UJI EFEK STIMULANSIA INFUSA RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS Uji Efek Stimulansia Infusa Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Pada Mencit Jantan Galur Swiss.

(1)

UJI EFEK STIMULANSIA INFUSA RIMPANG TEMULAWAK

(

Curcuma xanthorrhiza

Roxb.) PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS

NASKAH PUBLIKASI

Oleh:

NENI LUGKI NIAN TARY

K 100110055

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

SURAKARTA


(2)

(3)

UJI EFEK STIMULANSIA INFUSA RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS

EFFECT TEST STIMULANT OF CURCUMA RHIZOME INFUSION (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) ON MALE MICE SWISS STRAIN

Neni Lugki Nian Tary dan Tanti Azizah Sujono Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta,

Jl. A. Yani Tromol Pos I, Pabelan, Surakarta 57102 ABSTRAK

Penggunaan tanaman yang berkhasiat sebagai obat dalam penanggulangan masalah kesehatan telah dikenal masyarakat Indonesia sejak lama diwariskan secara turun temurun. Famili zingiberaceaesecara secara empiris

digunakan sebagai stimulansia, salah satunya adalah temulawak, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian terhadap rimpang temulawak mengenai efeknya sebagai stimulansia. Penelitian yang dilakukan menggunakan metode eksperimental dengan rancangan pre-test and post-test with control design. Dua puluh lima ekor mencit jantan galur Swiss digunakan sebagai hewan percobaan, yang terbagi dalam 5 kelompok berturut-turut yaitu, kontrol positif (kafein 100 mg/kgBB), kontrol negatif (aquadest 0,5 mL/kgBB), infusa temulawak dosis I (2,5 g/kgBB), dosis II (5 g/kgBB), dan dosis III (10 g/kgBB). Hewan percobaan diuji dengan menggunakan metode

Natatory Exhaustion dan diberi perlakuan dengan rute per oral. Efek stimulansia yang dihasilkan dihitung selisih waktu lelah sebelum dan setelah perlakuan. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji statistik non parametrik menggunakan metode Kruskal Wallis dan Mann Whitney dengan taraf kepercayaan 95%. Infusa rimpang temulawak memilki efek stimulansia, efek yang diperoleh semakin bertambah seiring dengan peningkatan dosis. Pada dosis 2,5 g/kgBB, 5 g/kgBB, dan 10 g/kgBB mampu memberikan efek stimulan secara berturut-turut sebesar 2,82 ± 1,02menit, 3,71 ± 0,09 menit dan 4,94 ± 2,06 menit. Efek stimulan dosis II dan III lebih besar dibanding kontrol positif (p<0,05) sedangkan dosis I memiliki efek yang setara dengan kontrol positif.

Kata kunci: Infusa rimpang temulawak, efek stimulansia, Natatory Exhaustion, mencit jantan

ABSTRACT

The use of plants that efficacious as a medicine in the prevention of health problems known to Indonesian people long since passed down from generation to generation. Zingiberaceae family empirically used as a stimulant, one of which is ginger, therefore it is necessary to do research on the effects of curcuma rhizome as a stimulant. Research conducted using experimental methods pre-test and post-test with control design. Twenty-five male mice Swiss strain used as experimental animals, which are divided into Twenty-five groups, positive control (caffeine 100 mg/kgBW), negative control (distilled water 0,5 mL/20 gBW), infusion of curcuma dose I (2.5 g/kgBW), dose II (5 g/kgBW), and dose III (10 g/kgBW) respectively. Animal experiments tested using methods Natatory Exhaustion and treated with oral route. The resulting effects of stimulant tired calculated the time difference before and after treatment. The data obtained were analyzed using non-parametric statistical tests using Kruskal Wallis and Mann Whitney with a 95% confidence level. Infuse curcuma rhizome have the stimulant effect, the effect obtained by increasing along with the increase in dose. At doses of 2.5 g/kgBW, 5 g/kgBW, and 10 g/kgBW be able to provide a stimulant effect respectively by 2.82 ± 1,02 minutes, 3.71 minutes and 4.94 minutes. Stimulant effect dose II and III have a greater effect than the positive control (p<0,05), the dose I had similar effect compare with control positive (p>0,05).


(4)

PENDAHULUAN

Penggunaan tanaman yang berkhasiat sebagai obat untuk penanggulangan berbagai masalah kesehatan telah dikenal bangsa Indonesia sejak lama. Pemanfaatan tanaman yang berkhasiat sebagai obat didasarkan pada pengalaman yang diwariskan secara turun temurun. Penggunaan obat tradisional relatif digemari oleh masyarakat, karena obat tradisonal memiliki efek samping lebih sedikit jika dibandingkan obat modern apabila digunakan secara tepat (Sari, 2006). Harga obat-obatan modern yang mahal juga menjadi alasan dipilihnya obat tradisional, sehingga daya beli masyarakat terhadap obat modern melemah. Industri farmasi mulai berupaya mencari alternatif yang paling efektif dengan cara menoleh kembali ke alam sekitar (back to nature) seperti yang telah dilakukan negara-negara maju yang lebih dulu menerapkan konsep tersebut (Kartikasari et al., 2011). WHO telah merekomendasikan pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan serta pengobatan penyakit dengan menggunakan obat tradisional. Perbaharuan strategi global obat tradisional terus dilakukan agar dapat dimanfaatkan dengan aman dan efektif (WHO, 2008).

Stimulansia merupakan suatu zat yang dapat merangsang sistem saraf pusat yang dapat mempercepat proses-proses dalam tubuh, dapat meningkatkan kemampuan fisik dan mental, meningkatkan konsentrasi, dapat membuat seseorang lebih siaga serta dapat meminimalisasi kelelahan (Sujatno, 2001). Stimulansia merupakan senyawa aktif yang berpengaruh terhadap organ tubuh secara keseluruhan (Katzung, 2002). Masyarakat banyak menggunakan stimulan dalam bentuk minuman suplemen dengan tujuan untuk menambah tenaga serta mengurangi kelelahan akibat kerja fisik (Setiabudy, 2005).

Keanekaragaman tumbuhan di Indonesia yang berkhasiat sebagai obat belum dimanfaatkan secara optimal. Hal ini dikarenakan rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai tanaman obat (Kartikasari et al, 2011). Salah satunya pemanfaatan temulawak sebagai stimulansia. Dalam penelitian ini simplisia temulawak dibuat dalam bentuk sediaan infusa, secara empiris sediaan temulawak digunakan oleh masyarakat dalam bentuk infusa (Badan POM RI, 2005). Namun sejauh ini khasiat temulawak sebagai stimulansia hanya didasarkan pada pengalaman empiris, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mendapat data ilmiah mengenai efeknya sebagai stimulansia.

METODE PENELITIAN

Penelitian yang dilakukan tergolong dalam kategori penelitian eksperimental dengan rancangan pre-test and post-test with control design.


(5)

A.Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain infusa rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.), hewan uji mencit jantan galur Swiss dengan berat 20-40 gram, berumur 2-3 bulan. Pelarut yang digunakan adalah aquadest, serta kafein 0,4% b/v sebagai kontrol positif.

Alat yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah kompor listrik, panci infusa, timbangan analitik (Ohaus), kertas saring, batang pengaduk, serta alat-alat gelas digunakan untuk membuat infusa. Uji stimulant digunakan alat-alat berupa, spuit injeksi, jarum per oral, stopwatch, termometer, reservoir, timbangan hewan uji dan hair dryer.

B.Jalannya Penelitian 1. Pembuatan Simplisia

Rimpang temulawak dicuci bersih dibawah air yang mengalir, lalu dirajang-rajang menjadi bagian yang lebih kecil, selanjutnya dikeringkan dengan cara dimasukkan kedalam almari pengaring dengan suhu 47º C.

2. Pembuatan Infusa Rimpang Temulawak

Infusa rimpang temulawak dibuat dalam beberapa konsentrasi yaitu 10%, 20%, 40%. Infusa dibuat dengan cara menimbang simplisia kering sesuai dengan konsentrasi yang akan dibuat. Penimbangannya masing-masing 10 gram, 20 gram, dan 40 gram, selanjutnya hasil penimbangan simplisia direbus dengan aquadest sebanyak 100 mL dengan menggunakan panci infus. Air ekstra yang digunakan sebanyak dua kali berat masing-masing penimbangan bahan, jadi air ekstra yang digunakan adalah 20 mL untuk bobot 10 gram, 40 mL untuk bobot 20 gram, dan 80 mL untuk bobot 40 gram. Perebusan dilakukan selama 15 menit dimulai ketika suhu mencapai 90° C sambil sekali-sekali diaduk. Temulawak mengandung minyak atsiri, sehingga diserkai setelah dingin (Depkes RI, 1979).

3. Pembuatan Larutan Kafein

Kafein ditimbang secara seksama sebanyak 40 mg, kemudian dilarutkan menggunakan aquadest dalam labu takar sampai 10 mL. Dosis yang digunakan adalah 100 mg/kgBB untuk hewan uji mencit (Turner, 1965).

4. Pengujian Efek Stimulansia Infusa Rimpang Temulawak

Hewan uji yang digunakan pada penelitian ini berjumlah 25 ekor mencit jantan galur Swiss. Hewan uji dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan. Masing-masing perlakuan terdiri dari 5 ekor mencit. Perlakuan terdiri dari kontrol positif menggunakan kafein 100 mg/kgBB dan kontrol negatif menggunakan aquadest 0,5ml/20mgBB, serta infusa rimpang temulawak


(6)

yang terdiri dari 3 tingkatan dosis yaitu dosis rendah, dosis sedang dan dosis tinggi. Pengelompokannya adalah sebagai berikut:

Kelompok I : kontrol positif dengan pemberian larutan kafein 0,4 % b/v, dosis 100 mg/kgBB secara per oral (Turner, 1965).

Kelompok II : kontrol negatif, dengan pemberian aquadest 0,5 mL/20 gBB secara per oral (Depkes RI, 1993).

Kelompok III : infusa rimpang temulawak dengan dosis 2,5 g/kgBB, secara per oral. Kelompok IV : infusa rimpang temulawak dengan dosis 5 g/kgBB, secara per oral. Kelompok V : infusa rimpang temulawak dengan dosis 10 g/kgBB, secara per oral.

Mencit satu per satu dimasukkan dalam reservoir sebelum diberi perlakuan. Mencit akan menunjukkan rasa lelah dengan cara membiarkan kepalanya di bawah permukaan air selama lebih dari 7 detik (Turner, 1965). Mencit diangkat dan dicatat waktu lelahnya (t1). Mencit diistirahatkan selama 24 jam dan dikeringkan sebelum diberi perlakuan. Sediaan diberikan secara per oral, dengan batas maksimal volume pemberian adalah 1,0 mL (Depkes RI, 1993), dan ditunggu selama 30 menit yang merupakan waktu orientasi agar sediaan obat terabsorbsi terlebih dahulu (Aznam, 2009). Mencit direnangkan kembali dan dicatat waktu lelahnya (t2). Selisih waktu lelah dihitung sebelum dan setelah diberi perlakuan (t2-t1). Selisih waktu lelah sebelum dan setelah diberi perlakuan merupakan data uji efek stimulansia.

C.Analisis Data

Data kuantitatif yang diperoleh merupakan hasil dari selisih waktu lelah sebelum mencit mendapat perlakuan dan waktu lelah setelah mencit diberi perlakuan. Data yang diperoleh diuji normalitas dan homogenitasnya dengan bantuan SPSS versi 17,0. Uji normalitas data menggunakan metode Saphiro Wilk karena mencit berjumlah kurang dari 50, sedangkan uji homogenitas menggunakan metode Levene-test, dengan syarat apabila data yang didapat normal dan homogen maka diuji dengan ANAVA. Apabila salah satu data yang didapat tidak terdistibusi normal dan atau tidak homogen maka data diolah denga uji statistik non parametrik menggunakan metode Kruskal Wallis dan Mann Whitney dengan taraf kepercayaan 95%.


(7)

HASIL DAN PEMBAHASAN A.Penyarian Rimpang Temulawak

Metode penyarian yang digunakan pada penelitian ini adalah infundasi, merupakan salah satu metode penyarian yang dilakukan dengan cara menyari senyawa aktif simplisia nabati dengan menggunakan pelarut air. Kelebihan yang didapat dengan metode ini antara lain, peralatan yang digunakan cukup sederhana dan mudah digunakan, selain dalam proses penyariannya tidak membutuhkan biaya yang tinggi.

B.Uji Orientasi Dosis Temulawak

Uji orientasi dosis infusa rimpang temulawak bertujuan untuk memperoleh dosis yang paling efektif yang dapat memberikan efek stimulansia. Penelitian ini menggunakan infusa rimpang temulawak dengan tiga tingkatan konsentrasi yang berbeda yaitu, kosentrasi 10%, 20% dan 40%. Pengamatan dilakukan terhadap peningkatan aktivitas daya tahan hewan uji pada masing-masing kelompok, dimulai dari timbulnya waktu lelah pertama (t1) yang menandakan aktivitas hewan uji sebelum adanya perlakuan. Waktu lelah kedua (t2) menunjukkan adanya penambahan waktu lelah hewan uji dari waktu lelah sebelumnya (t1). Hasil yang diperoleh tertera pada tabel 1.

Tabel 1. Hasil data orientasi dosis peningkatan waktu lelah pada masing-masing konsentrasi

No. Hewan uji

Konsentrasi 10% Konsentrasi 20% Konsentrasi 40% t 1

(menit) t 2 (menit)

∆ t (menit)

t 1 (menit)

t 2 (menit)

∆ t (menit)

t 1 (menit)

t 2 (menit)

∆ t (menit) 1 3,85 6,65 2,80 3,00 10,00 7,00 3,23 9,33 6,10 2 4,81 7,93 3,12 7,78 9,03 1,25 3,56 10, 56 7,00 3 7,67 10,78 3,11 5,15 9,08 3,93 5,88 11, 93 6,05

Rerata 3,01 4,06 6,38

SD 0,18 2,87 0,53

Hasil orientasi dari ketiga konsentrasi menunjukkan peningkatan dosis pada tiap konsentrasi. Peningkatan dosis yang paling tinggi yaitu infusa rimpang temulawak dengan konsentrasi 40%. Hasil ketiga konsentrasi tersebut membuktikan bahwa pada masing-masing konsentrasi terjadi penambahan waktu lelah setelah adanya pemberian sediaan terhadap hewan uji.

C.Uji Orientasi Ketahanan Hewan Uji

Pengujian orientasi ketahanan hewan uji bertujuan untuk mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh hewan uji untuk mengembalikan staminanya seperti pertama kali sebelum hewan uji tersebut direnangkan. Waktu istirahat yang digunakan untuk meminimalisasi bias dalam baseline adalah 24 jam. Pengujian ini menggunakan hewan uji sebanyak 3 ekor yang direnangkan selama 3 hari secara berurutan. Hasil uji orientasi waktu istirahat diperoleh data seperti pada tabel 2.


(8)

Tabel 2. Hasil uji orientasi ketahanan hewan uji selama 24 jam pada rentang waktu 3 hari

Nomor hewan uji t 1 (menit) t 2 (menit) t 3 (menit)

1 4,37 3,96 4,18

2 4,80 5,28 4,18

3 3,12 4,95 4,03

Rerata 4,09 4,73 4,13

SD 0,87 0,68 0,08

Data yang diperoleh dilanjutkan uji statistik menggunakan metode uji t secara berpasangan dengan taraf kepercayaan 95%, dihasilkan nilai (p>0,05) hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan secara signifikan dari ketiga pengujian waktu lelah dengan waktu istirahat 24 jam. Dapat disimpulkan bahwa stamina hewan uji telah kembali sama seperti pada saat hewan uji sebelum direnangkan dengan waktu istirahat selama 24 jam.

D.Hasil Uji Efek Stimulansia Infusa Rimpang Temulawak

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Natatory Exhaustion. Metode tersebut merupakan metode skrining farmakologi yang dapat digunakan untuk mengetahui efek stimulansia suatu obat atau sediaan yang dapat mengaktifasi koordinasi gerak tubuh dan memberikan efek peningkatan kapasitas kerja serta dapat meminimalisasi kelelahan. Hasil yang diperoleh dari metode ini merupakan data penambahan waktu lelah pada masing-masing kelompok perlakuan. Waktu lelah pertama (t1) merupakan waktu lelah sebelum dilakukan perlakuan, sedangkan waktu lelah yang kedua (t2) merupakan waktu lelah setelah hewan uji diberi perlakuan. Hasil penambahan waktu lelah (∆t) merupakan data yang diperoleh dari selisih antara waktu lelah pertama (t1) serta waktu lelah kedua (t2). Data hasil penambahan waktu lelah hewan uji tersaji pada tabel 3.

Tabel 3. Data waktu lelah sebelum & setelah perlakuan

Kelompok No t1 (menit) t2 (menit) Selisih t1 & t2 SD

Kontrol positif (kafein 100

mg/kgBB)

1 11,38 12,62 1,24 1,85 ± 0,83

2 7,58 9,15 1,57

3 8,35 9,75 1,40

4 6,38 8,12 1,74

5 4,53 7,82 3,29

Kontrol negatif (Aquadest 0,5

mL/20 gBB)

1 4,22 5,58 1,36 0

2 6,18 5,58 -0,60

3 6,05 4,15 -1,90

4 6,68 4,40 -2,28

5 6,50 3,78 -2,72

Infusa rimpang temulawak 2,5

g/kgBB

1 5,37 8,97 3,60 2,82 ± 1,02

2 5,65 7,02 1,37

3 6,50 8,65 2,15

4 5,67 9,38 3,71

5 4,07 7,32 3,25

Infusa rimpang temulawak 5

g/kgBB

1 5,70 8,63 2,93 3,71 ± 0,99

2 5,50 9,73 4,23

3 4,42 9,38 4,96

4 7,13 9,65 2,52

5 3,95 7,85 3,90

Infusa rimpang temulawak 10

g/kgBB

1 3,43 6,18 2,75 4,94 ± 2,06

2 3,60 7,35 3,75

3 3,23 7,18 3,95

4 2,93 10,42 7,49


(9)

Data hasil pengujian efek stimulansia kontrol positif, kontrol negatif, serta pemberian infusa rimpang temulawak dengan 3 tingkatan dosis yang berbeda yang dapat dilihat pada tabel 3. Sesuai dengan data yang tertera pada tabel 3 menunjukkan adanya penambahan waktu lelah pada setiap kelompok perlakuan, kecuali pada kelompok kontrol negatif. Perpanjangan waktu lelah ditunjukkan dengan adanya perbedaan waktu lelah hewan uji saat sebelum perlakuan dan setelah diberi perlakuan. Waktu lelah yang diperoleh setelah perlakuan lebih besar dibandingkan dengan waktu lelah sebelum perlakuan, terkecuali pada kontrol negatif tidak ada penambahan waktu lelah.

Kontrol negatif yang berisi akuades tidak menunjukkan adanya penambahan waktu lelah, hal tersebut menandakan bahwa akuades tidak memiliki aktifitas stimulansia untuk memperpanjang waktu lelah hewan uji, sehingga pada pengujian terhadap hewan uji tidak diperoleh adanya perpanjangan waktu lelah, selain itu dimungkinkan karena kondisi hewan uji yang kelelahan akibat perenangan pertama, sehingga stamina hewan uji belum kembali seperti semula.

Kontrol positif yang menggunakan kafein, pada data yang diperoleh menunjukkan adanya perpanjangan waktu lelah setelah adanya perlakuan, karena kafein itu sendiri memiliki aktifitas dalam peningkatan metabolisme dan dapat mengurangi rasa lelah. Mekanisme kafein dalam hal stimulansia adalah menghambat pengikatan reseptor adenosin yang merupakan zat kimia dalam otak. Adenosin bekerja secara berlawanan dengan kafein, adenosin sangat berpengaruh terhadap aktifitas sel saraf (Katzung 2002), dengan adanya mekanisme penghambatan tersebut maka, kafein dapat meningkatkan kewaspadaan, menimbulkan adanya penambahan energi, meningkatkan konsentrasi, serta dapat meminimalisasi kelelahan dan menstimulasi waktu untuk bereaksi. Efek yang sama juga ditunjukkan pada kelompok perlakuan dengan menggunakan infusa rimpang temulawak dengan 3 tingkatan dosis yang berbeda.

Data yang telah diperoleh selanjutnya diuji dengan metode statistik. Pengujian dilakukan dengan metode statistik parametrik menggunakan uji Shapiro-Wilk dengan alasan jumlah data yang diolah kurang dari 30. Dari uji Shapiro-Wilk didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,275 sehingga diperoleh hasil (p>0,05) yang artinya hasil pengolahan data diperoleh hasil yang terdistribusi normal, tetapi pada pengolahan data dengan uji Levene test untuk menguji homogenitasnya diperoleh hasil sebesar 0,034 (p<0,05), sehingga hasil pengolahan data menunjukkan hasil yang tidak homogen. Akibat tidak homogennya data yang diperoleh maka data kemudian diuji dengan metode statistik non parametrik menggunakan uji Mann-Whitney. Hasil dari uji Mann-Whitney dapat dilihat pada tabel 4.


(10)

Tabel 4. Data uji statistik dengan metode Mann-Whitney

Kelompok I II III IV V

I 0,016 0,175 0,028 0,016

II 0,009 0,009 0,009

III 0,175 0,047

IV 0,465

V

Keterangan:

Kelompok I : Kontrol positif (kafein 100 mg/kgBB) Kelompok II : Kontrol negatif (aquadest 0,5 mL/20g BB) Kelompok III : Infusa rimpang temulawak 2,5 g/kgBB Kelompok III : infusa rimpang temulawak 5 g/kgBB Kelompok IV : Infusa rimpang temulawak 10 g/kg BB

Dari data yang tersaji pada tabel 4 menandakan bahwa masing-masing kelompok perlakuan menggunakan infusa rimpang temulawak memiliki perbedaan signifikan terhadap kelompok kontrol negatif dengan nilai (p<0,05), yang artinya infusa rimpang temulawak dosis 2,5 g/kgBB; 5 g/kgBB dan 10 g/kgBB mampu meningkatkan waktu lelah, sedangkan perlakuan menggunakan infusa rimpang temulawak pada 3 tingkatan dosis yang berbeda juga memiliki perbedaan yang signifikan terhadap kontrol positif karena diperoleh nilai (p<0,05) yang berarti infusa dosis 5 g/kgBB dan 10 g/kgBB mampu meningkatkan waktu lelah lebih besar dibandingkan kontrol positif, kecuali pada dosis 2,5 g/kgBB diperoleh nilai (p>0,05) yang berarti efeknya setara dengan kontrol positif.

Rata-rata selisih waktu lelah seluruh hewan uji yang telah diberi perlakuan infusa rimpang temulawak terlihat pada gambar 1.

Gambar 1. Histogram efek stimulansia infusa rimpang temulawak

Gambar 1 menunjukkan infusa rimpang temulawak memiliki efek stimulansia, kecuali pada kontrol negatif hal tersebut dikarenakan aquadest sebagai tidak mengandung senyawa


(11)

yang dapat memberikan efek stimulansia, sehingga hasilnya tidak ada penambahan waktu lelah terhadap hewan uji yang direnangkan. Histogram tersebut menunjukkan bahwa efek stimulansia semakin meningkat dengan adanya peningkatan dosis.

Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa analisis secara kualitatif rimpang temulawak memiliki kandungan senyawa alkaloid, triterpennoid (terpenoid), dan flavonoid yang dominan (Hayani, 2006). Anas et al. (2013) menyatakan bahwa bunga dan daun cengkeh terbukti memiliki aktivitas stimulansia disebabkan adanya kandungan alkaloid dan terpenoid, yang menurut penelitian sebelumnya alkaloid dan terpenoid memiliki aktifitas stimulansia. Menurut Aprilia dan Siregar (2013) biji pinang juga dapat memberikan aktivitas stimulan sistem saraf pusat (SSP) pada hewan uji, diduga karena dalam biji pinang terkandung senyawa alkaloid dan fenolik. Mory (2013) mengungkapkan bahwa infusa lada hitam secara fisiologis dapat memberikan efek stimulansia dengan meningkatkan sirkulasi darah dan memperbaiki aktivitas tubuh secara tidak langsung. Hal tersebut dapat meningkatkan aktivitas lokomotorik pada hewan uji mencit yang diduga adanya senyawa alkaloid dan flavonoid dalam lada hitam. Tanaman dari suku zingiberaceae dalam rimpangnya secara umum mengandung senyawa yang berkhasiat sebagai stimulan (Fadilah, 2010). Menurut Ayustaningwarno (2014) senyawa alkaloid keluarga zingiberaceae dapat digunakan sebagai stimulan salah satunya terkandung dalam rimpang kencur. Mory (2013) mengungkapkan bahwa kandungan kimia alkaloid dan flavonoid yang terkandung dalam infusa lada hitam secara fisiologis dapat memberikan efek stimulansia dengan meningkatkan sirkulasi darah dan memperbaiki aktivitas tubuh, maka secara tidak langsung dapat meningkatkan aktivitas lokomotorik pada hewan uji mencit, selain itu menurut Aprilia dan Siregar (2013) kandungan kimia flavonoid dan fenolik dalam biji pinang juga dapat memberikan aktivitas stimulan sistem saraf pusat (SSP) pada hewan uji.

Secara empiris tanaman dari suku zingiberaceae dalam rimpangnya mengandung senyawa yang berkhasiat sebagai stimulan (Fadilah, 2010), sedangkan menurut Ayustaningwarno (2014) alkaloid pada suku zingiberaceae yang secara empiris dapat digunakan sebagai stimulan salah satunya yaitu rimpang kencur. Berdasarkan pada beberapa penelitian mengenai penggunaan stimulansia secara empiris, dapat disimpulkan bahwa kandungan alkaloid, terpenoid (triterpenoid), flavonoid, serta fenolik dalam temulawak diduga kuat memberikan efek stimulansia pada mencit jantan galur Swiss.


(12)

KESIMPULAN

Infusa rimpang temulawak dosis 2,5g/kgBB; 5g/kgBB; 10g/kgBB memiliki efek stimulansia pada mencit jantan galur Swiss.

SARAN

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai senyawa apa saja yang terkandung dalam rimpang temulawak yang bertanggung jawab memberikan efek stimulansia.

DAFTAR PUSTAKA

Anas, Y., Puspitasari, N., Nuria, M. C., 2013, Aktivitas StimulansiaEkstrak Etanol Bunga dan Daun Cengkeh (Syzygium aromaticum (L) Merr. & Perry.) pada Mencit Jantan Galur Swiss Beserta Identifikasi Golongan Senyawa Aktifnya, Jurnal Ilmu Farmasi dan Farmasi Klinik, 10 (1), 13-22

Aprilia, F., dan Siregar, T., 2013, Uji Aktifitas Stimulan Sistem Syaraf Pusat Ekstrak Biji Pinang (Areca catechu L.) terhadap Mencit Putih (Mus musculus L.) dan Penentuan ED50 yang Diberikan Secara Oral, Prosiding Seminar Nasional Matematika, Sains,

dan Teknologi, (4), 51-58

Ayustaningwarno, F., 2014, Aplikasi Pengolahan Pangan, 84, Yogyakarta, Deepublish

Aznam, N., 2009, Stimulant Effect of Pasak Bumi (Eurycoma longifolia. Jack) Root Powder by Natatory Exhaustion at Male Mice, Isstec, 1-11, ISBN

Badan POM RI, 2005, Info POM, 3, Jakarta, Badan POM Republik Indonesia

Depkes RI, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, 63-67, Jakarta, Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Depkes RI, 1993, Penampisan Farmakologi, Pengujian Fitokimia dan Pengujian Klinik, 19-21, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Fadilah., 2010, Penapisan Senyawa Bioaktif Dari Suku Zingiberaceae Sebagai Penghambat Neuraminidase Virus Influenza A (H1N1) Melalui pendekatan Docking, Tesis, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia

Hayani, E., 2006, Analisis Kandungan Kimia Rimpang Temulawak, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, 309-312

Kartikasari, R., Hikmat, A., Zuhud, E. A. M., Siswoyo., & Sandra, E., 2011, Revitalisasi Konservasi Tumbuhan Obat Keluarga (TOGA) Guna Meningkatkan Kesehatan dan Ekonomi Keluarga Mandiri di Desa Contoh Lingkar Kampus IPB Darmaga Bogor, Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, 16 (2), 71-80

Katzung, B., 2002, Farmakologi Dasar dan Klinik, , Edisi VIII, Jilid II, 337-338, diterjemahkan oleh Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Salemba Medika, Jakarta


(13)

Mory, L., Sumarny, R., Rahayu, L., Sandhiutami, N., 2013, Efek Stimulansia Infus Lada Hitam (Piperis nigri fructus) pada Mencit, Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, 11 (2), 142-146

Sari, L. O. R. K., 2006, Pemanfaatan Obat Tradisional dengan Pertimbangan Manfaat dan Keamanannya, Majalah Ilmu Kefarmasian, 3 (1), 01-07

Sujatno, M., 2001, Pengaruh Penggunaan Doping Terhadap Penampilan Atlet pada Pekan Olah Raga Nasional XIV/1996 dan South East Asian Games XIX/1997 di Jakarta, JKM, 1 (1), 32-38

Setiabudy, R., Herwana, E., Pudjiadi, L., Wahab, R., Nugroho, D., Hendrata, T., 2005, Efek Pemberian Minuman Stimulan terhadap Kelelahan pada Tikus, Universa Medicina, 24 (1), 8-14

Turner, R. A., 1965, Screening Methods in Pharmacology, Volume, Hal 76-77, New York and London, Academic Press


(1)

Tabel 2. Hasil uji orientasi ketahanan hewan uji selama 24 jam pada rentang waktu 3 hari Nomor hewan uji t 1 (menit) t 2 (menit) t 3 (menit)

1 4,37 3,96 4,18

2 4,80 5,28 4,18

3 3,12 4,95 4,03

Rerata 4,09 4,73 4,13

SD 0,87 0,68 0,08

Data yang diperoleh dilanjutkan uji statistik menggunakan metode uji t secara berpasangan dengan taraf kepercayaan 95%, dihasilkan nilai (p>0,05) hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan secara signifikan dari ketiga pengujian waktu lelah dengan waktu istirahat 24 jam. Dapat disimpulkan bahwa stamina hewan uji telah kembali sama seperti pada saat hewan uji sebelum direnangkan dengan waktu istirahat selama 24 jam.

D.Hasil Uji Efek Stimulansia Infusa Rimpang Temulawak

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Natatory Exhaustion. Metode tersebut merupakan metode skrining farmakologi yang dapat digunakan untuk mengetahui efek stimulansia suatu obat atau sediaan yang dapat mengaktifasi koordinasi gerak tubuh dan memberikan efek peningkatan kapasitas kerja serta dapat meminimalisasi kelelahan. Hasil yang diperoleh dari metode ini merupakan data penambahan waktu lelah pada masing-masing kelompok perlakuan. Waktu lelah pertama (t1) merupakan waktu lelah sebelum dilakukan perlakuan, sedangkan waktu lelah yang kedua (t2) merupakan waktu lelah setelah hewan uji diberi perlakuan. Hasil penambahan waktu lelah (∆t) merupakan data yang diperoleh dari selisih antara waktu lelah pertama (t1) serta waktu lelah kedua (t2). Data hasil penambahan waktu lelah hewan uji tersaji pada tabel 3.

Tabel 3. Data waktu lelah sebelum & setelah perlakuan

Kelompok No t1 (menit) t2 (menit) Selisih t1 & t2 SD Kontrol positif

(kafein 100 mg/kgBB)

1 11,38 12,62 1,24 1,85 ± 0,83

2 7,58 9,15 1,57

3 8,35 9,75 1,40

4 6,38 8,12 1,74

5 4,53 7,82 3,29

Kontrol negatif (Aquadest 0,5

mL/20 gBB)

1 4,22 5,58 1,36 0

2 6,18 5,58 -0,60

3 6,05 4,15 -1,90

4 6,68 4,40 -2,28

5 6,50 3,78 -2,72

Infusa rimpang temulawak 2,5

g/kgBB

1 5,37 8,97 3,60 2,82 ± 1,02

2 5,65 7,02 1,37

3 6,50 8,65 2,15

4 5,67 9,38 3,71

5 4,07 7,32 3,25

Infusa rimpang temulawak 5

g/kgBB

1 5,70 8,63 2,93 3,71 ± 0,99

2 5,50 9,73 4,23

3 4,42 9,38 4,96

4 7,13 9,65 2,52

5 3,95 7,85 3,90

Infusa rimpang temulawak 10

g/kgBB

1 3,43 6,18 2,75 4,94 ± 2,06

2 3,60 7,35 3,75

3 3,23 7,18 3,95

4 2,93 10,42 7,49


(2)

Data hasil pengujian efek stimulansia kontrol positif, kontrol negatif, serta pemberian infusa rimpang temulawak dengan 3 tingkatan dosis yang berbeda yang dapat dilihat pada tabel 3. Sesuai dengan data yang tertera pada tabel 3 menunjukkan adanya penambahan waktu lelah pada setiap kelompok perlakuan, kecuali pada kelompok kontrol negatif. Perpanjangan waktu lelah ditunjukkan dengan adanya perbedaan waktu lelah hewan uji saat sebelum perlakuan dan setelah diberi perlakuan. Waktu lelah yang diperoleh setelah perlakuan lebih besar dibandingkan dengan waktu lelah sebelum perlakuan, terkecuali pada kontrol negatif tidak ada penambahan waktu lelah.

Kontrol negatif yang berisi akuades tidak menunjukkan adanya penambahan waktu lelah, hal tersebut menandakan bahwa akuades tidak memiliki aktifitas stimulansia untuk memperpanjang waktu lelah hewan uji, sehingga pada pengujian terhadap hewan uji tidak diperoleh adanya perpanjangan waktu lelah, selain itu dimungkinkan karena kondisi hewan uji yang kelelahan akibat perenangan pertama, sehingga stamina hewan uji belum kembali seperti semula.

Kontrol positif yang menggunakan kafein, pada data yang diperoleh menunjukkan adanya perpanjangan waktu lelah setelah adanya perlakuan, karena kafein itu sendiri memiliki aktifitas dalam peningkatan metabolisme dan dapat mengurangi rasa lelah. Mekanisme kafein dalam hal stimulansia adalah menghambat pengikatan reseptor adenosin yang merupakan zat kimia dalam otak. Adenosin bekerja secara berlawanan dengan kafein, adenosin sangat berpengaruh terhadap aktifitas sel saraf (Katzung 2002), dengan adanya mekanisme penghambatan tersebut maka, kafein dapat meningkatkan kewaspadaan, menimbulkan adanya penambahan energi, meningkatkan konsentrasi, serta dapat meminimalisasi kelelahan dan menstimulasi waktu untuk bereaksi. Efek yang sama juga ditunjukkan pada kelompok perlakuan dengan menggunakan infusa rimpang temulawak dengan 3 tingkatan dosis yang berbeda.

Data yang telah diperoleh selanjutnya diuji dengan metode statistik. Pengujian dilakukan dengan metode statistik parametrik menggunakan uji Shapiro-Wilk dengan alasan jumlah data yang diolah kurang dari 30. Dari uji Shapiro-Wilk didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,275 sehingga diperoleh hasil (p>0,05) yang artinya hasil pengolahan data diperoleh hasil yang terdistribusi normal, tetapi pada pengolahan data dengan uji Levene test untuk menguji homogenitasnya diperoleh hasil sebesar 0,034 (p<0,05), sehingga hasil pengolahan data menunjukkan hasil yang tidak homogen. Akibat tidak homogennya data yang diperoleh maka data kemudian diuji dengan metode statistik non parametrik menggunakan uji


(3)

Tabel 4. Data uji statistik dengan metode Mann-Whitney

Kelompok I II III IV V

I 0,016 0,175 0,028 0,016

II 0,009 0,009 0,009

III 0,175 0,047

IV 0,465

V Keterangan:

Kelompok I : Kontrol positif (kafein 100 mg/kgBB) Kelompok II : Kontrol negatif (aquadest 0,5 mL/20g BB) Kelompok III : Infusa rimpang temulawak 2,5 g/kgBB Kelompok III : infusa rimpang temulawak 5 g/kgBB Kelompok IV : Infusa rimpang temulawak 10 g/kg BB

Dari data yang tersaji pada tabel 4 menandakan bahwa masing-masing kelompok perlakuan menggunakan infusa rimpang temulawak memiliki perbedaan signifikan terhadap kelompok kontrol negatif dengan nilai (p<0,05), yang artinya infusa rimpang temulawak dosis 2,5 g/kgBB; 5 g/kgBB dan 10 g/kgBB mampu meningkatkan waktu lelah, sedangkan perlakuan menggunakan infusa rimpang temulawak pada 3 tingkatan dosis yang berbeda juga memiliki perbedaan yang signifikan terhadap kontrol positif karena diperoleh nilai (p<0,05) yang berarti infusa dosis 5 g/kgBB dan 10 g/kgBB mampu meningkatkan waktu lelah lebih besar dibandingkan kontrol positif, kecuali pada dosis 2,5 g/kgBB diperoleh nilai (p>0,05) yang berarti efeknya setara dengan kontrol positif.

Rata-rata selisih waktu lelah seluruh hewan uji yang telah diberi perlakuan infusa rimpang temulawak terlihat pada gambar 1.

Gambar 1. Histogram efek stimulansia infusa rimpang temulawak

Gambar 1 menunjukkan infusa rimpang temulawak memiliki efek stimulansia, kecuali pada kontrol negatif hal tersebut dikarenakan aquadest sebagai tidak mengandung senyawa


(4)

yang dapat memberikan efek stimulansia, sehingga hasilnya tidak ada penambahan waktu lelah terhadap hewan uji yang direnangkan. Histogram tersebut menunjukkan bahwa efek stimulansia semakin meningkat dengan adanya peningkatan dosis.

Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa analisis secara kualitatif rimpang temulawak memiliki kandungan senyawa alkaloid, triterpennoid (terpenoid), dan flavonoid yang dominan (Hayani, 2006). Anas et al. (2013) menyatakan bahwa bunga dan daun cengkeh terbukti memiliki aktivitas stimulansia disebabkan adanya kandungan alkaloid dan terpenoid, yang menurut penelitian sebelumnya alkaloid dan terpenoid memiliki aktifitas stimulansia. Menurut Aprilia dan Siregar (2013) biji pinang juga dapat memberikan aktivitas stimulan sistem saraf pusat (SSP) pada hewan uji, diduga karena dalam biji pinang terkandung senyawa alkaloid dan fenolik. Mory (2013) mengungkapkan bahwa infusa lada hitam secara fisiologis dapat memberikan efek stimulansia dengan meningkatkan sirkulasi darah dan memperbaiki aktivitas tubuh secara tidak langsung. Hal tersebut dapat meningkatkan aktivitas lokomotorik pada hewan uji mencit yang diduga adanya senyawa alkaloid dan flavonoid dalam lada hitam. Tanaman dari suku zingiberaceae dalam rimpangnya secara umum mengandung senyawa yang berkhasiat sebagai stimulan (Fadilah, 2010). Menurut Ayustaningwarno (2014) senyawa alkaloid keluarga zingiberaceae dapat digunakan sebagai stimulan salah satunya terkandung dalam rimpang kencur. Mory (2013) mengungkapkan bahwa kandungan kimia alkaloid dan flavonoid yang terkandung dalam infusa lada hitam secara fisiologis dapat memberikan efek stimulansia dengan meningkatkan sirkulasi darah dan memperbaiki aktivitas tubuh, maka secara tidak langsung dapat meningkatkan aktivitas lokomotorik pada hewan uji mencit, selain itu menurut Aprilia dan Siregar (2013) kandungan kimia flavonoid dan fenolik dalam biji pinang juga dapat memberikan aktivitas stimulan sistem saraf pusat (SSP) pada hewan uji.

Secara empiris tanaman dari suku zingiberaceae dalam rimpangnya mengandung senyawa yang berkhasiat sebagai stimulan (Fadilah, 2010), sedangkan menurut Ayustaningwarno (2014) alkaloid pada suku zingiberaceae yang secara empiris dapat digunakan sebagai stimulan salah satunya yaitu rimpang kencur. Berdasarkan pada beberapa penelitian mengenai penggunaan stimulansia secara empiris, dapat disimpulkan bahwa kandungan alkaloid, terpenoid (triterpenoid), flavonoid, serta fenolik dalam temulawak diduga kuat memberikan efek stimulansia pada mencit jantan galur Swiss.


(5)

KESIMPULAN

Infusa rimpang temulawak dosis 2,5g/kgBB; 5g/kgBB; 10g/kgBB memiliki efek stimulansia pada mencit jantan galur Swiss.

SARAN

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai senyawa apa saja yang terkandung dalam rimpang temulawak yang bertanggung jawab memberikan efek stimulansia.

DAFTAR PUSTAKA

Anas, Y., Puspitasari, N., Nuria, M. C., 2013, Aktivitas StimulansiaEkstrak Etanol Bunga dan Daun Cengkeh (Syzygium aromaticum (L) Merr. & Perry.) pada Mencit Jantan Galur Swiss Beserta Identifikasi Golongan Senyawa Aktifnya, Jurnal Ilmu Farmasi dan

Farmasi Klinik, 10 (1), 13-22

Aprilia, F., dan Siregar, T., 2013, Uji Aktifitas Stimulan Sistem Syaraf Pusat Ekstrak Biji Pinang (Areca catechu L.) terhadap Mencit Putih (Mus musculus L.) dan Penentuan ED50 yang Diberikan Secara Oral, Prosiding Seminar Nasional Matematika, Sains,

dan Teknologi, (4), 51-58

Ayustaningwarno, F., 2014, Aplikasi Pengolahan Pangan, 84, Yogyakarta, Deepublish

Aznam, N., 2009, Stimulant Effect of Pasak Bumi (Eurycoma longifolia. Jack) Root Powder by Natatory Exhaustion at Male Mice, Isstec, 1-11, ISBN

Badan POM RI, 2005, Info POM, 3, Jakarta, Badan POM Republik Indonesia

Depkes RI, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, 63-67, Jakarta, Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Depkes RI, 1993, Penampisan Farmakologi, Pengujian Fitokimia dan Pengujian Klinik, 19-21, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Fadilah., 2010, Penapisan Senyawa Bioaktif Dari Suku Zingiberaceae Sebagai Penghambat Neuraminidase Virus Influenza A (H1N1) Melalui pendekatan Docking, Tesis, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia

Hayani, E., 2006, Analisis Kandungan Kimia Rimpang Temulawak, Pusat Penelitian dan

Pengembangan Peternakan, 309-312

Kartikasari, R., Hikmat, A., Zuhud, E. A. M., Siswoyo., & Sandra, E., 2011, Revitalisasi Konservasi Tumbuhan Obat Keluarga (TOGA) Guna Meningkatkan Kesehatan dan Ekonomi Keluarga Mandiri di Desa Contoh Lingkar Kampus IPB Darmaga Bogor,

Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, 16 (2), 71-80

Katzung, B., 2002, Farmakologi Dasar dan Klinik, , Edisi VIII, Jilid II, 337-338, diterjemahkan oleh Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Salemba Medika, Jakarta


(6)

Mory, L., Sumarny, R., Rahayu, L., Sandhiutami, N., 2013, Efek Stimulansia Infus Lada Hitam (Piperis nigri fructus) pada Mencit, Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, 11 (2), 142-146

Sari, L. O. R. K., 2006, Pemanfaatan Obat Tradisional dengan Pertimbangan Manfaat dan Keamanannya, Majalah Ilmu Kefarmasian, 3 (1), 01-07

Sujatno, M., 2001, Pengaruh Penggunaan Doping Terhadap Penampilan Atlet pada Pekan Olah Raga Nasional XIV/1996 dan South East Asian Games XIX/1997 di Jakarta, JKM, 1 (1), 32-38

Setiabudy, R., Herwana, E., Pudjiadi, L., Wahab, R., Nugroho, D., Hendrata, T., 2005, Efek Pemberian Minuman Stimulan terhadap Kelelahan pada Tikus, Universa Medicina, 24 (1), 8-14

Turner, R. A., 1965, Screening Methods in Pharmacology, Volume, Hal 76-77, New York and London, Academic Press


Dokumen yang terkait

UJI EFEK HEPATOREPAIR EKSTRAK TEMULAWAK (Curcuma Uji Efek Hepatorepair Ekstrak Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza Roxb) Pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar Yang Diinduksi Paracetamol.

0 2 18

UJI EFEK HEPATOREPAIR EKSTRAK TEMULAWAK (Curcuma Uji Efek Hepatorepair Ekstrak Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza Roxb) Pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar Yang Diinduksi Paracetamol.

0 2 15

UJI EFEK ANALGESIK EKSTRAK ETANOL 70% RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb) PADA MENCIT Uji Efek Analgesik Ekstrak Etanol 70% Rimpang Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza Roxb) Pada Mencit (Mus Musculus) Jantan Galur Swiss Yang Diinduksi Nyeri Asam As

0 3 20

UJI EFEK ANALGESIK EKSTRAK ETANOL 70% RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb) PADA MENCIT Uji Efek Analgesik Ekstrak Etanol 70% Rimpang Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza Roxb) Pada Mencit (Mus Musculus) Jantan Galur Swiss Yang Diinduksi Nyeri Asam As

0 3 17

PENDAHULUAN Uji Efek Analgesik Ekstrak Etanol 70% Rimpang Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza Roxb) Pada Mencit (Mus Musculus) Jantan Galur Swiss Yang Diinduksi Nyeri Asam Asetat Dengan Metode Geliat (Writhing Test).

0 4 4

DAFTAR PUSTAKA Uji Efek Analgesik Ekstrak Etanol 70% Rimpang Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza Roxb) Pada Mencit (Mus Musculus) Jantan Galur Swiss Yang Diinduksi Nyeri Asam Asetat Dengan Metode Geliat (Writhing Test).

0 4 5

UJI EFEK STIMULANSIA INFUSA RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) PADA MENCIT JANTAN Uji Efek Stimulansia Infusa Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Pada Mencit Jantan Galur Swiss.

0 2 11

PENDAHULUAN Uji Efek Stimulansia Infusa Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Pada Mencit Jantan Galur Swiss.

0 3 6

UJI EFEK SEDIAAN SERBUK INSTAN RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb) SEBAGAI TONIKUM TERHADAP MENCIT JANTAN GALUR Swiss Webster.

1 28 23

UJI EFEK ANALGETIK TEMULAWAK INSTAN (Curcuma xanthorrhiza Roxb) PADA MENCIT JANTAN DENGAN METODE GELIAT.

6 41 76