivitas antagonisnya terhadap G. boninense.

1.4Hipotesis

Pada akar dan daun tanaman kelapa sawit diperoleh beberapa isolat bakteri endofit dan diantaranya memiliki kemampuan antagonis terhadap G. boninense.

1.5Manfaat

Sebagai bahan informasi mengenai penggunaan bakteri endofit kelapa sawit yang bersifat antagonis terhadap jamur patogen G. boninense dan bahan informasi untuk penelitian lebih lanjut.


(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mikroorganisme Endofit

Mikroorganisme endofit merupakan asosiasi antara mikroorganisme dengan jaringan tanaman. Tipe asosiasi biologis antara mikroorganisme endofit dengan tanaman inang bervariasi dari netral, komensalisme sampai simbiosis. Pada situasi ini tanaman merupakan sumber makanan bagi mikroorganisme endofit dalam melengkapi siklus hidupnya (Clay, 1988). Mikroba endofit adalah mikroba yang hidup di dalam jaringan tanaman pada periode tertentu dan mampu hidup dengan membentuk koloni dalam jaringan tanaman tanpa membahayakan inangnya. Setiap tanaman tingkat tinggi dapat mengandung beberapa mikroba endofit yang mampu menghasilkan senyawa biologi atau metabolit sekunder yang diduga sebagai akibat koevolusi atau transfer genetik (genetic recombination) dari tanaman inangnya ke dalam mikroba endofit (Tan & Zhou, 2001 dalam Radji, 2005).

Hampir semua tanaman vaskular memiliki endofit. Endofit masuk ke dalam jaringan tanaman umumnya melalui akar atau bagian lain dari tanaman. Bakteri menembus jaringan tanaman di akar, stomata atau pada bagian tanaman yang luka (Carrol, 1988). Bakteri endofit merupakan bakteri yang hidup pada jaringan tanaman tanpa merusak jaringan tanaman tersebut. Bakteri endofit dapat diisolasi dari permukaan jaringan tanaman yang steril atau diekstraksi dari jaringan tanaman bagian dalam. Bakteri endofit gram positif dan gram negatif telah banyak diisolasi dari beberapa jaringan tanaman. Endofit masuk ke dalam jaringan tanaman terutama melalui akar dan bagian tanaman lain yang terpapar udara luar seperti bunga, batang, dan kotiledon dapat juga dilalui. Secara khusus, bakteri masuk ke jaringan melalui jaringan yang berkecambah, akar, stomata, maupun jaringan yang rusak (Zinniel et al., 2002).


(19)

Bakteri endofit adalah bakteri yang berada dalam jaringan tanaman. Endofit umumnya mengacu pada mikroorganisme yang berada dalam jaringan pembuluh tanaman dan dapat bergerak bebas di dalam tanaman atau lebih luas lagi adalah mikroorganisme yang berada dalam jaringan tanaman walaupun tidak melakukan kolonisasi, atau dengan kata lain bakteri endofit adalah bakteri yang dapat diisolasi dari tanaman yang telah disterilisasi permukaan (Kloepper et al., 1999 dalam Aini & Abadi, 2004). Keberadaan bakteri endofit dalam jaringan tanaman sehat telah banyak dilaporkan terdapat dalam berbagai spesies tanaman maupun bagian tanaman yang berbeda dan pada umur yang berbeda (Elvira-Recuenco et al., 1999 dalam Aini & Abadi, 2004). Bakteri endofit telah ditemukan antara lain pada batang tanaman buncis (Ramamoorthy et al., 2001), batang kacang kapri dan tomat, umbi kentang (Sturz et al., 1999), batang tanaman kapas (Reva et al., 2002), serta tanaman tebu (Ramamoorthy et al., 2001).

Sebenarnya bakteri endofit maupun rizobakteri lainnya merupakan bagian dari mikroflora alamiah dari tanaman yang sehat di lapangan, mereka dapat dikatakan sebagai kontributor penting bagi kesehatan tanaman (Kloepper et al., 1999 dalam Aini & Abadi, 2004). Menurut Hallman et al. (1999) dalam Aini & Abadi (2004), telah diketahui pula bahwa bakteri endofit dapat berpengaruh pada kesehatan tanaman dalam hal: (1) antagonisme langsung atau penguasaan niche atas patogen, (2) menginduksi ketahanan sistemik dan (3) meningkatkan toleransi tanaman terhadap tekanan lingkungan. Karena sifat-sifat tersebut bakteri endofit telah terbukti dapat dimanfaatkan sebagai pengendali hayati penyakit tanaman bahkan dapat mengurangi serangan hama tanaman (Ramamoorthy et al., 2001).

2.2 Biodiversitas Endofit

Keanekaragaman hayati secara tidak langsung berarti keanekaragaman senyawa kimia. Kemampuan bertahan hidup dengan tingkat kompetisi yang tinggi menyebabkan tanaman beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi. Hal


(20)

dan strukturnya. Keanekaragaman yang tinggi menyebabkan endofit juga menghasilkan produk alami aktif yang lebih banyak. Menurut Bills et al. (1992)

dalam Strobel & Daisy (2003), endofit di daerah tropis dengan jumlah yang tinggi menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang aktif dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan endofit tanaman-tanaman yang ada di daerah subtropis. Jadi tanaman inang mempengaruhi metabolisme endofitnya.

Kemampuan mikroba endofit memproduksi senyawa metabolit sekunder sesuai dengan tanaman inangnya merupakan peluang yang sangat besar dan dapat diandalkan untuk memproduksi metabolit sekunder dari mikroba endofit yang diisolasi dari tanaman inangnya tersebut. Dari sekitar 300.000 jenis tanaman yang tersebar di muka bumi ini, masing-masing tanaman mengandung satu atau lebih mikroba endofit yang terdiri dari bakteri dan jamur (Strobel et al., 2003 dalam Radji, 2005).

2.3 Manfaat Endofit

Beberapa ahli telah mengisolasi dan meneliti endofit dari berbagai tanaman diantaranya tanaman obat (Tan & Zhou, 2001), tanaman perkebunan (Zinniel et al., 2002), dan tanaman-tanaman hutan (Strobel, 2002; Suryanarayanan et al., 2003). Dari sekitar 300.000 jenis tanaman yang tersebar di muka bumi ini, masing-masing tanaman mengandung satu atau lebih mikroorganisme endofit yang terdiri dari bakteri dan fungi (Strobel & Daisy, 2003). Bakteri atau fungi tersebut dapat menghasilkan senyawa metabolit yang dapat berfungsi sebagai antibiotika (antifungi/antibakteri), antivirus, antikanker, antidiabetes, antimalaria, antioksidan, antiimmunosupresif (Strobel & Daisy, 2003), antiserangga (Azevedo et al., 2000), zat pengatur tumbuh (Tan & Zhou, 2001) dan penghasil enzim-enzim hidrolitik seperti amilase, selulase, xilanase, ligninase (Choi et al., 2005), dan kitinase (Zinniel et al., 2002). Manfaat dari endofit lainnya juga dapat menghasilkan zat pengatur tumbuh IAA (Indol Acetic Acid) dan berperan juga dalam fiksasi nitrogen (N2) pada beberapa tanaman.


(21)

Berdasarkan kemampuannya tersebut mikroorganisme endofit banyak mendapat perhatian peneliti terutama dalam bidang farmasi, industri, dan pertanian. Senyawa antimikrobial yang bersifat sebagai antifungi diisolasi dari endofit

Cryptosporiopsis quercina dari tanaman obat Tripterigeum wilfordii. Endofit ini menghasilkan antifungi cryptocandin yang efektif terhadap Candida albicans dan

Trichopyton spp. (Strobel & Daisy, 2003). Beberapa zat aktif lain yang diisolasi dari mikroba endofit misalnya ecomycin diproduksi oleh Pseudomonas viridiflava juga aktif terhadap Cryptococcus neoformans dan Candida albicans. Ecomycin merupakan lipopeptida yang di samping terdiri dari molekul asam amino yang umum juga mengandung homoserin dan beta-hidroksi asam aspartat (Miller et al., 1998 dalam

Radji, 2005), sedangkan senyawa kimia yang diproduksi oleh mikroba endofit

Pseudomonas syringae yang berkhasiat sebagai antijamur adalah pseudomycin, yang dapat menghambat pertumbuhan Candida albicans dan Cryptococcus neoformans

(Harrison et al., 1991 dalam Radji, 2005).

2.4 Kelapa Sawit

Berdasarkan bukti-bukti yang ada, kelapa sawit diperkirakan berasal dari Nigeria, Afrika Barat. Namun ada pula yang menyatakan tanaman tersebut berasal dari Amerika, yakni Brazilia. Tanaman kelapa sawit berasal dari tanaman tersier, yang merupakan daratan penghubung yang terletak di antara Afrika dan Amerika. Kedua daratan itu kemudian terpisah oleh lautan menjadi dua benua Afrika dan Amerika sehingga tempat asal komoditas kelapa sawit tidak lagi dipermasalahkan orang (Risza, 1994).

Kelapa sawit (Gambar 2.5.1) saat ini telah berkembang pesat di Asia Tenggara, khususnya Indonesia dan Malaysia, dan justru di Afrika Barat atau Amerika. Masuknya bibit kelapa sawit ke Indonesia pada tahun 1948 hanya sebanyak empat batang yang berasal dari Bourbon (Mauritius) dan Amsterdam. Keempat batang bibit kelapa sawit tersebut ditanam di Kebun Raya Bogor dan selanjutnya disebarkan


(22)

Di Sumatera, sebagai sentral perkebunan kelapa sawit, banyak daerah baru berkembang akibat langsung dari perkebunan kelapa sawit. Kelapa sawit tumbuh pesat di provinsi Riau yang meliputi lima Kabupaten, Siak, Pelelawan, Rokan Hulu, Indragiri, Hulu dan Kampar. Sepanjang jalur lintas timur, lintas tengah, dan lintas barat, Sumatera antara Medan-Palembang. Total luas areal tanaman kelapa sawit di seluruh Indonesia dalam dua puluh tahun terakhir akan berkembang cukup pesat (Budiyanto, 2005).

Sebagai negara penghasil kelapa sawit terbesar, Indonesia telah menjadikan komoditas ini sebagai penggerak utama ekonomi Indonesia. Kelapa sawit mengakumulasi hampir seluruh kegiatan penelitian pengembangan dan rekayasa. Produksi minyak sawit mentah (CPO) diperkirakan melewati 13 juta ton pada 2005, sedikit lebih rendah dari produksi Malaysia sebagai produsen CPO (Crude Palm Oil) terbesar di dunia (Lukman, 2005).

Gambar 2.5.1 Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.)


(23)

2.5 Botani Kelapa Sawit

Klasifikasi kelapa sawit menurut Tjitrosoepomo (2002) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae Klas : Monocotyledoneae

Ordo : Arecales Famili : Arecaceae Genus : Elaeis

Spesies : Elaeis guineensis Jacq.

Tumbuhan kelapa sawit dibedakan atas dua bagian, yakni bagian vegetatif dan generatif. Menurut Risza (1994) bagian vegetatif meliputi akar, batang, dan daun, sedangkan bagian generatif meliputi bunga, buah dan biji. Akar tanaman kelapa sawit memiliki jenis akar serabut. Akar utama akan membentuk akar sekunder, tertier dan kuartener. Batang kelapa sawit berbentuk silinder dengan diameter sekitar 20-75 cm. Tinggi batang bertambah sekitar 45 cm per tahun. Dalam kondisi lingkungan yang sesuai pertambahan tinggi dapat mencapai 100 cm per tahun. Sementara susunan daun kelapa sawit membentuk susunan daun majemuk. Susunan ini menyerupai susunan daun pada tanaman kelapa. Panjang pelepah daun sekitar 7,5-9 m. Jumlah anak daun pada setiap pelepah berkisar antara 250-400 helai.

Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu. Rangkaian bunga jantan terpisah dengan rangkaian bunga betina. Umumnya tanaman kelapa sawit melakukan penyerbukan silang. Buah terkumpul di dalam tandan. Dalam satu tandan terdapat sekitar 1.600 buah. Tanaman normal akan menghasilkan 20-22 tandan per tahun. Jumlah tandan buah pada tanaman tua sekitar 12-14 tandan per tahun. Berat setiap tandan sekitar 25-35 kg. Secara anatomi buah kelapa sawit tersusun dari perikarp atau daging buah. Perikarp terdiri dari mesokarp, yaitu kulit luar buah yang keras dan licin dan mesokarp, yaitu bagian daging buah yang berserabut. Mesokarp


(24)

yang tersusun dari endokarp (tempurung) yang merupakan lapisan keras dan berwarna hitam dan endosperm (kernel) yang berwarna putih. Kernel akan menghasilkan minyak inti atau palm kernel oil.

2.6 Penyakit Busuk Pangkal Batang Kelapa Sawit

Ganoderma merupakan jamur pembusuk putih. Jamur ini menyebabkan menurunnya nilai ekonomi minyak kelapa sawit di berbagai kawasan di seluruh dunia termasuk Asia Tenggara (Corley et al., 2003 dalam Paterson, 2007). Busuk pangkal batang kelapa sawit disebabkan oleh Ganoderma boninense Pat., yang dulu disebut sebagai

Fomes lucidus (W.Curt) Fr. forma boninensis Sacc., dan Ganoderma miniatocinctum

Stey (Holliday, 1980 dalam Semangun, 2000). Busuk pangkal batang adalah penyakit utama dalam perkebunan kelapa sawit dewasa ini termasuk di Indonesia. Arti dari penyakit ini semakin lama semakin meningkat. Pertama karena adanya usaha besar-besaran untuk memperluas kebun kelapa sawit di Indonesia. Kedua, dari generasi ke generasi persentase tanaman sakit semakin meningkat. Kelapa sawit yang ditanam sesudah kelapa sawit atau tanaman kelapa akan mendapat serangan yang lebih berat dari penyakit busuk pangkal batang. Kalau dulu dianggap sebagai penyakit kebun tua, sekarang penyakit ini terdapat juga di kebun yang masih muda (Semangun, 2000).

Tanaman kelapa sawit yang terserang penyakit busuk pangkal batang dapat diketahui dari mahkota pohon (Gambar 2.6.1). Pohon sakit mempunyai janur (daun yang belum membuka; spear leaves) lebih banyak daripada biasanya. Daun berwarna hijau pucat, daun-daun tua layu, patah pada pelepahnya, dan menggantung di sekitar batang (Semangun, 2000).


(25)

Gejala yang khas sebelum terbentuknya tubuh buah adalah adanya pembusukan pada pangkal batang. Pada penampangnya bagian batang yang terserang ini berwarna coklat muda dengan jalur-jalur tidak teratur yang berwarna lebih gelap. Di tepi daerah yang terinfeksi terdapat zona yang tidak teratur yang berwarna kuning. Zona yang memiliki bau seperti minyak sawit yang mengalami fermentasi ini adalah akibat dari mekanisme perlawanan tanaman (Semangun, 2000).

Menurut Turner (1981) dalam Semangun (2000), lambat atau cepat

Ganoderma penyebab penyakit ini membentuk tubuh buah (sporophore) atau basidiokarp, pada pangkal batang atau kadang-kadang pada akar sakit di dekat batang. Tubuh buah hanya dibentuk pada saat penyakit berkembang cukup lanjut, sesudah tampaknya gejala pada daun. Tubuh buah yang paling muda dibentuk di dekat tepi bagian yang membusuk yang berkembang ke atas.

Tubuh buah Ganoderma mula-mula tampak sebagai bongkol kecil berwarna putih (Gambar 2.6.2), pada pangkal pelepah daun atau pada batang di antara puntung-puntung pelepah daun. Tubuh buah berkembang terus menjadi berbentuk kipas tebal (console, bracket like) meskipun bentuk ini dapat sangat bervariasi. Kadang-kadang tubuh buah dibentuk berdekatan, saling menutupi atau saling bersambungan sehingga menjadi suatu susunan yang besar (Semangun, 2000).

Gambar 2.6.1 Kelapa sawit yang terserang penyakit busuk pangkal batang Sumber: http://www.apsnet.org/online/feature/palm/com


(26)

Gambar 2.6.2 Ganoderma boninense Pat.

Sumber:

Warna permukaan atas tubuh buah bervariasi dari coklat muda sampai coklat tua, biasanya tampak mengkilap seperti dilapisi lak, khususnya pada waktu masih muda. Permukaan ini kurang rata, mempunyai zona-zona, yang paling luar berwarna putih. Permukaan bawahnya berwarna putih suram, yang jika tersentuh akan segera berubah warnanya menjadi kelabu kebiruan. Lapisan bawah tubuh buah terdiri dari lapisan pori, tempat terbentuknya basidium dan basidiospora (Semangun, 2000).

Menurut Abadi (1987) dalam Semangun (2000), tubuh buah G. boninense di Sumatera Utara mempunyai lapisan kutis (lapisan atas) yang tebalnya sampai 0,1 mm, terdiri atas benang-benang rapat yang sel-selnya berukuran 20-30 x 40 μm. Pori bergaris tengah 150-400 μm, dengan desipimen (jaringan antara) 30-60 μm. Basidiospora berbentuk bulat panjang, berwarna keemasan, bagian atasnya agak rata, berduri jelas, kadang-kadang mempunyai vakuola yang jelas. Basidiospora berukuran 9-12 x 4,75-6 μm.

Ganoderma menular ke tanaman sehat bila akar tanaman sehat ini bersinggungan dengan tunggul-tunggul pohon sakit. Akar-akar tanaman kelapa sawit muda tertarik kepada tunggul-tunggul yang membusuk karena kaya akan hara dan mempunyai kelembaban tinggi. Akar kelapa sawit banyak ditemukan di dalam jaringan tunggul dan akar-akar kelapa yang mengalami dekomposisi (Semangun, 2000).


(27)

BAB 3

BAHAN DAN METODA

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli 2007 sampai Januari 2008 di Laboratorium Mikrobiologi FMIPA USU Medan.

3.2 Bahan

Bagian tanaman kelapa sawit yang digunakan sebagai sampel untuk diisolasi yaitu akar dan daun tanaman kelapa sawit. Akar dan daun yang digunakan berasal dari tanaman kelapa sawit yang sehat dan berumur ≥ 5 tahun. Isolat fungi G. boninense

berumur ± 5 hari yang ditumbuhkan pada media NA (Nutrient Agar) + YE (Yeast Extract) 1% yang diperoleh dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Marihat, Pematang Siantar.

3.3 Lokasi Pengambilan Sampel

Akar dan daun tanaman kelapa sawit diambil dari 6 kawasan di Sumatera Utara, yaitu PTPN III Rantau Prapat Utara Kab. Labuhan Batu (RU), Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat Rantau Prapat Selatan Kab. Labuhan Batu (RS), Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat Islamic Centre Medan (ICM), PTPN II Tanjung Morawa Kab. Deli Serdang (TM), Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat Tanah Jawa Kab. Simalungun, Pematang Siantar (PS), dan Kebun Kelapa Sawit USU (USU) Medan (Lampiran F, hlm: 35).


(28)

3.4 Isolasi Bakteri Endofit Dari Akar

Isolasi bakteri endofit dari akar tanaman kelapa sawit dilakukan menurut metode Radu & Kqueen (2002). Sampel yang diambil dari lokasi segera dicuci dengan air untuk menghilangkan kotoran yang menempel. Kemudian dikeringkan, lalu dibungkus dengan kertas koran dan dimasukkan ke dalam kantong plastik. Selanjutnya sampel dibawa ke laboratorium untuk tahap isolasi. Tahap awal yang dilakukan adalah mencuci bagian akar tanaman yang dipotong-potong sepanjang 3-5 cm dengan air mengalir selama 20 menit. Kemudian disterilisasi bagian permukaan akar tanaman dengan merendamnya di dalam larutan secara berturut-turut: etanol 75% selama 2 menit, larutan sodium hipoklorit 5,3% selama 5 menit, dan etanol 75% selama 30 detik. Selanjutnya, dibilas dengan akuades steril sebanyak 2 kali. Setelah itu, dikeringkan dengan kertas saring steril. Setelah kering, bagian ujung kiri dan kanan akar tanaman dibuang ± 1 cm. Kemudian masing-masing akar dipotong menjadi 4 bagian dan diletakkan di permukaan media NA yang telah dicampur dengan antibiotik ketokonazol (0,3 gram/100 ml) dengan posisi bekas potongan ke arah media. Kemudian diinkubasi pada suhu ruang (25o-30oC) selama ± 5 hari. Koloni yang muncul dari bagian akar tanaman sebelah dalam disubkulturkan ke media NA yang baru untuk dimurnikan (Lampiran B, hlm: 31).

3.5 Isolasi Bakteri Endofit Dari Daun

Isolasi bakteri endofit dari daun tanaman kelapa sawit dilakukan menurut metode Fisher et al. (1992) dengan modifikasi (Pereira et al., 1993; 1999). Sampel yang diambil dari lokasi segera dicuci dengan air untuk menghilangkan kotoran yang menempel. Kemudian dikeringkan lalu dibungkus dengan kertas koran dan dimasukkan ke dalam kantong plastik. Selanjutnya sampel dibawa ke laboratorium untuk tahap isolasi. Tahap awal yang dilakukan adalah mencuci bagian daun tanaman dengan air mengalir selama 20 menit. Kemudian disterilisasi bagian permukaan daun tanaman dengan merendamnya di dalam larutan secara berturut-turut: etanol 70% selama 30 detik, dan larutan sodium hipoklorit 3% selama 3 menit. Setelah itu dibilas


(29)

dengan akuades steril sebanyak 2 kali, dan dikeringkan dengan kertas saring steril. Setelah kering, daun dipotong seluas ± 1 cm2. Kemudian potongan daun diletakkan di permukaaan media NA yang telah dicampur dengan antibiotik ketokonazol (0,3 gram/100 ml). Selanjutnya diinkubasi pada suhu ruang (25o-30oC) selama ± 5 hari. Koloni yang muncul dari bagian pinggir daun tanaman disubkulturkan ke media NA yang baru untuk dimurnikan (Lampiran C, hlm: 32).

3.6 Karakteristisasi Bakteri Endofit Akar dan Daun Kelapa Sawit

Isolat bakteri endofit yang diperoleh dari akar dan daun tanaman kelapa sawit selanjutnya dikarakterisasi secara morfologi berdasarkan bentuk, warna, elevasi, dan tepi dari koloni. Selanjutnya dilakukan karakterisasi berdasarkan pewarnaan Gram untuk mengamati bentuk dan penataan sel serta sifat bakteri. Kemudian dilakukan uji biokimia sederhana antara lain uji sitrat, TSIA, gelatin, motilitas, katalase dan hidrolisis pati (Lampiran D, hlm: 33).

3.7 Uji Antagonis Bakteri Endofit Akar dan Daun Kelapa Sawit Terhadap G. boninense

Uji antagonis dilakukan secara kualitatif untuk melihat kemampuan bakteri endofit dalam menghambat pertumbuhan G. boninense. Ke dalam media modifikasi NA+YE 1% diinokulasikan lempengan inokulum G. boninense yang diletakkan di bagian tengah media yang telah dibagi menjadi 4 kuadran. Kemudian diinkubasi pada suhu ruang (25o-30oC) selama ± 4 hari. Uji antagonis dilakukan dengan cara menotolkan isolat bakteri endofit dengan menggunakan jarum ose pada jarak 1 cm dari miselium terluar G. boninense. Selanjutnya diinkubasi pada suhu ruang (25o-30oC) selama ± 7 hari. Isolat bakteri endofit yang berpotensi antagonis ditunjukkan dengan adanya zona hambatan pertumbuhan miselium G. boninense. Sebagai pembanding digunakan antibiotik ketokonazol dengan variasi konsentrasi 0,09; 0,3 dan 0,6 mg/ml. Pengamatan dilakukan terhadap besarnya zona hambat dan perubahan hifa G.


(30)

secara mikroskopis ditunjukkan dengan adanya abnormalitas pertumbuhan hifa G. boninense antara lain pembengkokan ujung hifa, hifa pecah, hifa berbelah, hifa bercabang dan hifa tumbuh kerdil (Lorito et al., 1992).


(31)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Isolasi Bakteri Endofit dari Akar dan Daun Kelapa Sawit

Hasil isolasi bakteri endofit dari akar dan daun kelapa sawit didapatkan sebanyak 40 jenis isolat bakteri endofit yang berbeda. Perbedaan ini didasarkan atas pengamatan morfologi koloni seperti bentuk, tepi, elevasi, dan warna koloni. Dari 40 jenis bakteri endofit yang diperoleh, isolat yang paling banyak didapatkan berasal dari akar yaitu sebanyak 28 jenis bakteri dan 12 jenis lagi berasal dari daun. Menurut Hallman et al. (1997), umumnya bakteri endofit berasal dari komunitas bakteri epifit yang terdapat di rizosfer sehingga umumnya jumlah bakteri endofit di bagian akar lebih banyak dan semakin menurun pada bagian tanaman yang semakin jauh seperti daun.

Berdasarkan lokasi pengambilan sampel, isolat bakteri endofit paling banyak ditemukan pada perkebunan kelapa sawit rakyat Tanah Jawa, Pematang Siantar, yaitu sebanyak 11 isolat, dan pada kebun kelapa sawit USU, yaitu sebanyak 10 isolat. Sedangkan isolat bakteri endofit yang paling sedikit ditemukan pada PTPN III Rantau Prapat Utara dan perkebunan kelapa sawit rakyat Islamic Centre Medan, masing-masing sebanyak 4 isolat.

Perbandingan bakteri endofit yang diperoleh dari akar dan daun pada setiap lokasi dapat dilihat bahwa isolat bakteri endofit yang berasal dari akar lebih banyak ditemukan pada kebun kelapa sawit USU sebanyak 9 isolat, sedangkan yang berasal dari daun lebih banyak ditemukan pada perkebunan kelapa sawit rakyat Tanah Jawa, Pematang Siantar sebanyak 5 isolat (Gambar 4.1.1). Perbedaan jumlah isolat bakteri endofit yang diperoleh dari setiap lokasi perkebunan kemungkinan disebabkan oleh faktor usia tanaman, maupun faktor lingkungan seperti pH tanah, suhu, kelembaban,


(32)

fisik, kimia, dan biologi tanah saling berinteraksi satu dengan lainnya sehingga keberadaan suatu faktor akan berpengaruh terhadap faktor lainnya (Brock, 1966

dalam Sudadi, 2005).

0 2 4 6 8 10

RS RU TM USU ICM PS

J

um

lah

Is

ol

at

Lokasi Pengambilan Sampel Akar Daun

Gambar 4.1.1 Kehadiran isolat bakteri endofit pada setiap lokasi perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara

Pengamatan morfologi koloni isolat bakteri endofit berupa bentuk, tepi, elevasi, dan warna koloni. Karakteristik morfologi bakteri endofit bervariasi dengan bentuk bulat, tidak beraturan, dan berfilamen. Tepi koloni bervariasi dari rata, berbelah, berombak, dan berfilamen, dengan elevasi koloni umumnya rata, namun ada juga beberapa isolat yang berelevasi cembung. Warna koloni umumnya krem, tapi ada dua koloni dengan warna yang mencolok yaitu biru tua dan merah (Tabel 4.1.1).

4.2 Karakterisasi Isolat Bakteri Endofit

Karakterisasi isolat berupa pewarnaan Gram dan beberapa uji biokimia. Hasil pewarnaan Gram yang dilakukan diperoleh sebanyak 9 isolat (22,5%) merupakan bakteri Gram positif dan sebanyak 31 isolat (75,5%) merupakan bakteri Gram negatif. Bakteri endofit akar sebagian besar merupakan bakteri Gram negatif dan ditemukan sebesar 72,4%, sedangkan bakteri Gram positif sebesar 27,6%. Bakteri endofit daun


(33)

sebagian besar merupakan bakteri Gram negatif dan ditemukan sebesar 90,9%, sedangkan bakteri Gram positif sebesar 9,1%. Menurut Lay (1994), pewarnaan Gram merupakan tahap penting dalam pencirian dan identifikasi bakteri. Pewarnaan Gram berperan memilahkan bakteri menjadi kelompok Gram positif dan Gram negatif. Isolat bakteri endofit umumnya memiliki bentuk basil dan kokus. Hampir semua isolat memiliki penataan monokokus, diplokokus, monobasil, dan diplobasil (Tabel 4.2.1). Namun ada juga beberapa isolat dengan penataan streptokokus (PS32A), streptobasil (USU21A), stapilokokus (USU19A), dan tetrabasil (TM13A).

Tabel 4.1.1 Karakteristik morfologi koloni isolat bakteri endofit akar dan daun kelapa sawit

No. Isolat Karakteristik Morfologi Koloni

Bentuk Tepi Elevasi Warna

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. RS01A RS02A RS03A RS04A RS05D RU06A RU07A RU08D RU09D TM10A TM11A TM12A TM13A TM14A TM15D USU16A USU17A USU18A USU19A USU20A USU21A USU22A USU23A USU24A USU25D ICM26A ICM27A ICM28D ICM29D PS30A PS31A PS32A PS33A PS34A PS35A PS36D PS37D PS38D bulat bulat bulat tidak beraturan bulat bulat tidak beraturan bulat tidak beraturan tidak beraturan bulat tidak beraturan tidak beraturan tidak beraturan tidak beraturan bulat bulat bulat tidak beraturan tidak beraturan berfilamen tidak beraturan tidak beraturan tidak beraturan bulat berfilamen bulat bulat tidak beraturan tidak beraturan tidak beraturan berfilamen tidak beraturan tidak beraturan tidak beraturan berfilamen tidak beraturan tidak beraturan rata rata rata berbelah rata rata berbelah rata berombak berbelah rata berombak berbelah berombak berombak rata rata rata berbelah berbelah berbelah berbelah berbelah berbelah rata berfilamen rata rata berbelah berombak berbelah berfilamen berbelah berbelah berbelah berfilamen berbelah berbelah rata rata rata rata rata rata rata cembung rata rata rata rata rata rata rata rata rata rata rata rata rata rata rata rata rata rata rata rata rata rata rata rata cembung rata cembung rata cembung cembung putih krem krem putih krem krem krem putih krem krem merah krem krem putih pupus krem krem kuning biru tua krem krem pupus krem krem krem krem krem krem krem putih krem krem krem krem krem krem krem krem krem krem


(34)

Hasil positif untuk uji sitrat menunjukkan sebanyak 23 isolat mampu menggunakan sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon, dan uji positif ditunjukkan dengan terjadinya perubahan warna pada media dari hijau menjadi biru akibat adanya perubahan pH (Lay, 1994). Hasil yang diperoleh pada uji motilitas menunjukkan bahwa hampir semua isolat bersifat motil, dan sebanyak 13 isolat tidak menunjukkan adanya pergerakan. Namun pada uji katalase, semua isolat menunjukkan hasil negatif (Tabel 4.2.2).

Tabel 4.2.1 Hasil pewarnaan Gram bakteri endofit akar dan daun kelapa sawit No. Isolat Bentuk Penataan Sifat

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. RS01A RS02A RS03A RS04A RS05D RU06A RU07A RU08D RU09D TM10A TM11A TM12A TM13A TM14A TM15D USU16A USU17A USU18A USU19A USU20A USU21A USU22A USU23A USU24A USU25D ICM26A ICM27A ICM28D ICM29D PS30A PS31A PS32A PS33A PS34A PS35A PS36D PS37D PS38D PS39D PS40D basil kokus kokus kokus basil basil kokus basil kokus kokus kokus basil basil basil basil basil basil basil kokus basil basil basil basil kokus basil basil kokus kokus basil kokus basil kokus kokus kokus kokus basil basil basil basil kokus monobasil, diplobasil monokokus, diplokokus monokokus, diplokokus monokokus, diplokokus monobasil, diplobasil monobasil, diplobasil monokokus, diplokokus monobasil, diplobasil monokokus, diplokokus monokokus, diplokokus monokokus, diplokokus monobasil, streptobasil monobasil, diplobasil, tetrabasil

monobasil, diplobasil monobasil, diplobasil monobasil, diplobasil monobasil, streptobasil monobasil, diplobasil monokokus, stapilokokus monobasil, diplobasil monobasil, diplo, streptobasil

monobasil, diplobasil monobasil, diplobasil monokokus, tetrakokus monobasil, diplobasil monobasil, diplobasil monokokus, diplokokus monokokus, diplokokus monobasil, diplobasil monokokus,diplokokus monobasil, diplobasil monokokus, streptokokus monokokus, diplokokus monokokus, diplokokus monokokus,diplokokus monobasil, diplobasil monobasil, diplobasil monobasil, diplobasil monobasil, diplobasil monokokus, diplokokus Gram negatif Gram negatif Gram negatif Gram negatif Gram negatif Gram negatif Gram negatif Gram negatif Gram negatif Gram negatif Gram negatif Gram positif Gram positif Gram positif Gram negatif Gram negatif Gram negatif Gram negatif Gram negatif Gram positif Gram positif Gram negatif Gram positif Gram positif Gram negatif Gram negatif Gram negatif Gram negatif Gram negatif Gram positif Gram negatif Gram negatif Gram negatif Gram negatif Gram negatif Gram negatif Gram negatif Gram positif Gram negatif Gram negatif

Sebanyak 21 isolat tidak mampu menghidrolisis pati, dan sebanyak 9 isolat menunjukkan hasil positif terhadap uji gelatin. Sedangkan pada uji TSIA hampir


(35)

semua isolat menunjukkan hasil positif yang diamati melalui perubahan warna pada media daerah butt dan slant, adanya endapan hitam pada bagian butt yang merupakan senyawa FeS akibat pembentukan H2S (Lay, 1994).

Tabel 4.2.2 Hasil uji biokimia metabolisme bakteri endofit akar dan daun kelapa sawit Isolat Uji Biokimia S itr at M o tilit a s H id ro lis is Pa ti G el a ti n K at al as e TSIA No. G luko sa Sukr o sa La k to sa E nda p a n K eret a k a n K et era n g a n 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. RS01A RS02A RS03A RS04A RS05D RU06A RU07A RU08D RU09D TM10A TM11A TM12A TM13A TM14A TM15D USU16A USU17A USU18A USU19A USU20A USU21A USU22A USU23A USU24A USU25D ICM26A ICM27A ICM28D ICM29D PS30A PS31A PS32A PS33A PS34A PS35A PS36D PS37D PS38D PS39D PS40D + + + + + + + + - + + + - - - + - + - - - - - - - + + - - - - - + + + + + + + + - + - + + + - + - + + + + + + + + + - + - - + - + + - + + + - + + + + - - + + - - - - - + - - + - - - + + + - + + - - - - + + - + + - + + - - + + + + + + + + - - - + - - - - + - - + - - - - + - - - - + - - + - - + - - - + - - - - - - + - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + - + + + + + + - + + + + + - + + - - + - + - + - - - - - - - + - - - - + - - - + - - + + - - - - - + - + - - - - - - + - + - + - - - - - - - + - - - - + - - - + - - + + - - - - - + - + - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - + + + + + + + + + - - + - - - - - - - - - - - - - + + - - - - - + - - - - - - - + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + - + + + + + + - + + + + + - + + -


(36)

4.3 Kemampuan Antagonis Bakteri Endofit Akar dan Daun Kelapa Sawit Terhadap G. boninense

Hasil uji antagonis 40 isolat bakteri endofit terhadap G. boninense menunjukkan bahwa hampir semua isolat bakteri endofit berpotensi menghambat pertumbuhan G. boninense (Gambar 4.3.1). Hal ini ditunjukkan dengan adanya hambatan pertumbuhan miselium yang berada di dekat isolat bakteri endofit pada media pertumbuhan NA+YE 1%. Hambatan pertumbuhan miselium berupa adanya perubahan yang terlihat pada miselium seperti miselium yang mengering dan menipis pada daerah interaksi dan adanya zona hambat.

Gambar 4.3.1 Uji antagonis 40 isolat bakteri endofit terhadap G. boninense pada media NA+YE 1% pada hari ke-7 (Tanda panah A: Miselium mengering dan menipis, B: Zona hambat)

Keterangan: Nomor isolat sesuai dengan kode isolat

Beberapa isolat yang terlihat menghambat pertumbuhan miselium seperti yang ditunjukkan pada isolat nomor 19, 20, 23, 31, 33, 34, 35, dan 38. Isolat-isolat lain juga menunjukkan kemampuan menghambat namun dengan kemampuan yang lebih kecil seperti pada isolat nomor 2, 3, 4, 5, 7, 8, 14, 17, 18, 30, dan 37. Sedangkan isolat PS40D tidak mampu menghambat pertumbuhan miselium G. boninense. Kemampuan menghambat ini diduga karena isolat bakteri endofit mampu menghasilkan senyawa tertentu yang bersifat antifungal. Perbedaan daya hambat suatu agen selain disebabkan oleh konsentrasi zat bioaktif, dapat juga disebabkan oleh jenis zat yang dihasilkan (Winarni et al., 2007).

1 4 2 3 8 5 7 6 9 12 11 10 14 15 16 13 20 19 18 21 24 23 22 25 28 27 26 29 32 31 30 33 36 34 35 37 38 39 40 17


(37)

Dari hasil pengamatan uji antagonis, isolat PS38D mampu menghasilkan zona hambat paling besar. Berdasarkan karakteristik yang dilakukan, isolat PS38D termasuk pada kelompok bakteri Gram positif, bentuk basil, memiliki motilitas, mampu memfermentasi sitrat dan gula (glukosa), mampu menghidrolisis gelatin, dan membentuk spora. Kemungkinan isolat PS38D termasuk ke dalam kelompok Bacillus. Menurut Leary & Chun (1988) dalam Supriadi (2006), kelompok Bacillus merupakan bakteri Gram positif, bentuk batang, memfermentasi sitrat dan gula, motil, serta membentuk spora. Selain PS38D, isolat PS34A dan PS35A juga menunjukkan kemampuan menghambat miselium yang ditunjukkan dengan adanya miselium mengering dan menipis. Berdasarkan karakteristik yang dilakukan, isolat PS34A dan PS35A termasuk pada kelompok bakteri Gram negatif, bentuk kokus, memiliki motilitas, menghidrolisis pati, memfermentasi sitrat dan gula. Kemungkinan isolat PS34A dan PS35A termasuk dalam kelompok genus yang sama.

Beberapa jenis bakteri endofit mampu menghambat patogen tanaman. Bakteri tersebut misalnya Bacillus subtilis sebagai pengendali penyakit karat pada tanaman kacang (Baker et al., 1985 dalam Hasanuddin, 2003), Bacillus pumilus strain SE 34 terhadap jamur penyebab layu pembuluh F. oxysporum f.sp. radiscislycopersici

(Ramamoorthy et al., 2001), Pseudomonas fluorecens sebagai agen pengendali hayati penyakit take-all pada gandum yang disebabkan Gaeumannomyces graminis var. tritici, bakteri ini terbukti menghasilkan antibiotik phenazin yang menekan pertumbuhan G. graminis (Thornashow & Weller, 1987 dalam Hasanuddin, 2003), dan P. fluorecens strain 63-28 terhadap Pytium ultimum pada buncis (Ramamoorthy et al., 2001).

Selain menghasilkan senyawa antifungal, diduga juga bahwa isolat bakteri melakukan mekanisme antagonis dengan menghasilkan enzim kitinase dan glukanase yang dapat melisiskan dinding sel jamur, karena beberapa mikroorganisme khususnya bakteri mampu memafaatkan kitin dan glukan sebagai sumber karbon dan nitrogen. Beberapa mikroba yang mampu menghasilkan kitinase dan glukanase antara lain aktinomisetes, jamur, dan bakteri. Genus bakteri yang sudah banyak dilaporkan


(38)

Serratia marcescens (El-Tarabily, et al., 2000), Bacillus cereus (Pleban et al., 1997

dalam Suryanto et al., 2005), Bacillus sp. (Ramamoorthy et al., 2001), Aeromonas caviae (Inbar & Chet, 1991), Pyrococcus (Gao et al., 2003 dalam Suryanto et al., 2005), dan Chromobacterium violaceum (Chernin et al., 1998).

Hifa G. boninense pada daerah interaksi diamati secara mikroskopis untuk melihat kondisi hifa yang terhambat akibat adanya aktivitas antagonis oleh isolat bakteri endofit. Pada pengamatan mikroskopis, hifa normal terlihat utuh dan pertumbuhan hifanya lurus (Gambar 4.3.2B), sedangkan hifa pada daerah interaksi mengalami lisis atau pecah akibat aktivitas antagonis isolat PS34A (Gambar 4.3.2C), sedangkan aktivitas antagonis PS38D menunjukkan hifa G. boninense pada daerah interaksi mengalami percabangan dini dan pembengkokan hifa (Gambar 4.3.2D).

Gambar 4.3.2 Zona hambat yang terbentuk pada uji antagonis pada hari ke-7 (A), hifa normal G. boninense (B), Pertumbuhan hifa abnormal: hifa pecah dari mekanisme antagonis PS34A (C), Hifa

membengkok dan mengalami percabangan dini (tanda panah) dari mekanisme antagonis bakteri endofit PS38D (D).

Perbesaran 100x.

Secara umum, mekanisme antibiotis yang dilakukan agen pengendali hayati menyebabkan hifa jamur mengalami lisis, seperti pada penelitian Campbell (1989)

dalam Susanto et al. (2002), hifa G. boninense yang mengalami kontak langsung dengan antibiotik yang dihasilkan Bacillus sp. mengalami kerusakan dan lisis. Sedangkan mekanisme enzimatis oleh agen pengendali hayati, menyebabkan hifa mengalami percabangan dan pembengkakan. Hal ini dapat dilihat melalui penelitian Harjono & Widyastuti (2001), tentang agen biokontrol Trichoderma reesei antagonis terhadap G. philippii. Dari hasil penelitian, dikatakan bahwa hifa G. philippii yang diamati secara mikroskopis mengalami percabangan akibat enzim endokitinase yang

PS38D

B C D


(39)

dihasilkan T. reesei. Namun perubahan-perubahan hifa abnormal tersebut kemungkinan dapat terjadi melalui mekanisme antibiotik maupun enzimatis.

4.4 Uji Perbandingan Antagonis Isolat Bakteri Endofit dengan Antibiotik Ketokonazol Terhadap G. boninense

Uji perbandingan dilakukan terhadap 3 isolat bakteri endofit yang dipilih berdasarkan kemampuan menghambat yang ditunjukkan dengan adanya zona hambat terbesar akibat aktivitas antagonis isolat PS38D, dan adanya hambatan pertumbuhan yang menyebabkan miselium mengering akibat aktivitas antagonis isolat PS34A dan PS35A. Aktivitas perbandingan antagonis ketiga isolat dan ketokonazol terhadap G. boninense yang diukur pada hari ke-7, menunjukkan bahwa terjadi hambatan pertumbuhan pada pemberian antibiotik ketokonazol konsentrasi 0,09 mg/ml, 0,3 mg/ml, dan 0,6 mg/ml (Gambar 4.4.1). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ketiga isolat bakteri endofit mampu menghambat pertumbuhan jamur G. boninense

dengan panjang hifa terhambat yang bervariasi untuk setiap isolat.

Gambar 4.4.1 Perbandingan aktivitas antagonis isolat bakteri endofit PS34A, PS35A, dan PS38D dengan antibiotik ketokonazol (A: kontrol, B: 0,09 mg/ml, C: 0,3 mg/ml, D: 0,6 mg/ml, E: miselium normal) terhadap G. boninense pada hari ke-7

Ketiga isolat mampu menghambat pertumbuhan G. boninense lebih besar dibandingkan konsentrasi ketokonazol 0,09 mg/ml dan 0,3 mg/ml, tapi menghambat lebih kecil dibandingkan konsentrasi ketokonazol 0,6 mg/ml. Dari ketiga isolat, PS38D merupakan isolat yang menghambat paling besar yaitu 9,8 mm, sedangkan

PS34A PS35A PS38D

A A A

B

B

B

C C C

D D

D


(40)

hambatan ketokonazol konsentrasi 0,6 mg/ml sebesar 12 mm, dan lebih besar dibandingkan ketokonazol konsentrasi 0,09 mg/ml dan 0,3 mg/ml masing-masing sebesar 6,8 mm (Tabel 4.4.1).

Tabel 4.4.1 Perbandingan panjang miselium terhambat G. boninense antara ketiga isolat bakteri endofit dengan antibiotik ketokonazol

Isolat/Konsentrasi Ketokonazol

(mg/ml)

X Miselium Normal (mm)

X Miselium Perlakuan (mm)

Miselium Terhambat (mm) PS34A

PS35A PS38D Kontrol

0,09 0,3 0,6

31,8 31,8 31,8 31,8 31,8 31,8 31,8

24 24 22 28 25 25 19,8

7,8 7,8 9,8 3,8 6,8 6,8 12 Keterangan: Miselium Terhambat = X Miselium Normal - X Miselium Perlakuan

X Miselium Normal : Panjang Miselium Normal X Miselium Perlakuan : Panjang Miselium Perlakuan

Perbedaan panjang miselium terhambat kemungkinan disebabkan besar konsentrasi antibiotik ketokonazol yang berbeda-beda dan kemampuan masing-masing isolat bakteri endofit dalam melakukan aktivitas antagonis terhadap pertumbuhan miselium G. boninense. Pada perlakuan kontrol yang hanya menggunakan pelarut kloroform, diperoleh besar hambatan 3,8 mm. Hal ini menunjukkan bahwa kloroform juga mampu menghambat pertumbuhan miselium walaupun besar hambatannya sangat kecil.


(41)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian tentang isolasi dan uji antagonis bakteri endofit akar dan daun kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) terhadap Ganoderma boninense Pat., dapat disimpulkan bahwa:

1. Sebanyak 40 isolat bakteri endofit diperoleh sebagai hasil isolasi, terbanyak diperoleh dari perkebunan Tanah Jawa, Pematang Siantar yaitu sebanyak 11 isolat, dan paling sedikit diperoleh dari PTPN III Rantau Prapat Utara dan perkebunan Islamic Centre Medan, masing-masing sebanyak 4 isolat.

2. Sebesar 22,5% bakteri Gram positif dan 77,5% bakteri Gram negatif.

3. Ke-40 isolat bakteri endofit, kecuali PS40D mampu menghambat pertumbuhan miselium G. boninense dengan hambatan yang bervariasi.

5.2 Saran

Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui mekanisme antagonis yang dilakukan bakteri endofit terhadap G. boninense dan untuk mengetahui senyawa-senyawa antifungal maupun aktivitas enzim kitinase atau glukanase yang dihasilkan bakteri endofit untuk menghambat pertumbuhan G. boninense.


(42)

DAFTAR PUSTAKA

Aini, L. Q, dan A. L. Abadi. 2004. Keragaman bakteri endofitik dalam jaringan akar tanaman pisang serta potensi antagonistiknya. Jurnal Ilmu-Ilmu Hayati. 16 (2): 114-115.

Azevedo, J. L., W. Maccheroni Jr, J. O. Pereira, and W. Luiz de Araujo. 2000. Endophytic microorganism: A review on insect control and recent advances on tropical plants. Electronic Journal of Biotechnology. 3 (1): 40-65.

Budiyanto. 2005. Identifikasi kerusakan buah sawit dan pengaruh penundaan pengolahan terhadap peningkatan kandungan asam lemak bebas (ALB) pada buah sawit. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. 7 (2): 133-139.

Carrol, G. C. 1988. Fungal endophytes in stem and leaves from latent pathogens to mutualistic symbiont. Ecology. 69: 2-9.

Chernin, L., Z. Ismailov, S. Haran, and I. Chet. 1995. Chitinolytic Enterobacter agglomerans antagonistic to fungal plant pathogens. Applied and Environmental Microbiology. 61 (5): 1720-1726.

Chernin, L., M. K. Winson, J. M. Thompson, S. Haran, B. W. Bycroft, and I. Chet. 1998. Chitinolytic activity in Chromobacterium violaceum: substrate analysis and regulation by quorum sensing. Journal of Bacteriology. 180 (17): 4435-4441.

Choi, Y. W., I. J. Hodgkiss, and K. D. Hyde. 2005. Enzyme production by endophytes of Brucea javanica. Journal of Agricultural Technology. 1: 55-65.

Clay, K. 1988. Fungal endophytes of grasses: A defensive mutualism between plants and fungi. Ecology. 69 (1): 10-16.

El-Tarabily, K. A., M. H. Soliman, A. H. Nassar, H. A. Al-Hassani, K. Sivasithamparam, F. McKenna, and G. E. St. J. Hardy. 2000. Biological control of Sclerotinia minor using a chitinolytic bacterium and actinomycetes.

Plant Pathology. 49: 573-583.

Fisher, P. J., O. Petrini, and H. M. Lappin-Scott. 1992. The distribution of some fungal and bacteria endophytes in Maize (Zea mays L.). New Phytologist. 122: 299-305.

Hallman, J., A. Quadt Hallman, W. F. Mahaffee, and J. W. Kloepper. 1997. Bacterial endophytes in agricultural crops. Canadian Journal of Microbiology. 43: 895-914.


(43)

Harjono, and S. M. Widyastuti. 2001. Antifungal activity of purified endochitinase produced by biocontrol agent Trichoderma reesei againts Ganoderma philippii. Pakistan Journal of Biological Sciences. 4 (10): 1232-1234.

Hasanuddin. 2003. Peningkatan peranan mikroorganisme dalam sistem pengendalian penyakit tumbuhan secara terpadu. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Inbar, J., and I. Chet. 1991. Evidence that chitinase produced by Aeromonas caviae is involved in the biological control of soil borne plant pathogens by this bacterium. Soil Biology and Biochemistry. 24: 989-997.

Lay, B. W. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Cetakan Pertama. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Lukman, S. T. 2005. Pemanfaatan Tempurung Kelapa Sawit.

Lorito, M., G. E. Harman, C. K. Hayes, R. M. Broadway, A. Tronsmo, S. L. Woo, and A. de Pietro. 1992. Chitinolytic enzymes produced by Trichoderma harzianum

antifungal activity of purified endochitinase and chitobiosidase.

Phytopathology. 83: 302-307.

Moussaif, M., P. Jacques, P. Schaarwachter, H. Budzikiewicz, and P. Thonart. 1997. Production of cyclosporins from Acremonium luzulae. Applied and Environmental Microbiology. 63: 1739-1743.

Paterson, R. R. M. 2007. Ganoderma disease of oil palm—A white rot perspective necessary for integrated control. Crop Protection. 26: 1369–1376.

Pereira, J. O., M. L. Carneiro-Vieira, and J. L. Azevedo. 1999. Endophytic fungi from

Musa acuminata and their reintroduction in axenic plants. World Journal of Microbiology and Biotechnology. 15: 47-51.

Pleban, S., L. Chernin, and I. Chet. 1997. Chitinolytic enzymes of an endophytic strain of Bacillus cereus. Letters in Applied Microbiology. 25 (4): 284-288. Radji, M. 2005. Peranan bioteknologi dan mikroba endofit dalam pengembangan obat

herbal. Majalah Ilmu Kefarmasian. 2 (3): 118-121.

Radu, S., and C. Y. Kqueen. 2002. Preliminary screening of endophytic fungi from medicinal plants in Malaysia for antimicrobial and antitumor activity.

Malaysian Journal of Medical Science. 9 (2): 23-33.

Ramamoorthy, V., R. Viswanathan, T. Raguchander, V. Prakasan, and R. Samiyappan. 2001. Induction of systemic resistance by plant growth promoting rhizobacteria in crop plants againts pests and diseases. Crop


(44)

Reva, O. N., V. V. Smirnov, B. Petterson, and F. G. Priest. 2002. Bacillus endophyticus sp. nov., isolated from the inner tissues of cotton plants (Gossypium sp.). International Journal of Systematic and Evolutionary Microbiology. 52: 101-107.

Risza. 1994. Kelapa Sawit: Upaya Peningkatan Produktivitas. Jakarta: Kanisius. Semangun, H. 2000. Penyakit-Penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia. Cetakan

Keempat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Strobel, G. A. 2002. Microbial gifts from rain forest. Canadian Journal of Plant Pathology. 24: 14-20.

Strobel, G. A., and B. Daisy. 2003. Bioprospecting for microbial endophytes and their natural products. Microbiology and Molecular Biology Review. 67 (4): 419- 502.

Sturz, A. V., B. R. Christie, B. G. Matherson, W. J. Arsenault, and N. A. Buchanan. 1999. Endophytic bacterial communities in the periderm of potato tubers and their potential to improve resistance to soilborne pathogen. Plant Pathology. 48: 360-369.

Sudadi. 2005. Interaksi bahan mineral lempung, bahan organik, mikrobia tanah: Pengaruh terhadap antagonisme dan pemanfaatannya dalam pengendalian hayati penyakit tanaman asal tanah. Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UNS Surakarta.5 (1): 18-29.

Supriadi. 2006. Analisis risiko agens hayati untuk pengendalian patogen pada tanaman. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Jurnal Litbang Pertanian.25 (3): 75-80.

Suryanarayanan, T. S., G. Venkatesan, and T. S. Murali. 2003. Endophytic fungal communities in leaves of tropical forest trees: Diversity and distribution patterns. Current Science. 85 (4): 489-493.

Suryanto, D., E. Munir, dan Yurnaliza. 2005. Eksplorasi bakteri kitinolitik: keragaman genetik gen penyandi kitinase pada berbagai jenis bakteri dan pemanfaatannya. Laporan Hasil Penelitian Hibah Bersaing Perguruan Tinggi. Susanto, A., Sudharto Ps, dan D. Tambajong. 2002. Hiperparasitisme beberapa agens biokontrol terhadap Ganoderma boninense penyebab penyakit busuk pangkal batang kelapa sawit. Jurnal Penelitian Kelapa Sawit. 10 (2-3): 63-68.

Tan, R. X., and W. X. Zou. 2001. Endophytes: A rich of functional metabolites. Nat. Prod. Rep. 18: 448-459.

Tjitrosoepomo, G. 2002. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Cetakan Ketujuh. Yogyakarta: UGM Press.


(45)

Winarni, I., dan E. Novi. 2007. Penapisan aktinomisetes yang bersifat antagonis terhadap penyakit layu bakteri tanaman cabe. Jurnal Matematika, Sains dan Teknologi. 8 (1): 71-82.

Zinniel, D. K., P. Lambrecht, N. B. Haris, Z. Feng, D. Kuczmarski, P. Higley, C. A. Ishimaru, A. Arunakumari, R. G. Barletta, and A. K. Vidader. 2002. Isolation and characterization of endophytic colonizing bacteria from agronomics crops and prairie plants. Applied and Environmental Microbiology. 68 (5): 2198-2208.


(46)

LAMPIRAN

Lampiran A. Alur Kerja Pengambilan Sampel

diambil akar tanaman yang tua diambil daun tanaman yang tua

(berumur ≥ 5 tahun) dan sehat (berumur ≥ 5 tahun) dan sehat

dari 5 kawasan perkebunan dari 5 kawasan perkebunan

dibungkus dengan koran dibungkus dengan koran

dimasukkan ke dalam kantung dimasukkan ke dalam kantung

plastik plastik

Akar tanaman

kelapa sawit

Hasil

Daun tanaman kelapa sawit

Hasil Pengambilan sampel


(47)

Lampiran B. Alur Kerja Isolasi Bakteri Endofit Dari Akar

Dicuci dengan air mengalir selama 20 menit

Disterilisasi bagian permukaan akar dengan cara direndam dalam larutan etanol 75% selama 2 menit Direndam dalam larutan sodium hipoklorit 5,3% selama 5 menit

Direndam dalam larutan etanol 75% selama 30 detik Dibilas dengan akuades steril

Dikeringkan dengan kertas saring Dipotong menjadi 4 bagian

Diletakkan di atas media NA+ketokonazol 0,3 gram/ 100 ml dengan posisi bekas potongan ke arah media Diinkubasi pada suhu ruang (25o-30oC) selama ± 5 hari

Disubkultur pada media NA Akar tanaman

kelapa sawit

Akar steril

Koloni bakteri endofit


(48)

Lampiran C. Alur Kerja Isolasi Bakteri Endofit Dari Daun

Dicuci dengan air mengalir selama 20 menit Disterilisasi bagian permukaan daun dengan cara direndam dalam larutan etanol 70% selama 30 detik

Direndam dalam larutan sodium hipoklorit 3% selama 3 menit

Dibilas dengan akuades steril

Dikeringkan dengan kertas saring Dipotong seluas ± 1 cm

Diletakkan di atas media NA+ketokonazol 0,3 gram/ 100 ml

2

Diinkubasi pada suhu ruang (25o-30oC) selama ± 5 hari

Disubkultur pada media NA Daun tanaman

kelapa sawit

Daun steril

Koloni bakteri endofit


(49)

Lampiran D. Alur Kerja Karakterisasi Bakteri Endofit

Dikarakterisasi

Diamati Uji sitrat

Uji TSIA

Uji gelatin Uji motilitas

Uji pati

Uji katalase Bakteri Endofit

Pewarnaan Gram Uji Biokimia

Hasil


(50)

Lampiran E. Alur Kerja Uji Antagonis Bakteri Endofit Terhadap G. boninense

Diinokulasi lempengan inokulum G. boninense di bagian tengah media

Diinkubasi pada suhu ruang (25o-30oC) selama ± 4 hari

Dibuat jarak 1 cm dari hifa terluar G. boninense

Diletakkan cakram yang telah ditetesi Diletakkan cakram yang telah

suspensi bakteri endofit pada jarak yang ditetesi suspensi bakteri endofit

telah dibuat pada jarak yang telah dibuat

Diinkubasi pada suhu ruang (25o-30o

selama ± 7 hari Diletakkan cakram pembanding

C)

Diamati zona hambat yang terbentuk yang ditetesi antibiotik ketokonazol dengan variasi konsentrasi 0,09; 0,3; 0,6 mg/ml

Diinkubasi pada suhu ruang (25o-30o

Diamati dan dihitung panjang C) selama ± 7 hari miselium terhambat

Media modifikasi NA + YE 1%

Hasil

Hasil Hasil

Hasil


(51)

Lampiran F. Lokasi Penelitian

A B

C D

E

A : Perkebunan kelapa sawit Universitas Sumatera Utara (USU) Medan B : PT. Perkebunan Nusantara III Rantau Prapat Utara, Kab. Labuhan Batu C : Perkebunan kelapa sawit rakyat Rantau Prapat Selatan, Kab. Labuhan Batu D : PT. Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa, Kab. Deli Serdang


(52)

Lampiran G. Gambar-Gambar Penelitian

Isolat G. boninense berumur Cara melakukan uji antagonis

5 hari pada media NA+YE 1% bakteri endofit terhadap

G. boninense

Beberapa isolat biakan murni bakteri endofit

Pewarnaan Gram beberapa isolat bakteri endofit TM12A (A), PS35A (B), PS38D (C) dan PS34A (D). Perbesaran 100x.

RU09D TM12A ICM27A PS34A


(53)

Lampiran H. Deskripsi Lokasi Penelitian

No. Lokasi Penelitian Usia Tanaman Letak Astronomis Ketinggian Lokasi

1. Perkebunan Sawit Universitas Sumatera

Utara (USU) Medan ± 19 tahun

03o 098

33’ 38” LU

o 136 kaki/ 41,45 m dpl

39’ 17” BT 2. Perkebunan Sawit Islamic Centre

Medan-Pancing ± 8 tahun

03o 098

36’ 43” LU

o 82 kaki/ 24,99 m dpl

42’ 47” BT 3. PT. Perkebunan Nusantara II Tanjung

Morawa Kab. Deli Serdang ± 25 tahun

03o 098

31’ 41” LU

o 87 kaki/ 26,51 m dpl

45’ 16” BT 4. Perkebunan Sawit Tanah Jawa Kab.

Simalungun, Pematang Siantar ± 5 tahun

02o 099

53’ 50” LU

o 865 kaki/ 263,65 m dpl

09’ 48” BT 5. PT. Perkebunan Nusantara III Rantau

Prapat Utara Kab. Labuhan Batu ± 10 tahun

02o 099

06’ 89” LU

o 117 kaki/ 35,66 m dpl

49’ 58” BT 6. Perkebunan Sawit Rantau Prapat Selatan

Kab. Labuhan Batu ± 15 tahun

02o 099

06’ 00” LU

o 78 kaki/ 23,77 m dpl


(54)

Lampiran I. Data Pengukuran Faktor Fisik Lingkungan Lokasi Penelitian

No. Lokasi Penelitian

Faktor Fisik Lingkungan Suhu udara

(termometer air raksa)

Suhu tanah (soil termo)

Kelembaban udara (hygrometer)

pH tanah (soil pH tester) 1. Perkebunan Sawit Universitas

Sumatera Utara (USU) Medan 31,5

o

28

C oC 68 cm/hg 6

2. Perkebunan Sawit Islamic

Centre Medan-Pancing 29,5

o

27,5

C oC 79 cm/hg 6,4

3.

PT. Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa Kab. Deli Serdang

27 oC 28 oC 79 cm/hg 6,2

4.

Perkebunan Sawit Tanah Jawa Kab. Simalungun, Pematang Siantar

31,5 oC 28,5 oC 62 cm/hg 6,2

5.

PT. Perkebunan Nusantara III Rantau Prapat Utara Kab. Labuhan Batu

27 oC 28 oC 85 cm/hg 6,2

6.

Perkebunan Sawit Rantau Prapat Selatan Kab. Labuhan Batu


(1)

Lampiran D. Alur Kerja Karakterisasi Bakteri Endofit

Dikarakterisasi

Diamati Uji sitrat

Uji TSIA

Uji gelatin Uji motilitas

Uji pati

Uji katalase Bakteri Endofit

Pewarnaan Gram Uji Biokimia

Hasil


(2)

Lampiran E. Alur Kerja Uji Antagonis Bakteri Endofit Terhadap G. boninense

Diinokulasi lempengan inokulum G. boninense di bagian tengah media

Diinkubasi pada suhu ruang (25o-30oC) selama ± 4 hari

Dibuat jarak 1 cm dari hifa terluar G. boninense

Diletakkan cakram yang telah ditetesi Diletakkan cakram yang telah

suspensi bakteri endofit pada jarak yang ditetesi suspensi bakteri endofit telah dibuat pada jarak yang telah dibuat

Diinkubasi pada suhu ruang (25o-30o

selama ± 7 hari Diletakkan cakram pembanding C)

Diamati zona hambat yang terbentuk yang ditetesi antibiotik ketokonazol dengan variasi konsentrasi 0,09; 0,3; 0,6 mg/ml

Diinkubasi pada suhu ruang (25o-30o

Diamati dan dihitung panjang C) selama ± 7 hari

miselium terhambat

Media modifikasi

NA + YE 1%

Hasil

Hasil Hasil

Hasil


(3)

Lampiran F. Lokasi Penelitian

A B

C D

E

A : Perkebunan kelapa sawit Universitas Sumatera Utara (USU) Medan B : PT. Perkebunan Nusantara III Rantau Prapat Utara, Kab. Labuhan Batu C : Perkebunan kelapa sawit rakyat Rantau Prapat Selatan, Kab. Labuhan Batu D : PT. Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa, Kab. Deli Serdang


(4)

Lampiran G. Gambar-Gambar Penelitian

Isolat G. boninense berumur Cara melakukan uji antagonis

5 hari pada media NA+YE 1% bakteri endofit terhadap

G. boninense

Beberapa isolat biakan murni bakteri endofit

Pewarnaan Gram beberapa isolat bakteri endofit TM12A (A), PS35A (B), PS38D (C) dan PS34A (D). Perbesaran 100x.

Uji biokimia sederhana bakteri endofit

RU09D TM12A ICM27A PS34A


(5)

Lampiran H. Deskripsi Lokasi Penelitian

No. Lokasi Penelitian Usia Tanaman Letak Astronomis Ketinggian Lokasi

1. Perkebunan Sawit Universitas Sumatera

Utara (USU) Medan ± 19 tahun

03o 098

33’ 38” LU

o 136 kaki/ 41,45 m dpl

39’ 17” BT

2. Perkebunan Sawit Islamic Centre

Medan-Pancing ± 8 tahun

03o 098

36’ 43” LU

o 82 kaki/ 24,99 m dpl

42’ 47” BT

3. PT. Perkebunan Nusantara II Tanjung

Morawa Kab. Deli Serdang ± 25 tahun

03o 098

31’ 41” LU

o 87 kaki/ 26,51 m dpl

45’ 16” BT

4. Perkebunan Sawit Tanah Jawa Kab.

Simalungun, Pematang Siantar ± 5 tahun

02o 099

53’ 50” LU

o 865 kaki/ 263,65 m dpl

09’ 48” BT

5. PT. Perkebunan Nusantara III Rantau

Prapat Utara Kab. Labuhan Batu ± 10 tahun

02o 099

06’ 89” LU

o 117 kaki/ 35,66 m dpl

49’ 58” BT 6. Perkebunan Sawit Rantau Prapat Selatan

Kab. Labuhan Batu ± 15 tahun

02o 099

06’ 00” LU

o 78 kaki/ 23,77 m dpl


(6)

Lampiran I. Data Pengukuran Faktor Fisik Lingkungan Lokasi Penelitian No. Lokasi Penelitian

Faktor Fisik Lingkungan Suhu udara

(termometer air raksa)

Suhu tanah (soil termo)

Kelembaban udara (hygrometer)

pH tanah (soil pH tester)

1. Perkebunan Sawit Universitas

Sumatera Utara (USU) Medan 31,5

o

28

C oC 68 cm/hg 6

2. Perkebunan Sawit Islamic

Centre Medan-Pancing 29,5

o

27,5

C oC 79 cm/hg 6,4

3.

PT. Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa Kab. Deli Serdang

27 oC 28 oC 79 cm/hg 6,2

4.

Perkebunan Sawit Tanah Jawa Kab. Simalungun, Pematang Siantar

31,5 oC 28,5 oC 62 cm/hg 6,2

5.

PT. Perkebunan Nusantara III Rantau Prapat Utara Kab. Labuhan Batu

27 oC 28 oC 85 cm/hg 6,2

6.

Perkebunan Sawit Rantau Prapat Selatan Kab. Labuhan Batu