Analisis pendapatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu di Desa Pandesari Kecamatan Pujon Kabupaten Malang Jawa Timur
ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU
DI DESA PANDESARI KECAMATAN PUJON
KABUPATEN MALANG JAWA TIMUR
RAHMAH FARAHDITA SOEYATNO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Pendapatan dan
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu di Desa Pandesari Kecamatan
Pujon Kabupaten Malang Jawa Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2013
Rahmah Farahdita Soeyatno
NIM H451110391
RINGKASAN
RAHMAH FARAHDITA SOEYATNO. H451110391. 2013. Analisis Pendapatan
dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu di Desa Pandesari
Kecamatan Pujon Kabupaten Malang, Jawa Timur. Dibimbing oleh RATNA
WINANDI ASMARANTAKA dan SITI JAHROH.
Usaha sapi perah nasional memiliki produktivitas yang rendah dan produksi
yang fkuktiatif. Kondisi ini terjadi pada tahun 2005 sampai 2011. Usaha sapi
perah didominasi lebih dari 90 persen peternakan rakyat skala kecil dengan
pemeliharaan secara tradisional, dan diduga belum efisien. Kondisi ini
menggambarkan bahwa peternak juga dihadapkan pada keterbatasan faktor
produksi, manajemen, dan teknologi pemeliharaan. Pendapatan akan dipengaruhi
oleh biaya penggunaan sumber daya dan manajemen usaha pada proses produksi
suatu barang atau jasa. Kecamatan Pujon merupakan sentra produksi susu di Jawa
Timur yang diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan para peternak
melalui pendapatan dari usaha ternak sapi perah.
Tujuan dari penelitian ini adalah (1) menganalisis manajemen agribisnis
peternakan sapi perah, (2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
produksi susu peternak sapi perah, (3) menganalisis pendapatan usaha ternak sapi
perah. Data primer diperoleh dengan pengamatan langsung di lokasi penelitian
dan wawancara dengan menggunakan kuisioner, sedangkan data sekunder
diperoleh dari dinas dan instansi terkait, literatur, serta hasil penelitian terkait.
Pengumpulan data dilakukan pada bulan September 2012 sampai Januari 2013
dan hasilnya dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif untuk manajemen
agribisnis, analisis pendapatan dengan R/C dan analisis fungsi produksi dengan
Cobb Douglas.
Hasil analisis menunjukkan bahwa manajemen peternakan sapi perah belum
berjalan dengan baik. Hal tersebut dapat dilihat dari kebersihan kandang dan sapi
yang tidak terawat dan keterlambatan penanganan susu yang menyebabkan kadar
lemak susu rendah ( 3 ekor). Sumbangan pendapatan usaha
ternak sapi perah terhadap penerimaan keluarga pada strata I sebesar 35.52 persen
dan strata II sebesar 65.72 persen. Usaha ternak sapi perah dengan tingkat
pemilikan pada strata II lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan tingkat
pemilikan ternak pada strata I. Hal ini dikarenakan skala usaha ternak sapi perah 1
sampai 3 ekor adalah kurang ekonomis dan keuntungan yang didapatkan dari hasil
penjualan susu hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, tidak
dapat digunakan untuk mengembangkan usaha. Skala ekonomis dapat dicapai
dengan kepemilikan 10 sampai 12 ekor sapi per peternak. Oleh karena itu, para
peternak kecil tersebut disarankan untuk bergabung, sehingga dapat mencapai
skala ekonomis (Suherman 2007; Ahmad dan Hermiyetti 2007).
Optimalisasi keuntungan ataupun pendapatan dapat dipelajari dari dua sudut
pandang. Pertama adalah dengan mengoptimalisasi pendapatan melalui
implementasi manajemen usaha pemeliharaan sapi perah yang ekonomis.
Peningkatan pendapatan diharapkan akan mampu meningkatkan kesejahteraan
para peternak dan keluarganya, sehingga mereka berupaya untuk mengembangkan
usaha sapi perah yang nantinya berdampak terhadap peningkatan produksi susu
nasional. Pandangan kedua adalah memberikan suatu perlakuan peningkatan
kemampuan berproduksi susu dari sapi-sapi perah induk yang dipelihara para
peternak yang mengacu kepada peningkatan pendapatan para peternak dan
peningkatan produksi susu nasional. Perlakuan yang dimaksud antara lain adalah
implementasi pakan konsentrat pada sapi-sapi perah yang sedang berproduksi
susu yang berakibat pada peningkatan kemampuan berproduksi susu. Optimalisasi
pendapatan baik melalui implementasi manajemen yang ekonomis, maupun
dengan memberikan suatu perlakuan sebaiknya dilakukan secara simultan agar
12
pendapatan yang akan diperoleh lebih optimal. Pendapatan yang lebih optimal
akan dapat meningkatkan keberdayaan para peternak untuk mengembangkan
usaha pemeliharaan sapi perah mereka yang berdampak terhadap peningkatan
produksi susu. Selain pakan konsentrat, pemberian jerami padi dan rumput gajah
sebagai pakan ternak sapi perah tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap
produksi susu dibandingkan dengan konsentrat. Rata-rata produksi susu adalah
11.11 liter per ekor per hari untuk pemberian rumput gajah dan 10.87 liter per
ekor per hari untuk pemberian jerami padi. Rata-rata pendapatan per ekor per
bulan atas biaya pakan rumput gajah adalah Rp 777 278 dan jerami padi
Rp 795 271. Jumlah rumput gajah dan jerami padi serta konsentrat berpengaruh
nyata terhadap nilai total produk susu yang dihasilkan. Jerami dapat dijadikan
alternatif pakan untuk mengantisipasi kekurangan hijauan pada musim kemarau
dan peternak memiliki pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
menggunakan pakan gajah, namun produksi susu sapi perah lebih optimum jika
menggunakan pakan rumput gajah (Kusnadi dan Juariani 2009; Mariyono dan
Priyanti 2007).
Usaha peternakan sapi perah Kabupaten Bogor memiliki pendapatan yang
lebih tinggi dibandingkan dengan Kabupaten Sukabumi. Usaha peternakan sapi
perah di Kabupaten Bogor dengan rataan produksi susu 10.51 liter per ekor
memberikan pendapatan sebesar Rp 174 464 per bulan, sedangkan usaha
peternakan sapi perah di Kabupaten Sukabumi dengan rataan produksi susu 9.99
liter per ekor akan memberikan pendapatan sebesar Rp 155 518 per bulan.
Perbedaan produksi susu ini berkaitan erat dengan periode laktasi. Sapi perah
pada laktasi ke I cenderung lebih rendah dari setelah laktasi II, dan setelah periode
laktasi IV produksi susu cenderung menurun. Hasil produksi susu bervariasi dari
laktasi I sampai laktasi IV. Peubah-peubah yang berpengaruh positif terhadap
perolehan keuntungan yaitu jumlah ternak betina laktasi dan biaya pakan. Peubah
yang berpengaruh negatif yaitu jumlah anak sapi yang dipelihara dan biaya obatobatan. Biaya pakan berkisar 66 sampai 68 persen dari total biaya produksi yang
merupakan pengeluaran terbesar dari usaha sapi perah. Biaya pakan di wilayah
Sukabumi relatif lebih tinggi diba
MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU
DI DESA PANDESARI KECAMATAN PUJON
KABUPATEN MALANG JAWA TIMUR
RAHMAH FARAHDITA SOEYATNO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Pendapatan dan
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu di Desa Pandesari Kecamatan
Pujon Kabupaten Malang Jawa Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2013
Rahmah Farahdita Soeyatno
NIM H451110391
RINGKASAN
RAHMAH FARAHDITA SOEYATNO. H451110391. 2013. Analisis Pendapatan
dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu di Desa Pandesari
Kecamatan Pujon Kabupaten Malang, Jawa Timur. Dibimbing oleh RATNA
WINANDI ASMARANTAKA dan SITI JAHROH.
Usaha sapi perah nasional memiliki produktivitas yang rendah dan produksi
yang fkuktiatif. Kondisi ini terjadi pada tahun 2005 sampai 2011. Usaha sapi
perah didominasi lebih dari 90 persen peternakan rakyat skala kecil dengan
pemeliharaan secara tradisional, dan diduga belum efisien. Kondisi ini
menggambarkan bahwa peternak juga dihadapkan pada keterbatasan faktor
produksi, manajemen, dan teknologi pemeliharaan. Pendapatan akan dipengaruhi
oleh biaya penggunaan sumber daya dan manajemen usaha pada proses produksi
suatu barang atau jasa. Kecamatan Pujon merupakan sentra produksi susu di Jawa
Timur yang diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan para peternak
melalui pendapatan dari usaha ternak sapi perah.
Tujuan dari penelitian ini adalah (1) menganalisis manajemen agribisnis
peternakan sapi perah, (2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
produksi susu peternak sapi perah, (3) menganalisis pendapatan usaha ternak sapi
perah. Data primer diperoleh dengan pengamatan langsung di lokasi penelitian
dan wawancara dengan menggunakan kuisioner, sedangkan data sekunder
diperoleh dari dinas dan instansi terkait, literatur, serta hasil penelitian terkait.
Pengumpulan data dilakukan pada bulan September 2012 sampai Januari 2013
dan hasilnya dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif untuk manajemen
agribisnis, analisis pendapatan dengan R/C dan analisis fungsi produksi dengan
Cobb Douglas.
Hasil analisis menunjukkan bahwa manajemen peternakan sapi perah belum
berjalan dengan baik. Hal tersebut dapat dilihat dari kebersihan kandang dan sapi
yang tidak terawat dan keterlambatan penanganan susu yang menyebabkan kadar
lemak susu rendah ( 3 ekor). Sumbangan pendapatan usaha
ternak sapi perah terhadap penerimaan keluarga pada strata I sebesar 35.52 persen
dan strata II sebesar 65.72 persen. Usaha ternak sapi perah dengan tingkat
pemilikan pada strata II lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan tingkat
pemilikan ternak pada strata I. Hal ini dikarenakan skala usaha ternak sapi perah 1
sampai 3 ekor adalah kurang ekonomis dan keuntungan yang didapatkan dari hasil
penjualan susu hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, tidak
dapat digunakan untuk mengembangkan usaha. Skala ekonomis dapat dicapai
dengan kepemilikan 10 sampai 12 ekor sapi per peternak. Oleh karena itu, para
peternak kecil tersebut disarankan untuk bergabung, sehingga dapat mencapai
skala ekonomis (Suherman 2007; Ahmad dan Hermiyetti 2007).
Optimalisasi keuntungan ataupun pendapatan dapat dipelajari dari dua sudut
pandang. Pertama adalah dengan mengoptimalisasi pendapatan melalui
implementasi manajemen usaha pemeliharaan sapi perah yang ekonomis.
Peningkatan pendapatan diharapkan akan mampu meningkatkan kesejahteraan
para peternak dan keluarganya, sehingga mereka berupaya untuk mengembangkan
usaha sapi perah yang nantinya berdampak terhadap peningkatan produksi susu
nasional. Pandangan kedua adalah memberikan suatu perlakuan peningkatan
kemampuan berproduksi susu dari sapi-sapi perah induk yang dipelihara para
peternak yang mengacu kepada peningkatan pendapatan para peternak dan
peningkatan produksi susu nasional. Perlakuan yang dimaksud antara lain adalah
implementasi pakan konsentrat pada sapi-sapi perah yang sedang berproduksi
susu yang berakibat pada peningkatan kemampuan berproduksi susu. Optimalisasi
pendapatan baik melalui implementasi manajemen yang ekonomis, maupun
dengan memberikan suatu perlakuan sebaiknya dilakukan secara simultan agar
12
pendapatan yang akan diperoleh lebih optimal. Pendapatan yang lebih optimal
akan dapat meningkatkan keberdayaan para peternak untuk mengembangkan
usaha pemeliharaan sapi perah mereka yang berdampak terhadap peningkatan
produksi susu. Selain pakan konsentrat, pemberian jerami padi dan rumput gajah
sebagai pakan ternak sapi perah tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap
produksi susu dibandingkan dengan konsentrat. Rata-rata produksi susu adalah
11.11 liter per ekor per hari untuk pemberian rumput gajah dan 10.87 liter per
ekor per hari untuk pemberian jerami padi. Rata-rata pendapatan per ekor per
bulan atas biaya pakan rumput gajah adalah Rp 777 278 dan jerami padi
Rp 795 271. Jumlah rumput gajah dan jerami padi serta konsentrat berpengaruh
nyata terhadap nilai total produk susu yang dihasilkan. Jerami dapat dijadikan
alternatif pakan untuk mengantisipasi kekurangan hijauan pada musim kemarau
dan peternak memiliki pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
menggunakan pakan gajah, namun produksi susu sapi perah lebih optimum jika
menggunakan pakan rumput gajah (Kusnadi dan Juariani 2009; Mariyono dan
Priyanti 2007).
Usaha peternakan sapi perah Kabupaten Bogor memiliki pendapatan yang
lebih tinggi dibandingkan dengan Kabupaten Sukabumi. Usaha peternakan sapi
perah di Kabupaten Bogor dengan rataan produksi susu 10.51 liter per ekor
memberikan pendapatan sebesar Rp 174 464 per bulan, sedangkan usaha
peternakan sapi perah di Kabupaten Sukabumi dengan rataan produksi susu 9.99
liter per ekor akan memberikan pendapatan sebesar Rp 155 518 per bulan.
Perbedaan produksi susu ini berkaitan erat dengan periode laktasi. Sapi perah
pada laktasi ke I cenderung lebih rendah dari setelah laktasi II, dan setelah periode
laktasi IV produksi susu cenderung menurun. Hasil produksi susu bervariasi dari
laktasi I sampai laktasi IV. Peubah-peubah yang berpengaruh positif terhadap
perolehan keuntungan yaitu jumlah ternak betina laktasi dan biaya pakan. Peubah
yang berpengaruh negatif yaitu jumlah anak sapi yang dipelihara dan biaya obatobatan. Biaya pakan berkisar 66 sampai 68 persen dari total biaya produksi yang
merupakan pengeluaran terbesar dari usaha sapi perah. Biaya pakan di wilayah
Sukabumi relatif lebih tinggi diba