Rancang Bangun Alat Ukur Particulate Matter < 10 Μm (Pm10) Berbasis Cyclone Separator Dan Particle Counter

RANCANG BANGUN ALAT UKUR PARTICULATE MATTER
< 10 µm (PM10) BERBASIS CYCLONE SEPARATOR DAN
PARTICLE COUNTER

RADY PURBAKAWACA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Rancang Bangun Alat
Ukur Particulate Matter < 10 µm (PM10) Berbasis Cyclone Separator dan
Particle Counter adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016

Rady Purbakawaca
NIM F451130151

RINGKASAN
RADY PURBAKAWACA. Rancang Bangun Alat Ukur Particulate Matter < 10
µm (PM10) Berbasis Cyclone Separator dan Particle Counter. Dibimbing oleh
ARIEF SABDO YUWONO, SATYANTO KRIDO SAPTOMO, dan MAMAT
RAHMAT
Partikel yang memiliki ukuran diameter kurang dari 10 µm (PM10) telah
menjadi permasalahan utama pada pemantauan kualitas udara karena
berkontribusi terhadap berbagai penyakit. Semakin tinggi konsentrasi PM10 di
udara maka efeknya terhadap kesehatan akan semakin parah. Pemantauan
konsentrasi PM10 di udara dapat menentukan kategori kualitas udara tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk mendesain instrumen pemantau PM10 yang mudah
dibawa, mudah digunakan, dan dapat mengeluarkan hasil secara simultan.
Alat ukur pada penelitian ini menggunakan particle counter PPD42NS dan
cyclone separator tipe 2D2D. Cyclone berfungsi memisahkan PM10 dari udara

yang masuk melewati pompa vakum, sedangkan particle counter berfungsi untuk
mendeteksi PM10. Kemampuan cyclone dalam menseparasi ukuran partikel
ditentukan melalui geometri dan laju alir volume pompa vakum. Laju alir diatur
pada 0.7 L/menit untuk mengoptimalkan performa cyclone dalam memisahkan
PM10. Pengujian kemampuan cyclone dalam menseparasi ukuran partikel
dilakukan di tiga tempat yang berbeda yaitu daerah dengan konsentrasi PM10
rendah, sedang, dan tinggi. Uji particle size analyzer (PSA) menunjukkan bahwa
cyclone dapat membedakan ukuran rata-rata partikel dalam tiga kondisi tersebut.
Setelah keluar dari outlet cyclone, PM10 akan dicacah oleh PPD42NS selama 30
detik.
Konsentrasi PM10 yang terukur oleh PPD42NS dikonversi menjadi
konsentrasi massa menggunakan sistem elektronik dan akuisisi data dengan
kerapatan massa 1.65 g/cm3. Perhitungan konsentrasi tersebut menggunakan laju
alir volume hisap yang telah dikoreksi dengan metode normalisasi. Pengkoreksian
ini menggunakan data tekanan dan temperatur udara dari sensor BMP085 dan
DHT22. Hasil uji performa setiap komponen di dalam sistem alat ukur konsentrasi
PM10 menunjukkan hasil yang baik sehingga alat tersebut dapat
diimplementasikan sebagai alternatif pengukuran PM10. Integrasi keseluruhan
komponen alat ukur PM10 telah diuji selama 24 jam di daerah pemrosesan kayu
dan hasil menunjukkan konsentrasi PM10 sebesar 278.5 µg/cm3 sehingga kualitas

udara daerah tersebut masuk ke dalam kategori tidak sehat.

Kata kunci: Cyclone separator, Pemantauan polusi udara, PM10, PPD42NS

SUMMARY
RADY PURBAKAWACA. Design of PM10 Measurement System Using Cyclone
Separator and Particle Counter. Supervised by ARIEF SABDO YUWONO,
SATYANTO KRIDO SAPTOMO, and MAMAT RAHMAT
Particle with diameter size less than 10 µm (PM10) has been a major concern
on air quality monitoring due to its contribution to many illness. Higher PM10
concentration in the air will lead to bigger effect to human health. PM10
concentration monitoring in the air will help to define the air quality. This study
was aimed to design a portable, easy to use, and real time PM10 concentration
measurement system.
Instrument in this research using particle counter PPD42NS and cyclone
separator type 2D2D. Cyclone has a function to separate PM10 from the air that
was sucked by vacuum pump, while particle counter was used to detect PM10.
Cyclone capability on particle size separation was defined by geometry and
volume flow rate of vacuum pump. Flow rate was set 0.7 L/minute to optimize
cyclone performance to separate PM10. The performance measurement was

carried out at three different location which are area with lower, medium, and high
PM10 concentration. Particle size analyzer (PSA) test result showed that cyclone
can differentiate particle average size on that three conditions. After exit the
cyclone through outlet, PM10 will be counted by PPD42NS about 30 second.
PM10 concentration from PPD42NS was converted to mass concentration
using electronic system and data acquisition with mass density 1.65 g/cm3.
Calculation of mass concentration used volume flow rate that has corrected by
normalization method. This correction used pressure and temperature data from
sensor BMP085 and DHT22. All components performance were tested about 24
hours and showed a good result so this instrument can be implemented as an
alternative for PM10 measurement. Integration of all components was tested at
wood processing area about 24 hours and the result shows high PM10
concentration about 278.5 µg/cm3 so the air quality was defined to unhealthy
category.

Keywords: Air pollution monitoring, Cyclone separator, PM10, PPD42NS

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak
merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

i

RANCAN G BANGUN ALAT UKUR PARTICULATE MATTER
< 10 µm (PM10) BERBASIS CYCLONE SEPARATOR DAN
PARTICLE COUNTER

RADY PURBAKAWACA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Master Sains
pada
Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

ii

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr.Ir. I Dewa Made Subrata, M.Agr

iii

iv

v

PRAKATA
Alhamdulillahirabbil'alamin. Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah
SWT, karena berkat rahmat, hidayah dan karunia-Nya karya ilmiah ini berhasil
diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan

Agustus 2014 sampai Mei 2015 ini ialah pemantauan kualitas udara, dengan judul
Rancang Bangun Alat Ukur Particulate Matter < 10 µm (PM10) Berbasis Cyclone
Separator dan Particle Counter.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Arief Sabdo Yuwono,
Dr. Satyanto K. Saptomo dan Dr. Mamat Rahmat selaku komisi pembimbing.
Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Bambang selaku
laboran di Laboratorium Analisis Bahan Departemen Fisika yang telah membantu
selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orang
tua, keluarga, dan rekan-rekan mahasiswa/i teknik sipil dan lingkungan yang
senantiasa memberikan motivasi, saran dan bimbingannya selama ini. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada istri saya Kania Nur Sawitri yang telah
banyak menginspirasi, mendukung, memberikan motivasi, dan memberikan
semangat disaat segalanya sulit sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2016

Rady Purbakawaca

vi


vii

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

ix

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

3

Manfaat Penelitian

3

Ruang Lingkup Penelitian

3

TINJAUAN PUSTAKA


3

Pencemaran Udara

3

Karakteristik Particulate matter

4

Baku mutu PM10

5

Efek PM10 Terhadap Kesehatan

6

Cyclone Separator


7

Particle Counter PPD42NS

9

METODE

11

Waktu dan Tempat Penelitian

11

Bahan

11

Alat

11

Prosedur penelitian

12

HASIL DAN PEMBAHASAN

20

Hasil Pengujian Pompa Vakum

20

Hasil Pengujian Cyclone Separator

21

Hasil Pengujian Particle Counter PPD42NS

22

Hasil Pengujian Sensor BMP085 dan DHT 22

23

Hasil Pengujian Alat Ukur PM10

25

SIMPULAN DAN SARAN

26

DAFTAR PUSTAKA

27

LAMPIRAN

30

viii

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5

Bentuk dan komponen penyusun partikulat
Kategori ISPU untuk PM10 udara ambien
Geometri cyclone separator
Spesifikasi PPD42NS
Data uji performansi pompa vakum

5
6
9
10
20

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23

24
25

Perbandingan ukuran partikel dengan helaian rambut dan pasir
pantai (Sulaiman et al. 2005)
Bagian cyclone separator
Skema (a) grid (b) cyclone separator (Wang et al 2003)
PPD42NS (a) bagian dalam dan (b) sistem pendeteksian
Rangkaian elektronik PPD42NS
Diagram alir prosedur penelitian
Konsep sistem pengukuran PM10
Cyclone separator (a) model 3D (b) simulasi CFD (Rahmat, 2011)
Skema uji kinerja cyclone separator
Sistem elektronik dan akuisisi data
Skema rangkaian minimun sistem ATmega 328
Skema rangkaian sensor particle counter PPD42NS
Skema rangkaian sensor BMP085 dan DHT22
Diagram pin RTC DS1307 (Data Sheet IC RTC DS1307)
Skema rangkaian LCD 2x16
Skema rangkaian (a) pengendali motor DC dan (b) pompa vakum
Diagram alir pengujian pompa vakum
Integrasi sistem mekanik dan elektronik
Diagram alir perhitungan konsentrasi PM10
Hubungan (a) PWM terdapap ADC dan (b) laju alir volume hisap
terhadap PWM
Distribusi ukuran PM10 di (a) Lab. Wageningan, (b) Jalan Raya
Dramaga, dan (c) pengolahan kayu Ciampea
Konsentrasi debu di kondisi (a) isolasi, (b) terbuka, (c) asap, dan (d)
pengujian particle counter PPD42NS
Komparasi sensor BMP085 dan DHT22 (a) temperatur, (b) tekanan
udara, (c) kelembaban relatif udara, pengukuran (24 jam) (d)
temperatur dan tekanan udara, (e) kelembaban relatif udara, dan (f)
pabrikasi BMP085 dan DHT22
Temperatur dan tekanan udara saat pengujian normalisasi (a) Nilai
laju alir volume hisap aktual (b) dan setelah normalisasi
(a) Konsentrasi PM10 PPD42NS, (b) transformasi konsentrasi PM10,
(c) akumulasi konsentrasi PM10, dan (d) pengujian alat ukur PM10

4
7
9
10
10
12
12
13
13
14
14
15
15
16
16
17
18
19
19
21
22
23

24
25
26

ix

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7

Baku mutu pencemaran udara berdasarkan PP No. 41 Tahun 1999
Lokasi Pengukuran PM10
Skema rangkaian sistem elektronik dan akuisisi data PM10
Desain box enclosure
Skema Rangkaian Elektronik Alat Ukur PM10
Rangkaian minumum sistem PM10
Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No.
107 Tahun 1997 Tanggal 21 November 1997

32
33
34
35
36
37
38

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Udara yang dihirup oleh makhluk hidup dikenal dengan kualitas udara
ambien yang harus dijaga kualitasnya agar dapat dimanfaatkan sesuai dengan
fungsinya. Pencemaran udara ambien dapat terjadi secara alamiah maupun akibat
aktivitas manusia. Pencemaran udara secara alamiah disebabkan oleh bencana
alam seperti meletusnya gunung berapi dan kebakaran hutan. Pencemaran udara
akibat aktivitas manusia antara lain oleh kegiatan rumah tangga, industri,
transportasi dan aktivitas lainnya. Bahan pencemar yang lepas ke udara dalam
jumlah besar dapat menyebabkan iritasi mata, penyakit pernapasan, menurunkan
laju alir oksigen dalam darah, dan kanker (Genc et al. 2012; Shuhaili et al. 2013).
Oleh sebab itu pengelolaan kualitas udara dan pengendalian pencemaran udara
perlu dilakukan agar bahan pencemar yang dilepas ke udara ambien dapat
dikendalikan.
Indikator yang dipakai untuk mengetahui kondisi kualitas udara ambien
salah satunya adalah indeks standar pencemaran udara (ISPU). ISPU adalah angka
tanpa satuan yang menggambarkan kondisi kualitas udara ambien di lokasi dan
waktu tertentu berdasarkan dampaknya terhadap kesehatan manusia, nilai estetika,
dan makhluk hidup lainnya (Kep-45 MENLH 1997). Parameter pencemaran udara
yang termasuk di dalam ISPU yaitu partikulat berukuran kurang dari 10 µm
(PM10), Karbon Monoksida (CO), Sulfur Dioksida (SO2), Nitrogen Dioksida
(NO2) dan Ozon (O3).
Salah satu parameter pencemaran udara yang memiliki dampak sangat
berbahaya terhadap kesehatan manusia adalah PM10. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh pakar kesehatan masyarakat menunjukkan bahwa PM10 merupakan
zat pemicu timbulnya infeksi saluran pernafasan karena partikel padat PM10 dapat
mengendap pada bronki dan alveoli, sehingga PM10 memiliki daya rusak lebih
besar bagi kesehatan manusia dibandingkan pencemar udara lain hingga dapat
menebabkan kematian (Fauzi et al. 2013). PM10 dihasilkan dari proses
pengereman, abrasi ban dengan jalan, resuspensi debu jalan dan tanah, serta
proses lainnya (Malina 2012).
Salah satu aspek penting dalam upaya mengurangi dampak yang
ditimbulkan oleh PM10 adalah pengukuran konsentrasi PM10 di udara ambien.
Berdasarkan PP No.41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara,
pengukuran konsentrasi PM10 dilakukan dengan metode gravimetri dengan alat
High Volume Air Sampler (HVAS). Prinsip kerjanya adalah udara dihisap melalui
penyaring di dalam shelter dengan menggunakan pompa vakum laju alir tinggi
sehingga partikel terkumpul di permukaaan penyaring. Jumlah pertikel yang
terakumulasi di dalam penyaring selama periode waktu tertentu dianalisis secara
gravimetrik (SNI-19-7119.3 2005). Namun, pengukuran PM10 menggunakan
HVAS memiliki beberapa kelemahan, yaitu penggantian filter, penurunan laju alir
pompa vakum, biaya operasional mahal, membutuhkan persiapan dan perlakuan
khusus serta analisis hasil yang kurang praktis.
Metode lain yang digunakan dalam pengukuran konsentrasi PM10 adalah
PM10 analyzer. Alat ukur ini beroperasi secara otomatis dan menghasilkan

2
pengukuran konsentrasi PM10 dengan resolusi tinggi. Peralatan ini diaplikasikan
sejak tahun 1999 di 10 kota di Indonesia (Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya,
Denpasar, Medan, Pekanbaru, Jambi, Pontianak, dan Palangkaraya) dalam upaya
pengelolaan kualitas udara dan pengendalian pencemaran udara yang dilakukan
oleh Kementrian Lingkungan Hidup RI (KLH 2011). Namun, dalam
pengoperasian PM10 analyzer timbul permasalahan dari segi teknis berupa
sulitnya pembelian spare part yang telah rusak dan keterbatasan jumlah personil
dalam mengoperasikan alat tersebut. Sehingga diperlukan alat ukur PM10 yang
mudah dioperasikan, realtime, dan ekonomis.
Implementasi particle counter dalam pengukuran konsentrasi partikulat
telah dikaji secara intensif selama beberapa tahun terakhir karena sifatnya yang
mudah dibawa, mudah dioperasikan, biaya operasional murah, dan mampu
mengukur konsentrasi partikel dengan cepat. Particle counter yang banyak
digunakan begitu juga dalam penelitian ini adalah sensor PPD42NS dari Shinyei
Corporation. Sensor ini dapat mengukur kadar partikel di udara dengan ukuran
minimum 1 µm tetapi ukuran maksimum partikel tidak ditentukan secara spesifik
dan hal ini menjadi masalah utama dalam penggunaannya. Hampir semua
penelitian sebelumnya mengatasi masalah tersebut dengan menggunakan data dari
alat yang tersedia secara komersil kemudian dikomparasi dengan data asli mereka.
Contohnya, Holstius et al. (2014) menggunakan particle counter PPD42NS
dikomparasi dengan data PM2.5 rata rata selama 24 jam dari alat referensi, Seto et
al. (2014) mengkarakterisasi particle counter PPD42NS di kondisi lapangan dan
dibandingkan dengan instrumen referensi, sedangkan Prabakar et al. (2015)
mengevaluasi kualitas udara dalam ruangan dengan membandingkan data dari
Dylos DC1100 pro.
Di sisi lain, separasi cyclonic adalah metode pemisahan partikulat dari
udara dan gas dengan metode separasi vortex. Cyclone separator dalam dunia
industri digunakan pada tahap awal dalam aplikasi pengendalian polusi yang
disebabkan oleh zat partikulat karena biaya operasional yang murah. Cyclone
separator tidak menggunakan media penyaring dan bagian yang bergerak,
sehingga penurunan tekanan dan kebutuhan perbaikan cenderung rendah (Elsayed
dan Lacor, 2009). Pabrikasi cyclone separator telah dilakukan oleh banyak
peneliti. Kajian perhitugan numerik mengenai pola laju alir dalam lapple cyclone
separator telah dilakukan oleh Wang et al. (2003). Dia mengajukan model yang
mendukung kajian mengenai kondisi operasional, geometri cyclone dan karakter
partikel dimana hal tersebut penting untuk meningkatkan kemampuan cyclone
mensparasi partikel di udara. Berdasarkan masalah yang dihadapi dalam
pemanfaatan particle counter PPD42NS dalam pengukuran konsentrasi PM10
maka penelitian ini memanfaatkan cyclone separator untuk mensparasi PM10 dari
udara.
Perumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini adalah konsep perancangan pabrikasi
cyclone yang dikhususkan untuk menyaring PM10 dari partikel udara lainnya yang
belum ada. Selama ini cyclone hanya digunakan untuk menyaring debu tetapi
tidak diketahui ukuran spesifik debu yang tersaring. Permasalahan berikutnya
adalah particle counter PPD42NS tidak memiliki ukuran maksimum yang dapat

3
dideteksi oleh karena itu penelitian ini mengintegrasikan PPD42NS dengan
cyclone sedangkan konsep penginterasian kedua alat ini belum pernah ada.
Berdasarkan SNI-19-7119.3 2005 perlu dilakukan koreksi laju alir volume hisap
sehingga diperlukan data temperatur dan tekanan. Kedua data didapatkan dari
sensor BMP085 dan DHT22. Permasalahan terakhir adalah bagaimana
menyatukan cyclone, particle counter PPD42NS, sensor BMP085, dan sensor
DHT22 menjadi satu sistem yang utuh sehingga dapat menyajikan data
konsentrasi PM10 secara real time dan kontinyu.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah merancang dan membuat alat ukur
PM10 yang mampu menampilkan hasil pengukuran secara simultan dan kontinyu
menggunakan cyclone separator dan particle counter PPD42NS.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan
kontribusi dalam pengembangan alat ukur konsentrasi PM10. Selain itu juga, alat
ukur PM10 ini dapat dimanfaatkan oleh akademisi, instansi pemerintah, dan
lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang lingkungan untuk kegiatan
pemantauan dan pengelolaan kualitas udara.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah pabrikasi cyclone separator,
sistem pompa vakum, merancang sistem pengukuran PM10 dan akuisisi data,
membuat algoritma dan program alat ukur PM10, merancang desain dan pabrikasi
alat ukur PM10, serta mengukur konsentrasi PM10 pada waktu dan lokasi tertentu.
Pengujian sistem akhir tidak dibandingkan dengan alat komersil.

TINJAUAN PUSTAKA
Pencemaran Udara
Udara adalah campuran beberapa macam komponen gas. Komposisi udara
bersih yang dapat mendukung kehidupan manusia adalah 78% N2, 20% O2, 0.93%
Ar, 0.03% CO2 dan sisanya terdiri dari Ne, He, CH4 dan H2 (Gestrudis 2010).
Berdasarkan PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara,
pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dari
komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu
udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak
dapat memenuhi fungsinya.
Sumber polusi udara berdasarkan proses terbentuknya terbagi menjadi dua
yaitu sumber alami dan sumber antropogenik (Shi 2011). Sumber alami adalah
sumber yang dihasilkan dari proses alam seperti letusan gunung berapi dan
kebakaran hutan. Sumber antropogenik adalah sumber yang dihasilkan dari

4
aktivitas manusia seperti kegiatan pabrik dan aktivitas kendaraan bermotor.
Menurut WHO (2005), sumber polusi udara berdasarkan dimensinya dibagi
menjadi tiga kategori yaitu sumber titik (dimensi 1x1 km), sumber garis (sumber
titik yang bergerak), dan sumber luasan (sumber yang menyebar dan membentuk
agregat di suatu luasan).
Polusi udara berdasarkan tempat pembangkitannya dibagi menjadi polusi
udara luar ruangan dan polusi udara dalam ruangan (Shi 2011). Konsentrasi
polutan dalam ruangan bergantung pada karakteristik konstruksi bangunan,
keberadaan sumber pembangkit polutan (Tsai et al. 2000), dan ventilasi yang
menghubungkan dengan polusi udara luar ruangan (Sulaiman et al. 2005). Polusi
udara luar ruangan dapat dibangkitkan dari aktivitas industri dan emisi
transportasi. Polutan berdasarkan proses terbentuknya dibagi menjadi polutan
primer dan polutan sekunder (Shi 2011). Polutan primer adalah polutan yang
diemisikan secara langsung melalui sumber polusi udara seperti CO, SO2, debu,
dan jelaga. Sifat polutan primer secara kimia-fisik termasuk stabil oleh karena itu
polutan ini memiliki waktu paruh yang tinggi (Seinfeld 2006). Semakin tinggi
waktu paruh maka semakin lama waktu yang dibutuhkan polutan tersebut untuk
berkurang setengah dari jumlah awalnya artinya semakin lama polutan tersebut
mencemari udara. Polutan sekunder adalah polutan yang dihasilkan dari reaksi
kimia campuran beberapa polutan primer yang terjadi dalam lingkungan atmosfer
seperti NO2, O3, dan aerosol.
Karakteristik Particulate matter
Particulate Matter (PM) atau yang dikenal dengan zat partikulat adalah
partikel campuran padatan dan droplet cairan yang berada di udara (WHO
2006). ). Representasi ukuran partikulat dapat dilihat pada Gambar 1 (Sulaiman et
al. 2005). Menurut BPLHD Jabar (2007) partikulat tersusun dari beberapa macam
komponen dan bentuk. Menurut Lipfert (1996) yang termasuk golongan partikulat
adalah asap, debu, total suspended particulate (TSP), dan inhable particulate (IP).
Partikulat mempunyai karakteristik umur yaitu lama tersuspensinya partikulat
tersebut di udara. Umur partikulat dipengaruhi oleh kecepatan pengendapan,
densitas partikulat, dan aliran udara (Sastrawijaya 2000). Partikel yang berada di
udara dalam waktu yang lama dapat menjadi penyebab gangguan kesehatan.

Gambar 1 Perbandingan ukuran partikel dengan helaian rambut dan pasir pantai
(Sulaiman et al. 2005)

5
Tabel 1 Bentuk dan komponen penyusun partikulat
N o.

Komponen

Bentuk

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Karbon
Besi
Magnesium
Kalsium
Alumunium
Sulfur
Titanium
Karbodat
Silikon
Fosfor
Kalium
Natrium
Lain-lain

C
Fe2O3, Fe3O4
MgO
CaO
Al2O3
SO2
TiO2
CO3SiO2
P2O5
K2O
Na2O
-

Berdasarkan sifatnya, PM terbagi menjadi tiga kelompok utama: partikel
kasar (coarse particle), partikel halus (fine particle), dan partikel sangat halus
(ultrafine particle). Partikel kasar (berdiameter 2.5-10 μm) berasal dari sumber
alami sedangkan partikel halus (berdiameter 0.1-2.5 μm) dan sangat halus
(berdiameter < 0.1 μm) berasal dari gas buang kendaraan dan aktivitas
perindustrian. Semakin kecil ukuran PM maka semakin mudah memasuki jantung
dan terdeposit dalam bronkiolus dan alveolus.
PM memiliki variasi dalam ukuran, komposisi, dan asal pembangkitan
tetapi PM lebih umum diklasifikasikan melalui ukuran karena ukuran PM
menentukan sistem transport dan pelepasan partikel dari udara yang kemudian
terdeposisi dalam sistem pernapasan (Shi 2011). Variasi ukuran PM antara lain
PM2.5, PM10, PM20, dan PM30. Partikulat dengan diameter aerodinamik lebih kecil
dari 10 μm disebut respirable particulate matter (RPM).
Baku mutu PM10
Setiap negara mempunyai pedoman tersendiri untuk mengklasifikasikan
beberapa level PM10 berdasarkan kondisi di negara masing-masing. Secara umum,
setiap pedoman tersebut harus menyertakan level maksimum untuk setiap polutan.
Level maksimum harus diukur melalui dua cara yaitu konsentrasi rata-rata selama
24 jam dan konsentrasi rata-rata selama satu tahun (Shi 2011). Pedoman
kemudian digunakan dalam upaya legislatif untuk pengendalian pencemaran
udara sehingga dapat mengurangi dampak kesehatan yang ditimbulkan.
Pemerintah Indonesia telah menyatakan dalam PP No. 41 Tahun 1999
tentang Pengendalian Pencemaran Udara bahwa baku mutu udara ambien nasional
ditetapkan sebagai batas maksimum mutu udara ambien untuk mencegah
terjadinya pencemaran udara, sebagaimana terlampir dalam Lampiran 1. Baku
mutu PM10 untuk Indonesia adalah sebesar 150 μg/m3 (24 jam), untuk pengukuran
pada keadaan standar yaitu 25°C, 760 mmHg Nilai konsentrasi PM10 dapat
dikonversi menjadi indeks ISPU sehingga dapat ditentukan tingkat bahayanya
dengan merujuk ke Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 45 Tahun 1997

6
tentang Indeks Standar Pencemaran Udara dan Keputusan Kepala Bapedal No.
107 Tahun 1997 tentang Perhitungan dan Pelaporan Serta Informasi Indeks
Standar Pencemaran Udara. Kategori ISPU diperlukan untuk menentukan tingkat
bahaya konsentrasi suatu polutan selama waktu tertentu.
Tabel 2 Kategori ISPU untuk PM10 udara ambien

0-50
51-100

PM10
(μg/m3)
0-50
51-150

101-200

151-350

Tidak sehat

201-300

351-420

Sangat tidak
sehat

>300

>420

Berbahaya

ISPU

Kategori
Baik
Sedang

Efek
Tidak ada efek
Terjadi penurunan pada jarak
pandang
Jarak pandang turun dan
terjadi
pengotoran
udara
dimana-mana
Sensitivitas meningkat pada
pasien berpenyakit asma dan
bronchitis
Tingkat berbahaya bagi semua
populasi yang terpapar

Efek PM10 Terhadap Kesehatan
Salah satu akibat yang ditimbulkan oleh pencemaran udara adalah
munculnya penyakit saluran pernapasan dan penyakit kulit. Saluran pernapasan
yang dimaksud adalah paru-paru, rongga pleura, saluran bronkial, trakea, saluran
pernafasan bagian atas, saraf, dan otot-otot pernapasan. Gangguan kesehatan yang
timbul bergantung pada jenis dan konsentrasi zat, lama pemaparan, dan ada atau
tidaknya kelainan saluran pernapasan sebelumnya (Pujiastuti et al. 2013).
Efek yang ditimbulkan polusi udara dalam ruangan lebih besar
dibandingkan polusi udara luar ruangan. Hal ini karena polusi udara dalam
ruangan berhubungan dengan faktor-faktor biologis seperti virus, bakteri dan
hewan peliharaan. Penyakit yang ditimbulkan oleh polusi udara dalam ruangan
disebut dengan the sick building syndrome (SBS) seperti asma, dermatitis, rinitis,
sakit kepala dan iritasi mata (Sulaiman 2005).
Manusia rentan sekali menghirup udara kotor sedangkan rambut di dalam
hidung hanya dapat menyaring debu yang berukuran lebih besar dari 10 μm. Oleh
karena itu PM10 dapat lolos dan mencapai bagian atas saluran pernapasan dan
paru-paru. Berdasarkan data WHO pada tahun 2010 ada 223.000 kasus kematian
akibat kanker paru-paru yang disebabkan polusi udara (WHO 2013). Banyak
kajian epidemiologik telah membuktikan bahwa konsentrasi PM10 lebih dari 20
μg/m3 per tahun berbahaya terhadap kesehatan karena dapat menyebabkan kanker
paru-paru, penyakit kardiovaskular, penyakit pernapasan bahkan menimbulkan
kematian (Shi 2011). Berdasarkan bentangan waktu antara mulai terpajannya
partikulat sampai timbulnya dampak, efek kesehatan dinyatakan dalam efek
jangka pendek dan efek jangka panjang dalam hal ini partikulat yang semula
merupakan salah satu komponen normal udara karena jumlah dan perannya
berlebihan, berubah menjadi zat pencemar udara (Gestrudis 2010).

7
Currie et al. (2009) menyatakan bahwa polusi udara dapat berdampak pada
kesehatan janin yang akhirnya menurunkan berat dan kecerdasan otak bayi.
Menurut Kementrian Kesehatan (2010), Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA)
merupakan penyakit penyebab kematian terbesar baik pada bayi maupun pada
anak balita di Indonesia. Berdasarkan data penelitian oleh Dinkes pada tahun 2007
mengenai pola penyakit rawat jalan umur 1-4 tahun Kabupaten Bogor, ISPA
menempati urutan tertinggi yaitu di rumah sakit 29.42% dan di Puskesmas
11.68%. Sedangkan pada data pola penyakit kasus rawat inap umur 1-4 tahun di
rumah sakit, ISPA berada di urutan ke empat yaitu 7.91% (Gestrudis 2010).
Penyakit kardiovaskular yang lebih spesifik, seperti serangan jantung,
perubahan komposisi darah, dan perubahan laju dan variabilitas detak jantung
ditemukan berhubungan dengan paparan PM. Dalam kajian 10 kota di USA,
Schwartz (2000) melaporkan bahwa perubahan konsentrasi PM10 sebesar 10
μg/m3 berhubungan dengan 0.7% kenaikan kematian harian (Bart 2004).
Cyclone Separator
Cyclone separator adalah alat yang digunakan untuk memisahkan partikel
padat dari aliran udara dengan memanfaatkan gaya setrifugal dan gaya gravitasi.
Cyclone terdiri dari beberapa bagian seperti yang terlihat pada Gambar 2. Alat ini
banyak digunakan dalam industri untuk memisahkan debu karena kesederhanaan
konstruksi dan murahnya biaya operasional, disamping kemampuannya untuk
dioperasikan pada temperatur dan tekanan tinggi (Elsayed dan Lacor 2009).

Gambar 2 Bagian cyclone separator
Kajian mengenai pengembangan model cyclone separator telah banyak
dilakukan oleh beberapa peneliti. Model teoritis dikembangkan oleh Shepherd dan
Lapple, Alexander, First, Stairmand, Barth, Avci dan Karagoz, Zhao, serta Chen
dan Shi. Model tersebut dikembangkan untuk mengetahui pola aliran dan
mekanisme disipasi energi dalam cyclone (Elsayed 2011).
Metode konvensional untuk memprediksi pola aliran dan efisiensi cyclone
separator yaitu dengan metode empiris. Namun beberapa dekade terakhir ini,
aplikasi Computational Fluid Dynamics (CFD) untuk perhitungan numerik pola
aliran cyclone intens dilakukan. Secara umum terdapat tiga model simulasi
cyclone yaitu model k-ɛ, Algebric Stress Model (ASM), dan Reynolds Stress
Model (RSM) (Wang et al. 2003).

8
Salah satu studi perhitungan numerik pola aliran dalam cyclone telah
dilakukan oleh Wang et al. Studi ini menggunakan model RSM dan Stochastic
Lagrangian untuk mempelajari pola aliran pada Lapple cyclone separator. Model
RSM digunakan karena model tersebut tidak memakai asumsi turbulensi isotripik
dan dapat memberikan solusi dari persamaan perpindahan (transport equation)
yang merupakan komponen dari Reynolds stress. Model ini dianggap sebagai
model turbulensi yang paling dapat diaplikasikan untuk mempredikasi pola aliran
cyclone meskipun mempunyai beberapa kekurangan seperti biaya komputasi yang
tinggi dibandingkan model turbulensi yang lain.
Persamaan perpindahan yang digunakan pada model RSM dituliskan
sebagai berikut :


̅̅̅̅̅̅̅̅
(�
́ ́ )+
(� ̅̅̅̅̅̅̅̅
�́ ́)=
+� +� −
+
(1)

���

dimana dua suku sebelah kiri masing-masing merupakan penurunan waktu (local
time derivative stress) dan perpindahan konveksi (convective transport),
sedangkan lima suku sebelah kanan masing-masing yaitu,
Suku stress diffusion:

=−
[�̅̅̅̅̅̅
́ ́ ́ + (�́̅̅̅̅̅́ )


+ (�́̅̅̅̅̅́ )

� = −� [̅̅̅̅̅̅̅
́ ́

+ ̅̅̅̅̅̅̅
́ ́

Suku shear production:

Suku pressure-strain:




̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅
� ′ � ′
� = ́
+



Suku dissipation:

=− �

dan yang terakhir adalah source : S

−�(

]



̅̅̅̅̅̅
́ ́ )]


̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅
� ′� ′
� �

Dalam model dispersi energi, interaksi antar partikel diabaikan dan hanya
aliran (dilute flow) yang dipertimbangkan. Gaya Basset, gaya Magnus, gaya
Saffman dan virtual mass force juga tidak dipertimbangkan, tetapi hanya gaya
gravitasi dan gas drag force pada partikel yang diperhitungkan dalam model.
Persamaan momentum partikel yang terjadi dalam cyclone ditulis sebagai berikut:




��

dimana,

� =−



� ��







= � (̅ + ́ −

= �

̅+ ́−

= � (̅ + ́ −



� �

adalah

�)

−�

+

�) −

(2)

��

koefisien

(3)





��



momentum

(4)
perpindahan

(momentum transport coefficient), dan koefisien drag (drag coefficient) diberikan
sebagai berikut:

9



Dimana,
berupa

=

�� = −

�, �,

dan

( + .



� �0.

� �

{

.

⃗⃗⃗⃗⃗⃗� − �
⃗⃗⃗⃗⃗⃗� |
� �� |�
�.

)





�� ≤

�� ≤

(5)

�� >

}

merupakan partikel Reynolds number, � dapat

(a)

(b)

Gambar 3 Skema (a) grid (b) cyclone separator (Wang et al 2003)
Tabel 3 Geometri cyclone separator
a/D

b/D

De/D

S/D

h/D

H/D

B/D

0.5

0.25

0.5

0.625

2.0

4.0

0.25

Pada penelitian yang dilakukan oleh Wang et al (2003) telah dikembangkan
skema cyclone berdasarkan model Lapple Cyclone seperti pada Gambar 3, dengan
ukuran geometri seperti pada Tabel 3. Gambar 3a menunjukkan skema tiga
dimensi Lapple cyclone sedangkan Gambar 3b memperlihatkan grid cyclone yang
dibuat dari 45.750 sel CFD.
Particle Counter PPD42NS
Penelitian ini menggunakan PPD42NS yang diproduksi oleh Shinyei
Corporation sebagai sensor particle counter (pencacah partikel). Komponen
PPD42NS terdiri dari chamber sebagai tempat udara dan debu dilengkapi dengan
satu buah Light Emitting Diode (LED) untuk memancarkan gelombang
inframerah, lensa plastik, detektor cahaya (photodiode), dan electromagnetic
shield untuk mencegah debu menempel pada sensor seperti pada Gambar 4a.
Gelombang inframerah akan diterima detektor cahaya dengan membentuk sudut
45° (Datasheet PPD42NS). Tabel 4 menunjukkan spesifikasi PPD42NS.

10
Tabel 4 Spesifikasi PPD42NS
Model
Deteksi ukuran partikel
Konsentrasi yang dapat dideteksi
Catu daya
Konsumsi daya
Temperatur kerja
Kelembaban kerja
Metode output

PPD42NS
Minimum:1 μm, Maksimum: 0~280000 pcs/L
DC 5V +/- 10%
90 mA
0~45 °C
95% RH atau kurang
data digital, Hi: 4.7V Lo: 0.7 V

(a)
(b)
Gambar 4 PPD42NS (a) bagian dalam dan (b) sistem pendeteksian
Mekanisme kerja particle counter PPD42NS ditunjukkan pada Gambar 4b.
Partikel PM10 yang ada di udara ambien akan masuk ke dalam sensor melalui
lubang inlet pada particle counter PPD42NS. PM10 menyebabkan gelombang
inframerah yang dipancarkan oleh LED terhalang sehingga terjadi hamburan
cahaya yang ditangkap oleh sensor dan menghasilkan sinyal digital. Sinyal yang
dihasilkan dari pendeteksian cahaya yang terhambur kemudian diteruskan ke
rangkaian filter dan rangkaian amplifikasi ditunjukkan pada Gambar 5 (Holstius
et al. 2014; Prabakar et al. 2015). Selang waktu selama digital 0 (Lo: 0.7 V)
disebut dengan low pulse occupancy time. Nilai ini kemudian dibagi dengan
waktu sampling selama 30 detik sehingga diperoleh nilai rasio. Untuk
mendapatkan nilai konsentrasi PM10 digunakan persamaan
= .

.
+
+ . , dimana adalah konsentrasi PM10 (pcs/283 mL) dan
adalah nilai rasio tanpa satuan. Jika tidak terdapat partikel maka sensor akan
menerima inframerah lalu menghasilkan data digital 1.

Gambar 5 Rangkaian elektronik PPD42NS

11
Konsentrasi PM10 yang didapatkan merupakan nilai yang telah dikoreksi
menggunakan SNI-19-7119.3 2005. Koreksi ini dibutuhkan karena parameter
meteorologi seperti temperatur dan tekanan udara selama pengukuran dapat
berubah-ubah sehingga hal ini akan mempengaruhi laju alir udara. Persamaan 6
menyatakan koreksi laju alir volume pada kondisi standar (25 °C, 760 mmHg),
dimana Qs adalah laju alir volume yang telah dikoreksi (m3/menit), Qo adalah laju
alir volume awal (m3/menit), Ps adalah tekanan udara standar (101.3 kPa), Po
adalah tekanan udara awal (kPa), To adalah temperatur udara absolut (273 K + t
ukur) dimana Qo ditentukan dan Ts adalah temperatur udara standar (298K).
Koreksi Persamaan 7 dilakukan pada volume udara dimana V adalah volume
udara yang telah dikoreksi (m3), Qs1 adalah laju alir volume terkoreksi pada
pengukuran awal, Qs2 adalah laju alir volume terkoreksi pada pengukuran akhir
dan T adalah selang waktu sampling (SNI-19-7119.3 2005).
 T  Po 
Qs  Qo   s

 To  Ps 
Q  Qs 2
V  s1
T
2

1/ 2

(6)
(7)

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2014 – Mei 2015 di
Laboratium Kualitas Udara Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan,
Laboratorium Analisis Bahan Departemen Fisika dan FABLAB FMIPA-IPB.
Pengujian alat dilakukan di Laboratorium Wageningan IPB Dramaga, Jalan Raya
Dramaga dan tempat pengolahan kayu Ciampea seperti pada Lampiran 2.
Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain Integrated Circuit (IC)
mikrokontroler ATmega 328, resistor 220 Ω, kabel jumper male to female,
kapasitor (22 pF,100 μF), speacer nilon 15 mm, push-button, IC regulator 7805,
trimpot (10 kΩ), box enclosure, holder 20 pin, switch rocker mini, 1.75 mm 3D
printer ABS filament, barrier terminal block 6x2 pin, motor DC RK-370SD3550, baterai Li-ion 45AH/ 12V, flow meter, selang pneumatik, fitting, impinger,
aquades, senyawa kimia Besi (III) Klorida (FeCl3) modul matrix LCD 16x2,
modul RTC DS1307, sensor temperatur dan tekanan udara BMP085, sensor debu
berupa particle counter PPD42NS, sensor kelembaban udara DHT22 dan
datalogger microSD.
Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain komputer, Particle Size
Analyzer (PSA), 3D printer, mesin bor, pematri, dan multimeter DT-830B.

12
Prosedur penelitian
Kegiatan perancangan diawali dengan pembentukan presepsi tentang
kebutuhan manusia, penciptaan konsep produk, perancangan, pengembangan, dan
diakhiri dengan pabrikasi produk. Pada prinsipnya tahap perancangan alat ukur
PM10 terdiri dari beberapa proses yaitu perancangan sistem pengukuran, pabrikasi
cyclone separator, sistem elektronik dan akuisisi data, integrasi sistem mekanik
dan elektronik, dan uji kinerja, seperti ditunjukkan pada Gambar 6. Perancangan
alat ukur PM10 ini bertujuan untuk mempermudah proses pengukuran, analisa, dan
rekapitulasi data di lapangan, hal ini dimaksudkan agar konsentrasi PM10 dapat
diperoleh dalam waktu yang simultan dan kontinyu.

Pabrikasi dan pengujian

Gambar 6 Diagram alir prosedur penelitian
Perancangan Sistem Pengukuran
Perancangan sistem pengukuran PM10 berdasarkan analisis permasalahan,
akomodasi kebutuhan dan pertimbangan lainnya berupa kebutuhan teknis maupun
non-teknis. Sistem pengukuran PM10 dirancang untuk mengukur konsentrasi,
menyimpan data terukur, dan menyajikan data kepada pengguna (user).

Gambar 7 Konsep sistem pengukuran PM10

13
Untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan maka secara garis besar sistem ini
dibagi menjadi dua bagian yaitu sistem mekanik dan sistem elektronik dan
akuisisi data, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7. Sistem mekanik terdiri
dari mekanisme pemisahan ukuran partikel menggunakan cyclone separator.
Sistem elektronik dan akuisisi data terdiri dari PPD42NS, instrumentasi
pengolahan data digital, pompa vakum, akuisisi data dan penyajian data.
Pabrikasi Cyclone Separator
Cyclone separator merupakan bagian sistem pengukuran PM10 yang
berfungsi untuk memisahkan partikel berukuran lebih kecil dari 10 µm dalam
sampel udara melalui mekanisme sentrifugal. Perancangan cyclone separator
didasarkan pada desain yang telah dikembangkan oleh Rahmat (2011). Pada
penelitian tersebut telah diperoleh model cyclone separator dengan geometri
seperti pada Gambar 8a, dimana D = 21.08 mm. Gambar 8b menunjukkan
simulasi Computational Fluid Dynamic (CFD) dari laju aliran udara sebesar 0.7
L/menit menyebabkan partikel berukuran kurang dari 10 µm (merah) bergerak
naik menuju bagian atas cyclone, sedangkan partikel berukuran lebih dari 10 µm
(ungu) jatuh secara gravitasi menuju bagian kerucut cyclone (Rahmat, 2011).

(b)
(a)
Gambar 8 Cyclone separator (a) model 3D (b) simulasi CFD (Rahmat, 2011)
Setelah pabrikasi cyclone separator dilakukan, maka langkah selanjutnya
adalah uji kinerja cyclone. Pengujian bertujuan untuk memastikan kinerja cyclone
hasil pabrikasi sesuai dengan hasil simulasi. Skema uji kinerja cyclone separator
ditunjukkan pada Gambar 9. Pompa vakum digunakan untuk mengambil sampel
udara dengan laju 0.7 L/menit selama 24 jam dengan arah aliran udara dari
cyclone hingga ke pompa vakum. Pada saat yang bersamaan terjadi proses
penjeratan partikel oleh absorban yang terdapat pada impenger, kemudian partikel
debu tersebut dianalisis menggunakan Particle Size Analyzer (PSA) untuk
diketahui distribusi ukuran partikelnya (Dmean).

Gambar 9 Skema uji kinerja cyclone separator

14
Sistem Elektronika dan Akuisisi Data
Sistem elektronika dan akuisisi data terdiri atas komponen-komponen
elektronika seperti Arduino ATmega 328, particle counter PPD42NS, Liquid
Crystal Display (LCD), EMS SDcard, Real Time Clock (RTC) DS1307, dan
rangkaian catu daya (Gambar 10). Keseluruhan skema rangkaian elektronika
menggunakan software Eagle 3.6 seperti pada Lampiran 3.

Gambar 10 Sistem elektronik dan akuisisi data
Perancangan sistem juga perlu dipertimbangkan dalam penentuan
spesifikasi masing-masing komponen elektronik yang digunakan karena akan
mempengaruhi kinerja alat ukur dan hasil pengukuran. Penentuan spesifikasi
komponen elektronika didasarkan pada hasil penelusuran literatur serta kajian
komprehensif.
1. Mikrokontroler ATmega 328
Pada penelitian ini memanfaatkan IC Atmega 328 dalam membuat
sistem minimum (rangkaian mikrokontroler yang dapat digunakan untuk
menjalankan sebuah aplikasi) untuk aplikasi alat ukur PM10 (Gambar 11).
Minimum sistem ini akan bertugas mengambil dan mengolah data sensor
BMP085 dan DHT22, particle counter PPD42NS, mengontrol pompa
vakum, menampilkan, dan menyimpan data hasil pengukuran.

Gambar 11 Skema rangkaian minimun sistem ATmega 328

15
2. Particle counter PPD42NS
Sensor particle counter PPD42NS diintegrasikan dengan rangkaian
sistem minimum ATmega 328 dengan skema rangkaian seperti pada
Gambar 12. PPD42NS memiliki 5 buah pin yaitu 2 pin output, 1 pin
treshold, 1 pin ground, 1 pin catu daya 5V. Dari kelima pin tersebut hanya
3 pin yang digunakan yaitu 1 pin ground, 1 pin power 5V, dan 1 pin output
yang dihubungkan ke pin 9 mikrokontroler.

Gambar 12 Skema rangkaian sensor particle counter PPD42NS
3. Sensor BMP085 dan DHT22
Sensor BMP085 merupakan sensor yang digunakan untuk mengukur
temperatur dan tekanan udara. Sensor ini memiliki rentang pengukuran
tekanan udara 300 – 1100 hPa dengan resolusi 0.06 hPa, sedangkan rentang
pengukuran temperatur udara -40 °C – 85 °C dengan resolusi 0.1 °C.
BMP085 membutuhkan tegangan 1.8 hingga 3.6 VDC dengan konsumsi
daya 5 µA (Datasheet BMP085). Sensor BMP085 diintegrasikan dengan
rangkaian sistem minimum ATmega 328 dengan skema rangkaian seperti
pada Gambar 13, lalu dilakukan komparasi menggunakan Vantage Pro 2
(Stasiun Cuaca milik Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan IPB) selama
4 jam dengan interval pencatatan per 1 detik dan uji kinerja selama 24 jam.

Gambar 13 Skema rangkaian sensor BMP085 dan DHT22

16
Sensor DHT22 merupakan sensor yang digunakan untuk mengukur
kelembaban relatif udara dengan rentang nilai 0-100% dan resolusi sebesar
0.1%. Sensor DHT22 digunakan untuk memantau kelembaban relatif udara
karena particle counter PPD42NS dapat bekerja dengan optimal dibawah
kelembaban relatif 95%. Output dari DHT22 adalah sinyal digital yang
dapat dihubungkan secara langsung ke pin port sistem minimum ATmega
328 seperti pada Gambar 13. Data dari kedua sensor digunakan untuk
mengkoreksi laju alir volume.
4. Real-time clock DS1307
Pada penelitain ini RTC DS1307 berfungsi untuk memberikan
informasi waktu dan tanggal saat pengukuran berlangsung. Adapun skema
rangkaian elektronik RTC DS1307 dengan sistem minimum mikrokontroler
ATmega 328 seperti ditunjukkan pada Gambar 14.

Gambar 14 Diagram pin RTC DS1307 (Data Sheet IC RTC DS1307)
5. Display
Liquid Crystal Display (LCD) adalah suatu jenis media tampil yang
menggunakan kristal cair sebagai penampil utama. Pada penelitian ini LCD
yang digunakan ialah LCD dot matrix dengan jumlah karakter 2x16. LCD
berfungsi sebagai penampil hasil pengukuran PM10. Adapun skema
rangkaian LCD dengan sistem minimum mikrokontroler ATmega 328
dapat dilihat Gambar 15.

Gambar 15 Skema rangkaian LCD 2x16

17
6. Pompa Vakum
Pompa vakum berfungsi untuk menghisap udara sebagai inputan
cyclone. Pompa vakum terdiri atas pengendali motor DC dan kipas. Baterai
akan memberikan daya pada motor DC untuk menggerakkan kipas sehingga
udara terhisap dengan laju alir volume hisap tertentu. Laju alir bergantung
pada kecepatan putar motor DC yang dikendalikan oleh sistem minimum
ATmega 328 melalui transistor TIP 122 dengan skema rangkaian seperti
pada Gambar 16a. Perlunya pengendalian tersebut karena kecepatan motor
DC akan berkurang saat tegangan baterai mulai melemah akibat konsumsi
daya oleh komponen elektrik sedangkan laju alir volume hisap diharapkan
stabil pada 0.7 L/menit (diukur menggunakan flow meter) untuk menjaga
performa cyclone dalam menseparasi PM10.

(a)

(b)

Gambar 16 Skema rangkaian (a) pengendali motor DC dan (b) pompa vakum
Pengendalian ini dilakukan dengan beberapa tahap yaitu:
mengkonversi nilai tegangan ke ADC, mencari hubungan nilai PWM dan
ADC (Gambar 17), serta mengatur sistem minimum untuk mengubah nilai
PWM yang bersesuaian dengan nilai ADC. Tahap pertama dilakukan di pin
analog (A2) pada mikrokontoler, skema rangkaian pompa vakum dapat
dilihat pada Gambar 17b. Tahap kedua dilakukan pada pengujian performa
vakum yang dilakukan mulai dari tegangan baterai penuh sampai tegangan
baterai minimum. Tahapan ini akan memberikan persamaan linear nilai
PWM terhadap nilai ADC. Persamaan dibutuhkan pada tahap ketiga yang
digunakan oleh sistem akuisisi data untuk menyesuaikan nilai PWM selama
pengukuran sehingga laju alir volume hisap akan stabil pada 0.7 L/menit.

18

Mikrokontroler mengatur
nilai PWM

Gambar 17 Diagram alir pengujian pompa vakum
Integrasi Sistem Mekanik dan Elektronik
Integrasi sistem mekanik dan elektronik merupakan tahapan lanjutan dari
perancangan sistem pengukuran. Tahapan ini bertujuan untuk menjawab persepsi
kebutuhan dan konsep produk yang telah didefinisikan di awal. Tahapan ini
menyatukan pabrikasi cyclone separator serta hasil sistem elektronik dan akusisi
data menjadi satu produk yang utuh. Skema pengintegrasian seluruh sistem dapat
dilihat pada Gambar 18. Komponen yang dibatasi oleh garis putus-putus adalah
komponen elektronik dan akuisisi data, sedangkan yang diuar garis merupakan
komponen mekanik. Beberapa penyesuaian dilakukan di beberapa komponen
untuk menghasilkan integrasi sistem yang terpadu.
Pada Lampiran 4 terlihat box enclosure dengan dimensi 40 x 25 x 55 cm
sebagai wadah alat ukur konsentrasi PM10 dilengkapi dengan tiang penyangga.
Box dirancang untuk pengukuran di luar ruangan. Sistem yang dibuat adalah
standalone dimana sistem dapat berjalan tanpa pasokan daya dari luar. Kebutuhan
daya untuk kerja sistem didapatkan dari baterai Li-ion 45AH/ 12V. Adapun
keseluruhan skema rangkaian elektronik ditunjukkan seperti pada Lampiran 5 dan
diwujudkan seperti pada Lampiran 6.

19

Gambar 18 Integrasi sistem mekanik dan elektronik
Perhitungan Konsentrasi PM10
Pengukuran PM10 dilakukan secara kontinyu (24 jam) di pengolahan kayu
Ciampea, Bogor. Pengukuran konsentrasi PM10 menggunakan PPD42NS
menghasilkan satuan dalam pcs/283 mL, sedangkan berdasarkan baku mutu yang
berlaku konsentrasi PM10 dinyatakan dalam µg/m3 sehingga perlu dilakukan
transformasi konsentrasi PM10 (Gambar 19). Pada pengujian cyclone separator
akan diperoleh nilai Dmean. Nilai ini merupakan ukuran partikel rata-rata (diameter
partikel). Nilai Dmean digunakan untuk menghitung nilai volume partikel rata-rata
(Pers. 8). Pada penelitian ini diasumsikan semua partikel yang terukur oleh
PPD42NS dan PSA berbentuk bola (sphere) (Wittmaack 2002), dengan kerapatan
1.65 g/cm3 (Weijers et al. 2004), sehingga diperoleh masa untuk satu partikel
(Pers. 9). Total masa partikel selama pengukuran diperoleh dari masa satu partikel
dikalikan dengan jumlah partikel yang tercacah oleh PPD42NS (Pers. 10).





��

���

�� = �

� ��

��

= ��

=

.



.

.

. �



(8)
���

��

Gambar 19 Diagram alir perhitungan konsentrasi PM10

(9)
��

(10)

20

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengujian Pompa Vakum
Tabel 5 menunjukkan tegangan baterai menurun selama uji performa
pompa vakum berlangsung. Nilai maksimum tegangan baterai sebesar 12.03 V
dan nilai minimum tegangan baterai setelah 509 menit pengujian berlangsung
adalah 9.28 V. Rentang nilai tegangan baterai maksimum-minimum tersebut
diubah menjadi 3.31 V dan 2.46 V menggunakan rangkaian pembagi tegangan.
Selain menggunakan voltmeter, penurunan tegangan baterai juga terbaca melalui
nilai ADC di pin A1 sistem minimum. Nilai ADC menurun dari 677 hingga 503.
Rahmat (2013) menyatakan bahwa untuk memisahkan PM10 dari partikel
lainnya dalam cyclone separator model 2D2D diperlukan laju alir volume hisap
sebesar 0.7 L/menit sedangkan penurunan tegangan baterai mengakibatkan
penurunan kecepatan motor DC, sehingga laju alir volume hisap berada di bawah
0.7 L/menit. Hal ini dapat diatasi dengan menaikkan nilai PWM sesuai dengan
penurunan ADC. Data nilai PWM dan ADC selanjutnya digunakan untuk
menentukan hubungan antar keduanya.
Gambar 20a menunjukkan nilai PWM berbanding terbalik terhadap nilai
ADC dihubungkan dengan persamaan = − .
+
. dengan koefisien
determinasi sebesar 0.9726 dimana adalah nilai PWM dan adalah nilai ADC.
Saat tegangan baterai telah habis, nilai PWM akan berada di angka maksimum
yaitu 142.99. Persamaan ini kemudian dimasukkan ke dalam program, sehingga
nilai PWM berubah secara otomatis sesuai dengan perubahan ADC selama
pengukuran. Penyesuaian ini berhasil menjaga kestabilan performa pompa vakum
yang dibuktikan pada Gambar 20b. Laju alir volume hisap terhadap PWM
dihubungkan dengan persamaan = − × −
+ . , dimana adalah laju
alir volume hisap dan adalah nilai PWM. Faktor pengali nilai PWM sangat kecil
dalam orde − sehingga nilai laju alir volume hisap stabil di 0.7 L/menit.
Hasil ini menunjukkan bahwa sistem pompa vakum telah berhasil didesain dengan
baik dan dapat digunakan sebagai inputan cyclone.
Tabel 5 Data uji performansi pompa vakum
Nilai
Nilai Voltase
Voltase
No PWM ADC PIN A1
baterai
(-)
(-)
(Operasi)
(Volt)
(Volt)
1
31
677
3.31
12.03
2
32
675
3.30
11.84
3
33
655
3.20
11.52
4
34
651
3.18
11.46
5
35
636
3.11
11.26
6
38
620
3.03
11.02
7
40
612
2.99
10.87
8
41
598
2.92
10.68
9
47
567
2.77
10.22
10
61
503
2.46
9.28

Laju alir
cyclone
separator
(L/menit)
0.7
0.7
0.7
0.7
0.7
0.7
0.7
0.7
0.7
0.7

Lama
Akumulasi
pengujian
waktu
(menit)
67
178
68
68
57
20
17
14
12
8

(menit)
67
245
313
381
438
458
475
489
501
509

21

(a)
(b)
Gambar 20 Hubungan (a) PWM terdapap ADC dan (b) laju alir volume hisap
terhadap PWM
Hasil Pengujian Cyclone Separator
Gambar 21 menunjukkan distribusi ukuran partikel hasil uji PSA dengan
pendekatan volume menggunakan metode kumulan. Pada pengujian cyclone
separator di Lab. Wageningan, partikel memiliki ukuran 281.9 – 5890 nm dengan
ukuran rata-rata sekitar 1245.8

Dokumen yang terkait

Analisis Kadar Particulate Matter 10 (pm10) dan Keluhan ISPA Pada Daerah Industri Galangan Kapal di Kelurahan Sei Pelunggut Kecamatan Sagulung Kota Batam Tahun 2014

4 88 157

Rancang Bangun Alat Ukur Tingkat Kebisingan Suara Sound Sensor V2 Berbasis Atmega 16

33 212 40

Analisis Kadar Nitrogen Dioksida (NO2) Dan Particulate Matter 10 (PM10) Udara Ambien Dan Keluhan Kesehatan Pada Pedagang Kaki Lima Di Sepanjang Jalan Raya Kelurahan Lalang Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2014

2 62 113

Analisis kadar Particulate Matter 10 (PM10) di Udara dan Keluhan Gangguan Pernafasan Pada Masyarakat Yang Tinggal di Sepanjang Jalan Raya Kelurahan Lalang Kecamatan Sunggal Medan Tahun 2010

9 85 81

Rancang Bangun Alat Ukur Tingkat Kerusakan Oli Mesin Berdasarkan Konstanta Dielektrik Berbasis PC

5 94 71

REALISASI ALAT UKUR PARTICULATE MATTER (PM10) PADA GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR MENGGUNAKAN INFRAMERAH BERBASIS MIKROKONTROLER ATMEGA32

1 15 68

PEMETAAN KONSENTRASI PM10 (PARTICULATE MATTER 10 μm) DAN LOGAM Al, Ca, Fe, Na, dan Si DALAM PM10 DI UDARA AMBIEN KAWASAN TIMUR PT SEMEN PADANG DAN SEKITARNYA - Repositori Universitas Andalas

0 0 1

PEMETAAN KONSENTRASI PM10 (PARTICULATE MATTER 10 μm) DAN LOGAM Al, Ca, Fe, Na, dan Si DALAM PM10 DI UDARA AMBIEN KAWASAN TIMUR PT SEMEN PADANG DAN SEKITARNYA - Repositori Universitas Andalas

0 0 1

PEMETAAN KONSENTRASI PM10 (PARTICULATE MATTER 10 μm) DAN LOGAM Al, Ca, Fe, Na, dan Si DALAM PM10 DI UDARA AMBIEN KAWASAN TIMUR PT SEMEN PADANG DAN SEKITARNYA - Repositori Universitas Andalas

0 2 4

Rancang Bangun Alat Pereduksi Particulate Matter (PM) Gas Buang Mesin Diesel Dengan Metode Cyclone

0 0 5