Pemodelan Produksi Padi Di Provinsi Sulawesi Selatan Dengan Fungsi Transfer Dan Beda Waktu Terdistribusi

PEMODELAN PRODUKSI PADI DI PROVINSI SULAWESI
SELATAN DENGAN FUNGSI TRANSFER DAN BEDA
WAKTU TERDISTRIBUSI

ANDRIANA EKAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pemodelan Produksi Padi
di Provinsi Sulawesi Selatan dengan Fungsi Transfer dan Beda Waktu
Terdistribusi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2015

Andriana Ekawati
G152130374

RINGKASAN
ANDRIANA EKAWATI. Pemodelan Produksi Padi di Provinsi Sulawesi Selatan
dengan Fungsi Transfer dan Beda Waktu Terdistribusi . Dibimbing oleh I MADE
SUMERTAJAYA dan FARIT MOCHAMAD AFENDI.
Provinsi Sulawesi Selatan menempati sembilan besar provinsi yang
memiliki kontribusi tinggi terhadap pendapatan nasional (2.6 %). Kontribusi
terbesar pada sektor pertanian ada pada subsektor tanaman bahan makanan berupa
padi dan palawija (47.45 persen). Padi merupakan sumber makanan pokok serta
menjadi sumber pendapatan bagi sebagian besar rumah tangga yang bekerja pada
sektor pertanian. Rata-rata konsumsi beras perkapita setahun masih tergolong
tinggi (85.5 Kg tahun 2013). Selain itu, jumlah penduduk Sulawesi Selatan
diperkirakan akan terus meningkat pada tahun-tahun mendatang. Seiring dengan
peningkatan tersebut, tidak menutup kemungkinan terjadinya peningkatan
konsumsi beras di masyarakat. Informasi penting, akurat, dan terkini mengenai

produksi padi di masa yang akan datang sangat diperlukan untuk mendukung
kebijakan pemerintah terkait dengan beras. Peramalan produksi padi ataupun
beras dapat dilakukan dengan melibatkan peubah itu sendiri maupun peubah lain
yang memiliki pengaruh signifikan. Metode analisis deret waktu yang
mempertimbangkan pengaruh peubah lain dalam pemodelan adalah fungsi
transfer. Model fungsi transfer merupakan suatu model peramalan deret waktu
berganda yang menggabungkan karakteristik dari model ARIMA dengan
karakteristik model regresi. Pertimbangan lag (beda waktu) dalam melakukan
peramalan juga sangat diperlukan. Suatu deret waktu tidak hanya dipengaruhi oleh
peubah bebas pada periode yang sama, namun juga dipengaruhi oleh peubah
bebas pada periode sebelumnya disebut model beda waktu terdistribusi.
Tujuan dari penelitian ini adalah membangun model produksi padi di
Provinsi Sulawesi Selatan dengan pendekatan fungsi transfer dan beda waktu
terdistribusi. Data produksi padi permusim tanam digunakan sebagai peubah
respon dan data luas panen padi sebagai peubah penjelas. Data penelitian dibagi
menjadi dua bagian yakni data subround (musim tanam) I tahun 1981 sampai
musim tanam III tahun 2007 sebagai data training yang digunakan untuk
membentuk model, sedangkan musim tanam I tahun 2008 sampai musim tanam
III tahun 2014 sebagai data testing yang digunakan untuk validasi model.
Hasilnya menunjukkan bahwa data produksi dan luas panen padi merupakan

peubah yang memiliki karakteristik musiman yang menyebabkan adanya
pengaruh kemiripan pola dalam pembentukan model peramalan. Selain itu, model
terbaik yang digunakan dalam meramalkan produksi padi adalah model fungsi
transfer karena memiliki pola pergerakan data yang mengikuti pergerakan data
aktual, serta mampu memprediksi nilai produksi untuk periode yang lebih
panjang. Produksi pada musim tanam ke-t dipengaruhi oleh produksi pada satu
dan dua musim tanam sebelumnya, serta luas panen pada musim tanam yang sama
dan pada satu musim tanam sebelumnya. Selain peubah luas panen, terdapat juga
pengaruh peubah lain yang mempengaruhi produksi dimana peubah lain tersebut
dikelompokkan dalam satu deret yang dimodelkan dengan ARIMA(3,0,1).
Kata kunci: beda waktu terdistribusi, fungsi transfer, produksi padi

SUMMARY
ANDRIANA EKAWATI. Modeling of Rice Production in South Sulawesi
Province with Transfer Function and Distributed Lag. Supervised by I MADE
SUMERTAJAYA and FARIT MOCHAMAD AFENDI.
Contribute of South Sulawesi to the national income is about 2.6 percent
and it’s included into nine provinces which have the highest contribution. The
largest contribution to the agricultural sector in South Sulawesi are in the food
crops subsector namely rice and pulses (47.45 percent). Rice became an important

commodity because it is a staple food source and a source of income for most
households who work in the agricultural sector. Consumption rate is still
relatively high (85.5 kg). With a population that expected always increase every
year make the consumption of rice in the community increase too. Important,
accurate, and up to date information of the rice production in the future is needed
to support government policy related to rice. Rice production forecasting can be
done by involving that variable itself or other variables which have significant
efect. Multivariate time series analysis methods that considerate the effect of the
other variables in modeling is transfer function. Transfer function model is a
multiple time series forecasting model which combines the characteristics of
ARIMA model with the characteristics of the regression model. Considaration of
lag in forecasting is needed. A time series are not only influenced by independent
variables in the same period, but also influenced by independent variables in the
previous period called the distributed lag model.
The purpose of this research was to build a model of rice production in the
province of South Sulawesi with a transfer function and distributed lag approach.
subroundly rice production data were used as the response or dependent variable,
and the data of rice harvested area as an explanatory or independent variable. The
research data were divided into two parts, namely the data subround I in 1981 to
subround III in 2007 as the training data used to build the model, while subround I

in 2008 until subround III in 2014 as testing data used for model validation.
The results showed that the production and the rice harvested area data are
the variable that had a seasonal characteristic of the data, so the similarity pattern
causes the lag effect of the modeling. Furthermore, the best models used to
forecast rice production is transfer function model because it because it has a data
movement patterns that follow the movement of the actual data and it can forecast
the rice production for a long period. Rice production is affected by itself at one
and two previous subround, also affected by current harvest area and then harvest
area at one previous subround. Besides harvested area, there are other variables
that have influence to the rice production, where the other variables are groupped
in time series model with ARIMA (3,0,1).

Keywords: distributed lag, transfer function, rice production

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PEMODELAN PRODUKSI PADI DI PROVINSI SULAWESI
SELATAN DENGAN FUNGSI TRANSFER DAN BEDA
WAKTU TERDISTRIBUSI

ANDRIANA EKAWATI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Statistika Terapan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015


Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS.

Judul Tesis : Pemodelan Produksi Padi di Provinsi Sulawesi Selatan dengan
Fungsi Transfer dan Beda Waktu Terdistribusi
Nama
: Andriana Ekawati
NIM
: G152130374

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir I Made Sumertajaya, MSi
Ketua

Dr Farit Mochamad Afendi, SSi MSi
Anggota

Diketahui oleh


Ketua Program Studi
Statistika Terapan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Indahwati, MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:
9 Oktober 2015

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala
atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul
“Pemodelan Produksi Padi di Provinsi Sulawesi Selatan dengan Fungsi Transfer
dan Beda Waktu Terdistribusi”. Keberhasilan penulisan tesis ini tidak lepas dari

bantuan, bimbingan, dan petunjuk dari berbagai pihak.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir I Made Sumertajaya, MSi
sebagai ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr Farit Mochamad Afendi, SSi,
MSi sebagai anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan,
arahan serta saran kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
Pimpinan Badan Pusat Statistik (BPS) atas kesempatan yang diberikan kepada
penulis untuk menempuh jenjang Magister Statistika Terapan di Institut Pertanian
Bogor (IPB). Ungkapan terima kasih terkhusus penulis sampaikan kepada suami
tercinta Fajri Munir, orang tua (Alm.), ananda tercinta serta seluruh keluarga di
εakassar atas do’a, dukungan dan pengertiannya. Terimakasih pula kepada
seluruh staf Program Studi Statistika Terapan, teman-teman Statistika (S2 dan S3)
dan Statistika Terapan (S2) atas bantuan dan kebersamaannya. Terima kasih tak
lupa penulis sampaikan kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan
satu per satu yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini.
Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Oktober 2015

Andriana Ekawati


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Kegunaan Penelitian

1
1

3
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Model ARIMA Box-Jenkins
Fungsi Transfer
Beda Waktu Terdistribusi
Evaluasi Model
Pengujian Asumsi Klasik
Holt-Winters

4
4
4
5
6
6
7

3 METODE PENELITIAN
Data
Metode Analisis

9
9
9

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum
Pengisian Data Hilang (Missing Data)
Model Fungsi Transfer
Model Beda Waktu Terdistribusi

13
13
15
16
21

5 SIMPULAN DAN SARAN

27

DAFTAR PUSTAKA

28

LAMPIRAN

29

RIWAYAT HIDUP

34

DAFTAR TABEL
4.1 Luas panen dan produksi hasil metode Holt-Winters
4.2 Hasil Uji Augmented Dickey-Fuller
4.3 Model alternatif ARIMA data luas panen
4.4 Model alternatif ARIMA data produksi
4.5 Overfitting model awal fungsi transfer
4.6 Overfitting model akhir fungsi transfer
4.7 Hasil uji beda waktu
4.8 Hasil uji pangkat polinomial
4.9 Hasil pendugaan parameter model PDL
4.10 Nilai peramalan fungsi transfer dan beda waktu terdistribusi

16
16
17
17
19
19
21
21
22
25

DAFTAR GAMBAR
3.1 Diagram alir tahapan penelitian
4.1 Sebaran produksi padi di Indonesia tahun 2012
4.2 Luas panen padi Propinsi Sulawesi Selatan musim tanam I tahun 1981
sampai dengan musim tanam III tahun 2013
4.3 Produksi padi Propinsi Sulawesi Selatan musim tanam I tahun 1981
sampai dengan musim tanam III tahun 2013
4.4 Luas panen dan produksi padi Provinsi Sulawesi Selatan yang masih
mengandung missing data
4.5 Nilai aktual (Y) dan hasil peramalan produksi padi menggunakan model
Fungsi Transfer ( ̂�� )
4.6 Struktur koefisien model beda waktu terdistribusi polinom pangkat 3
4.7 Struktur koefisien model beda waktu terdistribusi polinom pangkat 2
4.8 Perbandingan nilai produksi dari data aktual, data hasil ramalan, dan
sisaan dari model PDL
4.9 Perbandingan nilai aktual (Y_aktual) dengan nilai ramalan produksi
̂ _FT & Y
̂ _PDδ) tahun 2008 sampai 2014
padi (Y

12
13
14
15
15
20
22
23
24
25

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Plot ACF data luas panen dan produksi padi
Uji Ljung-Box Model ARIMA luas panen dan produksi
Korelasi Silang (Crosscorrelation) antara deret input dan deret output
Hasil pendugaan parameter dari model awal fungsi transfer
Hasil pendugaan parameter dan pengecekan asumsi dari model akhir
fungsi transfer
6 Hasil uji kenormalan dan kehomogenan ragam dari model beda waktu
terdistribusi polinomial pangkat 3
7 Hasil uji asumsi dari model beda waktu terdistribusi polinomial pangkat
2

29
29
29
30
31
32
33

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sulawesi Selatan merupakan provinsi yang memiliki pengaruh dalam
perekonomian Indonesia khususnya dalam pertumbuhan ekonomi. Pada tahun
2013, kontribusi Sulawesi Selatan terhadap pendapatan nasional sekitar 2.6 persen,
dan termasuk dalam sembilan besar provinsi yang berkontribusi tinggi terhadap
pendapatan nasional. Pertanian menjadi salah satu sektor unggulan di Provinsi
Sulawesi Selatan (14.42%). Predikat sebagai lumbung padi nasional
mengukuhkan posisi Sulawesi Selatan sebagai produsen tanaman pangan yang
cukup potensial terutama komoditas padi dan jagung sebagai komoditas tanaman
pangan andalan (Herniwati dan Kadir 2009). Salah satu komoditas unggul di
sektor pertanian adalah padi (47.45 %). Pentingnya komoditas ini karena padi
yang nantinya menjadi beras merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia.
Selain itu, padi menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat yang tinggal di
pedesaan khususnya yang bermatapencaharian sebagai petani. Hal ini diperkuat
oleh hasil Sensus Pertanian 2013 yang menunjukkan bahwa dominan rumah
tangga di Provinsi Sulawesi Selatan berusaha di subsektor pertanian tanaman
pangan (31.11 %) dibandingkan subsektor-subsektor pertanian lainnya. Arifin
(1997) dalam Suryana (2008) mengemukakan bahwa beras mempunyai
kedudukan yang vital dan fatal. Vital karena beras adalah kebutuhan dasar
masyarakat Indonesia dan fatal apabila penyediaannya defisit sehingga dapat
dijadikan alat oleh kekuatan politik. Lebih lanjut Arifin (2007) memaparkan
bahwa kebijakan pemerintah terkait komoditas beras berdampak luas tidak hanya
secara sosial dan ekonomi, tetapi juga politik.
Jumlah penduduk Sulawesi Selatan saat ini mencapai kurang lebih 8.5 juta
jiwa. Jumlah ini diperkirakan akan semakin meningkat pada tahun-tahun
berikutnya. Indonesia masih termasuk negara dengan rata-rata konsumsi beras per
kapita per tahun yang tergolong tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata
konsumsi beras per kapita per tahun di negara lain. Hasil Survei Sosial Ekonomi
Nasional BPS 2013 menunjukkan bahwa konsumsi beras rata-rata per kapita
setahun mencapai 85.5 kilogram. Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk,
tidak menutup kemungkinan terjadinya peningkatan konsumsi beras di
masyarakat. Terkait dengan itu, maka kebijakan mengenai beras membutuhkan
informasi yang penting, akurat, dan terkini. Salah satunya terkait dengan produksi
padi untuk periode yang akan datang.
Telah banyak penelitian-penelitian sebelumnya yang terkait dengan produksi
padi, baik daerah maupun nasional dengan berbagai metode atau teknik peramalan.
Diantaranya adalah yang dilakukan oleh Triyanto (2006) dengan melakukan
penelitian untuk mengetahui pengaruh luas lahan, tenaga kerja, benih, pupuk, dan
pompa air terhadap produksi padi di Jawa Tengah dengan menggunakan analisis
regresi berganda dengan fungsi produksi Cobb-Douglas. Hasilnya menunjukkan
bahwa luas lahan, tenaga kerja, benih, dan pompa air, memberikan pengaruh
positif yang signifikan terhadap produksi padi pada taraf nyata 5 persen. Dewi
(2014) melakukan pemodelan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi di
Jawa Timur tahun 2012 dengan kasus pencilan dan autokorelasi error. Hasilnya

2
menunjukkan bahwa peubah yang berpengaruh signifikan terhadap produksi padi
di Jawa Timur adalah luas panen, luas puso, dan penggunaan pupuk dengan nilai
koefisien determinasi (R2) sebesar 99.3%. Dari penelitian-penelitian tersebut,
terlihat beberapa peubah yang signifikan mempengaruhi produksi padi, tetapi
belum bisa melakukan pemodelan untuk peramalan produksi padi pada periode
mendatang.
Pemodelan dilakukan untuk memperoleh gambaran data pada periode
kedepan. Selama ini, terdapat beberapa kesulitan dalam pengumpulan data di
lapangan, baik dari sisi pengukuran seperti alat ukur yang cukup berat, maupun
dari segi waktu yakni butuh tenaga dan waktu yang cukup lama dalam
mengumpulkan satu contoh. Sehingga untuk memudahkan dalam mendapatkan
data pada periode mendatang, maka salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah
dengan peramalan menggunakan pemodelan dengan memanfaatkan data yang
sudah tersedia sebelumnya. Berbagai teknik dilakukan dalam peramalan, baik
menggunakan peubah itu sendiri maupun melibatkan peubah lain dalam
membentuk model untuk memperoleh gambaran mengenai data pada periode
kedepan. Selain itu, dalam membentuk model juga perlu memperhatikan perilaku
dan pergerakan dari data yang digunakan.
Penelitian mengenai pemodelan produksi padi telah dilakukan oleh Wijaya
(2010) dengan menggunakan ARIMA, Fungsi Transfer, dan Adaptif Neuro Fuzzy
Inference System (ANFIS) pada tiga provinsi. Hasilnya adalah peramalan luas
panen yang baik di Provinsi Jawa Tengah dengan menggunakan metode ANFIS
sedangkan produktivitas dengan ARIMA. Provinsi Kalimantan Selatan,
peramalan luas panen dan produktivitas yang baik digunakan adalah ARIMA.
Provinsi Sumatera Utara, peramalan luas panen yang baik digunakan adalah
Fungsi Transfer, dan produktivitas dengan menggunakan ANFIS. Peramalan
produksi padi yang dilakukan Wijaya sejalan dengan penghitungan produksi padi
yang selama ini dilakukan oleh Badan Pusat Statistik dengan melibatkan luas
panen dan produktivitas, yakni dengan terlebih dahulu melakukan peramalan pada
masing-masing peubah luas panen dan produktivitas. Namun, Wijaya belum
melakukan pemodelan produksi padi dengan langsung melibatkan peubah-peubah
tersebut ke dalam model.
Terkait dengan data deret waktu, suatu peubah dipengaruhi oleh peubah itu
sendiri pada periode sebelumnya, dan juga dipengaruhi oleh peubah lain pada
periode yang sama dan atau pada periode sebelumnya. Dengan kata lain bahwa
pertimbangan lag (beda waktu) dalam peramalan juga diperlukan karena suatu
peubah tak bebas tidak serta merta dipengaruhi langsung oleh peubah bebasnya,
akan tetapi berangsur-angsur. Metode analisis deret waktu berganda yang dapat
diterapkan untuk menganalisis suatu peubah tak bebas dengan
mempertimbangkan beda waktu dan yang mampu mengakomodir pengaruh
peubah lain adalah fungsi transfer dan beda waktu terdistribusi. Model fungsi
transfer merupakan suatu model peramalan deret waktu berganda yang
menggabungkan karakteristik dari model ARIMA dengan karakteristik model
regresi. Sedangkan suatu deret waktu tidak hanya dipengaruhi oleh peubah bebas
pada periode yang sama, namun juga dipengaruhi oleh peubah bebas pada periode
sebelumnya disebut model beda waktu terdistribusi (Gujarati 2004).
Peramalan produksi padi untuk masa yang akan datang tanpa melibatkan
produktivitas akan dilakukan dengan metode fungsi transfer dan beda waktu

3
terdistribusi sehingga peubah yang digunakan dalam penelitian ini hanya
menggunakan peubah luas panen. Penentuan peubah juga mengacu pada
penelitian yang dilakukan Dewi (2014) dengan mengambil salah satu peubah yang
signifikan mempengaruhi produksi padi, yaitu luas panen.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui karakteristik produksi dan luas panen padi di Provinsi Sulawesi
Selatan.
2. Membangun model produksi padi di Provinsi Sulawesi Selatan dengan
pendekatan Fungsi Transfer dan Beda Waktu Terdistribusi.
3. Menentukan model terbaik dalam melakukan peramalan produksi padi di
Provinsi Sulawesi Selatan.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya literatur mengenai berbagai
pemodelan deret waktu, yang dapat digunakan untuk meramalkan nilai suatu
peubah di masa yang akan datang dengan melibatkan peubah lain, dan dengan
memperhatikan karakteristik dari data yang digunakan. Pemodelan terbaik yang
diperoleh dalam penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk meramalkan
produksi padi untuk selanjutnya digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi
pemerintah dalam menentukan kebijakan terkait dengan produksi padi maupun
beras.

4

2 TINJAUAN PUSTAKA
Model ARIMA Box-Jenkins
Model Box-Jenkins terdiri dari beberapa model, yaitu: autoregressive (AR),
moving average (MA), autoregressive-moving average (ARMA), dan
autoregressive integrated moving average (ARIMA). Autoregressive integrated
moving average (ARIMA) adalah model yang mampu menjelaskan data deret
waktu yang tidak stasioner. ARIMA merupakan gabungan antara model
autoregressive (AR) berordo-p dan model moving average (MA) berordo-q yang
mengalami pembedaan ordo ke-d (Box 1994, Montgomery 2008). Secara umum
model ARIMA (p,d,q) adalah sebagai berikut (Wei 2006):
d

φp B (1-B) Zt = q B at
Keterangan:
φp B = 1- φ1 B - φ2 B2 - … - φp Bp

(2.1)

B = 1 - 1 B - 2 B2 - … - q Bq
p merupakan orde dari AR , q merupakan orde dari MA, dan d adalah
jumlah pembedaan (differencing). Pada persamaan (2.1), sisaan at diasumsikan
mengikuti proses ingar putih (white noise) yang berdistribusi normal dengan
rataan nol dan ragam konstan, yaitu at ~N 0,σ2 . Identifikasi model dilakukan
dengan menggunakan
plot Autocorrelation Function (ACF) dan Partial
Autocorrelation Function (PACF) data yang stasioner, sedangkan pendugaan
parameter menggunakan metode Maximum Likelihood.
q

Fungsi Transfer
Model fungsi transfer merupakan pengembangan dari model ARIMA yang
biasa disebut dengan ARIMA berganda, yakni suatu model yang dihubungkan
dengan satu atau lebih deret input. Jika deret waktu Yt berhubungan dengan satu
atau lebih deret waktu lain (Xt), maka dapat dibuat sebuah model deret waktu
untuk menduga nilai Yt berdasarkan informasi Xt. Model yang dihasilkan disebut
model fungsi transfer. Dalam model fungsi transfer, terdapat peubah respon Yt
(deret output) yang diperkiraan akan dipengaruhi oleh peubah penjelas Xt (deret
input) dan input-input lain yang digabungkan dalam satu kelompok sebagai deret
“gangguan” (noise) yang dinotasikan dengan t. Secara matematis, model fungsi
transfer memiliki bentuk umum sebagai berikut, (Wei 2006) :
yt = v B xt + t
(2.2)
Keterangan:
yt
: deret output yang stasioner
xt
: deret input yang stasioner
: deret gangguan (noise)
t
v B : bobot respon impuls dimana v B = ∑kj=0 vj Bj = v0 + v1 B + v2 B2 + …+ vk Bk , dan
k adalah orde fungsi transfer.
Bobot respon impuls juga dapat ditulis dalam bentuk:
v B =

ωs B B b
r

B

(2.3)

5
Deret gangguan/noise ( t ) diasumsikan dapat dimodelkan dengan proses ARIMA
(p,d,q), sehingga model kombinasi fungsi transfer dapat ditulis dalam bentuk
sebagai berikut:
yt =

ωs B
r

B

xt-b +

q

B

∅p B

at

(2.4)

Keterangan:
ωs B = ω0 - ω1 B - ω2 B2 - … - ωs Bs
2
r
r B = 1 - 1 B - 2 B - … - ωr B
2
q
q B = 1 - 1B - 2B - … - qB
∅p B = 1 -∅1 B - ∅2 B2 - … - ∅p Bp
at adalah sisaan pada waktu ke t yang mengikuti proses white noise
sedangkan s,r,p,dan q adalah konstanta.
Beda Waktu Terdistribusi
Suatu peubah tak bebas apabila dipengaruhi oleh peubah bebas pada waktu
t, serta dipengaruhi juga oleh peubah bebas pada waktu t-1, t-2, dan seterusnya
disebut model beda waktu terdistribusi (Montgomery et al. 2008, Juanda 2009).
Bentuk model beda waktu terdistribusi dibagi menjadi dua yaitu model infinite lag
dan model finite lag.
Model Infinite lag, panjang beda waktu tidak diketahui:
Yt = α + β0 Xt + β1 Xt-1 + β2 Xt-2 + … +

(2.5)

t

Model finite lag, panjang beda waktu diketahui yakni sebesar k:
Yt = α + β0 Xt + β1 Xt-1 + β2 Xt-2 + … + βk Xt-k +

(2.6)

t

Beda waktu terdistribusi (Distributed Lag) dibagi menjadi tiga jenis yaitu
Arithmatic Distributed Lag, Geometric Distributed Lag, dan Polynomial
Distributed Lag (Fouda 2010). Beberapa metode dapat diterapkan dalam
menentukan model beda waktu terdistribusi. Namun, yang akan digunakan untuk
membentuk model beda waktu terdistribusi pada penelitian ini adalah Metode
Almon (Almon Distributed Lag Model). Keuntungan dari metode ini adalah
modelnya lebih fleksibel dan dapat mengurangi kolinearitas (Fouda 2010).
Almon Distributed Lag Model (ADLM)
Almon Distributed Lag Model sering juga disebut model beda waktu
terdistribusi polinomial (Polynomial Distributed Lag Model). Model yang
digunakan dalam metode ini adalah model finite lag dengan bentuk umum sebagai
berikut:
Yt =

+ ∑ki=

i X t-i + t

=

+

Xt +

Xt- +

Xt- +…+

k X t-k

+

t

(2.7)

Berdasarkan teori matematik yang dikenal dengan nama Weierstrass
Theorem, Almon berasumsi bahwa � dapat didekati oleh suatu polinomial dalam
i yang memiliki derajat, dengan i merupakan panjang beda waktu. Secara umum
polinomial i berpangkat m dapat dituliskan dalam bentuk sebagai berikut:
i

=

+

i+

i +…+

mi

m

(2.8)

6
dengan m < k (panjang beda waktu maksimum)
Dengan demikian, model pada persamaan (2.7) setelah disubstitusi dengan
persamaan (2.8) dapat ditulis sebagai berikut:
Yt = α + α0 ∑ki=0 Xt-i + α1 ∑ki=0 i Xt-i + α2 ∑ki=0 i2 Xt-i +…+ αm ∑ki=0 im Xt-i + t (2.9)

Yt = α + α0 Zot + α1 Z1t + α2 Z2t + … + αm Zmt +

t

(2.10)

Dengan Zot = ∑ki=0 Xt-i ; Z1t = ∑ki=0 i Xt-i ; Z2t = ∑ki=0 i2 Xt-i ; Zmt = ∑ki=0 im Xt-i
Jika ditulis dalam persamaan regresi dugaan menjadi:
̂ t = α̂ + α̂ 0 Zot + α̂ 1 Z1t + α̂ 2 Z2t + … + α̂ m Zmt
Y

(2.11)

Koefisien persamaan di atas diduga dengan metode kuadrat terkecil (OLS).
Setelah semua koefisien � diperoleh maka koefisien ̂ dapat dihitung
berdasarkan persamaan (2.8).
β̂ 0 = ̂0
β̂ 1 = ̂0 + α̂ 1 + α̂ 2 + … + α̂ m
β̂ 2 = ̂0 + 2α̂ 1 + 4α̂ 2 + … + 2m α̂ 2
β̂ 3 = ̂0 + 3α̂ 1 + 9α̂ 2 + … + 3m α̂ 2

β̂ k = ̂0 + kα̂ 1 + k2 α̂ 2 + … + km α̂ 2
Evaluasi Model

Model yang diperoleh dari beberapa metode digunakan untuk melakukan
peramalan. Model dikatakan baik jika hasil peramalan mendekati hasil yang
sebenarnya. Ada beberapa ukuran untuk melihat tingkat akurasi dalam melakukan
peramalan, (Montgomery et al. 2008), salah satunya adalah MAPE (Mean
Absolute percent forecast Error):
1

εAPE = ∑nt=1|ret 1 |
n
et 1

dengan ret 1 = (

yt

(2.12)

) × 100 ; et 1 = yt - ŷ t (t - 1); dan ŷ t (t - 1) merupakan

nilai ramalan y pada periode sebelumnya.
Penentuan model yang terbaik digunakan dengan membandingkan nilai
MAPE pada masing-masing model. Suatu model dikatakan baik jika memiliki
nilai MAPE yang kecil.

Pengujian Asumsi Klasik
Model terbaik yang dihasilkan harus memenuhi asumsi klasik dalam
pemodelan. Perlu dilakukan pemeriksaan asumsi-asumsi klasik terhadap sisaan
dari model yang diperoleh. Berikut asumsi-asumsi klasik yang harus terpenuhi:
a) Asumsi Kenormalan
Untuk mengetahui sisaan berdistribusi normal atau tidak adalah dengan
melakukan uji kenormalan. Ada berbagai cara yang dapat dilakukan untuk
mengetahui apakah asumsi ini terpenuhi, diantaranya adalah dengan
melihat bentuk histogram sisaan. Selain itu, secara statistik dapat dilihat

7
melalui uji kenormalan, seperti Uji Kolmogorov-Smirnov, Uji Lilliefors,
dan Uji Jarque-Bera. Hipotesis yang digunakan adalah:
H0: Sisaan menyebar normal
H1: Sisaan tidak menyebar normal
Kriteria uji: H0 tidak ditolak jika nilai p lebih besar dari α.
b) Asumsi Homoskedastisitas
Asumsi penting yang harus terpenuhi dalam pemodelan adalah ragam dari
sisaan sama atau homogen, dinotasikan dengan ��� � = � �� = � .
Hipotesis yang digunakan untuk menguji kehomogenan ragam sisaan
adalah:
H0: Ragam sisaan homogen
H1: Ragam sisaan tidak homogen
Salah satu cara mendeteksi kehomogenan ragam adalah dengan melihat
plot antara residual dengan nilai dugaan. Ragam sisaan dikatakan homogen
jika plot antara sisaan dengan nilai dugaan membentuk pola acak. Selain
itu, kehomogenan ragam dapat dideteksi secara statistik dengan Uji
Glejser (Gujarati 2004). Uji Glejser dilakukan dengan meregresikan
absolut residual |�� | sebagai peubah respon dengan peubah-peubah
bebas X, untuk selanjutnya dibuat tabel Anova. Kriteria yang digunakan
dalam uji ini adalah H0 tidak ditolak jika nilai p lebih besar dari α.
c) Asumsi Nonautokorelasi
Pemeriksaan asumsi nonautokorelasi dilakukan untuk mengetahui apakah
sisaan saling bebas atau tidak. Pengujian terhadap asumsi ini mengunakan
Uji Durbin-Watson dengan formula sebagai berikut:
DW =

∑Tt=2 ∑ ei - ei-1

2

∑Tt=1 ∑ ei 2

(2.13)

Hipotesis yang digunakan untuk menguji asumsi ini:
H0: Tidak ada autokorelasi pada sisaan
H1: Ada autokorelasi pada sisaan
Kriteria uji: H0 tidak ditolak jika nilai DW berada diantara 4 – DL dan 4 –
DU.
Holt - Winters
Holt - Winters merupakan metode pemulusan untuk data yang mengandung
unsur trend dan musiman. Metode Holt - Winters menggunakan tiga pembobotan
atau parameter pemulusan yakni α yang merupakan konstanta pemulusan
keseluruhan, yang merupakan konstanta pemulusan untuk trend, dan yang
merupakan konstanta pemulusan musiman. Parameter-parameter tersebut berada
pada interval (0,1). Komponen model:
δt = a(Yt – εt–q) + (1 – a)(δt–1 + Tt–1) ; q = ordo musiman
Tt = g(δt – δt–1) + (1 – g)Tt–1
εt = d(Yt – δt) + (1 – d)εt-q

(2.14)
(2.15)
(2.16)

Nilai Smoothing: St = Lt + Tt + Mt–q
Nilai Forecast: Ft,h = Lt + h*Tt + Mt–q+h

(2.17)
(2.18)

8
1

Nilai awal V1 = q ∑i=-2q+1 Xi
-q

1

dan V2 = q ∑0i=-q+1 Xi

T0 = (V2 – V1)/q
L0 = (V2 + T0(q – 1))/2
St = Xt – (L0 + tT0) t = –2q+1, –2q+2, …, 0
M–q+1 = (M–2q+1 + M–q+1)/2, …, M0 = (M–q + M0)/2

Metode pemulusan Holt Winters pada penelitian ini digunakan untuk
mengisi data hilang pada peubah luas panen dan produksi padi yang juga
merupakan data musiman.

9

3 METODE PENELITIAN
Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data produksi padi dan
luas panen padi Provinsi Sulawesi Selatan dan merupakan data sekunder yang
diperoleh dari publikasi tahunan produksi tanaman pangan dari Badan Pusat
Statistik (BPS). Masing-masing data tersebut merupakan data deret waktu
persubround (musim tanam) tahun 1981 sampai tahun 2014. Penentuan peubah
bebas luas panen merujuk kepada salah satu komponen yang digunakan BPS
dalam peramalan produksi padi serta penelitian sebelumnya yang dilakukan Dewi
(2014) dengan mengambil salah satu peubah yang signifikan mempengaruhi
produksi padi.
Data dibagi menjadi dua yakni data dari musim tanam I tahun 1981 sampai
musim tanam III tahun 2007 sebagai data training yang digunakan untuk
membentuk model dan data dari musim tanam I tahun 2008 sampai dengan musim
tanam III 2014 sebagai data testing yang digunakan untuk melihat keefektifan
hasil peramalan terhadap data aktualnya.

Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis deret
waktu. Analisis deskriptif untuk memberikan gambaran secara umum mengenai
peubah yang digunakan terutama yang terkait dengan karakteristik dari peubahpeubah tersebut. Sedangkan analisis deret waktu meliputi pemodelan dengan
menggunakan fungsi transfer dan beda waktu terdistribusi.
Tahapan pemodelan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Melakukan eksplorasi data secara deskriptif terhadap masing-masing peubah.
2. Pembentukan model fungsi transfer, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Mempersiapkan deret output (Yt) dan deret input (Xt)
b. Memeriksa kestasioneran deret output dan deret input. Jika deret tersebut
belum stasioner maka dilakukan difrensing dan atau transformasi agar
deret tersebut menjadi stasioner.
c. Pra-pemutihan (prewhitening) deret input (Xt), yakni proses transformasi
deret yang berkorelasi menuju perilaku ingar putih (white-noise) yang
tidak berkorelasi.
Misalkan, jika deret input Xt dimodelkan sebagai proses ARIMA (p,0,q),
maka modelnya adalah:
∅p B Xt = q B αt ; � adalah sisaan acak
Sehingga deret input yang telah mengalami pra-pemutihan (αt) adalah:
αt =

d.

q

B

(3.1)

Pra-pemutihan deret output (Yt)
βt =

e.

∅p B Xt

∅p B Yt
q

B

(3.2)

Perhitungan korelasi silang antara deret input dan deret output yang telah
diputihkan. Fungsi korelasi silang antara αt dan βt adalah:

10
ρ̂ αβ k = rαβ k =

f.

g.

Cαβ (k)
Sα Sβ

; k = 0, ±1, ±2, ...

(3.3)

Keterangan:
ρ̂ αβ k = korelasi silang antara � dan � pada beda waktu-k
Cαβ (k) = kovarian antara � dan � pada beda waktu-k

= simpangan baku dari deret �

= simpangan baku dari deret �
Penentuan orde (b,r,s) untuk masing – masing deret input dan
perhitungan deret gangguan t.
Konstanta b, r, s ditentukan berdasarkan pola fungsi korelasi silang
antara αt dan βt. Cara menentukan b, r, s adalah sebagai berikut:
- b ditentukan berdasarkan beda waktu yang nyata pertama kali pada
plot korelasi silang.
- s merupakan lama input mempengaruhi output setelah nyata yang
pertama. s dilihat dari beda waktu berikutnya yang membentuk pola
yang jelas.
- r mengindikasikan berapa lama deret output berhubungan dengan nilai
yang terdahulu dari deret output itu sendiri. r dilihat dari plot ACF Yt
stasioner yang menunjukkan beda waktu yang nyata setelah beda
waktu pertama. Nilai r juga dapat ditentukan berdasarkan pola beda
waktu pada plot korelasi silang setelah (b+s). Jika memiliki pola
eksponensial maka r=1 dan jika memiliki pola gelombang sinus maka
r=2.
Pendugaan awal parameter
Penduga awal parameter fungsi transfer yaitu ̂ = , ,…, r dan
ω
̂ = ω , ω ,…,ωs dilakukan dengan penaksiran langsung bobot impuls
respon dan memanfaatkan persamaan:
Vj = 0
;j b+s

(3.6)
(3.7)

rαβ (k)sβ


Penduga awal ini digunakan sebagai nilai awal dari algoritma pendugaan
akhir nonlinier dan untuk menduga deret sisaan.
h. Pemodelan ARIMA dari deret sisaan
i. Pendugaan akhir parameter model fungsi transfer
Tahapan ini dilakukan dengan mengkombinasikan bersama antara model
awal fungsi transfer dengan model ARIMA dari sisaan. Tahapan ini
dilakukan dengan estimasi bersama parameter awal dengan parameter
model sisaan.
j. Diagnosa model fungsi transfer dengan penghitungan autokorelasi untuk
nilai sisa model akhir, serta korelasi silang antara nilai sisa model akhir
dengan deret input yang telah diputihkan.
3. Menentukan model beda waktu terdistribusi dengan menggunakan Metode
Almon, dengan tahapan sebagai berikut:
a) Menentukan panjang beda waktu maksimum

11
Menentukan beda waktu maksimum merupakan kelemahan terbesar
dalam Metode Almon. Penentuan beda waktu yang tidak tepat dapat
menimbulkan bias. Panjang beda waktu maksimum dapat ditentukan
berdasarkan anggapan, pengalaman, maupun teori dengan nilai AIC dan
SC terkecil.
SSR
2q
AIC = δn
+
(3.8)
n
SSR

q

n

SC = δn
+ δn n
(3.9)
n
n
Keterangan:
SSR : jumlah kuadrat galat
n
: banyaknya contoh
q
: banyaknya koefisien regresi
b) Menentukan derajat atau pangkat polinomial
Penentuan pangkat polinomial paling kecil adalah lebih besar satu
dibandingkan banyaknya titik belok pada diagram pencar antara
koefisien β dan beda waktu ke-i. Namun, sering dijumpai banyaknya titik
belok sehingga pangkat polinomial (m) ditentukan secara subjektif. Pada
prakteknya, pangkat polinomial rendah (m=2 atau m=3) memberikan
hasil yang baik (Seddighi et al. 2000). Almon sendiri mengasumsikan
bahwa polinomial berpangkat dua adalah yang paling tepat digunakan.
c) Membangun model beda waktu terdistribusi.
d) Melakukan pengujian asumsi dari model beda waktu terdistribusi.
4. Melakukan peramalan menggunakan model fungsi transfer dan model beda
waktu terdistribusi.
5. Memilih metode terbaik dalam pemodelan produksi padi di Provinsi Sulawesi
Selatan.

12
Berikut adalah diagram alir tahapan penelitian:

Gambar 3.1 Diagram alir tahapan penelitian

13

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum
Kondisi perekonomian suatu wilayah dapat dilihat dari pertumbuhan
ekonomi. Pertumbuhan ekonomi sendiri diukur dari produk domestik bruto (PDB).
Ada beberapa sektor yang menyusun PDB, salah satunya adalah sektor pertanian
yang terdiri dari beberapa subsektor antara lain subsektor tanaman bahan makanan,
subsektor tanaman perkebunan, subsektor peternakan dan hasil-hasilnya,
subsektor kehutanan, dan subsektor perikanan. Diantara kelima subsektor tersebut,
subsektor tanaman bahan makanan memiliki kontribusi terbesar dalam sektor
pertanian yang membentuk PDB (47.45 % pada tahun 2013). Subsektor tanaman
pangan meliputi berbagai tanaman yang menjadi kebutuhan pokok atau makanan
pokok seluruh masyarakat yakni padi dan palawija.
Legenda

Gambar 4.1 Sebaran produksi padi di Indonesia tahun 2012
Gambar 4.1 menunjukkan bahwa sentra produksi padi di Indonesia ada di
Pulau Jawa, sedangkan Sulawesi Selatan menempati urutan pertama produksi padi
tertinggi di wilayah Indonesia Tengah dan Timur. Provinsi Sulawesi Selatan yang
secara geografis terletak antara 0°12' sampai 8° Lintang Selatan dan 116°48'
sampai 122°36' Bujur Timur menempati 9 besar provinsi yang berpengaruh
terhadap perekonomian di Indonesia dengan kontribusi sebesar 2.6 persen
terhadap pendapatan nasional. Sulawesi Selatan termasuk provinsi yang memiliki
lahan pertanian yang cukup luas sehingga menjadikan provinsi tersebut berpotensi
menghasilkan produk pertanian yang menguntungkan, khususnya padi. Sekitar 13
persen dari luas wilayah Provinsi Sulawesi Selatan merupakan lahan sawah.
Dalam setahun, terbagi menjadi tiga musim tanam (4 bulan) dimana dalam satu
musim tanam dimulai dari masa tanam hingga masa panen, yakni musim tanam I
untuk periode Januari – April, musim tanam II untuk periode Mei – Agustus, dan
musim tanam III untuk periode September – Desember. Pada umumnya salah
satu musim tanam dimanfaatkan oleh petani untuk melakukan penggantian jenis
tanaman. Tujuannya untuk menjaga dan mengembalikan kesuburan tanah setelah
ditanami tanaman yang sama secara terus-menerus.

14
Luas Panen
Luas Panen di Provinsi Sulawesi Selatan tidak berbeda jauh dari tahun ke
tahun. Gambar 4.2 di bawah ini menunjukkan luas panen padi di Provinsi
Sulawesi Selatan musim tanam I tahun 1981 sampai dengan musim tanam III
tahun 2013. Luas panen menunjukkan pola fluktuatif yang cenderung tetap. Luas
panen pada musim tanam II lebih tinggi dari musim tanam lainnya pada tahun
yang sama. Rata-rata luas panen pada musim tanam I (Januari – April) sebesar
257 243.6 Ha, musim tanam II (Mei – Agustus) 314 958.5 Ha, dan musim tanam
III (September – Desember) 221 808.6 Ha. Pada pembahasan sebelumnya
dijelaskan bahwa luas panen merupakan data musiman dengan panjang musim
sebanyak tiga, ini berarti bahwa terjadi pengulangan setiap tiga beda waktu atau
pada musim tanam yang sama setiap tahun. Secara umum, luas panen pada musim
tanam III selalu lebih rendah dari musim tanam II dan I. Hal ini disebabkan karena
penggantian jenis tanaman pada umumnya dilakukan oleh petani di Sulawesi
Selatan pada musim tanam III yaitu dengan menanam jenis tanaman selain padi
seperti tanaman palawija dan tanaman hortikultura.

Gambar 4.2 Luas panen padi Propinsi Sulawesi Selatan musim tanam I
tahun 1981 sampai dengan musim tanam III tahun 2013
Produksi Padi
Produksi padi dipengaruhi oleh luas panen dengan korelasi sekitar lebih dari
90 persen. Gambar 4.3 menunjukkan bahwa pola produksi padi juga tidak berbeda
jauh dengan pola luas panen padi. Produksi padi di Provinsi Sulawesi Selatan
menunjukkan pola fluktuatif yang cenderung meningkat namun peningkatan
tersebut tidak nyata. Produksi padi di Sulawesi Selatan pada musim tanam II lebih
tinggi dari musim tanam I dan III. Rata-rata produksi padi musim tanam I sebesar
1 213 588 ton, musim tanam II 1 398 302 ton, dan musim tanam III 978 841.2 ton.
Tidak berbeda dengan luas panen pada musim tanam III yang pada umumnya
lebih rendah dari musim tanam II dan I, ini juga terjadi pada produksi padi yang
dipengaruhi oleh kebiasaan petani dalam memanfaatkan lahan sesuai dengan pola
musim di provinsi tersebut.

15

Gambar 4.3 Produksi padi Propinsi Sulawesi Selatan musim tanam I
tahun 1981 sampai dengan musim tanam III tahun 2013
Pengisian Data Hilang (Missing Data)
Data yang digunakan dalam penelitian terdiri dari data deret waktu
permusim tanam peubah luas panen dan produksi padi Provinsi Sulawesi Selatan
tahun 1981 sampai dengan 2014. Namun, terdapat beberapa data hilang (missing
data), diantaranya data tahun 1981, 1982, 1984 dan 1986. Oleh karena itu
sebelum melakukan pemodelan, terlebih dahulu dilakukan pengisian data yang
hilang tersebut. Luas panen dan produksi padi yang masih mengandung data
hilang dapat dilihat pada Gambar 4.4.
2500

2000

1500

1000

Luas (000 Ha)

2014;I

2013;I

2012;I

2011;I

2010;I

2009;I

2008;I

2007;I

2006;I

2005;I

2004;I

2003;I

2002;I

2001;I

2000;I

1999;I

1998;I

1997;I

1996;I

1995;I

1994;I

1993;I

1992;I

1991;I

1990;I

1989;I

1988;I

1987;I

1986;I

1985;I

1984;I

1983;I

1982;I

0

1981;I

500

t

Produksi (000 Ton)

Gambar 4.4 Luas panen dan produksi padi Provinsi Sulawesi Selatan
yang masih mengandung missing data

16
Data produksi padi dan luas panen merupakan data deret waktu per musim
tanam (4 bulan). Karakteristik data musiman terlihat dari pola plot ACF pada
Lampiran 1 yang menunjukkan adanya lonjakan setiap tiga beda waktu. Sehingga
data produksi dan luas panen padi merupakan data musiman dengan panjang
musim sebanyak tiga yang menunjukan adanya kemiripan pola data pada musim
tanam yang sama setiap tahun. Pengisian data hilang dilakukan dengan teknik
pemulusan dengan metode Holt-Winters. Metode Holt-Winters lebih tepat
digunakan jika data mengandung unsur musiman. Hasil pengisian data hilang
dengan metode Holt-Winters dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Luas panen dan produksi padi hasil metode Holt-Winters
Musim
Luas Panen
Produksi
Tahun
tanam
(Ha)
(Ton)
1981
I
262 154
1 240 113
II
312 783
1 387 123
III
217 872
961 024
1982
I
263 525
1 240 187
II
306 061
1 365 852
III
228 231
1 015 225
1984
I
189 726
792 467
II
275 060
1 119 663
III
202 132
818 046
1986
I
210 085
874 751
II
285 147
1 149 886
III
214 178
879 702
Model Fungsi Transfer
Deret output yang digunakan adalah data produksi padi Provinsi Sulawesi
Selatan musim tanam I 1981 sampai dengan musim tanam III 2007. Sedangkan
deret inputnya adalah data luas panen padi dengan periode yang sama. Salah satu
asumsi yang harus terpenuhi dalam melakukan pemodelan menggunakan data
deret waktu adalah nilai rata-rata konstan, tidak dipengaruhi oleh perubahan
waktu, serta memiliki ragam yang konstan untuk setiap periode (t), yang biasa
disebut stasioner lemah (weakly stationary) (Cryer 2008). Berdasarkan Gambar
4.2 dan Gambar 4.3, terlihat bahwa pola data keduanya fluktuatif dan bergerak
pada suatu konstanta tertentu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa deret
input luas panen dan deret output produksi padi telah stasioner. Untuk
meyakinkan pernyataan tersebut, dilakukan uji kestasioneran data dengan
menggunakan uji Augmented Dickey-Fuller, dan diperoleh hasil pada Tabel 4.2
bahwa data luas panen dan produksi telah stasioner pada data asli (d = 0).
Tabel 4.2 Hasil Uji Augmented Dickey-Fuller
Deret
Nilai P
d=0
d=1
Luas Panen
0.0231
0.0000
Produksi
0.0434
0.0001

17
Deret input luas panen selanjutnya diidentifikasi dengan model ARIMA.
Data luas panen merupakan data musiman dengan panjang musim sebanyak tiga
sehingga model ARIMA yang terbentuk merupakan model ARIMA musiman.
Model tentatif ARIMA dari peubah input luas panen yang diperoleh adalah
identifikasi nonmusiman ARIMA (1,0,1) dan identifikasi musiman ARIMA
(1,0,1)3. Sehingga model tentatif ARIMA dari luas panen adalah SARIMA
(1,0,1)(1,0,1)3 dengan nilai AIC dan SBC masing-masing sebesar 2 022.96 dan 2
032.538 dan semua parameter nyata. Untuk mendapatkan model terbaik maka
dilakukan overfitting dan diperoleh model alternatif ARIMA dari luas panen
seperti ditunjukkan pada Tabel 4.3. Dengan memperhatikan nilai AIC dan SBC
yang terkecil serta parameter yang nyata, maka diperoleh model luas panen
SARIMA (1,0,1)(1,0,1)3 . Model tersebut juga telah memenuhi asumsi kebebasan
sisaan. Uji Ljung-Box pada Lampiran 2 menunjukkan bahwa semua beda waktu
memiliki nilai p yang lebih besar dari 0.05 yang berarti bahwa tidak terdapat
autokorelasi pada nilai residual data luas panen.
Tabel 4.3 Model alternatif ARIMA data luas panen
Model alternatif
AIC
SBC
luas panen
(2,0,1) (1,0,1)3*
2 024.960
2 036.933
3*
(3,0,1) (1,0,1)
2 026.404
2 040.771
(1,0,2 (1,0,1)3*
2 024.960
2 036.933
3*
(1,0,3) (1,0,1)
2 027.919
2 042.286
(3,0,3) (1,0,1)3*
2 030.568
2 049.723
*Salah satu parameter tidak nyata

Model SARIMA (1,0,1) (1,0,1)3 memiliki bentuk sebagai berikut:
0

φ1 (B3 )∅1 B 1-B 0 (1-B3 ) Xt = 0 + 1 B ϑ1 (B3 )at
Xt =∅1 Xt-1 + φ1 Xt-3 - φ1 ∅1 Xt-4 + at - 1 at-1 - ϑ1 at-3 + ϑ1 1 at-4
Tabel 4.4 Model alternatif ARIMA data produksi

Model alternatif
produksi
(2,0,1) (1,0,1)3*
(3,0,1) (1,0,1)3*
(1,0,2) (1,0,1)3*
(1,0,3) (1,0,1)3*
(3,0,3) (1,0,1)3*

AIC
2 266.943
2 318.813
2 266.251
2 269.478
2 279.465

SBC
2 278.915
2 333.180
2 278.224
2 283.845
2 298.620

*Salah satu parameter tidak nyata

Deret output produksi padi merupakan data musiman, sehingga dengan cara
yang sama diperoleh model tentatif dari data produksi yakni SARIMA (1,0,1)
(1,0,1)3 dengan nilai AIC dan SBC masing-masing sebesar 2 264.055 dan 2
273.632 serta semua parameter nyata. Tabel 4.4 menunjukan beberapa model
alternatif ARIMA dari hasil overfitting dan diperoleh bahwa model ARIMA pada
data produksi juga menghasilkan model yang sama dengan data luas panen yakni
SARIMA (1,0,1) (1,0,1)3 dan telah memenuhi asumsi kebebasan sisaan yaitu tidak

18
terdapat autokorelasi antar sisaan pada data produksi padi. Model ARIMA deret
output produksi padi sebagai berikut:
Yt = ∅1 Yt-1 + φ1 Yt-3 - φ1 ∅1 Yt-4 + at - 1 at-1 - ϑ1 at-3 + ϑ1 1 at-4
Yt = 0.90ηYt-1 + Yt-3 - 0.90ηYt-4 + at - 0.4η3at-1 - 0.801at-3 + 0.3θ3at-4

Selanjutnya untuk menghilangkan efek musiman pada masing-masing
deret output produksi dan deret input luas panen, maka dilakukan pra-pemutihan.
Tahap pra-pemutihan dilakukan berdasarkan identifikasi model ARIMA pada
deret input. Model SARIMA (1,0,1) (1,0,1)3 pada deret input luas panen yang
diperoleh sebelumnya adalah:
0

φ1 (B3 )∅1 B 1-B 0 (1-B3 ) Xt = 1 B ϑ1 (B3 )at
φ1 (B3 )∅1 B Xt = 1 B ϑ1 (B3 )at
Sehingga diperoleh model pra-pemutihan deret input luas panen (Xt) adalah :
φ1 (B3 )∅1 B
t=
3 Xt
1 B ϑ1 (B )
Pra-pemutihan deret ouput produksi padi (Yt) mengikuti proses pra-pemutihan
pada deret input luas panen, dan diperoleh :
φ1 (B3 )∅1 B
βt =
3 Yt
1 B ϑ1 (B )
Hubungan antara luas panen dan produksi dapat dilihat dari korelasi silang
antara keduanya. Korelasi silang (crosscorrelation) dilakukan antar peubah output
produksi dan peubah input luas panen yang telah melalui proses pra-pemutihan.
Pola korelasi silang yang dihasilkan selanjutnya akan digunakan untuk melakukan
identifikasi model awal fungsi transfer dengan menentukan orde b, s, dan r. Hasil
korelasi silang dapat dilihat pada Lampiran 3. Orde b melambangkan periode
sebelum deret input luas panen memulai untuk mempengaruhi deret ouput
produksi, nilai b ditentukan berdasarkan beda waktu yang nyata pertama kali pada
plot korelasi silang yakni 0. Sehingga orde b sebesar 0 menunjukkan bahwa deret
input luas panen (α) mulai mempengaruhi deret output produksi (β) pada periode
yang sama, dengan kata lain bahwa produksi padi pada musim tanam t mulai
dipengaruhi oleh luas panen pada musim tanam t.
Orde s menunjukkan berapa lama deret input luas panen mempengaruhi
deret output produksi setelah nyata yang pertama, nilai s diperoleh dari beda
waktu berikutnya yang membentuk pola yang jelas. Berdasarkan plot korelasi
silang, terdapat pola yang jelas setelah beda waktu nol yaitu pada beda waktu
kesatu, sehingga diidentifikasi s=1. Lama deret input luas panen pada periode t
mempengaruhi produksi periode t adalah 1 periode. Orde r menunjukkan berapa
lama deret output produksi berhubungan dengan nilai deret produksi itu sendiri.
Nilai r ditentukan berdasarkan plot ACF dari deret output produksi atau dari plot
korelasi silang yang membentuk pola tertentu setelah b+s. Berdasarkan pola
korelasi silang tersebut, diasumsikan membentuk pola gelombang sinus/cosinus
sehingga diidentifikasi r=2. Dengan demikian model tentatif fungsi transfer adalah
b=0, s=1, r=2. Untuk mendapatkan model terbaik dilakukan overfitting dengan
orde yang berbeda. Hasil overfitting dapat dilihat pada Tabel 4.5.

19
Tabel 4.5 Overfitting model awal fungsi transfer
Konstanta
AIC
SBC
b=0, s=1, r=0*
2 033.581
2 040.727
b=0, s=1, r=1*
2 001.348
2 010.876
b=0, s=1, r=2
1 968.231
1 980.079
*Salah satu parameter tidak nyata

Berdasarkan hasil overfitting, maka model dengan AIC dan SBC yang
terkecil serta memiliki parameter yang nyata adalah model dengan orde b=0, s=1,
r=2. Estimasi parameter pada model awal fungsi transfer dapat dilihat pada
Lampiran 4. Model awal fungsi transfer adalah:
ω1 (B)
Yt = μ +
Xt-0 + t
2 (B)
Yt = μ +

ω0 -ω1 (B)

1- 1 B- 2 B2

Xt +

t

4.323 - 2.η37B

Xt + t
1 - 0.θ04B - 0.134B2
Selanjutnya melakukan identifikasi model akhir fungsi transfer dengan
mengkombinasikan model awal sebelumnya dengan model ARIMA dari
sisaannya. Identifikasi model ARIMA dari sisaan sendiri diperoleh dengan
melihat plot ACF dan PACF (Lampiran 4). Beberapa kemungkinan kombinasi
model akhir fungsi transfer beserta nilai AIC dan SBC ditunjukkan pada Tabel 4.6.
Yt = -θ21792.4 +

Tabel 4.6 Overfitting model akhir fungsi transfer
Model Awal
(b,s,r)
b=0, s=1, r=2

Model Sisaan ��

AIC

ARIMA (1,0,1
ARIMA (2,0,1)
ARIMA (3,0,1)

1 956.872
1 958.551
1 944.092

SBC
1 973.458
1 977.506
1 965.417

Berdasarkan tabel di atas maka terpilih model akhir fungsi transfer dari
kombinasi model awal b=0, s=1, r=2 dan model sisaan ARIMA (3,0,1) dengan
nilai AIC dan SBC yang paling kecil. Dengan demikian, diperoleh bobot respon
impuls dari model fungsi transfer sebagai berikut:
� � �
� � =

[� − � � ] �
� � �=
− �− �
� �

Sedangkan deret gangguan


t

=

(4.3θη –