Pengembangan Ekowisata Banteng (Bos Javanicus, D’alton 1823) Di Resort Bama Taman Nasional Baluran

PENGEMBANGAN EKOWISATA BANTENG (Bos javanicus,
d’Alton 1823) DI RESORT BAMA TAMAN NASIONAL
BALURAN

ANINDIKA PUTRI LAKSPRIYANTI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengembangan
Ekowisata Banteng (Bos javanicus, d’Alton 1823) di Resort Bama Taman
Nasional Baluran adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Anindika Putri Lakspriyanti
NIM E34110021

ABSTRAK
ANINDIKA PUTRI LAKSPRIYANTI. Pengembangan Ekowisata Banteng (Bos
javanicus, d’Alton 1823) di Resort Bama Taman Nasional Baluran. Dibimbing
oleh TUTUT SUNARMINTO dan HARNIOS ARIEF.
Taman Nasional Baluran menjadi habitat bagi satwa endemik jawa dan
terancam punah, yaitu banteng (Bos javanicus). Sebagai ikon TNB, banteng
seharusnya menjadi obyek yang memberikan banyak manfaat. Pemanfaatan
tersebut akan diperoleh apabila menjadikan banteng sebagai obyek ekowisata. Ciri
morfologi, perilaku, habitat dan status kelangkaan menjadi potensi yang layak
untuk dikembangkan sebagai obyek ekowisata. Resort Bama memiliki peluang
sebagai lokasi yang dapat dikembangkan bagi ekowisata banteng karena memiliki
ekosistem yang mewakili habitat banteng. Tujuan utama dari penelitian ini adalah

untuk merancang strategi pengembangan ekowisata banteng. Berdasarkan analisis
SWOT yang dilakukan terhadap hasil observasi lapangan, kuesioner wisatawan
potensial dan wawancara kepada masyarakat sekitar dan pengelola, maka
beberapa strategi pengembangan ekowisata banteng yang diusulkan antara lain
adalah membuat program kegiatan yang edukatif dengan mengenalkan konservasi
dan budaya setempat serta mengoptimalkan upaya promosi, meningkatkan
kualitas atau kompetensi SDM di TNB, pembinaan habitat serta menyusun zonasi
ekwoisata, mengatur jumlah atau waktu kunjungan wisatawan serta
memberdayakan dan mengoptimalkan partisipasi masyarakat setempat.
Kata kunci : banteng, ekowisata, resort bama, strategi, taman nasional baluran

ABSTRACT
ANINDIKA PUTRI LAKSPRIYANTI. The Development of Banteng (Bos
javanicus, d’Alton 1823) Ecotourism in Bama Resort of Baluran National Park.
Supervised by TUTUT SUNARMINTO and HARNIOS ARIEF.
Baluran National Park is a natural habitat for an endangered and javan
endemic species, that is banteng (Bos javanicus). As an icon for Baluran National
Park the existence of banteng should be able to provide benefits, especially as an
ecotourism object. Morphological characteristics, behavior, habitat and it
conservation status are the potential for banteng to be developed as an ecotouirsm

object. Bama Resort has an opportunity to be developed for banteng ecotourism
because its ecosystem is representing the natural habitat of banteng. The main
goal of this study was to design strategy develoment for banteng ecotourism.
Based on SWOT analysis of field observation, questionnaires and interviews
results, some strategies that are creating education program activities by
introducing conservation and local culture and optimizing the promotion,
enhancing the quality of human resources, improving habitat and arranging
ecotourism zone, arranging visitation of visitor and also empowering and
optimizly local comunities participation.
Keywords: banteng, baluran national park, ecotourism, bama resort, strategy

PENGEMBANGAN EKOWISATA BANTENG (Bos javanicus,
d’Alton 1823) DI RESORT BAMA TAMAN NASIONAL
BALURAN

ANINDIKA PUTRI LAKSPRIYANTI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan

pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul “Pengembangan Ekowisata
Banteng (Bos javanicus, d’Alton 1823) di Resort Bama Taman Nasional Baluran”
dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih sebanyakbanyaknya kepada Dr Ir Tutut Sunarminto, MSi dan Dr Ir Harnios Arief, MScF
sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan banyak masukan selama
pengerjaan skripsi.
Penulis sangat berterima kasih kepada seluruh staff Balai Taman Nasional
Baluran yang telah menerima penulis dengan baik dan membantu dalam
pengumpulan data. Ungkapan terimakasih secara khusus disampaikan pada Papa,
Mama dan seluruh keluarga atas doa dan motivasi yang telah diberikan. Terima

kasih juga disampaikan kepada Riyanda Yusfidiyaga, Annisa Rachmawati, Putri
Amalina, Nadia Sari Putri, Kanthi Hardina, tim PKLP TNB (Yulian Adyprasetyo,
Tri Giyat Desantoro, Gian Ganevan Putra, Mahyoatiy, Fithrotuts Tsaqifah, Berty
Fatimah, Wahyu Indah A., Widya Maharani P.) serta teman-teman KSHE 48
lainnya dan sahabat-sahabat terdekat (Winnie Safitri, Bernaseta Trias H., Indah
Ratna F., Suci Novilani S., Arranti Aditya L., Rila Lailan Syaufina) atas segala
bantuan dan motivasi yang telah diberikan selama pengambilan data hingga
pengerjaan skripsi.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Agustus 2015

Anindika Putri Lakspriyanti

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR


vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian


2

Manfaat Penelitian

2

Kerangka Pemikiran

2

METODE

4

Waktu dan Lokasi Penelitian

4

Obyek dan Alat Penelitian


4

Jenis dan Metode Pengambilan Data

4

Analisis Data

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

9

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

9

Potensi Banteng


9

Permintaan Wisatawan Potensial Ekowisata Banteng

15

Dukungan Masyarakat

20

Kesiapan PengelolaTaman Nasional Baluran

22

Strategi Pengembangan Ekowisata Banteng di Resort

22

Bama

SIMPULAN DAN SARAN

27

Simpulan

27

Saran

27

DAFTAR PUSTAKA

27

LAMPIRAN

30


vii

DAFTAR TABEL

1

Jumlah sampel pengunjung dengan menggunakan cluster sampling

6

2

Jenis data, data yang dikumpulkan, sumber dan metode pengumpulan
data
Matriks analisis SWOT
Karakteristik wisatawan potensial
Matriks SWOT pengembangan ekowisata banteng

7

3
4
5

8
15
23

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Kerangka pemikiran pengembangan ekowisata banteng
Peta lokasi penelitian
Banteng jantan, betina dan anakan
Bekas renggutan banteng di hutan sekunder
Sumber air minum Nyamplung dan pohon sanggongan
Tanda bekas istirahat banteng
(a) Hutan musim dataran rendah, (b) Savanna
(a) Jejak banteng, (b) kondisi Blok Nyamplung
Persepsi mengenai banteng
Persepsi mengenai pemanfaatan banteng
Persepsi mengenai media promosi
Preferensi kegiatan ekowisata
Preferensi perilaku yang ingin diamati
Persentase kesediaan berpartisipasi

3
5
10
11
12
12
14
15
16
17
18
19
20
22

DAFTAR LAMPIRAN

1
2
3
4
5

Persepsi Pengetahuan Banteng
Persepsi Pemanfaatan Banteng
Persepsi Media Promosi
Preferensi Kegiatan Ekowisata
Preferensi Perilaku

30
30
30
31
31

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Ekowisata telah berkembang sebagai salah satu pariwisata yang potensial
untuk kepentingan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan. Berdasarkan
laporan World Travel Tourism Council (WTTC) (2004), pertumbuhan rata-rata
ekowisata sebesar 10% per tahun. Ekowisata dikenal sebagai suatu kegiatan
berwisata yang bertanggungjawab. The International Ecotourism Society (TIES)
(2006) mendefinisikan ekowisata sebagai kegiatan perjalanan wisata yang
dikemas secara profesional, terlatih dan memuat unsur pendidikan, sebagai suatu
sektor usaha ekonomi, yang mempertimbangkan warisan budaya, partisipasi dan
kesejahteraan penduduk lokal serta upaya-upaya konservasi sumberdaya alam dan
lingkungan. Ekowisata dapat memberikan kesempatan kepada wisatawan untuk
mendapatkan pengalaman mengenai alam dan budaya untuk dipelajari dan
memahami pentingnya konservasi keanekaragaman hayati dan budaya lokal.
Ekowisata juga memberikan manfaat ekonomi karena berkontribusi dalam
pemasukan devisa negara. Keuntungan tersebut dapat dimanfaatkan pula untuk
kegiatan konservasi dan memberikan kesempatan untuk tumbuh kembangnya
masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi ekowisata.
Kegiatan ekowisata biasanya dilakukan di kawasan yang dilindungi dan
memiliki keanekaragaman tinggi serta memiliki kekayaan flora dan fauna yang
bersifat endemik. Salah satunya adalah Taman Nasional Baluran (TNB). TNB
menjadi habitat alami bagi satwa endemik jawa dan saat ini terancam punah
karena habitat yang terus terganggu, yaitu banteng (Bos javanicus). Banteng juga
menjadi ikon bagi TNB, sehingga keberadaannya menjadi penting bagi taman
nasional tersebut. Sebagai satwa yang menjadi ikon bagi TNB, keberadaan
banteng seharusnya mampu menjadi obyek yang memberikan manfaat akan
keberadaannya. Pemanfaatan yang dapat dilakukan ialah dengan menjadikan
banteng sebagai obyek ekowisata. Sayangnya TNB belum memanfaatkan peluang
tersebut dengan optimal.
Resort Bama memiliki peluang sebagai lokasi yang dapat dikembangkan
ekowisata banteng karena memiliki ekosistem yang dapat mewakili habitat alami
banteng. Mengembangkan suatu obyek ekowisata memerlukan perencanaan yang
tepat dan mendasarkan pada kesesuaian obyek wisata (supply) dengan minat
wisatawan (demand) tanpa mengabaikan prinsip ekowisata, sehingga kegiatan
dapat berjalan dengan baik dan berkesinambungan. Menjadikan banteng sebagai
obyek ekowisata akan memberikan manfaat bagi banyak pihak, seperti
memberikan manfaat bagi ekologi, ekonomi dan sosial budaya. Pengembangan
ekowisata banteng memerlukan perencanaan yang matang, agar dapat mencapai
tujuan yang diharapkan, sehingga diperlukan strategi-strategi untuk
mengembangkan kegiatan ekowisata banteng di Resort Bama Taman Nasional
Baluran.

2
Perumusan Masalah
Banteng memiliki peluang untuk dikembangkan sebagai obyek ekowisata
karena merupakan ikon bagi Taman Nasional Baluran. Kegiatan ekowisata jika
dilakukan dengan tepat dan berkelanjutan akan memberikan manfaat khusunya
manfaat bagi ekologi, ekonomi, sosial dan budaya. Namun peluang tersebut belum
dimanfaatkan dengan optimal. Pengembangan ekowisata banteng di TNB masih
mengalami kendala, antara lain:
1. Potensi banteng sebagai obyek ekowisata belum teridentifikasi.
2. Permintaan terhadap ekowisata banteng oleh wisatawan potensial serta
dukungan masyarakat belum teridentifikasi.
3. Pengelola TNB belum memiliki strategi pengembangan ekowisata banteng di
Taman Nasional Baluran, khususnya di Resort Bama.

Tujuan Penelitian

1.
2.
3.

Penelitian dilakukan bertujuan untuk:
Menganalisis potensi banteng (B. javanicus) sebagai obyek ekowisata.
Menganalisis permintaan wisatawan potensial, dukungan masyarakat dan
kesiapan pengelola terhadap ekowisata banteng.
Merancang strategi pengembangan ekowisata banteng di Resort Bama Taman
Nasional Baluran.

Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian Pengembangan Ekowisata Banteng di Resort Bama
Taman Nasional Baluran yaitu memberikan rekomendasi kepada pengelola terkait
pengembangan ekowisata banteng dilihat dari minat pengunjung dan dukungan
masyarakat sekitar kawasan.

Kerangka Pemikiran
Banteng (B. javanicus) merupakan salah satu keanekaragaman hayati
Indonesia yang berpotensi untuk dimanfaatkan. Morfologi, perilaku dan
habitatnya dapat menjadi obyek yang menarik untuk diamati dan dipelajari.
Eksistensinya memberikan berbagai manfaat. Di alam, keberadaan banteng dapat
memberikan manfaat ekologi sebagai penyeimbang rantai makan untuk
mempertahankan keberlanjutan ekosistem. Dari sisi ekonomi banteng dapat
dijadikan sebagai sumber pendapatan atau devisa jika pemanfaatannya dilakukan
secara berkelanjutan. Agar eksistensinya terus ada, perlu upaya pemanfaatan
dengan tetap mempertimbangkan aspek kelestarian. Bentuk pemanfaatan banteng
yang dapat dilakukan yaitu ekowisata.
Ekowisata merupakan suatu kegiatan berwisata ke lingkungan alami dengan
mengutamakan nilai konservasi, ilmu pengetahuan dan pendidikan serta
kesejahteraan masyarakat lokal. Jika ekowisata dilakukan dengan berkelanjutan

3
maka akan mendatangkan berbagai manfaat baik secara ekologi, ekonomi maupun
sosial budaya yang akan dirasakan oleh banyak pihak.
Ekowisata, dalam perencanaannya perlu mempertimbangkan beberapa hal
agar ekowisata tersebut berjalan optimal dan berkelanjutan, antara lain
ketersediaan obyek (supply), permintaan wisatawan (demand), dan pihak
pendukung (tourism supporting). Dengan mempertimbangkan ketiga hal tersebut,
dapat disusun suatu rencana pengembangan ekowisata sehingga memberikan
keuntungan ekonomi, ekologi, dan sosial. Alur kerangka pemikiran
pengembangan ekowisata banteng secara ringkas disajikan pada Gambar 1.
Banteng (B. javanicus)

Potensi

Ekowisata

Ketersediaan
obyek (Supply)

Permintaan
wisatawan (demand)

Pihak pendukung
(Tourism
supporting)

Banteng

Pengunjung:
Persepsi
dan
preferensi terhadap
ekowisata banteng

Masyarakat
dan
pengelola TNB:
Dukungan
masyarakat
dan
kesiapan pengelola

Adanya minat pengunjung
dukungan berbagai pihak

dan

Pengembangan ekowisata Banteng (Bos javanicus) di
Resort Bama Taman Nasional Baluran
Manfaat ekologi, ekonomi dan sosial budaya

Gambar 1 Kerangka pemikiran pengembangan ekowisata banteng

4

METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Resort Bama SPTNW I Bekol Taman Nasional
Baluran (Gambar 2). Pemilihan lokasi didasarkan pada banteng yang merupakan
ikon TNB. Selain itu, TNB memiliki posisi yang strategis karena terletak pada
jalur koridor wisata Surabaya-Bali dan dekat dengan Kabupaten Banyuwangi
yang saat ini sedang mengembangkan kawasan wisata. Pelaksanaan pengambilan
data dilaksanakan pada 2-25 Maret 2015.

Obyek dan Alat Penelitian
Obyek penelitian adalah banteng dengan subyek wisatawan potensial,
masyarakat dan pengelola TNB. Alat yang digunakan dalam penelitian antara lain
GPS, alat tulis, tallysheet, kamera, kuesioner, panduan wawancara, Microsoft
Excel 2007, SPSS dan ArcGis 9.3.

Jenis dan Metode Pengumpulan Data
Jenis data
Data primer
Data primer adalah data utama yang diambil pada saat pengambilan atau
pengumpulan data. Data yang dikumpulkan yaitu data yang diambil secara
langsung seperti tanda-tanda keberadaan banteng, persepsi dan minat wisatawan,
dukungan masyarakat dan kesiapan pengelola, serta beberapa laporan mengenai
perilaku banteng.
Data sekunder
Data sekunder adalah data penunjang dari data primer. Pada pengambilan
data, data sekunder yang dikumpulkan adalah dokumen Rencana Pengelolaan
Taman Nasional Baluran Tahun 2014-2023, dokumen dan laporan terkait banteng
dan habitatnya, dokumen dan laporan terkait karakteristik wisatawan dan
ekowisata.

Metode pengumpulan data
Studi literatur
Studi literatur dilakukan untuk mengumpulkan data dengan cara menelusuri
dokumen atau pustaka yang terkait kondisi umum Taman Nasional Baluran.
Sumber yang digunakan untuk acuan yaitu jurnal, buku dan dokumen penting
terkait banteng dan pengelolaan ekowisata.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian

5

6
Observasi lapang
Transek
Pengambilan data dilakukan dengan menyusuri jalur-jalur yang diperkirakan
sebagai jalur yang sering dilalui Banteng. Selain itu, didatangi pula sumber air
minum, baik sumber air alami maupun buatan yang biasa digunakan banteng
untuk minum. Pengamatan dimulai pada pukul 06.00 hingga pukul 18.00 WIB.
Selain perjumpaan langsung, diambil pula informasi perjumpaan tidak langsung
yang ditandai dengan keberadaan jejak. Jejak adalah segala sesuatu yang
ditinggalkan oleh satwaliar yang menjadi penanda kehadiran satwa tersebut pada
habitat tertentu (Bismark 2011). Jejak dapat berupa jejak kaki (foot-print), bekasbekas makan (feeding signs), rambut, feses dan sebagainya. Titik koordinat lokasi
perjumpaan langsung dengan banteng, serta jejaknya ditandai dengan
menggunakan GPS.
Kuesioner
Kuesioner berisi pertanyaan mengenai persepsi dan preferensi terhadap
ekowisata banteng diberikan kepada responden terpilih yang berada di lokasi
penelitian. Responden yang diberikan kuesioner adalah pengunjung Resort Bama
Taman Nasional Baluran. Teknik pengambilan sampel pengunjung dipilih secara
cluster random sampling, yaitu populasi pengunjung diseleksi atau
dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok atau kategori (Kriyantono 2006).
Pemabgian kelompok umur dibedakan atas usia remaja dan dewasa (Tabel 1).
Jumlah responden dibatasi berdasarkan kelompok usia yaitu remaja dan dewasa,
dengan masing-masing kelompok umur dipilih 30 responden, dikarenakan
perhitungan dengan jumlah 30 tidak berbeda nyata dengan jumlah yang lebih
besar dari 30, sehingga 30 responden sudah cukup mewakili dalam penelitian
sosial.
Tabel 1 Jumlah sampel pengunjung dengan menggunakan cluster random
sampling
Kelompok umur
Jumlah (responden)
Remaja (15-25 tahun)
30
Dewasa (>25 tahun)
30
Total
60
Wawancara
Wawancara yang dilakukan yaitu menanyakan beberapa pertanyaan kepada
responden (orang yang menjadi target untuk diwawancarai) terkait persepsinya
terhadap ekowisata banteng. Kegiatan wawancara dibantu dengan panduan untuk
memudahkan proses wawancara. Wawancara ditujukan kepada:
1. Masyarakat Desa Wonorejo
Pada kegiatan wawancara, jumlah sampel masyarakat yang diambil
sebanyak 30 responden. Masyarakat yang menjadi responden ditentukan secara
systematic random sampling. Teknik tersebut dilakukan dengan menunjuk
responden pertama secara acak (random), responden selanjutnya ditentukan
secara sistematis, yaitu berselang tiga rumah dari rumah responden sebelumnya.

7
2. Balai TNB
Wawancara ditujukan kepada Kepala Balai Taman Nasional Baluran,
Kepala Bagian Konservasi, HUMAS dan pelayanan wisata, Kepala Resort
Bama dan personil Resort Bama terkait wisata. Maksud dari wawancara
tersebut adalah untuk mencari informasi terkait pengelolaan banteng dan
rencana pengembangan ekowisata banteng di TNB.
Secara ringkas jenis data, data yang dikumpulkan, sumber dan pengumpulan
data disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Jenis data, data yang dikumpulkan, sumber dan metode pengumpulan
data
Metode
No
Jenis Data
Data yang dikumpulkan
Sumber data
pengumpulan
.
data
1 Primer
a. Banteng
Potensi banteng, meliputi Data di
Observasi
perilaku, habitat, distribusi lapangan
lapangan
dan
dan ancaman
studi literature
b. Wisatawan Persepsi dan minat
Pengunjung
Kuesioner
potensial
terhadap ekowisata
Resort Bama
banteng
c. Masyarakat

d.
2

Pengelola

Sekunder

Persepsi dan dukungan
terhadap ekowisata
banteng
Kesiapan terhadap
ekowisata banteng
1. Rencana Pengelolaan
Taman Nasional
2. Kondisi umum lokasi
(fisik, biotik, sumberdaya
wisata, potensi wisata)
3. Pengelolaan ekowisata

Masyarakat
Desa
Wonorejo
Balai TNB

Wawancara

Balai
TNB,
pustaka

Studi literatur

Wawancara

Analisis Data

Analisis deskriptif
Analisis deskriptif terdiri dari analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif.
Analisis deskriptif kualitatif yaitu menguraikan secara deskriptif data-data yang
didapat seperti pengelolaan kawasan, masyarakat dan aspek sediaan wisata.
Analisis deskriptif kuantitatif yaitu mendeskripsikan data-data yang diperoleh
menggunakan diagram dan tabulasi.
Analisis kualitatif skala Likert
Skala Likert adalah skala yang sering digunakan dalam pengukuran
persepsi. Skala ini juga memiliki bentuk yang ringkas, sehingga memudahkan
responden dalam menjawab setiap unsur instrumen (Sugiyono 2010). Skor yang

8
digunakan dalam kuesioner memakai skala Likert 1-7, yang terdiri dari (1. Sangat
tidak setuju, 2. Tidak setuju, 3. Agak tidak setuju, 4. Biasa saja, 5. Agak setuju, 6.
Setuju, 7. Sangat setuju) (Avenzora 2008).
Analisis statistik non-parametrik (chi-square)
Uji Chi-Square berfungsi untuk menguji hubungan atau pengaruh antar
variabel dengan tingkat persepsi dan preferensi pengunjung (remaja dan dewasa).
Hipotesis yang dipakai untuk menguji hubungan antar variabel dengan tingkat
persepsi atau preferensi responden yaitu :
a. H0 = Tidak terdapat hubungan antara variabel dengan tingkat persepsi atau
preferensi responden
b. H1 = Terdapat hubungan antara variabel dengan tingkat persepsi responden
Kemudian nilai dibandingkan pada tingkat kepercayaan 95% atau α (0,05)
pada perhitungan software SPSS. Kriteria keputusan untuk uji nyata ini adalah
sebagai berikut:
a. Apabila nilai Sig. X2 hitung > α (0,05) maka terima H0, yang berarti tidak ada
hubungan antara variabel.
b. Apabila nilai Sig. X2hitung ≤ α (0,05) maka terima H1, yang berarti ada
hubungan antara variabel.
Analisis SWOT
Data yang telah diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan kuesioner
kemudian dianalisis dengan deskriptif kualitatif. Dari data yang dijabarkan,
kemudian diidentifikasi berbagai faktor internal dan eksternal untuk rencana
pengembangan ekowisata banteng di Resort Bama untuk menyusun strategi
alternatif dengan menggunakan pendekatan analisis SWOT.
Analisis SWOT adalah instrumen perencanaan strategis dengan
menggunakan kerangka kerja kekuatan dan kelemahan dan peluang dan ancaman.
Analisis ini berdasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan
(Strength) dan peluang (Opportunities), namun secara bersama dapat
meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threats) (Rangkuti 2001).
Matriks analisis SWOT disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3 Matriks analisis SWOT
Eksternal
Peluang (Opportunities)

Ancaman (Threats)

Internal
Kekuatan (Strength)
Kelemahan (Weakness)
Strategi S-O
Strategi W-O
Menciptakan strategi yang
Menciptakan strategi
menggunakan
kekuatan yang
meminimalkan
untuk
memanfaatkan kelemahan
untuk
peluang
memanfaatkan peluang
Strategi S-T
Strategi W-T
Menciptakan strategi yang Menciptakan strategi yang
menggunakan
kekuatan meminimalkan kelemahan
untuk mengatasi ancaman
dan menghindari ancaman

9

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Resort Bama merupakan salah satu resort yang masuk dalam Seksi
Pengelolaan Taman Nasional Wilayah (SPTNW) I Bekol. Resort Bama memiliki
luas sebesar 379,79 Ha. Areal tersebut mencakup beberapa tipe ekosistem hutan,
antara lain hutan mangrove, hutan pantai, hutan musim dataran rendah dan savana.
Beberapa flora yang dapat ditemukan di Resort Bama antara lain trenggulun
(Protium javanicum), serut (Streblus asper), ketapang (Terminalia catappa),
popoan (Buchanania arborescens), manting (Syzygium polyanthum) dan lain
sebagainya. Sedangkan fauna yang dapat ditemukan, yaitu banteng (Bos
javanicus), rusa (Cervus timorensis), kerbau liar (Bubalus bubalis), lutung jawa
(Trachypithecus auratus), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), merak
(Pavo muticus), dan beberapa jenis burung lainnya.
Letak TNB yang strategis karena berada pada koridor pariwisata
Surabaya-Bali mengantarkan Bama sebagai salah satu tujuan wisata, baik
wisatawan lokal maupun mancanegara. TNB dapat dicapai melalui jalur darat dan
udara. Adapun bandara terdekat dengan TNB adalah Bandara Blimbingsari yang
berada di Banyuwangi. Dari pintu utama TNB (Batangan) Resort Bama dapat
dilalui oleh kendaraan bermotor baik beroda dua maupun beroda empat karena
tersedia jalan aspal yang membentang sampai area Pantai Bama. Dari Batangan
hingga Bekol menempuh jalan sepanjang 7 km dan dari Bekol hingga Pantai
Bama menempuh jalan sepanjang 5 km.
Berdasarkan yang telah tertulis pada laporan desain tapak pengelolaan
pariwisata alam SPTNW I Bekol, areal sekitar pantai Bama merupakan ruang
publik, yang berarti pada areal tersebut dapat dilakukan pembangunan fasilitas
publik. Beberapa fasilitas yang sudah tersedia antara lain pesanggrahan, MCK,
kafetaria dan mushola. Selain itu, areal Resort Bama juga diperuntukkan sebagai
ruang pengelolaan keanekaragaman hayati, pemantauan terumbu karang,
perlindungan mangrove serta perlindungan habitat banteng.
Resort Bama memiliki bentang alam yang menarik karena memiliki
savana alami yang dikenal sebagai Savana Bekol. Savana tersebut menjadi obyek
tujuan wisata utama oleh wisatawan yang berkunjung ke TNB. Pada musim
kemarau savana akan mengering dan tampak seperti savana yang ada di Afrika.
Selain memiliki savana, Resort Bama juga memiliki pantai berpasir putih dengan
air laut yang tenang. Pada pantai Bama wisatawan dapat menikmati ketenangan
pantai Bama, berjalan menyusuri pantai atau mangrove (mangrove trail),
birdwatching dan snorkeling.

Potensi Banteng (Bos javanicus)
Banteng merupakan satwa yang dilindungi oleh Pemerintah Indonesia,
seperti yang tertuang dalam PP No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis
Tumbuhan dan Satwa dan termasuk dalam kategori satwa terancam punah
(Endangered) oleh IUCN. Kelangkaan dan kesulitan untuk menjumpai banteng

10
dapat menjadi peluang untuk dikembangkannya ekowisata banteng karena
semakin langka dan sulit dijumpainya suatu satwa maka daya tarik dan harga
jualnya pun akan semakin tinggi. Sependapat dengan Hakim (2004) bahwa tingkat
perjumpaan yang rendah suatu satwa menjadi faktor yang menyebabkan orang
penasaran untuk melihat satwa.
Menjadikan banteng sebagai obyek ekowisata secara tidak langsung
membantu upaya konservasi terhadap banteng dan habitatnya serta meningkatkan
kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan yang ikut terlibat di dalamnya.
Ekowisata banteng didasarkan pada keunikan baik morfologi, perilaku dan
habitatnya serta status kelangkaannya.
Morfologi
Banteng memiliki tubuh tegap, besar dan kuat. Ukuran tubuh banteng jantan
memiliki tinggi hingga pundak ± 170 cm dan berat tubuh dapat mencapai 900 kg.
Waluyo (2013) menyatakan bahwa banteng jantan di TNB memiliki keunggulan
genetik karena ukuran tubuhnya berbeda dengan banteng yang ada di tempat lain
yang rata-rata memiliki tinggi 160 cm dan berat tubuh 600-800 kg. Sedangkan
tidak ada perbedaan pada banteng betina di TNB maupun tempat lain yang
memiliki tinggi 150 cm dan berat 200-300 kg.
Bagian dada banteng terdapat gelambir, dimulai dari pangkal kaki depan
sampai bagian leher. Di kepalanya terdapat sepasang tanduk berwarna hitam,
melengkung ke atas dan runcing untuk banteng jantan. Tanduk banteng betina
agak lurus dan mengarah ke belakang serta ukurannya lebih pendek jika
dibandingkan dengan tanduk jantan.
Selain dari ukuran tubuh, ukuran dan bentuk tanduk, banteng jantan dan
betina dewasa dapat dibedakan dari warna kulitnya. Banteng jantan memiliki
warna kulit hitam, semakin tua umurnya maka warnanya akan semakin gelap,
sedangkan banteng betina memiliki warna kulit coklat terang persis seperti sapi
bali. Ciri lain dari banteng yaitu pada bagian pantatnya terdapat warna putih.
Warna putih tersebut juga terdapat pada bagian kaki, mulai dari pangkal kaki
hingga lutut. Perbedaan antara banteng jantan dewasa, betina dewasa dan anakan
disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Banteng jantan, betina dan anakan (Sumber: Coke & Smith)
Perilaku
Perilaku merupakan tindakan tegas dari suatu organisme untuk
menyesuaikan diri terhadap keadaan lingkungan guna mempertahankan hidupnya

11
(Odum 1997). Perilaku satwa dapat menjadi obyek yang menarik untuk diamati.
Perilaku banteng terdiri dari makan dan minum, istirahat, bermain, mengasuh
anak dan kawin.
Makan dan minum
Makan merupakan perilaku dominan banteng, hampir sepanjang hari
banteng melakukan aktivitas tersebut. Perilaku makan banteng dipengaruhi
keadaan lingkungannya, jika tidak menemukan adanya ancaman atau gangguan
banteng akan makan pada pagi hingga sore hari. Berdasarkan keterangan dari
petugas TNB, seringkali banteng memulai perilaku makannya pada sore atau
malam hari. Hal tersebut dilakukan banteng untuk menghindari gangguan
terutama aktivitas manusia karena masih sering ditemukan masyarakat sekitar
kawasan yang mengambil sumberdaya hutan di sekitar wilayah jelajah banteng.
Sama halnya dengan banteng yang ada di Taman Nasional Meru Betiri (TNMB),
perilaku makan banteng di lokasi tersebut dijumpai pada pukul 16.00 hingga
pukul 09.00 (Wirawan 2011)
Banteng merupakan satwa pemakan tumbuhan atau hijauan (herbivora),
dapat bersifat pemakan rumput (grazer) maupun tumbuhan bawah (browser)
tergantung bagaimana ketersediaan yang ada di sekitar lingkungannya. Jika
tersedia rerumputan yang mencukupi, banteng akan memilih untuk memakan
rumput dan sebaliknya jika tidak tersedia rumput yang mencukupi banteng akan
beradaptasi untuk mencari tumbuhan bawah, daun-daun muda, pucuk pohon dan
buah-buahan. Beberapa jenis tumbuhan pakan banteng antara lain brambangan
(Commelina diffusa), lamuran (Themeda triandra), lamuran merah (Heteropoon
contortus), teki (Cyperus rotundus), serut (Streblus asper), dan alang-alang
(Imperatia cylindrica).
Savana merupakan lokasi yang ideal untuk mengamati perilaku makan
banteng, karena merupakan feeding ground atau sumber pakan utama bagi satwa
herbivora. Namun akibat invasi tumbuhan akasia dan gulma, produktifitas rumput
di savana terganggu, kualitas dan kuantitasnya pun menurun sehingga savana
tidak lagi dimanfaatkan sebagai sumber pakan utama oleh satwa, terutama
banteng. Perilaku makan banteng lebih sering dilakukan di hutan sekunder (hutan
musim dataran rendah) karena makanan banyak tersedia. Gambar 4 merupakan
bekas renggutan banteng yang ditemukan di hutan musim dataran rendah.

Gambar 4 Bekas renggutan banteng di hutan sekunder

12
Banteng tergolong satwa yang jarang minum atau aktivitas minum
dilakukan hanya satu kali dalam satu hari (Subeno 2007). Banteng memilih air-air
dari sumber air yang bersih atau air dari sumber alami. Di Resort Bama terdapat
beberapa sumber air alami yang dimanfaatkan banteng untuk minum, antara lain
sumber air Bama, Kelor, Manting, Nyamplung, Sumber Batu dan Popongan.
Sumber air minum tersebut dapat dijadikan sebagai lokasi untuk mengamati
perilaku minum banteng. Gambar 5 merupakan salah satu sumber air minum
alami banteng, yaitu Nyamplung. Pada lokasi tersebut terdapat pohon yang sering
digunakan petugas untuk mengamati banteng.

Gambar 5 Sumber air minum Nyamplung dan pohon untuk mengamati
banteng
Istirahat
Subeno (2007) mengategorikan istirahat adalah ketika banteng dalam
keadaan diam, berteduh dan/atau merebahkan tubuhnya. Perilaku istirahat banteng
dilakukan di sela-sela aktivitas makannya. Banteng di TNB memilih hutan
sekunder sebagai tempat untuk beristirahat. Gambar 6 merupakan bekas istirahat
banteng yang ditemukan di hutan sekunder. Banteng biasanya beristirahat di
antara semak-semak atau di bawah tajuk pohon yang rindang, seperti pohon asam
(Tamarindus indica) atau walikukun.

Gambar 6 Tanda bekas istirahat banteng

13
Bermain
Perilaku bermain dilakukan oleh anak banteng. Anak banteng melakukan
perilaku bermain untuk melatih ototnya agar dapat beradaptasi dengan
lingkungannya. Di sela-sela perilaku makan, seringkali anak banteng berlarian
atau mengganggu induknya yang sedang makan. Perilaku bermain lain yang
dilakukan anak banteng adalah saling mengadukan kepala antar sesama anak
banteng (Sancayaningsih 1983).
Mengasuh Anak
Perilaku mengasuh anak dilakukan oleh banteng betina dewasa. Banteng
betina mengasuh sampai anak bisa bertahan hidup sendiri. Suratmo (1979)
mengatakan bahwa banteng betina akan berhenti mengasuh anak pada musim
kawin karena memilih fokus pada jantan dewasa. Banteng betina akan memanggil
anaknya dengan cara mengeluarkan suara yang lemah ketika anak banteng
bermain jauh dari induknya dan anak-anaknya akan mendekati induknya dengan
segera. Perilaku mengasuh banteng betina ditunjukkan dengan menjilati tubuh
anak banteng.
Kawin
Banteng merupakan satwa monoestrus atau mempunyai satu musim kawin
dalam setahun (Hogerwerf 1970). Di TNB musim kawin banteng berlangsung
setelah musim kawin rusa, yaitu antara bulan Agustus hingga September. Tidak
ada waktu pasti banteng melakukan perilaku kawin, di Taman Nasional Meru
Betiri banteng melakukan perilaku kawin pada pagi dan sore hari (Wirawan 2011)
Ketika musim kawin, banteng jantan akan lebih sering mengeluarkan suara dan
terkadang berkelahi dengan sesama banteng jantan untuk dapat memilih betina
yang akan dikawininya. Banteng yang memenangkan perkelahian tersebut
kemudian mendekati banteng betina yang disukainya lalu mulai menciumi pantat
banteng betina. Banteng memerlukan suasana tenang ketika melakukan perilaku
tersebut dan banteng jantan akan lebih sensitif terhadap gangguan. Perilaku kawin
banteng dilakukan di hutan sekunder yang agak terbuka atau savana.

Habitat
Alikodra (1983) mendefinisikan habitat sebagai suatu tempat yang dapat
memenuhi kebutuhan satwa yang digunakan untuk tempat mencari makan, minum,
berlindung, bermain dan berkembangbiak. Hutan yang lebih rapat seperti hutan
primer hanya digunakan oleh banteng untuk berlindung dari predator atau
pemburu dan tempat untuk tidur.
Hutan pantai terdapat di sepanjang pesisir pantai dan berbatasan dengan
hutan mangrove. Banteng sering mendatangi hutan pantai karena sebagian sumber
air minum alami dan tempat mengasin. Sumber air alami tersebut terdapat di Blok
Kelor, Manting, Nyamplung, Popongan dan Sumberbatu. Komposisi jenis
tumbuhan di hutan pantai di antaranya malengan (Exoecaria agallocha), manting
(Syzigium polyanthum), popohan (Buchanania arborescens) dan gebang (Corypha
utan).
Hutan musim dataran rendah (hutan sekunder) adalah areal yang sering
dimanfaatkan banteng untuk melakukan perilaku makan dan istirahat (Gambar 7a).

14
Hutan musim dataran rendah menyediakan sumber pakan banteng karena tersedia
banyak tumbuhan bawah. Selain untuk makan, hutan musim dataran rendah juga
dimanfaatkan oleh banteng untuk beristirahat (resting) dan sebagai jalur lintasan.
Vegetasi hutan musim dataran rendah tergolong terbuka-sedang. Jenis-jenis pohon
yang terdapat di hutan tersebut antara lain talok (Grewia ericocarpa), walikukun
(Schouthenia ovata), asam (Tamarindus indica), bidara laut (Xymenia americana).
Asam dan walikukun juga termasuk jenis pohon yang daun atau buahnya dimakan
oleh banteng dan dimanfaatkan pula sebagai tempat bertenduh.
Savana (Gambar 7b) didatangi oleh banteng terutama pada musim kemarau
untuk meminum air yang ada di bak-bak penampungan yang telah disediakan
pengelola TNB serta sumber air (berbentuk seperti kubangan) yang telah diairi
pula oleh pengelola. Jenis-jenis rumput yang ada di savana antara lain
Dichtantium coricosum, Heteropogon contortus, Themeda spp, Sclerachne
pundata, Polytrias amaura (TNB 2012). Di antara jenis rumput tersebut, rumput
yang menjadi jenis pakan banteng adalah lamuran merah (Heteropogon contortus).
Selain rumput, jenis-jenis pohon yang dapat ditemukan di savana adalah Acacica
leucophlea, kesambi (Scheineichera oleosa), mimba (Azadirachta indica) dan
widuri bukol (Ziziphus rotundifolia).

(a)
(b)
Gambar 7 (a) Hutan musim dataran rendah, (b) Savana
Wilayah jelajah
Wilayah jelajah banteng di TNB dipengaruhi oleh musim. Pada musim
penghujan, pakan dan air melimpah di dalam kawasan hutan sehingga wilayah
jelajah banteng tidak terlalu luas. Pada musim kemarau, ketersediaan pakan dan
air semakin berkurang dan mendorong banteng untuk terus berjalan mencari
makan dan sumber air sehingga wilayah jelajahnya menjadi lebih luas
dibandingkan musim penghujan.
Berdasarkan hasil observasi keberadaan banteng ditemukan di Blok
Nyamplung, yang berada 2 km dari kantor Resort Bama yang ditandai dengan
jejak kaki (Gambar 8a). Berdasarkan analisis petugas jejak kaki tersebut adalah
jejak kaki banteng jantan. Tidak jauh dari lokasi ditemukannya jejak kaki jantan
ditemukan pula jejak kaki banteng betina dan anakan. Banteng betina dan anakan
selalu bergerak bersama sedangkan banteng jantan cenderung soliter atau
memisahkan diri dari kelompok.

15

(a)
(b)
Gambar 8 (a) Jejak banteng dan (b) kondisi Blok Nyamplung
Ancaman
Jumlah populasi banteng terus mengalami penurunan, penurunan tersebut
dimulai dari tahun 2002 (TNB 2013). Penurunan populasi banteng di TNB
disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain berkurangnya sumber pakan akibat
invasi tumbuhan akasia (Accacia nilotica), terbatasnya sumber air minum pada
musim kering, gangguan dari pemangsa ajag (Cuon alpinus) serta gangguan dari
aktivitas manusia.

Permintaan Wisatawan Potensial Ekowisata Banteng
Wisatawan potensial adalah sejumlah orang yang secara potensial sanggup
dan mampu melakukan perjalanan ekowisata (Wahab 1975). Wisatawan potensial
(responden) yang mengunjungi TNB memiliki karakteristik beragam, dapat dilihat
pada Tabel 4.
Tabel 4 Karakteristik wisatawan potensial
Kelompok umur
Remaja

Parameter
Jenis kelamin
Pendidikan terakhir
Pekerjaan

Dewasa

Jenis kelamin
Pendidikan terakhir

Pekerjaan

Kriteria
Perempuan
Laki-laki
SMA
S1
Mahasiswa
PNS
Guru/dosen
Perempuan
Laki-laki
SMA/sederajat
Diploma
S1
S2
PNS
Pelajar/mahasiswa
Pegawai swasta
Guru/dosen
Internet marketer
Wiraswasta
Ibu rumah tangga

%
60
40
23
77
90
7
3
53
47
10
17
53
20
31
30
24
3
3
3
3

16
Persepsi
Persepsi merupakan proses yang digunakan individu untuk mengelola dan
menfasirkan kesan indera mereka dalam rangka memberikan makna kepada
lingkungannya (Robbins 2006). Daya persepsi seseorang dapat diperkuat oleh
adanya pengetahuan dan pengalaman.
Pengetahuan terhadap banteng
Wisatawan potensial sudah memiliki persepsi yang baik terkait pengetahuan
terhadap banteng secara umum. Persepsi antara wisatawan potensial remaja dan
dewasa tidak memiliki perbedaan yang jauh (Gambar 9). Terdapat lima persepsi
yang sama, yaitu setuju (skor 6) terkait persepsi mengenai ukuran tubuh dan
pakan banteng, perjumpaan yang sulit, status perlindungan dan ancaman banteng.
Adapun persepsi sangat setuju (skor 7) bahwa banteng adalah jenis satwa mamalia.
Persepsi yang berbeda adalah pada persepsi terkait endemisitas banteng. Hasil
analisis skala likert wisatawan potensial remaja untuk persepsi bahwa banteng
yang ada di baluran adalah satwa endemik (asli) jawa memperoleh skor 5 atau
agak setuju, sedangkan untuk wisatawan potensial dewasa memperoleh skor 6
atau setuju. Perbedaan persepsi tersebut diperkirakan karena pemahaman
wisatawan potensial remaja tentang endemisitas satwa masih kurang jika
dibandingkan dengan wisatawan potensial dewasa.
Tidak semua persepsi memperoleh skor maksimal (skor 7), sehingga perlu
upaya edukasi untuk meningkatkan pemahaman kepada wisatawan jika
mengadakan ekowisata banteng. Edukasi adalah salah satu nilai penting yang
harus ada dalam ekowisata. Edukasi ekowisata bertujuan untuk mendidik
wisatawan agar dapat mengetahui dan menyadari arti penting ekowisata,
konservasi alam dan lingkungan sehingga bersedia ikut serta menjaga, melindungi
dan melestarikannya.
7
6
5
4
3
2
1
0
A

B

C

D
Remaja

E

F

G

Dewasa

Keterangan: A. Jenis satwa mamalia, B. Memiliki ukuran tubuh besar, C. Pemakan rumput, D.
Sulit dijumpai, E. Dilindungi oleh pemerintah RI, F. Satwa endemik (asli) jawa, G.
Terancam punah

Gambar 9 Persepsi mengenai banteng
Berdasarkan hasil uji chi-square diketahui bahwa variabel persepsi
wisatawan potensial mengenai pengetahuan banteng memiliki nilai Sig. X2 hitung >

17
α (0,05) yaitu sebesar 0,127, sehingga keputusan yang diambil adalah terima H0
yang berarti bahwa tidak ada hubungan antara persepsi wisatawan remaja dan
dewasa mengenai pengetahuan wisatawan potensial terkait banteng.
Persepsi pemanfaatan banteng
Wisatawan potensial remaja dan dewasa memiliki persepsi yang sama
terkait semua bentuk pemanfaatan banteng (Gambar 10). Skor 6 atau setuju untuk
pemanfaatan banteng sebagai obyek ekowisata. Meskipun skor tidak mencapai
nilai tertinggi yaitu 7, persepsi tersebut dapat ditingkatkan seiring meningkatnya
popularitas ekowisata satwaliar. Wisatawan berpendapat bahwa satwa yang hidup
liar di alam akan menjadi obyek wisata unik dan menarik. Sesuai dengan peranan
satwa liar dalam ekosistem, menurut Ramdhani (2008), satwa liar dapat berperan
sebagai bahan penelitian, pendidikan lingkungan dan obyek wisata (ekowisata).
Skor 2 atau tidak setuju untuk pemanfaatan banteng sebagai satwa buru.
Menunjukkan sudah ada kesadaran atau pengetahuan dari wisatawan potensial
bahwa populasi banteng yang semakin menurun di alam, tidak dapat dijadikan
sebagai satwa buru.
7
6

5
4
3
2

1
0
A

B
Remaja

Dewasa

Keterangan: A. Sebagai obyek wisata, B. Sebagai satwa buru

Gambar 10 Persepsi mengenai pemanfaatan banteng
Berdasarkan hasil uji chi-square diketahui bahwa variabel persepsi
wisatawan potensial mengenai pemanfaatan banteng memiliki nilai Sig. X2 hitung >
α (0,05) yaitu sebesar 0,597, sehingga keputusan yang diambil adalah terima H0
yang berarti bahwa tidak ada hubungan antara persepsi wisatawan remaja dan
dewasa mengenai pemanfaatan banteng.
Persepsi terhadap media promosi
Promosi merupakan hal penting dalam kegiatan ekowisata. Kotler (1997)
mendefinisikan promosi sebagai suatu usaha pengkomunikasian informasi dari
produsen kepada konsumen agar menarik minat konsumen untuk membeli barang
atau jasa yang ditawarkan produsen atau penjual. Promosi dilakukan untuk
mengenalkan potensi ekowisata yang dimiliki TNB kepada publik. Promosi dapat

18
dilakukan melalui beberapa media, seperti media cetak, elektronik, ataupun
promosi secara langsung.
Berdasarkan hasil analisis skala likert, pengunjung potensial remaja dan
dewasa memiliki persepsi yang sama untuk beberapa media promosi, yaitu agak
setuju (skor 5) bahwa kerabat/keluarga dan papan reklame/ billboard dapat
menjadi media promosi yang efektif (Gambar 11). Promosi melalui
kerabat/keluarga termasuk dalam penyampaian informasi dari mulut ke mulut
(word of mouth). Word of mouth dilakukan oleh orang-orang yang memang
pernah berkunjung atau membaca melalui media lain dan menyebarkannya ke
orang lain. Promosi melalui word of mouth bergantung pada informasi yang
disampaikan oleh informan kepada pendengar, sehingga tidak berpengaruh pada
efektivitas komunikasi pemasaran (Yassiranda 2011). Perspesi setuju (skor 6)
bahwa radio/tv dan majalah/artikel/koran merupakan media promosi yang efektif.
Perbedaan persepsi wisatawan potensial remaja dan dewasa adalah pada media
promosi brosur/leaflet/booklet, media sosial dan website/blog. Promosi melalui
media sosial dan website/blog memperoleh skor tinggi yaitu 7. Media sosial dan
website/blog adalah media komunikasi yang saat ini sering diakses oleh
masyarakat Indonesia maupun dunia. Melalui media tersebut, informasi lebih
mudah disampaikan tanpa mengeluarkan biaya yang besar. Selain itu dapat
diakses pula oleh masyarakat yang berada di luar Indonesia. Promosi tidak harus
disampaikan melalui satu media saja, namun harus disampaikan melalui beragam
jenis media agar informasi dapat sampai pada pasar yang tepat.
7

6
5
4
3
2
1
0
A

B

C

D
Remaja

E

F

G

Dewasa

Keterangan: A. Kerabat/keluarga, B. Radio/TV, C. Majalah/artikel/koran, D.Brosur/leaflet/booklet,
E. Media sosial, F. Website/blog, G. Papan reklame

Gambar 11 Persepsi mengenai media promosi
Berdasarkan hasil uji chi-square diketahui bahwa variabel persepsi
wisatawan potensial mengenai media komunikasi promosi yang efektif memiliki
nilai Sig. X2 hitung > α (0,05) yaitu sebesar 0,157, sehingga keputusan yang diambil
adalah terima H0 yang berarti bahwa tidak ada hubungan antara persepsi
wisatawan remaja dan dewasa mengenai persepsi terhadap media komunikasi
yang efektif.

19
Preferensi
Preferensi adalah kecendrungan untuk memilih sesuatu yang lebih disukai
dibanding pilihan lain. Preferensi merupakan bagian dari komponen pembuatan
keputusan dari seorang individu. Dengan melihat preferensi dapat memberikan
masukan bagi bentuk partisipasi dalam proses perencanaan.
Preferensi kegiatan yang diminati
Berdasarkan hasil analisis skala likert, tidak terdapat perbedaan yang jauh
antara minat wisatawan potensial remaja dan dewasa (Gambar 12). Terdapat 4
kegiatan yang memperoleh skor 6 atau setuju bahwa mempelajari bentuk tubuh,
mengetahui dan mengamati perilaku, menjelajah habitat dan mengamati banteng
dari menara pandang adalah kegiatan yang menarik untuk dilakukan. Terdapat
perbedaan minat antara wisatawan remaja dan dewasa pada beberapa kegiatan,
yaitu mempelajari jenis pakan, mengetahui dan mengamati jejak, dan memotret
atau mendokumentasikan banteng. Minat wisatawan remaja pada kegiatan
tersebut memperoleh skor yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan minat
wisatawan potensial dewasa. Hal tersebut diperkirakan karena pada umur remaja
memiliki tingkat keingintahuan/ curiousity yang lebih tinggi jika dibandingkan
dengan umur dewasa.
7
6
5
4
3
2

1
0
A

B

C

D
Remaja

E

F

G

Dewasa

Keterangan: A. Mempelajari bentuk tubuh banteng, B. Mempelajari jenis pakan, C.
Mengetahui dan mengamati perilaku, D. Mengetahui dan melihat jejak, E.
Memotret/ fotografi, F. Menjelajah habitat, G. Mengamati dari menara pandang

Gambar 12 Preferensi kegiatan ekowisata
Berdasarkan hasil uji chi-square diketahui bahwa variabel preferensi
wisatawan potensial mengenai kegiatan yang diminati memiliki nilai Sig. X2 hitung
> α (0,05) yaitu sebesar 0,707, sehingga keputusan yang diambil adalah terima H0
yang berarti bahwa tidak ada hubungan antara preferensi wisatawan remaja dan
dewasa mengenai kegiatan yang diminati. Wisatawan usia remaja memiliki minat
yang cenderung bebas dalam memilih jenis wisata dan wisatawan usia dewasa pun
selalu memiliki keinginan yang besar untuk melakukan kegiatan wisata (Rachman
2014).

20
Preferensi perilaku yang diamati
Berhubungan dengan kegiatan mengamati perilaku banteng, wisatawan
potensial memiliki preferensi yang hampir sama untuk semua bentuk perilaku
banteng (Gambar 13). Perilaku makan dan minum, bermain dan mengasuh anak
memperoleh skor 6 atau dengan kata lain wisatawan potensial berminat untuk
mengamati perilaku tersebut, sedangkan wisatawan potensial agak berminat untuk
mengamati perilaku istirahat. Perbedaan minat wisatawan potensial remaja dan
dewasa ada pada perilaku kawin. Wisatawan potensial remaja berminat untuk
mengamati perilaku tersebut, sedangkan wisatawan potensial dewasa agak
berminat (skor 5).
7
6
5
4
3
2
1
0
A

B

C
Remaja

D

E

Dewasa

Keterangan: A. Perilaku makan dan minum, B. Perilaku istirahat, C. Perilaku bermain, D.
Perilaku mengasuh anak, E. Perilaku kawin

Gambar 13 Preferensi perilaku yang ingin diamati
Berdasarkan hasil uji chi-square diketahui bahwa variabel preferensi
wisatawan potensial mengenai perilaku yang menarik untuk diamati memiliki
nilai Sig. X2 hitung > α (0,05) yaitu sebesar 0,691, sehingga keputusan yang diambil
adalah terima H0 yang berarti bahwa tidak ada hubungan antara preferensi
wisatawan remaja dan dewasa mengenai perilaku banteng yang menarik untuk
diamati.

Dukungan Masyarakat
Masyarakat terdekat dengan kawasan adalah masyarakat Desa Wonorejo.
Desa Wonorejo berbatasan langsung dengan TNB sehingga memiliki interaksi
langsung dengan kawasan. Di Desa Wonorejo, tingkat pendidikan terakhir
masyarakat adalah lulusan SD 39%, lulusan SMP 31% dan lulusan SMA 28%.
Sebagian kecil masyarakat sudah menyelesaikan jenjang perguruan tinggi.
Mayoritas mata pencaharian masyarakat Desa Wonorejo adalah petani dan
buruh tani. Di Desa Wonorejo, jumlah buruh tani sangat besar, disusul oleh
nelayan dan petani.

21
Persepsi
Menurut masyarakat keberadaan TNB memberikan manfaat baik langsung
maupun tidak langsung. Manfaat langsung yang dirasakan masyarakat adalah
TNB membantu dalam perekonomian dan mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Masyarakat mengaku terkadang masuk ke dalam kawasan untuk mengambil
sumberdaya hutan yang ada di dalam TNB. Sumberdaya hutan yang diambil
masyarakat antara lain kayu bakar, buah-buahan (asam, dll), madu, dan kroto.
`Kegiatan tersebut memerlukan pengawasan dan pengaturan yang ketat oleh pihak
TNB agar kegiatan masyarakat di dalam kawasan tidak mengganggu atau merusak
ekosistem TNB.
Masyarakat pun merasakan adanya manfaat dari kegiatan wisata yang ada di
TNB. Terutama masyarakat yang memiliki jasa homestay dan penyewaan
transportasi. Karena pada bulan tertentu, terutama bulan Januari dan Agustus
merupakan puncak kunjungan wisatawan. Wisatawan yang tidak mendapatkan
penginapan di dalam kawasan, kemudian memilih untuk menginap homestay yang
telah disediakan masyarakat.
Seluruh masyarakat Desa Wonorejo yang diwawancarai mengetahui
banteng dan hampir seluruhnya pernah melihat banteng secara langsung. Menurut
masyarakat, banteng dapat memberikan manfaat tidak langsung bagi jasa
lingkungan karena dapat menyeimbangkan rantai makanan. Mereka pun mengerti
bahwa populasi banteng di TNB semakin berkurang dan satwa tersebut harus
dilindungi. Sebagian besar responden menyatakan bahwa Banteng merupakan
obyek wisata yang menarik selain itu dapat pula menjadi obyek pendidikan dan
penelitian.
Partisipasi
Partisipasi atau kelibatan masyarakat sekitar terhadap ekowisata merupakan
hal penting. Penting karena partisipasi yang dilakukan masyarakat akan
memberikan manfaat dari segi ekologi serta ekonomi. Dari segi ekologi karena
jika masyarakat berpartisipasi, secara tidak langsung masyarakat memiliki
tanggungjawab untuk melindungi sumberdaya hutan yang ada dengan tidak
mengambil sumberdaya yang ada di dalamnya. Meningkatkan ekonomi karena
jika masyarakat mau berperan aktif, masyarakat akan mendapatkan manfaat
ekonomi jika berpartisipasi seperti dalam hal penyediaan jasa.
Kesediaan berpartisipasi masyarakat disajikan pada Gambar 14. Sebanyak
97% responden setuju jika dikembangkan ekowisata banteng. Adanya ekowisata
tersebut masyarakat berharap perekonomian mereka ikut meningkat dan dapat
merasakan kesejahteraan. Sebanyak 84% responden menyatakan bahwa mereka
bersedia berpartisipasi dalam kegiatan ekowisata banteng baik secara aktif (47%)
maupun pasif (37%). Bentuk partisipasi aktif yang ingin diberikan, antara lain
dengan menjadi supir atau tukang ojek, menjual makanan dan minuman,
menyediakan jasa penginapan dan transportasi. Sedangkan bentuk partisipasi aktif
yang bisa dilakukan adalah dengan ikut menjaga kelestarian taman nasional.

22

13%

Partisipasi aktif

3%
47%

Partisipasi pasif
Tidak ikut
berpartisipasi

37%

Abstain

Gambar 14 Persentase kesediaan berpartisipasi
Kesediaan masyarakat untuk berpartisipasi dapat dijadikan peluang untuk
mengembangkan ekowisata di TN