Peran Gender Dalam Diversifikasi Konsumsi Pangan Mendayagunakan Pangan Pokok Lokal.

PERAN GENDER DALAM DIVERSIFIKASI KONSUMSI
PANGAN MENDAYAGUNAKAN PANGAN POKOK LOKAL

NUR FITRIA

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peran Gender dalam
Diversifikasi Konsumsi Pangan Mendayagunakan Pangan Pokok Lokal adalah
benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015
Nur Fitria
NIM I34110108

ABSTRAK
NUR FITRIA. Peran Gender dalam Diversifikasi Konsumsi Pangan
Mendayagunakan Pangan Pokok Lokal. Dibimbing oleh SITI AMANAH.
Diversifikasi konsumsi pangan merupakan salah satu upaya untuk
mengatasi masalah ketergantungan pada beras dan diarahkan kembali ke
penggunaan bahan pangan lokal. Hal ini seperti yang dilakukan masyarakat
Kampung Cireundeu yaitu mengonsumsi ketela atau singkong sebagai bahan
pangan pokok. Penelitian bertujuan menganalisis hubungan karakteristik sosial
ekonomi rumah tangga, peran gender dalam rumah tangga, dan tingkat dukungan
lokal dengan jumlah anggota rumah tangga yang mengonsumsi rasi. Penelitian
dengan metode survai ini dilaksanakan di Kampung Cireundeu, Kelurahan
Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi. Sebanyak 36 rumah
tangga dipilih secara sengaja dengan beberapa pertimbangan. Hasil penelitian

memperlihatkan bahwa terdapat korelasi positif yang nyata antara karakteristik
sosial ekonomi rumah tangga, peran gender dalam rumah tangga, dan tingkat
dukungan lokal terhadap jumlah anggota rumah tangga yang mengonsumsi rasi.
Akses dan bantuan teknologi untuk penanaman dan pengolahan bahan pangan non
beras masih kurang. Diperlukan sosialisasi dan pendampingan mengenai
diversifikasi konsumsi pangan pokok yang melibatkan masyarakat lokal.
Kata kunci: peran gender, diversifikasi konsumsi pangan pokok, masyarakat lokal

ABSTRACT
NUR FITRIA. Gender Role in Local Food Consumption Through Diversifying
Local Staple Food. Supervised by SITI AMANAH
Diversification of food consumption is one attempt to overcome the problem
of dependence on rice and directed back to the use of local food. It is like the
village society in Cirendeu is by eating sweet potatoes or cassava as a staple
food. The research aims were to analyze the relationship between socio-economic
characteristics of households, gender roles in the household, and amount of
family member that consumed cassava rice (rasi). The research site was in
Cireundeu, Leuwigajah Village, South Cimahi Sub District, Cimahi City. There
were 36 households were purposivily selected by some considers. The research
result show that there is a significant positives correlation between socioeconomic characteristics of households, gender roles in the household, and

amount of family member that consumed rasi. Access and technology support for
planting and processing of non rice food still not enough. Socialization and
direction about diversification of stample food consumption needed based on
local society participation.
Key words: gender roles, diversification of stample food consumption, local
community

PERAN GENDER DALAM DIVERSIFIKASI KONSUMSI
PANGAN MENDAYAGUNAKAN PANGAN POKOK LOKAL

NUR FITRIA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi : Peran Gender dalam Diversifikasi Konsumsi Pangan
Mendayagunakan Pangan Pokok Lokal
Nama
: Nur Fitria
NIM
: I34110108

Disetujui oleh

Dr Ir Siti Amanah, MSc
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Siti Amanah, MSc
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa
memberikan rahmat dan hidayat-Nya sehingga skripsi yang berjudul Peran
Gender dalam Diversifikasi Konsumsi Pangan Mendayagunakan Pangan Pokok
Lokal dapat terselesaikan tanpa hambatan dan masalah yang berarti. Penulis
menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik karena dukungan dan
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Ibu Dr. Ir. Siti Amanah, MSc selaku Dosen Pembimbing dan Ketua
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat yang telah
banyak mencurahkan waktunya dan memberikan saran serta masukan selama
proses penulisan skripsi.
2. Orang tua tercinta, Bapak Heri Kusdianto dan Ibu Herlin Nurhaeni, serta
kakak tersayang Muhammad Syaifullah Akbar yang selalu memberikan doa
dan melimpahkan kasih sayangnya untuk penulis.
3. Dikti dan Kemendikbud yang telah memberikan beasiswa penuh selama

kuliah serta Direktorat Kemahasiswaan yang telah membantu kelancaran
kuliah serta memberikan semangat dan motivasi untuk berprestasi.
4. Sahabat-sahabat terkasih penulis, The Outliers: Yunita, Phia, Muti, Rina,
Yayuk, Mufi, Nafiah, Ghani, Anca, Zainun, Zhilal, Iwan, Lathif, dan Faisal
yang selalu membuat hari-hari di kampus menjadi menyenangkan dan
memberikan kebersamaan layaknya keluarga.
5. Teman-teman satu bimbingan Kinan, Nina dan Ade yang selalu
menyemangati satu sama lain.
6. Keluarga Besar SKPM 48 yang selalu memberikan dukungan semangat,
bantuan, dan doanya kepada penulis hingga akhirnya skripsi ini dapat selesai.
Terima kasih telah menemani perjalanan meraih ilmu yang bermanfaat.
7. Kepala Kesatuan Bangsa Kota Cimahi, Kepala Dinas Koperasi Perindustrian
Perdagangan dan Pertanian (Diskopindagtan), Kepala Desa Leuwigajah,
Ketua Kampung Cireundeu, dan seluruh warga Kampung Cireundeu yang
telah membantu penulis dalam pengumpulan data di lapangan dan
memberikan pengalaman berharga bagi penulis.
Semoga skripsi ini dapat menjadi sumber ilmu yang berkah dan bermanfaat
bagi penulis dan pembacanya.

Bogor, Agustus 2015

Nur Fitria

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

ix
ix
x

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Kegunaan Penelitian

1
1

3
4
4

TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Sosial Ekonomi Rumah Tangga
Peran Gender dalam Rumah Tangga
Diversifikasi Konsumsi Pangan Pokok
Diversifikasi Pangan Berbasis Lokal
Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian
Definisi Operasional

5
5
6
8
9
10
12

12

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Teknik Pengumpulan Data
Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Teknik Pengolahan dan Analisis Data

15
15
15
17
18

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Kondisi Geografis dan Administratif
Kondisi Penduduk
Karakteristik Pangan Pokok Kampung Cireundeu

19

19
20
21

KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI RUMAH TANGGA, PERAN
GENDER DALAM RUMAH TANGGA, DAN TINGKAT DUKUNGAN
LOKAL
Karakteristik Sosial Ekonomi Rumah Tangga
Tingkat Pendidikan
Tingkat Pengeluaran
Ukuran Rumah Tangga
Status Kepemilikan Lahan
Luas Lahan
Peran Gender dalam Rumah Tangga
Pola Pembagian Kerja
Tingkat Akses
Tingkat Kontrol

23
23

24
25
26
26
27
28
28
31
32

viii

Tingkat Dukungan Lokal
Tingkat Aturan Lokal Mengenai Pangan Pokok
Besarnya Peran Elit Lokal

33
33
34

JUMLAH ANGGOTA RUMAH TANGGA YANG MENGONSUMSI
RASI

35

HUBUNGAN ANTARA BEBERAPA PEUBAH DENGAN JUMLAH
ANGGOTA RUMAH TANGGA YANG MENGONSUMSI RASI

37

PENUTUP
Kesimpulan
Saran

42
42
43

DAFTAR PUSTAKA

44

LAMPIRAN

46

RIWAYAT HIDUP

64

ix

DAFTAR TABEL

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

14

15

16

17
18

Rincian metode pengumpulan data
Jumlah dan persentase penduduk Kampung Cireundeu berdasarkan
tingkat pendidikan
Jumlah dan persentase penduduk Kampung Cireundeu berdasarkan
mata pencaharian
Jumlah dan persentase responden berdasarkan karakteristik sosial
ekonomi rumah tangga
Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan
Jumlah dan persentase responden berdasarkan kegiatan domestik
Jumlah dan persentase responden berdasarkan kegiatan produktif
Jumlah dan persentase responden berdasarkan kegiatan sosial
Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat akses
Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat kontrol
Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat dukungan lokal
Jumlah dan persentase responden berdasarkan jumlah anggota rumah
tangga yang mengonsumsi rasi
Hasil uji statistik Rank Spearman antara karakteristik sosial ekonomi
rumah tangga terhadap jumlah anggota rumah tangga yang
mengonsumsi rasi
Jumlah dan persentase responden berdasarkan hubungan karakteristik
sosial ekonomi rumah tangga dengan jumlah anggota rumah tangga
yang mengonsumsi rasi
Hasil uji statistik Rank Spearman antara peran gender dalam rumah
tangga terhadap jumlah anggota rumah tangga yang mengonsumsi
rasi
Jumlah dan persentase responden berdasarkan hubungan peran
gender dalam rumah tangga dengan jumlah anggota rumah tangga
yang mengonsumsi rasi
Hasil uji statistik Rank Spearman antara tingkat dukungan lokal
terhadap jumlah anggota rumah tangga yang mengonsumsi rasi
Jumlah dan persentase responden berdasarkan hubungan tingkat
dukungan lokal dengan jumlah anggota rumah tangga yang
mengonsumsi rasi

16
20
20
23
24
28
29
30
31
32
33
35

37

38

40

40
41

41

DAFTAR GAMBAR

1
2

Kerangka pemikiran
Teknik sampling responden

10
17

x

DAFTAR LAMPIRAN

1
2
3
4
5
6
7
8

Peta lokasi penelitian
Jadwal kegiatan penelitian
Kerangka sampling
Kuesioner penelitian
Pedoman wawancara mendalam
Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner
Dokumentasi
Catatan lapang

44
45
46
48
54
55
56
58

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk dapat
mempertahankan hidupnya, sehingga kecukupan pangan bagi setiap orang
merupakan hak yang harus dipenuhi. Ini sesuai dengan yang tercantum dalam
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 yaitu negara berkewajiban mewujudkan
ketersediaan, keterjangkauan, dan pemenuhan konsumsi pangan yang cukup,
aman, dan bergizi seimbang, baik pada tingkat nasional maupun daerah hingga
perseorangan secara merata di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia sepanjang waktu dengan memanfaatkan sumberdaya, kelembagaan, dan
budaya lokal. Berdasarkan undang-undang tersebut masalah pemenuhan
kebutuhan pangan bagi seluruh penduduk setiap saat di suatu wilayah menjadi
sasaran utama kebijakan pangan bagi pemerintah Indonesia.
Menurut Pusdatin (2014)1, beras merupakan bahan pangan pokok lebih dari
90 persen penduduk Indonesia. Berdasarkan data hasil SUSENAS - BPS (2002
dan 2012), konsumsi beras per kapita cenderung menurun, yaitu dari 107.71
kg/kapita/tahun pada tahun 2002 menjadi 97.65 kg/kapita/tahun pada tahun 2012.
Di sisi lain, pertumbuhan penduduk Indonesia melaju dengan cepat, yaitu 1.49
persen per tahun pada periode tahun 1999-2000 (BPS 2000). Kenyataan tersebut
menunjukkan total konsumsi domestik beras Indonesia akan terus meningkat
walaupun per kapitanya menunjukkan penurunan. Total konsumsi domestik beras
yang terus meningkat tentu akan menambah beban penyediaan beras untuk
memenuhi permintaan, ditambah dengan kondisi sumberdaya alam produksi yang
semakin terbatas. Jika kondisi ini terus berlangsung dikhawatirkan terjadi
kerawanan pangan di tingkat masyarakat. Oleh karena itu, diversifikasi konsumsi
pangan menjadi penting untuk dilakukan.
Diversifikasi konsumsi pangan merupakan salah satu upaya untuk
mengatasi masalah ketergantungan pada beras. Bagi produsen, diversifikasi
konsumsi pangan akan memberi insentif pada produksi yang lebih beragam,
termasuk produk pangan dengan nilai ekonomi tinggi dan pangan berbasis
sumberdaya lokal. Jika ditinjau dari sisi konsumen, konsumsi dan pangannya
menjadi lebih beragam, bergizi, bermutu, dan bermartabat (Giriwono dan
Hariyadi 2004). Penganekaragaman pangan bukan hanya dimaksudkan untuk
mengurangi ketergantungan terhadap beras, tetapi juga untuk pengingkatan mutu
gizi masyarakat.
Diversifikasi konsumsi pangan diarahkan kembali ke penggunaan bahan
pangan lokal, sumber karbohidrat non beras. Hal ini seperti yang dilakukan oleh
masyarakat Kampung Cireundeu yang masih memelihara tradisi lama yang
mengakar dan diwariskan oleh tetua adat terdahulu yaitu mengonsumsi ketela atau
singkong sebagai bahan pangan pokok.

1

Dalam Berkala Ilmiah Buletin Konsumsi Pangan yang diterbitkan oleh Pusat Data dan Sistem
Informasi Pertanian (Pusdatin), Sekretariat Jenderal, Kementerian Pertanian

2

Seksi Pariwisata dan Kebudayaan Kota Cimahi (2010) menyatakan bahwa
beralihnya makanan pokok masyarakat adat Kampung Cireundeu dari nasi beras
menjadi nasi singkong dimulai kurang lebih tahun 1924, ketika lahan pertanian
yang ditanami padi oleh masyarakat Cireundeu mengalami gagal panen (puso).
Ancaman kelaparan yang dirasakan masyarakat membuat sebuah gagasan baru
yaitu konversi lahan sawah menjadi kebun singkong karena kegagalan panen dari
kebun singkong relatif lebih kecil dibandingkan dengan lahan padi. Sejak itulah
warga Cireundeu mulai beralih mengonsumsi nasi singkong, yang oleh warga
Cireundeu dinamakan rasi atau sanguen. Hingga kini tradisi tersebut masih
dipertahankan. Masyarakat Cireundeu menjadi mandiri dan tidak tergantung
dengan beras yang merupakan makanan pokok mayoritas rakyat Indonesia. Oleh
karena itu, semua dinamika yang terkait dengan beras seperti naiknya harga atau
kelangkaan pasokan beras tidak terlalu berpengaruh bagi kehidupan mereka.
Diversifikasi konsumsi pangan di Kampung Cireundeu tidak terlepas dari
relasi antara perempuan dan laki-laki. Relasi gender adalah cara-cara di mana
suatu budaya atau masyarakat mendefinisikan hak-hak, tanggung jawab, dan
identitas laki-laki dan perempuan dalam relasi komunikasinya (Bravo-Baumann
2000). Perempuan dan laki-laki memiliki peran yang berbeda dalam menjaga
tradisi konsumsi singkong sebagai pangan pokok. Peran tersebut dapat terbentuk
melalui berbagai sistem nilai termasuk nilai-nilai adat, pendidikan, agama, politik,
ekonomi, dan lain sebagainya. Nilai-nilai yang berkembang dimasyarakat bersifat
subyektif sehingga terkadang mengakibatkan adanya ketimpangan peran gender,
seperti yang terjadi pada masyarakat Kampung Cireundeu.
Kelompok Tani Kampung Cireundeu diikutsertakan dalam programprogram pendukung ketahanan pangan yang dilaksanakan Pemerintah Kota
Cimahi secara berkelanjutan. Salah satu program tersebut adalah peningkatan di
sektor agroindustri yang memberikan penyuluhan HACCP, GMP dan pelatihan
kemasan, serta memberikan bantuan-bantuan berupa mesin pemarut singkong,
mesin pengering, mesin penghalus aci, alat sealer, dan plastik kemasan. Program
tersebut sangat membantu dalam diversifikasi produk olahan dari bahan dasar
singkong segar yang dapat dibuat menjadi beras singkong (rasi), kanji, aci, serta
produk makanan lainnya yang memiliki nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan
harga asli singkong. Pada praktiknya, anggota kelompok tani mayoritas
didominasi oleh laki-laki, sehingga dalam sistem produksi lebih banyak
melibatkan laki-laki dibandingkan perempuan. Begitu pun dalam hal akses
informasi dan teknologi, tidak terdapat kesempatan yang sama antara laki-laki dan
perempuan, sehingga manfaat dari program-program pembangunan tidak dapat
dirasakan oleh semua orang.
Lain halnya dengan yang terjadi di sektor rumah tangga. Perempuan
mendominasi dalam hal pemilihan pangan yang akan dikonsumsi, pengelolaan
pangan, strategi penghematan, pemegang pendapatan rumah tangga, dan
pembagian anggaran untuk pangan dan non pangan. Contohnya, Ibu RTA (37
tahun) mengonsumsi beras padi sebagai pangan pokok, sedangkan suaminya AGT
(44 tahun) mengonsumsi beras rasi untuk pangan pokoknya. Ibu RTA memiliki
akses dan kontrol yang lebih tinggi terhadap pemilihan pangan yang dikonsumsi,
sehingga anak-anaknya pun dibiasakan untuk mengonsumsi beras padi
dibandingkan beras singkong. Tidak dilibatkannya laki-laki dalam hal pemilihan

3

dan penentuan pangan yang dikonsumsi dapat mengakibatkan diversifikasi
konsumsi pangan dalam rumah tangga sulit untuk dilakukan.
Kenyataannya, masih terdapat kesenjangan antara laki-laki dan perempuan
dalam hal pangan di Kampung Cireundeu. Dalam konteks diversifikasi konsumsi
pangan, baik laki-laki maupun perempuan, dapat terlibat dalam perencanaan,
pengolahan, dan sistem produksi. Keterlibatan tersebut tentu didasarkan pada niat,
pengetahuan, minat, dan kebutuhan laki-laki dan perempuan. Peran gender yang
seimbang dapat memicu semakin banyak sumberdaya manusia produktif di
masyarakat, yang dapat menyumbangkan kemampuannya untuk kemajuan
bersama, sehingga diversifikasi konsumsi pangan dapat tercapai.

Rumusan Masalah
Upaya penganekaragaman pangan bukan merupakan hal yang baru. Pada
tahun 1950 telah dilakukan usaha melalui Panitia Perbaikan Makanan Rakyat,
tahun 1963 dikembangkan Usaha Perbaikan Gizi Keluarga, tahun 1974
dikeluarkan Inpres 14/1974 tentang Perbaikan Menu Makanan Rakyat (PMMR)
yang kemudian disempurnakan dengan Inpres 20/1979, melanjutkan proses
sebelumnya pada Pelita VI telah pula dikembangkan Program Diversifikasi
Pangan dan Gizi (DPG) (Giriwono dan Hariyadi 2004). Keseluruhan upaya
tersebut sampai saat ini belum menunjukkan hasil yang memuaskan.
Ketergantungan pangan masyarakat Indonesia terhadap beras sudah mencapai
tingkatan yang memprihatinkan. Kebutuhan akan pangan karbohidrat yang
semakin meningkat akibat pertumbuhan penduduk akan sulit terpenuhi jika hanya
mengandalkan produksi padi, sehingga diperlukan bahan pangan lain yang dapat
menggantikan beras baik dari segi gizi, kepraktisan, dan ketersediaannya untuk
dapat memenuhi kebutuhan pangan masyarakat.
Masyarakat Indonesia perlu mengubah persepsi pangan yang identik dengan
beras. Hal ini dinilai sangat nyata dengan sering terdengarnya kalimat yang
berbunyi “belum makan kalau belum makan nasi”. Dengan mulai menghilangkan
persepsi tersebut, maka konsumsi bahan pangan pokok lainnya untuk memenuhi
rasa lapar mendapat peluang yang lebih besar. Di Kampung Cireundeu, sebagian
masyarakat telah menganggap beras singkong (rasi) sebagai bahan pangan pokok
mereka. Kasus ini menjadi menarik untuk diteliti untuk mengetahui mengapa dan
bagaimana mereka dapat menganggap rasi sebagai bahan pangan pokok untuk
dijadikan pembelajaran penerapan diversifikasi di daerah lain.
Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ingin menjawab:
1. Bagaimana hubungan karakteristik sosial ekonomi rumah tangga dalam
mewujudkan diversifikasi konsumsi pangan di Kampung Cireundeu dilihat
dari jumlah anggota rumah tangga yang mengonsumsi rasi?
2. Bagaimana peran gender dalam rumah tangga masyarakat Kampung
Cireundeu dan hubungannya dengan jumlah anggota rumah tangga yang
mengonsumsi rasi?
3. Bagaimana hubungan tingkat dukungan lokal dengan jumlah anggota rumah
tangga yang mengonsumsi rasi di Kampung Cireundeu?

4

Tujuan Penelitian

1.

2.

3.

Tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut:
Menganalisis hubungan karakteristik sosial ekonomi rumah tangga dalam
mewujudkan diversifikasi konsumsi pangan di Kampung Cireundeu dilihat
dari jumlah anggota rumah tangga yang mengonsumsi rasi.
Menganalisis peran gender dalam rumah tangga masyarakat Kampung
Cireundeu dan hubungannya dengan jumlah anggota rumah tangga yang
mengonsumsi rasi.
Menganalisis hubungan tingkat dukungan lokal dengan jumlah anggota
rumah tangga yang mengonsumsi rasi di Kampung Cireundeu.

Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi akademisi,
pembuat kebijakan dan masyarakat peminat kajian gender. Secara spesifik
manfaat yang didapatkan oleh berbagai pihak adalah sebagai berikut:
1. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan mengenai peran gender dalam diversifikasi konsumsi pangan.
2. Bagi pembuat kebijakan, penelitian ini diharapkan dapat berfungsi sebagai
bahan masukan dalam perumusan kebijakan terkait diversifikasi konsumsi
pangan di masyarakat.
3. Bagi masyarakat peminat kajian gender, penelitian ini diharapkan dapat
menambah pengetahuan mengenai peran gender dalam diversifikasi
konsumsi pangan yang mendayagunakan pangan pokok lokal.

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Sosial Ekonomi Rumah Tangga
Badan Pusat Statistik (BPS) (2014) menyatakan rumah tangga adalah
seorang atau sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan
fisik/sensus dan biasanya tinggal bersama dan makan dari satu dapur. Orang
yang tinggal di rumah tangga ini disebut anggota rumah tangga, sedangkan
yang bertanggung jawab atau dianggap bertanggung jawab terhadap rumah
tangga adalah kepala rumah tangga. Karakteristik sosial ekonomi rumah tangga
merupakan sifat yang melekat pada rumah tangga dan akan mempengaruhi
kondisi sosial ekonomi serta pengambilan keputusan dalam rumah tangga.
Menurut Aini (2014), karakteristik sosial ekonomi rumah tangga dapat diukur
dengan menggunakan beberapa indikator, yaitu tingkat pendidikan, tingkat
pengeluaran, ukuran rumah tangga, dan tingkat penguasaan lahan.
1. Tingkat pendidikan
Pemilihan dan penentuan dalam penyusunan hidangan konsumsi makanan
bukanlah sesuatu yang secara otomatis diturunkan. Susunan hidangan adalah hasil
dari proses belajar. Cahyani (2008) menyatakan bahwa pola konsumsi pangan
masyarakat sulit dirubah, namun tetap dapat berubah. Perubahan dapat dilakukan
melalui proses belajar, peningkatan pengetahuan dan pembentukan kesadaran
akan manfaat gizi seimbang melalui konsumsi aneka ragam pangan. Perubahan
lebih mudah terjadi apabila sejak dini anak-anak mulai diperkenalkan pendidikan
tentang konsep gizi seimbang yang diiringi dengan praktek konsumsi pangan yang
beranekaragam. Hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat konsumsi
pangan adalah semakin meningkat tingkat pendidikan, maka konsumsi pangan
akan semakin beragam. Tingkat pendidikan formal anggota rumah tangga sangat
penting karena diduga berkaitan dengan pengetahuan akan pangan dan gizi
beserta pengelolaannya.
2. Tingkat pengeluaran
Menurut BPS (2014) ada dua cara penggunaan pendapatan, yaitu (1)
membelanjakannya untuk barang-barang konsumsi; (2) tidak membelanjakannya
seperti ditabung. Pengeluaran konsumsi dilakukan untuk mempertahankan taraf
hidup. Pada tingkat pendapatan yang rendah, pengeluaran konsumsi umumnya
dibelanjakan untuk kebutuhan-kebutuhan pokok guna memenuhi kebutuhan
jasmani. Konsumsi makanan merupakan faktor terpenting karena makanan
merupakan jenis barang utama untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Akan
tetapi terdapat berbagai macam barang konsumsi (termasuk sandang, perumahan,
bahan bakar, dan sebagainya) yang dapat dianggap sebagai kebutuhan untuk
menyelenggarakan rumah tangga. Keanekaragamannya tergantung pada tingkat
pendapatan rumah tangga. Tingkat pendapatan yang berbeda-beda mengakibatkan
perbedaan taraf konsumsi.

6

3. Ukuran rumah tangga
Ukuran rumah tangga merupakan komponen penting dalam karakteristik
sosial ekonomi rumah tangga. Jumlah anggota rumah tangga yang banyak dapat
membantu keuangan keluarga apabila berada dalam usia produktif dan bekerja,
namun apabila dalam usia yang tidak produktif hanya akan menambah jumlah
pengeluaran. BKKBN (2014) mengelompokkan ukuran rumah tangga ke dalam
tiga kelompok, yaitu rumah tangga kecil bila jumlah anggota rumah tangga
kurang dari atau sama dengan 4 orang, rumah tangga sedang bila jumlah anggota
rumah tangga antara 5 dan 6 orang, dan rumah tangga besar bila anggotanya 7
orang atau lebih.
4. Tingkat penguasaan lahan
Dalam studi-studi sosial ekonomi pertanian tentang masalah penguasaan
tanah di pedesaan Indonesia dilakukan penyederhanaan dalam pengelompokkan
tanah ke dalam dua kelompok besar yaitu (1) Milik, dan (2) Bukan milik, yang
terdiri dari sewa, bagi hasil, gadai dan lainnya. Meskipun pendekatan tersebut
belum dapat menerangkan dengan baik eksistensi dan implikasi ekonomi dari
sistem kelembagaan tanah adat, namun cukup baik untuk menjelaskan fenomena
dinamika penguasaan tanah dan hubungannya dengan pendapatan dan kesempatan
kerja di pedesaan (Sumaryanto dan Rusastra 2000).

Peran Gender dalam Rumah Tangga
Gender adalah konstruksi sosial yang mengacu pada perbedaan sifat
perempuan dan laki-laki yang tidak didasarkan pada perbedaan biologis tetapi
pada nilai-nilai sosial budaya yang menentukan peranan perempuan dan laki-laki
dalam kehidupan perseorangan (pribadi) dan dalam tiap bidang masyarakat yang
menghasilkan peran gender (Hubeis 2010). Peran gender adalah peran yang
diciptakan masyarakat bagi perempuan dan laki-laki. Analisis peran gender
merupakan kajian sistematik tentang peranan, hubungan dan proses yang
difokuskan pada ketidaksetaraan dalam akses dan kontrol terhadap kekuasaan,
kekayaan, beban kerja antara perempuan dan laki-laki dalam keseluruhan tatanan
kehidupan masyarakat. Tujuannya adalah untuk melihat keragaman peran yang
ditampilkan oleh perempuan dan laki-laki bukan karena perbedaan biologis tetapi
karena persoalan relasi gender yang berlaku tidak selalu sama untuk tempat dan
waktu yang tidak sama (Hubeis 2010).
Peran gender menampilkan kesepakatan pandangan dalam masyarakat dan
budaya tertentu perihal ketepatan kelaziman bertindak untuk seks tertentu (jenis
kelamin tertentu) dan masyarakat tertentu. Namun, secara perseorangan ada
kemungkinan bahwa seorang perempuan dan atau laki-laki memiliki peran aktual
gender yang bertentangan dengan peran gender per jenis seks yang dipandang
tepat dan lazim serta disepakati di masyarakat bersangkutan. Menurut Moser
(1993), secara universal, peran gender dapat diklasifikasikan dalam tiga peran
pokok yaitu peran reproduktif (domestik), peran produktif (publik) dan peran
masyarakat (sosial).
1. Peran reproduktif (domestik) adalah peran yang dilakukan oleh seseorang
untuk melakukan kegiatan yang terkait dengan pemeliharaan sumberdaya

7

2.

3.

insani (SDI) dan tugas kerumahtanggaan seperti menyiapkan makanan,
menyiapkan air, mencari kayu bakar, berbelanja, memelihara kesehatan
keluarga dan mengasuh serta mendidik anak. Kegiatan reproduktif pada
umumnya memerlukan waktu lama, bersifat rutin, cenderung sama dari hari
ke hari, dan hampir selalu merupakan tanggungjawab perempuan dan anak
perempuan. Pekerjaan reproduktif yang dilakukan di dalam rumah tangga
tidak diperhitungkan sebagai pekerjaan produktif (karena tidak dibayar).
Peran produktif (publik) merupakan pekerjaan yang menghasilkan barang dan
jasa untuk dikonsumsi dan diperjualbelikan, seperti petani, nelayan,
konsultasi, jasa, pengusaha, dan wirausaha. Pembagian kerja dalam peran
produktif dapat memperlihatkan dengan jelas perihal perbedaan tanggung
jawab antara perempuan dan laki-laki. Peran ini diimbali (dibayar) dengan
uang (tunai) dan natura.
Peran masyarakat (sosial) merupakan kegiatan jasa dan partisipasi politik.
Kegiatan jasa masyarakat banyak bersifat relawan dan biasanya dilakukan
oleh perempuan, sedangkan peran politik di masyarakat adalah peran yang
terkait dengan status dan kekuasaan seseorang pada organisasi tingkat desa
atau tingkat yang lebih tinggi, biasanya dilakukan oleh laki-laki.

Salah satu alat analisis gender adalah Kerangka Harvard yang dapat
digunakan untuk keperluan menganalisis situasi hubungan gender dalam keluarga
dan masyarakat. Tujuan Kerangka Harvard adalah untuk memetakan pekerjaan
laki-laki dan perempuan dalam masyarakat dan melihat faktor penyebab
perbedaan. Komponen analisis Harvard terdiri dari tiga komponen utama yaitu (1)
pembagian kerja (dapat dilihat dari profil kegiatan laki-laki dan perempuan); (2)
profil akses dan kontrol terhadap sumberdaya dan manfaat; dan (3) faktor-faktor
yang mempengaruhi profil kegiatan, akses dan kontrol terhadap sumberdaya dan
manfaat, partisipasi dalam lembaga dan pengambilan keputusan.
1. Pola Pembagian Kerja
Menurut Hubeis (2010), pembagian pekerjaan menurut seks mengacu pada
cara di mana semua jenis pekerjaan (reproduktif, produktif, dan pekerjaan sosial)
dibagi antara perempuan dan laki-laki dan bagaimana pekerjaan tersebut dinilai
dan dihargai dalam suatu masyarakat atau kultur tertentu. Analisis pembagian
kerja pada kelompok sasaran pada suatu area proyek akan memberikan gambaran
tentang penggunaan waktu dari perempuan dan laki-laki di dalam melakukan
berbagai pekerjaan yang berbeda.
2. Profil Akses dan Kontrol
Mengutip Qoriah dan Sumarti (2008), akses adalah kesempatan untuk
menggunakan sumber daya maupun hasilnya tanpa memiliki wewenang untuk
mengambil keputusan terhadap cara penggunaan dan hasil sumber daya tersebut.
Selanjutnya kontrol adalah penguasaan atau kewenangan penuh untuk mengambil
keputusan atas penggunaan dan hasil sumber daya. Profil akses dan kontrol
(peluang dan penguasaan) terhadap sumber daya mencakup informasi mengenai
siapa yang mempunyai peluang dan penguasaan terhadap sumber daya fisik atau
material, pasar komoditas dan pasar kerja, dan sumber daya sosial-budaya.
Berikutnya, profil peluang dan penguasaan terhadap manfaat mencakup informasi
mengenai siapa yang mempunyai peluang dan penguasaan atas hasil pendapatan,
kekayaaan bersama, kebutuhan dasar, pendidikan, prestise, dan seterusnya.

8

Analisis ini berguna untuk mengidentifikasi kekurangan sumber daya yang
nantinya dapat di atasi oleh program pembangunan, ketidakseimbangan peluang
dan penguasaan antara perempuan dan laki-laki, siapa yang memperoleh manfaat
dari penggunaan sumber daya dan potensi apa yang dapat digunakan atau
ditingkatkan dalam program pembangunan.
Akses dan kontrol juga dapat dilihat dari tinggi rendahnya partisipasi.
Aksesibilitas dapat diukur dengan partisipasi kuantitatif, yaitu berapa jumlah lakilaki dan perempuan yang berperanserta dalam lembaga tertentu dengan
kedudukan dan tugas apa. Selanjutnya kontrol diukur dengan partisipasi kualitatif
yaitu bagaimana peranan laki-laki dan perempuan dalam pengambilan keputusan
kebijakan di lembaga tersebut. Analisis ini dilakukan pada lembaga formal
maupun informal yang ada di desa. Kegunaan analisis ini adalah untuk
memperlihatkan hierarki wewenang, ketidak seimbangan dalam pengambilan
keputusan, peran serta, dan alasan keterbatasan perempuan. Selain itu pola
pengambilan keputusan dalam keluarga juga dapat digunakan untuk melihat siapa
bertanggungjawab untuk apa, siapa memperoleh manfaat apa, dan siapa yang bisa
dijadikan mitra untuk program pembangunan.
3. Faktor-Faktor Pengaruh
Untuk memecahkan permasalahan yang menyangkut hubungan gender perlu
dikaji faktor-faktor yang mempengaruhi pembagian kerja, akses dan kontrol
terhadap sumber daya dan manfaat, partisipasi dalam lembaga, dan pengambilan
keputusan dalam keluarga. Faktor-faktor tersebut bisa berupa struktur
kependudukan, kondisi ekonomi, kondisi politik, pola-pola sosial budaya, sistem
norma, perundang-undangan, sistem pendidikan, lingkungan, religi, dan lain-lain.
Analisis ini berguna untuk mengaji dampak, kesempatan, dan kendala faktorfaktor tersebut dalam mengupayakan kesetaraan gender dan pemberdayaan
perempuan.

Diversifikasi Konsumsi Pangan Pokok
Pangan adalah segala suatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik
yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau
minuman bagi konsumsi manusia termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku
pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan pengolahan dan
atau pembuatan makanan dan minuman (Hariyadi et al. 2003). Pangan pokok
adalah pangan sumber karbohidrat yang sering dikonsumsi secara teratur sebagai
makanan utama dan memberikan sumbangan energi lebih dari sepertiga total
konsumsi energi. Pangan pokok mempunyai peran strategis dalam pembangunan
pangan, terutama karena: 1) rata-rata kuantitas konsumsi pangan pokok sekitar 6
persen dari total bahan pangan yang dikonsumsi penduduk setiap hari; 2) rata-rata
pengeluaran penduduk untuk pangan pokok adalah sekitar lima puluh peren
belanja pangan total; 3) perubahan harga pangan pokok cukup dominan dalam
menentukan inflasi; dan 4) kegagalan pemenuhan kebutuhan akan pangan pokok
dalam sejarah Indonesia seringkali menjadi pemicu instabilitas nasional (Syah
2009).

9

Pengertian diversifikasi konsumsi pangan pokok adalah proses pemilihan
pangan utama sumber karbohidrat yang tidak tergantung pada satu jenis bahan
saja. Menurut penelitian Briawan et al. (2003), istilah diversifikasi konsumsi
pangan pokok tampaknya belum familiar bagi masyarakat. Hal ini terlihat dari
jawaban responden yang sebagian besar (71,1 persen) mengaku belum pernah
mendengar istilah diversifikasi konsumsi pangan pokok, baik responden yang
tinggal di desa maupun yang tinggal di kota. Pengertian diversifikasi konsumsi
pangan pokok bermacam-macam sesuai dengan persepsi dan pengetahuan
masing-masing orang. Tidak sedikit yang berpendapat bahwa diversifikasi
konsumsi pangan pokok adalah makanan yang beragam yang dimakan sehari-hari,
terdiri dari nasi, lauk-pauk, sayuran, buah dan susu atau yang lebih dikenal
dengan istilah empat sehat lima sempurna. Pendapat yang lain adalah makanan
yang bergizi untuk kesehatan. Selain itu ada juga pendapat yang hampir
mendekati benar tentang pengertian istilah diversifikasi konsumsi pangan pokok
yaitu bermacam-macam bahan makanan pokok selain nasi. Keadaan ini
menunjukkan bahwa sosialisasi mengenai diversifikasi konsumsi pangan pokok di
tingkat masyarakat sangat diperlukan mengingat masih kurangnya pengetahuan
masyarakat tentang hal tersebut.

Diversifikasi Pangan Berbasis Lokal
Hariyadi et al. (2003) berpendapat bahwa beras sebagai makanan pokok
dipersepsikan komoditas strategis dan memiliki nilai politis. Ini berlangsung sejak
zaman kolonial, para pengambil keputusan mempunyai obsesi untuk berhasil
dalam swasembada beras. Beras dalam menu masyarakat Indonesia menduduki
strata sosial tertinggi, dibandingkan dengan karbohidrat lainnya seperti jagung,
ubi kayu, sagu, ubi jalar, dan lain-lain.
Politik pangan nasional bertumpu pada bagaimana ketersediaan beras,
secara tidak disadari telah mengakibatkan terjadinya perubahan menu karbohidrat
non beras ke beras, terutama untuk daerah-daerah yang secara tradisional bukan
pemakan beras, seperti kawasan Indonesia timur, ini dikarenakan beras mudah
didapat dimana-mana. Hal tersebut dilakukan tanpa memperhatikan pola pangan
lokal.
Upaya nasional untuk mengembangkan ketahanan pangan bias pada beras,
hampir sebagian besar dana riset pangan lebih difokuskan untuk menciptakan
varietas-varietas padi unggul, sedangkan untuk serealia lainnya kurang mendapat
perhatian. Padahal sumber karbohidrat lain non beras juga penting. Banyak daerah
memiliki sumber karbohidrat yang tidak kalah kualitasnya dengan kandungan gizi
beras seperti biji-bijian dan umbi-umbian. Jagung, sagu, ubi kayu, ubi jalar, dan
aneka talas-talasan relatif belum tersentuh. Upaya-upaya kearah penciptaan
diversifikasi pangan lokal belum dilakukan secara serius.
Perlu adanya komitmen nasional untuk mengurangi karbohidrat yang
bersumber dari beras. Sudah saatnya petani diberi kebebasan untuk menanam
aneka komoditas yang menurut penilaiannya memberikan manfaat ekonomi
maksimal. Pemerintah sebaiknya disini berperan sebagai penyedia infrastruktur
pasca panen, penyimpanan produksi, dan penyedia informasi pertanian sehingga

10

petani mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang realitas komoditas
pangan nasional sehingga mereka dapat memfokuskan usahanya untuk
memproduksi komoditas yang memberikan manfaat ekonomi yang paling
optimum, kebebasan petani memproduksi aneka bahan makanan akan
berkontribusi dalam mempercepat diversifikasi pangan.

Kerangka Pemikiran
Diversifikasi konsumsi pangan pokok bukanlah suatu konsep dan situasi
yang terjadi tanpa proses. Diversifikasi konsumsi pangan pokok terlaksana apabila
terdapat dukungan, baik di tingkat rumah tangga maupun di tingkat masyarakat.
Peran serta dari rumah tangga, masyarakat, dan budaya memiliki hubungan yang
penting dalam terwujudnya diversifikasi konsumsi pangan pokok. Oleh karena itu,
peneliti mengusulkan kerangka pemikiran sebagai berikut.
Karakteristik Sosial Ekonomi
Rumah Tangga (X1)
(X1.1) Tingkat Pendidikan
(X1.2) Tingkat Pengeluaran
(X1.3) Ukuran Rumah Tangga
(X1.4) Status Kepemilikan Lahan
(X1.5) Luas Lahan

Peran Gender dalam Rumah
Tangga (X2)
(X2.1) Pola Pembagian Kerja
(X2.2) Tingkat Akses
(X2.3) Tingkat Kontrol

Jumlah Anggota
Rumah Tangga yang
Mengonsumsi Rasi (Y)

Tingkat Dukungan Lokal (X3)
(X3.1) Tingkat Aturan Lokal
Mengenai Pangan Pokok
(X3.2) Besarnya Peran Elit Lokal
Keterangan:

: Berhubungan
Gambar 1 Kerangka pemikiran

Diversifikasi konsumsi pangan pokok adalah proses pemilihan pangan
utama sumber karbohidrat yang tidak tergantung pada satu jenis bahan saja.
Masyarakat Kampung Cireundeu ada yang mengonsumsi beras padi dan ada pula
yang mengonsumsi beras singkong sebagai makanan pokoknya. Pemilihan kedua
bahan pangan ini diduga berbeda pada setiap karakteristik sosial ekonomi rumah
tangga. Semakin tinggi beras singkong (rasi) yang dikonsumsi oleh masyarakat,

11

maka diperkirakan tingkat diversifikasi konsumsi pangan semakin tinggi pula. Hal
ini karena masyarakat tidak tergantung pada bahan pangan beras saja, tetapi dapat
mengonsumsi bahan pangan lain sebagai pangan pokoknya, sehingga untuk
mengukur tingkat diversifikasi pangan pokok rumah tangga akan dilihat
berdasarkan jumlah anggota rumah tangga yang mengonsumsi rasi.
Karakteristik sosial ekonomi rumah tangga yang diteliti adalah tingkat
pendidikan, tingkat pengeluaran, ukuran rumah tangga, status kepemilikan lahan
dan luas lahan. Tingkat pendidikan yang berbeda diduga akan berbeda pula pola
pikir dan pengetahuan yang dimilikinya, sehingga berbeda pula pertimbangan
dalam memilih bahan pangannya. Tingkat pengeluaran yang berbeda diduga
berbeda pula konsumsi pangan pokoknya karena diperkirakan tujuh puluh persen
pengeluaran rumah tangga dialokasikan untuk membeli pangan pokok. Ukuran
rumah tangga yang berbeda diduga akan berbeda pula jumlah anggota rumah
tangga dan pangan pokok yang dikonsumsi. Begitupun status kepemilikan dan
luas lahan yang berbeda diduga berbeda pula dalam produksi dan ketersediaan
pangan pokok. Oleh karena itu, kelima karakteristik tersebut diduga memiliki
hubungan dengan jumlah anggota rumah tangga yang mengonsumsi rasi.
Peran gender adalah peran yang diciptakan masyarakat bagi perempuan dan
laki-laki. Analisis peran gender merupakan kajian sistematik tentang peranan,
hubungan dan proses yang difokuskan pada ketidaksetaraan dalam akses dan
kontrol terhadap kekuasaan, kekayaan, beban kerja antara perempuan dan laki-laki
dalam keseluruhan tatanan kehidupan masyarakat. Peran gender dalam rumah
tangga yang diteliti adalah pola pembagian kerja, tingkat akses, dan tingkat
kontrol. Pola pembagian kerja yang berbeda antara perempuan dan laki-laki
diduga akan berbeda pula dalam mobilitas sosial yang dilakukan berdasarkan
kemampuan dan potensi baik secara pendidikan maupun kemandirian dalam hal
pangan pokok. Tingkat akses dan kontrol yang berbeda antara perempuan dan
laki-laki diduga akan berbeda pula besarnya kesempatan dan kekuasaan dalam hal
sumber fisik/material, pasar komoditas, sumberdaya sosial-budaya, dan perolehan
manfaat dari pangan pokok. Oleh karena itu, peran gender dalam rumah tangga
tersebut diduga memiliki hubungan dengan jumlah anggota rumah tangga yang
mengonsumsi rasi.
Budaya memiliki pengaruh yang besar dalam pemilihan dan penentuan
bahan pangan pokok. Tingkat dukungan lokal di masyarakat adalah suatu bentuk
aturan, perhatian, penghargaan, ataupun bantuan dalam masyarakat untuk
penganekaragaman pangan. Tingkat dukungan lokal yang diteliti adalah tingkat
aturan lokal mengenai pangan pokok dan besarnya peran elit lokal. Tingkat aturan
lokal yang berbeda diduga akan berbeda pula dalam pemanfaatan dan konsumsi
pangan pokok. Begitupun peran elit lokal yang berbeda diduga akan berbeda pula
dorongan masyarakat terhadap bahan pangan pokok. Oleh karena itu, tingkat
dukungan lokal memiliki hubungan dengan jumlah anggota rumah tangga yang
mengonsumsi rasi.

12

Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dirumuskan maka dapat
disusun hipotesis penelitian sebagai berikut:
1. Karakteristik rumah tangga memiliki hubungan positif dengan jumlah
anggota rumah tangga yang mengonsumsi rasi.
2. Peran gender dalam rumah tangga memiliki hubungan positif dengan jumlah
anggota rumah tangga yang mengonsumsi rasi.
3. Tingkat dukungan lokal memiliki hubungan positif dengan jumlah anggota
rumah tangga yang mengonsumsi rasi.

Definisi Operasional
Penelitian ini menggunakan beberapa istilah operasional untuk mengukur
berbagai peubah. Masing-masing peubah terlebih dahulu diberikan batasan dan
indikator pengukurannya. Berikut ini adalah rumusan operasionalisasi masingmasing peubah:
1. Karakteristik sosial ekonomi rumah tangga merupakan sifat yang melekat
pada rumah tangga dan akan mempengaruhi kondisi sosial ekonomi serta
pengambilan keputusan dalam rumah tangga. Variabel ini diukur dengan:
a. Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang ditempuh
responden dan dihitung berdasarkan tahun sukses.
1) SD/sederajat: 1 – 6 tahun
2) SMP/sederajat: 7 – 9 tahun
3) SMA/sederajat: 10 – 12 tahun
4) Perguruan tinggi: 13 – 16 tahun
b. Tingkat pengeluaran adalah jumlah rupiah yang dikeluarkan responden untuk
kebutuhan pangan dan non pangan selama satu bulan. Rata-rata pengeluaran
responden adalah Rp 1 187 550 dan standar deviasinya adalah Rp 506 984.
1) Rendah: pengeluaran < Rp 934 058
2) Menengah: pengeluaran Rp 934 058 - Rp 1 441 042
3) Tinggi: pengeluaran > Rp 1 441 042
c. Ukuran rumah tangga adalah jumlah anggota rumah tangga responden yang
mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik/sensus dan biasanya tinggal
bersama dan makan dari satu dapur.
1) Kecil: jumlah anggota rumah tangga ≤ 4 orang
2) Menengah: jumlah anggota rumah tangga 5 - 6 orang
3) Besar: jumlah anggota rumah tangga ≥ 7 orang
d. Status kepemilikan lahan adalah keadaan atau kedudukan yang
menggambarkan kepemilikan lahan yang dimiliki oleh rumah tangga
responden sesuai dengan jenis komoditas yang diusahakan, yakni kebun
singkong.
1) Tidak memiliki lahan: golongan responden yang tidak memiliki lahan
kebun singkong.

13

2) Lahan bukan milik: golongan responden yang menggarap lahan kebun
singkong atas dasar sewa, bagi hasil, gadai, dan lainnya. Lahan yang
digarap bukan milik sendiri.
3) Lahan milik: golongan responden yang memiliki lahan kebun singkong
sendiri dan hasilnya sepenuhnya menjadi milik responden.
e. Luas lahan adalah besarnya kepemilikan lahan kebun singkong yang dikuasai
oleh responden. Luas lahan ini diukur dalam satuan hektar (Ha). Rata-rata
luas lahan responden adalah 0.62 Ha dan standar deviasinya adalah 1.046.
1) Rendah: luas lahan < 0.097
2) Menengah: luas lahan 0.097 - 1.143
3) Tinggi: luas lahan >1.143
2.

Peran gender dalam rumah tangga adalah pandangan, opini, perspektif, dan
pemahaman responden terhadap perbedaan peranan antara laki-laki dan
perempuan sesuai dengan konstruksi sosial-budaya masing-masing
responden. Variabel ini diukur dengan:
a. Pola pembagian kerja adalah pembagian seluruh aktivitas dalam suatu rumah
tangga responden sesuai peranan masing-masing anggotanya. Kegiatan rumah
tangga dibagi menjadi kegiatan domestik (13 kegiatan), kegiatan produktif
(10 kegiatan), dan kegiatan sosial (8 kegiatan). Responden dapat memilih 1
dari 4 pilihan. Kegiatan laki-laki sendiri (skor 1), kegiatan perempuan sendiri
(skor 1), dan kegiatan bersama (skor 2).
1) Rendah: skor 31-41
2) Menengah: skor 42-52
3) Tinggi: skor 53-62
b. Tingkat Akses adalah besarnya kesempatan yang dimiliki oleh anggota rumah
tangga, baik laki-laki maupun perempuan dalam memanfaatkan,
menggunakan, dan memperoleh berbagai sumberdaya pangan. Tingkat akses
dibagi menjadi kesempatan untuk menggunakan sumber daya fisik/material
(5 pertanyaan), sumberdaya pangan (singkong) dan pengelolaannya (7
pertanyaan), sumberdaya sosial-budaya (5 pertanyaan), dan manfaat (7
pertanyaan). Responden dapat memilih 1 dari 3 pilihan, yakni dominan lakilaki sendiri (skor 1), dominan perempuan sendiri (skor 2), dan bersama (skor
3).
1) Dominan laki-laki: skor 24-39
2) Dominan perempuan: skor 40-55
3) Dominan bersama: skor 56-72
c. Tingkat kontrol adalah tingkat kekuasaan yang dimiliki oleh anggota rumah
tangga, baik laki-laki maupun perempuan dalam memanfaatkan,
menggunakan, dan memperoleh berbagai sumberdaya pangan. Tingkat
kontrol dibagi menjadi kesempatan untuk menggunakan sumber daya
fisik/material (5 pertanyaan), sumberdaya pangan (singkong) dan
pengelolaannya (7 pertanyaan), sumberdaya sosial-budaya (5 pertanyaan),
dan manfaat (7 pertanyaan). Responden dapat memilih 1 dari 3 pilihan, yakni
dominan laki-laki sendiri (skor 1), dominan perempuan sendiri (skor 2), dan
bersama (skor 3).
1) Dominan laki-laki: skor 24-39
2) Dominan perempuan: skor 40-55

14

3) Dominan bersama: skor 56-72
3.

Tingkat dukungan lokal adalah suatu bentuk aturan, perhatian, penghargaan,
ataupun bantuan dalam masyarakat untuk penganekaragaman pangan.
Variabel ini diukur dengan:
a. Tingkat aturan lokal mengenai pangan pokok adalah ketentuan dan norma
mengenai pemanfaatan pangan pokok berupa rasi dan tradisi untuk
mempertahankan rasi sebagai pangan pokok masyarakat di Kampung
Cireundeu. Terdapat 7 pertanyaan mengenai aturan lokal mengenai pangan.
Responden dapat memilih 1 dari 2 pilihan, yakni tidak (skor 1) dan ya (skor
2).
1) Rendah: skor 7-9
2) Menengah: skor 10-12
3) Tinggi: skor 13-14
b. Besarnya peran elit lokal adalah pandangan, opini, perspektif, dan
pemahaman responden mengenai elit lokal yang mengatur mengenai rasi
sebagai pangan pokok di Kampung Cireundeu. Terdapat 7 pertanyaan
mengenai peran elit. Responden dapat memilih 1 dari 4 pilihan, yakni tidak
(skor 1) dan ya (skor 2).
1) Rendah: skor 7-9
2) Menengah: skor 10-12
3) Tinggi: skor 13-14

4.

Jumlah anggota rumah tangga yang mengonsumsi rasi adalah jumlah anggota
rumah tangga yang mengonsumsi rasi dalam rumah tangga responden. Pada
Kampung Cireundeu terdapat dua macam makanan pokok yang sehari-hari
dikonsumsi oleh masyarakat yaitu beras padi (beras) dan beras singkong
(rasi). Diversifikasi pangan pokok yang terjadi adalah peralihan dari beras
padi ke beras singkong, untuk itu yang akan diukur dalam variabel ini
berfokus pada beras singkong (rasi). Jumlah anggota rumah tangga yang
mengonsumsi rasi dihitung sebagai berikut.
Jumlah anggota rumah = Jumlah anggota rumah tangga yang x 100%
tangga yang
mengonsumsi rasi sebagai pangan
mengonsumsi rasi
pokoknya
Jumlah keseluruhan anggota rumah
tangga
Dari hasil perhitungan tersebut didapatkan rata-rata jumlah anggota rumah
tangga responden yang mengonsumsi rasi adalah 70.21 persen dan standar
deviasinya adalah 34.03 persen.
1) Rendah: jumlah anggota rumah tangga yang mangonsumsi rasi < 53.20
persen
2) Menengah: jumlah anggota rumah tangga yang mangonsumsi rasi 53.20
persen – 87.22 persen
3) Tinggi: jumlah anggota rumah tangga yang mengonsumsi rasi > 87.22
persen

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kampung Cireundeu, Kelurahan Leuwigajah,
Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi. Pertimbangan penentuan lokasi
didasarkan pada dua indikator utama yaitu masyarakat Kampung Cireundeu
melakukan diversifikasi konsumsi pangan dengan mengganti pangan pokok
mereka dari beras padi menjadi beras singkong (rasi) dan hal tersebut sudah
dilakukan sejak lama. Penulis tertarik memilih lokasi tersebut sebagai tempat
penelitian untuk menganalisis lebih lanjut mengenai peran gender dalam
diversifikasi konsumsi pangan yang mendayagunakan pangan pokok lokal berupa
singkong. Peta lokasi Kampung Cireundeu dapat dilihat pada Lampiran 1.
Penelitian dimulai dari bulan Januari, meliputi kegiatan penyusunan
proposal, kolokium, dan perbaikan proposal. Selanjutnya pengumpulan data di
lapangan, pengolahan data, penyusunan skripsi, sidang skripsi dan perbaikan
laporan skripsi dilakukan pada bulan Februari sampai Juli. Jadwal kegiatan
penelitian dapat dilihat pada Lampiran 2.

Teknik Pengumpulan Data
Metode penelitian yang digunakan adalah survai. Survai merupakan
penelitian yang mengambil sampel atau contoh untuk mewakili seluruh populasi
lokasi penelitian. Penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai instrumen
pengumpulan data yang pokok (Singarimbun dan Effendi 1989). Terdapat dua
data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, yakni data primer dan data
sekunder.
Data primer dikumpulkan melalui wawancara terstruktur kepada rumah
tangga sampel sesuai dengan kuesioner yang telah disusun. Informasi yang tidak
dapat digali melalui kuesioner dilakukan dengan menggunakan teknik
wawancara mendalam kepada informan. Informan terdiri atas tokoh-tokoh
masyarakat yang miliki pengaruh besar dalam masyarakat, seperti Ketua Adat
Kampung Cireundeu, Tokoh-Tokoh Adat Kampung Cireundeu, Ketua RW 10,
Sekretaris RW, Ketua RT 02 dan 03, Pegawai Pemerintah Kelurahan Leuwigajah
dan Dinas Koperasi Perindustrian Perdagangan dan Pertanian (Diskopindagtan),
serta pihak terkait lainnya. Wawancara informan menggunakan panduan
pertanyaan yang telah disusun agar penggalian informasi dapat lebih maksimal.
Sementara itu, data sekunder merupakan data yang diperoleh dari studi literatur.
Data sekunder yang dikumpulkan meliputi profil desa, potensi desa, data
kependudukan dan sumber lainnya yang mendukung kelengkapan informasi.
Adapun rincian metode pengumpulan data dapat dilihat pada Tabel 1.

16

Tabel 1
No

Rincian metode pengumpulan data
Data

Sumber Data
Ketua RW, Sekretaris
RW, Ketua RT 02 dan
03, Kelurahan
Leuwigajah dan
DISKOPINDAGTAN

Teknik Perolehan
Data

1.

Profil desa, potensi desa,
data kependudukan, dan
data pendukung lainnya

Wawancara
mendalam kepada
informan

2.

Karakteristik sosial ekonomi Responden
rumah tangga, meliputi:
tingkat pendidikan, tingkat
pengeluaran, ukuran rumah
tangga, status kepemilikan
lahan, dan luas lahan

Wawancara
menggunakan
panduan kuesioner

3.

Peran gender dalam rumah
tangga, meliputi: pola
pembagian kerja, tingkat
akses, dan tingkat kontrol

R