Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Larva Ikan Betok (Anabas testudineus) pada pH 4, 5, 6 dan 7.

(1)

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP LARVA

IKAN BETOK (

Anabas testudineus

) PADA pH 4, 5, 6 DAN 7

ADI PRIMA VALENTINUS SEMBIRING

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(2)

ABSTRAK

ADI PRIMA VALENTINUS SEMBIRING. Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Larva Ikan Betok (Anabas testudineus) pada pH 4, 5, 6 dan 7. Dibimbing oleh DADANG SHAFRUDDIN dan TATAG BUDIARDI.

Ikan betok (Anabas testudineus) merupakan jenis spesies blackfish, yaitu ikan yang memiliki ketahanan terhadap tekanan lingkungan. Ikan betok juga merupakan salah satu komoditas ikan air tawar yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Secara umum harga ikan betok di Indonesia berkisar antara Rp 20.000,00 sampai Rp 40.000,00 per kg. Pada saat ini para pembudidaya ikan telah membudidayakan ikan betok di kolam atau keramba. Benih ikan betok untuk usaha budidaya sampai sekarang hanya mengandalkan dari alam. Hal ini kemungkinan dikarenakan daerah pembenihan yang dilakukan masih berada di sekitar rawa yang memiliki tingkat keasaman yang tinggi, yaitu pH pada kisaran 3-5 sehingga menjadikan kondisi lingkungan tidak optimal untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan dan reproduksi ikan pada umumnya. Untuk mengatasi masalah tersebut maka perlu dilakukan penelitian tentang pertumbuhan larva ikan betok pada pH yang berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pH yang sesuai untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva ikan betok. Parameter penelitian yang diamati adalah laju penyerapan kuning telur, perkembangan mulut, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang, derajat kelangsungan hidup, dan kualitas air selama pemeliharaan. Media uji yang digunakan adalah air dengan derajat keasaman (pH) 4, 5, 6 dan 7. Hasil penelitian menunjukkan laju penyerapan kuning telur, perkembangan mulut, pertumbuhan panjang dan derajat kelangsungan hidup larva ikan betok terbaik terdapat pada perlakuan pH 6 dan pH 7. Laju pertumbuhan bobot harian tidak berbeda nyata antar perlakuan.

Kata kunci: Ikan betok, pH, pertumbuhan dan kelangsungan hidup

ABSTRACT

ADI PRIMA VALENTINUS SEMBIRING. Growth and Survival Rate of Climbing Perch Larvae (Anabas testudineus) in pH 4, 5, 6,and 7. Supervised by DADANG SHAFRUDDIN and TATAG BUDIARDI.

Climbing perch (Anabas testudineus) is a kind of blackfish species that can survive in extremely environment. Furthermore climbing perch is a potential comodity that having high economic value. Generally, the price of climbing perch in Indonesia is ranging between Rp 20.000,00 - Rp 40.000,00 per kg. Nowadays fish-farmers have culturing climbing perch in pond or cage. Seeds of climbing perch in culturing project only be gained from nature. It is because the seeding area still in swamp area that having high content of acid where acidity are in ranging between 3-5. In the result, the environmental condition is not optimal for


(3)

living, growing, and reproduction of fish properly. It is needed the research about the growth of climbing perch larvae on certain acidity to solve this problem. The purpose of this research was to determine appropiate acidity for culturing and growing of climbing perch larvae. The parameters of this research were rate of yolk absorption, mouth development, growth of daily weight, growth of length, survival rate, and water quality. The experiment medium used was water with different acidity that are pH 4, pH 5, pH 6, pH 7. The result of this research showed the best treatment of all parameters were in treatment of pH 6 and pH 7. Growth of daily weight was similar in all treatments.


(4)

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP LARVA

IKAN BETOK (

Anabas testudineus

) PADA pH 4, 5, 6 DAN 7

ADI PRIMA VALENTINUS SEMBIRING

SKRIPSI

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya

Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(5)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP LARVA IKAN BETOK (Anabas testudineus) PADA pH 4, 5, 6 DAN 7

adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2011

ADI PRIMA VALENTINUS SEMBIRING NIM. C14070041


(6)

Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Larva Ikan Betok (Anabas testudineus) pada pH 4, 5, 6 dan 7.

PENGESAHAN

Judul :

Nama : Adi Prima Valentinus Sembiring

NIM : C14070041

Departemen : Budidaya Perairan

Disetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Dadang Shafruddin, M.Si. Dr. Ir. Tatag Budiardi, M.Si.

NIP. 19551015 198003 1 004 NIP.19631002 199702 1 001

Diketahui,

Ketua Departemen Budidaya Perairan

Dr. Ir. Odang Carman, M.Sc. NIP. 19591222 198601 1 001


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah melimpahkan segenap rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan penyusunan

skripsi ini yang berjudul “Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Larva Ikan

Betok (Anabas testudineus) pada pH 4, 5, 6 dan 7” pada tanggal 29 April - 14 Mei 2011, bertempat di Laboratorium Teknik Industri dan Manajemen Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah memberikan kontribusi dalam penyelesaian skripsi ini, diantaranya :

1. Kedua orang tua penulis, Sadar Sembiring dan Etti Rosety Br Pinem, S.Pd., Iting tercinta, kakak tersayang Angelina Br Sembiring, SE., serta adik terkasih Agnes Diana Br Sembiring dan keluarga besar Sembiring Mergana dan Pinem Mergana, atas doa dan dukungan yang sangat berarti bagi perjalanan hidup penulis.

2. Ir. Dadang Shafruddin, M.Si. dan Dr. Ir. Tatag Budiardi, M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dalam proses pembuatan skripsi ini, juga Dr. Dinamella Wahjuningrum selaku dosen pembimbing akademik dan penguji sidang penulis.

3. Intan Putriana atas segenap perhatian, dukungan dan pengorbanan sehingga memotivasi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini dengan penuh semangat.

4. Rekan-rekan satu angkatan (COMB44T), SISTEKers 44, HIMAKUA, bu Yulientin, pak Aam, mas Dama, JOGLOers (bang Tegar, Dimas, Septi), PF FPIK, IMKA dan KEMAKI.

Akhirnya, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, September 2011


(8)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Juhar, pada tanggal 22 Oktober 1989 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari Ayah Sadar Sembiring dan Ibu Etti Rosety Br Pinem.

Pendidikan formal yang telah ditempuh oleh penulis adalah SDN 2 Juhar pada tahun 2001, SMPN 1 Juhar pada tahun 2004 dan SMAN 1 Kabanjahe pada tahun 2007. Dalam tahun yang sama penulis berhasil masuk Institut Pertanian Bogor pada program studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk (USMI) IPB.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah magang mandiri di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara. Penulis juga pernah mengikuti Praktik Lapang Akuakultur di Balai Budidaya Laut (BBL) Lombok. Selain itu penulis juga aktif sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Akuakultur (HIMAKUA) priode 2008 s.d 2010. Penulis juga menjadi wakil ketua Persekutuan Fakultas (PF) FPIK periode 2009/2010, staf pengurus Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Keluarga Mahasiswa Katolik IPB (KEMAKI) periode 2008/2009 dan merupakan anggota klub tenis meja FPIK 2008 s.d 2010.

Penulis adalah penerima beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) 2010/2011 dan mendapatkan pendanaan DIKTI pada Program Kreativitas Mahasiswa Artikel Ilmiah (PKM-AI) 2011 dengan judul artikel “Peningkatan Efisiensi Kegiatan Pendederan Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) Berbasis “Trophic Level Aquaculture” Melalui Pemanfaatan Limbah Ikan Lele (Clarias

sp.)”.

Tugas akhir dalam pendidikan tinggi diselesaikan dengan menulis skripsi yang berjudul “Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Larva Ikan Betok (Anabas testidineus) pada pH 4, 5, 6 dan 7”.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR GAMBAR . ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

II. BAHAN DAN METODE ... 3

2.1 Bahan Penelitian ... 3

2.2 Metode Penelitian... 3

2.3 Prosedur Penelitian ... 4

2.3.1 Persiapan Wadah ... 4

2.3.2 Pengadaan Telur dan Sperma ... 4

2.3.3 Pemeliharaan Larva ... 4

2.3.4 Pengukuran Kualitas Air ... 4

2.4 Parameter Penelitian ... 5

2.4.1 Laju Penyerapan Kuning Telur ... 5

2.4.2 Perkembangan Mulut ... 6

2.4.3 Laju Pertumbuhan Bobot Harian ... 6

2.4.4 Pertumbuhan Panjang ... 6

2.4.5 Derajat Kelangsungan Hidup ... 7

2.5 Analisis Data ... 7

III. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 8

3.1 Hasil ... 8

3.1.1 Laju Penyerapan Kuning Telur ... 8

3.1.2 Perkembangan Mulut ... 9

3.1.3 Laju Pertumbuhan Bobot Harian ... 10

3.1.4 Pertumbuhan Panjang ... 11

3.1.5 Derajat Kelangsungan Hidup ... 11

3.1.6 Pengukuran Kualitas Air ... 12

3.2 Pembahasan ... 13

IV. KESIMPULAN DAN SARAN ... 18

4.1 Kesimpulan ... 18

4.2 Saran ... 18

DAFTAR PUSTAKA ... 19


(10)

DAFTAR TABEL

1. Pengukuran kualitas air ... 5 2. Laju penyerapan kuning telur selama 72 jam ... 9 3. Nilai parameter kualitas air selama masa pemeliharaan ... 13


(11)

DAFTAR GAMBAR

1. Penyerapan kuning telur larva ikan betok pada setiap perlakuan ... 8 2. Perkembangan mulut larva ikan betok pada setiap perlakuan ... 10 3. Rata-rata derajat kelangsungan hidup (%) larva ikan betok pada setiap

perlakuan selama pemeliharaan ... 10 4. Rata-rata pertumbuhan panjang (mm) larva ikan betok pada setiap

perlakuan selama pemeliharaan ... 11 5. Rata-rata derajat kelangsungan hidup (%) larva ikan betok pada setiap

perlakuan selama pemeliharaan ... 12


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Volume kuning telur rata-rata (mm3) selama 72 jam ... 22 2. Laju penyerapan kuning telur rata-rata (mm3/jam) selama 72 jam... 23 3. Bukaan mulut rata-rata (mm) selama 72 jam ... 23 4. Hasil perhitungan statistik laju pertumbuhan bobot harian larva ikan

betok (Anabas testudineus) dengan menggunakan SPSS 16.0 ... 24 5. Hasil perhitungan statistik pertumbuhan panjang larva ikan betok

(Anabas testudineus) dengan menggunakan SPSS 16.0 ... 24 6. Hasil perhitungan statistik kelangsungan hidup larva ikan betok (Anabas

testudineus) dengan menggunakan SPSS 16.0 ... 26 7. Beberapa kondisi larva selama pemeliharaan ... 27


(13)

1

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan betok (Anabas testudineus) merupakan jenis ikan ekonomis penting di perairan umum. Secara umum harga ikan betok di Indonesia berkisar antara Rp 20.000,00 sampai Rp 40.000,00 per kg (Trobos, 2008). Ikan betok merupakan ikan konsumsi di pasaran Asia dan umumnya dijual dalam bentuk hidup (Pellokila, 2009). Selain itu, ikan ini juga dimanfaatkan sebagai target pancingan dan ikan hias di Eropa (Kuncoro, 2009).

Ikan betok merupakan jenis spesies blackfish, yaitu ikan yang memiliki ketahanan terhadap tekanan lingkungan (de Graaf, 2003). Ikan ini hidup dan berkembang biak secara alami terutama di rawa lebak di Pulau Sumatera dan Kalimantan (Burnawi, 2007). Potensi ikan betok menjadi ikan konsumsi dan ikan hias diiringi dengan meningkatnya permintaan konsumen. Namun demikian nelayan lebih mengandalkan hasil tangkapan dari alam sehingga pengadaannya di pasar-pasar ikan tidak memungkinkan berlangsung secara berkesinambungan (Andrijana, 1995) dan dapat menimbulkan kekhawatiran terhadap penurunan populasi ikan dikemudian hari (Isriansyah dan Sukarti, 2007). Produksi tangkapan ikan betok mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2004 sebesar 91 ton dan mengalami peningkatan yang cukup besar pada tahun 2005 dengan produksi tangkapnya mencapai 1.505 ton (DKP, 2008).

Pada saat ini para pembudidaya ikan telah membudidayakan ikan betok di kolam atau keramba ikan (Slamat, 2009). Benih ikan betok untuk usaha budidaya sampai sekarang hanya mengandalkan dari alam bergantung pada musim, sedangkan musim pemijahan ikan betok di alam terjadi pada awal musim penghujan. Usaha pembenihan (budidaya) merupakan salah satu cara dalam upaya pelestarian plasma nutfah khususnya ikan betok agar dapat mengurangi ketergantungan terhadap benih ikan di alam (Pellokila, 2009).

Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Mandiangin, Kalimantan Selatan telah mengembangkan budidaya betok sejak 1997, yang meliputi pembenihan dan pembesaran di kolam (Trobos, 2008). Namun kebutuhan benih belum dapat tercukupi dengan baik sehingga petani masih mengandalkan benih dari alam


(14)

2 (Pellokila, 2009). Hal ini kemungkinan dikarenakan daerah pembenihan yang dilakukan masih berada di sekitar rawa yang memiliki tingkat keasaman yang tinggi, dimana pH pada kisaran 3-5 sehingga menjadikan kondisi lingkungan tidak optimal untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan dan reproduksi ikan pada umumnya (Ath-thar et al., 2010). Menurut Effendi (2000) pH yang optimal untuk kehidupan ikan pada umumnya berkisar antara 7-8,5. Untuk mengatasi masalah tersebut maka perlu dilakukan penelitian tentang pertumbuhan larva ikan betok pada pH yang berbeda.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pH yang sesuai untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva ikan betok (Anabas testudineus).


(15)

3

II.

BAHAN DAN METODE

2.1 Bahan Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal 29 April – 14 Mei 2011, bertempat di Laboratorium Teknik Produksi dan Manajemen Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini menggunakan akuarium berukuran 35 x 30 x 30 cm dengan volume air 10 liter. Setiap akuarium diberi aerasi dan suhu air dalam kisaran 28-30°C. Ikan yang digunakan dalam penelitian ini adalah larva ikan betok dengan padat tebar 50 ekor/liter sehingga terdapat 500 ekor/akuarium. Induk ikan betok berasal dari Kalimantan.

Media uji yang digunakan adalah air dengan derajat keasaman (pH) 4, 5, 6 dan 7. Media uji dibuat dengan cara penambahan larutan asam (HCl) pada media pemeliharaan sesuai dengan pH yang akan digunakan pada perlakuan media uji. Media uji yang digunakan dibuat dengan penambahan HCl 1 N sedikit demi sedikit sampai diperoleh nilai pH yang diinginkan. Air tandon terlebih dahulu diukur derajat keasamannya untuk kemudian diberi HCl sesuai dengan pH perlakuan yang diinginkan (Ayuningtias, 2010).

2.2 Metode Penelitian

Rancangan penelitian yang akan digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan masing-masing tiga kali ulangan, yaitu:

- Perlakuan A dengan pH awal media 4. - Perlakuan B dengan pH awal media 5. - Perlakuan C dengan pH awal media 6. - Perlakuan D dengan pH awal media 7.

Model percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Yij = µ + τi + εij


(16)

4 Keterangan:

Yij = data pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai tengah data

τi = pengaruh perlakuan ke-i

εij = galat percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Parameter penelitian yang diamati adalah laju penyerapan kuning telur, perkembangan mulut, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang, derajat kelangsungan hidup, dan kualitas air selama pemeliharaan.

2.3 Prosedur Penelitian

2.3.1 Persiapan Wadah

Persiapan yang dilakukan antara lain adalah persiapan wadah dengan cara sterilisasi menggunakan larutan kaporit 30 ppm kemudian dilakukan pembilasan dan pengisian air. Selanjutnya di dalam akuarium dipasang instalasi aerasi.

2.3.2 Pengadaan Telur dan Sperma

Telur dan sperma diperoleh dengan melakukan pemijahan ikan betok secara buatan. Pemijahan dilakukan dengan bantuan ovaprim dengan dosis 0,03 ml/ekor untuk betina dan 0,01 ml/ekor untuk jantan. Induk betok betina yang digunakan sebanyak dua ekor dengan bobot induk rata-rata 128 g, sedangkan induk jantan yang digunakan sebanyak 6 ekor dengan bobot induk rata-rata 12 g. Setelah dilakukan penyuntikan maka induk akan di-stripping 12 jam kemudian dan telur yang dihasilkan menetas dalam 10-11 jam setelah pembuahan.

2.3.3 Pemeliharaan Larva

Larva dipelihara di Laboratorium Teknik Produksi dan Manajemen Akuakultur. Akuarium yang digunakan sebanyak 12 akuarium dengan padat tebar ikan 50 ekor/liter selama 16 hari. Larva diberi pakan berupa rotifer pada pagi, siang, dan sore hari pada hari ketiga sampai hari kesepuluh. Selanjutnya larva mulai diberi pakan Artemia pada pagi, siang, dan sore hari mulai hari kesebelas sampai akhir pemeliharaan. Pada hari kedelapan sampai hari kesepuluh pakan yang diberikan berupa kombinasi rotifer dan Artemia (Amornsakun et al., 2005).

2.3.4 Pengukuran Kualitas Air

Parameter kualitas air yang diukur meliputi DO (dissolved oxygen), pH, TAN (total ammonia nitrogen), CO2, kesadahan, dan alkalinitas.


(17)

5 Tabel 1. Pengukuran kualitas air

Parameter kualitas air Satuan Alat/metode pengukuran

DO mg/l DO-meter

pH pH-meter

TAN mg/l Spektofotometer

CO2 Kesadahan Alkalinitas

mg/l mg/l mg/l

Titrimetrik Titrimetrik Titrimetrik

2.4 Parameter Penelitian

Pengumpulan dan pengolahan data dilakukan terhadap parameter penyerapan kuning telur, perkembangan mulut, panjang dan bobot, jumlah ikan yang hidup di akhir perlakuan, serta kualitas air pada awal, di tengah, dan di akhir pemeliharaan.

2.4.1 Laju Penyerapan Kuning Telur

Pengukuran laju penyerapan kuning telur dilakukan dengan pengambilan 5 ekor ikan dari setiap akuarium setiap 6 jam sekali dan dilanjutkan dengan pengamatan kuning telur pada mikroskop. Volume kuning telur dihitung menggunakan rumus Kendall et al. (1984):

V = 4/3 × L × H × W Keterangan: V = volume kuning telur (mm3)

L = panjang kuning telur (mm) H = tinggi kuning telur (mm) W = lebar kuning telur (mm)

Laju penyerapan kuning telur dihitung dengan menggunakan rumus:

LKT = Vo −Vt t

Keterangan: LKT = laju penyerapan kuning telur (mm3/jam) Vo = volume kuning telur awal (mm3)

Vt = volume kuning telur akhir (mm3) t = waktu (jam)


(18)

6

2.4.2 Perkembangan Mulut

Perkembangan mulut diketahui dengan mengukur perkembangan bukaan mulut dengan mengambil 5 ekor dari setiap akuarium setiap 6 jam sekali dan dilanjutkan dengan pengamatan menggunakan mikroskop. Perkembangan bukaan mulut larva dihitung menggunakan rumus Shirota (1970):

M = U × 2

Keterangan: M = bukaan mulut (mm) U = panjang rahang atas (mm)

2.4.3 Laju Pertumbuhan Bobot Harian

Untuk mengetahui bobot ikan dilakukan dengan pengambilan 10 ekor ikan dari setiap akuarium dan dilanjutkan dengan pengukuran bobot kering menggunakan kertas saring, oven dan timbangan digital. Laju pertumbuhan bobot harian dihitung menggunakan rumus:

�= [ln Wt−ln Wo]

t x 100%

Keterangan: α = laju pertumbuhan bobot harian

Wt = bobot rata-rata ikan di akhir pemeliharaan (gram) Wo = bobot rata-rata ikan di awal pemeliharaan (gram) t = lama pemeliharan (hari)

2.4.4 Pertumbuhan Panjang

Pengukuran panjang dilakukan selang waktu 4 hari sampai akhir perlakuan dengan menggunakan jangka sorong dengan pengambilan ikan sebanyak 10 ekor/akuarium. Pengukuran pertumbuhan panjang dilakukan dengan menggunakan rumus Effendie (1979):

P = Lt - Lo Keterangan: P = pertumbuhan panjang (mm)

Lt = panjang rata-rata ikan di akhir pemeliharaan (mm) Lo = panjang rata-rata ikan di awal pemeliharaan (mm)


(19)

7

2.4.5 Derajat Kelangsungan Hidup

Untuk mengetahui tingkat kelangsungan hidup (survival rate/SR) digunakan persamaan:

% 100  

No Nt SR

Keterangan: SR = kelangsungan hidup/survival rate (%) Nt = jumlah benih ikan akhir/panen (ekor) No = jumlah benih ikan awal/penebaran (ekor).

2.5 Analisis Data

Data yang telah diperoleh kemudian ditabulasi dan dianalisis menggunakan program MS. Excel 2007 dan SPSS 16.0, yang meliputi:

1) Analisis Ragam (ANOVA) dengan uji F pada selang kepercayaan 95%, digunakan untuk menentukan apakah perlakuan berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan, derajat kelangsungan hidup dan koefisien keragaman panjang. Apabila berpengaruh nyata, untuk melihat perbedaan antar perlakuan akan diuji lanjut dengan menggunakan uji Tukey.

2) Analisis deskriptif digunakan untuk melihat laju penyerapan kuning telur dan laju perkembangan mulut yang disajikan dalam bentuk grafik.


(20)

8

III.

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

3.1.1 Laju Penyerapan Kuning Telur

Penyerapan kuning telur larva ikan betok yang diamati selama 72 jam menunjukkan bahwa volume kuning telur pada awal penelitian adalah 0,1257±0,0084 mm³ pada pH 4; 0,1227±0.0017 mm³ pada pH 5; 0,1235±0,0021 mm³ pada pH 6 dan 0,1218±0,0069 mm³ pada pH 7. Dari analisis deskriptif diperoleh hasil bahwa perlakuan pH 7 memiliki penyerapan kuning telur paling cepat dengan volume kuning telur akhir rata-rata sebesar 0,0302 mm³ sedangkan perlakuan pH 4 memiliki penyerapan kuning telur paling lambat dengan volume kuning telur akhir rata-rata sebesar 0,0450 mm³. Berdasarkan Gambar 1 menunjukkan bahwa semakin rendah pH maka penyerapan kuning telur semakin lambat.

Gambar 1. Penyerapan kuning telur larva ikan betok pada setiap perlakuan

0 0,02 0,04 0,06 0,08 0,1 0,12 0,14

0 6 12 18 24 30 36 42 48 54 60 66 72

V o lu m e k u n in g te lu r (m m ³) Jam ke-pH 4 pH 5 pH 6 pH 7


(21)

9 Tabel 2. Laju penyerapan kuning telur larva ikan betok selama 72 jam

Perlakuan Volume rata-rata kuning telur awal (mm3)

Volume rata-rata kuning telur akhir (mm3)

Laju penyerapan kuning telur selama 72 jam (mm3/jam)

pH 4 0,1257±0,0069 0,0450±0,0013 0,0011210

pH 5 0,1227±0,0017 0,0447±0,0011 0,0010848

pH 6 0,1235±0,0021 0,0320±0,0023 0,0012705

pH 7 0,1218±0,0069 0,0302±0,0006 0,0012708

Laju penyerapan kuning telur larva ikan betok yang diamati selama 72 jam menunjukkan bahwa laju penyerapan kuning telur tertinggi terdapat pada pH 7 yaitu 0,0012708 mm3/jam, sedangkan laju penyerapan kuning telur terendah terdapat pada perlakuan pH 5 yaitu 0,0010848 mm3/jam.

3.1.2 Perkembangan Mulut

Perkembangan mulut larva ikan betok yang diamati selama 72 jam menunjukkan bahwa ukuran bukaan mulut larva mulai terlihat pada jam ke-25 sampai jam ke-30 dengan bukaan mulut larva pada jam ke-30 adalah 0,3017±0,0040 mm pada pH 4; 0,3040±0,0070 mm pada pH 5; 0,3133±0,0040 mm pada pH 6 dan 0,3110±0,0070 mm pada pH 7. Dari analisis deskriptif diperoleh hasil bahwa perlakuan pH 7 memiliki perkembangan mulut yang paling cepat dengan ukuran bukaan mulut akhir rata-rata sebesar 0,7212 mm, sedangkan perlakuan pH 4 memiliki perkembangan mulut paling lambat dengan ukuran bukaan mulut akhir rata-rata sebesar 0,6623 mm. Gambar 2 menunjukkan bahwa semakin rendah pH maka perkembangan mulut semakin lambat.


(22)

10 Gambar 2. Perkembangan mulut larva ikan betok pada setiap perlakuan

3.1.3 Laju Pertumbuhan Bobot Harian

Laju pertumbuhan bobot harian larva ikan betok yang dipelihara selama 16 hari berkisar antara 8,70-9,32% (Gambar 4). Dari analisis ragam, diperoleh hasil bahwa laju pertumbuhan bobot harian pH 7 dan perlakuan (pH 4, pH 5 dan pH 6) tidak menunjukkan perbedaan nyata (p>0,05).

Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05)

Gambar 3. Rata-rata laju pertumbuhan bobot harian (%) larva ikan betok pada setiap perlakuan selama pemeliharaan

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8

0 6 12 18 24 30 36 42 48 54 60 66 72

B u k aan m u lu t (m m ) Jam ke-pH 4 pH 5 pH 6 pH 7

8,70 8,77 9,22 9,32

0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00

ph 4 ph 5 ph 6 ph 7

Laju p e r tu m b u h an b o b o t h ar ian (% ) Perlakuan

pH 4 pH 5 pH 6 pH 7

a

a


(23)

11

3.1.4 Pertumbuhan Panjang

Pertumbuhan panjang larva ikan betok yang dipelihara selama 16 hari berkisar antara 6,95-7,63 mm (Gambar 5). Nilai tertinggi dicapai pada perlakuan pH 7 sebesar 7,63±0,12 mm sedangkan nilai terendah dicapai pada perlakuan pH 4 sebesar 6,96±0,25 mm. Hasil analisis menunjukkan bahwa pertumbuhan panjang larva ikan betok pH 7 dan perlakuan berbeda nyata (p<0,05) terkait dengan.

Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05)

Gambar 4. Rata-rata pertumbuhan panjang (mm) larva ikan betok pada setiap perlakuan selama pemeliharaan.

Dari hasil uji Tukey, diperoleh hasil bahwa perlakuan kontrol pH 7 berbeda nyata (p<0,05) dengan perlakuan pH 4 dan pH 5, tetapi tidak berbeda nyata (p>0,05) dengan perlakuan pH 6. Perlakuan pH 4 tidak berbeda nyata dengan perlakuan pH 5, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan pH 6 dan pH 7.

3.1.5 Derajat Kelangsungan Hidup

Derajat kelangsungan hidup (SR) larva ikan betok yang dipelihara selama 16 hari berkisar antara 23,80-30,33% (Gambar 3). Nilai tertinggi diperoleh pada perlakuan pH 6 sebesar 30,33±0,95% dan nilai terendah pada perlakuan pH 5 sebesar 23,80±0,72%. Dari hasil analisis ragam, menunjukkan bahwa derajat kelangsungan hidup larva ikan betok pH 7 dan perlakuan memberikan hasil yang berbeda nyata (p<0,05).

5,75 5,84 6,95 7,53 0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00

ph 4 ph 5 ph 6 ph 7

P e r tu m b u h an p an jan g (m m ) Perlakuan

Pertumbuhan Panjang

pH 4 pH 5 pH 6 pH 7


(24)

12

Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05)

Gambar 5. Rata-rata derajat kelangsungan hidup (%) larva ikan betok pada setiap perlakuan selama pemeliharaan

Dari hasil uji Tukey, diperoleh hasil bahwa perlakuan kontrol pH 7 berbeda nyata (p<0,05) dengan perlakuan pH 4 dan pH 5, tetapi tidak berbeda nyata (p>0,05) dengan perlakuan pH 6. Perlakuan pH 4 tidak berbeda nyata dengan perlakuan pH 5, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan pH 6 dan pH 7.

3.1.6 Pengukuran Kualitas Air

Kualitas air menurut kamus istilah lingkungan (Ismoyo et al., 1994) diuraikan sebagai keadaan dan sifat-sifat fisik, kimia, dan biologis suatu perairan yang dibandingkan dengan persyaratan untuk keperluan tertentu, misalnya untuk keperluan rumah tangga, air minum, pertanian, perikanan atau industri. Parameter kualitas air yang diamati meliputi DO (Dissolved Oxygen), pH, TAN (Total Ammonia Nitrogen), CO2, kesadahan, dan alkalinitas pada media pemeliharaan larva ikan betok selama 16 hari dapat dilihat pada Tabel 3.

24,20 23,80

30,33 28,47

0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00

pH 4 pH 5 pH 6 ph 7

S

R

(%

)

Perlakuan

SR

pH 4 pH 5 pH 6 pH 7

b

b

a

a


(25)

13 Tabel 3. Data kisaran nilai parameter kualitas air selama masa pemeliharaan larva

ikan betok di akuarium Parameter

Kualitas Air

Perlakuan

Pustaka

pH 4 pH 5 pH 6 pH 7

pH 4 5 6 7 7-8,5a

CO2 (mg/l) 56,33-63,12 47,94-71,91

19,98-39,95

15,98-27,97 <5b

DO (mg/l) 3,30-3,52 3,42-3,53 4,65-4,89 4,56-5,59 >5 a Alkalinitas

(mg/l CaCO3)

12-20 20-32 28-45 36-56 30-200 c

Kesadahan (mg/l CaCO3)

30,03-35,04 35,04-45,05 50,05-75,08

80,08-90,09 >20 a

Suhu (°C) 27-28 27-29 28-30 28-30 25-28 d

TAN (mg/l) 0,88-0,94 0,45-0,59 0,45-0,51 0,31-0,44 <1a

Keterangan: a

) Effendi (2000) b) Boyd (1982) c) Stickney (1979)

d) Bailey dan Stanford (1998)

3.2 Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa volume kuning telur larva pada pH 4 dan pH 5 lebih lambat habis dibandingkan larva yang dipelihara pada pH 6 dan pH 7. Hasil ini didukung dengan laju penyerapan kuning telur larva ikan betok yang diamati selama 72 jam yang menunjukkan laju penyerapan kuning telur tertinggi terdapat pada pH 7 yaitu 1,9341%, sedangkan laju penyerapan kuning telur terendah terdapat pada perlakuan pH 5 yaitu 1,4046%. Hal ini diduga terjadi karena pH asam mampu menggangu aktivitas enzim pada epitel insang sehingga laju respirasi menjadi terhambat dan mengakibatkan proses metabolisme yang membutuhkan oksigen menjadi tidak optimal. Proses metabolisme yang tidak optimal ditunjukkan oleh adanya perkembangan yang abnormal pada larva ikan betok pada pH 4 dan pH 5 saat dilakukan pengamatan setiap 6 jam dan 4 hari sekali dengan menggunakan mikroskop (Lampiran 7). Pada pH 6 dan pH 7 tidak ditemukan larva abnormal, menunjukkan bahwa pH 6 dan pH 7 sudah mendekati batas toleransi bagi penyerapan kuning telur. Berdasarkan Gambar 1 dapat diketahui bahwa pada jam ke-72 kuning telur larva hampir habis sepenuhnya. Amornsakun et al. (2005) menyatakan waktu penyerapan kuning telur untuk larva


(26)

14 ikan betok yang baru menetas akan habis pada hari ke-3 sampai hari ke-4 setelah menetas. Hal ini sering ditemukan sama dengan ikan lainnya, baik pada ikan air laut maupun ikan air tawar.

Perkembangan mulut ikan betok semakin meningkat seiring dengan waktu. Berdasarkan Gambar 2 dapat dilihat bahwa bukaan mulut larva mulai terbentuk pada jam ke-24 sampai jam ke-30. Hal ini sesuai dengan Bagarinao (1986) yang menyatakan bukaan mulut larva mulai teramati pada jam ke-30 setelah menetas sebelum kuning telur larva habis yang memungkinkan larva untuk makan sebelum kuning telur terserap secara sempurna. Amornsakun et al. (2005) mengamati bahwa setelah jam ke-28 kuning telur tersisa sekitar 68,58% dan mulut pada larva ikan betok telah terbuka namun belum dapat berfungsi. Pada pH yang mendekati netral (pH 6 dan pH 7) pertumbuhan bukaan mulut lebih cepat dibandingkan dengan pH yang cenderung asam (pH 4 dan pH 5). Hal tersebut didukung oleh proses penyerapan kuning telur yang lebih cepat terserap pada pH yang mendekati netral sehingga energi yang diperoleh dari kuning telur dapat digunakan untuk melengkapi organ tubuh, salah satunya yaitu bukaan mulut. Hal ini sesuai dengan Effendi (2004) yang menyatakan larva memanfaatkan cadangan energi berupa kuning telur (endogenous feeding) untuk keperluan pemangsaan perkembangan organ tubuh, terutama mata, mulut, sirip, dan saluran pencernaan. Saat penyerapan kuning telur terganggu maka proses perkembangan organ tubuh pun menjadi terhambat.

Laju pertumbuhan bobot harian larva ikan betok yang dipelihara selama 16 hari berkisar antara 8,70-9,32%. Dari hasil analisis data diperoleh hasil bahwa laju pertumbuhan bobot harian tidak berbeda nyata antar perlakuan (p>0,05). Hal ini diduga karena pada stadia larva, larva menggunakan energinya untuk perkembangan organ-organ tubuhnya terlebih dahulu sebelum menggunakan energi tersebut untuk pertumbuhannya sehingga pada semua perlakuan pertumbuhan bobot larva tidak berbeda nyata. Effendi (2004) menyatakan larva masih dalam proses perkembangan menuju bentuk definitif sehingga belum memiliki organ tubuh yang lengkap, bahkan organ yang ada pun masih bersifat primitif sehingga belum berfungsi maksimal. Oleh karena itu, pada saat dilakukan


(27)

15 penimbangan larva tidak ditemukan perbedaan bobot yang signifikan antar perlakuan.

Pertumbuhan panjang larva ikan betok berkisar antara 8,21-9,35%. Analisis data menunjukkan bahwa pertumbuhan panjang larva pada pH 7 berbeda nyata dengan perlakuan pH 4 dan pH 5, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan pH 6. Hal ini diduga karena pada pH 6 dan pH 7 yang mendekati netral penyerapan kuning telur terjadi dengan lebih baik sehingga energi yang diperoleh dari kuning telur dapat dimanfaatkan dengan lebih baik untuk melengkapi organ tubuh larva.

Hal ini juga didukung oleh perkembangan mulut larva yang lebih cepat pada pH 6 dan pH 7. Dengan demikian pada saat kuning telur larva telah habis, larva sudah dapat memakan makanan dari luar lebih dahulu dibandingkan pada perlakuan pH 4 dan pH 5. Binoy dan Thomas (2008) mengungkapkan bahwa ikan betok memiliki cara makan yang unik, yaitu larva mengumpulkan pakan di dalam mulut dan pergi menjauh dari tempat larva mendapatkan makanan untuk kemudian dimakan di tempat lain. Oleh karena kebiasaan makan seperti itu maka larva dengan bukaan mulut yang lebih besar (pH 6 dan pH 7) dapat mengkonsumsi pakan lebih banyak dibandingkan larva dengan bukaan mulut yang lebih kecil (pH 4 dan pH 5) sehingga pertumbuhannya menjadi lebih baik. Menurut Shirota (1970) larva dengan mulut yang lebih kecil tumbuh lebih lambat daripada larva dengan mulut yang lebih besar. Ukuran mulut menjadi faktor pembatas untuk memakan pakan alami maupun pakan buatan (Hyatt, 1979).

Derajat kelangsungan hidup adalah persentase ikan yang hidup di akhir pemeliharaan. Derajat kelangsungan hidup larva ikan betok pada penelitian ini berkisar antara 23,80-30,33%. Pada pH 4 dan pH 5 derajat kelangsungan hidup larva lebih rendah dibandingkan dengan pH 6 dan pH 7. Hal ini diduga karena ketidakmampuan larva beradaptasi dengan baik pada suasana air yang asam. Air dengan pH yang sangat rendah dapat mematikan bagi ikan (Mesner dan Geiger, 2010). Disamping itu, pertumbuhan yang terhambat pada perlakuan pH 4 dan pH 5 mengakibatkan ukuran larva menjadi tidak seragam dan mengalami abnormalitas. Ketidakseragaman ukuran larva dapat memicu terjadinya kanibalisme. Morioka et al. (2008) melaporkan, bahwa kanibalisme larva betok terjadi pada padat tebar yang tinggi, ukuran larva yang bervariasi, kemampuan


(28)

16 berlindung, dan kondisi pencahayaan. Derajat kelangsungan hidup larva yang rendah pada pH 4 dan pH 5 juga dapat disebabkan penyerapan kuning telur yang tidak optimal sehingga menyebabkan perkembangan organ tubuh tidak berjalan dengan baik. Salah satu konsekuensi hal tersebut adalah keterlambatan perkembangan bukaan mulut larva sehingga pada saat kuning telur larva telah habis dan larva memerlukan pakan dari luar, larva tidak dapat memanfaatkan pakan tersebut dengan baik.

Berdasarkan hasil analisis kualitas air (Tabel 3) yang dilakukan pada awal, tengah, dan akhir pemeliharaan didapat hasil kesadahan, TAN, dan suhu masih berada pada kisaran normal, sedangkan untuk CO2 berada diatas kisaran normal pada setiap perlakuan. Kisaran nilai alkalinitas juga berada di bawah kisaran normal pada perlakuan pH 4 dan pH 5. Konsentrasi oksigen terlarut pada pH 4 dan pH 5 berada dibawah normal. Konsentasi CO2 berada pada 15,98-63,12 mg/l. Nilai ini jauh lebih tinggi dibandingkan kisaran normal yaitu < 5 mg/l (Boyd, 1982). Semakin asam suatu perairan, maka semakin tinggi nilai karbondioksidanya karena semakin banyak H2CO3 yang terbentuk sehingga kondisi perairan semakin asam (Ayuningtias, 2010). Menurut Boyd (1982) perairan yang diperuntukkan bagi kepentingan perikanan sebaiknya mengandung kadar CO2 bebas < 5 mg/l. Kadar CO2 bebas sebesar 10 mg/l masih dapat ditolerir oleh organisme akuatik, asal disertai dengan kadar oksigen yang cukup yaitu > 5 ppm (Boyd, 1989). Sebagian besar organisme akuatik masih dapat bertahan hidup hingga kadar CO2 bebas mencapai sebesar 60 mg/l. Kadar CO2 yang tinggi pada pH 4 dan pH 5 diduga turut menyebabkan derajat kelangsungan hidup yang rendah.

Oleh karena nilai CO2 yang tinggi pada pH 4 dan pH 5, maka akan menyebabkan kadar oksigen terlarut menjadi rendah. Kadar oksigen pH 4 dan pH 5 yaitu 3,30-3,52 dan 3,42-3,53 mg/l. Konsentrasi oksigen terlarut yang terlalu rendah akan mengakibatkan ikan-ikan dan binatang air lainnya yang membutuhkan oksigen akan mati (Hardjojo, 2005). Walaupun ikan betok memiliki labirin sebagai organ pernafasan tambahan, namun menurut Hughes et al. (1986), organ labirin baru mulai berfungsi saat stadia juvenil pada ikan betok, yaitu saat larva berusia lebih dari 16 hari. Boyd (1982) menunjukkan kadar


(29)

17 oksigen terlarut sebesar 1,0 sampai 5,0 mg/l menyebabkan pertumbuhan ikan terganggu namun masih dapat bertahan hidup, sedangkan kadar oksigen >5,0 mg/l merupakan kondisi optimal bagi hewan akuatik. Nilai tingkat konsumsi oksigen berbeda-beda bergantung pada spesies, ukuran, aktivitas, jenis kelamin, tingkat konsumsi pakan, suhu, dan konsentrasi oksigen terlarut. Organisme kecil mengkonsumsi oksigen lebih banyak persatuan waktu dan bobot daripada ikan berukuran besar. Hal ini disebabkan karena pada ikan berukuran kecil lebih memerlukan energi untuk pertumbuhan. Spotte (1970) menyatakan bahwa laju metabolisme tubuh organisme berukuran kecil lebih tinggi daripada yang berukuran besar.

Mackereth et al. (1989) menyatakan bahwa pH berkaitan erat dengan

alkalinitas. Alkalinitas secara umum menunjukkan konsentrasi basa atau bahan yang mampu menetralisir kemasaman dalam air. Nilai alkalinitas pada pH 4

berkisar antara 12-20 ppm CaCO3, sedangkan alkalinitas pada pH 5 berkisar

antara 20-32 ppm CaCO3. Untuk pH 6 dan pH 7 nilai alkalinitas masing-masing

berkisar antara 28-45 dan 36-56 ppm CaCO3. Menurut Effendi (2000) alkalinitas

yang baik berkisar antara 30-500 mg/l. Nilai alkalinitas berkaitan erat dengan korosivitas logam dan dapat menimbulkan permasalahan kesehatan, terutama

yang berhubungan dengan iritasi dengan sistem pencernaan (gastro intestinal).

Oleh karena sistem pencernaan yang terganggu maka larva tidak dapat memanfaatkan energi dari pakan secara optimal sehingga mengganggu pertumbuhan.


(30)

18

IV.

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Penggunaan pH yang berbeda (4, 5, 6 dan 7) menghasilkan laju penyerapan kuning telur dan perkembangan mulut terbaik terdapat pada perlakuan pH 6 dan pH 7. Perlakuan pH tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap laju pertumbuhan bobot harian, namun memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap pertumbuhan panjang dan derajat kelangsungan hidup larva ikan betok. Pertumbuhan panjang dan derajat kelangsungan hidup larva terbaik terdapat pada perlakuan pH 6 dan pH 7.

4.2 Saran

Dilakukan penelitian lanjutan berupa aplikasi untuk pemeliharaan ikan betok dengan menggunakan pH 6 dan pH 7 sebagai media budidaya.


(31)

19

DAFTAR PUSTAKA

Adrijana, E. 1995. Pengaruh Dosis Kotoran Ayam Terhadap Kualitas Media

Pemeliharaan Ikan Betok (Anabas testudineus Bloch) [Skripsi]. Program

Studi Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Amornsakun, T., Sriwatana, W. dan Promkaew, P. 2005. Some Aspects in Early

Life Stage of Climbing Perch, Anabas testudineus Larvae. Vol. 27 (Suppl.

1). Songklanakarin J. Sci. Technol. Aquatic Science. Thailand.

Ath-thar, M. H. F., Prakoso, V. A., Arifin, O. Z., Gustiano, R. 2010. Performa Pertumbuhan Ikan Nila BEST pada Berbagai Media pH. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar. Bogor

Ayuningtias, A. 2010. Kinerja Pertumbuhan Ikan Nila Oreochromis niloticus

Strain BEST pada Media Pemeliharaan dengan Derajat Kemasaman Berbeda. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Bagarinao, T. 1986. Yolk resorption, onset of feeding and survival potential of larvae of three tropical marine fish species reared in the hatchery. Mar. Biol., 91: 449-459.

Bailey, M & Sandford, G. 1998. The New Guide to Aquarium Fish. Annes

Publishing. London.

Binoy, V. V. & Thomas, K. J. 2008. The Influence of Hunger on Food-Stoking

Behaviour of Climbing Perch Anabas testudineus. Journal of Fish Biology,

1053-1057. Animal Behaviour and Wetland Research Laboratory. Department of Zoology. Christ College. Irinjalakuda. Kera Pin - 680 125. India.

Boyd, C. E. 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture. Elsevier Science Publishing Company Inc. New York.

Burnawi. 2007. Teknik Menghitung Fekunditas Telur Ikan Papuyu (Anabas

testudineus) di Danau Panggang Daerah Aliran Sungai Barito, Kalimantan Selatan. Balai Riset Perikanan Perairan Umum. Mariana-Palembang. Palembang.

de Graaf, G. J. 2003. Water Management and the Drift of Larval Fish in the Floodplains of Bangladesh. Practical Experiences of the

Compartmentalization Pilot Project with “Fish Friendly” Regulators.

Ecological Research, 36: 100-106.

[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2008. Sistem Informasi Perhitungan Statistik Kelautan dan Perikanan. [terhubung berkala]. http://www.dkp.go.id/. [20 Mei 2011].

Effendie, M. I. 1979. Metode Boiligi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. Effendi, I. 2004. Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya. Jakarta.


(32)

20 Effendi, H. 2000. Telaah Kualitas Air. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB.

Bogor.

Hardjojo, B. 2005. Pengukuran dan Analisis Kualitas Air. Cet.1. Universitas Terbuka. Jakarta.

Hughes GM, Munshi JSD, Ojha J (1986) Post-embryonic development of water- and air-breathing organs of Anabas testudineus (Bloch). J. Fish. Biol., 29:443–450

Hyatt, K.D. 1979. Feeding strategy. In Hoar, W.S., Randall, D.J. and Brett, J.R. (eds) Fish Physiology, Vol. VIII. London: Academic Press. pp. 71-119. Ismoyo, Imama, H., Rijalluzzaman. 1994. Kamus Istilah Lingkungan. Bina Reka

Pariwara. Jakarta.

Isriansyah & Sukarti, K. 2007. Efektivitas Suplementasi L-Askorbil-2-Monofosfat Magnesium dalam Ransum Terhadap Proses Rematurasi dan Kualitas Telur Ikan Pepuyu (Anabas testudineus Bloch). [laporan penelitian]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Mulawarman. Samarinda. Hlm. 1-3.

Kendall, A. W. Jr., Ahlstrom, E. M., Moser, H. G. 1984. Early Life History Stages of Fishes and Their Chatacters. Otogeny and Systematics of Fishes. Am Soc Ichthyol Herpetol Spec Publ No. 1. Allen Press. Lawrence. pp11-22. Kuncoro, E.B. 2009. Ensiklopedia Populer Ikan Air Tawar. Lily Publisher.

Yogyakarta. hlm. 134 : 27-28.

Mackereth, F. J. H., Heron, J. and Tailling, J. F. 1989. Water Analysis. Fresh-water Biological Association, Cumbria, UK. 120p.

Mesner, N. & Geiger, J. 2010. Understanding Your Watershed. Utah State University Water Quality Extension. Utah

Morioka, S., Ito, S., Kitamura, S., Vongvichith, B. 2008. Growth and Morphological Development of Laboratory-Reared Larval and Juvenile Climbing Perch Anabas testudineus. Ichthyol Res. The Ichthyological Society of Japan. Japan.

Pellokila, N. A. Y. 2009. Biologi Reproduksi Ikan Betok (Anabas testudineus

Bloch, 1792) di Rawa Banjiran Das Mahakam , Kalimantan Timur. [Skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Slamat. 2009. Keanekaragaman Genetik Ikian Betok (Anabas testudineus Bloch) pada Tiga Tipe Ekosistem Perairan Rawa di Provinsi Kalimantan Selatan. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Shirota, A. 1970. Studies on the mouth size of fish larvae. Bull. Jap. Soc. Sci. Fish., 36(4): 353-368.

Spotte, S. 1970. Fish and Invertebrate Culture Management in Closed System. Second Edition. New York : John Willey and Sons.

Stickney, R. R. 1979. Principle of Warmwater Aquaculture. John Willey and Sons Inc. New York. 375 p.


(33)

21 Trobos. 2008. Nyok, Kite Budidaya Betok!. Edisi 1 Mei 2008. [terhubung berkala].http://www.trobos.com/show_article.php?rid=15&aid=1059ndone sianAquaculture: http://tech.groups.yahoo.com./groups/indonesianaquacult ure/message/1445. [20 Mei 2011].


(34)

Lampiran 1. Volume kuning telur rata-rata (mm3) selama 72 jam

perlakuan jam ke-

0 6 12 18 24 30 36 42 48 54 60 66 72 akuarium 1 ph 4 0,1259 0,1097 0,1024 0,0986 0,0928 0,0831 0,0790 0,0707 0,0656 0,0587 0,0555 0,0472 0,0442 akuarium 2 ph 4 0,1340 0,1097 0,1010 0,0986 0,0914 0,0829 0,0799 0,0700 0,0630 0,0547 0,0547 0,0464 0,0443 akuarium 3 ph 4 0,1173 0,1108 0,1007 0,0962 0,0938 0,0842 0,0808 0,0709 0,0648 0,0596 0,0596 0,0444 0,0465 akuarium 5 ph 5 0,1227 0,1070 0,1024 0,0986 0,0918 0,0838 0,0798 0,0701 0,0610 0,0579 0,0523 0,0449 0,0459 akuarium 6 ph 5 0,1211 0,1095 0,1037 0,0999 0,0904 0,0828 0,0796 0,0700 0,0621 0,0605 0,0572 0,0443 0,0437 akuarium 7 ph 5 0,1244 0,1139 0,0986 0,0952 0,0952 0,0829 0,0799 0,0730 0,0648 0,0621 0,0580 0,0444 0,0444 akuarium 9 ph 6 0,1240 0,1034 0,0952 0,0918 0,0884 0,0800 0,0740 0,0605 0,0592 0,0478 0,0430 0,0389 0,0308 akuarium 10 ph 6 0,1212 0,1074 0,0952 0,0918 0,0894 0,0820 0,0749 0,0603 0,0584 0,0455 0,0421 0,0379 0,0346 akuarium 11 ph 6 0,1253 0,1108 0,0986 0,0918 0,0871 0,0820 0,0769 0,0621 0,0595 0,0449 0,0458 0,0385 0,0306 akuarium 13 ph 7 0,1265 0,1159 0,0973 0,0904 0,0820 0,0809 0,0730 0,0603 0,0576 0,0403 0,0397 0,0366 0,0302 akuarium 14 ph 7 0,1138 0,1007 0,0928 0,0914 0,0864 0,0800 0,0740 0,0610 0,0595 0,0423 0,0416 0,0365 0,0308 akuarium 15 ph 7 0,1250 0,1011 0,0952 0,0918 0,0884 0,0817 0,0759 0,0603 0,0595 0,0442 0,0435 0,0390 0,0297

2222


(35)

Lampiran 2. Laju penyerapan kuning telur larva ikan betok (mm3/jam) selama 72 jam

Perlakuan Volume rata-rata kuning telur awal (mm3) Volume rata-rata kuning telur akhir (mm3) Laju penyerapan kuning telur selama 72 jam (mm3/jam)

pH 4 0,1257±0,0069 0,0450±0,0013 0,0011210

pH 5 0,1227±0,0017 0,0447±0,0011 0,0010848

pH 6 0,1235±0,0021 0,0320±0,0023 0,0012705

pH 7 0,1218±0,0069 0,0302±0,0006 0,0012708

Lampiran 3. Bukaan mulut (mm) selama 72 jam

perlakuan jam

ke-0 6 12 18 24 3ke-0 36 42 48 54 6ke-0 66 72 akuarium 1 ph 4 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,297 0,417 0,516 0,580 0,608 0,629 0,651 0,665 akuarium 2 ph 4 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,304 0,431 0,502 0,552 0,608 0,622 0,643 0,658 akuarium 3 ph 4 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,304 0,424 0,509 0,559 0,601 0,658 0,665 0,665 akuarium 5 ph 5 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,311 0,431 0,509 0,573 0,615 0,643 0,679 0,679 akuarium 6 ph 5 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,297 0,431 0,516 0,573 0,622 0,651 0,672 0,679 akuarium 7 ph 5 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,304 0,431 0,509 0,566 0,622 0,622 0,672 0,679 akuarium 9 ph 6 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,311 0,502 0,587 0,608 0,636 0,651 0,686 0,707 akuarium 10 ph 6 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,318 0,488 0,608 0,615 0,651 0,658 0,679 0,707 akuarium 11 ph 6 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,311 0,509 0,601 0,622 0,643 0,665 0,686 0,707 akuarium 13 ph 7 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,318 0,509 0,608 0,622 0,658 0,672 0,686 0,721 akuarium 14 ph 7 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,304 0,495 0,601 0,629 0,651 0,679 0,700 0,721 akuarium 15 ph 7 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,311 0,502 0,594 0,615 0,658 0,679 0,686 0,721

23


(36)

Lampiran 4. Hasil perhitungan statistik laju pertumbuhan bobot harian larva ikan

betok (Anabas testudineus) dengan menggunakan SPSS 16.0

a. Deskripsi

Ulangan pH 4 pH 5 pH 6 pH 7

1 8,5371 8,6935 9,3109 9,3724 2 9,1518 9,2926 8,9317 9,2987 3 8,405 8,3331 9,4164 9,2865

Rata-rata 8,70a±0,40 8,77a±0,48 9,22a±0,25 9,32a±0,05 Keterangan : huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0,05) b. ANOVA

SK JK DB KT F Hitung P Perlakuan 0,879 3 0,293 2,542 0,130

Galat 0,922 8 0,115 Total

1,800 11 Keterangan :

SK : Sumber keragaman JK : Jumlah kuadrat

DB : Derajat bebas KT : Kuadrat tengah P : Peluang (probability)

Kesimpulan : P > 0,05, berarti perlakuan perbedaan pH tidak berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan bobot harian larva ikan betok.

Lampiran 5. Hasil perhitungan statistik pertumbuhan panjang larva ikan betok (Anabas testudineus) dengan menggunakan SPSS 16.0

a. Deskripsi

Ulangan pH 4 pH 5 pH 6 pH 7

1 6,35 5,69 7,23 7,55

2 5,27 5,84 6,83 7,40

3 5,65 6,00 6,78 7,63

Rata-rata 5,75a±0,55 5,84a±0,15 6,95b±0,25 7,53b±0,12 Keterangan : huruf yang tidak sama menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p<0,05)


(37)

b. ANOVA

SK JK DB KT F hitung P.

Perlakuan 6,737 3 2,246 22,563 0,000 Galat 0,796 8 0,100

Total 7,533 11

c. Uji Tukey

(I) Perlakuan

(J) Perlakuan

Beda nilai tengah (I-J)

Kesalahan baku

P Selang kepercayaan 95%

Batas bawah

Batas atas pH 4

pH 5

pH 6

pH 5 -0,08667 0,25758 0,986 -0,9115 0,7382 pH 6 -1,19333* 0,25758 0,007 -2,0182 -0,3685 pH 7 -1,77333* 0,25758 0,001 -2,5982 -0,9485 pH 6 -1,10667* 0,25758 0,011 -1,9315 -0,2818 pH 7 -1,68667* 0,25758 0,001 -2,5115 -0,8618 pH 7 -0,58000 0,25758 0,189 -1,4049 0,2449 *. Nilai beda nyata (p<0,05)


(38)

Lampiran 6. Hasil perhitungan statistik kelangsungan hidup larva ikan betok (Anabas testudineus) dengan menggunakan SPSS 16.0

a. Deskripsi

Ulangan pH 4 pH 5 pH 6 pH 7

1 25,8 24,4 31,4 29,6

2 24,8 23,0 29,6 26,0

3 22,0 24,0 30,0 29,8

Rata-rata 24,20a±1,97 23,80a±0,72 30,33b±0,95 28,47b±2,14 Keterangan : Huruf yang tidak sama menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p<0,05)

b. ANOVA

SK JK DB KT F Hitung P

Perlakuan 92,947 3 30,982 12,560 0,002 Galat 19,733 8 2,467

Total 11,.680 11

c. Uji Tukey (I) perlakuan

(J) perlakuan

Beda nilai tengah (I-J)

Kesalahan baku

P. Selang kepercayaan 95%

Batas bawah

Batas atas pH 4

pH 5

pH 6

pH 5 0,40000 1,28236 0,989 -3,7066 4,5066 pH 6 -6,13333* 1,28236 0,006 -10,2399 -2,0268 pH 7 -4,26667* 1,28236 0,042 -8,3732 -0,1601 pH 6 -6,53333* 1,28236 0,004 -10,6399 -2,4268 pH 7 -4,66667* 1,28236 0,027 -8,7732 -0,5601 pH 7 1,86667 1,28236 0,503 -2,2399 5,9732 *. Nilai beda nyata (p<0,05)


(39)

Lampiran 7. Beberapa kondisi larva selama pemeliharaan

a. Larva sehat b. Larva luka

c. Larva yang cacat d. Perut kosong/bukaan mulut kecil


(1)

Lampiran 1. Volume kuning telur rata-rata (mm

3

) selama 72 jam

perlakuan jam ke-

0 6 12 18 24 30 36 42 48 54 60 66 72

akuarium 1 ph 4 0,1259 0,1097 0,1024 0,0986 0,0928 0,0831 0,0790 0,0707 0,0656 0,0587 0,0555 0,0472 0,0442

akuarium 2 ph 4 0,1340 0,1097 0,1010 0,0986 0,0914 0,0829 0,0799 0,0700 0,0630 0,0547 0,0547 0,0464 0,0443

akuarium 3 ph 4 0,1173 0,1108 0,1007 0,0962 0,0938 0,0842 0,0808 0,0709 0,0648 0,0596 0,0596 0,0444 0,0465

akuarium 5 ph 5 0,1227 0,1070 0,1024 0,0986 0,0918 0,0838 0,0798 0,0701 0,0610 0,0579 0,0523 0,0449 0,0459

akuarium 6 ph 5 0,1211 0,1095 0,1037 0,0999 0,0904 0,0828 0,0796 0,0700 0,0621 0,0605 0,0572 0,0443 0,0437

akuarium 7 ph 5 0,1244 0,1139 0,0986 0,0952 0,0952 0,0829 0,0799 0,0730 0,0648 0,0621 0,0580 0,0444 0,0444

akuarium 9 ph 6 0,1240 0,1034 0,0952 0,0918 0,0884 0,0800 0,0740 0,0605 0,0592 0,0478 0,0430 0,0389 0,0308

akuarium 10 ph 6 0,1212 0,1074 0,0952 0,0918 0,0894 0,0820 0,0749 0,0603 0,0584 0,0455 0,0421 0,0379 0,0346

akuarium 11 ph 6 0,1253 0,1108 0,0986 0,0918 0,0871 0,0820 0,0769 0,0621 0,0595 0,0449 0,0458 0,0385 0,0306

akuarium 13 ph 7 0,1265 0,1159 0,0973 0,0904 0,0820 0,0809 0,0730 0,0603 0,0576 0,0403 0,0397 0,0366 0,0302

akuarium 14 ph 7 0,1138 0,1007 0,0928 0,0914 0,0864 0,0800 0,0740 0,0610 0,0595 0,0423 0,0416 0,0365 0,0308


(2)

Lampiran 2. Laju penyerapan kuning telur larva ikan betok (mm

3

/jam) selama 72 jam

Perlakuan Volume rata-rata kuning telur awal (mm3) Volume rata-rata kuning telur akhir (mm3) Laju penyerapan kuning telur selama 72 jam (mm3/jam)

pH 4 0,1257±0,0069 0,0450±0,0013 0,0011210

pH 5 0,1227±0,0017 0,0447±0,0011 0,0010848

pH 6 0,1235±0,0021 0,0320±0,0023 0,0012705

pH 7 0,1218±0,0069 0,0302±0,0006 0,0012708

Lampiran 3. Bukaan mulut (mm) selama 72 jam

perlakuan jam

ke-0 6 12 18 24 3ke-0 36 42 48 54 6ke-0 66 72

akuarium 1 ph 4 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,297 0,417 0,516 0,580 0,608 0,629 0,651 0,665

akuarium 2 ph 4 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,304 0,431 0,502 0,552 0,608 0,622 0,643 0,658

akuarium 3 ph 4 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,304 0,424 0,509 0,559 0,601 0,658 0,665 0,665

akuarium 5 ph 5 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,311 0,431 0,509 0,573 0,615 0,643 0,679 0,679

akuarium 6 ph 5 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,297 0,431 0,516 0,573 0,622 0,651 0,672 0,679

akuarium 7 ph 5 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,304 0,431 0,509 0,566 0,622 0,622 0,672 0,679

akuarium 9 ph 6 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,311 0,502 0,587 0,608 0,636 0,651 0,686 0,707

akuarium 10 ph 6 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,318 0,488 0,608 0,615 0,651 0,658 0,679 0,707

akuarium 11 ph 6 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,311 0,509 0,601 0,622 0,643 0,665 0,686 0,707

akuarium 13 ph 7 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,318 0,509 0,608 0,622 0,658 0,672 0,686 0,721


(3)

Lampiran 4. Hasil perhitungan statistik laju pertumbuhan bobot harian larva ikan

betok (

Anabas testudineus

) dengan menggunakan SPSS 16.0

a. Deskripsi

Ulangan pH 4 pH 5 pH 6 pH 7

1 8,5371 8,6935 9,3109 9,3724

2 9,1518 9,2926 8,9317 9,2987

3 8,405 8,3331 9,4164 9,2865

Rata-rata 8,70a±0,40 8,77a±0,48 9,22a±0,25 9,32a±0,05

Keterangan : huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0,05)

b. ANOVA

SK JK DB KT F Hitung P

Perlakuan 0,879 3 0,293 2,542 0,130

Galat 0,922 8 0,115

Total

1,800 11

Keterangan :

SK : Sumber keragaman

JK : Jumlah kuadrat

DB : Derajat bebas

KT : Kuadrat tengah

P : Peluang (probability)

Kesimpulan : P > 0,05, berarti perlakuan perbedaan pH tidak berpengaruh nyata terhadap laju

pertumbuhan bobot harian larva ikan betok.

Lampiran 5. Hasil perhitungan statistik pertumbuhan panjang larva ikan betok

(

Anabas testudineus

) dengan menggunakan SPSS 16.0

a. Deskripsi

Ulangan pH 4 pH 5 pH 6 pH 7

1 6,35 5,69 7,23 7,55

2 5,27 5,84 6,83 7,40

3 5,65 6,00 6,78 7,63

Rata-rata 5,75a±0,55 5,84a±0,15 6,95b±0,25 7,53b±0,12


(4)

b. ANOVA

SK JK DB KT F hitung P.

Perlakuan 6,737 3 2,246 22,563 0,000

Galat 0,796 8 0,100

Total 7,533 11

c. Uji Tukey

(I) Perlakuan

(J) Perlakuan

Beda nilai tengah (I-J)

Kesalahan baku

P Selang kepercayaan

95% Batas bawah

Batas atas pH 4

pH 5

pH 6

pH 5 -0,08667 0,25758 0,986 -0,9115 0,7382

pH 6 -1,19333* 0,25758 0,007 -2,0182 -0,3685

pH 7 -1,77333* 0,25758 0,001 -2,5982 -0,9485

pH 6 -1,10667* 0,25758 0,011 -1,9315 -0,2818

pH 7 -1,68667* 0,25758 0,001 -2,5115 -0,8618

pH 7 -0,58000 0,25758 0,189 -1,4049 0,2449


(5)

Lampiran 6. Hasil perhitungan statistik kelangsungan hidup larva ikan betok

(

Anabas testudineus

) dengan menggunakan SPSS 16.0

a. Deskripsi

Ulangan pH 4 pH 5 pH 6 pH 7

1 25,8 24,4 31,4 29,6

2 24,8 23,0 29,6 26,0

3 22,0 24,0 30,0 29,8

Rata-rata 24,20a±1,97 23,80a±0,72 30,33b±0,95 28,47b±2,14

Keterangan : Huruf yang tidak sama menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p<0,05)

b. ANOVA

SK JK DB KT F Hitung P

Perlakuan 92,947 3 30,982 12,560 0,002

Galat 19,733 8 2,467

Total 11,.680 11

c. Uji Tukey

(I) perlakuan

(J) perlakuan

Beda nilai tengah (I-J)

Kesalahan baku

P. Selang kepercayaan

95% Batas bawah Batas atas pH 4 pH 5 pH 6

pH 5 0,40000 1,28236 0,989 -3,7066 4,5066

pH 6 -6,13333* 1,28236 0,006 -10,2399 -2,0268

pH 7 -4,26667* 1,28236 0,042 -8,3732 -0,1601

pH 6 -6,53333* 1,28236 0,004 -10,6399 -2,4268

pH 7 -4,66667* 1,28236 0,027 -8,7732 -0,5601

pH 7 1,86667 1,28236 0,503 -2,2399 5,9732


(6)

Lampiran 7. Beberapa kondisi larva selama pemeliharaan

a. Larva sehat

b. Larva luka