Analisis Pendapatan Usahatani dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi Hibrida dan Inbrida (Studi Kasus Desa Suru, Kecamatan Doko, Kabupaten Blitar, dan Desa Clumprit, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Malang, Jawa Timur)
ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PRODUKSI PADI HIBRIDA DAN INBRIDA
(Studi Kasus: Desa Suru, Kecamatan Doko, Kabupaten
Blitar, dan Desa Clumprit, Kecamatan Pagelaran,
Kabupaten Malang, Jawa Timur)
GUGAT JELANG ROMADHON
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
(2)
(3)
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pendapatan Usahatani dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi Hibrida dan Inbrida (Studi Kasus Desa Suru, Kecamatan Doko, Kabupaten Blitar, dan Desa Clumprit, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Malang, Jawa Timur) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikuti dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir skirpsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Departemen Pertanian.
Bogor, April 2014
Gugat Jelang Romadhon NIM H44090070
(4)
ABSTRAK
GUGAT JELANG ROMADHON. Analisis Pendapatan Usahatani dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi Hibrida dan Inbrida (Studi Kasus Desa Suru, Kecamatan Doko, Kabupaten Blitar, dan Desa Clumprit, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Malang, Jawa Timur). Dibimbing oleh UJANG SEHABUDIN.
Pangan merupakan suatu kebutuhan dasar yang harus dipenuhi setiap manusia. Salah satu bahan pangan yang menjadi kebutuhan pokok utama bagi penduduk Indonesia adalah beras. Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, kebutuhan terhadap beras meningkat setiap tahunnya. Permintaan beras dalam negeri yang tinggi tidak dapat seluruhnya dipenuhi oleh produksi padi Indonesia. Hal ini membuat pemerintah mengambil kebijakan untuk melakukan impor beras dalam jangka pendek dan inovasi penggunaan benih hibrida untuk meningkatkan produksi padi dalam jangka panjang. Kabupaten Blitar dan Kabupaten Malang termasuk dua wilayah terbesar yang memiliki luas lahan padi hibrida di Jawa Timur. Desa Suru, Kecamatan Doko dan Desa Clumprit, Kecamatan Pagelaran merupakan salah satu tempat di Kabupaten Blitar dan Kabupaten Malang yang ditanami padi hibrida. Tujuan penelitian yang pertama adalah menganalisis keragaan usahatani padi hibrida dan inbrida yang diterapkan oleh petani dengan analisis deskriptif. Tujuan penelitian yang kedua adalah menganalisis pendapatan petani yang menggunakan padi hibrida dan padi inbrida menggunakan metode π = TR-TC dan R/C rasio. Berdasarkan hasil yang diperoleh, pendapatan petani padi hibrida lebih besar dibandingkan padi inbrida. Usahatani padi hibrida dan padi inbrida layak untuk dilakukan karena nilai R/C rasio untuk pendapatan usahatani atas biaya tunai dan biaya total lebih besar dari satu. Tujuan yang ketiga adalah mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi hibrida dan padi inbrida menggunakan analisis regresi linear berganda. Berdasarkan hasil yang diperoleh, faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi adalah benih, pupuk organik, pestisida padat, tenaga kerja, dan perbedaan produksi antara jenis padi hibrida dan inbrida.
Kata kunci: produksi, pendapatan usaha tani, padi hibrida, padi inbrida
(5)
ABSTRACT
GUGAT JELANG ROMADHON. Rice Income Analysis and Factors that Influenced Hybrid and Non-Hybrid Rice Production (Case Study: Suru Village, Doko Sub District, Blitar District and Clumprit Village, Pagelaran Sub District, Malang District). Supervized by UJANG SEHABUDIN.
Food is a one of based necessary that must be completed by human. One of food that being a main necessary for Indonesia people is rice. In a row of total society improvement, necessary of rice will grow every years. Rice demand in Indonesia can not be completed all by a rice production in Indonesia. This problem make a goverment take a policy by making rice import in short term and innovation utilize of hybrid seeds for improving a rice production in long term. Blitar and Malang district were areas which have a wide land of hybrid rice at East Java. Suru Village - Doko sub district and Clumprit village - Pagelaran sub district were have hybrid rice land. First purpose of this research was to analyze the characteristic of hybrid and non-hybrid rice for agricultural business which use by farmers at Suru Village and Clumprit Village with descriptive analysis. Second purpose of this research was to analyze income rate of farmers which use hybrid and non-hybrid rice at Suru Village and Clumprit Village by using π = TR -TCdan R/C ratio method. Based on this research the farmers of hybrid rice get a higher income rather than farmers of non-hybrid rice. The business of hybrid and non-hybrid rice agriculture were suitable to do because R/C ratio of agricultural business based on total cost and cash cost were higher than one. Third purpose of this research was to know about factors that influenced hybrid and non-hybrid of rice production at Suru Village and Clumprit Village by using a linear regression. Based on result, factors that influenced rice production were seeds, organic fertilizer, solid pesticide, labour, and production difference between hybrid rice and non-hybrid rice.
(6)
(7)
(8)
(9)
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI
PADI HIBRIDA DAN INBRIDA
(Studi Kasus: Desa Suru, Kecamatan Doko, Kabupaten
Blitar, dan Desa Clumprit, Kecamatan Pagelaran,
Kabupaten Malang, Jawa Timur)
GUGAT JELANG ROMADHON
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
(10)
(11)
Judul Skripsi : Analisis Pendapatan Usahatani dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi Hibrida dan Inbrida (Studi Kasus Desa Suru, Kecamatan Doko, Kabupaten Blitar, dan Desa Clumprit, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Malang, Jawa Timur)
Nama : Gugat Jelang Romadhon
NIM : H44090070
Disetujui oleh
Ir. Ujang Sehabudin Pembimbing I
Diketahui oleh
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT Ketua Departemen
(12)
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Analisis Pendapatan Usahatani dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi Hibrida dan Inbrida (Studi Kasus Desa Clumprit, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Malang, dan Desa Suru, Kecamatan Doko, Kabupaten Blitar, Jawa Timur).
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan kontribusi serta kerjasama dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada:
1. Ayahanda (Drs. Suyatno Hadi) dan Ibunda (Tien Fatimah SH) tercinta dan kakakku (Indra Pangat Priambodo, SE) tersayang, serta keluarga besar yang telah memberikan kasih sayang, motivasi, dukungan moril dan materil, serta do’a yang terus dipanjatkan demi kelancaran penulisan skripsi ini.
2. Ir. Ujang Sehabudin, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, saran, dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.
3. Ir. I Putu Wardana M.Sc, selaku peneliti dan pembimbing yang telah memberikan arahan, saran, dan masukan serta kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian di Malang dan Blitar.
4. Ir. Nindyantoro, M.SP dan Fitria Dewi Raswatie, S.P, M.Si selaku penguji skripsi
5. Ketua kelompok tani Desa Clumprit (Pak Turut) beserta keluarga, Kepala Desa Suru (Ibu ) beserta keluarga, Sekretaris kelompok tani Desa Suru (Pak Baroji), Ketua PPL Desa Suru dan Desa Clumprit, yang telah memberikan informasi dan bantuan demi kelancaran proses pengambilan data.
6. Seluruh rekan-rekan ESL 46 atas kerjasama, bantuan, semangat, dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis.
7. Seluruh Dosen dan Tenaga Pendidikan Departemen ESL yang telah membantu selama penulis menyelesaikan studi di ESL.
Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalam membantu proses persiapan hingga penyusunan skripsi ini. Semoga kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat.
Bogor, April 2014
(13)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... x
I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 3
1.3 Tujuan Penelitian ... 5
1.4 Ruang Lingkup Penelitian ... 5
II TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1 Padi Hibrida dan Padi Inbrida ... 7
2.2 Sejarah Padi Hibrida di Indonesia ... 10
2.3 Keunggulan dan Kelemahan Padi Hibrida ... 11
2.4 Penelitian Terdahulu ... 12
III KERANGKA PEMIKIRAN ... 15
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 15
3.1.1 Konsep Usahatani ... 15
3.1.2 Analisis Usahatani ... 16
3.1.2.1 Analisis Pendapatan Usahatani ... 16
3.1.2.2 Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/CRatio) ... 17
3.1.3 Fungsi Produksi ... 18
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 22
IV METODE PENELITIAN ... 24
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 24
4.2 Jenis dan Sumber Data ... 24
4.3. Metode Pengambilan Sampel ... 24
4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 25
4.4.1 Analisis Pendapatan ... 26
4.4.2 Analisis Faktor-Faktor Produksi Padi ... 27
4.4.2.1 Pengujian Model ... 31
4.4.3 Uji Beda Dua Sampel Bebas (Independent Samples T Test) ... 34
V GAMBARAN UMUM ... 35
5.1 Wilayah dan Topografi Lokasi Penelitian... 35
5.1.1 Wilayah dan Topografi Desa Clumprit ... 35
5.1.2 Wilayah dan Topografi Desa Suru ... 36
5.2 Karakterisitik Petani Responden ... 38
5.2.1 Umur Petani ... 38
5.2.2 Tingkat Pendidikan Formal ... 38
5.2.3 Pengalaman Usahatani ... 39
(14)
VI HASIL DAN PEMBAHASAN... 41
6.1 Analisis Keragaan Usahatani Padi Hibrida dan Inbrida yang Diterapkan oleh Petani di Desa Suru dan Desa Clumprit ... 41
6.1.1 Budidaya Padi Sawah ... 41
6.1.1.1 Persiapan Lahan ... 41
6.1.1.2 Persemaian ... 42
6.1.1.3 Penanaman ... 42
6.1.1.4 Penyulaman ... 43
6.1.1.5 Pemupukan ... 43
6.1.1.6 Penyiangan ... 43
6.1.1.7 Penyemprotan ... 43
6.1.1.8 Pemanenan ... 44
6.1.2 Penggunaan Input ... 45
6.1.2.1 Lahan ... 45
6.1.2.2 Benih ... 45
6.1.2.3 Pupuk ... 47
6.1.2.4 Pestisida ... 50
6.1.2.5 Tenaga Kerja ... 51
6.2 Struktur Biaya dan Pendapatan Usahatani Padi Hibrida dan Inbrida .. 54
6.3 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi Hibrida dan Padi Inbrida ... 61
6.3.1 Analisis Fungsi Produksi ... 61
6.2.2 Analisis Elastisitas Produksi dan Skala Usaha... 77
6.3 Uji Beda Pendapatan Usahatani Padi Hibrida dan Inbrida ... 83
V11 SIMPULAN DAN SARAN ... 84
7.1 Simpulan ... 84
7.2 Saran ... 84
DAFTAR PUSTAKA ... 86
LAMPIRAN ... 88
(15)
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1 Perbedaan varietas murni (inbrida) dengan hibrida ... 9
2 Kerangka sampel ... 25
3 Matriks tujuan penelitian dan metode pengolahan dan analisis data ... 26
4 Sturuktur biaya usahatani padi hibrida dan inbrida di Desa Clumprit dan Desa Suru ... 26
5 Perhitungan analisis pendapatan padi hibrida dan inbrida ... 27
6 Karakteristik petani responden berdasarkan kelompok umur ... 36
7 Karakteristik petani responden berdasarkan tingkat pendidikan ... 37
8 Karakteristik responden berdasarkan pengalaman usahatani ... 37
9 Karakteristik responden berdasarkan luas lahan sawah ... 38
10 Penggunaan benih padi hibrida dan inbrida ... 44
11 Jumlah rata-rata penggunaan benih hibrida dan inbrida ... 44
12 Penggunaan pupuk pada padi hibrida dan inbrida ... 45
13 Penggunaan pestisida pada padi hibrida dan inbrida ... 46
14 Penggunaan tenaga kerja pada padi hibrida dan inbrida ... 47
15 Struktur biaya usahatani padi hibrida dan padi inbrida per hektar per musim tanam ... 50
16 Biaya usahatani padi hibrida dan padi inbrida per kg output per musim tanam ... 51
17 Pendapatan usahatani padi hibrida dan padi inbrida per hektar per musim tanam dan R/C rasio padi hibrida dan padi inbrida ... 51
18 Hasil pendugaan fungsi produksi padi hibrida ... 53
19 Tabel ANOVA padi hibrida ... 54
20 Data sebaran normal statistik padi hibrida ... 55
21 Pengujian multikolinearitas padi hibrida ... 56
22 Hasil pendugaan fungsi produksi padi inbrida ... 57
23 Tabel ANOVA padi inbrida ... 58
24 Data sebaran normal statistik padi inbrida ... 59
25 Pengujian multikolinearitas padi inbrida ... 60
26 Hasil pendugaan fungsi produksi padi hibrida dan inbrida ... 61
(16)
28 Data sebaran normal statistik padi hibrida dan inbrida ... 63
29 Pengujian multikolinearitas padi inbrida dan padi hibrida ... 64
30 Hasil uji beda pendapatan usahatani padi hibrida dan inbrida ... 78
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman 1 Grafik produksi padi dan impor beras Indonesia 2005-2012 ... 22 Padi hibrida ... 8
3 Padi inbrida ... 9
4 Fungsi produksi ... 20
5 Bagan kerangka pemikiran operasional ... 23
6 Peta wilayah kabupaten Malang ... 34
7 Peta wilayah kabupaten Blitar ... 35
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman 1 Luas lahan sawah dan padi hibrida Jawa Timur tahun 2012 ... 892 Grafik penyebaran nilai-nilai residual terhadap nilai-nilai prediksi padi hibrida ... 90
3 Grafik penyebaran nilai-nilai residual terhadap nilai-nilai prediksi padi inbrida ... 90
4 Grafik penyebaran nilai-nilai residual terhadap nilai-nilai prediksi padi hibrida dan inbrida ... 91
5 Grafik penyebaran nilai-nilai residual terhadap nilai-nilai prediksi padi hibrida dan inbrida berdasarkan luas lahan ... 91
6 Hasil analisis regresi linear dengan Minitab 14 ... 91
7 Hasil olahan data uji beda pendapatan total, usahatani padi hibrida, dan usahatani padi inbrida ... 98
(17)
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pangan merupakan suatu kebutuhan dasar yang harus dipenuhi setiap manusia. Pangan menjadi sumber kalori terpenting yang berfungsi sebagai faktor penggerak dalam berbagai aktivitas manusia. Salah satu bahan pangan yang menjadi kebutuhan pokok utama bagi penduduk Indonesia adalah beras. Indonesia merupakan negara agraris yang didukung oleh sumberdaya alam yang melimpah dengan lahan yang subur. Hal ini didukung oleh karakterisitik negara agraris yang memiliki sumberdaya alam dengan lahan yang subur. Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, kebutuhan terhadap beras meningkat setiap tahunnya.
Penduduk Indonesia yang mencapai 250 juta penduduk membutuhkan konsumsi beras sebesar 139.15 kg/kapita/tahun (Kementerian Pertanian 2012). Sekitar 50% sumber kalori masyarakat Indonesia dihasilkan dari konsumsi beras. Hal ini karena masyarakat Indonesia lebih menyukai beras untuk memenuhi kebutuhan kalori sehari-hari. Konsumsi beras yang tinggi juga merupakan penyebab utama tingginya prevalensi penyakit diabetes di Indonesia. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, Indonesia menduduki peringkat keempat sebagai negara dengan prevelensi diabetes tertinggi di dunia1.
Kebutuhan konsumsi beras Indonesia yang besar ditunjang oleh sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia. Sumberdaya alam yang melimpah seperti banyaknya debit air, lahan dengan tanah subur, dan lain sebagainya mendorong Indonesia bertransformasi menjadi negara agraris. Pemerintah juga berperan aktif dalam pembangunan pertanian Indonesia. Dari aspek sumberdaya manusia, keadaan jumlah penduduk yang besar dan sangat dekat dengan budaya bertani mendorong sebagian penduduk memilih bermata pencaharian sebagai petani.
Pemerintah juga turut berperan aktif dalam pembangunan pertanian Indonesia. Berbagai kebijakan pertanian seperti subsidi pupuk dan pemberian
1
http://www.suaramerdeka.com/v2/index.php/read/cetak/2012/02/01/175660/Mengurangi-Konsumsi-Beras diakses pada tanggal 3 Juli 2013.
(18)
bantuan benih serta modal kepada petani dilakukan pemerintah dalam rangka meningkatkan produksi padi Indonesia.
Sumber: Badan Pusat Statistik (2013) dan Kementrian Perdagangan (2013), diolah
Gambar 1 Grafik Produksi, Konsumsi Padi, dan Impor Beras Indonesia 2005-2012
Berdasarkan Gambar 1, produksi padi Indonesia belum dapat memenuhi kebutuhan konsumsi beras Indonesia sehingga diperlukan impor untuk mengatasi kekurangan tersebut. Menurut IRRI (2011), Indonesia mengimpor 17.6% beras dunia, dibawah Filipina dan Nigeria dengan jumlah impor beras sebesar 1.57 juta ton atau senilai 7.04 triliun pada Juli 20022.
Kebijakan impor beras memberikan manfaat seperti mencukupi kekurangan pasokan beras untuk kebutuhan dalam negeri, akan tetapi kebijakan tersebut memberikan pengaruh yang kurang baik. Surono (2001) menyatakan terdapat dua efek besar yang ditimbulkan dari arus beras impor, yaitu:
1. Harga beras dalam negeri akan mengalami tekanan karena menyesuaikan dengan harga beras dunia, meskipun telah ditetapkan tarif impor. Sebagai ilustrasi, harga beras dunia pada Bulan April tahun 2001 sekitar US$ 150/MT (Metric Ton). Dengan kurs sekitar Rp 10 000/US$ dan tarif impor sebesar Rp 430/kg maka harga beras impor di pasar grosir adalah sekitar Rp 1 930/kg. Harga tersebut masih 20% di bawah harga beli Bulog.
2
http://www.bisnis-jabar.com/index.php/berita/bps-perbarui-data-konsumsi-beras diakses pada tanggal 3 Juli 2013
(19)
2. Aktivitas perdagangan beras antar daerah dan antar waktu menurun karena sumber suplainya lebih terbuka. Pedagang dapat memilih sumber beras yang lebih menguntungkan yaitu dari impor atau domestik. Daerah tidak harus melakukan penumpukan stok secara berlebihan karena beras setiap saat mudah diperoleh. Berkurangnya aktifitas perdagangan beras antardaerah tersebut dapat menekan harga di daerah produsen karena surplus hasil produksi sulit dipasarkan.
Guna mengurangi ketergantungan impor, produksi padi Indonesia harus ditingkatkan dengan berbagai inovasi untuk meningkatkan produksi pangan dalam rangka pengembangan sektor pertanian. Inovasi yang dilakukan pemerintah adalah dengan melakukan kebijakan bantuan benih padi hibrida. Padi hibrida merupakan hasil persilangan antara dua varietas padi yang berbeda dan memiliki karakteristik padi sawah. Padi hibrida mampu meningkatkan hasil sebesar 10-20% atau sekitar 1.0-1.5 ton/hektar lebih tinggi dibanding padi inbrida seperti jenis padi IR64 (Suwarno et al. 2002).
Peningkatan hasil padi hibrida dapat meningkatkan penerimaan usahatani, namun karakteristik padi hibrida yang rentan terhadap hama dan penyakit serta membutuhkan input yang besar, membuat padi hibrida kurang diminati oleh petani sebagai pertimbangan menanam padi pada lahan sawahnya. Selain itu, faktor lain yang membuat padi hibrida kurang diminati adalah bantuan benih hibrida yang masih relatif sedikit, stok ketersediaan benih padi hibrida tidak merata sehingga sulit untuk memperoleh benih tersebut, serta harga jual benih yang mahal mencapai Rp 50 000/kg.
1.2 Perumusan Masalah
Peningkatan jumlah penduduk berimplikasi terhadap peningkatan kebutuhan pangan. Berdasarkan teori Malthus, jumlah penduduk meningkat secara geometris (deret ukur), sedangkan pangan meningkat secara arismatik (deret hitung). Malthus menjelaskan pertumbuhan penduduk lebih cepat dibandingkan pertumbuhan produksi pangan. Hal ini mengancam kehidupan manusia karena ketidakmampuan pangan menyediakan pasokan yang cukup seiring dengan pesatnya pertumbuhan penduduk.
(20)
Suatu negara yang mengalami kekurangan pangan akan melakukan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan pangan negaranya tersebut seperti mengimpor beras dan melakukan inovasi pertanian untuk meningkatkan produksi pangan. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bercocok tanam, namun Indonesia termasuk negara pengimpor beras dalam jumlah yang besar. Hal tersebut menjadi dilematis karena Indonesia tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri sendiri. Kebijakan impor beras dalam jangka pendek bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan pangan suatu negara, namun dalam jangka panjang suatu negara akan menjadi ketergantungan impor dan memiliki dampak negatif. Impor beras diduga akan membuat petani rugi karena harga beras dalam negeri menjadi turun. Penurunan harga dikhawatirkan membuat petani menghentikan produksi beras dan mengalihkan sumber daya yang dimilikinya untuk memproduksi komoditas lain. Impor beras yang terlalu besar dalam jangka panjang akan membuat potensi produksi beras nasional terus menurun dan mengancam ketahanan pangan nasional (Mulyana 1998)
Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai cara untuk meningkatkan produksi beras dalam negeri seperti memberi bantuan kepada petani berupa bantuan pupuk, pestisida, dan benih serta inovasi pengembangkan bibit unggul yang memiliki produktivitas tinggi. Padi hibrida merupakan salah satu hasil inovasi pertanian dalam upaya meningkatkan hasil produksi padi. Padi hibrida memiliki prospek yang baik untuk meningkatkan produksi padi karena memiliki potensi hasil 10-20% lebih besar dibandingkan padi inbrida.
Provinsi Jawa Timur termasuk salah satu daerah sentra produksi padi terbesar di Indonesia setelah Provinsi Jawa Barat. Penggunaan padi hibrida di Jawa Timur ini masih relatif rendah karena sebagian besar petani mengkhawatirkan akan terjadinya gagal panen akibat serangan hama dan penyakit, stok ketersediaan benih padi hibrida tidak merata sehingga sulit memperoleh benih tersebut, serta harga jual benih padi yang relatif mahal. Kabupaten Blitar dan Kabupaten Malang termasuk tiga wilayah terbesar yang memiliki luas lahan padi hibrida di Jawa Timur yang dapat dilihat pada Lampiran 1. Desa Suru, Kecamatan Doko dan Desa Clumprit, Kecamatan Pagelaran merupakan tempat di Kabupaten Blitar dan Kabupaten Malang yang ditanami padi
(21)
hibrida. Petani di daerah tersebut dalam skala kecil sudah mulai menggunakan padi varietas hibrida.
Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana keragaan usahatani padi hibrida dan inbrida?
2. Bagaimana struktur biaya dan pendapatan petani yang bercocok tanam menggunakan padi hibrida dan padi inbrida?
3. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi hibrida dan padi inbrida?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis keragaan usahatani padi hibrida dan inbrida yang diterapkan oleh petani;
2. Menganalisis struktur biaya dan pendapatan petani yang menggunakan padi hibrida dan padi inbrida;
3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi hibrida dan padi inbrida.
1.4 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi hibrida dan inbrida dan menganalisis tingkat pendapatan petani yang menggunakan padi hibrida dan padi inbrida di Desa Suru dan Desa Clumprit. Penelitian ini memiliki batasan atau ruang lingkup yaitu sebagai berikut:
1. Lokasi penelitian di Desa Suru, Kecamatan Doko, Kabupaten Blitar, dan Desa Clumpit, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur.
2. Responden dalam penelitian ini adalah petani pemilik lahan yang tergabung dalam kelompok tani dan menanam padi hibrida dan inbrida. 3. Penelitian ini hanya menghitung satu musim tanam yaitu pada bulan
(22)
4. Aspek yang dikaji adalah faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi hibrida dan inbrida, struktur biaya, penerimaan, dan pendapatan usahatani padi hibrida dan inbrida.
5. Penelitian ini tidak membahas pengaruh kesuburan lahan, kemiringan lahan, ketinggian daerah, iklim, dan faktor lingkungan lainnya serta aspek teknis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan pendapatan usahatani.
6. Penelitian ini tidak membahas pengolahan hasil panen dan jalur pemasaran hasil penjualan padi hibrida dan inbrida.
(23)
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Padi Hibrida dan Padi Inbrida
Padi hibrida adalah keturunan pertama dari suatu persilangan antara induk-induk yang berbeda secara genetik tetapi masih dalam spesies tanaman yang sama (Pingali et al. 1998). Hal tersebut berarti keturunan generasi pertama hasil persilangan antara induk-induk yang memiliki keadaan genetik berbeda pada tanaman padi. Suwarno et al. (2002) menjelaskan mengenai tanaman hibrida pada padi, yaitu turunan pertama (F1) dari persilangan antara dua galur murni. Varietas padi hibrida yang akan dikembangkan merupakan generasi turunan pertama (F1) hasil persilangan antara galur mandul jantan (A) dengan galur restorer (R).
Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2007), varietas hibrida mampu berproduksi lebih tinggi dibandingkan varietas inbrida karena adanya pengaruh heterosis yaitu kecenderungan turunan pertama (F1) untuk tampil lebih unggul dibandingkan dua tetuanya. Heterosis tersebut dapat muncul pada semua sifat tanaman dan untuk padi hibrida diharapkan dapat muncul terutama pada sifat potensi hasil. Fenomena heterosis ini telah lama dimanfaatkan untuk pembentukan varietas jagung hibrida dan sejak awal tahun 1970 mulai dicoba diterapkan pada tanaman padi, untuk menjawab tantangan bahwa tidak ditemukan heterosis pada kelompok tanaman menyerbuk sendiri. Pada tanaman jagung, bunga jantan dan bunga betina letaknya terpisah, sehingga untuk membuat tetua betina (female row atau seed row) cukup dengan membuang bunga jantan (detaselling) sebelum tepungsari masak dan tersebar. Pada tanaman padi, karena bunganya sempurna (organ jantan dan betina terletak pada satu bunga yang sama), maka organ jantan pada bunga tetua betina harus dibuat mandul dengan memasukan gen Cytoplasmic-Genetic Male Sterility (CMS) sehingga memudahkan untuk menghasilkan benih F1 hibrida dalam jumlah banyak tanpa harus melakukan pembuangan bunga jantan (emaskulasi).
Penggunaan gen CMS ini mengharuskan perakitan varietas padi hibrida menggunakan tiga galur, yang terdiri dari:
(24)
1. Galur mandul jantan (GMJ) atau CMS (galur A), yaitu varietas padi tanpa serbuksari yang hidup dan berfungsi sebagai tetua betina serta menerima serbuksari dari tetua jantan untuk menghasilkan benih hibrida.
2. Galur pelestari atau maintainer (galur B), yaitu varietas yang berfungsi memperbanyak atau melestarikan keberadaan GMJ.
3. Tetua jantan (restorer), varietas padi yang berfungsi sebagai pemulih kesuburan atau fungsi reproduksi untuk menyediakan serbuksari bagi tetua betina.
Perakitan varietas padi hibrida dengan menggunakan metode tiga galur memiliki kelemahan yaitu produksi benihnya rumit dan tidak setiap varietas dapat dijadikan sebagai tetua untuk membentuk varietas padi hibrida, hanya varietas yang tergolong pemulih kesuburan saja yang dapat dijadikan sebagai tetua jantannya. Hasil produksi padi hibrida yang terbaik dapat diperoleh dengan cara setiap kali menanam padi hibrida harus menggunakan benih baru dan tidak menggunakan hasil panen padi hibrida sebagai benih untuk ditanam kembali. Secara teori, hasil padi hibrida terjadi pemisahan atau segregasi menjadi 25% mandul jantan dan 75% fertil sehingga bila ditanam kembali hasilnya akan lebih rendah. Contoh padi varietas hibrida di Indonesia antara lain Sembada B9, Sembada 168, Intani I dan II, dan Bernas yang dapat dilihat pada Gambar 2.
(25)
Padi inbrida merupakan semua jenis padi selain padi hibrida. Julfiquar (2004) memberikan definisi dari inbrida (inbred) sebagai individu yang memiliki hasil dari penjodohan induk-induk yang sangat erat (sejenis) atau hasil penyerbukan sendiri. Contoh padi varietas inbrida di Indonesia antara lain Ciherang, IR64, Cibogo, Mikongga, dan Situbagendit yang dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Padi Inbrida
Perbedaan padi varietas hibrida dan inbrida menurut Satoto et al. (2009) dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Perbedaan varietas murni (inbrida) dengan hibrida
Varietas Hibrida Varietas Murni (Inbrida)
Komposisi genetik heterozigot homogen
Produksi benih dihasilkan dari persilangan dua galur yang berbeda
Benih yang digunakan untuk pertanaman konsumsi berupa benih F1
Ada keunggulan yang disebabkan oleh fenomena heterosis
Tanaman lebih seragam (homogenus)
Hasil panen dari pertanaman sebelumnya jika ditanam lagi akan bersegregasi
Komposisi genetik homozigot homogen
Produksi benih dihasilkan dari penyerbukan sendiri
Benih yang digunakan berupa benih turunan generasi lanjut yang sudah homozigot dan homogeny (>F12)
Tidak terdapat fenomena heterosis
Ketidakseragaman lebih mungkin terjadi (akibat produksi benih yang kurang baik)
Hasil panen dari pertanaman sebelumnya jika ditanam lagi tidak bersegregasi
(26)
2.2 Sejarah Padi Hibrida di Indonesia
Menurut Badan penelitian dan Pengembangan Pertanian (2007), padi hibrida dirakit pertama kali di Cina pada tahun 1974 dan digunakan secara komersial sejak 1976, dengan melepas varietas yang memiki nama Nam You 2 dan Nam You 3. Di Indonesia penelitian padi hibrida telah dilakukan sejak 1983 yang dimulai dengan pengujian keragaan GMJ dan hibrida hasil introduksi. Selnjutnya, sejak tahun 1998 penelitian pemuliaan padi hibrida di Indonesia lebih diintensifkan dengan menguji bahan pemuliaan introduksi yang disertai pula dengan perakitan berbagai kombinasi hibrida sendiri.
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) telah menghasilkan 6 varietas padi hibrida yaitu Maro dan Rokan yang dilepas pada tahun 2002, Hipa3 dan Hipa4 dilepas pada tahun 2004, serta Hipa5 Ceva dan Hipa6 Jete yang dilepas pada tahun 2007. Varietas-varietas padi hibrida tersebut mempunyai tingkat heterosis 15-20% lebih tinggi dibanding varietas IR64. Namun, varietas-varietas padi hibrida tersebut masih mempunyai kelemahan yakni rentan terhadap serangan penyakit, pada padi Maro dan Rokan rentan terhadap wereng coklat (WBC), hawar daun bakteri (HDB), dan tungro sehingga daerah penyebarannya terbatas. Sementara Hipa3 dan Hipa4 memiliki karakteristik agak rentan terhadap WBC, HDB, dan tungro, serta Hipa5 Ceva tahan terhadap WBC, agak tahan terhadap HDB IV dan VIII, dan Hipa6 Jete agak rentan terhadap WBC, HDB, maupun tungro. Di samping itu juga telah dihasilkan beberapa hasil antara seperti calon GMJ dan galur pelestarinya, sejumlah galur pemulih kesuburan baru, dan populasi generasi lanjut hasil perbaikan galur pemulih kesuburan dan pelestari. Setidaknya ada tujuh calon GMJ baru dengan keunggulannya masing-masing termasuk satu diantaranya yang merupakan galur padi tipe baru (PTB), empat galur pemulih kesuburan yang juga termasuk galur-galur PTB, dan sejumlah kombinasi hibrida harapan yang sudah berada dalam tahap uji daya hasil lanjutan.
Penelitian mengenai perakitan varietas padi hibrida dilakukan untuk mendapatkan hasil yang diharapkan seperti tahan terhadap kondisi lingkungan Indonesia dan memiliki nilai heterosis daya hasil 20-25% lebih tinggi dibanding varietas padi inbrida terbaik. Sesuai dengan ketersediaan plasma nutfah
(27)
pembentuk padi hibrida, maka strategi dalam perakitan varietas padi hibrida secara bertahap adalah sebagai berikut:
1. Mengevaluasi dan menyeleksi hibrida introduksi untuk menghasilkan varietas padi hibrida introduksi.
2. Mengidentifikasi galur pemulih kesuburan dari program pemuliaan padi nasional yang sesuai bagi GMJ introduksi. Hasil yang diharapkan adalah varietas padi hibrida yang dibentuk dari hasil persilangan antara GMJ introduksi dan galur pemulih kesuburan hasil pemuliaan di Indonesia.
3. Membuat GMJ dan galur pemulih kesuburan dengan memanfaatkan bagi plasma nuftah yang tersedia dalam pemuliaan nasional. Hasil yang diharapkan adalah varietas padi hibrida yang dibentuk dari hasil persilangan antara GMJ dengan galur pemulih kesuburan yang dihasilkan dari program pemuliaan nasional, sehingga diharapkan lebih adaptif terhadap kondisi lingkungan tumbuh di Indonesia.
4. Membuat varietas padi hibrida dengan materi pemuliaan PTB. Hasil yang diharapkan adalah varietas padi tipe baru hibrida, dengan potensi hasil 15-20% lebih tinggi dari varietas unggul tipe baru (VUTB) seperti varietas IR64.
5. Penerapan bioteknologi untuk mempercepat dan meningkatkan efisiensi proses pemuliaan padi hibrida.
2.3 Keunggulan dan Kelemahan Padi Hibrida
Saat ini di Indonesia terdapat sebanyak 31 varietas padi hibrida, sebagian diantaranya dirakit oleh BB Padi seperti Maro, Rokan, Hipa3, Hipa4, Hipa5 Ceva, dan Hipa6 Jete. Pengembangan padi hibrida yang rentan terhadap serangan penyakit terus dilakukan. Berikut merupakan keunggulan dan kelemahan padi hibrida.
Keunggulan padi hibrida:
1. Hasil yang lebih tinggi daripada hasil padi unggul inbrida
(28)
3. Keunggulan dari aspek fisiologi, seperti aktivitas perakaran yang lebih luas, area fotosintesis yang lebih luas, intensitas respirasi yang lebih rendah, dan translokasi asimilat yang lebih tinggi
4. Keunggulan pada beberapa karakteristik morfologi seperti sistem perakaran lebih kuat, anakan lebih banyak, jumlah gabah per malai lebih banyak, dan bobot 1 000 butir gabah isi yang lebih tinggi
Kelemahan padi hibrida:
1. Produksi benih rumit yang dilakukan oleh Departemen Pertanian dan petani penangkar benih.
2. Harga benih yang mahal karena sulitnya memproduksi benih hibrida di Indonesia sehingga mayoritas benih hibrida diimpor langsung dari Cina 3. Petani harus membeli benih baru setiap tanam karena benih hasil panen
sebelumnya tidak baik untuk pertanaman berikutnya
4. Tidak setiap galur atau varietas dapat dijadikan sebagai tetua padi hibrida. Untuk tetua jantannya hanya terbatas pada galur atau varietas yang mempunyai gen Rf atau yang termasuk restorer saja
5. Memerlukan areal penanaman dengan syarat tumbuh tertentu
2.4 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu dilakukan oleh Februariani (2011) yang berjudul Pengaruh Penerapan Metode SRI dan Metode Konvensional Terhadap Pendapatan Usahatani Padi di Kabupaten Bogor. Tujuan dari penelitian ini yaitu membandingkan usahatani padi dengan menggunakan metode SRI dan metode konvensional dari segi pendapatan petani menggunakan model Cobb Douglas. Pada penelitian ini ditemukan bahwa baik metode SRI maupun metode konvensional produksi usahatani belum optimal yang ditandai dengan elastisitas produksi SRI sebesar 1.608 dan konvensional sebesar 1.857. Kedua metode ini termasuk ke dalam kurva fungsi produksi di daerah lebih dari satu yaitu dearah irrasional yang merupakan increasing return to scale.
Total pendapatan usahatani padi metode SRI sebesar Rp 2 264 709 sedangakan usahatani metode konvensional sebesar Rp 2 039 816, R/C rasio atas total biaya dari kedua metode ini sebesar 1.99 dan 2.20. Nilai tersebut dapat
(29)
diartikan satu rupiah yang digunakan untuk kegitan usahatani padi SRI akan memberikan penerimaan sebesar 1.99 rupiah. Begitu pula dengan metode konvensional dapat diartikan setiap satu rupiah yang digunakan untuk kegitan usahatani padi metode konvensional akan memberikan penerimaan sebesar 2.20 rupiah.
Penelitian mengenai Analisis Pendapatan Usahatani Padi dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Petani untuk Menanam Padi Hibrida (Studi Kasus Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat) yang dilakukan oleh Basuki (2008). Tujuan dari penelitian ini yaitu menganalisis pendapatan usahatani padi hibrida dan inbrida. Usahatani padi hibrida yang dilakukan petani Kecamatan Cibuaya menunjukan keuntungan yang lebih kecil dibanding usahatani padi inbrida yaitu Rp 6 152 080 dan Rp 4 384 536. R/C usahatani padi inbrida lebih besar dibandingkan padi hibrida. Hal ini menunjukan usahatani padi inbrida lebih efisien dibanding usahatani padi hibrida. R/C atas biaya yang dibayarkan pada usahatani padi inbrida adalah 2.10 dan R/C atas biaya yang dibayarkan pada usahatani padi hibrida adalah 1.62.
Penelitian yang dilakukan oleh Damayanti (2007) mengenai Analisis Pendapatan dan Efisiensi Produksi Usahatani Padi Sawah (Kasus di Desa Purwoadi, Kecamatan Trimurjo, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung). Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pendapatan dan efisiensi usahatani. Rata-rata produksi padi sawa per hektar sebesar 6 492.12 kg dalam bentuk gabah kering panen (GKP) dengan harga jual sebesar Rp 1 300/kg, sehingga total penerimaan yang diperoleh petani per musim tanam adalah sebesar Rp 8 439 756/hektar. Total biaya usahatani padi sawah yang dikeluarkan petani di Desa Purwoadi untuk satu musim tanam adalah sebesar Rp 2 914 072. Pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 5 525 684/hektar, pendapatan atas biaya total sebesar Rp 3 596 309/hektar, dan pendapatan tunai yang diperoleh adalah sebesar Rp 2 876 596/hektar.
Pengujian uji-F terhadap data yang dikumpulkan diperoleh nilai F-hitung sebesar 15.52, dimana nilai tersebut nyata pada tingkat kepercayaan 99%. Hal ini menunjukan bahwa secara bersama-sama faktor-faktor produksi yang digunakan berkaitan atau berkorelasi terhadap produksi padi sawah. Pengujian uji-t terlihat
(30)
bahwa faktor produksi: luas lahan, benih, pupuk urea, tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi padi sawah, sedangkan pupuk SP-36, pupuk KCL, pupuk ZA, serta pestisida tidak berpengaruh nyata terhadap padi sawah. Nilai koefisien determinasi untuk pendugaan (R2-adjusted) didapat sebesar 73.9% yang berarti 73.9% dari variabel produksi dapat dijelaskan oleh variabel di dalam model yaitu luas lahan, benih, pupuk urea, SP-36, KCL, ZA, pestisida, dan tenaga kerja, sedangkan 26.1% dipengaruhi oleh faktor lain diluar model.
Penggunaan faktor-faktor produksi usahtani padi di Desa Purwoadi belum mencapai kondisi efisien dan optimal karena rasio antara NPM dan BKM untuk setiap faktor produksi tidak sama dengan satu. Nilai kombinasi optimal dari penggunaan faktor produksi luas lahan sebesar 1.38 hektar, pupuk urea sebesar 345 kg, pupuk SP-36 sebesar 207 kg, pupuk ZA sebesar 138 kg, pestisida sebesar 2 175.97 mililiter, dan tenaga kerja sebesar 169.16 HOK.
2.5 Keterbaruan (Novelty) dari Penelitian
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah objek dan lokasi penelitian. Objek pada penelitian ini adalah padi hibrida dan padi inbrida. Padi hibrida merupakan padi persilangan antara induk-induk yang berbeda secara genetik tetapi masih dalam spesies tanaman yang sama sedangkan padi inbrida merupakan individu yang memiliki hasil dari penjodohan induk-induk yang sangat erat (sejenis) atau hasil penyerbukan sendiri. Potensi hasil padi hibrida lebih besar dibandingkan padi inbrida. Lokasi penelitian ini adalah Desa Clumprit, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Malang, dan Desa Suru, Kecamatan Doko, Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah dengan luasan padi hibrida terbesar di Indonesia, sehingga menarik untuk melihat karakteristik padi hibrida dan inbrida, membandingkan pendapatan petani an tara petani yang menanam padi hibrida dengan petani yang menanam padi inbrida, dan melihat faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi hibrida dan inbrida.
(31)
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani
Menurut Rahim dan Hastuti (2007), usahatani adalah ilmu yang mempelajari tentang cara petani mengelola input atau faktor-faktor produksi dengan efektif, efisien, dan kontinu untuk menghasilkan produksi yang tinggi sehingga pendapatan usahataninya meningkat. Menurut Shinta (2011), ilmu usahatani adalah ilmu terapan yang membahas atau mempelajari bagaimana menggunakan sumberdaya (lahan, tenaga kerja, modal, dan manajemen) secara efisien dan efektif pada suatu usaha pertanian agar diperolah hasil maksimal.
Menurut Soekartawi (2002), ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari tentang cara seseorang mengalokasikan suatu sumberdaya secara efektif dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Usahatani dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki dengan sebaik-baiknya dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya mampu menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input). Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi pertanian adalah sebagai berikut:
1. Lahan Pertanian
Lahan pertanian merupakan komponen utama penentu faktor produksi dari suatu komoditas pertanian. Luas lahan pertanian yang digunakan mempengaruhi skala usaha dari usahatani. Secara umum, semakin luas lahan yang digarap, semakin besar jumlah produksi yang dihasilkan oleh lahan tersebut. Kesuburan lahan merupakan faktor lain yang mempengaruhi jumlah produksi yang dihasilkan oleh lahan tersebut. Semakin tinggi kesuburan lahan, semakin banyak hasil produksi yang didapatkan.
2. Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan faktor penggerak dalam produksi dan penting diperhitungkan dalam usahatani. Ketersediaan jumlah tenaga kerja harus sesuai lahan pertanian yang ingin digarap. Disamping itu, kualitas tenaga kerja yang baik
(32)
diperlukan dalam mengoperasikan teknologi pertanian untuk menghasilkan jumlah komoditas yang maksimal.
3. Modal
Kegiatan proses produksi pertanian membutuhkan modal. Modal dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu modal tetap (fixed cost) dan modal tidak tetap (variabel cost). Modal tetap adalah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi yang memiliki sifat tidak habis dalam satu kali proses produksi. Berbagai contoh modal tetap seperti tanah, bangunan, dan mesin.
Modal tidak tetap didefinisikan sebagai biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi yang memiliki sifat habis dalam satu kali proses produksi, misalnya biaya produksi untuk membeli benih, pupuk, obat-obatan, dan upah tenaga kerja.
4. Manajemen
Peranan manajemen dalam usahatani modern merupakan hal yang penting dan strategis. Peranan manajemen mencakup perencanaan, pengorganisasian, dan pelaksanaan serta evaluasi pada proses produksi. Manajemen ini melibatkan sejumlah tenaga kerja dalam pengelolaan proses produksi dan dipengaruhi oleh berbagai aspek lain, yaitu tingkat pendidikan, tingkat keterampilan, skala usaha, besar kecilnya kredit, dan macam komoditas.
3.1.2 Analisis Usahatani
3.1.2.1 Analisis Pendapatan Usahatani
Menurut Nicholson (1995), pendapatan disebut juga sebagai laba. Laba adalah selisih antara penerimaan dan biaya. Penerimaan usahatani merupakan perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual dan dapat dilakukan perhitungan dengan cara sebagai berikut:
TR = Y . Py ……… (1) Keterangan : TR = Total penerimaan
Y = Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani Py = Harga Y
Biaya usahatani merupakan pengorbanan yang dilakukan oleh produsen (petani, nelayan, dan peternak) dalam mengelola usahanya dalam mendapatkan hasil yang maksimal (Rahim dan Hastuti 2007). Biaya dalam usahatani dapat
(33)
dibedakan menjadi dua macam yaitu biaya tunai dan biaya non tunai/ biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai merupakan pengeluaran tunai yang dikeluarkan oleh petani. Biaya non tunai merupakan pengeluaran yang secara tidak tunai dikeluarkan oleh petani seperti contoh biaya sewa traktor dan pajak lahan sawah.
Secara umum biaya digolongkan menjadi dua jenis, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variabel cost). Biaya tetap didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Salah satu contoh dari biaya tetap adalah pajak. Biaya untuk pajak akan tetap dibayarkan dengan jumlah yang tidak akan berubah walaupun hasil dari usahatani tersebut melimpah ataupun gagal panen. Biaya tidak tetap merupakan biaya yang besar-kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Produksi yang diperoleh biasanya berkaitan langsung dengan penggunaan faktor produksi yang digunakan. Sebagai contoh biaya untuk sarana produksi. Biaya total merupakan penjumlahan antara biaya tetap dan biaya variabel. Cara menghitung biaya total adalah sebagai berikut:
TC = FC + VC , dengan VC = Px . X, sehingga
TC = FC + Px . X ……… (2)
Keterangan : TC = Biaya total FC = Biaya tetap VC = Biaya tidak tetap Px = Harga input
X = Jumlah input yang digunakan
Pendapatan usahatani dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
π
= TR – TC……….... (3) Keterangan:π
= Pendapatan usahatani atau labaTR = Penerimaan usahatani TC = Pengeluaran usahatani
3.1.2.2 Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio)
Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C Ratio) merupakan perbandingan (ratio atau nisbah) antara penerimaan (revenue) dan biaya (cost). R/C ratio diguanakan untuk mengukur tingkat kelayakan dari suatu usahatani
(34)
yang didasarkan pada perhitungan secara finansial. Semakin besar nilai R/C ratio maka menunjukan semakin besar penerimaan usahatani yang diterima dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Pengukuran R/C ratio memiliki tiga kategori dalam menentukan layak atau tidaknya suatu kegiatan usahatani, antara lain:
- R/C ratio >1, artinya setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biaya dan kegiatan usahatani tersebut termasuk kategori layak secara finansial.
- R/C ratio <1, artinya setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih kecil daripada tambahan biaya dan kegiatan usahatani tersebut termasuk kategori tidak layak secara finansial.
- R/C ratio =1, artinya setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang sama besar atau perbandingan antara penerimaan dan pengeluaran seimbang dan kegiatan usahatani tersebut berada pada keuntungan normal.
3.1.3 Fungsi Produksi
Menurut Soekartawi (2003), fungsi produksi adalah hubungan antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan biasanya berupa input. Secara matematis, hubungan ini dapat ditulis sebagai berikut:
Y = f (X1, X2, X3,…,Xn)………. (4) Persamaan diatas menyatakan bahwa output (Y) dipengaruhi oleh sejumlah n input. Variabel Y merupakan output produksi dan variabel X merupakan input produksi, sehingga semua variabel X (input) akan mempengaruhi variabel Y (output) seperti luas lahan, tenaga kerja, dan benih.
Fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan fungsi produksi yang dikenalkan oleh Cobb, C.W. dan Douglas, P. H. pada 1928 melalui artikelnya yang berjudul “A Theory of Production”. Fungsi produksi Cobb-Douglas banyak dikembangkan oleh peneliti menjadi berbagai modifikasi fungsi yang tidak terbatas fungsi produksi saja seperti fungsi biaya Cobb-Douglas dan fungsi keuntungan Cobb-Douglas. Fungsi Cobb-Douglas banyak digunakan karena dianggap penting untuk menjelaskan problematik yang muncul dalam peristiwa
(35)
ekonomi. Selain itu, penggunaan fungsi Cobb-Douglas dalam menduga fungsi produksi antara lain (Soekartawi 2002):
a. Penyelesaian fungsi Cobb-Douglas relatif lebih mudah dibandingkan dengan fungsi lain, misalnya pada fungsi kuadratik.
b. Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan koefisien regresi sekaligus menunjukan besaran elastisitas.
c. Besaran elastisitas tersebut juga menunjukan tingkat besaran Return to Scale.
Fungsi Cobb-Douglas memiliki definisi sebagai fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel. Variabel-variabel tersebut antara lain variabel dependen atau varibel yang dijelaskan (Y) dan variabel independen atau variabel yang menjelaskan (X). Secara matematik, fungsi Cobb-Douglas dapat dituliskan sebagai berikut:
Y = β0 X1β1 X2β2β … Xiβi… Xnβn eu……….. (5) Menurut Soekartawi (2002), fungsi Cobb-Douglas selalu dilogaritmakan dan diubah menjadi fungsi linear sehingga persamaan tersebut ditransformasikan dalam bentuk double logaritme natural. Bentuk logaritma ini berfungsi untuk menaksir parameter-parameter dalam persamaan sehingga persamaan tersebut menjadi fungsi persamaan linear berganda (multiple linear) yang kemudian dianalisis dengan metode kuadrat terkecil (ordinary least square). Bentuk transformasi dapat dituliskan sebagai berikut:
Ln Y = Ln β0+ β1 Ln X1+ β2 Ln X2+ … + βn Ln Xn + e ……… (6) Keterangan: Y = Variabel dependen (output)
X1, X2, Xn = Variabel independen (input) β0, β1, β2, βn = Koefisien variabel independen
u = Gangguan stokhastik (disturbance term) e = Logaritma natural, e = 2,718
Fungsi Cobb-Douglas yang telah dilogaritmakan dan menjadi fungsi linear ini harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu:
a. Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol karena nilai nol pada suatu bilangan logaritma akan menghasilkan nilai yang besarnya tidak diketahui (infinite)
(36)
b. Dalam fungsi produksi, perlu asumsi bahwa tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan (nonneutral difference in the respective technology).
c. Tiap variabel X adalah perfect competition.
d. Perbedaan lokasi (pada fungsi produksi) seperti iklim adalah sudah tercakup pada faktor kesalahan, u.
Menurut Doll and Orazem (1984), fungsi produksi merupakan hubungan input output pada suatu sumberdaya yang ditransformasikan menjadi suatu produk. Hubungan input output pada pertanian lebih beragam dan banyak karena input yang ditransformasikan menjadi output bermacam-macam jenisnya, seperti contoh berbagai bentuk bahan bakar, hewan, teknologi, dan lain sebagainya. Fungsi produksi dipengaruhi oleh hukum ekonomi produksi, yaitu The Law of Diminishing Return atau Diminishing Productivity. Hukum ini menyatakan bahwa jika input terus menerus ditambahkan dan input lain tetap, maka tambahan output dari setiap tambahan satu input mula-mula akan naik, namun pada tingkat tertentu tambahan output dari setiap tambahan satu input akan menurun.
Sumber: Doll and Orazem (1984)
(37)
Keterangan: Y = Output X = Input
TP = Total Product (Produksi Total)
MP = Marginal Product (Produksi Marginal) AP = Average Product (Produksi Rata-rata) Ep = Elastisitas produksi
Gambar diatas merupakan kurva yang menggambarkan hubungan antara produksi total, produksi rata-rata, dan produksi marginal dengan tiga daerah elastisitas yang berbeda. Produksi total adalah jumlah keseluruhan output yang dihasilkan dari proses produksi. Produksi rata-rata merupakan perbandingan antara produksi total dengan input produksi. Produksi rata-rata dapat dituliskan dengan rumus AP = Y/X. Produksi marginal merupakan tambahan satu unit input (X) atau faktor produksi yang dapat menyebabkan pertambahan/pengurangan satu satuan output (Y) atau hasil produksi pertanian, atau dengan kata lain perubahan output akibat adanya perubahan satu unit input (Rahim dan Hastuti 2007). Produksi marginal dapat dihitung dengan menggunakan rumus MP = ΔY/ ΔX.
Daerah I merupakan daerah dengan nilai elastisitas lebih dari satu. Setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan mengakibatkan penambahan produksi lebih dari satu persen. Keuntungan maksimal belum dicapai pada daerah ini karena produksi masih dapat ditambah dengan pemakaian faktor produksi yang lebih banyak sehingga daerah I disebut daerah irrasional.
Daerah II merupakan daerah yang memiliki nilai elastisitas produksi antara nol sampai satu. Setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan mengakibatkan penambahan produksi paling tinggi sebesar satu persen dan paling rendah sebesar nol%. Daerah ini termasuk daerah rasional dengan ciri-ciri penambahan hasil produksi yang peningkatannya semakin menurun (diminishing return) sehingga keuntungan maksimum dicapai dengan tingkat penggunaan faktor produksi tertentu yang mencapai maksimum.
Daerah III merupakan daerah dengan nilai elastisitas lebih kecil dari nol. Setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menurunkan tingkat produksi sebesar nilai elastisitasnya. Penggunaan faktor produksi pada daerah ini tidak efisien sehingga daerah ini disebut juga dengan daerah irrasional.
(38)
Menurut Soekartawi (2003), elastisitas produksi (Ep) adalah persentase perubahan dari output sebagai akibat dari persentase perubahan dari input. Elastisitas produksi dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut:
Ep = ………. (7)
Sehingga rumus untuk menentukan nilai elastisitas dari input X, yaitu: Ep = dengan MP = = =
AP = =
Ep = = ……….. (8)
Keterangan: Ep = Elastisitas produksi Y = Output
X = Input X
MP = Marginal Product (Produksi Marginal) AP = Average Product (Produksi Rata-rata) β0 = Nilai koefisien model
β1 = Nilai koefisien input X
3.2 Kerangka Pemikalairan Operasional
Pertanian merupakan sektor yang paling penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat. Selain itu, pertanian juga dapat menjadi penggerak ekonomi nasional dengan menjadi sumber penerimaan devisa negara. Pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia yang pesat membuat kebutuhan pangan meningkat. Kondisi ini tidak didukung oleh pertanian Indonesia yang belum mampu memenuhi kebutuhan pangan nasional. Dalam jangka pendek, kebutuhan pangan dapat dipenuhi melalui kebijakan pemerintah dengan melakukan impor beras dari luar negeri. Dalam jangka panjang, insentif pengembangan sektor pertanian penting dilakukan oleh pemerintah. Pengembangan padi hibrida merupakan salah satu solusi untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional. Kerentanan kondisi padi hibrida terhadap penyakit membuat minat petani berkurang untuk menanam padi hibrida.
Kabupaten Blitar dan Kabupaten Malang merupakan wilayah yang memiliki luas lahan padi hibrida yang besar di Jawa Timur. Daerah tersebut telah menerapkan padi hibrida meskipun masih dalam skala yang relatif rendah.
(39)
Peningkatan Kebutuhan Pangan Peningkatan Jumlah Penduduk
Peningkatan Produksi Beras
Produksi Padi Hibrida Produksi Padi Inbrida Intensifikasi Usahatani
Tanaman Pangan
Rekomendasi kebijakan
Analisis Faktor –Faktor yang Mempengaruhi
Produksi Struktur Biaya dan
Pendapatan Usahatani Keragaan Usahatani
Keterbatasan bantuan benih hibrida dan harga benih yang mahal membuat petani tidak mampu membeli dan menanam padi hibrida secara menyeluruh di lahan pertaniannya. Berdasarkan studi kasus tersebut, penelitian ini mencoba untuk mencari faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi hibrida dan inbrida dan besarnya pendapatan petani di Desa Suru, Kabupaten Blitar, dan Desa Clumprit, Kabupaten Malang. Bagan kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Bagan Kerangka Pemikiran Operasional Keterangan: Batasan penelitian
Analisis Deskriptif Analisis R/C rasio Fungsi Produksi Cobb-Douglas Varietas Padi yang Lebih
(40)
IV METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Suru, Kecamatan Doko, Kabupaten Blitar, dan Desa Clumprit, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Lokasi penelitian ini ditentukan secara sengaja (purposive) dengan dasar pertimbangan mengenai data luasan padi hibrida Jawa Timur dan rujukan Dinas Pertanian Kabupaten Malang dan Kabupaten Blitar.Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei 2013.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data cross section. Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan petani yang akan dijadikan sampel. Teknik wawancara yang digunakan adalah dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah disediakan. Data sekunder merupakan data penunjang data primer yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik yaitu data mengenai jumlah penduduk Indonesia dan produksi tanaman padi di Indonesia, Kementrian Perdagangan mengenai data impor beras Indonesia, Dinas Pertanian Jawa Timur mengenai luas lahan sawah dan padi hibrida Jawa Timur tahun 2012, dan Kelurahan Desa Suru dan Desa Clumprit mengenai Profil Desa Suru dan Desa Clumprit.
4.3. Metode Pengambilan Sampel
Data primer diambil dari hasil wawancara dengan petani pemilik lahan yang menanam padi hibrida dan inbrida di Desa Suru dan Clumprit. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode stratified random sampling. Stratified random sampling dilakukan sebagai berikut, pertama mengidentifikasi jumlah kelompok tani dan anggotanya di Desa Suru dan Desa Clumprit. Kedua, menentukan proporsi jumlah sampel petani hibrida dan petani inbrida yang akan diambil berdasarkan jumlah anggota pada masing-masing kelompok tani di Desa Suru dan Desa Clumprit. Ketiga, memberi nomer pada setiap anggota populasi kelompok
(41)
tani dan mengocok untuk menentukan responden yang akan dipilih menjadi sampel. Kerangka sampel pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Kerangka sampel
Nama Kelompok Tani Jumlah Anggota Kelompok (orang) Jumlah Petani Hibrida (orang) Jumlah Petani Inbrida (orang) Sampel Hibrida yang Diambil
Sampel Inbrida yang Diambil Jumlah (orang) Persentase (%) Jumlah (orang) Persentase (%) Desa Suru 1. Nuju
Makmur 48 30 18 14 23.33 16 26.67
2. Sido
Rukun 42 10 32 6 10.00 5 8.33
3. Nuju
Rukun 30 20 10 10 16.67 9 15.00
Sub Total 120 60 60 30 50.00 30 50.00
Desa Clumprit
1. Dewi Sri 1 44 18 26 12 20.00 20 33.33
2. Dewi Sri 2 40 27 13 18 30.00 10 16.67
Sub Total 84 45 39 30 50.00 30 50.00
Total 204 105 99 60 100.00 60 100.00
Sumber: Data Primer (2013)
Jumlah responden yang menjadi penelitian ini sebanyak 120 orang petani yang tergabung dalam kelompok tani. Responden tersebut terdiri dari 30 orang petani hibrida dan 30 orang petani inbrida Desa Suru serta 30 orang petani hibrida dan 30 orang petani inbrida Desa Clumprit. Penentuan jumlah responden tersebut mengacu pada Walpole (1997) yang menyatakan bahwa jumlah 30 responden sudah mencukupi karena bila ukuran contohnya lebih besar atau sama dengan 30 bagaimanapun bentuk populasinya teori penarikan contoh menjamin akan diperolehnya hasil yang memuaskan.
4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data primer yang diperoleh dalam penelitian dianalisis secara deskriptif dan kuantitatif. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara manual menggunakan komputer dengan software Microsoft Excel 2010, SPSS 20 dan Minitab 14. Berikut ini matriks tujuan penelitian dan metode pengolahan dan analisis data yang digunakan.
(42)
Tabel 3 Matriks tujuan penelitian dan metode pengolahan dan analisis data
No. Tujuan Penelitian Metode Pengolahan dan Analisis Data
1 Menganalisis keragaan usahatani padi hibrida dan inbrida yang diterapkan oleh petani di Desa Suru dan Desa Clumprit
Analisis deskriptif
2 Menganalisis stuktur biaya dan pendapatan petani yang menggunakan padi hibrida dan padi inbrida
Analisis R/C rasio dengan Microsoft Excel 2010
3 Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi hibrida dan padi inbrida
Analisis Fungsi Produksi Cobb-Douglas dengan Microsoft Excel 2010, SPSS 20 dan Minitab 14
4.4.1 Analisis Pendapatan
Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dan biaya. Penerimaan adalah perkalian antara jumlah output dengan harga jual output. Penerimaan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua macam, yaitu penerimaan tunai dan penerimaan non tunai. Penerimaan tunai merupakan sejumlah uang yang diterima petani dari penjualan output, sedangkan penerimaan non tunai merupakan pendapatan yang diterima petani bukan dalam bentuk uang. Biaya-biaya usahatani diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu biaya tunai dan biaya non tunai dan bersifat tetap dan biaya tidak tetap. Struktur biaya usahatani secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Sturuktur biaya usahatani padi hibrida dan inbrida di Desa Clumprit dan Desa Suru
Jenis Biaya Komponen biaya
Biaya tetap tunai -
- -
Pajak atas kepemilikan lahan sawah Biaya sewa traktor
Biaya pengairan
Biaya tetap non tunai -
-
Biaya penyusutan alat-alat Biaya sewa lahan
Biaya variabel tunai -
- - - -
Biaya benih inbrida Biaya pupuk Biaya pestisida
Biaya tenaga kerja luar keluarga (TKLK) Biaya kearifan lokal tenaga kerja
Biaya variabel non tunai -
-
Biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) Biaya benih hibrida
(43)
Menurut Soekartawi et al. (1986), pendapatan terbagi menjadi dua macam, yaitu pendapatan tunai dan pendapatan total. Pendapatan tunai merupakan selisih antara penerimaan total dengan pengeluaran usahatani. Pendapatan total merupakan selisih antara penerimaan total dengan biaya total yang dikeluarkan dalam proses produksi. Perhitungan dalam analisis pendapatan secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Perhitungan analisis pendapatan
No Uraian Cara Perhitungan A Penerimaan Harga x hasil panen
B Biaya tunai Biaya tetap tunai + biaya variabel tunai C Biaya non tunai Biaya tetap non tunai + biaya variabel non
tunai D Total biaya B + C E Pendapatan atas biaya tunai A – B F Pendapatan atas biaya total A – D G R/C rasio atas biaya tunai A/B H R/C rasio atas biaya total A/D
Sumber: Data Primer (2013)
Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C ratio analysis) digunakan untuk mengukur kriteria kelayakan usahatani yang dilakukan oleh petani hibrida dan inbrida di Desa Suru dan Desa Clumprit. Penerimaan total dan biaya total yang telah diperhitungkan sebelumnya kemudian dibandingkan dalam analisis ini. R/C ratio dapat dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut:
R/C =
………. (9
)
Keterangan: TR = total penerimaan TC = total pengeluaran
4.4.2 Analisis Faktor-Faktor Produksi Padi
Analisis faktor-faktor produksi merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara hasil produksi (variabel dependen) yang dipengaruhi faktor-faktor produksi (variabel independen). Fungsi Cobb-Douglas yang ditransformasi ke dalam fungsi linear logaritmik (Persamaan 6) digunakan dalam analisis ini. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil produksi padi antara lain:
(44)
a. Padi Hibrida
Ln Y = a0 + a1 Ln X1 + a2 Ln X2 + a3 Ln X3 + a4 Ln X4+ a5 Ln X5 + a6 Ln X6 + a7 Ln X7 + a8 Ln X8+ a9 Ln X9 + a10 Ln X10 + ei..………. (10) Keterangan: Ln Y = Produksi padi hibrida (kg)
Ln X1 = Benih (kg)
Ln X2 = Pupuk organik (kg) Ln X3 = Pupuk TSP (kg) Ln X4 = Pupuk Urea (kg) Ln X5 = Pupuk Phonska (kg)
Ln X6 = Pupuk ZA (kg) Ln X7 = Pupuk cair
Ln X8 = Pestisida padat (kg) Ln X9 = Pestisida cair (liter) Ln X10 = Tenaga kerja (HOK) a0 = Intersep
a1,a2,a3,a4, ….,a10 = Koefisien regresi variabel bebas
ei = Error
Nilai koefisien yang diharapkan antara lain: a1, a2, a3, a4, a5, a6, a7, a8, a9, a10> 0. Fungsi produksi ini terdiri dari sepuluh variabel bebas/variabel input produksi. Variabel input produksi yang termasuk dalam model antara lain benih, pupuk organik, pupuk TSP, pupuk Urea, pupuk Phonska, pupuk ZA, pupuk cair, pestisida padat, pestisida cair, dan tenaga kerja.
b. Padi Inbrida
Ln Y = b0 + b1 Ln X1 + b2 Ln X2 + b3 Ln X3 + b4 Ln X4+ b5 Ln X5 + b6 Ln X6 + b7 Ln X7 + b8 Ln X8+ b9 Ln X9 + b10 Ln X10 + ei ………... (11) Keterangan: Ln Y = Produksi padi inbrida (kg)
Ln X1 = Benih (kg)
Ln X2 = Pupuk organik (kg) Ln X3 = Pupuk TSP (kg) Ln X4 = Pupuk Urea (kg) Ln X5 = Pupuk Phonska (kg)
(45)
Ln X7 = Pupuk cair
Ln X8 = Pestisida padat (kg) Ln X9 = Pestisida cair (liter) Ln X10 = Tenaga kerja (HOK) b0 = Intersep
b1,b2,b3,b4, ….,b10 = Koefisien regresi variabel bebas
ei = Error
Nilai koefisien yang diharapkan antara lain: b1, b2, b3, b4, b5, b6, b7, b8, b9, b10> 0. Fungsi produksi ini terdiri dari sepuluh variabel bebas/variabel input produksi. Variabel input produksi yang termasuk dalam model antara lain benih, pupuk organik, pupuk TSP, pupuk Urea, pupuk Phonska, pupuk ZA, pupuk cair, pestisida padat, pestisida cair, dan tenaga kerja.
c. Padi Hibrida dan Padi Inbrida
Ln Y = c0 + c1 Ln X1 + c2 Ln X2 + c3 Ln X3 + c4 Ln X4+ c5 Ln X5 + c6 Ln X6 + c7 Ln X7 + c8 Ln X8+ c9 Ln X9 + c10 Ln X10 + c11 D1 + ei………. (12) Keterangan: Ln Y = Produksi padi (kg)
Ln X1 = Benih (kg)
Ln X2 = Pupuk organik (kg) Ln X3 = Pupuk TSP (kg) Ln X4 = Pupuk Urea (kg) Ln X5 = Pupuk Phonska (kg)
Ln X6 = Pupuk ZA (kg) Ln X7 = Pupuk cair
Ln X8 = Pestisida padat (kg) Ln X9 = Pestisida cair (liter) Ln X10 = Tenaga kerja (HOK)
D1 = Dummy jenis padi, 0 = padi inbrida, 1 = padi hibrida c0 = Intersep
c1,c2,c3,c4, ….,c11 = Koefisien regresi variabel bebas
ei = Error
(46)
Fungsi produksi ini terdiri dari sebelas variabel bebas/variabel input produksi. Variabel input produksi yang termasuk dalam model antara lain benih, pupuk organik, pupuk TSP, pupuk Urea, pupuk Phonska, pupuk ZA, pupuk cair, pestisida padat, pestisida cair, tenaga kerja, dan dummy jenis padi.
d. Padi Hibrida dan Padi Inbrida berdasarkan luas lahan
Ln Y = d0 + d1 Ln X1 + d2 Ln X2 + d3 Ln X3 + d4 Ln X4+ d5 Ln X5 + d6 Ln X6 + d7 Ln X7 + d8 Ln X8+ d9 Ln X9 + d10 Ln X10 + d11 D1 + d12 D2 + ei…….. (13) Keterangan: Ln Y = Produksi padi (kg)
Ln X1 = Benih (kg)
Ln X2 = Pupuk organik (kg) Ln X3 = Pupuk TSP (kg) Ln X4 = Pupuk Urea (kg) Ln X5 = Pupuk Phonska (kg)
Ln X6 = Pupuk ZA (kg) Ln X7 = Pupuk cair
Ln X8 = Pestisida padat (kg) Ln X9 = Pestisida cair (liter) Ln X10 = Tenaga kerja (HOK)
D1 = Dummy jenis padi, 0 = padi inbrida, 1 = padi hibrida D1 = Dummy luas lahan, 0 = lahan sempit, 1 = lahan luas d0 = Intersep
d1,d2,d3,d4, ….,d12 = Koefisien regresi variabel bebas
ei = Error
Nilai koefisien yang diharapkan antara lain: d1, d2, d3, d4, d5, d6, d7, d8, d9, d10, d11, d12 > 0.
Fungsi produksi ini terdiri dari sebelas variabel bebas/variabel input produksi. Variabel input produksi yang termasuk dalam model antara lain benih, pupuk organik, pupuk TSP, pupuk Urea, pupuk Phonska, pupuk ZA, pupuk cair, pestisida padat, pestisida cair, tenaga kerja, dummy jenis padi, dan dummy jenis lahan.
(47)
4.4.2.1 Pengujian Model
A. Kriteria Ekonomi
Kriteria ekonomi merupakan kriteria yang dilakukan dengan memeriksa tanda dari masing-masing parameter model apakah tanda tersebut sesuai dengan teori ekonomi dan kondisi lapang. Parameter yang diuji adalah variabel independen terhadap variabel dependen. Variabel independen pada penelitian ini adalah benih, pupuk organik, pupuk TSP, pupuk Urea, pupuk Phonska, pupuk ZA, pupuk cair, pestisida padat, pestisida cair, tenaga kerja, dan Dummy jenis padi sedangkan variabel dependen adalah produksi padi. Hipotesis yang digunakan antara lain: Ho: βXi> 0 artinya variabel independen dan dependen berhubungan secara positif.
H1: βXi< 0 artinya variabel independen dan dependen berhubungan secara negatif.
Jika nilai koefisien < 0 maka tolak H0 dan jika nilai koefisien > 0 maka terima H0.
B. Kriteria Statistik
1. Uji R2
Menurut Gujarati (2007), koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur kecocokan dan kesesuaian dari suatu garis regresi. Secara verbal, R2 mengukur bagian atau persentase total variasi Y yang dijelaskan oleh model regresi. Besaran selang nilai R2 adalah 0 < R2< 1. Nilai R2 sebesar 1 berarti seluruh variasi Y dapat dijelaskan oleh regresi, sedangkan nilai R2 sebesar 0 berarti tidak ada hubungannya sama sekali antara Y dan X. Model yang baik adalah model yang memiliki nilai R2 yang tinggi karena variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen. Rumus untuk menentukan koefisien determinasi (R2), yaitu:
R2 =
2. Uji F (Simultan)
Menurut Juanda (2009), uji F digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen yang digunakan dalam model secara
(48)
bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. Uji F dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Fhitung =
Keterangan: n = Jumlah pengamatan k = Jumlah variabel bebas Hipotesis yang digunakan, yaitu:
H0 : data dari sampel yang sama H1 : data dari sampel yang berbeda
dengan menggunakan kriteria keputusan sebagai berikut: Fhitung> Ftabel (k-1; n-k) maka tolak H0
Fhitung< Ftabel (k-1; n-k) maka terima H0
Jika tolak H0 maka model tersebut memiliki variabel-variabel independen yang berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. 3. Uji t (Parsial)
Menurut Juanda (2009), uji t dilakukan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen yang digunakan satu per satu berpengaruh nyata secara statistik terhadap besarnya variabel dependen. Uji t dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
thitung =
Keterangan: bi = nilai koefisien regresi dugaan Sbi`= simpangan baku koefisien dugaan d = batasan yang diharapkan
Hipotesis yang digunakan, yaitu:
thitung> ttabel (α; n-k) atau Sig.< α maka tolak H0 thitung< ttabel (α; n-k) atau Sig.> α maka terima H0
Jika tolak H0 maka variabel independen berpengaruh nyata terhadap variabel dependen, sedangkan jika terima H0 maka variabel independen tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.
(49)
C. Kriteria Ekonometrika
Kriteria ekonometrika pada model regresi linear dilakukan dengan cara menguji apakah model regeresi linear tersebut memenuhi asumsi atau tidak. Pengujian model terhadap asumsi tersebut antara lain:
1. Uji normalitas
Menurut Gujarati (2007), uji normalitas digunakan untuk mengetahui data menyebar normal secara statistik. Model regresi linear pada uji normalitas ini harus memenuhi asumsi bahwa faktor kesalahan mempunyai nilai rata-rata sebesar nol dan dinotasikan denganei ~ N(0, σ2)
2. Uji multikolinearitas
Menurut Gujarati (2007), multikolinearitas merupakan hubungan linear yang benar-benar pasti/ sempurna diantara variabel-variabel independen. Kolinearitas seringkali terjadi pada model yang memiliki R2 yang tinggi tetapi sedikit rasio t yang signifikan. Pendeteksian multikolinearitas pada suatu model dapat diketahui dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) pada masing-masing variabel independen. Jika nilai VIF > 10, maka model tersebut memiliki masalah multikolinearitas. Nilai VIF dari multikolinearitas dapat dicari dengan menggunakan persamaan, yaitu:
VIF = 1/ (1-R2)
3. Uji heteroskedastisitas
Menurut Gujarati (2007), asumsi penting lainnya dalam model regresi linear adalah bahwa gangguan ui yang tercakup dalam fungsi regresi bersifat homoskedastisitas. Homoskedastisitas memiliki arti semua memiliki varians yang sama. Model persamaan yang diperoleh dari suatu penelitian terkadang mengalami masalah heteroskedastisitas. Konsekuensi dari heteroskedastisitas salah satunya yaitu penduga OLS tidak lagi efisien. Heteroskedastisitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran nilai-nilai residual terhadap nilai-nilai prediksi. Jika penyebarannya tidak membentuk suatu pola, maka dapat dilihat bahwa model tersebut memenuhi asumsi homoskedastisitas.
(50)
4. Uji autokorelasi
Menurut Gujarati (2007), uji autokorelasi merupakan pengujian terhadap model regresi linear untuk mendeteksi ada atau tidaknya korelasi antar nilai sisaan (error). Cara mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi dalam suatu model dapat dilakukan uji Durbin Watson (DW). Masalah autokorelasi umumnya terdapat pada data time series, sehingga penelitian ini tidak dilakukan uji autokolinearitas karena menggunakan data cross section.
4.4.3 Uji Beda Dua Sampel Bebas (Independent Samples T Test)
Uji beda dua sampel bebas (Independent Samples T Test) menggunakan asumsi sample menyebar normal. Menurut Walpole (1997), rumus yang digunakan untuk mencari t hitung dan standar deviasi adalah sebagai berikut : t
Sd =
Keterangan: d = Rata-rata selisih pasangan di = Contoh responden
Sd = Standar deviasi selisih pasangan n = jumlah populasi
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah H0 : Pendapatan petani padi hibrida = petani padi inbrida H1 : Pendapatan petani padi hibrida > petani padi inbrida
Level signifikan (α) yang digunakan adalah 5% (0.05). Hipotesis H0 akan ditolak apabila t tabel < t hitung dan sebaliknya hipotesis H0 akan diterima apabila t tabel > t hitung.
(51)
V GAMBARAN UMUM
5.1 Wilayah dan Topografi Lokasi Penelitian 5.1.1 Wilayah dan Topografi Desa Clumprit
Desa Clumprit terletak di dataran sedang dan termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur. Peta Wilayah Kabupaten Malang dapat dilihat pada Gambar 6.
(52)
Desa Clumprit berada pada ketinggian 359 meter di atas permukaan laut. Wilayah ini memiliki curah hujan sebesar 2500 mm/tahun dan kelembapan udara sebesar 35%. Jumlah penduduk desa Clumprit sebanyak 1 733 kepala keluarga dengan jumlah total sebanyak 5 244 jiwa. Komposisi jumlah penduduk laki-laki sebanyak 2 591 jiwa dan jumlah perempuan sebanyak 2 659 jiwa.
Desa Clumprit memiliki 4 batas wilayah antara lain:
- Sebelah Utara : Desa Sidorejo, Kecamatan Pagelaran - Sebelah Selatan : Desa Sumberejo, Kecamatan Gedongan - Sebelah Timur : Desa Kemulan, Kecamatan Turen - Sebelah Barat : Desa Suwaru, Kecamatan Pagelaran
Desa Clumprit memiliki luas wilayah sebesar 710.5 hektar dengan jenis penggunaan antara lain pemukiman sebesar 124 hektar, persawahan sebesar 261 hektar, perkebunan sebesar 10.5 hektar, kuburan sebesar 1.6 hektar, pekarangan sebesar 183 hektar, taman sebesar 4.7 hektar, dan perkantoran sebesar 2.5 hektar serta prasarana dan umum lainnya sebesar 28.7 hektar. Lahan persawahan termasuk jenis penggunaan wilayah terluas di desa Clumprit karena sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai petani. Karakteristik tanah pada wilayah ini adalah tanah berwarna hitam dengan tekstur tanah berupa pasiran. Jenis tanah seperti ini termasuk tanah vulkanik dengan kandungan sedikit air karena bentuk pasiran berpori-pori besar. Kebutuhan air yang diperlukan padi dapat dipenuhi sepenuhnya pada saat musim hujan, namun pada musim kemarau kebutuhan air tidak mencukupi. Masalah kekurangan air pada tanaman padi di desa Clumprit dapat diatasi dengan mengurangi jumlah tanaman padi yang ditanam di lahan sawah dan mengganti tanaman padi dengan tanaman jagung.
5.1.2 Wilayah dan Topografi Desa Suru
Menurut geografis Desa Suru terletak pada posisi 7o21’7-7o31’ Lintang Selatan dan 110o10’-111o40’ Bujur Timur. Wilayah ini termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Doko, Kabupaten Blitar, Provinsi Jawa Timur. Peta Wilayah Kabupaten Blitar dapat dilihat pada Gambar 7.
(53)
Gambar 7 Peta Wilayah Kabupaten Blitar
Topografi ketinggian desa ini adalah dataran sedang dengan ketinggian sekitar 314 m diatas permukaan laut. Wilayah ini memeiliki curah hujan mencapai 2 400 mm/tahun.
(54)
Desa Suru memiliki 4 batas wilayah antara lain: - Sebelah Utara : Hutan Jati
- Sebelah Selatan : Desa Slorok - Sebelah Timur : Desa Genengan - Sebelah Barat : Desa Plumbangan
Desa Suru memiliki luas wilayah sebesar 501.905 hektar dengan jumlah penduduk sebanyak 1 733 kepala keluarga. Total penduduk desa Suru sebanyak 4 356 jiwa dengan komposisi laki-laki sebanyak 2 591 jiwa dan perempuan sebanyak 2 659 jiwa.
5.2 Karakterisitik Responden
Karakterisitk responden diklasifikasikan berdasarkan umur petani, tingkat pendidikan formal, pengalaman usahatani, dan luas lahan sawah. Adapun karakteristik tersebut diuraikan sebagai berikut:
5.2.1 Umur Petani
Petani responden dalam penelitian ini dibedakan menjadi 5 kelompok umur, yaitu antara 20 sampai 79 tahun. Rata-rata usia responden petani hibrida adalah 49 tahun, sedangkan rata-rata usia petani inbrida adalah 50 tahun. Sebagian besar usia petani hibrida adalah kelompok umur 44 sampai 55 tahun sebanyak 25 orang atau 41.67% dan sebagian besar usia petani padi inbrida adalah kelompok umur 56 sampai 67 tahun sebanyak 20 orang atau 33.33%. Keterangan lebih jelas mengenai karakteristik petani berdasarkan kelompok umur tersaji dalam Tabel 6. Tabel 6 Karakteristik petani responden berdasarkan kelompok umur
Usia (tahun) Hibrida Inbrida
Jumlah (orang) Persentase (%) Jumlah (orang) Persentase (%)
20-31 2 3.33 2 3.33
32-43 18 30.00 19 31.67
44-55 25 41.67 15 25.00
56-67 13 21.67 20 33.33
68-79 2 3.33 4 6.67
Total 60 100.00 60 100.00
Rata-rata 49 50
Sumber: Olahan Data Primer (2013)
5.2.2 Tingkat Pendidikan Formal
Tingkat pendidikan petani dalam penelitian ini bervariasi mulai dari tidak tamat SD sampai S1. Tingkat pendidikan formal terbanyak petani hibrida dan
(1)
Padi hibrida dan inbrida
Regression Analysis: Y versus BNH, ORG, ...
The regression equation is
Y = 5.23 + 0.807 BNH + 0.0229 ORG - 0.00871 TSP + 0.0075 UR + 0.0033 PNS - 0.00560 ZA + 0.00909 BYF + 0.0281 PPT + 0.0057 PCA + 0.246 HOK + 0.911 D1
Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 5.2346 0.3210 16.31 0.000 BNH 0.80695 0.07370 10.95 0.280 1.3 ORG 0.022873 0.006166 3.71 0.021 1.3 TSP -0.008707 0.006017 -1.45 0.151 1.7 UR 0.00751 0.01270 0.59 0.000 1.2 PNS 0.00334 0.01097 0.30 0.761 1.3 ZA 0.005601 0.007374 0.76 0.449 1.1 BYF 0.009086 0.007309 1.24 0.216 1.4 PPT 0.028063 0.008907 3.15 0.002 1.2 PCA -0.00569 0.03085 -0.18 0.854 1.2 HOK 0.24617 0.09584 2.57 0.012 1.2 D1 0.91062 0.07936 2.65 0.019 1.1
S = 0.424084 R-Sq = 75.2% R-Sq(adj) = 72.6%
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P Regression 11 58.7719 5.3429 29.71 0.000 Residual Error 108 19.4235 0.1798
Total 119 78.1953
Source DF Seq SS BNH 1 44.9588 ORG 1 7.0382 TSP 1 1.4486 UR 1 0.1166 PNS 1 0.0250 ZA 1 0.0554 BYF 1 0.5920 PPT 1 2.2046 PCA 1 0.0184 HOK 1 1.0474 D1 1 1.2669
Unusual Observations
Obs BNH Y Fit SE Fit Residual St Resid 5 1.95 7.1701 7.3726 0.3656 -0.2025 -0.94 X 16 0.00 6.9078 5.9002 0.1530 1.0076 2.55R 17 2.71 8.7483 8.1300 0.2459 0.6183 1.79 X 35 2.01 8.6125 7.7585 0.1988 0.8540 2.28R 44 2.30 9.2103 8.3409 0.0973 0.8695 2.11R 61 1.79 6.2146 7.0533 0.1373 -0.8387 -2.09R 62 1.61 6.3969 7.2046 0.1369 -0.8076 -2.01R 63 0.69 6.3969 5.8940 0.2866 0.5030 1.61 X 84 0.92 6.3969 6.4224 0.2374 -0.0255 -0.07 X 88 0.69 7.0901 5.9618 0.1327 1.1283 2.80R 89 2.30 7.6497 6.7813 0.1496 0.8684 2.19R
(2)
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence.
Durbin-Watson statistic = 1.31455
Residual Plots for Y
Standardized Residual P er ce nt 4 2 0 -2 -4 99.9 99 90 50 10 1 0.1 Fitted Value St an da rd iz ed R es id ua l 9 8 7 6 2 0 -2 Standardized Residual Fr eq ue nc y 3 2 1 0 -1 -2 30 20 10 0 Observation Order St an da rd iz ed R es id ua l 120 110 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 1 2 0 -2
Normal Probability Plot of the Residuals Residuals Versus the Fitted Values
Histogram of the Residuals Residuals Versus the Order of the Data Residual Plots for Y
Padi hibrida dan inbrida berdasarkan luas lahan
Regression Analysis: Y versus BNH, ORG, ...
The regression equation is
Y = 5.33 + 0.799 BNH + 0.0228 ORG - 0.00853 TSP + 0.0057 UR + 0.0026 PNS - 0.00524 ZA + 0.00936 BYF + 0.0281 PPT + 0.0119 PCA + 0.209 HOK + 0.936 D1 + 0.134 D2
Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 5.3326 0.3313 16.09 0.000 BNH 0.79861 0.07393 10.80 0.420 1.3 ORG 0.022796 0.006156 3.70 0.019 1.3 TSP -0.008531 0.006009 -1.42 0.162 1.7 UR 0.00568 0.01277 0.45 0.000 1.2 PNS 0.00257 0.01097 0.23 0.961 1.3 ZA -0.005237 0.007369 0.71 0.349 1.1 BYF 0.009360 0.007301 1.28 0.277 1.4 PPT 0.028138 0.008893 3.16 0.303 1.2 PCA 0.01193 0.03127 -0.38 0.854 1.3 HOK 0.2095 0.1008 2.08 0.010 1.3 D1 0.93613 0.07932 2.60 0.016 1.1 D2 0.1336 0.1150 1.16 0.011 1.2
S = 0.423397 R-Sq = 75.5% R-Sq(adj) = 72.7%
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P Regression 12 59.0140 4.9178 27.43 0.000 Residual Error 107 19.1813 0.1793
(3)
Total 119 78.1953
Source DF Seq SS BNH 1 44.9588 ORG 1 7.0382 TSP 1 1.4486 UR 1 0.1166 PNS 1 0.0250 ZA 1 0.0554 BYF 1 0.5920 PPT 1 2.2046 PCA 1 0.0184 HOK 1 1.0474 D1 1 1.2669 D2 1 0.2421
Unusual Observations
Obs BNH Y Fit SE Fit Residual St Resid 5 1.95 7.1701 7.4146 0.3668 -0.2445 -1.16 X 16 0.00 6.9078 5.9013 0.1528 1.0065 2.55R 17 2.71 8.7483 8.1309 0.2455 0.6174 1.79 X 25 0.22 5.2983 6.1929 0.1872 -0.8946 -2.36R 35 2.01 8.6125 7.7355 0.1994 0.8770 2.35R 63 0.69 6.3969 5.8652 0.2873 0.5318 1.71 X 88 0.69 7.0901 5.9588 0.1325 1.1313 2.81R 89 2.30 7.6497 6.7810 0.1494 0.8687 2.19R R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence.
Durbin-Watson statistic = 1.34266
Residual Plots for Y
Standardized Residual P e rc e n t 4 2 0 -2 -4 99.9 99 90 50 10 1 0.1 Fitted Value S ta n d a rd iz e d R e si d u a l 9 8 7 6 3.0 1.5 0.0 -1.5 -3.0 Standardized Residual F re q u e n cy 3 2 1 0 -1 -2 30 20 10 0 Observation Order S ta n d a rd iz e d R e si d u a l 120 110 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 1 3.0 1.5 0.0 -1.5 -3.0
Normal Probability Plot of the Residuals Residuals Versus the Fitted Values
Histogram of the Residuals Residuals Versus the Order of the Data
Residual Plots for Y
(4)
Lampiran 7 Hasil olahan data uji beda pendapatan total, usahatani padi hibrida,
dan usahatani padi inbrida
T-TEST GROUPS=kategori(1 2) /MISSING=ANALYSIS
/VARIABLES=pendapatan /CRITERIA=CI(.95).
T-Test
[DataSet0]
Group Statistics
kategori N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Pendapatan 1.00 60 26181075.7082 10276796.75317 1326728.75591
2.00 60 20859375.4670 5580238.72781 720405.72202
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality
of Variance
s t-test for Equality of Means
F Si
g. t df Sig.
(2-tail ed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the
Difference Lower Upper Pendap
atan
Equal varian ces assum es
29.9 22
.0 00
3.5 25
118 .00 1
5321700.2 4117
1509699.8 3642
2332083.5 5037
8311316.9 3196
Equal varian ces not assum es
3.5 25
91.0 09
.00 1
5321700.2 4117
1509699.8 3642
2322870.8 9019
8320529.5 9214
(5)
(6)