Rekayasa Rematurasi Ikan Betok (Anabas testudineus) Menggunakan Hormon OODEV pada Dosis Berbeda Melalui Penyuntikan dengan Rentang Waktu 6 Hari

REKAYASA REMATURASI IKAN BETOK (Anabas
testudieus) MENGGUNAKAN HORMON OODEV PADA
DOSIS BERBEDA MELALUI PENYUNTIKAN DENGAN
RENTANG WAKTU 6 HARI

ERMINA SARI

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Rekayasa
Rematurasi Ikan Betok (Anabas testudineus) Menggunakan Hormon OODEV
pada Dosis Berbeda Melalui Penyuntikan dengan Rentang Waktu 6 Hari adalah
benar karya saya dengan arahan Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2015

Ermina Sari
NIM C14110093

ABSTRAK
ERMINA SARI. Rekayasa Rematurasi Ikan Betok (Anabas testudineus)
Menggunakan Hormon OODEV pada Dosis Berbeda Melalui Penyuntikan dengan
Rentang Waktu 6 Hari. Dibimbing oleh AGUS OMAN SUDRAJAT dan TATAG
BUDIARDI.
Ikan betok (Anabas testudineus) merupakan ikan asli Indonesia yang sangat
digemari oleh masyarakat Kalimantan dan mempunyai nilai ekonomis yang tinggi.
Salah satu permasalahan pada ikan ini adalah kesulitan mendapatkan induk
matang gonad pada musim kemarau, karena ikan ini memijah pada musim hujan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk memanipulasi reproduksi dengan cara
menginduksi pematangan gonad secara hormonal. Ikan diinduksi melalui

penyuntikan hormon premix (OODEV) yang mengandung gonadotropin dan
antidopamin, dengan perlakuan 0; 0,25; 0,50; 0,75 dan 1,0 mL/kg ikan per 6 hari.
Hasil menunjukkan bahwa penyuntikan OODEV dapat menginduksi maturasi
ikan betok. Dosis terbaik induksi maturasi didapatkan pada dosis 1,0 mL/kg ikan
per 6 hari, yaitu kematangan gonad dicapai pada hari ke-12 setelah penyuntikan,
indeks kematangan gonad sebesar 9,30% dan tingkat kematangan gonad IV. Ikan
betok dapat dimanipulasi reproduksinya dengan hormon OODEV di musim
kemarau, yaitu ikan betok dapat dipercepat pematangannya hanya dalam waktu 12
hari dan siap untuk dipijahkan. Hasil penelitian ini dimungkinkan untuk produksi
benih ikan betok sepanjang tahun.
Kata kunci: Anabas testudineus, hormon OODEV, rematurasi

ABSTRACT
ERMINA SARI. Engineering of Climbing Perch (Anabas testudineus)
Rematuration Using OODEV Hormone at Different Dose by Injection with a
Span of 6 Days. Supervised by AGUS OMAN SUDRAJAT and TATAG
BUDIARDI.
Climbing perch (Anabas testudineus) is Indonesia’s native fish that highly
favored by the people of Borneo and it has high economic value. One of problems
on this fish is difficult to get mature broodstock in the dry season, because these

fish spawn in the rainy season. The purpose of this research is to manipulate
reproduction by hormone induced gonadal maturation. The fish was induced by
injection of premix hormone (OODEV) which containing gonadotropins and
antidopamin, at 0; 0.25; 0.50; 0.75 and 1.0 mL/kg fish/6 days. The results showed
that injection of OODEV to induce climbing perch maturation. The best dose
induction of maturation obtained at 1.0 mL/kg fish/6 days, climbing perch’s
gonad mature in 12th day after injection, with 9.30% gonadosomatic index and
gonad maturity level IV. Climbing perch reproduction could be manipulated by
OODEV hormone in dry season, climbing perch maturation can be accelerated in
just 12 days and ready for spawning. The result of this research could be enabled
to production of climbing perch seed year round.
Key words: Anabas testudineus, OODEV hormone, rematuration

REKAYASA REMATURASI IKAN BETOK (Anabas
testudineus) MENGGUNAKAN HORMON OODEV PADA
DOSIS BERBEDA MELALUI PENYUNTIKAN DENGAN
RENTANG WAKTU 6 HARI

ERMINA SARI


Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Budidaya Perairan

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi

Nama
NIM

: Rekayasa Rematurasi Ikan Betok (Anabas testudineus)
Menggunakan Hormon OODEV pada Dosis Berbeda Melalui
Penyuntikan dengan Rentang Waktu 6 Hari

: Ermina Sari
: C14110093

Disetujui oleh

Dr Ir Agus Oman Sudrajat, MSc
Pembimbing I

Diketahui oleh

Dr Ir Sukenda, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Dr Ir Tatag Budiardi, MSi
Pembimbing II

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat

dan hidayah-Nya sehingga skripsi yang berjudul Rekayasa Rematurasi Ikan Betok
(Anabas testudineus) Menggunakan Hormon OODEV pada Dosis Berbeda
Melalui Penyuntikan dengan Rentang Waktu 6 Hari dapat diselesaikan. Penelitian
dilaksanakan pada bulan Juni hingga Agustus 2014 di Balai Budidaya Air Tawar
(BBAT) Mandiangin, Kalimantan Selatan.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr Ir Agus Oman Sudrajat,
MSc, Bapak Dr Ir Tatag Budiardi, MSi selaku pembimbing dan Ibu Dr Ir Dinar
Tri Soelistyowati, DEA selaku dosen tamu ujian skripsi serta Ibu Ir Endang
Mudjiutami, Bapak Bunasyir, Bapak Rahmat, Bapak Hilmi, Bapak Bambang,
Bapak Aulia, Bapak Syafrudin, Mas Amrih dan seluruh pihak BBAT Mandiangin,
yang telah membantu dan memberikan arahan selama penelitian berlangsung.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada PT. Adaro Indonesia yang telah
memberikan beasiswa melalui Beasiswa Utusan Daerah (BUD), teman-teman
BDP 48, mahasiswa BUD Adaro Indonesia dan temen-teman KSR PMI Unit I
IPB yang telah memberikan do’a dan semangatnya, ayah, ibu, adik, paman dan
seluruh keluarga atas kasih sayang, do’a dan dukungannya serta semua pihak yang
terlibat selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, Maret 2015


Ermina Sari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
METODE
Rancangan Percobaan
Prosedur Penelitian
Parameter Pengamatan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

xiii
xiii
xiii
1
1
2
2
2
2
4
6
6
9
12
12
12
12

14
18

DAFTAR TABEL
1 Parameter kualitas air pada pemeliharaan ikan betok (Anabas
testudineus)
2 Klasifikasi tingkat kematangan gonad ikan betok (Anabas testudineus)
3 Indeks kematangan gonad ikan betok (Anabas testudineus)
4 Tingkat kematangan gonad ikan betok (Anabas testudineus)
5 Kinerja reproduksi ikan betok (Anabas testudineus) pada induksi
rematurasi dengan hormon OODEV

3
4
6
6
9

DAFTAR GAMBAR
1 Morfologi dan histologi gonad ikan betok (Anabas testudineus) sebelum

diberi perlakuan pemberian hormon OODEV
2 Histologi gonad ikan betok (Anabas testudineus) pada hari ke-12
3 Morfologi dan histologi gonad ikan betok (Anabas testudineus) pada hari
ke-24.

7
7
8

DAFTAR LAMPIRAN

1 Pelaksanaan kegiatan penelitian rematurasi induk ikan betok (Anabas
testudineus)
2 Analisis indeks kematangan gonad (%) pada hari ke-12 dan hari ke-24
dengan analisis ragam (ANOVA) dan uji Tukey
3 Analisis fekunditas, fertilization rate, hatching rate dan survival rate
dengan uji-t bagi perlakuan terhadap kontrol
4 Data curah hujan di wilayah Banjarbaru, Kalimantan Selatan pada bulan
Januari sampai Desember 2014
5 Analisis biaya pemijahan ikan betok (Anabas testudineus) untuk satu

siklus produksi

14
15
15
16
17

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Ikan betok (Anabas testudineus) merupakan komoditas ikan air tawar asli
Indonesia khususnya di Kalimantan, Jawa dan Sumatera. Ikan betok merupakan
ikan unggulan masyarakat Kalimantan karena mempunyai nilai ekonomis tinggi.
Harga ikan betok mencapai Rp150 000 per kilogram pada bulan Maret 2013 di
Palangka Raya (BBAT Mandiangin 2014) dan di Kalimantan Selatan pada bulan
Agustus 2014 mencapai Rp60 000-Rp100 000 per kilogram.
Permintaan terhadap ikan betok sampai saat ini masih mengandalkan hasil
tangkapan dari alam. Hal ini dibuktikan dengan jumlah penangkapan ikan betok di
alam yang meningkat. Tahun 2009 jumlah tangkapan ikan betok mencapai 11 116
ton dan tahun 2010 meningkat menjadi 14 234 ton, dengan kenaikan rata-rata
sebesar 28,05% (DJPT 2010). Jumlah penangkapan yang tinggi dan terus menerus
dikhawatirkan akan menyebabkan populasi ikan betok di alam berkurang dan
mengalami kepunahan. Sekarang budidaya ikan betok mulai berkembang di
masyarakat, dengan total produksi ikan betok nasional pada tahun 2010 sebesar
150 ton dan tahun 2011 sebesar 278 ton (DJPB 2015).
Pembenihan ikan betok dilakukan dengan pemijahan secara semi buatan
dengan rangsangan hormon. Hormon yang biasa digunakan adalah LHRH
(luteinizing hormon releasing hormon) dan antidopamin (Yasin 2013). Pemijahan
ikan betok dapat dilakukan setiap 2 bulan sekali terutama pada musim penghujan,
sedangkan saat musim kemarau ikan betok hanya dapat dipijahkan kembali
setelah 3 bulan sampai 4 bulan dan sulit diperoleh induk yang matang gonad
(DJPB 2012). Ketersediaan induk yang matang gonad tersebut dapat menghambat
ketersediaan benih secara berkelanjutan. Dengan demikian, diperlukan teknologi
yang mampu mempercepat kematangan gonad kembali ikan betok. Strategi
pematangan gonad menurut Tang dan Affandi (2004) dapat dilakukan dengan
memanipulasi faktor lingkungan, pakan dan hormonal. Selain itu yang berperan
penting dalam pematangan gonad adalah proses vitelogenesis yang berada di
bawah pengaruh hormon-hormon pituitari, sehingga manipulasi hormonal sering
digunakan untuk mempercepat pematangan gonad.
Salah satu hormon yang dapat digunakan dalam manipulasi hormonal
adalah Oocyte Developer (OODEV) yang mempunyai kandungan pregnant mare
serum gonadotropin (PMSG) dan antidopamin (AD). Hormon PMSG adalah
hormon yang terdapat pada serum bangsa Eguidae seperti kuda dan zebra yang
sedang bunting (Basuki 1990). Hormon PMSG mempunyai aktivitas seperti
follicle stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH), yang
cenderung lebih banyak seperti FSH untuk pematangan gonad awal (Farastuti
2014).
Hasil penelitian Nugraha (2014) pemberian hormon OODEV 0,25 mL/kg
ikan per 2 minggu melalui pemberian pakan dengan FR 2% selama 4 minggu,
mampu mempercepat kematangan gonad ikan patin siam dalam waktu 8 minggu.
Hasil penelitian Farastuti (2014) pada ikan torsoro dengan pemberian hormon
OODEV sebanyak 1 mL melalui penyuntikan dapat menghasilkan induk matang
gonad dalam waktu 1 minggu. Selain itu pemberian hormon OODEV dengan

2
dosis 0,3 mL/kg ikan dengan rentang waktu penyuntikan 3 hari sebanyak 4 kali
mampu mempercepat rematurasi pada ikan betok (Kusuma 2014). Meskipun telah
diketahui bahwa hormon OODEV dapat digunakan untuk rematurasi ikan betok,
namun rentang waktu penyuntikan dan dosis yang efektif perlu diketahui. Pada
penelitian ini dilakukan penyuntikan hormon OODEV dengan rentang waktu 6
hari dan diharapkan dapat mempercepat rematurasi pada ikan betok.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dosis hormon OODEV yang
efektif melalui penyuntikan 4 kali dengan rentang waktu 6 hari terhadap
rematurasi ikan betok.

METODE

Rancangan Percobaan
Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental menggunakan
rancangan acak lengkap (RAL). Perlakuan berupa penyuntikan ikan betina dengan
hormon OODEV pada dosis yang berbeda dengan rentang penyuntikan 6 hari.
Perlakuan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut: kontrol (A), hormon
OODEV 0,25 mL/kg ikan (B), 0,50 mL/kg ikan (C), 0,75 mL/kg ikan (D) dan 1,0
mL/kg ikan (E).
Pada perlakuan kontrol tidak dilakukan penyuntikan hormon OODEV.
Perlakuan penyuntikan dengan hormon OODEV dilakukan 4 kali penyuntikan
yaitu pada hari ke-6, hari ke-12, hari ke-18 dan hari ke-24 serta dilakukan
pemijahan pada hari ke-30. Masing-masing perlakuan dilakukan 2 kali ulangan
dengan jumlah ikan yang digunakan pada setiap ulangan adalah 6 ekor.
Prosedur Penelitian
Persiapan wadah
Wadah yang digunakan berupa kolam beton berukuran 15 m × 10 m × 1 m
yang dipasang hapa ukuran 1 m × 1 m × 1 m sebanyak 10 buah. Kolam beton
yang akan digunakan terlebih dahulu dibersihkan dan dilakukan perbaikan
instalasi, lalu dikeringkan dan dilakukan pengapuran serta pemupukan. Setelah itu,
kolam diisi air sebanyak 2/3 dari volume wadah dan dilakukan pemasangan hapa.
Ikan Uji
Ikan uji yang digunakan adalah induk betina ikan betok yang pernah
memijah dan belum matang gonad serta mempunyai status biologis yang sehat.
Induk yang digunakan berbobot 46±3,06 g/ekor diambil dari wadah stok induk di
Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Mandiangin, Kalimantan Selatan. Induk
ditebar ke dalam wadah percobaan pada pagi hari.

3
Manajemen pemberian pakan
Induk ikan betok diberi pakan sebanyak 2 kali sehari yaitu pada pagi hari
(pukul 08.00 WITA) dan sore hari (pukul 16.00 WITA) dengan FR 3%. Pakan
yang digunakan berupa pakan apung dengan kandungan protein sebesar 32%.
Manajemen kualitas air
Kualitas air dijaga agar tetap baik dengan cara pengelolaan air yang masuk
kedalam wadah pemeliharaan yaitu dengan diendapkan terlebih dahulu dalam
wadah penampungan air serta pada saluran inlet diberi saringan agar partikel besar
tidak masuk dalam wadah pemeliharaan. Pengukuran kualitas air berupa
kandungan oksigen terlarut, amonia dan pH air dilakukan pada awal dan akhir
pemeliharaan, sedangkan pengukuran suhu perairan dilakukan setiap hari pada
pagi hari (pukul 08.00 WITA) dan sore hari (pukul 17.00 WITA) (Tabel 1).
Tabel 1 Parameter kualitas air pada pemeliharaan ikan betok (Anabas testudineus)
Parameter
Satuan
Kisaran
Nilai Toleransi
o
C
Suhu
26,0-31,5
24-32 (Ahmad dan Fauzi 2010)
pH
unit
6-9 (Boyd 2001)
6,77-6,97
DO
mg/L
>1,8 (Vicaya et al. 2014)
2,23-4,78
Amonia
mg/L
0,05)
uji selang kepercayaan Tukey
*)
Sampling hari ke-12 (H12), sampling hari ke-24 (H24)

Histologi Gonad
Berdasarkan hasil histologi pada Tabel 4, gonad ikan betok sebelum
diberikan perlakuan berada pada tingkat kematangan gonad stadia II. Setelah
dilakukan pemberian hormon OODEV, hari ke-12 tingkat kematangan gonad
meningkat menjadi stadia III kecuali pada dosis 1,0 mL/kg ikan telah mencapai
stadia IV, sedangkan tanpa pemberian hormon OODEV tidak mengalami
peningkatan. Hari ke-24 tingkat kematangan gonad tanpa pemberian hormon
OODEV mencapai stadia III dan perlakuan pemberian hormon OODEV telah
mencapai stadia IV.
Tabel 4 Tingkat kematangan gonad ikan betok (Anabas testudineus)
Tingkat kematangan gonad*)
Perlakuan
(mL/kg ikan)
H0
H12
H24
0,00
II
II
III
0,25
II
III
IV
0,50
II
III
IV
0,75
II
III
IV
1,00
II
IV
IV
*)

Sampling sebelum perlakuan (H0), sampling hari ke-12 (H12), sampling hari ke-24 (H24)

7
Pada Gambar 1 tertera morfologi dan hasil histologi gonad ikan betok
sebelum dilakukan pemberian hormon OODEV, terlihat bahwa oosit dalam tahap
perkembangan yang ditunjukkan masih tahap maturing dan terdapat germ cell.

N

1 cm

Gambar 1

Morfologi dan histologi gonad ikan betok (Anabas testudineus)
sebelum diberi perlakuan hormon OODEV.
Tahap Maturing (MI), Germ Cell (GC) dan Nukleus (N); perbesaran
100 kali dengan skala bar = 50 µm

Setelah pemberian hormon OODEV pada hari ke-12 hasil histologi gonad
ikan betok ditunjukkan pada Gambar 2. Perlakuan kontrol masih tahap maturing,
sedangkan dengan pemberian hormon OODEV telah mencapai tahap mature
(TKG III), kecuali pada dosis 1,0 mL/kg ikan pada tahap mature (TKG IV).
A
N

B

C
sys
N
N

sys

E

D

N

tys

sys

Gambar 2 Histologi gonad ikan betok (Anabas testudineus) pada hari ke-12.
Kontrol (A), 0,25 mL/kg ikan (B), 0,50 mL/kg ikan (C), 0,75 mL/kg
ikan (D), 1,0 mL/kg ikan (E), tahap Maturing (MI), tahap Mature (M),
Nukleus (N), secondary yolk stage (sys) dan tertiary yolk stage (tys);
perbesaran 100 kali dengan skala bar = 50 µm

8
Hasil histologi gonad ikan betok hari ke-24 (Gambar 3), pada perlakuan
kontrol masih tahap mature (TKG III) dengan ukuran oosit yang masih beragam,
sedangkan dengan pemberian hormon OODEV mencapai tahap mature (TKG IV).
A

N

sys
1 cm

B

tys
1 cm

C

tys

1 cm

D

tys
1 cm

E

1 cm

tys

Gambar 3 Morfologi dan histologi gonad ikan betok (Anabas testudineus) pada
hari ke-24.
Kontrol (A), 0,25 mL/kg ikan (B), 0,50 mL/kg ikan (C), 0,75 mL/kg
ikan (D), 1,0 mL/kg ikan (E), tahap Mature (M), Nukleus (N),
secondary yolk stage (sys) dan tertiary yolk stage (tys); perbesaran
100 kali dengan skala bar = 50 µm

9
Fekunditas, Fertilization Rate, Hatching Rate dan Survival Rate
Ikan betok yang telah diinduksi dengan hormon OODEV kemudian
dipijahkan secara semi buatan dengan induksi ovulasi berupa hormon ovaprim.
Kinerja reproduksi berupa fekunditas, fertilization rate, hatching rate dan survival
rate ikan betok pada induksi rematurasi dengan hormon OODEV disajikan pada
Tabel 5.
Kinerja reproduksi ikan betok (Anabas testudineus) pada induksi
rematurasi dengan hormon OODEV
Perlakuan (mL/kg ikan)
Parameter*)
0,0
0,25
0,50
0,75
1,00
n
2
2
2
2
2
Bobot (g)
47±6,0
42±0,0
44,5±4,5
49±9,0
37±3,0
TKG
III
IV
IV
IV
IV
Induk mijah
50
100
100
100
100
(%)
Fekunditas
239a
241±7,04a
258±163a
271±199a
237±47,8a
(butir/g)
FR (%)
91,7a
92,71±8,8ab 98,45±0,78ab 99,24±0,42b 79,64±23,4ab
HR (%)
85,33a 92,42±7,40a 89,72±4,75a 93,89±7,98a 91,30±11,75a
SR (%)
54,10a 66,17±11,2a 54,35±6,30a 60,72±6,80a 62,61±5,08a
Tabel 5

angka pada baris yang sama dengan huruf yang sama menunjukkan hasil tidak berbeda nyata
(P>0,05)
*)
Jumlah sampel (n), Tingkat Kematangan Gonad (TKG), Fertilization Rate (FR), Hatching Rate
(HR), Survival Rate (SR)

Induk ikan betok telah dilakukan induksi rematurasi dengan hormon
OODEV sebanyak 4 kali lalu dilakukan pemijahan dan kinerja reproduksi ikan
betok tertera pada Tabel 5. Perlakuan yang sebelumnya diinduksi rematurasi
dengan hormon OODEV dapat memijah 100%, sedangkan perlakuan kontrol
hanya memijah 50%. Hasil fekunditas, HR dan SR diperoleh hasil yang sama
(P>0,05), sedangkan FR diperoleh hasil yang berbeda nyata (P0,05) (Tabel 3), namun pada dosis 1,0 mL/kg ikan sebesar 6,01±0,77%
mengalami penurunan. Hal ini diduga pada hari ke-12 indeks kematangan gonad
telah mencapai nilai yang maksimum sebesar 9,30±0,25% dan siap untuk
dipijahkan, namun apabila tidak dipijahkan, telur akan mengalami atresia atau
penyerapan telur kembali. Berdasarkan hasil histologi pada hari ke-24 disajikan
pada Gambar 3, pada dosis 1,0 mL/kg ikan terlihat oosit mulai mengalami
perkembangan lebih lanjut, yaitu butiran minyak yang membesar dan kuning telur
mulai bergabung membentuk massa yang lebih besar serta oosit terlihat
mengalami penurunan ukuran. Selain itu menurut Jacob (2005) nilai indeks
kematangan gonad ikan betok yang telah mencapai tahap matang gonad sebesar
9,84±3,52%. Effendie (2002) menyatakan bahwa indeks kematangan gonad akan
semakin meningkat dan akan mencapai batas maksimum saat akan terjadi
pemijahan.
Menurut Effendie (1979) nilai indeks kematangan gonad merupakan
perubahan yang terjadi di dalam gonad secara kuantitatif dan meningkatnya nilai
indeks kematangan gonad sejalan dengan perkembangan kematangan gonad.
Sesuai dengan hasil pengamatan bahwa pada hari ke-12 diperoleh nilai indeks
kematangan gonad tertinggi pada dosis 1,0 mL/kg ikan dan sejalan dengan tingkat
kematangan gonad telah mencapai stadia IV. TKG IV pada ikan betok
menggambarkan tahapan perkembangan gonad telah mencapai maksimal (Jacob
2005). Dengan demikian, pemberian hormon OODEV mampu mempercepat
kematangan gonad ikan betok.
OODEV mengandung hormon PMSG dan AD. Hormon PMSG
mengandung aktivitas seperti FSH dan LH. Hormon ini bekerja cenderung lebih
banyak seperti FSH untuk pematangan gonad awal, sedangkan LH berperan dalam
merangsang proses kematangan gonad yang kemudian siap untuk diovulasikan
(Farastuti 2014). Menurut Nagahama et al. (1991) hormon PMSG pada ikan
medaka dapat meningkatkan produksi estradiol 17β. Estradiol 17β berperan
sebagai stimulator dalam biosintesis vitelogenin yang diproduksi oleh lapisan
granulosa di bawah pengaruh gonadotropin. Menurut Tang dan Affandi (2004)
mekanisme kerja gonadotropin hormon (GTH) dalam mempercepat pematangan
gonad yaitu GTH I (FSH) akan bekerja pada sel-sel teka dan menghasilkan
testosteron, kemudian pada sel-sel granulosa oleh enzim aromatase akan
dikonversi menjadi estradiol 17β. Estradiol 17β dibawa ke hati untuk merangsang
sintesis vitelogenin yang berperan dalam proses vitelogenesis, sehingga memicu
perkembangan oosit semakin besar sampai fase dorman dan menunggu sinyal
lingkungan lain yang melepaskan GTH II (LH) dan berperan dalam terjadinya

11
pematangan dan ovulasi. AD berfungsi untuk menghambat kerja dopamin dan
dopamin berfungsi untuk menghambat sekresi GnRH.
Pemijahan induk ikan betok yang telah diberikan hormon OODEV
dilakukan pada hari ke-30 dan dilakukan pemijahan secara semi buatan. Saat
kegiatan pemijahan induk jantan yang telah matang gonad sulit didapatkan,
sehingga dapat menjadi kendala dalam kegiatan pembenihan walaupun induk
betina yang matang gonad telah tersedia. Berdasarkan hasil pengamatan induk
betina yang sebelumnya dilakukan pematangan gonad dengan hormon OODEV
dapat memijah 100%, sedangkan induk yang tanpa pemberian hormon OODEV
hanya dapat memijah 50%. Hal ini disebabkan karena oosit belum siap untuk
diovulasikan dan kematangan oosit masih pada stadia TKG III.
Fekunditas yang dihasilkan sama (P>0,05) pada semua perlakuan yaitu
berkisar 237-271 butir/g induk. Namun demikian, fekunditas tersebut lebih tinggi
dari pada yang diproduksi oleh Balai Budidaya Air Tawar Mandiangin sebesar
192±17 butir/g induk (BBAT Mandiangin 2014). Hal ini disebabkan pada
penelitian ini dilakukan dalam wadah terkontrol serta menurut Rahmatia (2013)
faktor yang mempengaruhi fekunditas diantaranya suhu, karena semakin tinggi
suhu maka jumlah fekunditas akan semakin meningkat.
Fertilization rate diperoleh nilai tertinggi pada dosis 0,75 mL/kg ikan yang
berbeda nyata (P0,05) dengan perlakuan dosis hormon OODEV yang lainnya.
Dengan demikian, induksi rematurasi hormon OODEV dapat mempengaruhi
kualitas pembuahan terhadap telur. Menurut Tang dan Affandi (2004), fertilisasi
adalah proses bergabungnya inti sperma dan inti sel telur yang akan membentuk
zigot. Menurut Burmansyah et al. (2013), faktor yang mempengaruhi derajat
pembuahan adalah kualitas telur dan kualitas sperma. Hatching rate dan survival
rate tertera pada Tabel 5, menunjukkan hasil yang sama (P>0,05), sehingga
induksi rematurasi dengan hormon OODEV tidak menurunkan hasil kinerja
reproduksi ikan betok.
Berdasarkan hasil penelitian pemberian hormon OODEV mampu
mempercepat kematangan gonad induk ikan betok untuk dapat dipijahkan kembali
pada musim kemarau (Lampiran 4), mulai tingkat kematangan gonad stadia II
hingga mencapai stadia IV dalam waktu 12 hari. Di alam pada perairan Riau
tingkat kematangan gonad ikan betok pada stadia II akan berkembang mencapai
stadia IV selama 2 bulan (Vicaya et al. 2014). Dengan demikian, pemberian
hormon OODEV dapat meningkatkan siklus dan kontinuitas pemijahan ikan betok.
Analisis biaya dari hasil pemijahan induk dengan pemberian hormon OODEV
menghasilkan penerimaan yang lebih besar dibandingkan dengan tanpa pemberian
hormon OODEV. Analisis biaya tertera pada Lampiran 5.

12

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Hormon OODEV dengan dosis 1,0 mL/kg ikan melalui 2 kali penyuntikan,
dengan rentang waktu 6 hari antar penyuntikan dapat mempercepat rematurasi
ikan betok (Anabas testudineus).
Saran
Rematurasi induk betina ikan betok (Anabas testudineus) disarankan
menggunakan hormon OODEV dengan dosis 1,0 mL/kg ikan per 6 hari dengan 2
kali penyuntikan. Selain itu perlu dilakukan penelitian tentang pematangan gonad
pada induk jantan melalui rekayasa hormonal.

DAFTAR PUSTAKA
[BBATM] Balai Budidaya Air Tawar Mandiangin. 2014. Domestikasi dan
Budidaya Ikan Papuyu. Kalimantan Selatan (ID): BBAT Mandiangin
Kementrian Kelautan dan Perikanan.
[DJPB] Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. 2012. Ikan betok dan potensinya
[Internet]. [diunduh 2014 Mei 1]; Tersedia pada: http://www.djpb.kkp.go.id.
[DJPB] Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. 2015. Jumlah produksi
perikanan budidaya kolam menurut jenis dan provinsi [Internet]. [diunduh
2015 Maret 12]; Tersedia pada: http://www.djpb.kkp.go.id.
[DJPT] Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 2010. Statistika perikanan
tangkap, 2010. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap.
Ahmad M, Fauzi. 2010. Percobaan pemijahan ikan puyu (Anabas testudineus).
Jurnal Perikanan dan Kelautan. 15(1):16-24.
Basuki F. 1990. Pengaruh kombinasi hormon PMSG dan HCG terhadap ovulasi
Clarias gariepinus (Burchell) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Boyd CE. 2001. Water Quality in Ponds for Aquaculture. Auburn (US): Auburn
University.
Burmansyah, Muslim, Fitrani M. 2013. Pemijahan ikan betok (Anabas
testudineus) semi alami dengan sex ratio berbeda. Jurnal Akuakultur Rawa
Indonesia. 1(1):23-33.
Effendie I. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Bogor (ID): Yayasan Dewi Sri.
Effendie I. 2002. Biologi Perikanan. Yogyakarta (ID): Yayasan Pusaka Nusatama.
Farastuti ER. 2014. Induksi maturasi gonad, ovulasi dan pemijahan pada ikan
torsoro (Tor soro) menggunakan kombinasi hormon [tesis]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Jacob PK. 2005. Studies on some aspects of reproduction of female Anabas
testudineus (Bloch). India (IN): Departemen of Marine Biology.

13
Microbiology and Biochemistry. Cochin University of Science and
Technology.
Kusuma H. 2014. Kinerja OODEV dalam rematurasi induk ikan betok di dalam
wadah budidaya [skripsi]. Banjarbaru (ID): Universitas Lambung
Mangkurat.
Nagahama Y, Matsuhisa A, Iwamatsu T, Sakai N, Fukada S. 1991. A mechanism
for the action of pregnant mare serum gonadotripin on aromatase activity in
the ovarian follicle of the medaka, Oryzias latipes. Journal of Experimental
Zoology. 259:53-58.
Nurgaha AD. 2014. Induksi pematangan gonad ikan patin siam Pangasianodon
hypophthalmus secara hormonal menggunakan OODEV melalui pakan
selama 4 minggu [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Panigoro N, Astuti I, Bahnan M, Prayudha, Salfira, Wakita K. 2007. Teknik Dasar
Histologi dan Atlas Dasar-dasar Histopatologi Ikan. Jambi (ID): Balai
Budidaya Air Tawar Jambi.
Rahmatia F. 2013. Kajian kombinasi penambahan Spirulina platensis pada pakan
dan penyuntikan OODEV terhadap kinerja reproduksi ikan nila [tesis].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Tang UM, Affandi R. 2004. Biologi Reproduksi Ikan. Pekanbaru (ID): Unri Press.
Vicaya DS, Efizon D, Windarti. 2014. Reproductive biology of Anabas
testudineus living in the palm tree plantation canal, Tepung Kiri River,
Bencah Kelubi Village, Riau Province. Jurnal Online Mahasiswa. 1(2).
Yasin MN. 2013. Pengaruh level dosis hormon perangsang yang berbeda pada
pemijahan ikan betok (Anabas testudineus Bloch) di media air gambut.
Jurnal Ilmu Hewani Tropika. 2(2).

14

LAMPIRAN
Lampiran 1 Pelaksanaan kegiatan penelitian rematurasi induk ikan betok (Anabas
testudineus)

Wadah pemeliharaan

Seleksi induk

Penebaran induk

Penyuntikan

Sampling

Pembedahan

Proses histologi

Pemijahan

15
Lampiran 2 Analisis indeks kematangan gonad (%) pada hari ke-12 dan hari ke24 dengan analisis ragam (ANOVA) dan uji Tukey
Struktur Data
Ulangan

0

H12
1
1,43
2
1,25
Rata-rata 1,34

H24
4,77
5,35
5,06

Perlakuan (mL/kg ikan)
0,25
0,50
0,75
H12 H24 H12 H24 H12 H24
5,94 5,92 3,29 6,84 6,50 6,95
4,47 7,11 3,90 5,24 2,42 7,96
5,21 6,51 3,59 6,04 4,46 7,45

Indeks Kematangan Gonad hari ke-12
Anova
Sumber
Db
Jumlah kuadrat
Perlakuan
4
67,99
Sisa
5
9,67
Total
9
77,66

Perlakuan
1,00
0,25
0,75
0,50
0,00

Uji Tukey IKG 12
n
Rata-rata
2
9,304
2
5,207
2
4,460
2
3,592
2
1,339

Indeks Kematangan Gonad hari ke-24
Anova
Sumber
Db
Jumlah kuadat
Perlakuan
4
6,055
Sisa
5
3,254
Total
9
9,310
Lampiran 3

Kuadrat tengah
17,00
1,93

1,0
H12 H24
9,48 5,47
9,13 6,56
9,30 6,02

F
8,79

P
0,017

F
2,33

P
0,190

Kelompok
a
ab
ab
b
b

Kuadrat tengah
1,514
0,651

Analisis fekunditas, fertilization rate, hatching rate, dan survival
rate dengan uji-t bagi perlakuan terhadap kontrol

Fekunditas
Kontrol = 239
Perlakuan (mL/kg ikan)
0,25
0,50
0,75
1,00

n
2
2
2
2

Rata-rata
240,72
258
271
236,9

Standar deviasi
7,04
163
199
47,8

P
0,788
0,898
0,856
0,960

16
Fertilization rate
Kontrol = 91,76
Perlakuan (mL/kg ikan)
0,25
0,50
0,75
1,00

N
2
2
2
2

Rata-rata
92,72
98,449
99,241
79,7

Standar deviasi
8,81
0,78
0,42
23,4

P
0,903
0,052
0,025
0,598

Hatching rate
Kontrol = 85,33
Perlakuan (mL/kg ikan)
0,25
0,50
0,75
1,00

N
2
2
2
2

Rata-rata
92,42
89,72
93,89
91,30

Standar deviasi
7,40
4,75
7,98
11,75

P
0,405
0,416
0,371
0,603

Survival rate
Kontrol = 54,1
Perlakuan (mL/kg ikan)
0,25
0,50
0,75
1,00

N
2
2
2
2

Rata-rata
66,17
54,35
60,72
62,61

Standar deviasi
11,23
6,30
6,80
5,08

P
0,370
0,965
0,400
0,254

Lampiran 4 Data curah hujan di wilayah Banjarbaru, Kalimantan Selatan pada
bulan Januari sampai Desember 2014
Lokasi
Lintang
Bujur

Jan
443

Feb
220

: Stasiun Klimatologi Banjarbaru
: -3.46225
: 114.84084

Mar
332

Apr
223

Curah hujan (mm)
Mei Juni Juli Ags
156 221 113
53

Kriteria Hujan :
Ringan
: (0-5 mm/hari) Hujan
Sedang
: (5-20 mm/hari) Hujan
Lebat
: (20-50 mm/hari) Hujan

Sep
5

Okt
16

Nov
199

Des
387

17
Lampiran 5 Analisis biaya pemijahan ikan betok (Anabas testudineus) untuk satu
siklus produksi
Parameter
Dosis OODEV mL/kg
Jumlah ikan mijah (%)
Fekunditas (butir/g)
Bobot 50 g/ekor
Jumlah telur (butir)
FR (%)
Jumlah telur (butir)
HR (%)
Jumlah larva (ekor)
SR (%)
Jumlah larva
(ekor)/siklus
*
Pendapatan (Rp)
Kebutuhan OODEV
mL/siklus
*)
Biaya OODEV (Rp)
Penerimaan (Rp)
*

0
50
239
239 000
119 500
91,76
109 653
85,33
93 567
54,1
50 620

0,25
100
241
241 000
241 000
92,71
223 431
92,42
206 495
66,17
136 638

Dosis OODEV
0,5
100
258
258 000
258 000
98,44
253 998
89,72
227 887
54,35
123 857

0,75
100
271
271 000
271 000
99,24
268 943
93,89
252 511
60,72
153 324

1
100
237
237 000
237 000
79,70
188 889
91,3
172 456
62,61
107 974

10 123 958

27 327 551

24 771 358

30 664 898

21 594 897

0

1

2

3

4

0

25 000

50 000

75 000

100 000

10 123 958

27 302 551

24 721 358

30 589 898

21 494 897

Harga larva Rp200/ekor
Harga hormon OODEV Rp250 000/10 mL

*)

18

RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Ermina Sari dilahirkan di Tabalong 15 April 1994 dari
ayah Nordin dan ibu Maslian. Penulis merupakan anak pertama dari dua
bersaudara.
Penulis mengikuti pendidikan formal di Taman Kanak-kanak Tunas Mulia
1997-1998, MIN Tanta 1998-2004, MTsN 1 Tanjung 2004-2007, MAN 1
Tanjung 2007-2011 dan diterima di Institut Pertanian Bogor tahun 2011 melalui
jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) dengan memilih Mayor Teknologi dan
Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Prairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Selama perkuliahan penulis pernah mengikuti magang di Balai Budidaya
Air Payau Situbondo dan Praktik Lapangan Akuakultur di Balai Budidaya Air
Tawar Mandiangin. Penulis juga pernah menjadi asisten mata kuliah Bioteknologi
Akuakultur semester ganjil 2014/2015. Selain itu penulis pernah menjadi
pengurus aktif UKM KSR PMI Unit I IPB periode 2012/2013 dan 2013/2014
serta aktif menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Akuakultur (HIMAKUA)
periode 2013/2014. Penulis pernah mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa
(PKM) yang didanai Dikti pada Bidang Pengabdian Masyarakat tahun 2012,
Bidang Penelitian tahun 2013 dan 2014. Tugas akhir dalam pendidikan tinggi
diselesaikan dengan menulis skripsi berjudul “Rekayasa rematurasi ikan betok
(Anabas testudineus) menggunakan hormon OODEV pada dosis berbeda
melalui penyuntikan dengan rentang waktu 6 hari”.