Studi Anatomi Daun, Analisis Struktur Sekretori Dan Histokimia Rimpang Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza Roxb.).

STUDI ANATOMI DAUN, ANALISIS STRUKTUR
SEKRETORI DAN HISTOKIMIA RIMPANG TEMULAWAK
(Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

RISMA ROSMILAWANTI

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Anatomi Daun,
Analisis Struktur Sekretori dan Histokimia Rimpang Temulawak (Curcuma
xanthorrhiza Roxb.) adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016
Risma Rosmilawanti
NIM G34110049

ABSTRAK
RISMA ROSMILAWANTI. Studi Anatomi Daun, Analisis Struktur Sekretori dan
Histokimia Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.). Dibimbing oleh
DORLY, IRENG DARWATI, dan YOHANA C SULISTYANINGSIH.
Temulawak (Curcuma xanthorrhizaRoxb.) banyak dimanfaatkan sebagai
bahan baku makanan, minuman, dan obat di Indonesia. Varietas Cursina 1,
Cursina 2, dan Cursina 3 merupakan tiga varietas unggul temulawak yang baru
dilepas oleh Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro), Bogor.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari struktur anatomi daunsebagai
pendukung identifikasi tiga varietas Cursina, mengidentifikasi struktur sekretori
yang terdapat pada rimpang temulawak dan menguji kandungan senyawa pada
struktur sekretori tersebut.Varietas Cursina dapat dibedakan dari struktur anatomi
daunnya berdasarkan jumlah lapisan jaringan palisade dan tebal lapisan kutikula
pada epidermis bawah. Varietas Cursina 1 memiliki dua lapis jaringan palisade

dengan lapisan kutikula yang tebal pada epidermis bawah. Varietas Cursina 2 dan
Cursina 3 memiliki satu lapis jaringan palisade dengan lapisan kutikula yang tipis
pada epidermis bawah. Varietas Cursina 2 dan Cursina 3 dapat dibedakan
berdasarkan ketebalan daun, yaitu pada Cursina 2 memiliki ketebalan daun yang
lebih besar dibandingkan Cursina 3. Struktur sekretori yang dijumpai pada
rimpang temulawak hanya sel idioblas. Empat tipe sel idioblas diamati
berdasarkan bentuknya. Analisis histokimia menunjukkan bahwa sel idioblas tipe
1 dan tipe 2 mengakumulasi terpenoid, alkaloid, kurkumin, dan senyawa lipofilik
dan sel idioblas tipe 3 dan 4 mengandung terpenoid yang dijumpai pada semua
varietas Cursina.
Kata kunci: Curcuma xanthorrhiza, sel idioblas, struktur anatomi daun, uji
histokimia.

ABSTRACT
RISMA ROSMILAWANTI. Anatomical Study of Leaf, Analysis of Secretory
Structure Cells and Histochemical of Curcuma xanthorrhiza Roxb. Supervised by
DORLY, IRENG DARWATI, and YOHANA C SULISTYANINGSIH.
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) is commonly used as
ingredients for food, beverage, and medicine in Indonesia. Cursina 1, Cursina 2,
and Cursina 3 are superior varieties recently released by Indonesian Spice and

Medicinal Crops Research Institute (BALITTRO) Bogor. This research aimed to
study the leaf structure as supporting data for identification purpose of those three
Cursina varieties, to identify secretory cells structures found in the rhizome of
temulawak and to identify metabolite substances accumulated in those cells.
Varieties of Cursina can be distinguished by leaf anatomical structure based on
the number of palisade layer tissue and cuticle thickness on the abaxial. Cursina 1
has two layers of palisade tissue with thickest cuticle layer on the abaxial. Cursina
2 and Cursina 3 have one palisade layer tissue with thin cuticle layer on the
abaxial. Varieties of Cursina 2 and Cursina 3 can be dishtinguished by its leaf
thickness, where the leaf of Cursina 2 is thicker than Cursina 3. The idioblast
cells are the only secretory cells structure found in temulawak rhizome. Four types
of idioblast cells with different shape were observed. Histochemical analysis
showed that idioblast cell type 1 and type 2 accumulating terpenoids, alkaloids,
curcumin, and lipophilic compounds and idioblast cells types 3 and type 4
containing terpenoids are found in all Cursina varieties.
Keywords: Curcuma xanthorrhiza, idioblast, leaf structure, histochemical.

STUDI ANATOMI DAUN, ANALISIS STRUKTUR
SEKRETORI DAN HISTOKIMIA RIMPANG TEMULAWAK
(Curcuma xanthorrhiza Roxb.)


RISMA ROSMILAWANTI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

//#4!+*-4 ./4 '.)$4 /'4 '#4--4.+/!./+4 !+.)+4 '4 -.)"%4
$*'4 $/#0"4 

   )14
$4


4 -$4 )-$#0'.4


4






-./ /4 )#4

+4
,4

+4

4


&&(4
4

+4)'4 

&$(4


4

'#4 /#/-4

+0.4

&&'4

4








4

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Penelitian ini
dilaksanakan mulai bulan Januari hingga Juni 2015 yang bertempat di
Laboratorium Anatomi Tumbuhan, Departemen Biologi, FMIPA IPB dengan
judul Studi Anatomi Daun, Analisis Struktur Sekretori dan Histokimia Rimpang
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) .
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Dorly MSi, Dr Ireng
Darwati dan Dr Yohana C Sulistyaningsih MSi selaku pembimbing yang telah
memberikan arahan dan bimbingan pada penelitian dan penulisan ini. Terima
kasih penulis sampaikan kepada Windra Priawandiputra Ph.D sebagai penguji atas
saran dan masukannya terhadap penulisan ini. Terima kasih kepada Bapak Mardi
selaku Kepala Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat
yang telah bersedia dalam membantu merawat hingga dilakukan pemanenan

tanaman temulawak. Terima kasih kepada Bapak Sunaryo selaku Teknisi
Laboratorium Anatomi dan Morfologi Tumbuhan yang telah bersedia dalam
mempersiapkan alat pada proses penelitian. Terima kasih kepada Nadya, Ratna,
Deraya, Anita, Kak Evi dan Haris yang telah membantu dan memberikan
semangat selama proses penelitian dan penulisan karya ilmiah.
Terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh keluarga, terutama kepada
Bapak, Mama, Nia, dan Rika atas dukungan dan doa yang telah diberikan selama
proses penelitian dan penulisan karya ilmiah ini.
Bogor, Januari 2016

Risma Rosmilawanti

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

vi

DAFTAR GAMBAR


vii

DAFTAR TABEL

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

2

Tujuan Penelitian

2

METODE


2

Waktu dan Tempat

2

Bahan

2

Alat

2

Prosedur

2

HASIL DAN PEMBAHASAN


5

Struktur Sayatan Paradermal Temulawak

5

Struktur Penampang Transversal Daun Temulawak

7

Identifikasi Struktur Sekretori

9

Uji Histokimia

11

SIMPULAN

13

DAFTAR PUSTAKA

14

RIWAYAT HIDUP

16

DAFTAR TABEL

1 Ukuran epidermis, ukuran stomata, kerapatan stomata, dan indeks

8

stomata tiga varietas Cursina
2 Tebal kutikula, tebal epidermis, tebal mesofil, dan tebal daun tiga

8

varietas Cursina
3 Ukuran struktur sekretori pada rimpang temulawak varietas Cursina

10

4 Kandungan senyawa metabolit pada sel idioblas berdasarkan hasil uji

11

histokimia
5 Kerapatan sel idioblas berdasarkan hasil metabolit

13

DAFTAR GAMBAR
1 Bagian struktur anatomi sampel daun yang diamati

3

2 Sayatan paradermal daun sisi adaksial dan abaksial varietas Cursina

5

3 Tipe stomata daun temulawak

6

4 Lapisan palisade pada sayatan transversal daun

9

5 Sayatan transversal rimpang temulawak

10

6 Variasi bentuk dan ukuran sel idioblas pada rimpang

10

temulawak
7 Hasil uji histokimia jaringan rimpang temulawak

12

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman Zingiberaceae banyak digunakan sebagai obat, diantaranya
temulawak. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) merupakan salah satu
tanaman obat yang banyak manfaatnya dan termasuk tanaman yang dibutuhkan
dalam jumlah besar dibanding tanaman obat lainnya. Secara tradisional rimpang
temulawak digunakan untuk mengobati penyakit lambung, gangguan hati,
sembelit, diare, disentri, demam, wasir, hypotriglyceridaemic, dan anti-inflamasi
(Hwang et al 1999 ). Tanaman temulawak tumbuh baik dan dapat beradaptasi di
tempat terbuka maupun di bawah tegakan pohon hingga tingkat naungan 40%.
Rata-rata produksi nasional relatif rendah yakni 10,7 t/ha pada tahun 2000,
sedangkan potensi produksi varietas unggul temulawak bisa mencapai 20 - 30 t/ha
(Rahardjo 2011).
Temulawak memiliki kandungan senyawa metabolit sekunder. Temulawak
memiliki komponen utama kandungan zat yang terdapat dalam rimpang, yakni
kurkumin, protein, pati, serta minyak atsiri. Kurkumin termasuk ke dalam
senyawa fenolik yang dapat meningkatkan aktivitas antioksidan, sehingga dapat
mencegah berbagai macam penyakit (Ahsan et al. 1999). Menurut Halim et al
(2012) rimpang dari temulawak memiliki kandungan kimia berupa terpenoid,
fenol, alkaloid dan flavonoid. Beberapa tanaman dari famili Zingiberaceae pada
rimpangnya memiliki kandungan senyawa alkaloid. Senyawa kurkumin pada
rimpang Curcuma longa berperan untuk mengontrol penyebab dari
karsinogenesis, oksidatif, dan penyakit encok (Sasikumar 2005). Pada tumbuhan,
senyawa metabolit sekunder umumnya dihasilkan oleh struktur khusus yang
disebut struktur sekretori (Fahn 1979). Struktur sekretori memiliki berbagai
macam jenis diantaranya sel idioblas, trikoma kelenjar, rongga sekretori, dan sel
minyak.
Pada tahun 2010, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro)
telah mengembangkan dan melepas tiga varietas unggul temulawak yaitu Cursina
1, Cursina 2, dan Cursina 3. Varietas Cursina 3 memiliki tinggi tanaman dan
ukuran daun yang lebih besar dari dua Cursina lainnya. Varietas Cursina 2
memiliki bentuk rimpang oval dan warna kulit rimpang krem kecoklatan,
sedangkan dua varietas lainnya berbentuk kerucut memanjang dan berwarna
coklat muda. Varietas Cursina 2 dan Cursina 3 dimanfaatkan sebagai bahan baku
obat. Selain itu juga telah dihasilkan varietas unggul temulawak yang digunakan
sebagai bahan baku minuman dan makanan yaitu Cursina 1 (Setiyono 2011).
Studi anatomi daun perlu dilakukan untuk mendukung identifikasi tanaman secara
morfologi. Anatomi daun diamati karena daun memiliki struktur jaringan yang
bervariasi (Berg & Cornet 2005). Sifat anatomi daun seperti stomata dapat
digunakan untuk membedakan karakter yang rumit (Stace 1989).

2

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk membedakan struktur anatomi daun sebagai
pendukung identifikasi tiga varietas Cursina, mengidentifikasi struktur sekretori
yang terdapat pada rimpang temulawak dan menguji kandungan senyawa pada
struktur sekretori tersebut.

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari-Juli 2015. Pengambilan
sampel daun dan rimpang dilakukan di Kebun Percobaan Balai Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) yang terletak di Cicurug, Sukabumi.
Pembuatan sayatan transversal daun dilakukan di Laboratorium Zoologi-LIPI,
Cibinong. Pengamatan struktur anatomi daun dan uji histokimia rimpang
dilakukan di Laboratorium Anatomi dan Morfologi Tumbuhan Departemen
Biologi, FMIPA IPB.
Bahan
Bahan tanaman yang digunakan adalah daun dan rimpang 3 varietas
temulawak, yaitu Cursina 1, Cursina 2,dan Cursina 3. Daun diambil pada
tanaman berumur tujuh bulan, sedangkan rimpang diambil pada tanaman
berumursepuluh bulan. Bahan kimia yang digunakan untuk pengamatan anatomi
daun adalah etanol 70%, asam nitrat (
) 50%, safranin, dan gliserin 30%. Uji
histokimia dilakukan menggunakan reagen Wagner, tembaga asetat 5%, asam
tartarat 5%, feri triklorida10%, larutan sudan IV, asam borat 7%, alumunium
klorida (
) 5% dalam air, dan etanol p.a.
Alat
Alat untuk pembuatan sediaan mikroskopis sayatan transversal
menggunakan mikrotom beku, sedangkan untuk sediaan mikroskopis sayatan
paradermal menggunakan silet. Pengamatan anatomi daun, identifikasi struktur
sekretori, dan uji histokimia menggunakan mikroskop cahaya Olympus Bx51
yang dilengkapi dengan kamera opti-lab.
Prosedur
Pembuatan Sediaan Sayatan Paradermal Daun. Sampel daun temulawak
diambil pada posisi kedua dari pucuk karena pada posisi pertama daun masih
menggulung dan posisi ketiga daun sudah menguning. Sayatan paradermal dibuat
pada tiga bagian daun, yaitu ujung, tengah, dan pangkal (Gambar 1). Sediaan
paradermal daun dibuat dalam bentuk semi permanen dengan menggunakan
metode sediaan utuh (Sass 1951). Daun yang telah difiksasi dalam etanol 70%
dicuci dengan air, direndam dalam larutan
50% selama 24 jam kemudian

3

dibilas dengan akuades. Proses pembuatan sediaan dengan cara disayat sisi
adaksial dan abaksial daun dengan menggunakan silet. Hasil sayatan direndam
dalam larutan natrium hipoklorit 5.25 % (Bayclin) selama 3-5 menit, dibilas
dengan air, kemudian diberi pewarna safranin 1 %, selanjutnya diletakkan di gelas
objek yang telah diberi gliserin 30% dan ditutup dengan gelas penutup, lalu
diamati dengan mikroskop cahaya.

u

t

t

p
A

B

Gambar 1 Bagian struktur anatomi sampel daun yang diamati. (A)
sayatan paradermal daun : (u) ujung, (t) tengah, (p)
pangkal. (B) sayatan transversal daun.
Pembuatan Sediaan Sayatan Transversal Daun. Daun berukuran 0.5 x 1
cm diambil pada posisi tengah (Gambar 1), lalu disayat secara transversal dengan
mikrotom beku setebal 24 µm. Hasil sayatan diwarnai dengan safranin 0.05%
kemudian diletakkan di gelas objek yang telah diberi gliserin 30%, lalu diamati
dengan mikroskop.
Pengamatan Sediaan Mikroskopis Daun. Pengamatan sediaan
mikroskopis sayatan paradermal daun dilakukan pada lima bidang pandang
dengan 3 ulangan tanaman, sedangkan pengamatan pada sediaan mikroskopis
sayatan transversal dilakukan pada empat bidang pandang dengan tiga ulangan
tanaman untuk setiap varietas. Parameter yang diamati pada sayatan paradermal
daun adalah tipe, ukuran, kerapatan dan indeks stomata, selain itu juga diamati
tipe dan ukuran epidermis. Pengukuran stomata dilakukan pada panjang dan lebar
dari sel penjaga pada kondisi stomata tertutup. Nilai kerapatan stomata (KS) dan
indeks stomata (IS) dihitung dengan menggunakan rumus menurut Willmer
(1983) sebagai berikut :
Kerapatan Stomata =
Indeks Stomata

=

4

Parameter yang diamati pada sayatan transversal daun ialah tebal lapisan
kutikula atas dan bawah, tebal jaringan epidermis atas dan bawah, tebal jaringan
palisade, tebal jaringan bunga karang, dan tebal daun.
Pengujian Histokimia. Rimpang disayat dengan menggunakan silet dan
dilakukan pengujian histokimia sebagai berikut:
Uji Kandungan Terpenoid. Sayatan rimpang direndam dalam etanol p.a
selama 48 jam untuk melarutkan kurkumin, kemudian dibilas dengan air.
Selanjutnya sayatan direndam dalam reagen tembaga asetat 5% selama 24 jam
kemudian di letakkan pada gelas objek yang telah diberi gliserin 30%. Kandungan
senyawa terpenoid ditunjukkan dengan terbentuknya warna kuning- kecoklatan
pada sel atau jaringan (Martin et al. 2002).
Uji Kandungan Alkaloid. Sayatan rimpang direndam dalam etanol p.a
selama 48 jam, kemudian dibilas dengan air. Selanjutnya sayatan direndam dalam
reagen Wagner selama 24 jam lalu di letakkan pada gelas objek yang telah diberi
gliserin 30%. Kandungan senyawa alkaloid ditunjukkan dengan terbentuknya
warna merah-kecoklatan pada sel atau jaringan. Sebagai kontrol negatif alkaloid,
sayatan yang telah direndam dalam etanol p.a selama 48 jam dibilas dengan air
lalu direndam dengan asam tartarat 5% selama 48 jam. Kemudian direndam dalam
larutan Wagner, lalu diletakan pada gelas objek yang telah diberi gliserin
30%(Furr dan Mahlberg 1981).
Uji Kandungan Senyawa Lipofil. Sayatan rimpang direndam dalam etanol
70% selama 1 menit lalu diwarnai dengan reagen sudan IV 0.03% kemudian
dipanaskan dalam water bath pada suhu 40ºC selama 30 menit. Sayatan dicuci
dengan etanol 70%, selanjutnya diletakkan pada gelas objek yang telah
diberigliserin 30%(Boix et al. 2013). Kandungan senyawa lipofil pada sel atau
jaringan ditunjukkan dengan terbentuknya warna kuning hingga jingga.
Uji Kandungan Kurkumin. Sayatan rimpang diwarnai dengan safranin
1%, dibilas dengan akuades, selanjutnya diletakkan di gelas objek yang telah
diberi asam borat 7% (Mayer 1943). Kemudian diamati dengan mikroskop, hasil
positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna kuning hingga coklat (Seema
2015).
Uji Senyawa Fenol. Sayatan rimpang temulawak direndam dalam etanol
p.a selama 48 jam, dibilas dengan air, selanjutnya direndam dalam larutan feri
triklorida 10% dalam air, lalu ditambahkan natrium karbonat beberapa butir dan
dibiarkan selama 15 menit pada suhu kamar. Selanjutnya diletakkan pada gelas
objek yang telah diberi gliserin 30%. Adanya kandungan fenol ditandai
terbentuknya warna hijau gelap atau hitam (Johanssen 1940).
Uji Senyawa Flavonoid. Sayatan rimpang temulawak di tetesi dengan
larutan alumunium klorida 5% dalam air. Selanjutnya, diamati di bawah

5

mikroskop fluoresens. Hasil positif ditunjukkan dengan pendaran berwarna
kuning pada sel sekretori (Charriere & Ladreix 1973).
Pengamatan Struktur Sekretori. Rimpang disayat dengan menggunakan
silet. Parameter yang diamati adalah tipe, ukuran dan kerapatan struktur sekretori.
Pengamatan pada parameter dilakukan setelah pengujian histokimia, karena sel
sekretori tidak dapat dibedakan dengan sel lainnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Struktur SayatanParadermal DaunTemulawak
Epidermis
Epidermis merupakan sel terluar dari suatu organ tanaman yang berfungsi
untuk melindungi sel yang ada di dalamnya. Karakter epidermis pada tiga varietas
Cursinatersusun oleh sel-sel dengan bentukpoligonal 4 – 7 sisi, dinding sel lurus
berlekuk (Gambar 2). Sel epidermis pada sisi adaksial (atas) memiliki bentuk
yang lebih ramping dan seragam dengan susunan yang lebih teratur dibandingkan
dengan sisi abaksial (bawah). Sisi adaksial memiliki bentuk yang lebih seragam,
sedangkan pada sisi abaksial memiliki bentuk yang bervariasi dan berukuran lebih
besar. Beberapa spesies dari famili Zingiberaceae memiliki letak epidermis
permukaan atas lebih teratur dari bawah (Setyawan 2001). Selain itu genus dari
Curcuma seperti Curcuma rubrobracteata memiliki bentuk sel epidermis atas dan
bawah poligonal dengan ukuran yang berbeda (Chen &Nian 2009).
A

B

C

Kerapatan dan indeks stomata.
Tipe, letak, kerapatan dan indeks stomata

Gambar 2 Sayatan paradermal daun sisi adaksial (atas) dan abaksial (bawah)
varietas Cursina. (A) Cursina 1, (B) Cursina 2,(C) Cursina 3. Bar=
50µm.

6

Tipe, Ukuran dan Sebaran Stomata
Stoma merupakan lubang-lubang yang berada di bagian epidermis dan
dilindungi oleh kedua celah yang disebut sel penjaga. Stomata pada daun
temulawak dijumpai pada sisi adaksial dan abaksial. Varietas-varietas Cursina
memiliki tipe stomata yang sama yaitu tetrasitik dengan ciri dikelilingi oleh empat
sel tetangga (Gambar 3). Sel tetangga di bagian kutub tidak dapat dibedakan
dengan sel epidermis. Stomata dari varietas Cursina tersebar pada bagian ujung,
tengah, dan pangkal daun. Beberapa spesies dari Zingiberaceae memiliki tipe
stomata tetrasitik dengan sumbu pori yang panjang dengan pola distribusi acak
atau menyebar (Hussin et al. 2000).

Ep
Sp
St

St
St
St

Gambar 3 Tipe stomata daun temulawak. (Ep: epidermis,
St: Sel tetangga, Sp: Sel penjaga). Bar = 50 µm.

Daun temulawak memiliki bentuk lonjong dengan rasio panjang terhadap
lebar yang tinggi, sehingga diperlukan informasi mengenai sebaran stomata pada
tiga lokasi daun yaitu ujung, tengah, dan pangkal. Kerapatan stomata pada daun
dari tiga varietas Cursina berbeda pada setiap bagiannya. Terdapat perbedaan pola
sebaran stomata pada bagian-bagian daun, yaitu Cursina 1 kerapatan terendah
pada bagian pangkal baik permukaan abaksial maupun adaksial, Cursina 2 pada
adaksial kerapatan terendah pada bagian pangkal sedangkan pada bagian abaksial
pada bagian ujung, Cursina 3 sisi adaksial kerapatan terendah pada bagian ujung,
sedangkan pada abaksial pada bagian pangkal (Tabel 1).
Indeks stomata menunjukkan rasio antara jumlah stomata dengan sel-sel
yang terdapat pada jaringan epidermis (Willmer 1983). Cursina 1 pada sisi
adaksial di bagian ujung memiliki nilai indeks stomata lebih besar dibandingkan
bagian tengah dan pangkal. Cursina 2 pada sisi adaksial memiliki nilai indeks
stomata di bagian tengah lebih besar dibandingkan bagian lainnya. Cursina 3 pada
bagian ujung dari sisi adaksial memiliki nilai indeks stomata lebih rendah
dibanding bagian tengah dan pangkal. Cursina 1 pada sisi abaksial memiliki nilai
indeks stomata terendah di bagian tengah. Cursina 2 pada bagian ujung sisi
abaksial memiliki nilai indeks stomata lebih kecil dibandingkan bagian lainnya.
Cursina 3 pada sisi abaksial memiliki nilai indeks stomata tertinggi di bagian
tengah. Nilai kerapatan stomata yang dimiliki oleh tiga varietas Cursina berbeda
dengan nilai indeks stomatanya, hal ini disebabkan rasio ukuran stomata dan
epidermis berbeda. Pada Cursina 1 permukaan abaksial dan Cursina 2 di

7

permukaan adaksial indeks stomata menunjukkan kecenderungan yang berbeda
dengan kerapatan stomata. Berdasarkan hasil pengamatan pada Cursina 1
permukaan abaksial memiliki ukuran stomata lebih besar dan ukuran epidermis
kecil, hal ini memungkinkan jumlah stomata lebih rendah dan jumlah epidermis
lebih tinggi sehingga memiliki nilai indeks stomata yang rendah. Pada permukaan
adaksial bagian tengah Cursina 2, ukuran stomata kecil dan ukuran epidermis
besar, hal ini menyebabkan jumlah stomata lebih banyak dan jumlah epidermis
sedikit, sehingga memiliki nilai indeks stomata lebih besar (Tabel 1).
Struktur Sayatan Trasnversal Daun Temulawak
Hasil pengamatan pada sayatan transversal daun menunjukkan tiga
varietas Cursina memiliki tipe daun dengan jaringan mesofil yang terdiferensiasi
menjadi jaringan palisade dan jaringan bunga karang. Susunan daun dari tiga
varietas Cursina yaitu, kutikula atas, epidermis atas, hipodermis atas, jaringan
palisade, jaringan bunga karang, hipodermis bawah, epidermis bawah, dan
kutikula bawah.
Kutikula Daun
Varietas Cursina 1, Cursina 2, dan Cursina 3 memiliki tebal lapisan
kutikula atas yang relatif sama, akan tetapi memiliki tebal lapisan kutikula bawah
yang berbeda (Tabel 2). Tebal lapisan kutikula bawah pada varietas Cursina 1 dua
kali lebih besar dari dua Cursina lainnya. Tebalnya kutikula tidak sama pada
setiap tumbuhan, umumnya tanaman yang hidup pada habitat kering memilki
tebal lapisan kutikula lebih tebal (Fahn 1991).
Epidermis Daun
Pada tanaman ini dijumpai lapisan hipodermis. Tiga varietas Cursina
memiliki hipodermis pada sisi adaksial dan abaksial. Lapisan epidermis dan
hipodermis pada ketiga varietas Cursina memiliki ketebalan yang berbeda di
bagian atas maupun bawah (Tabel 2). Varietas Cursina 2 memiliki lapisan
epidermis dan hipodermis pada atas dan bawah lebih besar dari dua varietas
lainnya. Umumnya pada tanaman ada yang memiliki hipodermis atas dan bawah
atau salah satunya, seperti pada beberapa famili Zingiberaceae pada Alpinia spp.
hanya memiliki hipodermis pada bagian abaksial (Hussinet al. 2000).

8

Tabel 1 Ukuran epidermis, ukuran stomata, kerapatan stomata, dan indeks stomata tiga varietas Cursina

Varietas

Bagian

Cursina 1

Ujung
Tengah
Pangkal
Rata-rata
Cursina 2
Ujung
Tengah
Pangkal
Rata-rata
Cursina 3
Ujung
Tengah
Pangkal
Rata-rata

Ukuran Epidermis
(µm)
Adaksial
Abaksial
Panjang
Lebar
Panjang
Lebar
58.4±1.4 16.9±0.2
58.6±2.5 30.7±2.6
77.0±2.1 26.6±1,2
47.8±0.6 36.4±1.0
74.6±1.1 37.1±1.0
36.2±0.3 23.1±2.0
70±10.1 26.9±10.1 47.5±11.1 30.1±6.7
68.2±1.3 34.7±0.4
74.3±1.2 23.3±0.8
66.9±0.8 22.8±0.5
57.5±1.1 24.7±0.8
59.0±1.4 21.5±0.6
53.2±2.9 32.2±1.2
64.7±4.9 26.3±7.2 61.7±11.1 26.8±4.8
57.9±1.3 19.5±0.6
67.6±2.2 33.7±0.5
62.5±0.5 20.3±0.5
59.5±1.3 24.2±1.3
72.5±0.6 30.0±0.4
67.5±1.0 23.5±0.6
64.3±7.4 23.3±5.8
64.8±4.6 27.1±5.7

Ukuran Stomata
(µm)
Adaksial
Abaksial
Panjang
Lebar
Panjang
Lebar
35.4±1.7 18.9±0.4 35.8±1.3 21.6±0.5
39.0±0.2 19.6±0.8 36.7±0.5 24.7±0.7
38.2±0.8 22.8±1.4 36.7±0.5 21.1±0.8
37.5±1.8 20.4±2.1 36.4±0.5 22.5±1.9
38.6±0.6 21.0±0.4 35.4±0.5 18.9±0.4
38.2±0.5 19.7±0.3 37.1±0.4 26.5±0.7
39.8±0.7 19.3±0.4 36.5±0.4 22.4±0.4
38.9±0.8 20.0±0.8 36.3±0.8 22.6±3.8
37.1±2.2 21.4±0.7 37.2±1.0 20.1±0.3
37.5±0.8 19.3±0.7 37.4±0.7 22.9±1.4
38.6±0.8 20.5±0.6 36.8±1.5 19.7±0.9
37.7±0.7 20.4±1.0 37.1±0.2 20.9±1.7

Kerapatan Stomata

Indeks Stomata

Adaksial

Abaksial

Adaksial

Abaksial

26.7±1.0
23.1±1.0
16.4±0.5
22.1 ± 5.2
25.0±0.2
26.9±0.7
13.6±0.8
21.8±7.1
25.7±0.2
28.5±1.0
29.3±1.4
27.8±1.8

88.7±2.1
84.3±2.6
74.6±1.1
82.5±7.1
74.6±1.1
82.3±0.8
83.9±0.7
80.3±4.9
74.6±0.4
85.5±0.9
73.4±0.6
77.9±6.6

3.5±0.1
3.0±0.2
3.0±0.1
3.2±0.2
3.1±0.1
4.0±0.1
1.0±0.1
2.7±1.5
3.3±0.2
4.0±0.1
4.0±0.4
3.8±0.4

11.2±1.5
9.0±0.2
11.0±0.4
10.4±1.2
10.0±0.2
11.0±0.3
11.0±0.8
10.6±0±.5
10.2±0.3
12.0±0.5
10.0±0.5
10.7±1.0

Tabel 2 Ukuran tebal kutikula, epidermis, mesofil, dan tebal daun tiga varietas Cursina
Varietas

Tebal Kutikula (µm)

Tebal Epidermis (µm)
Atas

Bawah

Tebal Hipodermis (µm)
Atas

Bawah

Tebal Jaringan

Tebal Jaringan

Palisade (µm)

Bunga Karang (µm)

Tebal daun (µm)

Atas

Bawah

Cursina 1

5±0

4.6±0.5

32.5±1.7

37.9±2.3

43.8±6.9

45.4±8.4

64.7±4.6

128.1±31.3

320.9±3.8

Cursina 2

5±0

2.5±0

36.9±2.0

40.8±3.7

44.7±4.5

47.7±5.2

49.4±1.5

149.1±1.3

347.9±19.3

Cursina 3

5±0

2.5±0

31.8±5.9

31.6±3.5

39.1±2.8

44.3±2.8

46.9±4.0

157.7±35.4

326.8±61.7

9

Mesofil Daun
Mesofil daun merupakan jaringan yang terletak di bawah lapisan
epidermis yang biasanya berdiferensiasi menjadi jaringan fotosintetik dan
mengandung klorofil (Fahn 1991). Lapisan palisade yang dimiliki oleh tiga
varietas Cursina memiliki sifat bifasial yaitu hanya terdapat pada satu sisi
adaksial (Gambar 4). Varietas Cursina 1 memiliki dua lapisan palisade,
sedangkan dua varietas lainnya hanya memiliki satu lapisan palisade (Gambar
4). Lapisan palisade dari spesies yang sama dapat bervariasi pada setiap
varietasnya. Beberapa varietas Colocasia esculenta L memiliki lapisan palisade
yang bervariasi, varietas sutera memiliki tiga lapis palisade sedangkan varietas
wild-2 memiliki dua lapis palisade (Juliarni et al. 1999).

Pal

Pal
Pal

Gambar 4 Lapisan palisade pada sayatan transversal daun. (A) Cursina 1(B)
Cursina 2 (C) Cursina 3 (Pal: Palisade). Bar = 50µm.
Tebal Daun
Ketebalan daun diukur dari kutikula atas hingga kutikula bawah. Varietas
Cursina 2 memiliki tebal daun lebih besar dari varietas lainnya, pada varietas ini
ketebalan epidermis dan hipodermis pada sisi adaksial maupun abaksial lebih
besar dari dua varietas lainnya, sehingga varietas ini memiliki tebal daun yang
lebih besar (Tabel 2). Ketebalan daun pada varietas yang berbeda dari spesies
yang sama bisa bervariasi, seperti pada hasil penelitian Juliarni et al. (1999) yang
menunjukan bahwa pada beberapa varietas tanaman Colocasia esculenta L.
memiliki ketebalan daun yang berbeda.

Identifikasi Struktur Sekretori
Rimpang pada tiga varietas Cursina menunjukkan struktur sekretori
berupa sel idioblas. Sel idioblas adalah sel yang berbeda berdasarkan bentuk,
struktur, maupun kandungan dari sel-sel disekitarnya. Sel idioblas dijumpai di
jaringan parenkima korteks, dan empulur pada rimpang tiga varietas temulawak
(Gambar 5). Tipe sel idiobas yang dijumpai dibedakan berdasarkan bentuknya,
yaitu tipe 1 berbentuk bulat, tipe 2 segilima, tipe 3 lonjong, dan tipe 4 segitiga
(Gambar 6). Varietas Cursina 1 dan Cursina 2 memiliki empat tipe sel idioblas,
sedangkan pada varietas Cursina 3 tidak memiliki idioblas berbentuk lonjong.
Ukuran sel idioblas dari tiga varietas Cursina bervariasi (Tabel 3). dioblas tipe 1
diukur dengan mengukur diameter karena memiliki bentuk bulat, sedangkan tipe 2,
tipe 3, dan tipe 4 diukur dengan pengukuran panjang dan lebar karena memiliki

10

bentuk berturut-turut segilima, oval dan segitiga. Varietas Cursina 1 dan 3
memiliki sel idioblas tipe 1 dengan ukuran lebih besar dibandingkan tipe sel
idioblas lainnya, sedangkan pada Cursina 2 memiliki sel idioblas tipe 3 dengan
ukuran yang lebih besar dari sel idioblas tipe lainnya
.
Ep

Kr

Id

Id
Em
Gambar 5 Sayatan transversal rimpang temulawak. (Ep: Epidermis,
Kr: Korteks, Em: Empulur, Id: Idioblas) Bar = 300 µm.
Tabel 3 Ukuran struktur sekretori pada rimpang temulawak varietas Cursina
Varietas
Cursina 1

Cusina 2

Cursina 3

Struktur Sekretori
Idioblas 1
Idioblas 2
Idioblas 3
Idioblas 4
Idioblas 1
Idioblas 2
Idioblas 3
Idioblas 4
Idioblas 1
Idioblas 2
Idioblas 4

Diameter
75.9-100.0
81.2-90.8
85.4-111.7
-

Ukuran (µm)
Panjang
35.8-75.2
37.2-91.0
47.8-79.1
46.8-80.5
136.0
82.0-97.0
45.6-77.2
68.0-124.0

Lebar
24.9-61.7
23.4-48.7
25.2-64.8
36.9-64.5
59.0
77.0-78.0
38.4-60.3
21.0-88.0

Gambar 6 Variasi bentuk dan ukuran sel idioblas pada rimpang temulawak.
(A) sel idioblas tipe 1 (B) sel idioblas tipe 2 (C) sel idioblas tipe
3 (D) sel idioblas tipe 4. Bar = 100µm

11

Uji Histokimia
Kandungan senyawa dalam suatu struktur sekretori dapat diketahui dengan
melakukan uji histokimia. Pengujian dengan menambahkan beberapa reagen dapat
menunjukkan warna tertentu yang terlihat pada sel idioblas. Hasil uji histokimia
terhadap sel idioblas pada rimpang temulawak menunjukkan bahwa sel tersebut
mengandung senyawa terpenoid, alkaloid, lipofilik dan kurkumin. Idioblas 1 dan
idioblas 2 mengandung senyawa terpenoid, alkaloid, lipofilik, dan kurkumin
( Tabel 4 dan Gambar 7). Sel idioblas 3 dan 4 pada Cursina 1 dan Cursina 2 dan
sel idoblas 4 pada Cursina 3 hanya mengandung senyawa terpenoid (Tabel 4). Uji
histokimia dari tiga varietas Cursina tidak menunjukkan kandungan senyawa
fenol dan flavonoid. Hal ini terlihat bahwa pada uji senyawa fenol, sel idioblas
tidak terbentuk warna hijau gelap hingga kehitaman. Hasil pengujian senyawa
flavonoid pada kontrol dan reagen, keduanya menunjukkan pendaran warna hijau
pada hasil flouresen (Gambar 7). Hal ini dimungkinkan bahwa senyawa kurkumin
termasuk kedalam senyawa yang memiliki sifat auto fluoresens. Menurut Halim et
al. (2012) berdasarkan uji fitokimia rimpang temulawak mengandung terpenoid,
alkaloid, fenol dan flavonoid. Senyawa fenol dan flavonoid yang tidak terdeteksi
pada uji histokimia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu senyawa fenolik
memiliki sifat mudah teroksidasi, mudah menguap, dan sensitif terhadap cahaya.
Selain itu, senyawa fenolik dapat mengalami penurunan kadar yang diakibatkan
oleh faktor pencucian yang dilakukan sebelum pengujian (Grafianita 2011). Arum
et al (2012) melaporkan bahwa hasil positif untuk pengujian senyawa fenol
terhadap daun kersen ditunjukkan dengan terbentuknya warna hijau kehitaman
karena adanya gugus OH yang berikatan dengan feri triklorida.
Senyawa metabolit sekunder pada beberapa tanaman dapat dijumpai di
berbagai organ tanaman. Hasil penelitian Iranbaskh et al. (2006) menunjukkan
bahwa sintesis senyawa alkaloid Datura stramonium L. terjadi pada sel idioblas
yang terdapat pada akar, batang, dan tangkai daun.
Tabel 4 Kandungan senyawapada sel idioblas berdasarkan hasiluji histokimia
Varietas

Struktur
Sekretori

Uji Kandungan Senyawa

Terpenoid Alkaloid Lipofilik Kurkumin Fenol Flavonoid
Cursina 1
Idioblas 1
+
+
+
+
Idioblas 2
+
+
+
+
Idioblas 3
+
Idioblas 4
+
Cursina 2
Idioblas 1
+
+
+
+
Idioblas 2
+
+
+
+
Idioblas 3
+
Idioblas 4
+
Cursina 3
Idioblas 1
+
+
+
+
Idioblas 2
+
+
+
+
Idioblas 4
+
Keterangan : (+) Senyawa terdeteksi (-) Senyawa tidak terdeteksi

12

Gambar 7 Hasil uji histokimia jaringan rimpang temulawak. (A) alkaloid (B)
kontrol negatif alkaloid (C) terpenoid (D) senyawa lipofilik (E)
kurkumin (F) fenol (G) kontrol air (H) Flavonoid (I) Kontrol
flavonoid. Bar = 100µm
Hasil uji histokimia menunjukkan bahwa sel idioblas dapat menghasilkan
lebih dari satu jenis metabolit (Tabel 4). Dalam penelitian ini dilakukan upaya
untuk mengidentifikasi metabolit yang dihasilkan oleh sel idioblas dan
menghitung kerapatan sel idioblas berdasarkan metabolit yang dihasilkan.
Varietas Cursina 3 memiliki nilai kerapatan sel idioblas penghasil terpenoid lebih
tinggi dibandingkan dua Cursina lainnya. Varietas Cursina 2 memiliki nilai
kerapatan sel idioblas tertinggi penghasil alkaloid dan sel idioblas tipe 2 penghasil
senyawa lipofilik dibandingkan Cursina 1 dan 3. Varietas Cursina 3 memiliki
nilai kerapatan sel idioblas tipe 2 tertinggi penghasil kurkumin dibandingkan dua
Cursina lainnya (Tabel 5). Hal ini sesuai dengan penelitian Setiyono (2011) yang
menyatakan bahwa varietas Cursina 2 memiliki kadar minyak atsiri lebih tinggi
dan varietas Cursina 3 memiliki kadar kurkumin tertinggi dibandingkan dua
Cursina lainnya.

13

Tabel 5 Kerapatan sel idioblas berdasarkan hasil metabolit
Varietas

Struktur Sekretori

Cursina 1

Kerapatan Sel Idioblas (

)

Terpenoid

Alkaloid

Lipofilik

Kurkumin

Idioblas 1
Idioblas 2
Idioblas 3
Idioblas 4

2.4±0.3
0.6±0.1
0.2±0.1
0.2±0.1

1.2±0.2
0.4±0.09
0
0

1.1±0.09
3.3±0.3
0
0

1.3±0.3
1.6±0.3
0
0

Cursina 2

Idioblas 1
Idioblas 2
Idioblas 3
Idioblas 4

1.7±0.3
0.3±0.1
0.4±0.0
0.07±0.03

2.1±0.6
0.9±0.2
0
0

1.3±0.2
4.6±0.6
0
0

1.5±0.04
2.1±0.3
0
0

Cursina 3

Idioblas 1
Idioblas 2
Idioblas 4

2.5±0.4
0.4±0.2
0.1±0.1

1.4±0.2
1.2±0.4
0

0.8±0.2
3.0±0.5
0

1.5±0.2
2.6±0.5
0

SIMPULAN
Struktur anatomi daun pada tiga varietas Cursina relatif berbeda. Varietasvarietas Cursina dapat dibedakan dari struktur anatomi daunnya berdasarkan
jumlah lapisan palisade, tebal lapisan kutikula pada epidermis bawah, dan sebaran
stomata. Varietas Cursina 1 memiliki dua lapis jaringan palisade dengan kutikula
pada epidermis bawah yang tebal. Indeks stomata pada permukaan adaksial daun,
menunjukkan sebaran stomata hampir sama dari ujung hingga pangkal. Varietas
Cursina 2 memiliki satu lapis jaringan palisade, lapisan kutikula pada epidermis
bawah tipis. Indeks stomata pada permukaan adaksial daun menunjukkan sebaran
stomata paling rendah pada bagian pangkal sebanyak seperempat dari indeks
stomata bagian tengah. Varietas Cursina 3 memiliki satu lapis jaringan palisade
dengan lapisan kutikula pada epidermis bawah yang tipis. Indeks stomata pada
permukaan adaksial daun menunjukkan sebaran stomata paling rendah pada
bagian ujung sekitar tiga perempat dari indeks stomata pada bagian tengah dan
pangkal. Pada rimpang tiga varietas Cursina dijumpai empat tipe sel idiolas yang
bentuknya berbeda. Sel idioblas tipe 1 dan 2 mengandung senyawa terpenoid,
alkaloid, lipofilik, dan kurkumin, sedangkan sel idioblas tipe 3 dan 4 hanya
mengandung senyawa terpenoid. Varietas Cursina 3 memiliki sel idioblas tipe 1
penghasil kurkumin tertinggi.

14

DAFTAR PUSTAKA
Ahsan H, Parveen N, Khan N, Hadi SM. 1999. Pro-oxidant, anti-oxidant and
cleavage activities on DNA of curcumin and its derivatives
demethoxycurcumin and bisdemethoxycurcumin.Chem Biol Interact.
121: 161-175.
Arum YP, Supartono, Sudarmin. 2012. Isolasi dan uji daya anti mikroba daun
kersen. J MIPA. 35(2): 165-174.
Boix YF, Victoria CD, Defaveri ACA, Arruda RDCDO, Sato A, Lage CLS. 2013.
Glandular trichomes of Rosmarinus officinalis L. anatomical and
phytochemical analyses of leaf volatiles. Plant Biosyst. 145(4): 848856.
Berg CC, Corner EJH. 2005. Flora Malesiana. Leiden (NL): NationalHerbarium
Netherland.
Charriere, Ledreix Y. 1973. Etude de la secretion flavonoi-dique des bourgeons de
popls nigra L. var. Italica. cinetique du phenomene glandulaire,
ultrastructure et evolution du tissu glandulaire. J. Microscopie. 17:
299-316.
Chen J, Nian-He X. 2010. Chromosome cytology, leaf epidermal morphology and
planology of Curcuma rubobracteata (Zingiberaceae). Nordic J Bot.
28: 212-215.
Fahn H. 1979. Secretory Tissue in Plants. New York (US): Academic Pr.
Fahn H. 1991. Anatomi Tumbuhan Ed-3. Yogyakarta (ID): UGM Pr.
Furr Y, Mahlberg PG. 1981. Histochemical analysis of laticifer and glandular
trichomes in Cannabies sativa.J Nat Prod.44(2):153-159.
Grafianita. 2011. Kadar kurkuminoid, total fenol dan aktivitas antioksidan
simplisia temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) pada berbagai
teknik pengeringan [Skripsi]. Surakarta (ID): Universitas Sebelas
Maret.
Halim MRA, Tan MSMZ, Ismail S, Mahmud R. 2012. Standardization and
phytochemical studies of Curcuma xanthorrhiza Roxb. Int J Pharm
Sci. 4(3): 606-610.
Hussin KH, Chua TS, Halijah I, Wu QG, Liao JP, Liu N. 2000. Comparative leaf
anatomy of Alpinia Roxb. species (Zingiberaceae) from China. Bot J
Lin Soc. 133: 161-180.
Hwang JK, Shim JS, Pyun YR. 1999.Antibacterial activity of xanthorrhizol from
Curcuma xanthorrhiza against oral pathogens.Fitoterapia 7: 321-323.
Iranbaskh A, Oshagi MA, Majd M. 2006. Distribution atropine and scopolamine
in different organs and stages of development in Datura stramonium L.
(Solanaceae). Structure and ultrastructure of biosynthesizing cells.
Acta Bio Cracov Series Bot. 48(1): 13-18.
Johansen DA. 1940. Plant Microtechnique. New York (USA): McGraw-Hill.
Juliarni, Eneng P, Yohana CS, Dorly. 1999. Anatomical study of leaf of taro
(Colocasia esculenta (L.) Schott) from Bogor, West Java, Indonesia.
Jpn J Crop Sci. 68(2): 200-201.
Martin, Tholl D, Gershenzon J, Bohlmann J. 2000. Methyl jasmonate induces
traumatic resin duct, terpenoid resin biosynthesis, and terpenoid

15

accumulation in developing xylem of norway spurce stem. Plant
Physiol. 129: 1003-1018.
Mayer F. 1943. The Chemistry of Natural Colouring Matter. New York (US):
Reinhold.
Rahardjo M. 2011. Standar Operasional Prosedur Budidaya Temulawak. Bogor
(ID): Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro).
Sass JE. 1951. Botanical Microtechnique. Iowa (US): Iowa state College Pr.
Sasikumar B. 2005. Genetic resources of Curcuma: diversity, characterization and
utilization. Plant Genetic Resources. 3(2): 230-251
Seema R, Seshu L. 2015. Histochemical localization of curcumin and its
significance in chemotypic characterization of selected of species of
Curcuma L. Ind Crops and Prod. 65: 175-179.
Setiyono RT. 2011. Varietas unggul temu lawak (Curcuma xanthorrhiza).Warta
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. 17(3): 1-4.
Setyawan AD. 2001. Aanatomi sistematik pada anggota famili Zingiberaceae .
Bio SMART. 3(2): 36-44.
Stace CA. 1989. Plant Taxonomy and Biosystematics. London (UK): Cambridge
Univ Pr.
Willmer CM. 1983. Stomata. London (UK): Longman.

16

RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Subang pada tanggal 10 Oktober 1993 dari ayah Didin
Saepudin dan ibu Oti. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.
Tahun 2011 penulis lulus dari SMAN 2 Subang dan pada tahun yang sama
terdaftar sebagai mahasiswi Program Studi Biologi, Departemen Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri Undangan IPB.
Tahun 2013 penulis pernah melaksanakan kegiatan studi lapang mengenai
Tipe Frekuensi Suara Pada Hemiptera dan Orthoptera di Telaga Warna. Selain itu,
penulis telah melaksanakan kegiatan praktik lapang di PT Saraswanti Indo
Genetech mengenai Pengujian Mikrobiologi Pada Tepung di PT Saraswanti Indo
Genetech yang dilaksanakan pada bulan Juli hingga Agustus 2014.
Selama masa perkuliahan penulis pernah mengikuti Unit Kegiatan
Mahasiswa Gentra Kaheman pada tahun 2011. Kemudian penulis pernah
mengikuti organisasi kemahasiswaan yaitu sebagai anggota divisi PAMABI,
Himpunan Mahasiswa Biologi (Himabio) IPB (2013/2014). Selain itu penulis
pernah mengikuti kegiatan kepanitiaan sebagai anggota divisi konsumsi Lomba
Cepat Tepat Biologi (2011). Penulis pernah menjadi asisten praktikum Anatomi
dan Morfologi Tumbuhan periode semester genap 2014/2015 dan praktikum
Mikroteknik periode semester ganjil 2015/2016.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Proses Pengeringan Terhadap Aktivitas Antibakteri Ekstrak Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

0 9 92

Studi Pembuatan Tablet Ekstrak Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dengan Metode Granulasi Basah dan Cetak Langsung

2 26 95

UJI EFEK STIMULANSIA INFUSA RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS Uji Efek Stimulansia Infusa Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Pada Mencit Jantan Galur Swiss.

1 9 13

UJI EFEK STIMULANSIA INFUSA RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) PADA MENCIT JANTAN Uji Efek Stimulansia Infusa Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Pada Mencit Jantan Galur Swiss.

0 2 11

PENGARUH EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) TERHADAP KADAR Pengaruh Ekstrak Etanol Rimpang Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza Roxb.) Terhadap Kadar Kolesterol Total Pada Tikus Putih Hiperlipidemia.

0 0 13

PENGARUH EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) TERHADAP KADAR Pengaruh Ekstrak Etanol Rimpang Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza Roxb.) Terhadap Kadar Kolesterol Total Pada Tikus Putih Hiperlipidemia.

0 0 9

PENGARUH EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMULAWAK(Curcuma xanthorrhiza Roxb.) TERHADAP Pengaruh Ekstrak Etanol Rimpang Temulawak(Curcuma Xanthorrhiza Roxb.) Terhadap Daya Antiinflamasi Natrium Diklofenak Pada Tikus.

0 2 13

Efek Bakterisidal Ekstrak Etanol rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Terhadap Staphylocuccus aureus.

0 0 22

Pembuatan Sediaan Krim Antiakne Ekstrak Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb).

0 1 5

Perbandingan Angka Kapang Khamir (AKK) rimpang segar temulawak, serbuk rimpang temulawak, dan ekstrak etanolik rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) - USD Repository

0 0 90